BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Coca dan Coke pada tahun 1923 yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Coca dan Coke pada tahun 1923 yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Atopik Definisi DA adalah suatu keadaaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang berhubungan dengan atopi. Kata atopi"(yunani) pertama sekali diperkenalkan oleh Coca dan Coke pada tahun 1923 yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya misalnya asma bronkial, rinitis alergika, dermatitis atopik dan konjungtivitis alergik. Pada akhir tahun 1960, Ishizaka dan Ishizaka menemukan jenis imunoglobulin (Ig) baru, IgE yang meningkat pada pasien dengan atopi dan peningkatan tersebut terutama dipacu oleh alergen lingkungan. 1-3, Epidemiologi DA merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dengan prevalensinya 10-20% pada bayi dan anak. Prevalensi DA pada dewasa berkisar antara 1-3%. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada negara industri, daerah perkotaan, dan kelas ekonomi yang lebih tinggi. Sebanyak 45% kasus DA pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia 1 tahun pertama, 60% muncul pada usia 1 tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali sebelum anak berusia 5 tahun. Sebagian besar yaitu 70% kasus pasien DA anak, akan mengalami remisi spontan sebelum dewasa. 1,2 6

2 7 Menurut International Study of Ashma and Allergies in Children, prevalensi pasien DA pada anak bervariasi di berbagai negara. Prevalensi DA pada anak di Iran dan China kurang lebih sebanyak 2%, 20% di Australia, England dan Skandinavia. Prevalensi yang tinggi juga di dapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu sebesar 17,2%. 1, Etiologi dan Patogenesis Etiologi dan patogenesis DA masih belum diketahui. Faktor genetik, kimia dan kelainan imunologi kemungkinan saling berkaitan dan pengaruh lingkungan juga dapat sebagai faktor pencetus penyakit ini. Gambaran klinis yang muncul diakibatkan oleh kerjasama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus. Sekitar 705 penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (asma bronkial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik, dermatitis atopik) dalam keluarganya. Keadaan atopi ini diturunkan, mungkin tidak diekspresikan oleh gen tunggal, tetapi oleh banyak gen (polygenic). 1-3,14,16,20 Berbagai faktor intrinsik dan ekstrinsik berperan dalam perjalanan penyakit. Faktor intrinsik meliputi faktor herediter yaitu adanya kerentanan genetik, kelainan imunologi, dan penurunan fungsi sawar kulit yang merupakan faktor pedisposisi. Faktor ekstrinsik seringkali berperan sebagai faktor pencetus dalam mekanisme terjadinya DA, antara lain bahan iritan, bahan alergen, iklim, stres emosional dan berbagai agen mikrobial. 1-3

3 Herediter Terdapatnya atopi pada orang tua, terutama dermatitis berhubungan erat dengan manifestasi dan derajat keparahan DA pada anak, sedangkan manifestasi atopi lainnya tidak terlalu berpengaruh. 3 Riwayat keluarga didapatkan pada 70% kasus, diturunkan bukan secara simple dominant inheritance karena dapat terjadi kedua orang tua normal dengan anak menderita DA. Juga sebaliknya juga bukan simple recessive trait karena dapat terjadi kedua orang tua menderita DA dengan anak yang normal. Gen yang berperan dalam terjadinya atopi (hyper-ige responsiveness) diduga didapatkan pada kromosom yang mengontrol produksi IgE yaitu kromosom 11q13 yang mengkode reseptor tipe 1Fc sub unit β dari IgE, dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama pada masa anak-anak sehingga meningkatkan frekuensi DA Kelainan Imunologi Kelainan imunologi yang menyebabkan terjadinya DA terdiri dari 2 fase yaitu EPR (early phase reaction) yang terjadi antara menit setelah penderita berhubungan dengan antigen, antigen ini akan terikat IgE yang terdapat pada permukaan sel mast dan akan menyebabkan pelepasan beberapa mediator kimia antara lain histamin yang menyebabkan rasa gatal dan kemerahan kulit. Tiga sampai empat jam setelah EPR terjadilah LPR (late phase reaction) dimana terjadi ekspresi adhesi molekul pada dinding pembuluh darah dimana yang diikuti tertariknya eosinofil, limfosit, monosit, ketempat tersebut sehingga berakibat radang pada kulit, dimana mekanismenya terjadi peningkatan aktifitas Th2 untuk memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, GM-CSF yang menyebabkan eosinofil merangsang sel limfosit B

4 9 membentuk IgE dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mast, tetapi tidak terjadi peningkatan aktifitas Th1 (CD4) untuk memproduksi IFN-γ yang berfungsi menghambat sel B mensintesis IgE, hal ini menunjukkan adanya gangguan fungsi dari sitokin. 2 Pada pasien DA terdapat reseptor cutaneous lymphocyte antigen dipermukaan sel Th2 menarik sel radang kekulit. Jadi kelainan imunologi yang utama pada DA berupa pembentukan IgE yang berlebihan, sehingga memudahkan terjadinya hipersensitifitas tipe anafilaksis, gangguan regulasi sitokin dan penurunan delayed hypersensitivity Penurunan fungsi pertahanan kulit DA dihubungkan dengan penurunan pada fungsi pertahanan kulit dikarenakan adanya penurunan regulasi dari filaggrin dan lorikrin, pengurangan kadar seramid, peningkatan kadar enzim proteolitik endogen, dan peningkatan dari Transepidermal Water Loss (TEWL). 2 Penambahan sabun dan detergen pada kulit akan menaikkan ph-nya, sehingga akan meningkatkan aktivitas protease endogen, selanjutnya akan mengarah pada kerusakan dari fungsi pertahanan epidermal yang lebih jauh. Hal ini akan diperburuk dengan adanya keikutsertaan inhibitor protease endogen tertentu pada kulit atopik. Perubahan epidermal ini cenderung mengkonstribusikan terhadap peningkatan absorbsi alergen ke dalam kulit dan terjadinya kolonisasi mikrobial Bahan iritan Bahan iritan merupakan bahan yang langsung mempunyai efek terhadap kulit, termasuk disini sabun, detergen, bahan kimia, asap, pakaian kasar yang abrasif,

5 10 paparan suhu dan kelembaban, alkohol dan astringen. Bahan iritan akan semakin meningkat pengaruhnya dengan meningkatnya konsentrasi dan semakin lama kontak, menyebabkan kulit menjadi merah gatal atau terbakar. Efek ini pada tiap penderita tidak sama, ada yang bereaksi terhadap baju yang kasar, wool atau serat sintetik. Sabun dan detergen dapat menyebabkan kulit menjadi lebih kering dan lebih gatal. Beberapa parfum dan kosmetik, desinfektan seperti klorin, mineral oil/solvents, debu dan pasir juga dapat mengiritasi kulit sehingga memperberat penyakit Bahan alergen Aeroalergen yang mengandung tungau debu rumah dapat meningkatkan derajat keparahan dan eksaserbasi dari DA pada penderita DA yang tinggal dalam lingkungan yang kotor dan berdebu. Pakaian baru harus dicuci, untuk menghilangkan formaldehid atau tambahan bahan kimia lain. Detergen cair kurang mengiritasi dibanding detergen bubuk, dan sebaiknya dilakukan pembilasan beberapa kali untuk menghilangkan detergen yang tersisa Iklim Pada pasien DA diduga terjadi kelainan intrinsik pada sistem parasimpatik sehingga mengganggu fungsi termoregulator yang mempengaruhi eksaserbasi penyakit, biasanya membaik pada musim panas dan memburuk pada musim dingin dan kering. Keadaan cuaca panas atau olah raga menyebabkan berkeringat juga menjadi pencetus penyakit DA, tergantung dari keseimbangan antara panas dan hilangnya air melalui kulit. 1-3

6 Stres emosional Stres emosional menyebabkan hiporesponsif sumbu hypothalamus-pituitaryadrenal, yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan alamiah tubuh untuk memproduksi kortisol dan menekan inflamasi sebagai respon terhadap stres Mikroba sebagai alergen Staphylococcus aureus (SA) sangat penting pada pasien dengan DA (sebagai patogen dan superantigen). Leyden melaporkan adanya kolonisasi SA pada 90% lesi kulit pasien DA, sebaliknya hanya 5% kolonisasi SA pada individu non atopik, karena pasien DA mempunyai masalah dengan sistem imunitas seluler sehingga lebih mudah terkena infeksi bakteri. Memburuknya keradangan pada pasien DA, karena SA dapat meningkatkan perlekatan pada keratinosit, dan terjadi perubahan komposisi lemak dipermukaan sel, menyebabkan bertambah suburnya kolonisasi SA. Selain itu SA dapat melepaskan protein A, alfa toksin dan eksotoksin sebagai superantigen yang mempunyai efek sitotoksik terhadap keratinosit sehingga melepaskan TNF-α. Antigen SA dapat merangsang produksi Ig E karena eksotoksin SA merupakan superantigen yang mengaktifkan limfosit B untuk melepaskan Ig E lebih banyak Imunopatologi Dermatitis Atopik Kulit yang tidak terpengaruh secara klinis pada pasien DA memanifestasikan hiperplasia epidermal ringan, hiperkeratosis ringan dan sebukan ringan sel radang yang terutama terdiri dari limfosit dermis. Lesi kulit eksema akut dikarakteristikkan dengan edema interseluler (spongiosis) pada epidermis. Sel dendritik yang ditampilkan antigen (sebagai contoh sel langerhans dan makrofag) pada lesi juga pada

7 12 kulit yang tanpa lesi untuk DA yang terdapat pada permukaan perlekatan molekul immunoglobulin E (IgE) Sitokin dan kemokin Inflamasi kulit atopik dilatar belakangi oleh penekanan lokal proinflamasi sitokin dan kemokin. Sitokin seperti contoh TNF-α dan IL-1 dari sel setempat (keratinosit, sel mast, sel dendritik) berikatan dengan reseptor pada endothelium vaskuler, mengaktivasi jalur sinyal seluler, yang mana mengarah pada molekul adhesi induksi sel endothelial vaskuler. Kejadian ini menginisiasi proses kebersamaan, aktivasi, dan adhesi pada endotelium vaskuler yang disertai dengan ekstravasasi sel inflamasi ke dalam kulit. Sekali sel inflamasi telah berinfiltrasi ke dalam kulit, mereka memberikan respon terhadap gradiensi khemostatik yang ditetapkan oleh khemokin yang mana berawal dari sisi cedera atau infeksi Keratinosit Keratinosit memainkan peranan penting dalam augmentasi inflamasi atopik kulit. Keratinosit mensekresikan suatu profil kemokin dan sitokin yang unik setelah pembukaan sitokin proinflamasi. Hal ini termasuk RANTES dalam kadar yang tinggi setelah penstimulasian dengan TNF-α dan IFN-gamma. Keratinosit juga memainkan peranan penting dalam respon awal imun kulit melalui ekspresi reseptor seperti Toll, produksi sitokin proinflamasi dan antimikroba peptida (seperti contoh defensin dan katelisidin β) sebagai respon terhadap cedera kulit atau mikroba yang menginvasi. Beberapa penelitian saat ini telah mendemonstrasikan bahwa keratinosit pada DA menghasilkan

8 13 pengurangan jumlah peptida antimikroba dan hal ini dapat mempredisposisikan seorang individu pada kolonisasi kulit dan infeksi dengan SA, virus, dan jamur Manifestasi Klinis Gambaran klinis DA adalah gatal (pruritus), pada bayi dan anak-anak sering terjadi didaerah muka dan bagian ekstensor, sedang pada dewasa terjadi pada bagian fleksural. Akibat garukan akan terjadi kelainan kulit yang bermacam-macam misalnya papul, likenifikasi dan lesi ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel, erosi, ekskoriasi dan krusta. DA dibagi menjadi tiga bentuk yaitu DA infantil (pada usia 2 bulan sampai 2 tahun), DA anak-anak (pada usia 2 tahun sampai 12 tahun) dan DA pada dewasa (lebih dari 12 tahun). 1,2,14,18,20-23 Bentuk infantil (2 bulan 2 tahun). Masa awitan paling sering pada usia 2 6 bulan. Lesi mulai di muka (pipi, dahi) dan kulit kepala tetapi dapat pula mengenai tempat lain (badan, leher, lengan dan tungkai). Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi berupa eritema dan papulo vesikel miliar yang sangat gatal. Karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi dan eksudasi atau krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Garukan di mulai setelah usia 2 tahun. Rasa gatal ini sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susuah tidur dan menangis. Lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi di bagian fleksor. Pada usia 2 tahun sebagian besar penderita sembuh, sebagian berlanjut menjadi bentuk anak. 1,2,14,18,20-23

9 14 Bentuk anak (2 12 tahun). Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi mengering, likenifikasi, batas tidak tegas, karena garukan terlihat pula ekskoriasi memanjang dan krusta. Tempat predileksi di lipat siku,lipat lutut, leher, pergelangan tangan dan kaki, jarang mengenai muka. Tangan mungkin kering, likenifikasi atau eksudasi, bibir dan perioral dapat pula terkena, kadang juga pada paha belakang dan bokong. Sering ditemukan lipatan Dennie Morgan yaitu lipatan kulit dibawah kelopak mata bawah. 1,2,14,18,20-23 Bentuk remaja dan dewasa (lebih dari 12 tahun). Tempat predileksi di muka (dahi, kelopak mata, perioral), leher, dada bagian atas, lipat siku, lipat lutut, punggung tangan biasanya simetris. Gejala utama adalah pruritus; kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi dan krusta. Umumnya DA bentuk remaja dan dewasa berlangsung lama, tetapi intensitasnya cenderung menurun setelah usia 30 tahun. Sebagian kecil dapat terus berlangsung sampai tua. Dapat pula ditemukan kelainan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, skalp. 1,2,14,18,20-23 Selain terdapat kelainan tersebut, kulit penderita tampak kering dan sukar berkeringat. Ambang rangsang gatal rendah, sehingga penderita mudah gatal, apalagi bila berkeringat. Berbagai kelainan dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis palmaris et plantaris, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris, lipatan Dennie-Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinularis (papul-papul tersusun

10 15 numular). Selain itu, penderita dermatitis atopik cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaktik terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga. 18, Diagnosis DA ditegakkan dari anamnesis, riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik, sedangkan laboratorium tidak mempunyai nilai yang kuat. Kriteria diagnostik mayor dan minor berdasarkan gambaran klinis dipelopori oleh Rajka (1975) serta Hanifin dan Lobitz (1977) yang kemudian dimodifikasi kembali oleh Hanifin dan Rajka ,21-25 Tabel 2.1. Kriteria Hanifin dan Rajka Kriteria mayor Kriteria minor 1.Pruritus 2 Morfologi dan distribusi lesi khas; Likenifikasi fleksural atau hiperlinearis pada dewasa. Mengenai wajah dan ekstensor pada bayi dan anak 3.Dermatitis kronik atau kronik berulang 4.Riwayat atopi pada pasien atau Keluarga Dikutip sesuai kepustakaan no 1 -Kulit kering -Iktiosis/hiperlinearis palmar/keratosis pilaris -Peningkatan kadar IgE serum -Usia awitan dini -Kecenderungan mendapat infeksi kulit akibat gangguan imunitas selular -Kecenderungan mendapat dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki -Eksema pada puting susu -Keilitis -Konjungtivitis berulang -Lipatan orbita Dennie- Morgan -Keratokonus -Katarak subkapsular anterior -Hiperpigmentasi daerah orbita -Kemerahan/kepucatan di pipi -Pitiriasis alba -Dermatitis di lipatan leher anterior -Gatal bila berkeringat -Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak -Aksentuasi perifolikular -Intoleransi makanan -Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan/emosi -Demografisme putih/delayed balnch

11 16 Kriteria diagnostik Hanifin dan Rajka berguna dalam mengklasifikasikan kasus. Kriteria ini disokong oleh UK Working Party s Diagnostic Criteria for Dermatitis. Untuk mendiagnosis DA harus mendapat tiga dari empat kriteria mayor dan tiga dari sejumlah kriteria minor Diagnosis banding Distribusi dan bentuk lesi pada DA berbeda menurut usia, tetapi rasa gatal adalah gejala utama DA. Walaupun banyak keadaan kulit dapat menyerupai DA, karakteristik tertentu dapat membantu untuk menegakkan diagnosis banding. Dermatitis seboroik ditandai oleh suatu erupsi berskuama, salmon-colored atau kuning berminyak, yang mengenai kulit kepala, pipi, badan, ekstremitas, dan daerah popok. Gambaran utama yang membedakannya dengan DA, antara lain awitan yang lebih awal, serta lesi berminyak berwarna kekuningan, atau salmon-colored. 1-3 Dermatitis kontak iritan sering terjadi pada bayi dan anak kecil. Pada penyakit ini, tempat erupsi bervariasi bergantung pada bahan penyebab. Biasanya terlihat pada pipi dan dagu, sisi ekstensor ekstremitas, dan daerah popok/diaper area. Kelainan pada dermatitis karena iritasi biasanya lebih ringan, derajat gatal ringan, dan tidak berbentuk eksematoid seperti kelainan kulit pada DA. 1-3 Dermatitis kontak alergika, walaupun jarang terjadi pada bulan pertama kehidupan, lesi dapat mirip hampir semua jenis erupsi eksim, ditandai dengan erupsi berbatas tegas, eritematosa, papular, dan vesikular. Penyakit ini sering memerlukan riwayat penyakit yang rinci dan pengamatan lebih lama sebelum bahan penyebab teridentifikasi. Lesi akan mengalami sembuh spontan bila penyebabnya dihilangkan 1-3

12 17 DA dapat juga didiagnosis banding dengan dermatitis numularis, psoriasis, skabies, penyakit Lettere-Siwe, akrodermatitis enteropatika dan juga Sindrom Wiskott-Aldrich Pemeriksaan Laboratorium Uji laboratorium tidak diperlukan pada evaluasi rutin dan penatalaksanaan DA yang tidak berkomplikasi. Level serum IgE meningkat pada sekitar % pasien DA. Ini berkaitan dengan sensitisasi terhadap alergen inhalan dan alergen makanan dan / atau rinitis alergika dan asma bronkhial yang bersamaan. Secara berlawanan, % pasien DA memiliki level serum IgE yang normal. Sub tipe DA ini memiliki sensitisasi IgE yang kurang terhadap alergen inhalan atau alergen makanan. Tetapi beberapa dari pasien ini memiliki sensitisasi IgE terhadap antigen mikrobial seperti toksin SA dan Candida albicans atau Malassezia sympodialis dan ini dapat dideteksi. Mayoritas pasien DA juga memiliki eosinofilia darah tepi. Pasien DA memiliki pelepasan histamin spontan yang meningkat dari basofil. Temuan ini kemungkinan besar merefleksikan suatu respon imun sistemik Th2 pada DA teristimewa pada pasien-pasien yang memiliki level serum IgE yang meningkat. Yang penting lagi, sel-sel skin homing CLA + darah tepi pada DA mengekspresikan CD4 atau CD8 yang secara spontan mengekskresikan IL-5 dan IL-13, yang secara fungsional memanjangkan kelangsungan hidup eosinofil dan menginduksi sintesis IgE. 1-3

13 Kerangka Teori Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik -Herediter (kerentanan genetik) -Kelainan Imunologi -Penurunan fungsi sawar kulit -Bahan iritan -Bahan alergen -Iklim -Stres emosional -Peranan Mikroba DA Gambar 2.1 Diagram kerangka teori

14 Kerangka Konsep Karakteristik Penderita Dermatitis 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Riwayat penyakit atopi pada keluarga 4. Sebaran lokasi lesi Gambar 2.2 Diagram kerangka konsep

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi kulit yang bersifat kronik berulang, disertai rasa gatal, timbul pada tempat predileksi tertentu dan didasari oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Dermatitis Atopik Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif yang dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dermatitis atopik merupakan masalah kesehatan yang serius terutama pada bayi dan anak karena bersifat kronik residif dan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik atau gatal-gatal masih menjadi masalah kesehatan terutama pada anak-anak karena sifatnya yang kronik residif sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipotesis Higiene Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi yang terjadi pada tiga puluh sampai empat puluh tahun terakhir, terutama di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada kulit atopik yang ditandai dengan rasa gatal, disebabkan oleh hiperaktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. ditutupi sisik tebal berwarna putih. Psoriasis sangat mengganggu kualitas hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema batas tegas ditutupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

CLINICAL MANIFESTATIONS AND DIAGNOSTIC CRITERIA OF ATOPIC DERMATITIS

CLINICAL MANIFESTATIONS AND DIAGNOSTIC CRITERIA OF ATOPIC DERMATITIS [ ARTIKEL REVIEW ] CLINICAL MANIFESTATIONS AND DIAGNOSTIC CRITERIA OF ATOPIC DERMATITIS Belda Evina Faculty of Medicine, Lampung University Abstract Atopic dermatitis is a chronic inflammatory skin disease

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik (D.A.) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis Atopik Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit yang disertai dengan rasa gatal, berlangsung kronis dan berulang dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

BAB 3. METODOLOGI. Uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan efek vitamin

BAB 3. METODOLOGI. Uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan efek vitamin BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain Uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan efek vitamin D pada derajat keparahan dermatitis atopik. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan pada pasien di Posyandu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit kronis, dengan gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh

Lebih terperinci

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Masalah Kulit Umum pada Bayi Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Brosur ini memberikan informasi mendasar tentang permasalahan kulit yang lazimnya dijumpai pada usia dini sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah White dermographism merupakan salah satu fitur yang dapat terjadi pada dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan seharihari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis kontak nikel 2.1.1 Pendahuluan Dermatitis kontak terhadap nikel semakin lama semakin sulit untuk dihindari, karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat masa awal kanak-kanak dimana distribusi lesi ini sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita

II. TINJAUAN PUSTAKA. DA, keadaan ini juga berhubungan dengan kondisi atopik lain pada penderita 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Atopik Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit keradangan kulit kronik, ditandai rasa gatal, eritema, vesikel dan luka pada stadium akut, pada stadium kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang yang berhubungan dengan simptom atopik lain seperti rhinitis alergi, konjungtivitis alergi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Subyek Penelitian ini diberikan kuesioner ISAAC tahap 1 diberikan kepada 143 anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan kuesioner yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu,penginderaan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan (Madiadipora, 1996). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR IgE SPESIFIK DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK

HUBUNGAN KADAR IgE SPESIFIK DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK Artikel Asli HUBUNGAN KADAR IgE SPESIFIK DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK ABSTRAK kondisi atopi lain, pada DA terdapat peningkatan konsentrasi serum antibodi IgE terhadap alergen hirup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Seiring perkembangan dunia kesehatan, tumbuhan merupakan alternatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan seperti trauma, infeksi atau obat-obatan (Van de Kerkhof, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang diperantarai oleh sistem imun dan disebabkan oleh kombinasi dari predisposisi poligenik serta pemicu dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian khusus karena lebih dari 60% dalam suatu populasi memiliki setidaknya satu jenis penyakit kulit, khususnya

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis

BAB l PENDAHULUAN. disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatif kronis, disebut juga eksema atopik, prurigo besnier, neurodermatitis diseminata (Leung et al, 2003). Manifestasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah mengetahui mengenai dermatitis. Beberapa penelitian tentang dermatitis telah dilakukan sehingga meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah alergi digunakan pertama kali digunakan oleh Clemens von Pirquet bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1 Reaksi alergi dapat mempengaruhi hampir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Kontak 2.1.1. Definisi Dermatitis Kontak Dermatitis kontak adalah suatu inflamasi bersifat polimorfik yang disebabkan oleh agen eksternal yang berperan sebagai iritan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik residif yang ditandai dengan hiperproliferasi dan diferensiasi abnormal keratinosit, dengan gambaran lesi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu reaksi hipersensitivitas, yang disebut juga sebagai dermatitis atopik. Penderita dermatitis atopik dan atau keluarganya biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak iritan atau dermatitis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak iritan atau dermatitis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Tangan 2.1.1 Pengertian Dermatitis Tangan Dermatitis kontak akibat kerja merupakan masalah yang dikenal baik di kalangan pekerja salon, baik sebagai dermatitis kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis adalah suatu penyakit kulit (ekzema) yang menimbulkan peradangan. Dermatitis alergika yang sering dijumpai dalam kehidupan seharihari adalah dermatitis atopik.

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit kronis dan residif, gatal dan ditandai dengan kelainan kulit lain seperti xerosis, ekskoriasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dermatitis Kontak Alergika (DKA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang ada dalam keadaan akut atau subakut, ditandai dengan rasa gatal, eritema, disertai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debu terdiri atas partikel destrimen yang berasal dari rambut, daki, bulu binatang, sisa makanan, serbuk sari, skuama, bakteri, jamur dan serangga kecil (Sungkar, 2004).

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konjungtivitis adalah peradangan yang terjadi pada konjungtiva secara umum dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab endogen maupun eksogen seperti bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis berasal dari kata derm atau o- (kulit) dan itis (radang atau inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek rhin rhino yang berarti hidung dan itis yang berarti radang. Demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dermatitis 1. Pengertian Dermatitis Dermatitis adalah penyakit kulit yang pada umumnya dapat terjadi secara berulang-ulang pada seseorang dalam bentuk peradangan kulit yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rinitis alergi (RA) adalah manifestasi penyakit alergi pada membran mukosa hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR Almiya Khansa Putri, 2017 Pembimbing I : R. Amir Hamzah, dr., M.Kes., SpKK Pembimbing II: Dani, dr., M.Kes Dermatitis Atopik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 2.1.1. Definisi Dermatitis Kontak Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit.dikenal dua macam jenis dermatitis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Atopik 2.1.1 Definisi Dermatitis Atopik Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamasi yang khas, bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dermatitis atopik merupakan sebuah penyakit inflamasi kronik yang terjadi pada kulit dan ditandai dengan lemahnya fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma Definisi asma mengalami perubahan beberapa kali dari waktu ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan

Lebih terperinci

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9 BAB 3 DISKUSI Larva migrans adalah larva cacing nematoda hewan yang mengadakan migrasi di dalam tubuh manusia tetapi tidak berkembang menjadi bentuk dewasa. Terdapat dua jenis larva migrans, yaitu cutaneous

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit alergi merupakan masalah kesehatan serius pada anak. 1 Alergi adalah reaksi hipersentisitivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi. 2 Mekanisme alergi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Air Susu Ibu a. Definisi Air Susu Ibu Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan air susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu melahirkan. ASI merupakan makanan

Lebih terperinci

127 Dermatitis Atopik

127 Dermatitis Atopik 127 Dermatitis Atopik Waktu Pencapaian kompetensi: Sesi di dalam kelas : 1 X 60 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi Pembimbing : 3 X 120 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. (66,6%), limfosit terdapat di 4 subyek (44,4%) dan monosit terdapat di 3 subyek

BAB V PEMBAHASAN. (66,6%), limfosit terdapat di 4 subyek (44,4%) dan monosit terdapat di 3 subyek BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan 9 pasien dengan derajat ringan dengan eosinofil terdapat di 3 subyek (33,3%), neutrofil terdapat di 6 subyek (66,6%), limfosit terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. kronik yang sering dijumpai pada bayi dan anak yang didasari oleh faktor

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. kronik yang sering dijumpai pada bayi dan anak yang didasari oleh faktor BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Atopik 2.1.1. Definisi Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit kulit kronik yang sering dijumpai pada bayi dan anak yang didasari oleh faktor herediter

Lebih terperinci