BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Definisi Persepsi Ferderber mendefinisikan persepsi sebagai proses menafsirkan informasi indrawi. Sedangkan menurut Wenburg & Wilmot mendefinisikan persepsi sebagai cara organisme memberi makna. Di sisi lain Cohen mengemukakan bahwa persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal atau pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana (Riswandi, 2009). Persepsi merupakan hal yang berbeda dengan sensasi. Sensasi merupakan pengalaman elementer yang segera dan yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra. Sedangkan, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan. Dengan kata lain, persepsi diartikan sebagai proses pemberian makna terhadap stimulus yang diterima (Notoatmodjo, 2010). Persepsi merupakan serangkaian proses dalam memperhatikan, mengorganisasikan dan menafsiran pengalaman secara selektif agar dapat memberi makna pada lingkungan, yang mana proses ini didahului dari adanya stimulus kemudian masuk ke dalam alat indra sehingga munculah interpretasi yang menghasilkan persepsi. Dalam memandang satu hal yang sama, seseorang dengan yang lain bisa memiliki persepsi yang berbeda-beda (Dewi, 2012). 9

2 10 Berdasarkan beberapa definisi persepsi di atas, dapat diketahui bahwa persepsi yang dimiliki setiap orang terhadap suatu hal dapat berbeda-beda dengan orang lainnya. Persepsi merupakan sebuah proses dalam memaknai stimulus atau rangsangan yang ditangkap oleh alat indra kemudian diinterpretasikan sehingga menghasilkan persepsi Jenis-Jenis Persepsi Menurut Riswandi (2009), terdapat dua jenis persepsi yaitu persepsi lingkungan fisik atau terhadap objek dan persepsi sosial atau terhadap manusia. Berikut merupakan perbedaan antara persepsi lingkungan fisik dan persepsi sosial yaitu sebagai berikut: 1. Persepsi Lingkungan Fisik atau Terhadap Objek a. Persepsi lingkungan fisik atau terhadap objek yaitu melalui lambanglambang fisik. b. Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar c. Persepsi terhadap objek bersifat non interaktif karena objek sifatnya statis. d. Persepsi setiap orang terhadap lingkungan fisik berbeda-beda, ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti latar belakang pengalaman, latar belakang budaya, latar belakang psikologis, dan latar belakang keyakinan maupun harapan, serta kondisi faktual alat-alat panca indra orang tersebut. 2. Persepsi Sosial atau Terhadap Manusia a. Persepsi sosial atau terhadap manusia yaitu melalui lambang-lambang verbal dan non verbal.

3 11 b. Persepsi terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (seperti perasaan, motif, harapan, keyakinan, dan sebagainya). c. Persepsi terhadap manusia bersifat interaktif karena manusia bersifat dinamis. d. Dengan kata lain, persepsi sosial atau terhadap manusia adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dari lingkungan kita. 2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan Josep Juran mengemukakan bahwa mutu adalah apa yang diharapkan atau ditentukan oleh konsumen. Pelanggan adalah seseorang yang membeli maupun menggunakan produk/jasa pelayanan kesehatan. Pelanggan dalam institusi pelayanan kesehatan dibedakan menjadi dua yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal merupakan mereka yang bekerja di institusi pelayanan kesehatan seperti staf medis, paramedis, administrasi, dan sebagainya. Sedangkan pelanggan eksternal yaitu pasien, keluarga pasien, pengunjung, asuransi swasta, masyarakat, dan sebagainya (Muninjaya, 2010). Dalam buku Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan oleh Muninjaya (2010), terdapat empat kaidah jaminan mutu yang harus dipenuhi institusi pelayanan kesehatan untuk memgembangkan mutu pelayanan kesehatan secara berkelanjutan, yaitu sebagai berikut: 1. Pemenuhan kebutuhan dan harapan individu atau kelompok masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan. 2. Mengikuti sistem dan proses (standar) di dalam institusi pelayanan kesehatan.

4 12 3. Menggunakan data untuk menganalisis proses pemberian dan produk (output dan outcome) pelayanan kesehatan. 4. Mendorong berkembangnya team work yang solid untuk mengatasi setiap hambatan dan kendala yang muncul dalam proses pengembangan mutu secara berkesinambungan. Menurut Muninjaya (2010), pelayanan kesehatan di suatu kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Availability : pelayanan kesehatan harus tersedia untuk melayani seluruh masyarakat di suatu wilayah dan dilaksanakan secara komprehensif mulai dari upaya pelayanan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. 2. Appropriateness : pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat di suatu wilayah. 3. Contuinity-Sustainability : pelayanan kesehatan di suatu wilayah harus berlangsung untuk jangka waktu lama dan dilaksanakan secara berkesinambungan. 4. Acceptability : pelayanan kesehatan harus diterima oleh masyarakat dan memerhatikan aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. 5. Affordable : biaya pelayanan kesehatan harus dapat terjangkau oleh masyarakat umum. 6. Efficient : pelayanan kesehatan harus dikelola secara efisien. 7. Quality : pelayanan kesehatan yang diakses oleh masyarakat harus terjaga mutunya. Berdasarkan hasil penelitian Hufron & Supratman (2008) mengenai analisis hubungan persepsi pasien tentang mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat

5 13 kepuasan pasien di Puskesmas Penumping Kota Surakarta, didapatkan hasil yaitu berdasarkan uji statistik membuktikan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara mutu pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Penumping Kota Surakarta. Selain itu, berdasarkan hasil uji multivariat diketahui bahwa sub variabel mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas Penumping secara bersama-sama memberi kontribusi sebesar 59,9% terhadap kepuasan pasien (Hufron & Supratman, 2008). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Subekti (2009) mengenai analisis hubungan persepsi mutu pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien Balai Pengobatan Umum Puskesmas di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2009, dapat disimpulkan bahwa variabel pelayanan administrasi, pelayanan dokter, pelayanan perawat, dan pelayanan obat memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kepuasan pasien. 2.3 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem SJSN ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013a) Definisi Jaminan Kesehatan Nasional Program JKN merupakan jaminan untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada setiap orang yang sudah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah dalam bentuk manfaat pemeliharan kesehatan sebagai upaya memenuhi

6 14 kebutuhan dasar kesehatan (Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2013) Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, dinyatakan bahwa prinsip-prinsip penyelenggarann program JKN mengacu pada prinsip-prinsip SJSN (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014c). Prinsipprinsip tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Kegotongroyongan Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaannya bersifat wajib untuk seluruh penduduk. 2. Nirlaba Dana yang dikelola oleh BPJS Kesehatan adalah dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat secara nirlaba bukan untuk mencari laba. Ini bertujuan agar dapat memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. 3. Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektivitas Prinsip ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4. Portabilitas Prinsip ini bertujuan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah NKRI.

7 15 5. Kepesertaan Bersifat Wajib Prinsip ini dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Walaupun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program. 6. Dana Amanah Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada BPJS Kesehatan untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7. Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional Peserta program JKN adalah seluruh penduduk Indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia yang telah membayar iuran (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014c). Pada Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dijelaskan bahwa peserta JKN dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut: 1. Peserta Penerima Bantuan Iuran Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. 2. Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran Peserta bukan PBI meliputi peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan tidak mampu yang terdiri atas:

8 16 a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya; Pekerja penerima upah terdiri atas: 1) Pegawai Negeri Sipil; 2) Anggota TNI; 3) Anggota Polri; 4) Pejabat Negara; 5) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; 6) Pegawai swasta; dan 7) Pekerja yang tidak termasuk angka (1) sampai dengan angka (6) yang menerima upah. b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya; dan 1) Pekerja bukan penerima upah maksudnya pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri. 2) Pekerja yang tidak termasuk angka (1) yang bukan penerima upah. c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya. Bukan pekerja terdiri atas: 1) Investor; 2) Pemberi kerja; 3) Penerima pensiun; 4) Veteran; 5) Perintis kemerdekaan; dan 6) Bukan pekerja yang tidak termasuk angka (1) sampai dengan angka (5) yang mampu membayar iuran.

9 Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh tenaga kesehatan yang berkualitas, ketersediaan obat-obatan, serta alat dan fasilitas kesehatan. Bagi tenaga dokter, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan organisasi profesi tenaga kesehatan yang memiliki peran menjaga kompetensi anggotanya. IDI telah menyusun berbagai standar profesi bagi seluruh anggotanya sperti Kode Etik Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi dan Standar Pelayanan Kedokteran yang terdiri atas Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran dan Standar Prosedur Operasional (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014a). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, dijelaskan bahwa tingkat kemampuan dokter dalam pengelolaan penyakit di dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) dikelompokkan menjadi empat tingkatan yaitu sebagai berikut: 1. Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Pada tingkat kemampuan 1, lulusan dokter harus mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, dan menentukan rujukan yang paling tepat, serta menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. 2. Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Pada tingkat kemampuan 2, lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut, menentukan rujukan yang paling tepat, dan menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

10 18 3. Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk a. Tingkat Kemampuan 3A: bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik, memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat, dan menentukan rujukan yang paling tepat, serta menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. b. Tingkat Kemampuan 3B: gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik, memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien, dan mampu menentukan rujukan yang paling tepat serta menindaklanjui sesudah kembali dari rujukan. 4. Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas Lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalasanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. a. Tingkat Kemampuan 4A Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter. b. Tingkat Kemampuan 4B Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB). Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer ini diharapkan dapat membantu dokter layanan primer untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan dengan beberapa cara seperti:

11 19 1. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan kondisi pasien, keluarga dan masyarakatnya. 2. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan standar pelayanan. 3. Meningktakan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan profesional sesuai dengan kebutuhan pasien dan lingkungan. 4. Mempertajam kemampuan sebagai gate keeper pelayanan kedokteran dengan menapis penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan penatalaksanaan secara cepat dan tepat sebagaimana mestinya layanan primer. Menurut Baequny (2009), dokter sebagai petugas utama dalam pelayanan kesehatan dituntut dapat memberikan perhatian dan segera merespon setiap keluhan pasiennya serta memberikan informasi yang dibutuhkan pasien terkait penyakit yang dideritanya.menurut BPJS Kesehatan (2014c), dinyatakan bahwa rata-rata waktu konsultasi setiap pasien BPJS Kesehatan minimal 15 menit. Berdasarkan pernyataan BPJS Kesehatan dalam Info BPJS Edisi XI tahun 2014, dinyatakan bahwa saat ini FKTP sudah bisa menangani 155 diagnosis penyakit sesuai dengan kompetensi dokter umum yang dapat ditangani di FKTP sehingga para peserta JKN tidak perlu lagi berobat langsung ke rumah sakit. Namun, tidak menutup kemungkinan pada kasus-kasus tersebut dapat langsung berobat ke rumah sakit dengan mempertimbangkan Time (lama perjalanan penyakitnya), Age (usia pasien), Complication (komplikasi penyakit/tingkat kesulitan), Comorbidity (penyakit penyerta), dan Condition (kondisi fasilitas kesehatan) (BPJS Kesehatan, 2014b). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, adapun pelayanan kesehatan yang dijamin di FKTP meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: 1. Administrasi pelayanan;

12 20 2. Pelayanan promotif dan preventif; 3. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; 4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis; 7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; dan 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi. 2.4 Sistem Rujukan Berjenjang Suatu sistem rujukan yang baik mengutamakan keselamatan pasien di atas halhal lainnya. Semua keputusan terkait merujuk harus dibuat demi keselamatan pasien. Sistem rujukan diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan secara bermutu sehingga tujuan pelayanan dapat tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal atau sistem rujukan berjalan secara efektif dan efisien. Efisien dalam hal ini dimaksudkan dengan berkurangnya waktu tunggu dalam proses merujuk dan berkurangnya rujukan yang tidak perlu karena sebenarnya dapat ditangani di FKTP bersangkutan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012a). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 tahun 2012 pada pasal 11 (1), dijelaskan bahwa setiap pemberi layanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien apabila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012b). Menurut BPJS Kesehatan (2012a), dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas

13 21 kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 dinyatakan bahwa terkait dengan rujukan, bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi layanan kesehatan tingkat pertama, dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012b). Menurut pendapat Ali, dkk (2015), dinyatakan bahwa rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan wewenang untuk merujuk, mengetahui kompetensi sasaran atau tujuan rujukan dan mengetahui kondisi serta kebutuhan objek yang dirujuk. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik bertikal maupun horizontal. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai dengan kebutuhan medis yang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012b). Berdasarkan penjelasan BPJS Kesehatan dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang, dinyatakan bahwa peserta yang ingin mendapatan pelayanan yang tidak sesuai dengan sisterm rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014a).

14 22 Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari tiga tingkatan yaitu sebagai berikut: 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama. 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Contoh pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah Rumah Sakit Tipe C dan Tipe B. 3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik. Contoh pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah Rumah Sakit Tipe A dan Rumah Sakit Khusus Alur Rujukan Sistem Rujukan Berjenjang Menurut BPJS Kesehatan (2014a), pelayanan rujukan dapat dilakukan dua cara yaitu sebagai berikut: 1. Rujukan Horizontal Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan

15 23 sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. 2. Rujukan Vertikal Rujukan vertikal adalah rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik. b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan. Sedangkan, rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila: a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut. c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan palayanan jangka panjang.

16 24 d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan. Gambar 2.1 Alur Sistem Rujukan Sumber: BPJS Kesehatan (2014a) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medisnya yaitu dimulai dari pasien BPJS Kesehatan mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama di FKTP. Apabila diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke FKRTL yaitu rumah sakit. Pelayanan rujuk balik hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis/sub spesialis yang merawat pasien di FKRTL. Rujuk balik ini dilakukan apabila FKRTL menyatakan bahwa pasien tersebut layak untuk dilayani atau dirawat di FKTP yang merujuk pasien tersebut. Setelah pasien mendapatkan penanganan di rumah sakit, maka rumah sakit akan mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksananaan Program JKN dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat

17 25 diberikan atas rujukan pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014c). 2.5 Penelitian Terdahulu Terkait Rujukan Rawat Jalan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pelaksanaan rujukan rawat jalan tingkat pertama peserta wajib PT. Askes pada tiga puskesmas di Kota Banda Aceh tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa sekitar 30-75% rujukan rawat jalan merupakan atas permintaan pasien/keluarganya dan bukan atas indikasi medis. Kepala puskesmas mengakui bahwa faktor sugesti pasien terhadap pemberi pelayanan kesehatan sangat berperan dalam pertimbangan pemberian rujukan oleh dokter.beberapa alasan pasien meminta rujukan diantaranya karena kecewa dengan obat-obatan di puskesmas, fasilitas kesehatan yang kurang lengkap di puskesmas dan jika berobat ke rumah sakit maka memiliki kesempatan untuk diperiksa oleh dokter spesialis (Zuhrawadi, 2007). Dari hasil penelitian Kesumawati (2012) mengenai analisis pelaksanaan rujukan rawat jalan tingkat pertama peserta Askes Sosial PT Askes Kantor Cabang Sukabumi di Puskesmas Nanggeleng dan Gedong Panjang Tahun 2012 didapatkan hasil yaitu: 1. Aspek kebijakan pada kedua puskesmas belum dilaksanakan sepenuhnya sehingga masih banyak rujukan berdasarkan indikasi non medis.

18 26 2. Ketersediaan dokter di kedua puskesmas tersebut masih kurang dilihat dari segi tenaga dan waktusehingga pelayanan kepada pasien belum optimal dan ini berpengaruh terhadap tingginya angka rujukan. 3. Ketidaksesuain drop obat dari dinas kesehatan dengan yang diajukan kedua puskesmas mempengaruhi kenaikan angka rujukan di kedua puskesmas tersebut. 4. Tingkat pengetahuan petugas terhadap pelaksanaan rujukan di kedua puskesmas sudah cukup baik, tetapi dokter di Puskesmas Nanggeleng masih belum tegas dalam menjalankan aturan rujukan terhadap pasien yang meminta dirujuk atau atas indikasi non medis. Dari hasil penelitian Ramah (2014), disimpulkan bahwa masyarakat di Puskesmas Air Putih Kecamatan Samarinda Ulu merasa bahwa pelaksanaan sistem rujukan rumit karena masyarakat tidak mengerti dengan prosedur administrasi di puskesmas. Kurangnya sosialisasi atau penjelasan yang jelas oleh petugas puskesmas membuat masyarakat merasa rumit dengan sistem rujukan yang ada (Ramah, 2014). Dari hasil penelitian Ali, dkk (2015) mengenai analisis pelaksanaan rujukan rawat jalan tingkat pertama peserta program JKN di Puskesmas Siko dan Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun 2014 dapat disimpulkan bahwa pemahaman petugas tentang sistem rujukan rawat jalan tingkat pertama masih kurang baik, ketersediaan obat-obatan dan bahan habis pakai dalam kategori cukup baik namun masih sering terjadi keterlambatan dan kekosongan obat, ketersediaan fasilitas dan alat medis masih minim dibandingkan dengan Pedoman Sistem Rujukan Nasional, dan pemahaman petugas tentang fungsi puskesmas sebagai gatekeeper cukup baik meskipun dalam prakteknya sering tidak mengikuti aturan yang ditetapkan (Ali, dkk, 2015)

19 27 Pada hasil penelitian terkait analisis pelaksanaan sistem rujukan rawat jalan tingkat pertama pada peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas 5 Ilir dan Puskesmas Merdeka, dapat disimpulkan bahwa pemahaman kapitasi pimpinan puskesmas dan dokter pelayanan umum belum baik dan ketersediaan alat/fasilitas kesehatan pada kedua puskesmas belum lengkap. Implementasi aspek kebijakan dalam pelaksanaan sistem rujukan di Puskesmas 5 Ilir tidak berjalan dengan baik, ini dilihat dari tingginya rasio rujukan yang mencapai 60% setiap bulannya. Selain itu, Puskesmas 5 Ilir belum menegakkan 144 diagnosis penyakit dengan baik karena merujuk atas dasar permintaan dari pasien BPJS Kesehatan (Suhartati, 2015). Berdasarkan hasil penelitian Melawati (2015) mengenaigambaran pelaksanaan rujukan rawat jalan pasien JKN di Puskesmas se-kabupaten Tabanan tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa ketersediaan input (SDM, alat, fasilitas, dan obat-obatan) dan kontribusi pasien JKN dalam pelaksanaan rujukan rawat jalan di puskesmas sangat mempengaruhi tingginya rasio rujukan di puskesmas se-kabupaten Tabanan. Ketersediaan tenaga dokter dan perawat masih terbatas, alat dan fasilitas kesehatan masih belum lengkap, serta ketersediaan obat masih kurang. Selain pelaksanaan rujuk balik yang belum optimal, rujukan atas permintaan pasien itu sendiri dan jarangnya pihak rumah sakit memberikan surat masih dalam perawatan jika pasien harus kontrol ke rumah sakit merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya rasio rujukan rawat jalan di Puskesmas se-kabupaten Tabanan (Melawati, 2015).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasioal (SJSN). Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Implementasi dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah dimulai sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Definisi Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi akibat adanya pengindraan terhadap objek tertentu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 PEDOMAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan masyarakat yang semakin baik harus didukung dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang 04 02 panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang Kata Pengantar Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional pada Pelayanan Kesehatan Primer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional pada Pelayanan Kesehatan Primer BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaminan Kesehatan Nasional 2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World Health Organizatiaon (WHO) pada tahun 2014 merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat 2.1.1 Pengertian Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA KLAIM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN PADA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa didunia,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN 2016 016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) KABUPATEN BINTAN TAHUN 2017 DENGAN

Lebih terperinci

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

VI. PENUTUP A. Kesimpulan VI. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Secara umum peran Dokter Puskesmas sebagai gatekeeper belum berjalan optimal karena berbagai kendala, yaitu : a. Aspek Input :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN Oleh dr. Kalsum Komaryani, MPPM Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak azazi setiap warga negara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage), Indonesia melalui penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menyepakati strategi-strategi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilaksanakan sejak 1 Januari 2014 berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan,yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013 Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen Disampaikan pada DIALOG WARGA TENTANG PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Kebumen, 19 September 2013 SISTEM KESEHATAN NASIONAL

Lebih terperinci

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI KABUPATEN DHARMASRAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prinsip dasar pembangunan kesehatan di Indonesia dirumuskan berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi dan Dasar Hukum Jaminan Kesehatan Nasional menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredensialing dan Rekredensialing Ada beberapa definisi mengenai kredensialing dan rekredensialing yang dikemukakan oleh para ahli. Menurut Payne (1999) mendefinisikan kredensialing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pasien Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja layanan kesehatan yang diterima setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1400, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Jaminan Kesehatan Nasional. Pelayanan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN, PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENILAIAN KEGAWATDARURATAN DAN PROSEDUR PENGGANTIAN BIAYA PELAYANAN GAWAT DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2.1.1. Definisi Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS 1. Apa itu JKN dan BPJS Kesehatan dan apa bedanya? JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero) BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero) DASAR HUKUM 1 JANUARI 2014, PT ASKES (PERSERO) MENJADI BPJS KESEHATAN 1 DASAR HUKUM Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kata manfaat diartikan sebagai guna; faedah; untung, sedangkan pemanfaatan adalah proses; cara; perbuatan memanfaatkan. Dan pelayanan adalah

Lebih terperinci

ANALISIS BPJS KESEHATAN

ANALISIS BPJS KESEHATAN ANALISIS BPJS KESEHATAN ANALISIS MENGENAI BPJS KESEHATAN Memiliki asuransi kesehatan mutlak perlunya. Karena tidak ada yang bisa memprediksi kapan jatuh sakit, seberapa parah kesakitan yang diderita, dan

Lebih terperinci

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN UUS SUKMARA, SKM, M.Epid. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Bandung, 24 Agustus 2015 DASAR HUKUM UU 40/ 2004 UU 24 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PASIEN PENERIMA BANTUAN IURAN 2.1.1.Pengertian pasien penerima bantuan iuran Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit menyebutkan bahwa pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian Rumah Sakit Menurut Permenkes Republik Indonesia No.56 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan BPJS_card_6.indd 1 3/8/2013 4:51:26 PM BPJS Kesehatan Buku saku FAQ (Frequently Asked Questions) Kementerian Kesehatan RI Cetakan Pertama, Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengembangan sistem sosial di masyarakat (WHO, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan kesehatan merupakan aspek penting untuk kesejahteraan manusia dalam mewujudkan sistem ekonomi yang berkelanjutan serta pengembangan sistem sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal kronis, penurunan kognitif

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi Kabupaten Bantul terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM Tanya-Jawab Lengkap BPJS Kesehatan KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM e-book gratis D A F T A R I S I Tentang BPJS Kesehatan... hal. 2 Peserta BPJS Kesehatan... hal. 2 Iuran BPJS Kesehatan... hal. 8

Lebih terperinci

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN MEGA YUDHA RATNA PUTRA, SE,MM,AAAK Kepala Dep. Rekrutmen Peserta Pekerja Penerima Upah Kantor Pusat BPJS Kesehatan Jl. Letjen. Soeprapto - Cempaka Putih Jakarta

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 06 JANUARI 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 11 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. SJSN. mencakup beberapa jaminan seperti kesehatan, kematian, pensiun,

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. SJSN. mencakup beberapa jaminan seperti kesehatan, kematian, pensiun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tahun 2003 pemerintah menyiapkan rancangan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 1. Rancangan SJSN disosialisasikan ke berbagai pihak termasuk ke Perguruan Tinggi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL SALINAN NOMOR 4/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia, pada pasal 25 Ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 Pengertian Sistem Rujukan Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan BPJS_card_6.indd 1 3/8/2013 4:51:26 PM BPJS Kesehatan Buku saku FAQ (Frequently Asked Questions) Kementerian Kesehatan RI Cetakan Pertama, Maret

Lebih terperinci

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN MEGA YUDHA RATNA PUTRA, SE,MM,AAAK Kepala Dep. Rekrutmen Peserta Pekerja Penerima Upah Kantor Pusat BPJS Kesehatan Jl. Letjen. Soeprapto - Cempaka Putih Jakarta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Kesehatan 2.1.1 Pengertian Asuransi yang dikutip dari Ather suatu instrument sosial yang menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakn dana yang

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 50, 2014 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO KE DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL MELALUI

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPJS. Jaminan Kesehatan. Penyelenggaraan Pedoman. PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 1. Pengertian BPJS Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN MEGA YUDHA RATNA PUTRA, SE,MM,AAAK. Kepala Departemen Rekrutmen Peserta Pekerja Penerima Upah Kantor Pusat BPJS Kesehatan Jl. Letjen. Soeprapto - Cempaka Putih

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFATAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BAGI PENDUDUK KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DANA NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG NORMA PENETAPAN BESARAN KAPITASI DAN PEMBAYARAN KAPITASI BERBASIS PEMENUHAN KOMITMEN PELAYANAN PADA FASILITAS KESEHATAN

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia Reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia AHMAD ANSYORI Dewan Jaminan Sosial Nasional Padang, 26 Juni 2015 1 SJSN SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial untuk kepastian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

7. Peraturan Pemerintah...

7. Peraturan Pemerintah... 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Jaminan Kesehatan 3.2 Prinsip Prinsip Jaminan Kesehatan

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Jaminan Kesehatan 3.2 Prinsip Prinsip Jaminan Kesehatan BAB III PEMBAHASAN 3.1 Jaminan Kesehatan Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun 204-205 Divisi Regional VIII Banjarmasin, 4 Agustus 205 Desiminasi/Komunikasi Publik Kepada Pemimpin Redaksi dan Pra Jurnalis Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

Lebih terperinci