Yudi Hadinata, Isngadi, Ristiawan M.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Yudi Hadinata, Isngadi, Ristiawan M."

Transkripsi

1 Perbandingan Premedikasi Lidokain Perlakuan Torniket Dan Campuran Lidokain Untuk Mengurangi Derajat Nyeri Saat Induksi Anestesi MEnggunakan Propofol Di RSSA Malang Yudi Hadinata, Isngadi, Ristiawan M. 1. Departemen Anestesi dan Intensive Care, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya No:6 Jakarta Pusat, 10340, Indonesia 2. Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran Malang, 65145, Indonesia 3. Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Jalan Veteran Malang, 65145, Indonesia Abstrak Propofol merupakan obat induksi intravena yang sering digunakan dalam pembiusan umum tetapi propofol dapat menimbulkan rasa nyeri pada lokasi injeksi dengan angka kejadian hingga 88%. Penggunaan campuran lidokain dalam propofol dapat mengurangi nyeri tersebut, akan tetapi nyeri masih dapat terjadi, sementara penggunaan premdikasi lidokain perlakuan torniket jarang digunakan karena prosedur yang lebih lama dan tidak semudah campuran lidokain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan premedikasi lidokain perlakuan torniket selama 1 menit dan campuran lidokain untuk mengurangi derajat nyeri pada saat induksi anestesi menggunakan propofol. Penelitian ini merupakan uji klinis tersamar tunggal, bersifat eksperimental. Pasien dengan kriteria klinis ASA I-II sejumlah 50 orang dilakukan randomisasi sederhana menjadi 2 kelompok perlakuan dan mendapatkan perlakuan premedikasi lidokain 40 mg iv dengan perlakuan torniket selama 1 menit, diikuti injeksi propofol dan derajad nyeri dinilai berdasarkan verbal rating score. Kelompok lainnya dilakukan pemberian campuran lidokain 40 mg iv dalam propofol dan dilakukan injeksi campuran tersebut serta dilakukan penilaian Verbal Rating Score. Hasil penelitian menunjukkan pemberian lidokain perlakuan torniket dapat menurunkan derajad nyeri yang lebih baik (96% tidak nyeri, 4% nyeri ringan)) dibandingkan kelompok campuran lidokain dalam propofol (40% tidak nyeri, 44% nyeri ringan, 16% nyeri sedang) dengan nilai p = (p bermakna < 0.05) pada uji statistik menggunakan mann whitney. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa premedikasi lidokain perlakuan torniket bermakna secara klinis dan statistik dalam menurunkan derajat nyeri propofol dibandingkan pemberian campuran lidokain dalam propofol. Comparison of Lidocaine Premedication Using Torniquet With Premixed of Lidocaine To Reduce Pain Degree During Anesthesia Induction With Propofol In RSSA Malang Abstract Propofol is one of the intravenous anesthesia drugs mostly used in general anesthesia but It might cause pain during injection with the incidence until 88%. The technique using premixed lidocaine with propofol is commonly used to reduce the pain, but incidence of pain during the injection still can happen, while the use of lidocaine premedication with torniquet is not common due to complicated and longer time to perform the procedure. The aim of the study is to compare the premedication using torniquet for 1 minute and premixed lidocaine with the degree of pain during anesthesia injection with propofol. This research is a single blind experimental study. Total of 50 Patient with ASA I-II were divided into two groups using simple randomized method and received 40 mg of iv lidocaine and torniquet performed for 1 minute, followed with propofol injection and pain evaluation using verbal rating score. The other group were given lidocaine 40 mg mixed with propofol and followed with injection of the mixing and evaluated for Verbal Rating Score. The result of this study described that premedication of lidocaine using torniquet can decrease degree of pain better than premixed lidocaine and propofol (no pain 96%, mild pain 4% versus no pain 40%, mild pain 44%, moderate pain 16%) with p value of (significant p < 0.05) using mann whitney statistic test. Conclusion of this research is that

2 premedication of lidocaine using torniquet is clinically and statistically significant in reducing degree of propofol pain injection compare with premixed lidocaine in propofol. Keyword: Lidocaine; Propofol Pain; Torniquet; Verbal Rating Score Pendahuluan Seiring dengan berkembangnya tindakan medis untuk pembedahan maka anestesi muncul sebagai salah satu ilmu yang paling berkembang di dalam dunia kedokteran. Tindakan anestesi yang pertama kali dilakukan di dunia modern dan ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri dipresentasikan di depan publik oleh William T.G. Morton ( ) pada tahun Peristiwa tersebut telah menjadi tonggak awal sejarah anestesi dunia. Pada abad ke-20, anestesi umum menjadi sangat terpercaya seiring dengan perkembangan teknik anestesi, teknik pemantauan dan penemuan agen-agen anestesi baru dengan karakter farmakokinetik dan farmakodinamik yang lebih baik. 1 Tindakan anestesi pada umumnya didahului oleh induksi anestesi sebagai tahapan awal anestesi. Induksi anestesi adalah pemberian obat atau kombinasi obat pada saat dimulainya anestesi yang menyebabkan suatu stadium anestesi umum atau suatu fase pasien dari keadaan sadar menjadi tidak sadar. Idealnya induksi ini berjalan dengan lembut dan cepat, dengan keamanan dan kenyamanan pasien merupakan salah satu tujuan dalam tindakan anestesi untuk pembedahan. 2 Propofol merupakan salah satu jenis obat induksi intravena yang paling sering digunakan dalam pembiusan umum, karena memiliki onset yang cepat, eksitasi minimal, supresi reflek laring dan faring, serta sifat antiemetik. Efek bangun yang lebih cepat setelah pemberian obat propofol dihentikan membuat obat ini lebih disukai penggunaannya. 1 Akan tetapi, propofol dapat menimbulkan rasa nyeri pada lokasi injeksi. Rasa nyeri akibat injeksi propofol dideskripsikan oleh pasien sebagai sensasi nyeri tajam, menyengat atau terbakar pada pembuluh darah vena yang dirasakan segera atau hingga 20 detik setelah suntikan diberikan. Rasa nyeri yang terjadi dapat disebabkan oleh rangsangan serabut saraf aferen pembuluh darah vena secara langsung oleh propofol, serta akibat reaksi inflamasi karena aktivasi kaskade kinin. 3 Lee dan Russel dalam penelitiannya menemukan insiden nyeri akibat penyuntikan propofol sebesar 70%. 4 Penelitian lainnya oleh Massad mendukung hal yang sama bahwa pemberian premedikasi lidokain 40 mg iv dengan perlakuan oklusi vena selama 60 detik sebelum pemberian propofol dapat menurunkan derajat nyeri yang lebih baik berdasarkan nilai Verbal Rating Scale (VRS). 5 Morgan menganjurkan penggunaan lidokain yang dicampur bersama propofol untuk menghilangkan nyeri. 6,7 Cara tersebut sesuai dengan yang sering digunakan saat ini di rumah sakit Saiful Anwar Malang, selain itu mencampur lidokain dengan propofol merupakan metode yang sangat populer digunakan di dunia karena metode tersebut cepat, mudah dan tidak mempengaruhi kerja propofol. Akan tetapi nyeri karena penyuntikan propofol masih saja dapat terjadi selama proses induksi anestesi berlangsung dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan anestesi terhadap pasien. Salah satu hal yang dapat menyebabkannya adalah pemberian lidokain yang belum sesuai onset kerjanya yaitu detik. Umumnya di rumah sakit Saiful Anwar, lidokain yang sudah dicampur dengan propofol langsung diinjeksikan ke pasien sehingga sebelum lidokain bekerja sebagai lokal anestesi, propofol dapat menyebabkan nyeri pada pembuluh darah vena. Hal serupa juga diutarakan oleh Massad dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa pemberian lidokain dengan cara dicampur tidak memberikan hasil lidokain yang optimal dikarenakan onset lidokain sebagai lokal anestesi yang belum tercapai waktunya. Dalam penelitian lain oleh Lee dan Russel dilaporkan bahwa pemberian premedikasi lidokain intravena dengan oklusi vena menggunakan

3 torniket yang sesuai dengan onsetnya memiliki efek penurunan derajat nyeri akibat injeksi propofol yang lebih baik. 5 Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka didapatkan suatu perumusan masalah tentang bagaimanakah perbandingan premedikasi lidokain perlakuan torniket dan campuran lidokain derajat nyeri saat induksi anestesi menggunakan propofol di RSSA Malang, dengan tujuan untuk membandingkan pemberian lidokain intravena yang disertai perlakuan torniket untuk oklusi vena sebelum injeksi propofol (premedikasi) dengan campuran lidokain dalam propofol (premixed) untuk mengurangi derajat nyeri karena injeksi propofol di RSSA Malang. Tinjauan Teoritis Definisi nyeri berdasarkan The International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri sebagai sebuah sensasi subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang sebenarnya sebagai nyeri akut atau potensial untuk merusak jaringan, yang fungsinya untuk membangkitkan reflek menghindar. 1,6 Nyeri selain dipengaruhi oleh rangsangan nyeri atau rangsangan nosiseptif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu latar belakang keluarga, budaya dan lingkungan. Lingkungan yang asing seperti rumah sakit dengan kebisingan, cahaya dan aktivitasnya dapat menambah nyeri. Selain itu pengaruh sosial dari keluarga dapat memberikan dampak psikologis bagi seseorang yang diperoleh dengan adanya kehadiran orang terdekat yang diberikan oleh pasangan, keluarga, dan teman dekat. Seseorang akan merasa diperhatikan, dicintai, dan dihargai sehingga meningkatkan kestabilan emosi yang akan mempermudah untuk penyesuaian diri terhadap situasi stress yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri seseorang. Latar belakang etnis dan warisan budaya telah diketahui sebagai faktor yang mempengaruhi reaksi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri. Latar belakang budaya dapat mempengaruhi tingkat nyeri yang ditoleransi oleh individu. Pada beberapa budaya Timur tengah dan Afrika, menghukum diri dengan dengan nyeri adalah tanda dari berkabung atau berduka. Pada kelompok budaya lain, nyeri mungkin diantisipasi sebagai bagian dari praktik kegiatan ritual dan oleh karena itu toleransi terhadap nyeri menandakan kekuatan dan ketahanan. Selain itu terdapat perbedaan yang signifikan dalam mengekspresikan rasa nyeri. Studi menunjukkan bahwa individu keturunan Eropa Utara cenderung lebih dapat menahan dan kurang mengekspresikan nyerinya dibandingkan dengan individu dari Eropa Selatan. Sebuah studi menunjukkan bahwa setiap kelompok budaya menggunakan deskriptor nyeri yang berbeda-beda. 8 Rangsangan nyeri diterima oleh organ tubuh yang disebut sebagai reseptor nyeri. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai reseptor yang peka terhadap rangsangan mekanis, suhu listrik, atau kimiawi yang menimbulkan nyeri. Reseptor yang sensitive terhadap bahan kimia disebut reseptor rasa sakit kemosensitif. Beberapa bahan kimia yang dapat merangsang reseptor kemosensitif adalah bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, prostaglandin, asetilkolin dan enzim proteolitik. Enzim proteolitik merupakan bahan yang dapat merusak secara langsung ujung saraf nyeri sedangkan bradikinin, prostaglandin merangsang ujung saraf nyeri tanpa merusak jaringan saraf. 2 Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (dinding pembuluh darah) dan visceral. Dalam penghantaran nosiseptor sendiri terbagi dalam dua komponen yaitu serat cepat tipe Aδ dan

4 serat lambat tipe C. Kedua serabut saraf ini merupakan suatu ujung saraf bebas untuk mendeteksi suatu nyeri. 9 Serat saraf Aδ merupakan serat bermielin dengan diameter 2-5 µm, yang berfungsi sebagai deteksi sinyal nyeri tajam yang akut, dengan kecepatan konduksi m/detik. Lokalisasi nyeri jelas dan bersifat somatik. Serat saraf tipe C merupakan serat saraf yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 µm yang berfungsi sebagai penjalaran tipe rasa sakit lambat, dengan kecepatan konduksi 0,5-2,3 m/detik. 2 Nyeri lambat ini dirasakan satu detik setelah rangsangan yang mengganggu, dan lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas nyeri seperti terbakar, berdenyut atau pegal. Karena sistem persarafan yang ganda ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang tersendiri yaitu nyeri tajam yang lebih awal (disalurkan serabut saraf Aδ) diikuti nyeri tumpul (disalurkan serabut saraf C). Kedua serabut saraf ini akan ditransmisikan ke tingkat medulla spinalis, tingkat otak bagian bawah dan tingkat otak bagian atas atau tingkat kortek. 9 Penjalaran rangsangan nyeri pada serabut saraf tipe cepat Aδ akan melewati dua area pada radiks dorsalis medulla spinalis, yaitu pada area lamina I (lamina marginalis) dan lamina V. Pada kedua lamina ini serabut saraf nyeri yang masuk akan merangsang neuron kedua yang akan mengirimkan rangsangan nyeri melewati daerah kontralateral pada sisi medulla spinalis yang lainnya dalam komisura anterior dan selanjutnya melalui jaras sensorik anterolateral medulla spinalis akan naik menuju ke otak. 2, 9 Perjalanan rangsangan nyeri yang melewati serabut tipe C akan melewati lamina II dan III pada radiks dorsalis, suatu area yang disebut substansia gelatinosa. Selanjutnya sebagian besar sinyal nyeri akan melewati satu atau lebih neuron tambahan berserat pendek yang akan berakhir pada lamina V. Neuron terakhir dalam rangkaian ini akan mempunyai akson yang panjang, yang sebagian besar akan bersatu dengan saraf-saraf yang berasal dari jaras cepat dan melewati komisura anterior menuju medulla spinalis sisi lainnya, lalu melalui jaras sensorik divisi anterolateral naik menuju ke otak. 2, 9 Nyeri sendiri berdasarkan patofisiologinya dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimulasi noksius (trauma, penyakit, atau proses radang). Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri visceral, bila berasal dari rangsangan pada organ visceral, atau nyeri somatik bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang, atau sendi. Nyeri somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superficial (dari kulit) dan dalam (dari yang lain). Sebagai contoh nyeri somatik superficial digambarkan sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik dapat digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedangkan nyeri visceral digambarkan sebagai sensasi nyeri dalam yang sering disertai nyeri alih (nyeri dirasakan pada daerah lain). 6 Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya kerusakan atau disfungsi dari sistem saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus), infeksi (herpes zoster), tumor, toksin dan penyakit neurologis primer. Dapat dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu sentral dan perifer. Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. 6,10 Mekanisme dasar terjadinya nyeri adalah proses nosisepsi. Nosisepsi adalah proses penyampaian informasi adanya stimuli noksius di perifer ke sistem saraf pusat. 9 Antara rangsangan nyeri hingga terjadinya persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian proses dasar. Mekanisme dasar terjadinya nyeri dijelaskan dalam empat proses yaitu transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. 2,9 Proses transduksi merupakan proses perubahan rangsangan nyeri menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima oleh ujung syaraf. Rangsangan nyeri tersebut bisa berupa rangsangan fisik, kimia, ataupun panas. 9

5 Proses selanjutnya adalah transmisi yang merupakan proses pernjalaran aktivitas listrik yang dihasilkan oleh proses tranduksi tadi melalui serabut saraf sensorik. Pada tahap ini terdapat 3 komponen anatomis penting, yaitu serabut saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsangan dari tempat tranduksi ke terminalnya di medulla spinalis yang disebut neuron afferen primer. Kedua adalah jaringan neuron yang naik dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus atau disebut neuron penerima ke-2. Selanjutnya terdapat Neuron yang menghubungkan thalamus dengan kortek serebri yang menyebabkan persepsi subyektif atau disebut juga neuron penerima ke-3. 9 Proses Modulasi merupakan proses modifikasi terhadap stimulus nyeri. Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang proses sejak transmisi hingga ke korteks serebri. Modifikasi dapat berupa augmentasi (peningkatan) ataupun inhibisi (penghambatan). 9 Proses terakhir adalah persepsi yang merupakan proses pada tingkat korteks serebri. Proses ini berupa interpretasi dari rangsangan nyeri yang telah mencapai korteks serebri dan selanjutnya berupa respon terhadap nyeri tersebut. 9 Neurotransmitter seperti NMDA (N-methyl D-Aspartat) dan AMPA (Alfa-amino-3-hidroxymethyl-4-isoxazolepropionic acid) yang merupakan reseptor inotropik dan metabotropik dari glutamat juga mempengaruhi sel saraf melalui reseptornya di saraf. Reseptor opioid µ, δ dan κ juga dapat ditemui pada persarafan. Selain itu ditemukan pula reseptor kolinergik baik nikotinik maupun muskarinik, serta reseptor α2 adrenergik. Informasi yang diteruskan ke sistem yang lebih tinggi pada akhirnya akan diterjemahkan sebagai persepsi nyeri. Baik korteks atau sistem limbik terlibat dalam proses persepsi. Serabut saraf dari kornu dorsalis akan melalui thalamus menuju area somatosensoris korteks serebri kontralateral dan menghasilkan informasi mengenai lokasi, intensitas dan kualitas dari nyeri. Persepsi ini berupa rasa tidak nyaman atau sensasi tidak menyenangkan dan emosi negatif yang diartikan sebagai ancaman pada tubuh. 6 Modulasi dapat terjadi pada tingkat perifer, spinal ataupun supraspinal. Namun sebagian besar terjadi pada kornu dorsalis dimana terdapat pengaruh dari otak melalui jalur descenden. Modulasi yang terjadi di perifer salah satunya adalah fenomena sensitisasi perifer. Sensitisasi di perifer terjadi karena tersensitisasinya nosiseptor oleh rangsangan noksius (suhu, mekanik, atau kimia) ataupun oleh rangsangan mediator inflamasi. Nosiseptor yang mengalami sensitisasi menjadi lebih mudah untuk teraktivasi karena ambang rangsangnya menjadi rendah. Nosiseptor yang tersensitisasi juga mengalami penurunan latensi respon dan aktifitas spontan bahkan sesudah tidak adanya rangsangan. Sensitisasi perifer berperan terhadap terjadinya kondisi klinis hiperalgesia atau respon yang berlebihan terhadap rangsangan nyeri dan allodinia yaitu nyeri yang disebabkan oleh rangsangan yang secara normal tidak menimbulkan nyeri. 9 Dinding pembuluh darah vena banyak mengandung persarafan. Akson tidak bermielin yang merupakan vasomotor, berasal dari ganglion simpatis yang masuk kedalam tunika adventisia dari pembuluh darah dan berakhir membentuk hubungan dengan sel otot polos pada bagian tunika media. Serat saraf bermielin sebagai reseptor atau berfungsi sensoris, berakhir sebagai ujung bebas sensorik terdapat terutama di dalam adventisia. Pada vena, ujung saraf ditemukan dalam tunika adventisia dan media. Ujung saraf tersebut berfungsi 11, 12 sebagai reseptor dari nyeri visceral pada pembuluh darah vena. Intensitas nyeri dapat diukur melalui beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu Visual Analog Score (VAS) dan Verbal Rating Scale (VRS). Instrumen VRS merupakan pengukuran nyeri berupa pertanyaan mengenai nyeri yang dirasakan dan dengan memperhatikan perubahan perilaku akibat nyeri yang dirasakan oleh pasien. 13 Tabel 1 Skala VRS

6 Skor Nyeri Derajat Nyeri Respon Pasien 0 Tidak Tidak nyeri saat ditanya 1 Ringan Nyeri saat ditanya, tanpa perubahan perilaku 2 Sedang Nyeri saat ditanya dan disertai perubahan perilaku, atau spontan menyatakan nyeri tanpa ditanya 3 Berat Nyeri dengan respon vokal yang kuat disertai reflek wajah, gerak tangan, dan air mata Propofol merupakan agen anestesi yang saat ini banyak digunakan. Propofol pertama kali ditemukan pada tahun 1970 dengan rumus kimia 2,6 diisopropylphenol yang mengandung cincin phenol dengan dua ikatan isopropyl. Penggunaan propofol secara klinis dilaporkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Kay dan Rolly untuk tindakan induksi anestesi. Propofol merupakan senyawa golongan alkilfenil yang memiliki sifat hipnotik dengan ph 7,9 8,0. Alkilfenol pada suhu kamar akan bersifat minyak, tidak larut dalam air tetapi dalam lemak. 2 Mekanisme propofol menyebabkan hipnotik sedatif melalui interaksi dengan Gammaaminobutyric acid (GABA). Ketika reseptor GABA diaktifkan akan terjadi peningkatan konduksi klorida transmembran dan menyebabkan hiperpolarisasi pada membran postsinaptik. Interaksi propofol dengan komponen spesifik reseptor GABA (Subunit β1) akan menurunkan tingkat disosiasi GABA dari reseptornya, sehingga meningkatkan durasi terbukanya kanal ion klorida yang menyebabkan hiperpolarisasi membran sel. Melalui interaksi pada reseptor GABA, propofol menghambat pelepasan asetilkolin di otak bagian hipokampus dan kortek prefrontal. Propofol juga menghambat reseptor glutamate subtipe N- methyl-d-aspartat (NMDA) melalui gerbang kanal natrium. Beberapa studi juga menunjukkan propofol mampu mendepresi neuron pada medulla spinalis. Penghambatan produksi serotonin pada area postrema di otak karena kerja propofol pada reseptor GABA merupakan salah satu mekanisme antiemetik dari propofol. 2 Metabolisme propofol terjadi secara intrahepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme intrahepatik terjadi di hati melalui proses konjugasi oleh glukoronat dan sulfat yang akan membentuk metabolit tidak aktif larut dalam air dan diekskresikan melalui ginjal. Kurang dari 0.3-1% dikeluarkan tanpa diubah dalam urin dan hanya 2 % dikeluarkan melalui feses. Disfungsi ginjal tidak mempengaruhi bersihan propofol meskipun hampir 75% metabolit propofol dieliminasi melalui urin. Gangguan sirosis hati juga tidak terbukti mengganggu eliminasi dari propofol. Metabolisme propofol ekstrahepatik terjadi pada organ pernafasan paru dan ginjal. Pada pengukuran kadar propofol yang melewati peredaran darah paru didapatkan penurunan kadar propofol sebesar 20-30% dan metabolit propofol dalam plasma yang lebih tinggi. Ginjal juga berperan pada bersihan propofol sebesar 30% dari bersihan total yang terjadi pada tubuh pasien. Studi secara in vitro juga menunjukkan bahwa mikrosom pada usus halus dan ginjal menunjukkan kemampuan untuk membentuk glukoronida propofol. Metabolisme intrahepatik dan ekstrahepatik dari propofol yang luas tersebut membuat propofol memiliki waktu paruh yang singkat dan masa pulih yang cepat 2-8 menit. 6 Dosis induksi anestesi untuk propofol adalah mg/kg berat badan. Induksi anestesi adalah pemberian obat atau kombinasi obat pada saat dimulainya anestesi yang menyebabkan suatu stadium anestesi umum atau suatu fase pasien dari keadaan sadar menjadi tidak sadar. Premedikasi dengan obat golongan opioid ataupun benzodiazepine dapat menurunkan kebutuhan dosis induksi propofol. 6

7 Dosis subhipnotik propofol merupakan dosis propofol sebesar mg/kgbb dimana terjadi anxiolisis atau pasien tenang tersedasi tetapi tidak kehilangan kontak verbal dengan kadar propofol plasma < 2.4 uq/ml pada darah. Aplikasi dosis tersebut telah digunakan di beberapa penelitian untuk evaluasi nyeri propofol dengan memberikan 25% dari dosis total induksi propofol dengan kecepatan selama 10 detik akan memberikan kadar propofol plasma kurang dari 2.4 uq/ml pada darah. 14 Beberapa efek propofol terhadap tubuh manusia telah dievaluasi pada sistem organ tubuh manusia. Pada sistem kardiovaskuler dosis induksi propofol 2-2,5 mg/kgbb tanpa disertai dengan kelainan jantung dapat menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik atau hipotensi hingga 25-40% dan penurunan resistensi pembuluh darah hingga 25%. Untuk mengurangi hipotensi yang terjadi maka dapat dilakukan pemberian cairan sebelum induksi dan pemberian propofol dengan cara inkrimental (bertahap 10 hingga 30 mg) hingga kesadaran pasien menghilang. 2 Propofol dapat mendepresi sistem pernafasan hingga kondisi apneu. Propofol juga menurunkan respon pernafasan terhadap kondisi hipoxemia dan hiperkarbia. 6 Angka kejadian nyeri akibat injeksi propofol bervariasi hingga 70%. 4,7 Propofol pada awalnya digunakan dalam konsentrasi larutan kremofor, akan tetapi karena tingginya insiden nyeri pada saat penyuntikan, dan adanya hubungan antara kremofor dengan reaksi anafilaktoid maka dibuat formulasi alternatif larutan propofol 1% dalam larutan minyak kedelai, gliserol dan fosfatida murni. Saat ini konsentrasi propofol tersedia dalam sediaan intravena sebagai emulsi minyak dalam air dengan pelarut kedelai 10%, gliserol 3,25% dan fosfatida telur murni 1,2% berwarna susu putih serta agak kental. 2,15,16 Rasa nyeri akibat injeksi propofol dideskripsikan oleh pasien sebagai sensasi nyeri tajam, menyengat atau terbakar pada pembuluh darah vena yang dirasakan segera atau hingga 20 detik setelah suntikan diberikan. 17,18 Nyeri yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama, kandungan propofol bebas yang tidak terikat dengan zat pembawa yang bersifat lipofilik menyebabkan propofol dapat mengiritasi secara langsung pada nosiseptor pembuluh darah vena. Rangsangan yang ditangkap oleh nosiseptor akan dibawa dan diteruskan oleh serabut saraf cepat tipe Aδ. Rangsangan nosiseptor yang dibawa oleh serabut saraf tipe Aδ akan langsung dipersepsikan sebagai nyeri akut saat injeksi. 18,19 Kedua, eaksi kininkallikrein dari propofol yang telah diinjeksikan pada vena perifer akan mengaktifkan reaksi kinin-kallikrein dan memproduksi bradikinin. 17 Bradikinin pada pembuluh darah perifer akan merangsang sel endotel pembuluh darah untuk memproduksi nitric oxide (NO). Pada tahap lebih lanjut, NO yang telah terbentuk akan menyebabkan otot polos pada tunika media pembuluh darah relaksasi sehingga terjadi venodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Bradikinin yang terbentuk akan merangsang nosiseptor pada tunika media dan menyebabkan nyeri. Adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah sendiri akan menyebabkan bradikinin lebih mudah untuk melewati endotel dan berikatan dengan nosiseptor pada tunika media. Mekanisme ini akan menjelaskan nyeri yang dirasakan oleh pasien yang mendapat injeksi propofol beberapa saat setelah injeksi propofol. 19 Obat anestesi lokal secara umum dibagi menjadi dua golongan berdasarkan struktur kimianya, yaitu golongan ester dan amida. Lidokain merupakan anestesi lokal golongan amida yang ditemukan oleh Lofgren pada tahun Penjalaran rangsang elektrik pada serabut saraf dikenal sebagai potensial aksi. Potensial aksi merupakan peningkatan lokal dari muatan positif atau depolarisasi yang terjadi pada membran sel akibat masuknya ion natrium melalui kanal natrium secara cepat dan mengakibatkan penurunan muatan elektrokimia pada membran sel. Perubahan tersebut akan mengakibatkan rangsangan pada saraf dapat menjalar hingga pusat saraf yang lebih tinggi. Anestesi lokal lidokain bekerja dengan menghalangi transmisi dari hantaran saraf melalui hambatan pada kanal natrium. Ikatan lidokain dengan kanal natrium intraseluler akan menghambat ion natrium untuk masuk ke dalam sel dan

8 menghalangi terjadinya aksi potensial membran saraf. Mekanisme tersebut memberikan efek anestesi dan analgesik dengan menghambat transmisi sensasi nyeri pada serabut saraf. 6 Lidokain sebagai obat anestesi lokal dapat diberikan secara intravena, topikal pada kulit atau mukosa, infiltrasi subkutan, epidural atau spinal. Secara klinis penggunaan paling sering dari anestesi lokal ialah untuk tindakan lokal, regional dan analgesia. Anestesi dan analgesia saraf sentral dapat dicapai dengan injeksi anestesi lokal secara epidural atau spinal. Penempatan kateter epidural dan spinal memungkinkan anestesi lokal dan analgesia untuk durasi yang lebih lama. Anestesia regional dengan intravena dan blok saraf perifer memungkinkan anestesi kepala dan leher, termasuk jalan napas, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah. Kateter untuk blok saraf perifer kontinu dapat digunakan untuk anestesi dan analgesia yang lebih lama. Aplikasi topikal anestesi lokal pada jalan napas, mata dan kulit menyediakan anestesi yang cukup untuk prosedur anestesi minor dan bedah seperti intubasi trakea, penempatan kateter intravena, atau penusukan epidural. Penggunaan klinis lain anestesi lokal termasuk pemberian lidokain untuk menghilangkan respon saat intubasi trakea dan supresi disritmia jantung. Pemberian intravena atau topikal dari lidokain memiliki tingkat kesuksesan bervariasi dalam mencegah respon hemodinamik saat intubasi trakea dan ekstubasi. Lidokain intravena efektif untuk menurunkan sensitivitas jalan nafas terhadap instrumentasi melalui supresi reflek jalan nafas. Dosis lidokain untuk intravena berkisar 1 hingga 1.5 mg/kgbb untuk mencegah respon hemodinamik dan jalan nafas pada instrumentasi trakea. Onset yang diperlukan untuk lidokain agar dapat bekerja dengan baik antara detik dengan durasi kerja menit sebagai anestesi lokal. Dosis lidokain untuk infiltrasi dan blok perifer atau sentral dapat diberikan sebesar 4 mg/kgbb hingga 7 mg/kgbb dengan tambahan epinephrine. 6 Metabolisme dari lidokain terjadi di hepar melalui proses karboksilase oleh enzim sitokrom p450. Gangguan pada fungsi hepar dapat mempengaruhi kadar obat pada plasma dan meningkatkan resiko terjadinya toksisitas lidokain. Gangguan fungi ginjal tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap proses eliminasinya, lidokain dapat terdistribusi dengan baik pada organ yang memiliki banyak vaskularisasi seperti otak dan jantung, sehingga toksisitas yang terjadi akibat pemberian lidokain lebih sering karena gangguan pada otak atau jantung. Toksisitas pada otak mengakibatkan kejadian kejang, sementara pada jantung dapat menyebabkan bradikardi hingga blok jantung bila dosis yang digunakan tinggi dan pasien memiliki faktor predisposisi sebelumnya. 2 Reaksi alergi terhadap golongan amida yaitu lidokain jarang terjadi dibandingkan anestesi lokal kelompok ester. Reaksi alergi yang terjadi diakarenakan hasil metabolisme para-aminobenzoic acid atau zat pembawa seperti methylparaben dan metabisulfit yang biasa digunakan pada kelompok ester. Reaksi alergi yang ringan seperti urtikaria hingga yang berat seperti anafilaktik dilaporkan pada penggunaan golongan ester, sedangkan pada golongan amida sangat jarang terjadi. 20 Anestesi regional dengan teknik intravena pertama kali diperkenalkan oleh August K.G. Bier pada tahun 1908, dan semenjak saat itu dikenal sebagai blok Bier. Teknik ini banyak dikerjakan untuk operasi ekstremitas atas. Awalnya digunakan prilokain sebagai obat anestesi lokal, dan sejak tahun 1960 lebih sering digunakan lidokain. 21 Blok Bier dilakukan dengan cara memberikan obat anestesi lokal secara intravena dan membuat oklusi aliran vena dengan torniket. Dengan oklusi aliran vena maka diharapkan obat anestesi lokal yang berada di lumen vena akan mampu berdifusi dan bekerja pada serabut saraf di sekitarnya menghambat rangsang nyeri karena prosedur pembedahan. Beberapa dosis yang telah dilaporkan penggunaannya adalah 50 cc lidokain 0.5% atau cc lidokain 2% untuk menghambat nyeri pada ekstremitas atas. Oklusi dikerjakan dengan menggunakan torniket pada bagian proksimal lengan atas untuk menahan aliran darah arteri dengan tekanan minimal 300 mmhg

9 atau 100 mmhg diatas tekanan darah sistolik. Dengan menggunakan metode ini maka durasi anestesi bisa berlangsung hingga diatas 60 menit menggunakan lidokain. Dengan melakukan teknik tersebut maka pembedahan untuk ekstremitas dapat dilakukan. 21 Aplikasi teknik tersebut dapat digunakan untuk menghambat proses penghantaran nyeri karena injeksi propofol intravena. Dengan memberikan lidokain intravena dan melakukan oklusi aliran vena maka diharapkan lidokain akan mampu berdifusi dan manghambat depolarisasi pada serabut saraf di vena dan mengurangi atau menghentikan rangsangan nyeri karena propofol. Beberapa cara pemberian lidokain untuk mengurangi nyeri propofol telah diteliti, yaitu dengan menggunakan lidokain sebagai premedikasi dengan atau tanpa oklusi vena sebelum injeksi propofol dan dengan cara dicampur bersama propofol. Pemberian campuran lidokain dengan propofol (campuran) dapat merubah komposisi propofol yang terlarut dengan zat pembawa yang bersifat lipofilik sehingga dapat mengurangi nyeri propofol dengan mengurangi pembentukan bradikinin melalui jalur aktivasi kinin-kallikrein. Lidokain yang diberikan sebelum injeksi propofol memiliki mekanisme sebagai lokal anestesi bila paparan lidokain pada saraf pembuluh darah vena terjadi pada waktu yang cukup sesuai onset lidokain. Dosis yang dapat digunakan untuk menghambat nyeri injeksi propofol pada vena perifer memiliki rentang antara 10 mg hingga 40 mg dengan dosis yang optimal adalah 40 mg. Dosis lidokain hingga 80 mg juga telah diteliti, akan tetapi efek anti nyerinya tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dosis 40 mg untuk mengurangi nyeri propofol pada vena perifer. 7 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan uji klinis tersamar acak tunggal, bersifat eksperimental dan ditujukan untuk mengetahui perbandingan efek premedikasi lidokain perlakuan torniket dan campuran lidokain untuk mengurangi derajat nyeri saat induksi anestesi menggunakan propofol di RSSA Malang. Sampel penelitian adalah pasien operasi elektif dengan anastesi umum di Instalasi bedah sentral RSSA Malang. Dari perhitungan rumus didapatkan besar sampel untuk masing-masing kelompok adalah 16 sampel dengan kriteria pasien ASA I-II, usia tahun dengan BMI normal. Operasional pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah dengan penjelasan sebagai berikut. Induksi anestesi menggunakan propofol dosis 2 mg/kgbb intravena atau hingga tingkat hipnosis yang diharapkan tercapai dan ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata serta respon pasien terhadap stimulasi verbal. Nyeri penyuntikan adalah nyeri yang terjadi saat penyuntikan propofol intravena sebesar 25% dari total dosis induksi (Mahmood, 2010). Evaluasi dilakukan hingga 30 detik setelah penyuntikan dihentikan sesuai skala nyeri Verbal Rating Scale (VRS). Skala VRS digunakan dalam penelitian ini karena menilai nyeri berdasarkan subyektif pasien dan secara obyektif berdasarkan perubahan perilaku pasien terhadap respon nyeri. Lidokain premedikasi perlakuan torniket adalah lidokain 2% (2 cc) dengan dosis 40 mg intravena yang diberikan satu menit sebelum injeksi propofol, dimana sebelumnya dilakukan perlakuan torniket untuk menghentikan aliran darah pada vena sehingga lidokain yang disuntikkan akan tertahan pada pembuluh darah vena. Perlakuan torniket adalah pemasangan torniket pada daerah lengan bawah bagian proksimal dengan tujuan memberikan tekanan yang optimal untuk membendung aliran darah pada vena perifer yang terpasang infus. Campuran lidokain dalam propofol merupakan campuran lidokain 2% (40 mg = 2 cc) dalam propofol 1% (100 mg = 10 cc). Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin tetap dari komite etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, kepada seluruh pasien yang memenuhi kriteria penerimaan penelitian maka akan dilakukan prosedur selanjutnya. Pasien diberikan penjelasan mengenai prosedur penelitian dan diminta kesediannya untuk menandatangani

10 surat persetujuan penelitian, selanjutnya pasien disiapkan untuk dilakukan tindakan anestesi umum. Dilakukan randomisasi sederhana menggunakan kertas undian menjadi 2 kelompok yaitukelompok premedikasi perlakuan torniket dan kelompok campuran lidokain. Pasien dipastikan terpasang infus dengan kanul ukuran 18 G pada dorsum manus dengan cairan ringer laktat. Cairan infus dipastikan menetes dalam kondisi lancar dan tidak didapatkan tanda-tanda radang atau ekstravasasi. Bila tidak dapat dipastikan, dilakukan pemasangan ulang kanul vena pada dorsum manus kontralateral. Pasien dikamar operasi dipasang alat monitor saturasi oksigen, elektrokardiografi, dan pengukur tekanan darah, untuk memastikan kondisi pasien dalam keadaan baik sebelum dilakukan pemberian obat anestesi. Sebelum melakukan injeksi ditanyakan ada atau tidaknya nyeri pada sekitar tempat injeksi dan dilakukan pencatatan data. Kelompok campuran lidokain (premixed) mendapatkan injeksi propofol yang telah dicampur lidokain (100 mg propofol + lidokain 40 mg). Kelompok premedikasi mendapatkan perlakuan torniket sebelum injeksi lidokain 40mg, dan oklusi vena dengan torniket dipertahankan selama 60 detik. Setelahnya torniket dilepaskan dan dilakukan injeksi propofol intravena. Oklusi vena dilakukan dengan cara memberikan tekanan torniket pada saat infus masih mengalir lancar hingga aliran infus berhenti yang dianggap sebagai tekanan torniket optimal untuk menghentikan aliran darah vena dorsum manus. Setelah oklusi vena tercapai maka pengatur aliran infus dimatikan. Derajat nyeri dievaluasi dengan nilai Verbal Rating Scale (VRS), dinilai saat dimulainya injeksi propofol hingga 30 detik setelah penyuntikan propofol dihentikan. Selama memasukkan tiap obat, aliran infus dihentikan. Setelah penelitian selesai, prosedur anestesi dilanjutkan oleh dokter anestesi penanggung jawab pasien masing-masing kamar operasi. Gambar 1. Alur Penelitian

11 ASA b ASA 1 14 (28%) 14 (28%) Data yang dikumpulkan dari kedua kelompok akan dimasukkan ke dalam tabel induk, setelah diolah disajikan secara tekstual dan tabulasi silang. Perhitungan statistik dilakukan dengan program SPSS. Data penelitian dari kedua kelompok perlakuan merupakan derajat nyeri yang merupakan data kategorik berupa ordinal, sehingga untuk uji statistik pada kedua kelompok perlakuan akan digunakan uji mann whitney untuk mengetahui perbandingan efek kedua kelompok perlakuan terhadap penurunan nyeri injeksi propofol. Diterima atau tidaknya hipotesis penelitian ditentukan oleh nilai p, dengan ketentuan : a. p < 0,05 jika menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik. b. p > 0,05 jika tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Hasil Penelitian Karakteristik data dari sampel penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2. Karakteristik sampel yang dikaji adalah usia, berat badan (BB), tinggi badan (BB), body mass index (BMI), tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, nadi, saturasi, jenis kelamin, dan ASA. Hasil pengujian dari data demografi pasien pada kelompok campuran dan kelompok premedikasi perlakuan torniket menggunakan lidokain memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai alpha 0.05 (p>0.05), dan dapat diartikan bahwa karakteristik demografi pada kelompok campuran dan premedikasi perlakuan torniket menggunakan lidokain tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap faktor usia, BB, TB, BMI, sitolik, diastolik, saturasi, jenis kelamin dan status fisik ASA. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk faktor karakteristik sampel yang diuji pada kedua perlakuan tidak memiliki perbedaan signifikan yang dapat mempengaruhi variabel tergantung skor nyeri VRS pada penelitian ini. Dengan demikian kedua kelompok sampel layak dibandingkan untuk mengetahui derajat penurunan nyeri dari pemberian campuran dan premedikasi perlakuan torniket dengan lidokain saat induksi anestesi menggunakan propofol. Tabel 2. Karekteristik sampel kelompok perlakuan Karakteristik sampel Mean±SD Uji Beda 2 rata-rata kelompok Campuran Premedikasi + Torniket nilai p Keterangan Usia a 30.12± ± Tidak berbeda signifikan BB a 56.44± ± Tidak berbeda signifikan TB a 1.64± ± Tidak berbeda signifikan BMI a 21.02± ± Tidak berbeda signifikan Sistolik a 122.6± ± Tidak berbeda signifikan Diastolik a 74.88± ± Tidak berbeda signifikan Nadi a 80± ± Tidak berbeda signifikan Saturasi b 98.3± ± Tidak berbeda signifikan Jenis Kelamin b Laki - Laki 16 (32%) 12 (24%) Perempuan 9 (18%) 13 (26%) Tidak berbeda signifikan ASA 2 11 (22%) 11 (22%) 1.0 Tidak berbeda signifikan Keterangan : a = uji t independent (data berdistribusi normal) b = uji mann whitney (data tidak berdistribusi normal)

12 nilai p (p-value) < 0.05 = ada perbedaan signifikan Berdasarkan frekuensi secara deskriptif dari tabel 2 terdapat perbedaan tingkat nyeri dari skor VRS, antara kelompok pasien yang mendapatkan perlakuan campuran dengan kelompok premedikasi perlakuan torniket. Tabel 3. Skor VRS kelompok perlakuan Variabel Skor VRS Kategori Premedikasi + Campuran Torniket Frekuensi % Frekuensi % Tidak nyeri % % Nyeri ringan % 1 2.0% Nyeri sedang 4 8.0% 0 0.0% Keterangan : Jika nilai p < 0.05 = ada perbedaan yang signifikan Nilai p (uji mann whitney) Dari uji mann whitney didapatkan nilai p = atau p < 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada skor VRS antara pasien yang mendapatkan campuran dengan premedikasi perlakuan torniket. Hal tersebut juga dapat terlihat pada gambar 2. Gambar 2. Grafik skor VRS kelompok perlakuan

13 Gambar 2 menunjukkan perbandingan kelompok premedikasi perlakuan torniket dengan kelompok campuran (premixed). Dari 25 orang sampel pasien yang mendapat perlakuan campuran ada sebanyak 10 orang dengan skor VRS yang tergolong tidak nyeri, 11 orang dengan skor VRS yang tergolong nyeri ringan, dan ada 4 orang lainnya dengan skor VRS yang tergolong nyeri sedang. Dari 25 orang sampel pasien yang mendapat perlakuan premedikasi dan torniket, ada sebanyak 24 orang dengan skor VRS yang tergolong tidak nyeri, 1 orang dengan skor VRS yang tergolong nyeri ringan, dan tidak didapatkan pasien dengan nyeri sedang pada perlakuan tersebut. Data frekuensi tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa perlakuan premedikasi lidokain dengan torniket dapat menurunkan derajat nyeri akibat injeksi propofol yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok campuran lidokain dalam propofol. Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan penurunan derajat nyeri berdasarkan skor VRS dari premedikasi lidokain perlakuan torniket dan campuran lidokain saat induksi anestesi menggunakan propofol di RSSA Malang. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan april 2013 di ruang bedah sentral RSSA Malang segera setelah mendapatkan persetujuan dari panitia tetap penilai etik dan penelitian RSSA. Berdasarkan perhitungan formula statistik dengan dua kelompok perlakuan, dapat ditentukan jumlah sampel minimal untuk masing-masing kelompok perlakuan adalah 16 orang. 22 Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 25 orang untuk masingmasing perlakuan, sehingga jumlah total pasien adalah 50 orang. Dengan menambahkan jumlah sampel diharapkan hasil yang diperoleh dapat memberikan pencerminan optimal terhadap populasinya atau representatif. Pada masing-masing kelompok perlakuan digunakan dosis lidokain yang sama yaitu 40 mg dengan cara pemberian yang berbeda. Dosis lidokain 40 mg dipilih karena merupakan dosis yang dianggap efektif pada masing-masing cara perlakuan dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. 5,7,15 Berdasarkan data yang telah didapatkan, dapat diketahui bahwa karakteristik subyek penelitian tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok yang meliputi usia, jenis kelamin, status fisik ASA, BB, TB, BMI, sistolik, diastolik, nadi dan saturasi. Dengan demikian data sampel kedua kelompok layak dibandingkan untuk mengetahui perbedaan penurunan derajat nyeri pemberian campuran dan premedikasi perlakuan torniket dengan lidokain 40 mg terhadap nyeri saat induksi anestesi menggunakan propofol. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan penurunan derajat nyeri pada kelompok perlakuan yang mendapatkan premedikasi lidokan perlakuan torniket dengan kelompok yang mendapat campuran lidokain saat induksi anestesi menggunakan propofol. Perbedaan tersebut ditunjukkan pada tabel 3. Dari 25 orang sampel pasien yang mendapat perlakuan campuran ada sebanyak 10 orang (40%) dengan skor VRS yang tergolong tidak nyeri, 11 orang (44%) dengan skor VRS yang tergolong nyeri ringan, dan ada 4 orang (16%) lainnya dengan skor VRS yang tergolong nyeri sedang. Dari 25 orang sampel pasien yang mendapat perlakuan premedikasi dan torniket, ada sebanyak 24 orang (96%) dengan skor VRS yang tergolong tidak nyeri, dan hanya 1 orang (4%) dengan skor VRS yang tergolong nyeri ringan. Data tersebut diatas menunjukkan ada kecenderungan yang cukup jelas bahwa penggunaan premedikasi lidokain perlakuan torniket dapat lebih menurunkan nyeri pasien

14 dibandingkan dengan penggunaan campuran lidokain. Pada premedikasi lidokain dengan perlakuan torniket hampir semua sampel pasien tidak merasakan nyeri, sedangkan pada penggunaan campuran, masih cukup banyak sampel yang merasakan nyeri ringan bahkan ada yang merasakan nyeri sedang. Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan premedikasi lidokain disertai perlakuan torniket lebih baik dalam menurunkan tingkat nyeri pasien dibandingkan dengan penggunaan campuran. Pernyataan diatas juga didukung oleh analisa statistik menggunakan uji mann whitney dengan nilai signifikansi p < 0.05 (p = 0.000), yang menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada kelompok premedikasi lidokain perlakuan torniket untuk menurunkan derajat nyeri dibandingkan kelompok campuran. Nyeri akibat injeksi propofol dapat terjadi pada saat induksi dan dapat menyebabkan penurunan kualitas pelayanan anestesi serta meningkatkan morbiditas pasien. 7 Data dari penelitian yang dilakukan oleh Lee menunjukkan insiden nyeri karena penyuntikan propofol dapat terjadi antara 30-70% melalui beberapa mekanisme. Propofol merupakan agen anestesi yang saat ini tersedia dalam bentuk sediaan intravena cair dengan pelarutnya adalah emulsi minyak dalam air yang mengandung kedelai 10%, gliserol 3.25%, dan fosfatida telur murni 1.2% berwarna putih susu serta agak kental. 2 Campuran tersebut dengan propofol akan membuat propofol berada dalam dua fraksi yaitu fraksi lipofilik dan nonlipofilik. Fraksi nonlipofilik atau fraksi bebas propofol dapat melewati permeabilitas pembuluh darah vena sehingga merangsang nyeri pada nosiseptor vena yang terletak pada tunika media, selanjutnya serabut saraf sensoris nyeri tipe Aδ dan C akan membawa rangsang nyeri tersebut melalui fase transmisi sepanjang serabut saraf perifer hingga ke medula spinalis. Modulasi nyeri terjadi pada medulla spinalis sebelum diolah lebih lanjut pada otak untuk mengalami persepsi sebagai nyeri yang didefinisikan pasien sebagai sensasi nyeri tajam, menyengat atau terbakar pada pembuluh darah vena yang dirasakan segera atau hingga detik setelah suntikan propofol diberikan. Nyeri propofol yang dirasakan 15 sampai 20 detik setelah injeksi propofol terkait dengan reaksi kaskade pembentukan bradikinin pada endotel vena. Paparan propofol fraksi bebas nonlipofilik pada sel endotel vena akan menyebabkan terbentuknya bradikinin dengan waktu paruh plasma 15 detik. Hal tersebut serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nakane. Pengukuran kadar bradikinin plasma menunjukkan peningkatan pada pasien paska injeksi propofol intravena. 17 Bradikinin merupakan suatu neurotransmiter nyeri yang dapat merangsang nosiseptor vena secara langsung atau melalui proses pembentukan nitric oxide oleh aktivasi bradikinin. Nitric oxide yang telah terbentuk akan menyebabkan venodilatasi serta meningkatkan permeabilitas pori vena terhadap propofol ataupun bradikinin yang telah terbentuk sebelumnya dan meningkatkan resiko terjadinya nyeri pada injeksi propofol. Penggunaan lidokain untuk mengurangi nyeri propofol memiliki mekanisme yang berbeda tergantung cara lidokain diberikan. Premedikasi lidokain sebagai anestesi lokal memiliki cara kerja menghambat nyeri melalui hambatan pada tahapan transmisi ransang nyeri dengan menutup kanal natrium dari dalam membran saraf, sehingga menghalangi pergerakan kation natrium masuk kedalam sel. Hal tersebut akan menyebabkan depolarisasi rangsang nyeri yang terjadi pada vena perifer akan terputus dan tidak tersalurkan pada serabut saraf vena perifer. Penggunaan torniket pada penelitian ini bertujuan untuk menghambat laju aliran darah pada vena sehingga memberikan waktu bagi lidokain untuk bekerja pada serabut saraf vena perifer di tunika media. Waktu oklusi vena yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 detik sesuai dengan onset dari lidokain. Hasil penelitian ini konsisten dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penggunaan lidokain perlakuan torniket antara detik menunjukkan hasil yang baik dibandingkan campuran lidokain dalam menurunkan nyeri injeksi propofol. 5,23,24

15 Penggunaan lidokain dengan cara campuran yaitu mencampur lidokain bersama propofol akan menyebabkan penurunan ph campuran larutan dan menyebabkan penurunan fraksi propofol nonlipofilik, sehingga hasil akhirnya dikaitkan dengan penurunan bradikinin yang menyebabkan nyeri serta penurunan nitric oxide yang menyebabkan penurunan perubahan permeabilitas vena perifer. Konsep tersebut didukung oleh hasil penelitian Eriksson yang menunjukkan terdapat penurunan ph propofol yang dilakukan campuran dengan lidokain. ph campuran turun menjadi 6.1 dari ph awal propofol yaitu Mekanisme diatas menunjukkan campuran lidokain bekerja dengan cara menghambat proses transduksi nyeri. Massad et al. mengungkapkan cara campuran lidokain merupakan cara yang telah digunakan secara umum di dunia karena lebih mudah dan cepat. Akan tetapi kejadian nyeri paska injeksi propofol masih dapat terjadi seperti hasil pada penelitian ini. Hasil pengukuran bradikinin plasma paska injeksi campuran lidokain pada penelitian Nakane dan Iwama menunjukkan kadar bradikinin sebesar 120 pikogram/cc dibandingkan kelompok kontrol dengan injeksi propofol murni yang memiliki kadar bradikinin 170 pikogram/cc. 17 Hal tersebut menunjukkan pemberian lidokain secara campuran tidak menyebabkan eliminasi total dari produksi bradikinin, sehingga bradikinin masih dapat mensensitisasi nosiseptor vena serta menyebabkan vasodilatasi dan perubahan permeabilitas yang memungkinkan fraksi propofol bebas nonlipofilik merangsang nosiseptor. Cara campuran (premixed) juga tidak memungkinkan lidokain bekerja optimal berdasarkan onsetnya (60-90 detik) sebagai lokal anestesi dalam menghambat transmisi syaraf di tunika media vena, karena lidokain yang masuk kedalam intravena bersama propofol akan langsung mengalami hemodilusi dan terbawa bersama aliran darah vena. Campuran lidokain dalam propofol sebenarnya bermanfaat dalam menurunkan derajat nyeri akibat propofol, hal tersebut terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Koo. Koo melaporkan pemberian propofol murni memiliki insiden nyeri sebesar 87% dengan derajat nyeri berdasarkan kriteria VRS untuk kategori tidak nyeri, nyeri ringan, sedang dan berat berturut-turut adalah 13.2%, 42.9%, 36.3% dan 6.6 %. 26 Zahedy dalam penelitiannnya juga melaporkan insiden nyeri sebesar 88% dengan derajat nyeri berturut-turut sebesar 12%, 34%, 40% dan 14%. 27 Hasil kelompok campuran pada penelitian ini memberikan insiden nyeri sebesar 60% dengan derajat nyeri berdasarkan kriteria VRS berturut-turut adalah 40%, 44%, 16%, dan 0%. Data tersebut memberikan gambaran bahwa terjadi penurunan insiden dan derajat nyeri akibat injeksi propofol dibandingkan dengan data dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Koo dan Zahedy. 26,27 Perbedaan mekanisme kerja lidokain pada kedua kelompok perlakuan merupakan hal yang mendasari terjadinya perbedaan pada penurunan derajat nyeri injeksi propofol. Dalam hal ini mekanisme penghambatan lidokain pada proses transmisi nyeri dengan cara premedikasi lidokain disertai perlakuan torniket dapat dianggap lebih baik dalam menurunkan derajat nyeri akibat injeksi propofol dibandingkan penghambatan proses transduksi melalui perlakuan campuran lidokain dalam propofol. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kelompok plasebo propofol yang tidak kami gunakan dengan pertimbangan bahwa propofol murni akan menyebabkan insiden nyeri yang tinggi pada pasien dan dapat menyebabkan permasalahan etik terhadap pasien, hal serupa juga diungkapkan oleh Hwang dalam penelitiannya, sehingga untuk data derajat nyeri injeksi propofol murni kami gunakan data dari penelitian lain yang sudah dilakukan seperti Koo dan Zahedy. 28 Monitoring dan evaluasi selama proses penelitian tidak menemukan adanya efek samping yang muncul akibat pemberian lidokain intravena dan tidak ada pasien yang dikeluarkan pada penelitian ini.

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan baik sensori maupun emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan

Lebih terperinci

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK

PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK Palembang 2014 PEDIATRI GAWAT DARURAT PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak Indonesia TUJUAN 1. Mengetahui skor penilaian nyeri dan sedasi pada bayi

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL Tugas Anestesi FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL disusun oleh ASTRI NURFIDAYANTI 110.2004.036 FK UNIVERSITAS YARSI KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 14 FEBRUARI-19 MARET 2011 DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif memiliki komplikasi dan risiko pasca operasi yang dapat dinilai secara objektif. Nyeri post

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE

NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE DEFINISI Nyeri Suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak berkaitan yang dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH EFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rasa sakit didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan suatu pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan tubuh (Levine, 2012), oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anestesi intravena total adalah suatu tehnik anestesi yang dilakukan hanya dengan memberikan obat-obat anestesi intra vena tanpa menggunakan obat-obat anestesi inhalasi.

Lebih terperinci

BAB 2. masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang. klien dalam merawat dirinya (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal

BAB 2. masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU No. 38 tahun 2014 tentang. klien dalam merawat dirinya (UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, pasal BAB 2 A. Konsep Pelayanan Asuhan Keperawatan 1. Defenisi Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau potensial terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase

BAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA LIDOKAIN 0,50 mg/kgbb DENGAN LIDOKAIN 0,70 mg/kgbb UNTUK MENGURANGI NYERI PENYUNTIKAN PROPOFOL SAAT INDUKSI ANESTESIA Stefhany Rama Mordekhai L. Laihad Iddo Posangi Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang, 31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi

Lebih terperinci

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF 2.1 Ganglia basalis dan subthalamik nukleus Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain dalam menghasilkan gerakan motorik terutama

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT

ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DAN EKSTAK ETANOL KENCUR (Kaempferia galanga Linn.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DENGAN METODE HOT PLATE Thomas Utomo, 1210023,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI Oleh : Meivita Dewi Purnamasari, S.Kep KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah

2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah Seorang pasien, laki2 57 th, dtg ke poliklinik dengan keluhan nyeri pd daerah lutu yang dialami sejak setahun yang lalu, kadang membengkak, nyeri terus menerus, terutama bila berjalan agak jauh. Riwayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang paling sederhana dan paling efektif. Anestesi spinal dilakukan dengan memasukkan obat anestesi lokal ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih memerlukan perhatian yang serius. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG Skripsi ARI WIJAYANTO NIM : 11.0758.S TAUFIK NIM : 11.0787. S PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting dan strategis pada tindakan pembedahan, karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila belum dilaksanakan anestesi. Sejarah membuktikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER Vanny Aprilyany, 2006, Pembimbing I : Jo.Suherman, dr., MS., AIF Pembimbing II : Rosnaeni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

Anesty Claresta

Anesty Claresta Anesty Claresta 102011223 Skenario Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak seminggu yang lalu. Keluhan berdebar ini terjadi ketika ia mengingat suaminya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah sensasi emosional berupa perasaan tidak nyaman pada daerah tertentu. Hal tersebut terjadi akibat adanya suatu kerusakan jaringan. Kerusakan

Lebih terperinci

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah

NYERI. Nyeri akut umumnya cepat dalam onset, bervariasi dalam intensitas dari ringan sampai parah NYERI Asosiasi Internasional untuk Studi Nyeri (IASP) (2007) menyatakan nyeri yang mungkin disertai dengan sensorik dan emosional pengalaman sebagai akibat dari aktual atau potensial kerusakan jaringan.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI

NYERI A. PENGERTIAN B. FISIOLOGI NYERI NYERI A. PENGERTIAN Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah pengalaman sensori serta

Lebih terperinci

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF

DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF DASAR-DASAR SISTEM SYARAF DAN JARINGAN SYARAF Sistem syaraf bertanggung jawab dalam mempertahankan homeostasis tubuh (kesetimbangan tubuh, lingkungan internal tubuh stabil) Fungsi utamanya adalah untuk:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya kontraindikasi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

Gambar 1. Rumus bangun propofol

Gambar 1. Rumus bangun propofol BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Propofol Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal tahun 1980 an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi anestesi yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster

ABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster Fanny Rusaydimanto, 2006, Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi

Bab 1 Pendahuluan. A. Definisi Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Menurut International Association Study of Pain (IASP), nyeri adalah bentuk pengalaman emosional, sensasional subjektif, dan tidak menyenangkan yang berpotensi untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. 7 Sedangkan The International

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. 7 Sedangkan The International BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Nyeri Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang digambarkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.4. Konsep Nyeri 2.1.1. Definisi Nyeri Nyeri adalah pengalaman perasaan sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan uji kuantitatif analitik yang membandingkan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok isofluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang bersifat sangat individual dan tidak dapat dibagi dengan orang lain. Tamsuri (2007) mendefenisikan nyeri sebagai suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari data antara tahun 1991 sampai 1999 didapatkan bahwa proses persalinan yang disertai dengan anestesi mempunyai angka kematian maternal yang rendah (sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Anestesi Lokal Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu reaksi adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk menjawab sesuatu rangsangan secara sadar dan terkendali, dihitung mulai saat rangsangan diberikan sampai dengan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf

Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi Sistem Saraf Pendahuluan Dasarnya : neurofarmakologi studi ttg obat yang berpengaruh terhadap jaringan saraf Ruang lingkup obat-obat SSP: analgetik, sedatif, antikonvulsan, antidepresan,

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model 50 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model hipertensi pada dosis 126 mg/kgbb dan 252 mg/kgbb dibandingkan kontrol negatif. 2. Pemberian

Lebih terperinci