BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor"

Transkripsi

1 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puskesmas Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75/M.KES/SK/2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, pengertian Puskesmas adalah Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat masyarakat serta menyukseskan program jaminan sosial nasional. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya di sebut Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarrakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitigginya di wilayah kerjanya (Permenkes, 2014). Prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi : 1. Paradigma sehat, 2. Pertanggungjawaban wilayah, 3. Kemandirian masyarakat, 4. Pemerataan, Teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan. 9

2 10 Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan kedudukan puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini disebabkan karena peranan dan kedudukan puskesmas di Indonesia adalah amat unik. Sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka puskesmas kecuali bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masayarakat, juga bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran (Azwar,2010) Puskesmas di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dijelaskan tentang pelayanan kesehatan di FKTP yaitu pelayanan promotif dan preventif yang diberikan meliputi : 1. Penyuluhan kesehatan perorangan. 2. Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan prilaku hidup bersih dan sehat 3. Imunisasi Dasar. 4. Baccile Calment Guerin (BCG), Difteri Pertunis Tetanus dan Hepatitis-B, polio, dan campak 5. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vaksin dan tubektomi bekerjasama dengan lembaga yang membindangi keluarga berencana. 6. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakitan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

3 11 Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis penyakit, dan waktu pelayanan skrining kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri. 7. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah. Sedangkan pelayanan kuratif dan rehabilitative yang diberikan meliputi : 1. Pemeriksaan, pengobatan dam konsultasi medis 2. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif. 3. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai. 4. Tranfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis 5. Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratotium tigkat pertama 6. Rawat inap tingkat pertama seseuai indikasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Keadaan ini memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali kondisi gawat darurat.

4 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pada tanggal 28 Oktober 2011 telah disahkan Undang-Undang baru tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) yang dibagi menjadi; 1). Undang-Undang BPJS 1 yang diasumsikan akan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat indonesia, termasuk menampung pengalihan Jamkesmas,Askes,Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT.Jamsostek dan PT.Asabri ; 2). Undang-Undang BPJS diasumsikan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan pengelolaan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang merupakan transformasi dari PT.Jamsostek. Dengan disahkannya Undang-Undang tentang BPJS. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Perlindungan ini diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kementerian Kesehatan,2014).

5 13 meliputi : Unsur-unsur penyelenggaraan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan Bayar Iuran Penangganan Keluhan Regulator Perjanjian Pembayaran Klaim Peserta JKN Menerima Pelayanan Mencari Pelayanan Fasilitas Kesehatan Gambar 2.1. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Sumber : Permenkes No.28 Tahun 2014 Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah salah cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. SJSN diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta atau anggota keluarganya. Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: a. kegotong-royongan, b. nirlaba, c. keterbukaan, d. kehati-hatian,

6 14 e. akuntabilitas, f. portabilitas, g. kepesertaan bersifat wajib, h. dan amanat Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS yang dimaksud adalah : a. Perusahaan Perseroan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). b. Perusahaan Perseroan Dana tabungan dan asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) c. Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indobesia (ASABRI). d. Perusaahaan Perseron Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) Kapitasi dalam Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 Penggunaan Dana Kapitasi JKN Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasioanal pada FKTP Milik Pemerintah Daerah, dana kapitasi JKN pada FKTP dimanfaatkan seluruhnya untuk biaya jasa pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 60% dari penerimaan dana kapitasi dan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan selisih dari kapitasi yang diterima dengan jasa pelayanan yang ditetapkan. Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, dana kapitasi adalah besaran pembayaran

7 15 per-bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Pembayaran bagi PPK dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggota lembaga tersebut, yaitu dnegan membayar di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu. Di dasari atas jumlah tertanggung (orang yang dijamin atau anggota) baik anggota itu dalam keadaan sakit atau dalam keadaan sehat yang besarnya ditetapkan dan umumnya dibayarkan dimuka tanpa memperhitungkan jumlah konsultasi atau pemakaian di PPK tersebut. Untuk menentukan angka kapitasi perlu diketahui dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan kapitasi, yaitu prediksi angka utilisasi (penggunaan pelayanan kesehatan) dan penetapan biaya satuan. Besaran angka kapitasi ini sangat dipengaruhi oleh angka utiliasi pelayanan kesehatan dan jenis paket asuransi kesehatan yang ditawarkan serta biaya satuan pelayanan. Jenis-Jenis Kapitasi adalah sebagai berikut : a. Penuh atau total : rawat jalan sampai rawat inap b. Sebagian : rawat jalan saja, rawat inap saja, hanya jasa pelayanan tanpa obat, dll c. Risk adjusment capitation : berbasis umur, risiko sakit, geografi. Langkah-langkah perhitungan kapitasi sebagai berikut : a. Menetapkan jenis-jenis pelayanan yang akan dicakup dalam pembayaran kapitasi.

8 16 b. Menghitung rate utilisasi (angka pemanfaatan) yang biasanya dihitung per 1000 jiwa. c. Mendapatkan rata-rata biaya per pelayanan yang dicakup dalam kontak kapitasi. d. Menghitung biaya perkapita perbulan untuk tiap pelayanan. e. Menjumlahkan biaya perkapita perbulan untuk seluruh pelayanan guna mendapatkan besaran biaya kapitasi Konsep Sistem Rujukan dan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Definisi Rujukan dan Konsep Sistem Rujukan Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan Indonesia adalah seperti yang telah dirumuskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan,sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawabtimbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya. Dalam Undang-Undang SJSJN dan Undang-Undang BPJS menerapkan sistem palayanan kesehatan dengan pola rujukan berjengjang dan terstruktur yang disebut juga regionalisasi sistem rujukan dengan harapan peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan medisnya, Dokter

9 17 Puskesmas diberi wewenang membuat surat rujukan bagi peserta JKN yang memerlukan penangganan lebih lanjut kefasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Dalam Undang-Undang SJSN menyebutkan regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah admistrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstruktur sesuai dengan kemapuan,kecuali dalam kondisi emergensi (Kementerian Kesehatan, 2012). Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri namun berada disuatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis ditingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ditingkat lanjutan, demikian seterusnya. Dalam Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 pasal 51 tentang Praktik Kedokteran Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. Secara lengkap Notoatmodjo (2012) mendefinisikan sistem rujukan sebagai suatu penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan perhimpunan tanggungjawab timbal baik terhadap satu khasus penyakit secara vartikal atau harizontal, sederhananya sistem rujukan mengatur dari mana dan harus kemana seseorang dengan ganguan kesehatan tertentu memaksakan keadaan sakitnya. Bagan sistem rujukan dapat dilihat gambar berikut :

10 18 Jenis Rujukan Masalah medisrujukan medis Penderita Pengetahuan Masalah Kesehatan Bahan pemeriksaan Teknologi Masalah Kesmas- Rujukan Kesehatan Sarana Operasional Sumber : Notoatmodjo (2012) Gambar 2.2. Sistem Rujukan Skema Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia Gambar 2.3. Rujukan Pelayanan Kesehatan di Indonesia Sumber : Notoatmodjo (2012)

11 19 Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat bertentang yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan keetiga,dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan, apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggu jawabnya tersebut ketingkat pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segara tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang rujukan masyarakat menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukanya itu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan (Notoatmodjo, 2012) Tujuan Umum Sistem Rujukan Tujuan umum sistem rujukan adalah meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu. Tujuan umum rujukan untuk memberikan petunjuk kepada petugas puskesmas tentang pelaksanaan rujukan medis. Tujuan khusus sistem rujukan adalah meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam rangka menangani rujukan kasus berisiko tinggi dan gawat darurat dan menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di wilayah kerja puskesmas (Notoadmodjo, 2012) Tata Laksana Rujukan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Perorangan, dijelaskan :

12 20 1. Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. 2. Rujukan secara vertikal adalah rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda. 3. Rujukan horizontal, sebagaimana dalam pasal 7 ayat 3 dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dengan pasien karena keterbatasan failitas, peralatan atau ketenagaan sifatnya sementara atau menetap. 4. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ketingkatan lebih tinggi. Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (4), dilakukan apabila 5. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialis. 6. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatatasan fasilitas, perlataan atau ketenagaan. Di dalam pelaksanaan suatu program harus adanya suatu penilaian dari program yang dilaksanakan, apakah program yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak dalam arti apakah dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan sehingga dapat mempengaruhi penyelesaian masalah atau tujuan yang telah dirumuskan, dan apakah dalam melaksananakan kegiatan tersebut tidak diperlukan penyesuaian sedemikian rupa sehingga maslaah dapat diatasi dan tujuan dapat dicapai. Dalam hal ini untuk menilai pelaksanaan sistem rujukan, maka sebagai dasar kajian tersebut dikemukakan beberapa teori tentang evaluasi.

13 Pengertian Evaluasi atau Penilaian Berdasarkan pendapat Martenelli (2001) dalam penelitiannya, yang mengutip pendapat Prayitno (2000), menjelaskan bahwa evaluasi adalah prosedur dalam penilaian pelaksanaan hasil atau dampak secara sistematik dengan membandingkannya dengan standar dan dengan mengikuti kriteria atau metode atau tujuan tertentu guna menilai dan mengambil keputusan selanjutnya. Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Sedangkan menurut istilah evaluasi merupakan kegiatan terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibangdingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran, dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya dan penilaian bersifat kualitatif. Jika ditinjau dari sudut administrasi, peranan penilaian amatlah penting. Peranan penilaian tersebut paling tidak adalah sebagai pembantu dalam pengambilan

14 22 keputusan. Karena pentingnya pekerjaan penilaian, maka setiap administrator program haruslah dapat pula memahami pekerjaan penilaian tersebut (Azwar, 2010 ) Batasan Penilaian Menurut Azwar (2010), Batasan penilaian banyak macamnya, beberapa di antaranya yang dianggap cukup penting adalah : 1. Penilaian adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yang dimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan dan perencanaan suatu program melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersedia guna penerapan selanjutnya (The Word Health Organization). 2. Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (The American Public Association). 3. Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengmabilan kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The Internasional Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Option). 4. Penilaian adalah pengukuran terhadap akibat yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Riecken). Menurut Azwar (2010), jika diperhatikan keempat pengertian diatas, segera terlihat bahwa ada dua pendapat tentang penilaian tersebut, yakni :

15 23 1. Penilaian hanya dilakukan pada tahap akir program Pendapat yang seperti ini dapat dilihat dalam batasan yang dirumuskan oleh Ricken.Disini dikemukakan bahwa penilaian tersebut dilakukan terhadap akibat yang ditimbulkan oleh suatu program, yang pada dasarnya hanya dapat dilakukan jika suatu program telah selesai dilaksanakan. 2. Penilaian dapat dilakukan pada setiap tahap program Pendapat seperti ini secara tegas dikemukakan dari The Internasional Clearing House on Adolescent Fertility Control For Population Option) dan secara samar-samar ditemukakan pula pada batasan yang dirumuskan oleh The Word Health Organization dan American Public Health Association. Pada pendapat terakir ini disebutkan bahwa penilaian tidak hanya dilakukan pada tahap akir program, tetapi juga dapat dilakukan pada waktu program sedang berjalan dan atau sebelum program tersebut dilaksanakan. Kedua pendapat diatas tidak terlalu perlu dipertentangkan asal saja selalu diingat bahwa antara perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian selalu terdapat hubungan yang amat erat. Penilaian, demikian Marry Arnold mengemukakan adalah cermindari pelaksanaan suatu program, yang peranannya amat besar dalam perencanaan program tersebut selanjutnya (Azwar, 2010) Jenis Penilaian Menurut Azwar (2010), secara umum evaluasi dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu:

16 24 1. Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation) adalah penilaian yang dilakukan pada saat merencanakan suatu program. Tujuan uatama adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut. 2. Penilaian pada tahap pelaksanaan program (promotive evaluation) yaitu penilaian yang dilakukan disini adalah pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuan utamanya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang berjalan telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau terjadi pennyimpangan yang dapat merugikan pencapain program tersebut. 3. Penilaian pada tahap akir program (summative evaluation) penilaian yang dilakukan disini adalah pada saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur keluaran (output) serta untuk mengukur dampak (inpact) yang dihasilkan. Peranan dan arti dari ketiga macam penilaian ini sama pentingnya. Dengan dilaksanakannya penilaian, akan dapat menghindari terjadinya sesuatu yang sia-sia, yang dalam bidang adminitrasi terpenting adalah mencegah terjadinya penghamburan sumber, tata cara dan kesanggupan (dana, tenaga, sarana dan metode) yang keadaannya memang amat terbatas sekali Ruang Lingkup Penilaian Sesuai dengan luasnya pengertian kesehatan, maka ruang lingkup penilaian yakni hal-hal yang akan dinilai dari suatu program amat luas. Dalam buku Azwar (2010), beberapa pakar memberikan pedoman penilaian sebagai berikut :

17 25 1. Deniston menyebutkan bahwa hal-hal yang dapat dinilai dari suatu program kesehatan kedalam emapat macam yakni : Kelayakan program, kecukupan program, efektifitas program, efisiensi. 2. Milton R. Roemer membedakan ruang lingkup penilaian suatu program kesehatan atas enam macam : status kesehatan yang dihasilkan, kualitas pelayanan yang diselenggrakan, kuantitas pelayanan yang dihasilkan, sikap masyarakat terhadap program kesehatan, sumberdaya yang tersedia, dan biaya yang dipergunakan 3. Blum, sama hal nya dengan Roemer, Blum juga membedakan ruang lingkup penilaian atas enam macam yakni : pelaksanaan program, pemenuhan kriteria yang telah ditetpkan, efektifitas program, efesiensi program, keabsahan hasil yang dicapai oleh program, dan skistem yang digunakan untuk melaksanakan program. Berdasarkan pendapat Azwar (2010), menyimpulkan pendapat para ahli dapat disimpulkanuntuk kepentingan praktis, ruang lingkup penilaian tersebut secara sederhana dibedakan atas empat kelompok saja,yakni: a. Penilaian terhadap masukan (Input) Adalah sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya suatu sistem. Sub elemen tersebut dikenal dengan 6 M yakni ; manusia (man), uang (money), sarana (material), metode (methode), pasar (market), serta mesin (machine) untuk organisasi yang mencari keuntungan, sedangkan organisasi yang tidak mencari keuntungan dikenal dengan 4 M yaitu ; man, money,materia dan methode.

18 26 b. Penilaian terhadap proses (process) Adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan menghasilkan keluaran (output) yang direncanakan. Dalam praktek sehari-hari,untuk memudahkan pelaksanaan biasanya menggunakan fungsi dari manajemen yaitu ; planning, organizing, actuating, evaluation. c. Penilaian terhadap keluaran (output) Keluaran adalah hal yang dihasilkan dari suatu proses atau kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangusngnya proses dalam sistem. d. Penilaian terhadap dampak (impact) Dampak adalah yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya. Keempat ruang lingkup yang seperti ini, secara sederhana dapat digambarkan dalam bagan berikut ini : Program Kesehatan Input (Masukan) Proses Output (Luaran) Dampak Penilaian Program Kesehatan Gambar 2.4. Sistem Kesehatan Sumber: Azwar (2010)

19 Landasan Teori Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Hal ini memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali kondisi gawat darurat. Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan Indonesia adalah seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No.001 tahun 2012 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawabtimbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya. Berdasarkan Permenkes No 75 taun 2014 tentang Puskesmas, puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada 2 macam rujukan yang dikenal, yaitu : rujukan upaya kesehatan perorangan, yaitu cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila

20 28 suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya kesarana pelayanan lebih mampu (baik horizontal maupun vertikal) dan rujukan upaya kesehatan masyarakat, yaitu cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat misalnya, KLB, pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masayarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehata masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuk kedinkes kabupaten atau kota. Di dalam pelaksanaan suatu program atau suatu sistem harus adanya suatu penilaian atau evaluasi dari program yang dilaksanakan, apakah program yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak dalam arti apakah dalam melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan terjadi penyimpangan sehingga dapat mempengaruhi penyelesaian masalah atau tujuan yang telah dirumuskan dan apakah dalam melaksananakan kegiatan tersebut tidak diperlukan penyesuaian sedemikian rupa sehingga maslaah dapat diatasi dan tujuan dapat dicapai. Untuk menilai pelaksanaan rujukan peserta JKN pada Puskesmas Susoh dan Puskesmas Blangpidie, maka sebagai dasar kajian tersebut dikemukakan teori tentang evaluasi. Menurut Azwar (2010), untuk kepentingan praktis, ruang lingkup penilaian tersebut secara sederhana dibedakan atas empat kelompok saja, yakni:

21 29 a. Penilaian terhadap masukan (Input) b. Penilaian terhadap proses (process). c. Penilaian terhadap keluaran (output) d. Penilaian terhadap dampak (impact) 2.7. Kerangka Pikir Dari landasan teori yang telah dipaparkan diatas, maka penelitian ini fokus pada analisis pelaksanaan rujukan pserta JKN pada Puskesmas Susoh dan Puskesmas Blangpidie. Maka secara ringkas disusun alur fokus penelitian (kerangka konsep) sebagai berikut : Input a. Petugas / Tenaga Pelaksana b. Sarana/Prasarana c. Prosedur Pelaksanaan Rujukan Proses a. Proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan Rujukan. b. Proses pelaksanaan rujukan dari tingkat pertama ke tingkat lanjutan peserta JKN. Output Kesesuaian pelaksanaan rujukan tingkat pertama peserta JKN Gambar 2.5. Kerangka Konseptual Penelitian

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN Oleh dr. Kalsum Komaryani, MPPM Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prinsip dasar pembangunan kesehatan di Indonesia dirumuskan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa kesehatan adalah

Lebih terperinci

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN UUS SUKMARA, SKM, M.Epid. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Bandung, 24 Agustus 2015 DASAR HUKUM UU 40/ 2004 UU 24 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasioal (SJSN). Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Kesehatan 2.1.1 Pengertian Asuransi yang dikutip dari Ather suatu instrument sosial yang menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakn dana yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa didunia,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS 1. Apa itu JKN dan BPJS Kesehatan dan apa bedanya? JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 Pengertian Sistem Rujukan Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab

Lebih terperinci

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM Tanya-Jawab Lengkap BPJS Kesehatan KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM e-book gratis D A F T A R I S I Tentang BPJS Kesehatan... hal. 2 Peserta BPJS Kesehatan... hal. 2 Iuran BPJS Kesehatan... hal. 8

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan BPJS_card_6.indd 1 3/8/2013 4:51:26 PM BPJS Kesehatan Buku saku FAQ (Frequently Asked Questions) Kementerian Kesehatan RI Cetakan Pertama, Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. health coverage di tahun Universal health coverage berarti setiap warga di

BAB 1 : PENDAHULUAN. health coverage di tahun Universal health coverage berarti setiap warga di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah mulai dilaksanakan sejak 1 Januari 2014 lalu dan dilaksanakan secara bertahap hingga tercapainya universal health coverage

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan BPJS_card_6.indd 1 3/8/2013 4:51:26 PM BPJS Kesehatan Buku saku FAQ (Frequently Asked Questions) Kementerian Kesehatan RI Cetakan Pertama, Maret

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Definisi Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi akibat adanya pengindraan terhadap objek tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pembahasan. Beberapa di antaranya sebagaimana diuraikan di bawah ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pembahasan. Beberapa di antaranya sebagaimana diuraikan di bawah ini. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan judul penelitian ini dikutip hasilnya sebagai bahan perbandingan dengan hasil penelitian ini pada bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi World Health Assembly (WHA) ke-58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 1B TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH KABUPATEN MADIUN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal kronis, penurunan kognitif

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN 2016 016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) KABUPATEN BINTAN TAHUN 2017 DENGAN

Lebih terperinci

EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) )

EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) ) EKONOMI KESEHATAN (HEALTH ECONOMICS) ) BANDI Ilmu Kesehatan Masyarakat UNS 04/01/2017 bandi.staff.fe.uns.ac.id 1 EKONOMI KESEHATAN DAN APLIKASINYA ASURANSI DI INDONESIA Sesi 6 04/01/2017 bandi.staff.fe.uns.ac.id

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL KEMENKES PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN NASIONAL PUSAT PEMBIAYAAN DAN JAMINAN JAKARTA, 2016 JAMINAN NASIONAL Perkembangan penyelenggaraan JKN Jaminan Kesehatan Nasional UU NOMOR 24 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Kesehatan 2.1.8 Pengertian Asuransi Kesehatan Asuransi adalah perjanjian antar dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World Health Organizatiaon (WHO) pada tahun 2014 merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga

Lebih terperinci

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang 04 02 panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang Kata Pengantar Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 2004, Indonesia telah mempunyai Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 (UU SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak azazi setiap warga negara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2.1.1. Definisi Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum

Lebih terperinci

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN Sekretaris Ditjen Binfar Alkes Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Di Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan 9-12 November 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesehatan dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kesehatan dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia (HAM). Hal ini diatur di dalam Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi Setiap

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1400, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Jaminan Kesehatan Nasional. Pelayanan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN

Lebih terperinci

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT Senin, 2 Januari 2014. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG SALINAN Menimbang PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan masyarakat, oleh karena itu mendapatkan. layanan kesehatan adalah hak setiap warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan kesehatan masyarakat, oleh karena itu mendapatkan. layanan kesehatan adalah hak setiap warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting agar manusia dapat bertahan hidup dan melakukan aktivitas. Pentingnya kesehatan ini mendorong pemerintah untuk mendirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin (pasal 28H UUD 1945). Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai salah satu jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN BUPATI NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN DANA

Lebih terperinci

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero) DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero) AGENDA KESIAPAN SEBAGAI BPJS TANTANGAN 2 2 PERJALANAN PANJANG ASKES Menkes 1966-1978 Prof Dr GA Siwabessy Cita-cita: Asuransi kesehatan bagi rakyat semesta BPDPK

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN SUMATERA SELATAN SEMESTA DI RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah berkewajiban melindungi seluruh masyarakat Indonesia dengan segenap kemampuannya, terutama melindungi hak hidup masyarakat Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.1.1 Pengertian JKN Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan masyarakat yang semakin baik harus didukung dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. prioritas (Nawa Cita) dimana agenda ke-5 (lima) yaitu meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 29 TAHUN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 29 TAHUN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 29 TAHUN 20164.005 TENTANG PEMANFAATAN DANA NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

Lebih terperinci

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Untuk mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi WHA ke-58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan

Lebih terperinci

Akses Pelayanan Kesehatan di Era BPJS. Dr. E. Garianto, M.Kes

Akses Pelayanan Kesehatan di Era BPJS. Dr. E. Garianto, M.Kes Akses Pelayanan Kesehatan di Era BPJS Dr. E. Garianto, M.Kes Sistem Jaminan Sosial Nasional Hak konstitusional setiap orang + Wujud tanggung jawab negara Konvensi ILO 102 tahun 1952 Standar minimal Jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan Kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi (Insurance) 2.1.1 Pengertian Asuransi Asuransi menurut UU tentang usaha perasuransian adalah Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 25 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 25 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 25 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. program Jamsostek disamping program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan

BAB 1 PENDAHULUAN. program Jamsostek disamping program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) merupakan salah satu program Jamsostek disamping program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN NASIONAL DI FASILITAS TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun 204-205 Divisi Regional VIII Banjarmasin, 4 Agustus 205 Desiminasi/Komunikasi Publik Kepada Pemimpin Redaksi dan Pra Jurnalis Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH Sumber: kominfo.go.id I. PENDAHULUAN Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi dan Dasar Hukum Jaminan Kesehatan Nasional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Sumber: http://bpjs-kesehatan.go.id/ A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

SEPUTAR BPJS KESEHATAN

SEPUTAR BPJS KESEHATAN SEPUTAR BPJS KESEHATAN 1 2 3 Apa yang dimaksud dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional? Program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi Ferderber mendefinisikan persepsi sebagai proses menafsirkan informasi indrawi. Sedangkan menurut Wenburg & Wilmot mendefinisikan persepsi sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Permenkes Republik Indonesia No.56 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 2A TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN MEKANISME DAN PROPORSI PENGELOLAAN DANA KLAIM NON KAPITASI PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Lebih terperinci

panduan praktis Pelayanan Imunisasi

panduan praktis Pelayanan Imunisasi panduan praktis Pelayanan Imunisasi 02 02 panduan praktis Pelayanan Imunisasi Kata Pengantar Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) a. Pengertian JKN Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia merupakan pengembangan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL SALINAN NOMOR 4/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci