SEMINAR NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEMINAR NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2014"

Transkripsi

1

2 Prosiding SEMINAR NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2014 Editor : Retno Widhiastuti Delvian Chairuddin Cecep Kusmana Henrie Buchori Kerjasama Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara dengan Program Studi Magister dan Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

3 USU Press Art Design, Publishing & Printing Gedung F Jl. Universitas No. 9 Kampus USU Medan, Indonesia Telp , Fax Kunjungi kami di : USU Press Publishing & Printing 2015 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak, menyalin, merekam seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT) Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia / Editor: Retno Widhiastuti...[et.al.] Medan: Usu Press, 2015 x, 261 p.: ilus.; 29 cm ISBN: Dicetak di Medan, Indonesia

4 LAPORAN PANITIA PELAKSANA SEMINAR NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb, Salam sejahterah bagi kita sekalian. Yth, Menteri Negara Lingkungan Hidup RI atau Yang Mewakili; Gubernur Sumatera Utara Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara; Para Pengurus Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan; Para Kepala Badan dan Kantor Lingkungan Hidup Se-Sumatera Utara Para Nara Sumber Serta Hadirin Sekalian Pertama sekali ucapan syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kita dapat berkumpul dalam sebuah Seminar Nasional Lingkungan Hidup Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun Seperti yang kita ketahui, bahwa dampak perubahan iklim dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perubahan iklim terjadi pada lingkungan hidup manusia yang menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan karena sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan iklim dapat terjadi karena campur tangan manusia dan dapat pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belum tentu sama, namun akhirnya manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya. Oleh karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mutlak diperlukan, khususnya bagi ekosistem pesisir Pengelolaan lingkungan hidup ekosistem pesisir menjadi solusi terbaik bagi upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup ekosistem pesisir. Pengelolaan lingkungan hidup ekosistem pesisir diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas manfaat yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Hadirin Yang Berbahagia Sehubungan dengan hal tersebut Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, Program Studi Magister dan Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara bekerjasama mengadakan Seminar iii

5 Nasional Lingkungan Hidup 2014 yang bertemakan Satukan Langkah Lindungi Ekosistem Pesisir dari Dampak Perubahan Iklim dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun Kegiatan seminar bertujuan untuk memfasilitasi penyebaran ide atau gagasan atau hasil penelitian dalam sub tema yang telah ditentukan. Adapun materi sub tema yang di sampaikan antara lain adalah Konservasi dan Biodiversitas Bioteknologi Ekowisata Hukum dan Kebijakan Lingkungan Sosial dan Ekonomi Lingkungan Teknik Lingkungan Kesehatan Lingkungan Industri dan Pertambangan Energi Terbaharukan Pendidikan Lingkungan Hadirin yang Terhormat, Sebagai panitia pelaksana, dapat kami laporkan bahwa rangkaian kegiatan Seminar Nasional terbagi dalam 2 (dua) sesi kegiatan, yaitu kegiatan seminar dan diskusi yang kedua-duanya dilaksanakan pada hari ini, Rabu 18 Juni Kegiatan seminar ini diikuti oleh lebih dari 166 orang peserta, yang terdiri atas pemakalah aktif 58 orang dan peserta biasa sebanyak 108 orang. Pemakalah aktif berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta, lembaga peneliti dan lembaga usaha (private sector), antara lain Universitas Syah Kuala, Universitas Islam Riau, Universitas Andalas Padang, Universitas Sumatera Utara, Universitas Lancang Kuning dan beberapa Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Provinsi Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Tangerang, DKI Jakarta. Demikian yang dapat kami sampaikan. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Selanjutnya kami mohon kepada Bapak Gubernur Sumatera Utara berkenan memberikan sambutan dan membuka Seminar Nasional ini secara resmi. Sekian dan terima kasih Wassalamu alaikum Wr. Wb. Medan, 18 Juni 2014 KETUA PANITIA PELAKSANA Farid Aulia iv

6 SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA SEMINAR NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2014 RABU, 18 JUNI 2014 SATUKAN LANGKAH, LINDUNGI EKOSISTEM PESISIR DARI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb, Salam sejahterah bagi kita sekalian. Yth, Saudara Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Yth. Saudara Gubernur Sumatera Utara Yth, Saudara Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara dan Para Kepala Badan/Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sumatera Utara Yth, Para Nara Sumber dan Pemakalah serta Peserta Seminar Pertama sekali ucapan syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kita dapat berkumpul dalam sebuah kegiatan ilmiah: Seminar Nasional Lingkungan Hidup Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Hadirin Sekalian Pemanfaatan hutan dan cadangan mineral dalam kegiatan pembangunan telah mengalahkan konservasi sumberdaya alam dan air. Penduduk dengan jumlah dan pertumbuhan tinggi yang tidak diiringi dengan pembangunan infrastruktur ekonomi, sosial dan lingkungan yang mencukupi telah menghasilkan kantong-kantong kemiskinan dan kekumuhan kota. Kualitas lingkungan fisik perkotaan terutama kota-kota besar dan metropolitan cenderung terdegradasi. Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan adalah kontekstual. Maksudnya, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan selain perlunya berlandaskan pemahaman tentang aspek biologis dan teknis, juga perlu mempertimbangkan aspek sosial, budaya, ekonomi dalam pengambilan keputusan diri masyarakat sendiri, lingkungan internal dan eksternal yang melandasinya, serta respons terhadap perubahan iklim yang terjadi. Pada hakikatnya, perubahan iklim mengacu pada perubahan apapun pada iklim dalam satu kurun waktu, baik karena variabilitas alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia. Saat batubara, minyak dan gas bumi dibakar, dan juga saat deforestasi atau kerusakan hutan terjadi, maka karbondioksida yang dilepas ke udara adalah penyebab utama perubahan iklim global. Karbondioksida adalah faktor terbesar penyebab perubahan iklim. Namun, gas-gas lain juga dilepaskan, mengotori atmosfir, seperti uap air (H2O), Methane, N2O dan O3 (ozone). Semua gas-gas ini disebut Gas Rumah Kaca. Karbon dioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang dilepas ke atmosfer karena proses industri. Emisi gas rumah kaca terus meningkat. Dampaknya tidak hanya lokal tetapi juga ke seluruh dunia. Semakin banyak emisi, semakin besar perubahan iklim. v

7 Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini - yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar, yaitu: Negara pesisir pantai dan Negara kepulauan Hadirin Yang Terhormat Sekarang lingkungan hidup tidak lagi dapat dikatakan sebagai masalah yang semata-mata bersifat alami, karena manusia memberikan faktor penyebab yang sangat signifikan secara variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Tidak bisa disangkal bahwa masalahmasalah lingkungan yang lahir dan berkembang karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit (complicated) dibandingkan dengan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama dengan faktor mobilitas pertumbuhannya, akal pikiran dengan segala perkembangan aspek-aspek kebudayaannya, dan begitu juga dengan faktor proses masa atau zaman yang mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan faktor yang lebih tepat dikaitkan kepada masalah-masalah lingkungan hidup. Oleh karena itu, persoalan-persoalan lingkungan seperti krusakan sumber-daya alam, penyusutan cadangan-cadangan hutan, musnahnya berbagai spesies hayati, erosi, banjir, bahkan jenis-jenis penyakit yang berkembang terakhir ini, diyakini merupakan gejalagejala negatif yang secara dominan bersumber dari faktor manusia itu sendiri. Jadi, beralasan jika dikatakan, di mana ada manusia maka di situ akan.ada masalah lingkungan. Para Undangan Yang Berbahagia Indonesia dengan beragam bentuk fisik (relief) dan penduduknya memiliki beberapa permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan hidup Indonesia terjadi di berbagai sektor beserta segala kompleksitas, penyebab, dan akibat masing-masing. Oleh karena itu berbagai kegiatan penelitian dalam upaya mencegah dan mengatasi permasalahan lingkungan hidup mutlak diperlukan dan harus terus dikembangakan. Pengelolaan ekosistem pesisir sangat besar artinya dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup. Adapun sasaran dari pengelolaan ekosistem pesisir adalah : 1. tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup pesisir; 2. terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup pesisir; 3. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; 4. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup pesisir; 5. terkendalinya pemanfaatan sumberdaya pesisir secara bijaksana; 6. terlindungnya NKRI terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan perusakan lingkungan hidup pesisir. Hadirin Yang Terhormat Pelaksanaan kegiatan seminar ini merupakan salah satu upaya untuk menyebarkan ide dan gagasan ataupun hasil penelitian yang terkait dengan pengelolaan ekosistem pesisir, khususnya di Indonesia. Selaku Pimpinan Universitas Sumatera Utara saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara yang telah bekerjasama dengan vi

8 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam pelaksanaan kegiatan seminar ini. Semoga kerjasama yang baik ini dapat terus terjalin dan dikembangkan pada berbagai bidang kegiatan. Selanjutnya kepada seluruh undangan yang hadir, khususnya para pembicara utama dan pemakalah saya ucapkan SELAMAT BERSEMINAR. Semoga kita selalu diberkahi Allah SWT. Amin. Sekian dan terima kasih Wassalamu alaikum Wr. Wb. Medan, 18 Juni 2014 Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM). Sp.A (K) vii

9 DAFTAR ISI LAPORAN KETUA PANITIA... iii SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA... v MAKALAH UTAMA 1. CLIMATE CHANGE, COASTAL AND WETLAND Jatna Supriatna HOW TO DEVELOP INDONESIAN GREENHOUSE GAS EMISSION FACTORS IN WASTEWATER TREATMENT PROCESSES Yoshitaka Ebie MAKALAH PENUNJANG 1. APLIKASI Crystal Soil TERHADAP PERTTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpus communis Forst) DENGAN MENGGUNAKAN TANAH DTA DANAU TOBA PADA KONDISI CEKAMAN AIR Afifuddin Dalimunthe, Budi Utomo dan Steffi P. Mutiara KORELASI LIKEN PADA TEGAKAN POHON MAHONI (Swietenia macrophylla) PENEDUH JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK EKOLOGI DI KOTA MEDAN Ashar Hasairin, Nursahara Pasaribu, Lisdar I. Sudirma dan Retno Widhiastuti UPAYA UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT SOSIAL-EKONOMI DAN MITIGASI DI KAWASAN PESISIR PASCATSUNAMI MELALUI PENINJAUAN KEMBALI PENGGUNAAN LAHAN Sirojuzilam Hasyim, Ashfa Achmad, Badaruddin, dan Dwira N. Aulia SARANA DAN PRASARANA AIR BERSIH DAN SANITASI PADA RUMAH TRADISIONAL MELAYU DI PROVINSI RIAU Asnah Rumiawati dan Anikmah Ridho Pasaribu PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU MENUJU PEMBANGUNAN KOTA HIJAU DI KOTA MEDAN Darwin Parlaungan Lubis, Alvi Syahrin dan Retno Widhiastuti PERANAN TUMBUHAN Rhizophoramucronata DALAM DESALINASI AIR LAUT Delvian APLIKASI JAMUR PELARUT FOSFAT DAN PUPUK P UNTUK MENINGKATKAN HARA P DAN PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona suren) PADA TANAH ULTISOL Deni Elfiati, Hamidah Hanum dan Rio Hotlan viii

10 8. PENGARUH ph, SUHU DAN SURFAKTAN TERHADAP AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA Lactobacillus acidophilus PERAIRAN TAWAR DALAM MENGHAMBAT Aeromonas hydrophila Diannita Harahap, It Jamilah dan Herla Rusmarilin REKONSTRUKSI EKOFEMINISME SEBAGAI ETIKA PERILAKU DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR Farid Aulia APLIKASI PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK CAMPURAN UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN HARA N, P, K TANAH DAN PRODUKSI MELON Melon (Cucumis melo L.) Hamidah Hanum, Lollie Agustina P. Putri dan Canakya Suman PEMBUATAN ECO BETON DARI LIMBAH AMPAS TEBU DAN TANDAN KOSONG SAWIT Harmiyati PERENCANAAN PERTANIAN BERKELANJUTAN BERBASIS PERKEBUNAN RAKYAT UNGGULAN DALAM RANGKA MELINDUNGI EKOSISTEM DANAU TOBA DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR Hotden Leonardo Nainggolan, Albina Br. Ginting dan Johndikson Aritonang PRODUK SAMPING PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER MAKANAN FUNGSIONAL Hotman Manurung, Jansen Silalahi, Retno Widiastuti, dan Donald Siahaan EKOHIDROLOGI: TANTANGAN DAN PROSPEKNYA UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR YANG BERKELANJUTAN Ichwana, Zulkifli Nasution dan Delvian KEBIJAKAN HUKUM LINGKUNGAN DALAM MENANGANI PERUBAHAN IKLIM DI DAERAH PESISIR YANG BERDAMPAK PADA MASYARAKAT DI INDONESIA Jeanne Darc N Manik PENDEKATAN PENCEGAHAN BANJIR MENGGUNAKAN ORDINARY LEAST SQUARE DI KOTA MEDAN M. Ali Musri. S, Badaruddin, Sumono, dan Abdul Rauf TEKNOLOGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN PEGAGAN Centella asiatica Noverita Sprinse Vinolina, Marline Nainggolan dan Rolan Siregar PENGARUH KEBERADAAN MAKANAN TERHADAP KEHADIRAN Numenius phaeopus DI KAWASAN PANTAI LABU Nurul Husna Siregar, Fivin Endhaka Oliva, dan Erni Jumilawaty MURSALA : POTENSI DAN ANCAMAN EKOSISTEM PULAU EKSOTIS DI TAPANULI TENGAH Pindi Patana, Zufriwandi Siregar dan Zulham Affandi Harahap ix

11 20. PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR BERKELANJUTAN MELALUI BERKEBUN BAKAU YANG BERBASIS PADA MODAL SOSIAL DAN EKONOMI Ramli POLA SEBARAN SPASIAL Nephentes spp. DI TAMAN WISATA ALAM SICIKE-CIKE KABUPATEN DAIRI PROVINSI SUMATERA UTARA Retno Widhiastuti dan Suci Rahayu PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP KEHADIRAN Tringa spp. DI KAWASAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG Riris Poppy L, Erni Jumilawaty, Arlen H.J, dan Miswar Budi Mulya PENELITIAN GEOLOGI LINGKUNGAN TERHADAP STABILITAS KERUNTUHAN LERENG DENGAN METODE PROYEKSI STEREOGRAFIS Said Muzambiq dan Sastro IDENTIFIKASI MIKROSKOPIK TANAH SULFAT MASAM DESA MUARA SUGIH KECAMATAN TELANG KELAPA Shanti D. Simbolon STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DENGAN ANALISIS SWOT DI PULAU SAMOSIR Siti Latifah, Maryani Cyccu Tobing dan Tri Martial KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani, Siti Mechram dan Muhammad Shilahuddin PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA MASYARAKAT KARO DI DESA TELAGA KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA T. Alief Aththorick dan Lister Berutu KORELASI JARAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KE SUMUR GALI DENGAN KANDUNGAN KADMIUM PADA AIR SUMUR GALI DI TPA NAMOBINTANG PANCURBATU Taufik Ashar dan Devi Nuraini Santi PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM PESISIR BERKELANJUTAN DI KEPULAUAN BATU KABUPATEN NIAS SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA Windra Hardi Purba dan Sabariah Bangun CORRELATION BETWEEN NOISE INTENSITY IN HEAT SHOCK RESPONSE WITH Hsp 70, p53, CYTOCHROME C AND CASPASE 3 EXPRESSION IN ULTRASTRUCTURE REGION OF Rattusnorvegicus s COCHLEA R.Yusa Herwanto, Jenny Bashiruddin, Syafruddin Ilyas, dan M. Nadjib Dahlan Lubis x

12 TEKNOLOGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN PEGAGAN Centella asiatica Noverita Sprinse Vinolina 1, Marline Nainggolan 2 dan Rolan Siregar 1 1) Fakultas Pertanian Agroteknologi Universitas Sisingamangaraja XII Medan 2) Staf Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara noveritasitumorang@yahoo.com ABSTRAK Pada penelitian sebelumnya diperoleh kandungan asiatikosida tertinggi terdapat pada pegagan dataran rendah yaitu aksesi Pantai Labu Deli Sedang. Bahan tanaman pegagan yang berpotensi untuk dijadikan bahan perbanyakan tanaman dengan kandungan asiatikosida yang cukup tinggi yaitu aksesi dataran rendah asal Deli Serdang (2,38%). Tujuannya untuk melihat bagaiman respon tanaman pegagan ini dengan teknologi budidaya yang diberikan seperti pemupukan fosfor, pemberian elisitor dan waktu panen yang tepat terhadap pertumbuhan jumlah daun dan panjang petiol pegagan. Dosis fosfor yang diberikan meningkatkan jumlah daun 12 MST, tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fosfor pada taraf 36 kg P 2 O 5 /ha. Kata kunci: Pegagan, pertumbuhan, jumlah daun, panjang tangkai daun PENDAHULUAN Salah satu tanaman liar yang dimanfaatkan dari alam secara luas adalah Centella asiatica.sampai saat ini masih dipanen dari alam, dan untuk mendukung pengembangan pegagan dalam skala luas perlu didukung dengan usaha budidaya dan untuk menghasilkan produk pegagan yang bermutu diperlukan bahan tanaman yang terjamin tingkat produksi dan.tumbuhan pegagan (Centella asiatica (L). Urban) sudahsaatnya untuk dibudidayakan karena banyak jamu racikan yang rnengandung herba pegagan (Sembiring, 2007; Wijayakusuma dan Dalimartha, 2005; Winarto dan Surbakti, 2004). Kebutuhan pegagan (Centella asiatica) mencapai 100 ton, PT. Sidomuncul mencapai 2 3 ton/bln. Kebutuhan akan pegagan pada pabrik lokal mencapai 25 ton per tahun dan yang sanggup dipasok hanya sebesar 4 ton per tahun. Tidak hanya tanaman liar yang masih diburu dari alam bebas, beberapa biofarmaka yang telah dibudidayakan pun banyak yang belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik (Pusat Studi Biofarmaka IPB, 2005; Redaksi Herba, 2003). Khasiat pegagan ini disebabkan kandungan kimianya antara lain: mengandung beberapa senyawa saponin, termasuk asiatikosida (Matsuda, et al., 2001). Senyawa bioaktif asiatikosida dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan berguna dalam pengobatan kusta dan TBC (Mangas, et al., 2006; Mangas, et al., 2008; Mangas, et al., 2009). Pegagan bersifat mendinginkan, memiliki fungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi, hipotensis, insektisida, antialergi dan stimulan. Saponin juga dapat menghambat produksi jaringan bekas luka yang berlebihan (menghambat terjadinya keloid) (Mangas, et al., 2008). Kendala-kendala yang dihadapi industri obat herbal (agromedisin) Indonesia adalah masalah ketidakseragaman mutu bahan sehingga memberikan dampak pada mutu produk yang berbeda-beda, proses produksi, penelitian dan pengembangan produk maupun pemasarannya (Ghulamahdi, dkk., 2007; Sutardi, 2008; Nurliani dkk., 2008; Redaksi Herba. 2003). Secara agribisnis, pegagan dapat dijadikan sebagai satu komoditas yang mempunyai prospek menjanjikan, hal ini disebabkan adanya indikasi positif bagi peluang 167

13 usaha biofarmaka, dimana permintaan meningkat setiap tahunnya untuk kebutuhan obat di dalam negeri maupun ekspor ke luar negeri (Pusat Studi Biofarmaka IPB, 2005; Ghulamahdi, dkk., 2007). Elisitor adalah istilah yang digunakan pada bahan kimia dari berbagai sumber, biotik atau abiotik, serta faktor-faktor fisik, yang dapat memicu respon dalam organisme hidup yang dihasilkan dalam akumulasi metabolit sekunder.metil jasmonat (MJ) merupakan salah satu elisitor yang digunakan secara luas dan banyak memodulasi peristiwa fisiologis pada tumbuhan tingkat tinggi. Metil jasmonat dan turunannya telah diusulkan menjadi senyawa sinyal kunci dalam proses elisitasi menuju akumulasi metabolit sekunder (Lambert et al., 2011). Waktu pemanenan yang tepat akan menghasilkan simplisia yang mengandung bahan berkhasiat yang optimal. Kandungan kimia dalam tumbuhan tidak sama sepanjang waktu dan akan mencapai kadar optimum pada waktu tertentu (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2010).Produsen makanan kesehatan Herba Penawar Al-Wahida (HPA) seperti produk Health-B, pegagan yang digunakan cukup matang dan tidak terlalu tua, dipanen pada umur 2 bulan 15 hari, untuk mendapatkan kandungan bahan aktf yang tinggi (Herba Penawar Al-Wahida, 2011). Permasalahan adalahpermintaan yang tinggi akan simplisia dan alasan faktor lingkungan serta kualitas yang seragam (terstandardisasi) maka langkah budidaya sangat diperlukan. Pertumbuhan dan mutu pegagan yang optimal dapat diperoleh dengan melakukan beberapa tindak agronomis dengantujuan penelitian untuk memperoleh dosis fosfor yang tepat dan konsentrasi hormon metil jasmonat yang tepat untuk memperoleh pertumbuhan optimal.mengetahui umur panen yang tepat, interaksi dosis fosfor, konsentrasi metil jasmonat dan umur panen yang tepat untuk memperoleh pertumbuhan pegagan optimal. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan 3 faktor terdiri dari perlakuan pemupukan P 2 O 5 dengan 4 taraf yaitu F 0 = 0 kg P 2 O 5 /ha, F 1 = 18 kg P 2 O 5 /ha, F 2 = 36 kg P 2 O 5 /ha, F 3 = 54 kg P 2 O 5 /ha, perlakuan pemberian metil jasmonat yang terdiri atas 3 taraf yaitu J0 = 0 µm, J1 = 100 µm, J2 = 200 µm dan umur waktu panen, U 1 = umur waktu panen 56HST (minggu setelah tanam), U 2 = umur waktu panen 70 HST, U 3 = umur waktu panen 84HST, diulang 3 kali untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap komponen fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas dan kandungan asiatikosida. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 %. Jika terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Duncan s multiplerange test) dan pola hubungan persamaan regresi. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan persiapan lahan, pengapuran, persiapan bahan tanaman, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, aplikasi metil jasmonat, panen.panen dilakukan sekaligus sesuai dengan perlakuan yaitu panen saat umur tanaman 56HST, 70 dan 84HST dengan cara membongkar semua bagian tanaman. Pengamatan dimulai pada minggu ke-1 sampai minggu ke-12 dengan mengambil 2 tanaman contoh per plot. Pengamatan yang dilakukan terhadap beberapa komponen pertumbuhan antara lain jumlah daun tanaman dan panjang tangkai daun. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Daun (helai) Pengaruh ketiga faktor perlakuan dan interaksinya tidak nyata mempengaruhi jumlah daun pada tanaman induk.jumlah daun pada tanaman induk dapat dilihat pada Tabel 1.di bawah ini. 168

14 Tabel 1. Uji Beda Rataan Jumlah Daun Umur Pengamatan 8-12 MST pada Perlakuan Umur Panen, Metil Jasmonat dan Pemupukan Fosfor Umur 8-12 MST Jumlah Daun (helai) pada Umur (MST) Perlakuan U 1 = 56HST 31,000 U 2 = 70 HST 28,444 30,972 26,639 U 3 = 84HST 27,278 32,917 26,694 21,417 22,389 J 0 = 0 µm 27,917 32,417 28,972 27,694 28,194 J 1 = 100 µm 31,417 32,972 28,667 26,667 27,028 J 2 = 200 µm 27,389 29,500 26,694 24,694 24,806 F 0 = 0 kg P /ha 27,815 30,074 28,148 25,370 26,074 F 1 = 18 kg P /ha 27,593 29,889 27,444 26,407 26,667 F 2 = 36 kg P /ha 31,296 37,593 31,333 29,481 29,963 F 3 = 54 kg P /ha 28,926 28,963 25,519 24,148 24,000 Panjang Tangkai Daun (cm) Data rataan panjang tangkai daun ditampilkan pada Tabel 2.Hasil uji beda rataan dosis pemupukan fosfor pengamatan 3 MST terhadap panjang tangkai daun terpanjang adalah 4,590 cm diperoleh pada pemupukan fosfor 36 P kg/ha (F 2 ). Pada umur 8 MST panjang tangkai daun 2,115 (± 4,5 cm) pada pemupukan fosfor 54 P kg/ha (F 3 ). Selanjutnya umur 4-12 MST meskipun tidak berbeda nyata, secara statistik umumnya tendensi rataan terpanjang panjang tangkai daun berada di pemupukan fosfor diantara P kg/ha. Hubungan pemberian pemupukan fosfor terhadap panjang tangkai daun umur 3 MST adalah kuadratik positif dan 8 MST linear positif seperti pada Gambar grafik 4.4. berikut. Tabel 2. Uji Beda Rataan Panjang Tangkai Daun (cm) Umur Pengamatan 8-12 MST pada Perlakuan Umur Panen, Metil Jasmonat dan Pemupukan Fosfor Umur 3-12 MST Panjang Tangkai Daun (cm) pada Umur (MST) Perlakuan U 1 = 56HST 3,865 U 2 = 70 HST 4,172 3,93 3,55 U 3 = 84HST 3,533 3,60 3,25 3,57 4,01 J 0 = 0 µm 3,814 3,73 3,54 3,74 3,96 J 1 = 100 µm 3,922 3,82 3,64 3,80 3,81 J 2 = 200 µm 3,835 3,84 3,48 3,44 3,65 F 0 = 0 kg P /ha 4,029 b 4,02 3,72 3,67 3,98 3,44b 3,44 3,29 3,47 3,46 F 1 = 18 kg P /ha 4,32 ab 4,07 4,03 4,00 3,81 3,95a 3,77 3,57 3,59 3,94 F 2 = 36 kg P /ha 4,590a 3,84 3,84 3,97 3,76 3,96a 3,94 3,67 3,84 3,92 F 3 = 54 kg P /ha 4,35 ab 3,954 3,552 3,953 3,896 4,058a 4,048 3,679 3,740 3,909 Keterangan : * = transformasi (X+0,5) 1/2 169

15 Gambar 1. Grafik Hubungan Pemupukan Fosfor dengan Panjang Tangkai Daun (cm) Pengamatan Umur 3 dan 8 MST Gambar 1. diperoleh umur pengamatan 3 MST panjang tangkai daun maksimum 4,53 cm dengan pemupukan fosfor dosis 36,125 kg P kg/ha dan setelah umur 8 MST meningkat panjang tangkai daun pada pemupukan fosfor dosis 54kg P kg/ha. Interaksi perlakuan umur panen dan metil jasmonat (UxJ) nyata pengaruhnya terhadap panjang tangkai daun pada pengamatan umur 12 MST dan uji beda rataannya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.Rataan Panjang Tangkai Daun (cm) pada Interaksi Perlakuan Umur Panen dan Metil Jasmonat Umur Panen (U) Metil Jasmonat (J) J 0 (0 µm) J 1 (100 µm) J 2 (200 µm) Rataan U 1 = 56 HST 3,578bc 4,022ab 3,994ab 3,865 U 2 = 70 HST 3,642bc 3,800bc 3,229c 3,557 U 3 = 84 HST 4,672a 3,617bc 3,748bc 4,012 Rataan 3,96 3,81 3,66 Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama, menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 %berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan * = transformasi (X+0,5) 1/2 Berdasarkan Tabel 4.2. interaksi perlakuan umur panen dan metil jasmonat pada pengamatan 12 MST menunjukkan bahwa panjang tangkai daun terpanjang diperoleh pada perlakuan tanpa pemberian metil jasmonat(u 3 J 0 ) 2,261 (± 4,672 cm). Faktor perlakuanumur panen 70 HST dan pemberian metil jasmonat200 µm (U 2 J 2 ) merupakan tangkai daun terpendek 1,906 (± 3,229 cm). Gambar 2. Grafik Hubungan Pemberian Metil Jasmonat dengan Panjang Tangkai Daunpada Umur Panen 8, 10 dan 12 MST 170

16 Perlakuan pemberian fosfor berpengaruh nyata pada parameter panjang tangkai daun 56 HST.Pemberian fosfor semakin meningkatkan panjang tangkai daun.tangkai daun terpanjang terdapat pada perlakuan F3 (54 kg P 2 O 5 /ha). Pada parameter pertumbuhan seperti jumlah daun, luas daun, jumlah sulur primer, jumlah sulur sekunder 84 HST, tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fosfor pada taraf 36 kg P 2 O 5 /ha akan tetapi pada parameter produksi bobot basah dan bobot kering daun dan petiol ataupun akar dan sulur, hasil terbaik diperoleh pada pemberian fosfor pada taraf 18 kg P 2 O 5 /ha. Selanjutnya umur 4-12 MST meskipun tidak berbeda nyata, secara statistik umumnya tendensi rataan terpanjang panjang tangkai daun berada di pemupukan fosfor diantara P kg/ha.ketersediaan unsur hara yang cukup akanmenunjang pertumbuhan tanaman.hal ini sejalan dengan pendapat Mengel and Kirkby (1982), Nyakpa dkk. (1988) yang menyatakan bahwa fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang diperlukan olehtanaman, yang berperan penting pada berbagai proses kehidupan, sepertifotosintesis, metabolime karbohidrat, dan proses aliran energi dalam tanaman. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Dosis fosfor yang diberikan meningkatkan jumlah daun 12 MST, tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fosfor pada taraf 36 kg P 2 O 5 /ha. 2. Pemberian metil jasmonat 100 µm dan 200 µm tidak mempengaruhi pertumbuhan. 3. Terdapat efek interaksi konsentrasi metil jasmonat dan umur panen terhadap pertumbuhan yaitu panjang tangkai daun pada 84 HST. 4. Efek interaksi konsentrasi metil jasmonat dan dosis fosfor tidak terdapat pada jumlah daun. 5. Tidak terdapat efek interaksi dosis fosfor, konsentrasi metil jasmonat dan umur panen terhadap parameter jumlah daun dan panjang tangkai daun. DAFTAR PUSTAKA Ghulamahdi M., Sandra A. A., Nurliani B Evaluasi Karakter Morfologi Fisiologi dan Genetik Pegagan Mendukung Standarisasi Mutu Pegagan.Lab Balai Besar dan Pengembangan Pasca Panen, Lab PSPT IPB, Lab Pusat Studi Biofarmaka IPB Lab Tanah IPB. Jain P. K., Ram K. A High Performance Liquid Chromatographic Analysisof Asiaticoside in Centella asiatica (L.) Urban. Chiang Mai J. Sci., 35(3) : Januwati M., Yusron M Budidaya Tanaman Pegagan. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Mangas S., Elisabeth M., Lidia O., Rosa M. C., Mercedes B., Javier P Triterpenoid saponin content and the expression level of some related genes in calli of Centella asiatica Lett, 30: Mangas S., Moyano E.Hernandez-Vazquez L. and Bonfill M Centella asiatica (L) Urban: An updated approachterpenoids. Editors: Javier P., Rosa M. C. Laboratorio de Fisiología Vegetal. Facultad de Farmacia, Universidad de Barcelona, Spain. Matsuda H., Morikawa T., Ueda H Saponin constituents of gotu kola (2): structures of new ursane- and oleanane-type triterpene oligoglycosides, centellasaponins B, C, and D, from Centella asiatica cultivated in Sri Lanka. Chem Pharm Bull, 49(10): Noverita, S. V Kandungan Metabolit Sekunder pada Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.). Akademia, 14 (1) :

17 Noverita, S. V., Luthfi A.M. Siregar, J.A. Napitupulu Morphology of leaves and content of secondary metabolites asiaticoside in some accession of Pegagan (Centella asiatica l. Urban) in North Sumatera. Proceedings The 2nd Annual International Conference In conjunction with The 8th IMT-GT UNINET Bioscienes Conference, Life Sciences Chapter. Noverita, S. V., Marline N Kandungan Asiatikosida dan Uji Fitokimia Daun Pegagan.Prosiding Seminar Nasional Farmasi 2012.Peranan Farmasi dalam Pembangunan Kesehatan. 172

18

BAB I PENDAHULUAN. Taiwan, Hongkong, Korea dan negara-negara Timur lain. peduli untuk melakukan konservasi tanaman obat. Jepang memberi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Taiwan, Hongkong, Korea dan negara-negara Timur lain. peduli untuk melakukan konservasi tanaman obat. Jepang memberi perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan tentang tanaman obat yang ada di wilayah Nusantara bersumber dari pewarisan pengetahuan secara turun-temurun, dan terus-menerus diperkaya dengan pengetahuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR-RI Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011 Assalamu alaikum

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011 BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang Kami hormati,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA PUNCAK ACARA PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SE-DUNIA TINGKAT KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014 TANGGAL : 27 JUNI 2014

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA PUNCAK ACARA PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SE-DUNIA TINGKAT KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014 TANGGAL : 27 JUNI 2014 1 SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA PUNCAK ACARA PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP SE-DUNIA TINGKAT KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2014 TANGGAL : 27 JUNI 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua.

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN OBAT PEGAGAN (Centella asiatica (L.)Urb.) DENGAN PEMBERIAN FOSFOR DAN METIL JASMONAT.

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN OBAT PEGAGAN (Centella asiatica (L.)Urb.) DENGAN PEMBERIAN FOSFOR DAN METIL JASMONAT. RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN OBAT PEGAGAN (Centella asiatica (L.)Urb.) DENGAN PEMBERIAN FOSFOR DAN METIL JASMONAT. Windy WS Manullang 1*, J. A. Napitupulu 2, Mariati 2, Noverita SV

Lebih terperinci

LINGKUNGAN HIDUP: masalah dan solusinya

LINGKUNGAN HIDUP: masalah dan solusinya LINGKUNGAN HIDUP: masalah dan solusinya Pembekalan Peserta Pemilihan Putri Pariwisata Provinsi Gorontalo Tahun 2011 Ramli Utina Ecologist & Environmental Education Department of Biology - Gorontalo State

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

- Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah

- Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah - Saudara Kepala Dinas/Badan Lingkup Pemerintah SAMBUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PADA LOKAKARYA MENYIAPKAN SKEMA PENGELOLAAN HUTAN BERBASISKAN MASYARAKAT SEBAGAI PENERIMA MANFAAT UTAMA PENDANAAN KARBON

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.Tinggi Tanaman Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida pada umur 28 dan 45 HST (lampiran 1), bahwa F-hitung lebih besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah dengan topogafi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit tempat tangkapan air hujan yang akan dialirkan melalui anak-anak sungai

Lebih terperinci

Segenap peserta upacara yang berbahagia;

Segenap peserta upacara yang berbahagia; BUPATI KEBUMEN SAMBUTAN BUPATI KEBUMEN PADA UPACARA BENDERA 17-AN BULAN MARET 2016 SEKALIGUS PERINGATAN HARI BAKTI RIMBAWAN KE-33 Kamis, 17 Maret 2016 Assalamu alaikum wr. wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera.

Lebih terperinci

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 Yang saya hormati: 1. Kepala Dinas

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK PELANGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TERUNG (Solanum Melongena L)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK PELANGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TERUNG (Solanum Melongena L) 1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK PELANGI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TERUNG (Solanum Melongena L) Mantali Adrian. Azhar, Ikbal Bahua, Fitriah S. Jamin ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA Minggu, 5 Juni 2016 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu Saudara-saudara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN, Menimbang : a. bahwa gambut merupakan tipe ekosistem lahan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD PRAKATA Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian di Indonesia berpeluang besar dalam peningkatan perekonomian rakyat dan pembangunan perekonomian nasional.adanya

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA (HMPI) DAN BULAN MENANAM NASIONAL (BMN)

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA (HMPI) DAN BULAN MENANAM NASIONAL (BMN) SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DALAM ACARA PERINGATAN HARI MENANAM POHON INDONESIA (HMPI) DAN BULAN MENANAM NASIONAL (BMN) TAHUN 2014 DI SELURUH INDONESIA Yang terhormat : Gubernur/Bupati/Walikota

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian A. Tinggi Tanaman Hasil Analisis sidik ragam pada tinggi tanaman terung menunjukan bahwa perlakuan pupuk NPK Pelagi berpengaruh nyata terhadap pertambahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.)

KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) Fauzi, Sutarmin, Endang Broto Joyo Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pengelolaan hidup adalah upaya

Lebih terperinci

Sambutan Pada Acara PERINGATAN HARI AIR se-dunia TAHUN 2011

Sambutan Pada Acara PERINGATAN HARI AIR se-dunia TAHUN 2011 BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PERINGATAN HARI AIR se-dunia TAHUN 2011 Tanggal, 27 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang Kami hormati, Ì Kepala Dinas Kebudayaan

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Kaur

Lebih terperinci

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi. MINGGU 3 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 1 Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian ekosistem b. Karakteristik ekosistem c. Klasifikasi ekosistem Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem merupakan kependekan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA Minggu, 5 Juni 2016 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Pertama-tama marilah

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Total Rataan I II III U 1 F 0 4,000 4,000 3,000 11,000 3,667 U 1 F 1 4,000 4,000 4,000 12,000 4,000 U 1 F

Lebih terperinci

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu alaikum Wr. Wb GUBERNUR JAMBI SAMBUTAN GUBERNUR JAMBI PADA ACARA MUSRENBANG RKPD PROVINSI JAMBI TAHUN 2016 Selasa, 7 April 2015 Bismillahirrahmanirrahim Assalamu alaikum Wr. Wb Yth. Menteri Dalam Negeri RI, yang diwakili

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN SERTIFIKASI BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendayagunakan Sumber Daya Alam,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI CENTELLOSIDA PADA PEGAGAN (Centella asiatica) MELALUI PEMBERIAN FOSFOR DAN METIL JASMONAT DENGAN UMUR PANEN YANG BERBEDA

PENINGKATAN PRODUKSI CENTELLOSIDA PADA PEGAGAN (Centella asiatica) MELALUI PEMBERIAN FOSFOR DAN METIL JASMONAT DENGAN UMUR PANEN YANG BERBEDA PENINGKATAN PRODUKSI CENTELLOSIDA PADA PEGAGAN (Centella asiatica) MELALUI PEMBERIAN FOSFOR DAN METIL JASMONAT DENGAN UMUR PANEN YANG BERBEDA DISERTASI Oleh NOVERITA SPRINSE VINOLINA NIM : 098104011 Program

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

14 Maret Assalamu alaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

14 Maret Assalamu alaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara PENILAIAN KALPATARU DAN PENYERAHAN BANTUAN BUPATI UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP 14 Maret 2011 Assalamu alaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang

Lebih terperinci

G U B E R N U R JAMB I

G U B E R N U R JAMB I -1- G U B E R N U R JAMB I PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

Peningkatan Investasi Sektor Industri Ke Seluruh Wilayah Provinsi Dalam Rangka Penyebaran Dan Pemerataan Pembangunan Industri

Peningkatan Investasi Sektor Industri Ke Seluruh Wilayah Provinsi Dalam Rangka Penyebaran Dan Pemerataan Pembangunan Industri MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PADA DISKUSI ASOSIASI PEMERINTAH PROVINSI SELURUH INDONESIA Peningkatan Investasi Sektor Industri Ke Seluruh Wilayah Provinsi Dalam Rangka Penyebaran Dan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR HIDROSFER & PENCEMARAN AIR Kita tidak mungkin hidup tanpa air; air mutlak diperlukan dalam setiap aspek kehidupan (Kofi Annan, Sekjen PBB). Peran air di alam dan dalam kegiatan manusia sangat kompleks

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda yaitu makhluk hidup dan makhluk tak hidup yang saling mempengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Tanah Kacang tanah merupakan tanaman polong-polongan yang juga merupakan tanaman setelah tanaman kedelai. Kacang tanah merupakan salah satu tanaman tropic yang tumbuh yang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Palembang, 18 Oktober 2008

Prosiding Seminar Nasional Palembang, 18 Oktober 2008 ISBN 978-602-96323-0-9 Prosiding Seminar Nasional Palembang, 18 Oktober 2008 Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) Cabang Palembang Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) Komda Sum-Sel Pengelolaan Organisme

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas andalan bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG

PENJABAT BUPATI SEMARANG 1 PENJABAT BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PENJABAT BUPATI SEMARANG PADA ACARA PEMBUKAAN BIMBINGAN TEKNIS PENYUSUNAN PERATURAN DESA TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP TANGGAL 19 NOVEMBER 2015 HUMAS DAN PROTOKOL

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci