BAB II. A. Eksistensi Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun pertama kali dan pemeliharaan pendaftaran tanah.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. A. Eksistensi Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun pertama kali dan pemeliharaan pendaftaran tanah."

Transkripsi

1 25 BAB II EKSISTENSI PASAL 32 AYAT (2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TERHADAP PEMILIK SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN A. Eksistensi Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada ketentuan menimbang pada poin b dibunyikan bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaranya oleh UUPA Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan, pelaksanaan pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah, meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan pendaftaran tanah. Meski terdapat beberapa peraturan yang berlaku dengan Hak atas Tanah. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah : a. UU Nomor 3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB); b. UU Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya; c. PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan HPL atas tanah; d. PP Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya; 25

2 26 e. Peraturan PMA/KaBPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang ketentuan pelaksanaan Keppres Nomor 55 Tahun 1993; f. Peraturan PMA/KaBPN Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara; g. Peraturan PMA/KaBPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak pengelolaan. Di Indonesia baru pertama kali mempunyai suatu lembaga pendaftaran tanah dalam sejarahnya, seiring dengan diberlakukannya PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah. Dengan berlakunya peraturan tersebut, telah berlangsung Era Baru dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dan kepastian hukum mengenai hakhak atas tanah di Indonesia, atas hal ini diperkuat dengan diberlakukannya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1986, dimana didalam Pasal 2 ketentuan tersebut menegaskan bahwa Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi : 1. merumuskan kebijakan dan perencanaan penguasaan dan penggunaan tanah; 2. merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan prinsip-prinsip dalam UUPA; 3. melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanah dalam upaya memberikan kepastian hak di bidang pertanahan; 4. melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib administrasi di bidang pertanahan;

3 27 5. melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan serta pendidikan dan latihan tenaga-tenaga yang diperlukan di bidang administrasi pertanahan; 6. lain-lainnya yang ditetapkan oleh Presiden. Berdasarkan pada angka 3 (tiga) tersebut di atas, jelas bahwa Badan Pertanahan juga mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pendaftaran tanah dalam upaya memberikan kepastian hak di bidang pertanahan. Dengan demikian berlakulah suatu pendaftaran tanah yang uniform untuk seluruh Indonesia, untuk hak-hak atas tanah yang tunduk kepada UUPA ataupun sesuatu yang diatur oleh suatu ketentuan undang-undang yang berada di luar UUPA. Dengan adanya pendaftaran tanah tersebut, bertujuan untuk kepastian hak seseorang, pengelakan suatu sengketa perbatasan (karena ada surat ukurnya teliti dan cermat) dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. Namun dalam konteks yang lebih luas lagi pendaftaran tanah itu selain memberikan informasi mengenai suatu bidang tanah, baik penggunaannya, pemanfaatannya, maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya dipergunakan, demikian informasi mengenai bangunannya sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan tanah/bangunannya. Kalau dilihat dari Pasal 19 UUPA, memberikan arahan tujuan dari Pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :

4 28 (1). Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pedaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah; (2). Pendaftaran tanah tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : a) pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanah tersebut; c) pemberian surat tanda bukti-bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. (3). Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria; (4). Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah termasuk dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembiayaan-pembiayaan tersebut. Dalam PP Nomor 10 Tahun 1961, Pendaftaran Tanah di Indonesia berdasarkan Pasal 19 ayat (2) huruf c tersebut di atas, jelas bahwa surat tanda bukti hak atas tanah adalah sebagai tanda bukti yang kuat. Dengan demikian pendaftaran tanah di Indonesia mempergunakan Sistem Torrens, hanya saja tidak jelas dari negara mana ditiru. Kalau Sistem Torrens Positif yang berlaku di Australia sertipikat itu tidak dapat dibatalkan dan sah keberadaannya dan apa yang tertuang dalam sertipikat itu adalah yang benar serta kalau ada orang yang membuktikan maka dia tidak dapat membatalkan sertipikat itu, namun nantinya akan mendapat ganti

5 29 kerugian dari Pemerintah bagi pihak yang mengklaim tersebut. Sedangkan Indonesia menganut Sistem Torrens Negatif, sertipikat dianggap sebagai alat bukti yang kuat kecuali seseorang dapat membuktikan kebenarannya maka sertipikat tersebut dapat dibatalkan. Hal seperti ini sering kali terjadi, sengketa tanah diajukan bahkan tidak jarang membatalkan suatu sertipikat yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah dan bahkan juga sering kali merugikan pihak pemilik sertipikat yang dibatalkan tersebut pada hal tidak jarang mereka adalah pemilik yang beritikad baik. Setelah berlakunya PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menggantikan PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Pada prinsipnya pendaftaran tanah fungsinya sama sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 10 Tahun 1961, namun ada sedikit perbedaan pengaturan yaitu pada ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada pokoknya dinyatakan dengan tegas Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. 33 Berdasarkan pada ketentuan tersebut, atas gugatan yang diajukan terhadap sertipikat tanah setelah lewat 5 (lima) tahun apabila diajukan lewat waktu/daluwarsa. PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jelas terhadap proses penerbitan suatu sertipikat hak atas tanah pasti diumumkan ke khalayak ramai, dimana salah satu tujuan dari pengumuman tersebut adalah untuk pihak-pihak yang merasa haknya dirugikan untuk mengajukan keberatan, namun terhadap hak-hak 33 Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

6 30 tersebut tidak pernah digunakan oleh Penggugat, maka berdasarkan pada Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, seseorang yang menggugat keabsahan suatu sertipikat hak atas tanah diberikan kesempatan selama 5 (lima) tahun untuk menegakkan haknya apabila merasa dirugikan untuk keberatan atau membatalkan sertipikat dimaksud. Dengan adanya penegasan dalam pasal 36 tersebut, maka sebenarnya dalam Pendaftaran Tanah kita sertipikat sebagai suatu alat bukti yang kuat dan terhadap sistem yang dianut menjadi 2 (dua) sistem karena didalam Pasal 32 memberikan pembatasan untuk dapat digugatnya suatu sertipikat yaitu setelah berlakunya sertipikat selama 5 (lima) tahun maka sertipikat itu tidak dapat digugat. Sistem Tersebut adalah: Torrens Negatif Sebelum masa 5 (lima) tahun, sertipikat itu dapat dibatalkan selama bisa dibuktikan kepemilikan. 2. Torens Positif. Setelah berlaku 5 (lima) tahun sertipikat tersebut tidak dapat dibatalkan. Dua sistem tersebut yang diamanatkan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997, yang tujuannya tidak lain diberikan untuk menyempurnakan PP Nomor 10 Tahun 1961 guna lebih memberi kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah, namun sampai saat ini keberadaan Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997 tidak pernah 34 Ibid

7 31 dilaksanakan mengingat kondisi pendaftaran tanah dan keadaan di Indonesia, masih menganut seperti yang ada dalam PP Nomor 10 Tahun Harusnya dengan diberlakukannya PP Nomor 24 Tahun 1997 selama 15 Tahun sudah sepatutnya diberlakukan secara mutlak artinya, sertipikat tanah yang sudah berlaku lebih dari 5 (lima) tahun tidak dapat dibatalkan. Dengan demikian sudah tidak dapat di ganggu gugat karena telah diberikan waktu yang cukup lama. Dan kalau sudah lebih dari 5 (lima) tahun sertipikat diterbitkan, sedangkan yang menggugat mempunyai bukti-bukti yang kuat tentang kepemilikinnya. Terhadap gugatan itu tidak membatalkan sertipikat, namun sertipikat itu tetap berlaku dan terhadap yang menggugat diberikan ganti kerugian oleh Pemerintah karena mempunyai alas hak yang kuat karena dapat dibuktikan keabsahan dari penguasaan hak atas tanahnya. 35 Dalam hal ganti rugi tersebut tentunya, sebagai yang melakukan pembayaran ganti rugi adalah Badan Pertanahan Nasional dengan menggunakan sistem penganggaran yang ada di dalam negara, dan didalam pelaksanaaannya tentu perlu dengan pengawasan yang melekat. Dan apabila didalam penerbitan sertipikat sebelumnnya bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya atau memanfaatkan keadaan tertentu untuk keuntungan pribadi atau orang lain atau badan usaha lainnya, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 35 Ibid

8 32 Boedi Harsono Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 bertujuan pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif tetapi dilain pihak untuk secara seimbang memberi kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertipikat sebagai alat buktinya yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. 36 Menurut Abdul Rahim mengatakan setuju adanya penerapan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dan beliau juga berpendapat bahwa hakim tidak menerapkan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 disebabkan karena : 37 a. Secara materi diatur secara undang-undang pada hal kalau dilihat dalam PP hakim tidak terikat; b. Oleh karena PP hakim tidak tahu tentang masalah itu; c. Karena tidak mau sama sekali menerapkan dengan prinsip bahwa hakim tidak boleh menolak perkara putusan dengan keyakinan hakim. Menurut Maria S. W. Sumardjono, tujuan dari penerapan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 yang berasal dari Konsep rechtsverwerking ini dalam pendaftaran tanah adalah untuk memberikan ketegasan pada 2 pihak, yakni. 38 1) Bagi pemegang sertipikat, jika telah lewat waktu lima tahun tidak ada gugatan/keberatan, maka ia terbebas dari gangguan pihak lain yang merasa sebagai pemegang hak atas tanah tersebut; 36 Boedi Harsono, Op.Cit, hal Wawancara dengan Bapak Abdul Rahim Lubis, Kepala Seksi Penetapan Hak Atas Tanah Perorangan Pada Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara, Tanggal 23 Maret Maria SW Sumarjono, Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum dalam Pendaftaran Tanah, makalah,(yogyakarta: dalam Seminar Kebijaksanaan Baru Pendaftaran Tanah dan Pajak-Pajak Terkait, 1997 ) hal.1

9 33 2) Pemegang hak atas tanah, ia wajib menguasai secara fisik tanahnya dan melakukan suatu pendaftaran agar terhindar dari kemungkinan tanahnya disertipikatkan atas nama orang lain. Apabila suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikatnya secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasai tanah tersebut, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut haknya, apabila dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat tersebut tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat. Inilah yang disebut rechtsverwerking. 39 Dengan berbagai alasan, ada saja orang-orang tertentu yang membiarkan tanahnya tidak dikerjakan dan kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hak seseorang tersebut untuk menuntut kembali tanahnya menjadi hilang. 40 Dengan kata lain, orang tersebut telah menelantarkan tanahnya dan pencatatan nama orang lain dalam sertipikat dipandang definitip setelah jangka waktu 5 (lima) tahun. Herman Soesangobeng berpendapat bahwa rechtsverwerking bukan merupakan suatu lembaga adat sehingga tidak dapat digunakan sebagai upaya mengatasi kelemahan sistem negatif. Rechtsverwerking juga bukan merupakan suatu 39 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Medan, Mandar Maju, 2010, hal Ibid

10 34 lembaga hukum untuk memperoleh hak terlebih lagi menyatakan orang kehilangan hak atas tanahnya, guna menuntut kembali haknya atas tanah yang sudah didaftar atas nama orang lain. Penerapan dari konsep rechtsverwerking mengandung resiko bahaya ancaman sengketa tanah karena rasa keadilan masyarakat yang terluka. Ancaman ini memang belum tampak tetapi akan meledak setelah berlangsung beberapa lama dilaksanakannya konsep rechtsverwerking dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia. 41 Hal ini berkaitan jika ditemukan suatu bukti baru (novum) mengenai data fisik dan data yuridis dalam proses pembuatan sertipikat, yang terkait juga dengan kualitas sumber daya manusia dari aparat terkait. Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 hanya untuk mencegah upaya orang yang hanya sekedar ingin mengganggu ketenangan pemilik tanah terdaftar dalam menguasai tanahnya. Penerapan rechtsverwerking yang merupakan konsep dari Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah tidak tepat dan ada segi-segi negatifnya, yaitu akan banyaknya hak-hak orang yang diambil orang lain tanpa ada kuasa yang punya untuk menuntut kembali haknya itu. 42 Hal ini banyak terjadi di daerah lain. Berkaitan dengan tanah terlantar yaitu tanah yang sudah dikuasai dan dikerjakan kemudian tidak diusahakan lagi untuk jangka waktu tertentu, seperti sawah lima tahun, tanah tegalan untuk tiga tahun dan kemudian tanah itu kembali kepada hak ulayat dan penguasa hak ulayatlah yang memperuntukkan hak itu kembali kepada orang lain, 41 Herman Soesangobeng, Komentar dan Kritik atas Pelaksanaan Lembaga Rechtsverwerking Dalam Sistem Pendaftaran Tanah Menurut PP Nomor 24 Tahun 1997, Makalah, (Jakarta, 2002), hal AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1999), hal 128

11 35 tidak dapat begitu saja seseorang menduduki tanah orang lain, sedangkan pemiliknya terpaksa mengungsi karena suatu sebab. AP. Parlindungan berpendapat bahwa penerapan Pasal 32 ayat (2) dapat merugikan para pemilik tanah yang sebenarnya kerena mereka tidak berhak menuntut kembali haknya. Istilah rechtsverwerking masih belum terdapat persamaan persepsi. 43 Boedi Harsono mengartikan rechtsverwerking sebagai kehilangan hak. 44 Menurut Kamus Hukum Belanda-Indonesia yang digunakan dalam konteks Bahasa Indonesia saat ini rechtsverwerking adalah pelepasan hak. 45 Rechtsverwerking sebagai lepasnya hak yang sudah dipunyainya. 46 Para hakim dalam putusan mengenai rechtsverwerking seperti telah ditulis pada bab sebelumnya pada umumnya mengartikan sebagai pelepasan hak. Pelepasan hak mengandung makna bahwa subjek pemegang hak sendirilah yang melepaskan haknya karena ia mempunyai suatu hak tetapi ia tidak mempergunakan haknya. Sedangkan kehilangan hak bermakna hak hilang karena pengaruh waktu, pemilik hak tidak melepaskan hak dengan sendirinya (ia masih mempermasalahkan haknya). Rechtsverwerking merupakan suatu pelepasan hak, baik pelepasan hak yang sebenarnya maupun pelepasan hak secara diam-diam karena pemilik semula meninggalkan dan tidak menguasai tanahnya dalam jangka waktu tertentu atau pemilik tidak mempergunakan hak yang sebenarnya ia miliki. hal Ibid 44 Boedi Harsono, Op.Cit., hal Marjanne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2002), 46 AP. Parlindungan, Op.Cit., hal 128

12 36 Dengan menelusuri beberapa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan tentang kasus yang timbul berkaitan dengan tanah di Indonesia, ternyata sistem pendaftaran tanah di Indonesia mengarah pada pengakuan sistem stelsel/sistem negatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa putusan pengadilan sebagai berikut: 1. Putusan PTUN MEDAN Nomor 64/G/2011/PTUN-MDN Tahun Putusan PTUN MEDAN Nomor 41/G/2011/PTUN-MDN Tahun Putusan PTUN MEDAN Nomor 94/G/2011/PTUN-MDN Tahun 2012 Menurut Penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 rechtsverwerking adalah lembaga hukum adat yang digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah. Sebagai ketentuan yang berasal dari hukum adat, tentunya ketentuan tersebut tidak tertulis, namun ketentuan dimaksud kelihatannya telah diadopsi oleh UUPA (Pasal 27, 34, dan 40) dengan menegaskan bahwa hapusnya hak atas tanah dapat terjadi karena diterlantarkan. Ketentuan ini tentunya merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat (bukan menciptakan hukum baru), yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkrit dalam penerapan ketentuan dalam UUPA terutama mengenai penelantaran tanah. Konsep rechtsverwerking dalam hukum adat bukan merupakan suatu lembaga hukum sebagaimana dalam hukum Belanda (BW) juga tidak sama dengan konsep verjaring pada hukum Belanda (BW). Lembaga hukum pada BW adalah tentang

13 37 memperoleh hak kepemilikan atas tanah. 47 Cara ini diatur dalam Pasal 584 BW. Pasal 584 BW merupakan salah satu cara dalam memperoleh hak milik karena daluwarsa (verjaring), sehingga cara ini dapat dikategorikan sebagai lembaga hukum dan merupakan alasan hukum bagi perolehan hak atas tanah. Sedangkan rechtsverwerking hanya merupakan konsep yang dibahas dalam pandangannya dengan verjaring, namun ia bukan merupakan suatu lembaga hukum. Pada negara-negara yang menggunakan sistem publikasi negatif umumnya dikenal lembaga acquisitieve verjaring (memperoleh hak milik dengan lampaunya waktu) yaitu apabila penerima hak yang beritikad baik bertindak tegas selaku pemilik dan yang bersangkutan menguasai tanah secara nyata dan terbuka selama sekian tahun, tanpa ada pihak lain yang menggugat, maka oleh hukum ia ditetapkan sebagai pemiliknya, yang hak kepemilikannya sudah tidak dapat diganggu gugat lagi, dan juga tidak oleh pihak yang membuktikan sebagai pemilik hak yang sebenarnya. Hal ini didasarkan pada Pasal 1955 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa: untuk memperoleh hak milik atas sesuatu diperlukan bahwa seseorang menguasai terus-menerus, tak terputus-putus, tak terganggu, di muka umum dan secara tegas sebagai pemilik. Pasal 1963 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa: siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah oleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama 20 tahun. 47 Ibid

14 38 Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama 30 tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukan alas haknya. Sebelum UUPA berlaku, untuk menentukan kadar kepastian hukum sesuatu hak, digunakan upaya ketentuan mengenai Kadaluwarsa sebagai upaya untuk memperoleh hak eigendom atas tanah (acquisitieve verjaring), yang terdapat dalam Pasal 1955 dan Pasal 1963 KUH Perdata Buku IV. Kadaluwarsa sebagai upaya memperoleh hak eigendom atas tanah diatur dalam Pasal 610, 1955 dan 1963 KUH Perdata. Dalam Pasal 610 ditetapkan bahwa seorang bezitter dapat memperoleh hak eigendom atas suatu benda karena verjaring. Adapun Pasal 1955 dan Pasal 1963 KUHPerdata memuat syarat-syaratnya, yaitu bahwa penguasaannya harus terusmenerus, tidak terputus, tidak terganggu, dapat diketahui umum, secara tegas bertindak sebagai eigenaar dan harus dengan itikad baik. Jika berdasarkan suatu alas hak (title) yang sah harus berlangsung 20 tahun perlu menunjukkan alas hak. Dengan demikian, pada hakikatnya Pasal 1955 dan 1963 merupakan pelaksanaan dari Pasal 610 KUH Perdata, yang terletak dalam Buku II. Sebagaima diketahui pasal-pasal agraria di dalam Buku II telah dicabut oleh UUPA. Pada saat itu, Pasal 610 tidak khusus mengatur soal agrarian. Oleh karena itu, pasal tersebut masih tetap berlaku, tetapi tidak penuh, dalam arti bahwa ketentuanketentuannya tidak berlaku lagi sepanjang mengenai agrarian (tanah dan lainlainnya), tetapi mash berlaku sepanjang mengenai benda-benda lainnya bukan agrarian. Oleh karena itu, Pasal 1955 dan Pasal 1963 merupakan pelaksanaan dari Pasal 610, maka sungguh pun letaknya tidak di dalam Buku II KUH Perdata, tetapi di

15 39 dalam Buku IV, harus dianggap pula sebagai tidak berlaku lagi mengenai tanah dan lain-lain objek agrarian, bagi penguasaan tanah baru dan penguasaan tanah yang mulai berlakunya UUPA belum berlangsung 20 atau 30 tahun. Bagi penguasaan yang mulai berlakunya UUPA sudah memenuhi persyaratan acquisitieve verjaring, Pasalpasal tersebut dengan sendirinya tetap berlaku, meskipun penegasannya baru dimintakan kemudian. Berarti bahwa pada tanggal 24 September 1960 ia sudah memperoleh hak yang bersangkutan karena verjaring. Menurut Ter Haar, konsep rechtsverwerking digunakan oleh hakim pada masa Kolonial Belanda dalam menerapkan Hukum Belanda (BW) pada situasi Bumi Putera dengan hukum adatnya. Sehingga dalam penerapan konsep rechtsverwerking para hakim harus dipertimbangkan dengan cermat dan hati-hati. Penggunaan konsep rechtsverwerking, menurut Ter Haar hendaknya digunakan oleh hakim gubernemen dalam tiga kemungkinan pertimbangan atas kenyataan hukum, yaitu 48 : 1. Bilamana menurut hukum adat, hak-hak materiil atas tanah secara nyata memang diakui bisa lenyap dan bisa pula lahir karena dikuasai secara nyata dalam jangka waktu yang lama, sehingga rechtsverwerking bisa diterapkan karena lamanya waktu. 2. Bilamana ada bukti penyangkalan atas dugaan/anggapan terjadi atau lenyapnya suatu peristiwa hukum atau suatu hak, maka hakim dapat mempertimbangkan 48 Ter Haar diterjemahkan oleh K.Ng. Soebekti Poesponoto, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 1994), hal

16 40 bahwa karena lamanya waktu telah melahirkan rechtsverwerking sehingga dapat memutus lenyapnya suatu peristiwa hukum atau hak. Beberapa pendapat menganggap Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 merupakan pasal yang diterapkan untuk mengatasi kelemahan dari sistem publikasi negatif yang dianut oleh UUPA. Menurut Rotua Sihotang penerapan Pasal 32 ayat (2) ini tidak diterapkan oleh Hakim sebab akan merugikan pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. 49 Menurut Boedi Harsono penerapan pasal ini yang merupakan penerapan dari lembaga rechtsverwerking untuk mengatasi sistem publikasi negatif yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut UUPA. 50 Sri Puspita Dewi mengatakan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 tahun 1997 ini mengandung dua sisi sekaligus, yaitu tidak terlepas dari sisi positif dan sisi negatif. 51 Sisi positif Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997, antara lain : 52 1) Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dapat dikatakan melaksanakan pasal yang ada dalam UUPA, yaitu pada Pasal 27, 34, dan 40 UUPA. Acuan yang dipakai berdasarkan pasal ini adalah bahwa hak atas tanah dapat menjadi hapus karena diterlantarkan oleh pemiliknya. Dengan diterapkannya Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 maka bagi pemegang hak atas tanah wajib 49 Wawancara dengan Rotua Novi Yanti, Kepala Sub Seksi Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Medan, Tanggal 03 April Boedi Harsono, Op.Cit., hal Wawancara dengan Sri Puspita Dewi, Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara di Kantor Pertanahan Medan, tanggal 1 Mei Ibid

17 41 menguasai secara fisik tanahnya dan melakukan suatu pendaftaran agar terhindar dari kemungkinan tanahnya disertipikatkan atas nama orang lain. 2) Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dianggap dapat menutupi kekurangan dari sistem pendaftaran negatif yang dipakai oleh Indonesia. Sehingga jika perbedaan sistem terletak pada kekuatan antara sertipikat sebagai alat bukti yang kuat dan mutlak maka pasal ini dapat dipakai bahwa sertipikat yang pada awalnya merupakan alat bukti yang kuat dapat menjadi alat bukti yang mutlak, ketika sudah dimiliki selama lima tahun, diperoleh dengan itikad baik dan dikuasai secara nyata dan terbuka. 3) Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 merupakan langkah hukum yang maju dalam aspek pemberian kepastian hukum bagi masyarakat, dalam hal ini terhadap hak yang dimilikinya. Sehingga dengan adanya pasal ini masyarakat yang memiliki sertipikat hak atas tanahnya merasa aman dan tidak perlu waswas bila terjadi permasalahan terhadap kepemilikan tanahnya di kemudian hari. 4) Diterapkannya Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 sekaligus menjadi motivasi pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahan. Kesadaran masyarakat dalam hal ini akan lebih meningkat karena mereka dapat merasakan manfaat praktisnya bahwa hak mereka terhadap tanahnya tidak akan dapat dipermasalahkan oleh pihak lain yang merasa memiliki tanah yang sama dengan adanya sertipikat yang mereka peroleh

18 42 dengan itikad baik, dimiliki selama lebih dari lima tahun dan tanahnya dikusai secara nyata dan terbuka. 5) Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 merupakan penerapan dari yurisprudensi berdasarkan konsep rechtsverwerking yang sudah dipakai berkali-kali oleh para hakim dalam menyelesaikan permasalahan sengketa tanah-tanah adat di Indonesia. Sehingga Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 hendaknya juga dapat diterapkan oleh para hakim dalam menyelesaikan permasalahan sengketa pendaftaran tanah di Indonesia pada masa sekarang. Sedangkan sisi negatif dari penerapan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 ini, antara lain : 53 1) Bertentangan dengan Pasal 19 UUPA bahwa sertipikat merupakan alat bukti yang kuat (bukan mutlak) sehingga terhadapnya masih dimungkinkan adanya gugatan selama masih bisa dibuktikan oleh pihak Penggugat. Dalam Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 sertipikat akan menjadi alat bukti yang mutlak. Sehingga dalam hal ini terjadi pertentangan antara Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mana kedudukan Undang-Undang lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah, sehingga ada anggapan bahwa Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tidak dapat diterapkan dalam menyelesaikan permasalahan sengketa tanah 53 Ibid

19 43 2) Selain bertentangan dengan sistem pendaftaran yang mempermasalahkan kekuatan pembuktian sertipikat. Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 juga bertentangan dengan asas yang dipakai dalam sistem negatif, yaitu asas nemo plus yuris, padahal Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 mengacu kepada asas itikad baik, dimana asas itikad baik ini dipakai dalam sistem pendaftaran positif. Sehingga dikuatirkan akan terjadi tumpang tindih hukum. 3) Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 akan membatasi hak seseorang menuntut pelaksanaan haknya. Hal ini jelas merugikan pemilik tanah yang sebenarnya karena mereka tidak punya hak lagi untuk menuntut tanahnya, misalnya jika dipunyai bukti baru yang dapat diajukan dalam gugatannya pada hal jangka waktu lima tahun sudah terlewati. 4) Dikwatirkan akan membawa ketidakadilan. Diterapkannya Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 akan merugikan pemilik tanah apabila perolehan atas tanah tersebut tidak sah atau tidak dengan itikad baik, apabila dalam pengadilan tidak dapat dibuktikan bahwa perolehan tanah tersebut tidak dengan itikad baik meskipun sebenarnya perolehan atas tanah tersebut tidak sah, karena pembuktian itikad baik merupakan hal yang sulit. Sehingga jelas akan merugikan pemilik hak yang sebenarnya, karena tidak ada ganti rugi bagi pihak yang dirugikan. Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 ini ada baiknya diterapkan dengan catatan dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah, pihak-pihak yang terkait

20 44 dengan penerbitan baik dalam pemberian petunjuk-petunjuk sebagai syarat diterbitkannya sertipikat maupun dalam proses penerbitannya tersebut benar-benar berlandaskan kejujuran dan ketelitian sehingga dalam penerbitan sertipikat, mereka yang benar-benar mempunyai alas hak yang sahlah yang dapat mempunyai sertipikat haknya bukan mereka yang menguasai tanah orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, karena pemiliknya pergi selama bertahun-tahun. Pada dasarnya setuju dengan pasal ini karena dikembalikan lagi kepada tujuan pendaftaran tanah pada UUPA dan kebutuhan masyarakat Indonesia, yaitu untuk memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sesuai pula dengan keinginan masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah karena umumnya masyarakat yang mendaftarkan tanahnya berharap dengan dilakukannya pendaftaran maka kepemilikan mereka terhadap suatu bidang tanah tidak dapat diganggu lagi oleh pihak lain yang merasa mempunyai tanah yang sama dengan yang dikuasainya. Jika pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia berjalan dengan baik. Dalam arti masyarakat sadar betul bahwa tanah yang mereka miliki harus didaftarkan sehingga akan diperoleh sertipikat hak atas tanah. Pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah, baik pihak Kelurahan dalam hal penerbitan surat-surat/dokumen-dokumen sebagai syarat pendaftaran tanah maupun Kantor Pertanahan dalam hal menerbitkan sertipikat melalui proses yang semestinya dan dengan sebaik-baiknya sehingga tanah-tanah di Indonesia memang terdaftar atas nama orang yang benar-benar berhak maka dengan ditingkatkannya Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 tahun 1997 menjadi suatu pasal dalam undang-undang. Karena pada

21 45 dasarnya sesuai dengan tujuan dari dilaksanakannya pendaftaran tanah yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. B. Sertipikat Hak-Hak Atas Tanah 1. Pengertian Sertipikat Hak Atas Tanah Sertipikat memiliki banyak fungsi bagi pemiliknya. Dari sekian fungsi yang ada, dapat dikatakan bahwa fungsi utama dan terutama dari sertipikat adalah sebagai alat bukti yang kuat, demikian dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, karena itu, siapapun dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah bila telah jelas namanya tercantum dalam sertipikat itu. Selanjutnya dapat membuktikan mengenai keadaan-keadaan dari tanahnya itu misalnya luasnya, batas-batasnya, ataupun segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang tanah dimaksud. Apabila dikemudian hari terjadi tuntutan hukum di pengadilan tentang hak kepemilikan /penguasaan atas tanah, maka semua keterangan yang dimuat dalam sertipikat hak atas tanah itu mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan karenanya hakim harus menerima sebagai keterangan-keterangan yang benar, sepanjang tidak ada bukti lain yang mengingkarinya atau membuktikan sebaliknya. 54 Tetapi jika ternyata ada kesalahan didalamnya, maka diadakanlah perubahan/ pembetulan seperlunya. 54 Ibid

22 46 Selanjutnya Pasal 32 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997, sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. 2. Prosedur Penerbitan Sertipikat Tanah Sertipikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam proses sertipikasi tanah untuk pertama kali maka melalui Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menjelaskan bahwa : a) Sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dalam buku tanah hak yang bersangkutan. b) Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak atas tanah tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor

23 47 Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. Sertipikat hak atas tanah membuktikan, bahwa seseorang atau suatu badan hukum mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu, sedangkan sertipikat hak tanggungan membuktikan, seseorang atau badan hukum, sebagai kreditur mempunyai hak tanggungan atau jaminan atas suatu atau beberapa bidang tanah tertentu. Berdasarkan hal tersebut di atas dan untuk mengetahui prosedur penerbitan sertipikat hak atas tanah maka dibawah ini ada beberapa cara yang biasa ditempuh oleh pemohon untuk memperoleh sertipikat tanah : 55 1). Pertama : Pendaftaran tanah dilakukan dengan cara pemohon sertipikat mendatangi kantor pertanahan dan mengajukan permohonan seraya menyerahkan berkas permohonan serta persyaratan kelengkapan seperlunya termasuk surat kuasa dari pemilik (jika pemohon mengurus tanah orang lain) dan membayar sejumlah biaya yang telah ada daftar tarifnya sesuai luas tanah pemohon proses pembayaran berlangsung diloket khusus gedung kantor pertanahan. 2). Kedua : Pemohon menunjukan batas-batas bidang tanah yang di klaim sebagai hak milik dilapangan kepada petugas kantor pertanahan, setelah pemohon menerima surat atau pemberitahuan permintaan untuk itu dari kepala kantor pertanahan. 55 Wawancara dengan Rotua Novi Yanti, Kepala Sub Seksi Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Medan, Tanggal 1 Mei 2012

24 48 3). Ketiga : Pemohon mengisi dan menandatangani berita acara mengenai data fisik dan data yuridis hasil pengukuran dan pemeriksaan petugas kantor pertanahan dihadapan petugas kantor pertanahan. 4). Keempat : Pemohon menunggu terbitnya sertipikat hak milik tanah sekurangkurangnya selama 60 (enam puluh) hari sejak berakhirnya langkah ketiga diatas. Waktu penantian 60 hari tersebut diperlukan oleh kantor pertanahan guna mempublikasikan/mengumumkan data fisik dan data yuridis bidang tanah pemohon pada papan pengumuman di kantor pertanahan dan kantor desa/kelurahan atau atas biaya dapat diumumkan melalui iklan atau surat kabar daerah. 5) Kelima : Pemohon menerima sertipikat hak milik atas tanah dikantor pertanahan dari pejabat yang berwenang, setelah pemohon sebelumnya menerima surat panggilan atau pemberitahuan dalam bentuk lain dari kantor pertanahan untuk itu. Penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan adalah perbuatan hukum dalam bidang tata usaha negara. Dalam hal ini, Badan Pertanahan Nasional selaku instansi tata usaha negara melaksanakan tugasnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerbitan sertipikat hak atas tanah telah melalui proses atau tahapan yang ditentukan oleh peraturan mengenai pendaftaran tanah yaitu PP Nomor 10 Tahun 1961 yang diperbaharui dan disempurnakan dengan PP Nomor 24 Tahun Oleh karenanya penerbitan sertipikat hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional bersifat konstitutif, yaitu keputusan administrasi pemerintahan

25 49 yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukumnya adalah negara menjamin dan melindungi pemilik sertipikat hak atas tanah. Jika ternyata terdapat kesalahan atau kekhilafan dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah, harus melalui mekanisme hukum untuk memperbaiki akibat hukumnya. Dalam kejadian ini tentu ada pihak yang dirugikan. 56 Pihak yang dirugikan berhak atas dan harus diberikan kompensasi kerugian. 57 Dasar untuk mengajukan ganti rugi adalah berdasar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 58 Hubungan penerbitan sertipikat hak atas tanah dan kepastian hukum adalah hubungan sebab akibat. PP Nomor 24 Tahun 1997 telah menetapkan kepastian hukum yang lebih baik dibanding dengan PP Nomor 10 Tahun Jika pada PP Nomor 10 Tahun 1961, belum ditentukan batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat pemilik sertipikat hak atas tanah, sebaliknya PP Nomor 24 Tahun 1997 dalam Pasal 32 ayat (2) menentukan batas waktu bagi pihak ketiga untuk menggugat, yakni lima tahun sejak dikeluarkannya sertipikat hak atas tanah tersebut Manfaat Sertipikat Hak Atas Tanah a) Sebagai alat bukti yang kuat bagi pemiliknya Wawancara dengan Sri Puspita Dewi, Kepala Seksi Sengketa Konflik dan Perkara di Kantor Pertanahan Medan, tanggal 1 Mei Ibid 58 Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 59 Wawancara dengan Efiani, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, tanggal 01 Juni Ibid 61

26 50 Fungsi sertipikat hak atas tanah (hak milik) menurut UUPA merupakan alat bukti yang kuat bagi pemiliknya, artinya bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam buku sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut. Sertipikat sebagai alat bukti yang kuat, tidak sebagai alat bukti mutlak, hal ini berkaitan dengan sistem publikasi yang dianut oleh hukum pertanahan Indonesia baik PP Nomor 10 Tahun 1961 maupun PP Nomor 24 Tahun 1997 yakni sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak (sertipikat) yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. b) Sebagai akte otentik Sertipikat sebagai akte otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, dalam arti bahwa hakim harus terikat dengan data yang disebutkan dalam sertipikat itu selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain. C. Keberlakuan Sertipikat Hak Atas Tanah Ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA mengandung makna bahwa tindakan pendaftaran tanah oleh pemilik tanah tidak lain untuk memperoleh

27 51 pengakuan terhadap hak milik atas tanahnya untuk memperoleh kepastian hukum. 62 Sistem pendaftaran negatif pada dasarnya tidak menjamin hak kepemilikan, sedangkan dalam sistem pendaftaran positif pendaftaran tanahnya memberikan suatu derajat tingkat keamanan perlindungan dan hak kepemilikan yang lebih tinggi terhadap pihak lain atau menciptakan dan melindungi hak kepemilikan. 63 Pendaftaran tanah juga meliputi penerbitan sertipikat tanah sebagai alat bukti yang kuat. Namun dengan sistem negarif tersebut, telah menjadikan sertipikat hanya dapat dipandang sebagai bukti hak permulaan saja, belum menjadi suatu yang final sebagai bukti hak tanahnya. 64 Sertipikat merupakan hasil akhir dari suatu proses pendaftaran tanah, di dalam sertipikat itu sendiri terkandung suatu riwayat penguasaan atau pemilikan tanah yang hasilnya menjadi alas hak pada pendaftaran tanah yang telah diselidikinya. 65 Setelah dilakukan penyelidikan, proses peralihan hak selanjutnya dilakukan dengan akta PPAT. 66 Masyarakat pemilik tanah untuk lebih memperoleh kepastian dalam perlindungan hukum dengan telah diperolehnya sertipikat tanah oleh pemegang hak merupakan suatu prestasi pemerintah melalui upaya melahirkan PP Nomor 24 Tahun 1997, dimana pendaftaran tanah merupakan status kepada pemiliknya yang sah yang namanya tercantum dalam sertipikat. Pemilik sertipikat tanah sebagai pemegang hak- 62 Adrian Sutedi, sertifikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, cetakan pertama, Jakarta, 2011, hal Ibid, hal A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Cetakan Kedua, Bandung, Mandar Maju, 1990, hal Ibid 66 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran tanah, Tanpa tahun, hal.15

28 52 hak milik atas tanah, tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun setelah sertipikat tersebut berusia lima tahun. Hanya pada usia dibawah lima tahun saja pihak lain diberikan kesempatan untuk menggugat kepemilikan atau penguasaan hak atas tanah si pemegang sertipikat kalau memanng mempunyai bukti yang berkekuatan hukum sama derajatnya. Untuk mencegah banyak gugatan, PP Nomor 24 Tahun 1997 telah memberikan perlindungan dimana seseorang yang tercantum namanya dalam sertipikat tidak dapat diajukan gugatan oleh pihak lain yang mempunyai hak atas tanah setelah lewat waktu 5 (lima) tahun dan statusnya sebagai pemilik hak atas tanah akan terus dilindungi sepanjang tanah itu diperoleh dengan itikad baik dan dikuasai secara nyata baik oleh pemegang hak yang bersangkutan. Kepastian mengenai hal tersebut dapat menghindarkan rasa was-was pemegang sertipikat tanah yang rentan terhadap gangguan pihak lain setiap saat. Karena ketentuan ini dapat berakibat hilangnya hak untuk menuntut oleh pemegang hak atas tanah terhadap pemegang sertipikat. Elyana menyatakan bahwa pembatasan 5 (lima) tahun saja hak untuk menggugat tanah yang telah bersertipikat harus disambut dengan rasa gembira karena akan memberikan kepastian hukum dan ketentraman pada orang yang telah memperoleh sertipikat tanah dengan itikad baik. 67 Pengalaman menunjukkan bahwa sering terjadi sertipikat hak atas tanah yang telah berumur lebih dari 20 tahun pun 67 Eliyana dlam Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Cetakan Pertama, Surabaya, Arkola, 2003, hal. 187

29 53 (karena sertipikat tersebut telah diperpanjang sampai dengan 20 tahun lagi ) masih juga dipersoalkan dengan mengajukan gugatan. Bahkan baik di Pengadilan Negeri maupun ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan pihak tergugat umumnya tidak berhasil dengan mengajukan eksepsi kedaluwarsaan baik akusatif maupun extingtip karena Hakim menganggap Hukum Tanah Nasional kita berpijak pada hukum adat yang tidak mengenal lembaga verjaring. Dengan adanya pembatasan 5 tahun dalam Pasal 32 ayat 2 maka setiap tergugat dalam kasus tanah yang sertipikatnya telah berumur 5 tahun dapat mengajukan eksepsi lewat waktu. Ketentuan Pasal 32 ayat 2 ini dapat dipastikan akan banyak mengurangi kasus/sengketa tanah. Dapat dilihat yang menjadi persoalan disini bukanlah terletak pada jangka waktu 5 tahunnya, tetapi proses penerbitan sertipikat tanahnya yang harus benar dan akurat. Petugas pertanahan harus teliti melakukan pengukuran, pemeriksaan dan penelitian tanah baik secara fisik maupun yuridis yang nantinya dituangkan dalam sertipikat tanah. Selain itu, tidak memberikan perlindungan hukum di kalangan masyarakat kecil yang belum memahami hukum atas pengumuman penerbitan sertipikat, baik di media dan/atau di Kantor Kepala Desa atau Kelurahan. Irawan Soerodjo menyatakan PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan setelah lewat jangka waktu 5 (lima) tahun setelah diterbitkan, maka sertipikat tanah tidak dapat digugat lagi, sehingga hal tersebut akan relatif lebih memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. 68 hal Irwan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2002,

30 54 Ketentuan ini pada prinsipnya menganut sistem publikasi positif, karena dengan adanya pembatasan waktu lewat dari 5 (lima) tahun tidak dapat digugat lagi oleh orang yang merasa berhak atas tanah yang dimaksud. Dengan ketentuan bahwa proses permohonan dan pendaftaran maupun peralihan haknya senantiasa dilandasai oleh itikad baik atau kebenaran serta berpegang teguh pada asas Nemo Plus Yuris. Dengan menerapkan kedua asas ini yaitu asas itikad baik/kebenaran dan asas Nemo Plus Yuris akan memberikan perlidungan hukum kepada pemegang sertipikat hak atas tanah, tentunya penerapan kedua asas ini harus diikuti pula dengan asas penguasaan fisik atas tanah yang dimaksud, karena dengan menguasai secara fisik dan tanpa ada keberatan dari pihak lain, itu berarti masyarakat atau siapapun orangnya telah mengakui kepemilikan seseorang atas tanah yang dikuasainya itu. Dengan menguasai terus menerus atas tanah termaksud berarti secara tidak langsung pemilik tanah itu menolak atau terhindar dari prinsip rechtsverwerking. Prinsip ini menyatakan bahwa pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah harus mempertahankan haknya akan tetapi kalau pemilik tanah tidak memelihara atau mempertahankan haknya atas tanah termaksud berarti dia telah melepaskan haknya. Di dalam penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa pembukuan suatu hak di dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan bahwa orang yang seharusanya berhak atas nama itu akan kehilangan haknya. Orang tersebut masih dapat menggugat hak dari yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak. Jadi, cara pendaftaran hak

31 55 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tidaklah positif, tetapi negatif. Demikian penjelasan PP Nomor 10 Tahun Pengertian sistem pendaftaran tanah yang positif mencakup ketentuan bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan itu pemerintah meneliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimasukkan dalam daftar-daftar. Dalam sistem positif, negara menjamin kebenaran data yang disajikan, sistem positif mengandung ketentuan-ketentuan yang merupakan perwujudan ungkapan title by registration (dengan pendaftaran diciptakan hak), pendaftaran menciptakan suatu indefeasible title (hak yang tidak dapat diganggu gugat) dan the register is everything (untuk memutuskan adanya suatu hak dan pemegang haknya cukup dilihat buku tanahnya). 69 Sekali didaftar pihak yang dapat membuktikan bahwa dialah pemegang hak yang sebenarnya kehilangan haknya untuk menuntut kembali tanah yang bersangkutan. Jika pendaftaran terjadi karena kesalahan pejabat pendaftaran dia hanya dapat menuntut pemberian ganti rugi atau kompensasi berupa uang. Untuk itu Negara menyediakan apa yang disebut sebagai suatu assurance fund. Pada dasarnya dalam sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan mengenai apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyampaian data yuridisnya serta bentuk tanda bukti haknya. 70 Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah terdapat dua sistem pendaftaran tanah, yaitu sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan 69 ibid 70 Ibid., hal.76

32 56 sistem pendaftaran hak (registrastion of titles). Baik dalam sistem pendaftaran akta maupun sistem pendaftaran hak, setiap pemberian atau penciptaan hak baru, peralihan serta pembebanannya dengan hak lain, harus dibuktikan dengan suatu akta. a. Sistem Pendaftaran Akta (Registration of deeds) Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta yang memuat data yuridis tanah yang bersangkutan tersebut yang didaftar oleh Pejabat Pendaftaran Tanah. Pejabat pendaftaran tanah bersifat pasif. Ia tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar. Tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya. Maka dalam sistem ini, data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Cacat hukum dalam suatu akta bisa mengakibatkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta yang dibuat kemudian. Untuk memperoleh data yuridis harus dilakukan dengan apa yang disebut title search, yang bisa memakan waktu dan biaya, karena untuk tittle search diperlukan bantuan ahli. Oleh karena kesulitan tersebut, Robert Richard Torrens menciptakan sistem baru yang lebih sederhana dan memungkinkan orang memperoleh keterangan dengan cara yang mudah, tanpa harus mengadakan title search pada akta-akta yang ada. Sistem pendaftaran ini disebut registration of titles, yang kemudian dikenal dengan sistem Torrens. 71 b. Sistem Pendaftaran Hak (Registration of Titles) Dalam sistem pendaftaran hak setiap penciptaan hak baru dan perbuatanperbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan 71 Ibid., hal

33 57 dengan suatu akta. Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang didaftar melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya yang terjadi tersebut disediakan suatu daftar isian yang disebut register atau buku tanah (menurut Pasal 10 PP Nomor 10 Tahun 1961). Akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah. Demikian juga akta pemindahan dan pembebanan hak berfungsi sebagai sumber data untuk mendaftar perubahan-perubahan pada haknya dalam buku tanah dan pencatatan perubahan, kemudian oleh Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT) dilakukan pengujian kebenaran data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan, sehingga ia harus bersikap aktif. Sebagai tanda bukti hak, maka diterbitkan sertipikat yang merupakan salinan register, yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen. Dalam sistem ini, buku tanah tersebut disimpan di kantor Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT) dan terbuka untuk umum. Oleh karena itu orang dapat mempercayai kebenaran data yang disajikan tersebut, tergantung dari sistem publikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh tanah negara yang bersangkutan. 72 Legalisasi alas hak-hak atas tanah, terutama sekali dilihat dari ada tidaknya alas kepemilikan hak atas tanah, baik bukti tertulis maupun tidak tertulis berupa keterangan saksi yang ditunjukkan oleh pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Adjudikasi, yang dijadikan dasar 72 Ibid., hal.

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pendaftaran Tanah 2.1.1 Pengertian Pendaftaran Tanah UUPA merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENDAFTARAN TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA LATAR BELAKANG PENDAFTARAN TANAH Belum tersedia Hukum Tanah Tertulis yang Lengkap dan Jelas Belum diselenggarakan Pendaftaran Tanah yang Efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016 Oleh: Ghaida Mastura FHUI 2012 Disampaikan pada Tentir UAS Hukum Agraria Senin, 30 Mei 2016 Daftar Peraturan Perundang-undangan Terkait 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia

Lebih terperinci

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18. 9 BAB 2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK HAK ATAS TANAH DALAM HAL PENGAJUAN PERMOHONAN HAK ATAS TANAH (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 138/G/2007/PTUN.JKT) 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Hak- Hak Atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan

BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH. teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan 22 BAB II PROSEDUR PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH A. Pendaftaran Tanah 1. Pengertian pendaftaran tanah Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hukum tertulis sebagai pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hukum tertulis sebagai pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu dari permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DIH, Jurnal Ilmu Hukum Agustus 2014, Vol. 10, No. 20, Hal. 76-82 KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 Bronto Susanto Alumni Fakultas Hukum Untag

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konsep hukum tanah nasional, tanah di wilayah Republik Indonesia adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan kehidupannya pada manfaat tanah dan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 PENDAFTARAN TANAH MENGGUNAKAN SISTEM PUBLIKASI NEGATIF YANG MENGANDUNG UNSUR POSITIF MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Anastassia Tamara Tandey 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com PERSPEKTIF Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA yang menetapkan

BAB IV PENUTUP. bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA yang menetapkan 126 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari keseluruhan uraian dalam tesis ini maka dapat diambil kesimpulan yang merupakan gambaran menyeluruh dari hasil pembahasan, yang dapat dikemukakan sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Buku-buku Abdurrahman, 1984, Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Cetakan I, Jakarta, Akademika Pressindo

DAFTAR PUSTAKA. Buku-buku Abdurrahman, 1984, Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Cetakan I, Jakarta, Akademika Pressindo 135 DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Abdurrahman, 1984, Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Cetakan I, Jakarta, Akademika Pressindo Afandi, Ali, 1997, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH RH

PENDAFTARAN TANAH RH PENDAFTARAN TANAH RH Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah : Merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur, terus menerus untuk mengumpulkan, menghimpun

Lebih terperinci

PEMBELI BERITIKAD BAIK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERITIKAD BAIK DALAM SENGKETA PERDATA BEROBYEK TANAH

PEMBELI BERITIKAD BAIK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERITIKAD BAIK DALAM SENGKETA PERDATA BEROBYEK TANAH PEMBELI BERITIKAD BAIK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI YANG BERITIKAD BAIK DALAM SENGKETA PERDATA BEROBYEK TANAH Tim Perdata: Widodo Dwi Putro. Ahmad Zuhairi. Elizabeth Taruli Lubis. Syukron Salam. Akar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat Indonesia seluruhnya. Pasal 19

Lebih terperinci

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kepemilikan tanah merupakan hak asasi dari setiap warga negara Indonesia yang diatur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendaftaran Tanah dan Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Pasal 19 UUPA, mewajibkan pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA 1 Oleh : Suci Ananda Badu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG KUAT (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 71/PDT

BAB II SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG KUAT (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 71/PDT 11 BAB II SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI YANG KUAT (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YOGYAKARTA NOMOR 71/PDT.G/1999/PN.YK DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI YOGYAKARTA NOMOR

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi, dan nilai sosial dalam kehidupan. Kenyataan sejarah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik

Lebih terperinci

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh.

Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU. Oleh. Jurnal Cepalo Volume 1, Nomor 1, Desember 2017 113 LEGALISASI ASET PEMERINTAH DAERAH MELALUI PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN PRINGSEWU Oleh Suhariyono 1 ABSTRAK: Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Legalisasi

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak PENDAFTARAN TANAH ADAT Indah Mahniasari Abstrak Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik yang sangat menarik.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia BAB III PENUTUP Dalam Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diajukan dan juga saran sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan kasus yang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal didirikannya Republik Indonesia, yang menjadi tujuan utama pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG BELUM DIDAFTARKAN THE LEGAL IMPACTS OF PURCHASING UNREGISTERED LAND RIGHTS

AKIBAT HUKUM JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG BELUM DIDAFTARKAN THE LEGAL IMPACTS OF PURCHASING UNREGISTERED LAND RIGHTS AKIBAT HUKUM JUAL BELI HAK ATAS TANAH YANG BELUM DIDAFTARKAN THE LEGAL IMPACTS OF PURCHASING UNREGISTERED LAND RIGHTS Baiq Henni Paramita Rosandi Magister Kenotariatan Universitas Mataram Email: baiqhenniparamitarosandi@yahoo.com

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN II.1. PERANAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PADA PENDAFTARAN TANAH Sejak berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017 TATA CARA PERPANJANGAN DAN PEMBAHARUAN HAK GUNA BANGUNAN BERDASARKAN PP. NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Sitti Rachmi Nadya Mo o 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK

PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK. Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI SECARA SPORADIK MELALUI PENGAKUAN HAK Oleh Bambang Eko Muljono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN; A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana kita ketahui bersama, tanah merupakan kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN; A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana kita ketahui bersama, tanah merupakan kebutuhan dan BAB I PENDAHULUAN; A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana kita ketahui bersama, tanah merupakan kebutuhan dan merupakan harta benda serta sumber kehidupan bagi manusia, hampir sebagian besar kehidupan manusia

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah?

Pertanyaan: Ringkasan Jawaban: Analisa. 1. Surat Tanah di Indonesia. Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah? 16 Januari 2016 Pertanyaan: Dapat kah dilakukan amandemen nama pemilik pada surat tanah? Ringkasan Jawaban: 1. Surat tanah yang ada di Indonesia bermacam-macam, dan dibagi ke dalam dua kelompok garis besar,

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan sebagai ukuran bagi berlaku atau tidaknya peraturan-peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan profesinya maka dia menjalankan suatu peranan (role). Setiap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pendaftaran Tanah Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS. PUTUSAN No. 10/G/TUN/2002/PTUN.SMG. (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ Overlapping di Kelurahan

TINJAUAN YURIDIS. PUTUSAN No. 10/G/TUN/2002/PTUN.SMG. (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ Overlapping di Kelurahan TINJAUAN YURIDIS PUTUSAN No. 10/G/TUN/2002/PTUN.SMG (Studi Kasus Sertifikat Ganda/ Overlapping di Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang). TESIS Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah adalah permukaan bumi yang merupakan suatu kebutuhan fundamental bagi setiap warga Negara Republik Indonesia, keberadaan tanah dalam kehidupan manusia mempunyai

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA D. Dasar Hukum Hak Pengelolaan Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965. Dalam

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendaftaran Tanah 1. Pengertian Pendaftaran Tanah Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftran Tanah: Rangkaian kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 REVITALISASI HAK ATAS TANAH YANG HILANG AKIBAT ABRASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Asyer Andawari 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana revitalisasi

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23. Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan sebagai penguasa Kasultanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semula seluruh tanah di wilayah Yogyakarta sebelum ditetapkan dengan Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 juncto Nomor 23 Tahun 1925 adalah tanah Sri Sultan

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah 13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dua hal yang saling memiliki keterikatan yang kuat. Tanah banyak memberi bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. dua hal yang saling memiliki keterikatan yang kuat. Tanah banyak memberi bagi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang teramat penting dan banyak mengambil andil dalam kehidupan manusia. Manusia dan tanah adalah dua hal yang

Lebih terperinci

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor : 06/PDT.G/2007.PN.WT ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. itu, kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial, politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover

JURNAL KARYA ILMIAH. KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover JURNAL KARYA ILMIAH KEKUATAN HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI ALAT BUKTI KEPEMILIKAN (STUDI KASUS TANAH DI PENGADILAN NEGERI MATARAM) Cover Oleh: I MADE ARIWANGSA WIRYANATHA D1A 111 109 FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA PERSPEKTIF Volume XVII No. 2 Tahun 2012 Edisi Mei PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DAN IMPLIKASI HUKUMNYA Linda S. M. Sahono Ketua Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Daerah Gresik e-mail: lindasahono@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL Oleh AHMAD JUARA PUTRA 137011045/MKn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Pemerintah menggariskan bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya. ketentuan peraturan perundang-undangan. 1

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya. ketentuan peraturan perundang-undangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupannya

Lebih terperinci