PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BEBERAPA VIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN ANGGREK DI JAWA SERTA INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK DENGAN ASAM SALISILAT IRWAN LAKANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Identifikasi dan Karakterisasi Beberapa Virus yang Menginfeksi Tanaman Anggrek di Jawa Serta Induksi Ketahanan Sistemik Tanaman Anggrek dengan Asam Salisilat adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Februari 2012 Irwan Lakani NIM A

4

5 ABSTRACT IRWAN LAKANI. Identification and Characterization of Viruses Infecting Orchids in Java and Induced Systemic Resistance of Orchid Using Salicylic acid. Supervised by GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATTJIK, and TRI ASMIRA DAMAYANTI Indonesia has a tremendous potency to develop orchid widely, due to the abundance of orchid germplasms. Several viruses infecting orchids were reported elsewhere. However, the presence of viruses infecting orchid in Indonesia is unknown. Thus, the aim of the researches were to identify viruses infecting orchids, its distribution in Java, its resistance response and to induced systemic resistance of susceptible orchid against Odontoglossum ringspot virus (ORSV) by using salicylic acid. Detection and identification of samples obtained from several survey locations by serological test and RT-PCR found that ORSV was detected mainly in samples from West Java (Taman anggrek Indonesia, Kebun Raya-Bogor, Gunung sindur- Bogor, Cianjur, Lembang). Cymbidium mosaic virus (CymMV) was detected mainly in central and East Java (Magelang, Malang, Surabaya). Cucumber mosaic virus (CMV), and Potyvirus were detected from all samples tested, however Tospovirus was undetectable from all samples by RT-PCR. Dual infection of ORSV and CymMV was found only in several samples from West Java. The nucleotide and amino acid sequences analysis of coat protein (CP) gene of six Java isolates of CymMV showed high homology with corresponding other 10 isolates elsewhere ranging from 95.8 to 98.8%, and 97.3 to 100%. The homology of nucleotide and amino acid sequences Java isolates of ORSV to other 11 isolates elsewhere ranging from 96.8 to 99.7% and 94.9 to 99.3%, respectively. These indicating that CymMV, ORSV, CMV and Potyvirus were present infecting orchids in Java, Indonesia. The ORSV could infect all indicator plants tested with incidence ranging from % and varied symptoms. The resistance response of 13 species of commercial orchids against ORSV showed that 61.54% of species was categorized as susceptible, and 38.46% was resistant based on type of symptoms, incubation period, disease incidence and virus accumulation. To increase the systemic resistance against ORSV infection, the susceptible orchid Dendrobium nindii was treated by using Salicylic acid (SA) on tissue culture media at concentration 1, 2, 4, 8, and 16 ppm. The SA on tissue culture media did not have any adverse effect on growth parameters and had decreased incidence, symptom expression and ORSV accumulation at concentration from 4-16 ppm. The SA treatment in plants at concentration 8-16 ppm increased total SA, and increased Phenylalanine ammonialyase (PAL) enzyme activity in compared with untreated plants. Among tested concentration, SA at concentration16 ppm was successfully able to increased D. nindii systemic resistance against ORSV with efficiency up to 93.75%. This is the first report of utilizing SA in orchid tissue culture media to increase systemic resistance against ORSV. Keywords : Orchid, CMV, Potyvirus, CymMV, ORSV, Induced systemic resistance, SAR, Salicylic acid, Phenylalanine ammonialyase

6

7 RINGKASAN IRWAN LAKANI. Identifikasi dan Karakterisasi Beberapa Virus yang Menginfeksi Tanaman Anggrek di Jawa serta Induksi Ketahanan Sistemik Tanaman Anggrek dengan Asam Salisilat. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATTJIK, dan TRI ASMIRA DAMAYANTI. Indonesia mempunyai potensi luar biasa dalam mengembangkan tanaman anggrek, karena banyaknya spesifikasi plasma nutfah, namun Indonesia tertinggal dari negara lain terkait hal tersebut. Banyak anggrek asli Indonesia yang dikembangkan dan disilangkan di negara lain, kemudian diimpor kembali. Masalah yang dikhawatirkan dalam kegiatan ekspor impor bahan tanaman adalah terbawanya patogen tertentu termasuk virus. Dua virus utama yang banyak menginfeksi anggrek adalah Cymbidium mosaic virus (CymMV) dan Odontoglossum ringspot virus (ORSV), selain Cucumber mosaic virus, Potyvirus dan Tospovirus. Virus-virus tersebut telah banyak dilaporkan keberadaannya di beberapa negara, namun informasinya di Indonesia belum banyak diketahui. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang seksama menyangkut deteksi dan identifikasi virus-virus yang menginfeksi tanaman anggrek. Infeksi CymMV berhasil terdeteksi pada tanaman anggrek dari beberapa lokasi pertanaman di Jawa yaitu di Surabaya, Malang, Magelang, Lembang, dan Bogor (Gunung Sindur dan Kebun Raya). Virus ini menunjukkan gejala khas berupa nekrosis, klorosis dan mosaik pada daun yang terinfeksi dan gejala ini bervariasi pada tiap lokasi pengamatan. Infeksi ORSV terdeteksi melalui metode serologi pada tanaman anggrek dari Jakarta, Cianjur dan Bogor. Gejala infeksi ORSV yang ditemukan pada daun dan bunga berupa belang, mosaik, dan nekrosis. Infeksi ganda kedua virus ditemukan hanya pada sampel-sampel dari Jawa Barat (Cianjur dan Bogor). Hasil RT-PCR menggunakan primer universal untuk CMV subgrup IB, Potyvirus dan Tospovirus berhasil mengamplifikasi CMV dan Potyvirus dengan pita DNA berukuran masing-masing 382 bp dan 327 bp, dan tidak teramplifikasi Tospovirus pada semua sampel dari lokasi survei. Hasil amplifikasi menggunakan primer spesifik untuk gen CP CymMV didapatkan DNA berukuran 672 bp pada sampel dari lokasi Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Lembang, Magelang, Malang dan Surabaya. Homologi sekuen enam isolat CymMV yang berasal dari Gunung Sindur- Bogor, Kebun Raya-Bogor, Lembang Bandung (Jawa Barat), Magelang (Jawa Tengah) dan Surabaya, Malang (Jawa Timur) dengan 10 isolat CymMV dari beberapa negara lain menunjukkan homologi sebesar 95,8-98,8% pada tataran nukleotida dan 97,3-100% pada tataran asam amino. Analisis filogenetik enam isolat CymMV asal Pulau Jawa dan beberapa isolat dari negara lain memperlihatkan keenam isolat terpisah dalam tiga kelompok yang berbeda untuk masing-masing isolat. Hasil RT-PCR gen CP dengan primer spesifik ORSV berhasil mengamplifikasi DNA berukuran 500 bp pada sampel anggrek dari lokasi Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Cipanas-Cianjur dan Taman Anggrek Indonesia Permai (TAIP)-Jakarta. Hasil analisis sekuen nukleotida gen CP ORSV isolat Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Cipanas-Cianjur, dan Jakarta menunjukkan homologi berkisar 96,8-100%. Persentase tingkat kesamaan nukleotida ORSV tertinggi (100%) yaitu antara isolat Cipanas-Cianjur dengan isolat Gunung Sindur-Bogor. Sedangkan homologi berdasarkan urutan nukleutida dan asam amino antara isolat Pulau Jawa dengan 11 sekuen pada

8 GeneBank diperoleh homologi masing-masing berkisar 96,8 99,7% dan 94,3-99,3%. Pohon filogenetika yang dianalisis berdasarkan metode neighbor joining terhadap sekuen asam amino menunjukkan empat isolat ORSV asal Pulau Jawa membentuk satu kelompok yang sama. Analisis lebih lanjut terhadap sekuen asam amino dari empat isolat ORSV dan enam isolat CymMV asal Pulau Jawa memperlihatkan terjadinya mutasi pada beberapa posisi yang berbeda. Mutasi yang terjadi diduga berhubungan dengan gejala yang ditimbulkan. Hasil penularan secara mekanis pada delapan tanaman indikator (Datura stramonium, Nicotiana tabacum cv. Xanthi, N. benthamiana, Chenopodium amaranticolor, C. quinoa, Gomphrena globosa, Cassia occidentalis dan Physalis floridana) menunjukkan bahwa ORSV mampu menginfeksi semua jenis tanaman indikator dengan kejadian penyakit %. Kejadian penyakit dikonfirmasi secara serologi pada daun bergejala dan beberapa yang tidak bergejala Pengujian ketahanan beberapa jenis anggrek terhadap infeksi ORSV menunjukkan adanya variasi respon masing-masing jenis anggrek. Gejala yang umum berupa lesio lokal, nekrotik, klorotik serta adanya bercak cincin pada permukaan daun. Gejala mulai muncul 4-54 hari setelah inokulasi pada anggrek yang rentan, sedangkan pada anggrek yang tahan gejala mulai muncul pada hari setelah inokulasi. Kejadian penyakit berkisar dari 40% pada anggrek tahan, hingga 100% pada anggrek rentan. Nilai absorbansi enzyme linkedimmunosorbant assay (ELISA) berkisar dari 1,5-13 kali nilai kontrol tanaman sehat. Berdasarkan gejala, masa inkubasi, kejadian penyakit, dan nilai absorbansi ELISA dapat diketahui bahwa sebagian besar anggrek yang diinokulasi ORSV rentan (61,54%) dan sebagian lagi agak tahan (38,46%). Salah satu jenis anggrek yang rentan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu Dendrobium nindii ditingkatkan ketahanannya terhadap infeksi ORSV menggunakan senyawa asam salisilat. Pemberian asam salisilat (SA) dalam media kultur jaringan dengan konsentrasi 1, 2, 4, 8 dan 16 ppm memberikan pengaruh yang sama terhadap variabel pertumbuhan (tinggi plantlet, jumlah tunas, pertambahan jumlah daun, lebar daun, jumlah dan panjang akar) dengan kontrol tanaman anggrek yang tidak diberi SA. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SA sampai konsentrasi 16 ppm tidak berpengaruh negatif pada pertumbuhan tanaman anggrek. Inokulasi ORSV pada bibit anggrek yang diberi perlakuan SA pada konsentrasi 4-16 ppm menunjukkan kejadian penyakit, keparahan dan akumulasi ORSV yang rendah, dan ORSV gagal menginfeksi secara sistemik. Gejala yang timbul pada bibit anggrek tersebut adalah lesio lokal, yang merupakan salah satu ciri respon ketahanan tanaman terhadap infeksi virus. Akumulasi SA dan aktivitas enzim phenilalanine ammonialyase (PAL) pada jaringan tanaman meningkat pada konsentrasi SA 8-16 ppm. Pemberian SA pada konsentrasi 4-16 ppm menunjukkan akumulasi SA pada infeksi awal (6 jam setelah inokulasi virus) menghambat replikasi virus yang lebih baik dibanding perlakuan 0-2 ppm. Diantara semua perlakuan, pemberian SA pada konsentrasi 16 ppm pada D.nindii mampu ditingkatkan ketahanannya terhadap ORSV dengan efisiensi hingga mencapai 93,75%. Kata Kunci : Anggrek, Cucumber mosaic virus, Potyvirus, Cymbidium mosaic virus, Odontoglossum ringspot virus, Salicylic acid, Induksi ketahanan sistemik, SAR, Phenylalanine ammonialyase.

9 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

10

11 IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BEBERAPA VIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN ANGGREK DI JAWA SERTA INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK DENGAN ASAM SALISILAT IRWAN LAKANI Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Entomologi dan Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Budi Marwoto, M.Sc. 2. Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. 2. Prof. Dr. Ir. H. Alam Anshary, M.Si.

13 Judul Disertasi : Identifikasi dan Karakterisasi Beberapa Virus yang Menginfeksi Tanaman Anggrek di Jawa serta Induksi Ketahanan Sistemik Tanaman Anggrek dengan Asam Salisilat Nama : Irwan Lakani NIM : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. Gede Suastika, M.Sc. Ketua Prof. Dr. Ir. Nurhayati Mattjik, M.S. Anggota Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr Anggota Diketahui Ketua Program Studi Fitopatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : 31 Januari 2012 Tanggal Lulus :

14

15 PRAKATA Puji serta syukur dihaturkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan ilmu pengetahuan dan pemahaman-nya yang diberikan sehingga penelitian untuk menyelesaikan studi doktoral dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul Identifikasi dan Karakterisasi Beberapa Virus yang Menginfeksi Tanaman Anggrek di Jawa serta Induksi Ketahanan Sistemik Tanaman Anggrek Dengan Asam Salisilat, yang dilakukan pada kurun waktu tahun Salah satu bagian disertasi ini telah diterbitkan pada Hayati Journal of Bioscience 17 (2): tahun 2010 dengan judul Identification and molecular characterization of odontoglosum ringspot virus (ORSV) from Bogor, Indonesia. Bagian penelitian ini juga telah disajikan pada empat seminar internasional yaitu, (1) Seminar Internasional dan Kongres Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Makasar tahun 2009 dengan judul Studi Virus Menginfeksi Tanaman Anggrek di Indonesia : Odontoglossum ringspot virus ; (2) Kongres ISSAAS di Bali tahun 2010 dengan judul Molecular Characterization of Cymbidium Mosaic Virus (CymMV) Infecting Orchids In Java, Indonesia ; (3) Konggres ISSAAS di Bogor tahun 2011 dengan judul Induced Systemic Resistance of Orchid Against Odontoglossum Ringspot Virus Using Salicylic Acid ; dan (4) Seminar Internasional dan Konggres Perhimpunan Fitopatologi Indonesia di Solo tahun 2011 dengan judul Resistance Response of Several Orchids Against Odontoglossum ringspot virus Infection, Sekuen gen CP CymMV telah didaftarkan pada GeneBank dengan nomor aksesi AB (isolat Gunung Sindur), AB (isolat Kebun Raya Bogor), AB (isolat Lembang-Bandung), AB (isolat Magelang), AB (isolat Malang), dan AB (isolat Surabaya). Sekuen gen CP ORSV juga telah didaftarkan pada GeneBank dengan nomor aksesi AB (isolat Gunung Sindur), AB (isolat Kebun Raya Bogor), AB (isolat TAIP- Jakarta) dan AB (isolat Cipanas-Cianjur). Ungkapan rasa terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada komisi pembimbing, Bapak Dr.Ir. Gede Suastika, M.Sc., Ibu Prof.Dr.Ir. Nurhajati Matjjik, M.Si., dan Ibu Dr.Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr. atas segala bimbingan, arahan, kritik, saran serta dukungan moril dan materil yang diberikan selama penelitian hingga penyelesaian disertasi ini. Terima kasih pula disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Marwoto, Bapak Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si, Ibu Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Alam Anshary, M.Si yang telah meluangkan kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada sidang tertutup dan terbuka. Segala saran dan pertanyaan telah banyak membantu untuk penyempurnaan disertasi ini. Ucapan terima Kasih disampaikan kepada institusi asal penulis, Rektor Universitas Tadulako, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, atas izin yang diberikan untuk mengikuti program strata tiga (doktoral) di Program Studi Entomologi dan Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang sama disampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Departemen Proteksi Tanaman, Ketua Program studi Entomologi Fitopatologi dan staf pengajar Mayor Fitopalogi dan Entomologi, serta staf administrasi Pascasarjana dan Departemen Proteksi Tanaman, atas kelancaran selama penulis menempuh pendidikan di IPB. Tak lupa dihaturkan terima kasih kepada manajemen program Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dan Program Hibah Penelitian Disertasi,

16 Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional atas dukungan pendanaan untuk pendidikan S3. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada rekan-rekan tim peneliti bersama virus anggrek, Khamdan, Leny, Fitri Menisa, dan Putri Syahierah atas kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih pula atas peran serta dan diskusinya pada Tuti Legiastuti yang banyak membantu dalam teknis pelaksanaan beberapa bagian penelitian di Laboratorium Virology Tumbuhan. Juga ucapan terima kasih kepada temanteman peneliti di Lab. Virologi, Pak Rai Maya Temaja, Ibu Ifa Manzilla, Pak Jumsu, Ibu Rita Noveriza, Pipit, Miftah, Melinda, Ita, Sherly, Rita, kepada rekanrekan lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu. Ucapan Terima kasih pula pada teknisi pranata pak Edi Supandi. Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada Bapak Ir. Yoyo Sulyo, MS, atas informasi awal adanya virus pada anggrek di Jawa. Terima kasih juga kepada para petani dan pengusaha anggrek yang bersedia untuk diambil contoh tanaman anggreknya untuk keperluan penelitian ini. Kepada teman-teman serumah, Pak Nur Sangaji, Ibu Rostiati, Pak Iskandar, Pak Wahid, rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah (HIMPAST), dan Dewan Mahasiswa Pascasarjana IPB (2010/2011) serta Forum Wacana Ento-Fito, terima kasih atas dukungannya. Rasa rindu dan sayang serta hormat sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua ibunda Sun Lasori (Alm) dan ayahanda Hamzah Lakani (Alm) serta nenek tersayang Wau Lamaga (Alm), terima kasih atas curahan kasih sayang dan bekal kekuatan mental yang sempat diberikan selama hidup untuk dapat terus mencapai cita-cita pendidikan. Semoga Allah SWT menyayangi mereka sebagaimana sayangnya mereka kepada penulis. Kepada paman dan bibi serta kakak-kakak dan adikku, Djal, Yam, Yuyi, Yun, Sukri dan Ti, terima kasih telah menyemangati kuliahku. Kepada ibu dan bapak mertua tersayang Dra. Farida S. Amu, M.Si dan Subandjar Suhadi, penulis mengucapkan terima kasih atas segala do a serta bantuan moril dan materil selama mengikuti pendidikan pascasarjana. Juga kepada kakak dan adik ipar, Susi Handayani, Yayuk, Gunawan, Nunung, dihaturkan terima kasih atas dukungannya kepada penulis. Kepada istri tercinta Dian Astuti, SP, terima kasih atas kesabaran, cinta, sayang, dan kesetiaan, serta do anya yang tak henti-hentinya untuk suamimu ini. Kesabarannya merawat suami dan anak-anak ditengah kesibukan bekerja, memberi arti besar pada diri penulis. Kepada anak-anakku tersayang Afiqa Syazana, Muh.Rasyal Zulfahri dan Kaisya Mazaya, mohon maaf sedalamdalamnya karena tidak dapat menunjukkan secara maksimal rasa sayang Ayah pada kalian karena terpisah selama kuliah. Ayah sangat menyayangi kalian walau tidak sering bersama-sama. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat memberi manfaat untuk pembaca dan pencari informasi. Bogor, Februari 2012 Irwan Lakani

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Luwuk (Sulawesi Tengah), 15 Oktober Penulis merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara dari pasangan Hamzah Lakani (Alm) dan Sun Lasori (Almh). Penulis menikah dengan Dian Astuti, SP dan dikaruniai tiga orang putra yaitu Afiqah Syazana (6 tahun), Muhammad Rasyal Zulfahri (4 tahun) dan Kaisya Mazaya (2 tahun). Penulis menempuh pendidikan sarjana pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, lulus pada tahun Pendidikan Magister ditempuh di Program Studi Entomologi dan Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikan studi pada tahun Pada tahun 2006, penulis melanjutkan studi Doktoral pada program studi yang sama di IPB. Sejak tahun 2000 penulis diangkat sebagai staf pengajar tetap pada Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi pengurus Dewan Mahasiswa Pascasarja Institut Pertanian Bogor tahun 2010/2011 dan Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Entomologi-Fitopatologi tahun

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 6 Hipotesis... 7 Strategi Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Anggrek... 9 Kultur Jaringan Tanaman Anggrek Kultur Jaringan dan Virus Tumbuhan Beberapa Virus Tanaman yang Menginfeksi Anggrek Induksi Ketahanan secara Sistemik Mekanisme Induksi Asam Salisilat Daftar Pustaka III. IDENTIFIIKASI DAN KARAKTERISASI BEBERAPA VIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN ANGGREK DI PULAU JAWA Abstrak 41 Abstract 42 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan Daftar Pustaka IV. RESPON KETAHANAN BEBERAPA JENIS ANGGREK TERHADAP INFEKSI ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS Abstrak 89 Abstract 90 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan Daftar Pustaka

20 V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT Abstrak 105 Abstract 106 Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan Daftar Pustaka VI. PEMBAHASAN UMUM 127 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 135 DAFTAR PUSTAKA 137 LAMPIRAN 141

21 DAFTAR TABEL Halaman 1.1 Data perkembangan volume dan nilai ekspor - impor anggrek Organisasi genom CMV Organisasi genom Potyvirus Organisasi genom CymMV Organisasi genom ORSV Komposisi reagen untuk reaksi reverse trancription (RT) Komposisi bahan untuk reaksi PCR Sekuen primer yang digunakan untuk deteksi virus pada anggrek Kondisi PCR untuk deteksi virus pada anggrek Isolat ORSV dari beberapa negara dan TMV pada GeneBank yang dibandingkan dengan enam isolat CymMV asal Indonesia Isolat CymMV dari beberapa negara dan PVX pada GeneBank yang dibandingkan dengan enam isolat CymMV asal Indonesia Deteksi serologi CymMVdan ORSV pada beberapa jenis anggrek bergejala asal lokasi survei Perbandingan hasil ELISA CymMV terhadap sampel anggrek yang dikumpulkan dari beberapa lokasi survei Rekapitulasi hasil deteksi RT-PCR virus anggrek dari lokasi survei Homologi beberapa isolat CymMV asal Pulau Jawa dan negara yang berbeda berdasarkan sekuen nukleotida gen CP Homologi beberapa isolat CymMV asal Pulau Jawa dan negara yang berbeda berdasarkan sekuen asam amino gen CP Mutasi titik yang terjadi pada enam isolat CymMV asal Pulau Jawa yang dibandingkan dengan 10 isolat CymMV dari beberapa negara lain Perbedaan posisi asam amino pada gen CP enam isolat CymMV asal Pulau Jawa dengan 10 isolat CymMV dari beberapa negara lain Homologi nukleotida gen CP ORSV isolat Pulau Jawa dengan isolatisolat dari beberapa negara lain Homologi asam amino gen CP ORSV isolat Bogor dengan isolat-isolat dari beberapa negara lain Mutasi titik yang terjadi pada enam isolat ORSV asal Pulau Jawa yang dibandingkan dengan 10 isolat ORSV dari beberapa negara lain Perbedaan asam amino pada gen CP empat isolat ORSV asal Pulau Jawa dengan 11 isolat ORSV dari beberapa negara lain Hasil uji penularan dan NAE ORSV pada beberapa tanaman indikator Kategori respon ketahanan beberapa jenis anggrek terhadap ORSV Respon berbagai jenis anggrek terhadap infeksi ORSV Respon anggrek terhadap berbagai perlakuan SA dan infeksi ORSV

22 DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1 Alur penelitian virus pada tanaman anggrek Skema representasi organisasi genom CMV Skema representasi organisasi genom Potyvirus Skema representasi organisasi genom CymMV Skema representasi organisasi genom ORSV Biosintesis asam salisilat pada tanaman Alur transduksi signal yang mengatur terjadinya ketahanan Sebaran sampel anggrek yang terinfeksi ORSV, CymMV, CMV dan Potyvirus di Pulau Jawa Variasi gejala infeksi CymMV pada tanaman anggrek di beberapa lokasi pengamatan Kemiripan gejala pada anggrek Cymbidium yang diamati pada tiga lokasi Perbandingan gejala pada tanaman anggrek yang terinfeksi CymMV Gejala pada tanaman anggrek Dendrobium yang terinfeksi ORSV Gejala pada tanaman anggrek Dendrobium yang terinfeksi ganda CymMV dan ORSV Hasil visualisasi pita DNA CMV pada gel agarose 1,2% TBE Hasil visualisasi pita DNA Potyvirus pada gel agarose 1,2% TBE Hasil visualisasi pita DNA Tospovirus pada gel agarose 1,2% TBE Hasil visualisasi pita DNA CymMV pada gel agarose 1,2% TBE Hasil visualisasi DNA gen CP ORSV pada gel agarose 1,2% TBE Pohon filogenetika CymMV berdasarkan sekuen nukleotida dan asam amino Pohon filogenetika ORSV berdasarkan nukleotida dan asam amino Gejala penularan ORSV pada tanaman indikator Gejala hasil penularan ORSV pada beberapa jenis anggrek Plantlet hasil kultur jaringan pada media perakaran siap untuk diaklimatisasi Pengaruh pemberian asam salisilat (SA) pada beberapa parameter pertumbuhan plantlet anggrek Gejala yang muncul pada tanaman anggrek hasil perlakuan SA setelah diinokulasi ORSV Akumulasi SA dan aktivitas enzim PAL

23 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil alignment nukleotida dan asam amino genom ORSV Hasil alignment nukleotida dan asam amino genom CymMV Data pengamatan dan anova kultur jaringan anggrek

24

25 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Anggrek adalah salah satu tanaman hias yang banyak diminati masyarakat. Saat ini, anggrek sudah menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat perkotaan, sehingga anggrek merupakan komoditas ekonomi dalam perdagangan lokal maupun internasional. Namun demikian kebutuhan pasar lokal belum dapat dipenuhi karena produksi bibit, bunga potong maupun tanaman anggrek masih rendah dan jenisnya terbatas. Pasar tanaman anggrek (pot plant) di Indonesia 75% didominasi oleh tanaman dari Thailand dan Taiwan (Suharto 2002). Potensi pasar anggrek dalam negeri cukup besar karena jika 10 persen saja orang Indonesia yang menyukai anggrek dari total penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 240 juta jiwa, maka secara ekonomi potensinya besar. Perkembangan produksi tanaman anggrek sejak tahun 2005 hingga 2009 cenderung meningkat. Meskipun pada tahun 2007 produksi tanaman anggrek mengalami penurunan, namun pada tahun 2008 dan 2009 produksinya kembali meningkat. Tahun 2005 produksi anggrek nasional sebesar 7902,4 tangkai meningkat menjadi ,4 tangkai, pada tahun 2006 menurun menjadi 9484,4 tangkai dan kembali meningkat menjadi ,9 pada tahun 2009 (Mattjik 2011). Jika dibandingkan dengan data ekspor-impor anggrek Indonesia tahun berdasarkan bentuk bahan tanaman anggrek menunjukkan angka fluktuatif (Tabel 1). Sejak tahun 2005 Indonesia mengalami defisit dalam hal ekspor benih sehingga Indonesia banyak mengimpor dari negara lain. Masuknya benih dari berbagai negara membawa implikasi terhadap penyebaran penyakit baru ke Indonesia. Untuk meningkatkan produksi tanaman dan bunga anggrek yang rata-rata produktifitasnya saat ini masih tergolong rendah bila dibandingkan potensinya, diperlukan upaya meningkatkan potensi genetik. Sehingga pengembangan kawasan sentra untuk meningkatkan produksi dapat ditingkatkan sehingga mencapai 2-3 kali lipat produksi dari yang dicapai saat ini. Berdasarkan proyeksi produksi tahun 2010, produktifitas anggrek diharapkan mencapai 8-10 tangkai per tanaman (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Departemen Pertanian 2005).

26 2 Tabel 1.1 Data perkembangan volume dan nilai ekspor - impor anggrek dari tahun Tahun No. Komoditi Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai (Kg) (US $) (Kg) (US $) (Kg) (US $) (Kg) (US $) EKSPOR 1 Anggrek potong,stek tanpa akar Anggrek potong, stek berakar Bibit anggrek Bunga anggrek segar Bunga segar untuk rangkaian dan penggunaan lain Jumlah IMPOR 1 Anggrek potong, stek tanpa akar Anggrek potong, stek berakar Bibit anggrek Bunga anggrek segar Bunga segar untuk rangkaian dan penggunaan lain Jumlah DEFISIT/ SURPLUS 1 Anggrek potong, stek tanpa akar Anggrek potong, stek berakar Bibit anggrek (30 802) ( ) (69 382) ( ) (70 482) ( ) (24 551) (77 680) 4 Bunga anggrek segar Bunga segar untuk rangkaian dan penggunaan lain Jumlah Sumber : BPS, Diolah Deptan (2010)

27 3 Kendala usahatani anggrek salah satunya adalah serangan hama dan penyakit. Khusus menyangkut serangan penyakit, salah satu diantaranya adalah infeksi virus yang telah banyak dilaporkan di beberapa negara. Tanaman anggrek dapat terinfeksi lebih kurang 50 jenis virus (Chang et al. 2005; Zettler et al. 1990; Navalienskiene et al. 2005). Dua jenis virus penting yang menyerang anggrek dan vanili serta penyebarannya yang luas di dunia adalah Cymbidium mosaic virus (CymMV) dan Odontoglossum ringspot virus (ORSV) (Zettler et al. 1990; Wisler 1989; Sherpa et al ; Grisoni et al. 2004). Selain kedua virus tersebut beberapa virus lain yang juga dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek adalah Cucumber mosaic virus (CMV) dan virus dari genus Potyvirus. CMV dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek di Taiwan, China, USA (Florida) dan Puerto Rico (Elliott et al. 1996). Beberapa jenis Potyvirus yaitu Bean yellow mosaic virus, Turnip mosaic virus, dan Dendrobium mosaic virus dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek di Hawaii (Hu et al. 1993), juga dilaporkan menginfeksi anggrek Phalaenopsis di Taiwan (Zheng et al. 2008a). Virus lain yang juga ditemukan yaitu Tospovirus dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek Phalaenopsis di Taiwan (Zheng et al. 2008b) dan Amerika Serikat (Baker et al. 2007). Baru-baru ini Lakani et al. (2010) melaporkan adanya ORSV di Indonesia berdasarkan pengamatan gejala pada beberapa kebun petani dan kebun koleksi anggrek. Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam plasma nutfah anggrek asli Indonesia jika penyebarannya tidak dikendalikan. CymMV dan ORSV sudah dilaporkan sangat merugikan budidaya anggrek di dunia (Zettler et al. 1990; Francki et al. 1985). Kultivar anggrek yang terinfeksi CymMV selalu menunjukkan gejala nekrosis, ukuran lebih kecil, dan cacat bentuk pada bunga, sehingga menyebabkan kehilangan nilai ekonomi (Seoh et al. 1998). Infeksi ganda kedua virus dapat menyebabkan bunga anggrek bergejala bercak nekrosis bergaris coklat (Eun et al. 2002). CymMV dan ORSV diperkirakan menginfeksi sekitar 14% tanaman anggrek budidaya di seluruh dunia (Wong et al. 1997). Infeksi CMV pada tanaman anggrek menyebabkan gejala kuning bergaris pada daun anggrek dan pada bunga gejala berupa breaking color (Chang 2010). Gejala yang ditimbulkan pada tanaman anggrek Phalaenopsis yang diinfeksi Potyvirus berupa bercak klorotik pada daun (Zheng et al. 2008a). Infeksi virus pada anggrek sangat mempengaruhi produksi secara langsung sehingga merugikan petani. Data kerugian yang ditimbulkan akibat

28 4 infeksi virus pada pengusahaan anggrek di Indonesia belum pernah dilaporkan secara resmi. Namun hasil pengamatan di beberapa lokasi pengembangan anggrek menunjukkan potensi kerugian yang cukup besar jika tidak segera dilakukan pengendalian. Perdagangan anggrek secara internasional tidak begitu memperhatikan keberadaan CymMV, ORSV, CMV dan Potyvirus, sehingga peluang penyebaran virus lintas negara melalui kegiatan ekspor-impor dapat terjadi. Hal ini merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindari. Survei pendahuluan terhadap penyakit pada tanaman anggrek yang pernah dilakukan oleh peneliti pada tahun 2007 dan awal 2008 menemukan adanya kejadian penyakit dengan ciri-ciri seperti yang disebabkan oleh CymMV dan ORSV di daerah Gunung Sindur (Bogor), Cianjur (Cipanas) dan Kebun Raya Bogor. Berdasarkan deteksi serologi dengan metode enzyme linked-immunosorbent assay (ELISA) dan reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan primer spesifik CymMV, Khalimi (2008) memastikan identitas virus tersebut pada sampel asal Cipanas (Cianjur). Deteksi dan identifikasi virus yang menginfeksi tanaman anggrek telah dilakukan di beberapa negara untuk mengetahui karakter spesifik masing-masing virus. Analisis dilakukan untuk mengetahui karakter biologi dan molekuler agar informasinya dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi pengendalian yang spesifik. CymMV pertama kali dideteksi oleh Jensen (1950) pada tanaman anggrek Cymbidium di California, sedangkan ORSV pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi dari anggrek Odontoglossum grande oleh Jensen & Gold (1951). Deteksi yang dilakukan pada berbagai isolat menunjukkan adanya perbedaan antar isolat di berbagai negara. Berdasarkan keragaman sekuen nukleotida gen coat protein (CP) 85 isolat CymMV dan 37 isolat CymMV gen RdRp, asal Perancis, Fiji, Madagaskar, Polynesia dan Reunion Island menunjukkan terbentuk dua subgrup CymMV (Moles et al. 2007). Ikegami & Inouye (1996) menemukan adanya perbedaan yang kecil antara isolat CymMV Jepang dan Korea berdasarkan sekuen nukleotida seluruh genom dengan homologi sebesar 96%. Deteksi CMV dan Potyvirus pada anggrek dilakukan dengan metode yang umum seperti ELISA, SDS immunodiffusion, Immunoblotting, RT-PCR, dan analisis sekuen nukleotida dan asam amino (Elliott et al. 1996; Hsu et al. 2005). Tindakan eksklusi melalui peraturan dan karantina nampaknya belum begitu efektif karena virus yang menginfeksi anggrek tersebut belum menjadi

29 5 prioritas sasaran deteksi pada anggrek impor. Hal tersebut menyebabkan masuknya beberapa virus anggrek ke Indonesia melalui bibit anggrek yang terinfeksi. Pengendalian yang mungkin dapat dilakukan untuk penyakit ini adalah dengan eradikasi (pemusnahan). Namun, pada kasus kejadian penyakit yang tinggi cara ini tidak mungkin dilakukan karena petani akan menderita kerugian. Penggunaan varietas tahan merupakan upaya pengendalian yang terbaik, tetapi kenyataannya varietas tahan sulit ditemukan, apalagi CymMV, ORSV, CMV dan Potyvirus dapat menginfeksi berbagai jenis anggrek (Sherpa et al. 2006; Hu et al. 1993). Jika ada jenis anggrek yang tahan, biasanya konsumen kurang menyukai jenis tersebut antara lain karena bunganya kurang menarik atau alasan lain berdasarkan selera. Oleh karena itu perlu dicari alternatif upaya pengendalian yang tepat sehingga virus-virus tersebut tidak mengancam pertanaman anggrek ataupun mengancam keberadaan plasma nutfah anggrek Indonesia. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketahanan tanaman yaitu melalui induksi ketahanan. Induksi ketahanan atau imunisasi atau ketahanan buatan merupakan suatu proses stimulasi ketahanan sistemik tanaman inang tanpa introduksi gen-gen baru. Induksi ketahanan menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur sistem ketahanan menjadi aktif dan atau menstimulasi mekanisme ketahanan alami yang dimiliki oleh inang (Stomberg 1994). Ketahanan tanaman melawan infeksi mikroba dapat diperoleh dengan penggunaan senyawa kimia, sehingga muncul pertahanan fisik tanaman sebagai reaksi yang diinduksi ketika terjadi kontak dengan patogen potensial. Gen ketahanan pada tanaman berhubungan dengan patogen spesifik yang sesuai dengan gen ketahanan tersebut. Aktivasi gen ketahanan setelah diinduksi oleh patogen dalam respon ketahanan dapat berupa programmed cell death (reaksi hipersensitif), sintesis pathogenesis related (PR)-protein dan induksi systemic acquired resistance/ketahanan sistemik terinduksi (SAR) (Schneider et al. 1996; Murphy et al. 1999). Salah satu senyawa fenol yang sangat sederhana yang dapat digunakan untuk menginduksi ketahanan sistemik tanaman adalah, 2-hydroxybenzoic atau salicylic acid (asam salisilat, SA). Asam salisilat diketahui berperan penting sebagai molekul signal beberapa respon ketahanan tanaman dan merupakan komponen yang dibutuhkan dalam jalur signal transduksi SAR; suatu bentuk peningkatan ketahanan tanaman melawan patogen berspektrum luas. Induksi

30 6 SAR yang mensintesis SA terjadi setelah adanya invasi mikroorganisme. Respon yang terjadi oleh adanya invasi mikroorganisme dapat berupa kematian sel secara cepat pada sel-sel di sekitar titik masuk patogen yang disebut reaksi hipersensitif. Tanaman anggrek umumnya diperbanyak dengan cara vegetatif dan teknik kultur jaringan mata tunas dan biji. Kedua organ tanaman ini merupakan tempat bertahan virus. Belum ada laporan yang menyatakan bahwa CymMV dan ORSV ditularkan oleh serangga vektor, tetapi kedua virus ini dapat ditularkan secara mekanis melalui kontaminasi peralatan dan pot selama pemisahan tanaman dan pemanenan bunga (Zettler et al. 1990). Oleh karena itu penyebaran virus pada saat pemisahan untuk perbanyakan bibit menjadi periode kritis penularan. Proses pemindahan dari bibit botolan ke media aklimatisasi banyak bersentuhan dengan peralatan yang memungkinkan terjadinya penularan bila peralatan tersebut sudah terkontaminasi oleh virus. Salah satu upaya untuk menekan infeksi virus adalah melalui kombinasi teknik kultur jaringan dan induksi ketahanan sistemik menggunakan bahan kimia asam salisilat. Kombinasi kedua cara ini diharapkan akan dapat menghasilkan tanaman anggrek dalam jumlah yang banyak yeng lebih tahan terhadap infeksi virus. Aplikasi kedua cara ini cocok untuk meningkatkan ketahanan jenis anggrek yang digemari konsumen namun rentan terhadap infeksi patogen. Tujuan 1. Mendeteksi beberapa virus yang menginfeksi tanaman anggrek pada beberapa daerah sentra produksi anggrek di Pulau Jawa. 2. Mendeteksi secara spesifik virus yang menginfeksi tanaman anggrek di Indonesia dan mengkarakterisasi secara terperinci dua virus yang penting. 3. Mengetahui respon ketahanan beberapa jenis anggrek komersial terhadap infeksi ORSV. 4. Meningkatkan ketahanan sistemik anggrek Dendrobium nindii terhadap ORSV melalui pemberian senyawa asam salisilat. Hipotesis 1. ORSV, CymMV, CMV dan Potyvirus telah ada dan menyebar di beberapa sentra produksi anggrek di Pulau Jawa.

31 7 2. CymMV dan ORSV isolat Indonesia memiliki ciri-ciri khusus dibandingkan dengan isolat dari negara lain. 3. Tiap jenis anggrek memiliki ketahanan yang berbeda terhadap infeksi ORSV. 4. Ketahanan anggrek D. nindii terhadap infeksi ORSV dapat ditingkatkan dengan pemberian asam salisilat pada media kultur jaringan. Strategi Penelitian Serangkaian penelitian yang saling terkait dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan. Adapun rangkaian percobaan tersebut terdiri dari : 1. Koleksi contoh tanaman bergejala melalui survei pada beberapa sentra produksi anggrek. Melalui survei ini akan diperoleh data keberadaan CymMV, ORSV, CMV dan Potyvirus pada beberapa sentra anggrek di pulau Jawa, jenis anggrek yang terinfeksi virus dan gejala spesifik infeksi virus. 2. Mendeteksi CMV, Potyvirus, Tospovirus dan CymMV yang menginfeksi tanaman anggrek di Pulau Jawa berdasarkan RT-PCR. 3. Mendeteksi dan identifikasi secara serologi dan molekuler, kajian penularan, dan kisaran inang ORSV. 4. Uji respon ketahanan beberapa jenis anggrek terhadap infeksi ORSV. Percobaan ini dilakukan untuk melihat tingkat ketahanan beberapa jenis anggrek terhadap ORSV dan menentukan salah satu jenis anggrek yang rentan untuk diinduksi ketahanannya. 5. Induksi ketahanan tanaman anggrek terhadap ORSV. Percobaan ini dilakukan untuk menghasilkan tanaman anggrek yang lebih tahan terhadap salah satu jenis virus dengan perlakuan penambahan asam salisilat pada media kultur jaringan. Kelima tahapan penelitian tersebut diharapkan akan dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan menjawab hipotesis (Gambar 1.1).

32 8 PENGUSAHA DAN PETANI ANGGREK RISET & PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUK PASAR ANGGREK TAHAN TERHADAP ORSV INDUKSI KETAHANAN ANGGREK TERHADAP ORSV DENGAN ASAM SALISILAT KULTUR JARINGAN ANGGREK IDENTIFIKASI BIOLOGI & ATAU MOLEKULER SURVEI VIRUS PADA ANGGREK ISOLASI & PEMURNIAN ORSV PENGUJIAN KETAHANAN TANAMAN ANGGREK TAHUN I (2008) TAHUN II (2009) TAHUN III (2010) Gambar 1.1 Alur penelitian virus pada tanaman anggrek

33 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Anggrek Anggrek secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam Phylum Spermatopytha, yaitu digolongkan ke dalam tumbuhan berbiji, Kelas Angiospermae atau berbiji tertutup, Subkelas Monokotiledonae atau bijinya berkeping satu, Ordo Gynandrae karena alat reproduksi jantan dan betina bersatu sebagai tugu bunga, Famili Orchidaceae atau keluarga anggrek (Puspitaningtyas et al. 2003). Orchidaceae merupakan famili tanaman terbesar, terdiri dari sekitar 900 genera dan hampir spesies. Dendrobium, genus terbesar dalam famili Orchidaceae terdiri dari sekitar 1100 spesies (Cordel 1999). Anggrek dapat diperbanyak secara generatif dari biji atau secara vegetatif (konvensional dan kultur in vitro). Tanaman anggrek hibrida diperoleh dari biji hasil silangan dan perbanyakannya dilakukan secara vegetatif untuk mempertahankan hibrida yang telah diseleksi. Penggunaan teknik pembiakan vegetatif konvensional, potensinya terbatas karena hanya sejumlah kecil tanaman yang dapat dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu (George 1996). Beberapa jenis tanaman anggrek yang populer di masyarakat antara lain: Oncidium, Cattleya, Phalaenopsis, Dendrobium, Vanda dan Aranthera. Anggrek dipasarkan dalam bentuk bunga potong maupun tanaman dalam pot. Anggrek dari genus Dendrobium menghasilkan anakan dari umbi semu yang disebut dengan keiki yang seringkali berakar tapi masih melekat pada tanaman, dan hanya membutuhkan pemisahan untuk ditanam untuk mendapatkan tanaman baru (George 1996). Dendrobium Dendrobium adalah salah satu genus dari Famili Orchidaceae. Genus Dendrobium memiliki lebih dari 600 spesies yang menyebar di daerah tropis Asia Selatan dan Tenggara, mulai dari Himalaya, Filipina sampai ke Australia. Dendrobium dibedakan menjadi dua macam yaitu evergreen Dendrobium atau Dendrobium yang selalu berwarna hijau berasal dari Australia dan deciduous Dendrobium atau yang berganti daun berasal dari sebelah utara Equator (Logan & Lloyd 1955). Saat ini sudah banyak jenis Dendrobium spesies yang telah

34 10 ditemukan antara lain adalah D. aureum, D. brymerianum, D. chrysotoxum, D. jamesianum, D. phalaenopsis, D. saisar. Anggrek Dendrobium tumbuh menyebar di Asia Selatan, India, dan Srilanka. Di Asia Timur bunga ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat Jepang, Taiwan dan Korea. Kebanyakan anggrek Dendrobium tumbuh liar di daerah tropis seperti Asia. Di Asia Tenggara, tanaman ini menjadi andalan Negara Thailand, Singapura, Indonesia dan Filipina. Sebarannya pun meluas ke Papua, Selandia Baru dan Tahiti. Dalam jumlah terbatas ditemukan di Selatan Amerika Serikat, dan daerah jajahan Inggris. Di Indonesia, Dendrobium banyak ditemukan di hutan Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Papua, Maluku dan Nusa Tenggara. Beberapa spesies menyebar secara sangat luas, diantaranya D. anosmum, tersebar dari India sampai Papua (Chan et al. 1994). Dendrobium termasuk anggrek epifit (menempel pada tanaman lain tetapi tidak merugikan tanaman induk yang ditumpanginya) (Ashari 1997). Dendrobium tergolong anggrek simpodial, yaitu anggrek dengan pertumbuhan ujung batang yang akan terhenti bila telah mencapai maksimum dan pertumbuhan anggrek akan dilanjutkan dengan pertumbuhan anakan baru. Batang anggrek Dendrobium berbentuk menggelembung dan berdaging, karena batang ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan dan air (Arditi 1984). Batang anggrek ini berbentuk gada, pada bagian pangkal kecil dan pada bagian tengah membesar kemudian bagian ujung batang anggrek ini mengecil lagi. Daun berbentuk lanset dengan ujung yang tidak simestris, panjang daun sekitar 12 cm dengan lebar 2 cm. Bunga tersusun dalam satu rangkaian yang berbentuk tandan yang tumbuh pada buku batangnya dan agak menggantung dengan panjang tandan sekitar 60 cm, jumlah bunga dalam tiap tandan sekitar 6-24 kuntum dengan diameter sekitar 6 cm (Sastrapraja et al. 1976). Akar anggrek umumnya lunak dan mudah patah. Ujung akar meruncing, licin, sedikit lengket dan berwarna putih. Akar anggrek mempunyai lapisan velamen yang mengandung klorofil dan berongga sebagai tempat penyimpanan air. Akar memiliki daya lekat pada bagian yang bentuknya agak pipih mengikuti permukaan batang penyangga dan terdapat rambut-rambut yang pendek untuk menyerap air dan makanan (Arditi 1984; Puspitaningtyas et al. 2003).

35 11 Phalaenopsis Salah satu genus yang ada pada Famili Orchidaceae adalah Phalenopsis. Genus Phalaenopsis terdiri atas 60 spesies yang menyebar dari Himalaya ke berbagai negara seperti Thailand, Indo-Cina, Malaysia, Indonesia, New Guinea, Australia, Taiwan dan Cina Selatan. Di Indonesia, plasma nutfah anggrek Phalaenopsis tumbuh secara alami dalam habitat hutan di berbagai wilayah, misalnya Maluku, Sulawesi, Pulau Seram, Ambon, Buru, Kalimantan, Sumatra dan Jawa (Setiawan 2002). Pada tahun 1753, Linnaeus memberikan nama Epidendrum amabila pada spesies anggrek bulan di Nusa Kambangan. Pada tahun 1825 spesies ini diberi nama P. amabilis oleh seorang ahli botani Belanda yang bernama Prof.C.L. Blume, karena beliau melihat sekumpulan kupu-kupu yang hinggap di dahan dan tidak mau bergerak dari tempatnya, ketika didekati ternyata sekumpulan anggrek kupu-kupu atau anggrek bulan. Sejak saat itu hingga sekarang, anggrek bulan dikategorikan dalam genus Phalaenopsis (Rukmana 2000). Phalaenopsis tumbuh monopodial yang berarti hanya mempunyai batang utama yang tumbuh terus ke atas dan tidak terbatas. Batang pendek dan tidak mempunyai pseudobulb. Akar berdaging muncul dari batang atau buku bagian bawah. Tangkai bunga tumbuh menembus upih daun, seringkali bercabang, agak pendek atau panjang, berbunga sedikit atau banyak. Bunga mekar bersamaan atau tidak, ukuran kecil, sedang atau besar, tidak berbau atau berbau harum, warna putih, kuning atau ungu (Nursandi 1997). Oncidium Oncidium merupakan genus yang terdiri dari lebih 750 spesies, terbanyak ditemukan di Amerika Selatan, beberapa di Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia, dan sedikit di Florida. Oncidium pada umumnya epifit dan beberapa diantaranya merupakan anggrek tanah. Oncidium memiliki pseudobulb, tetapi beberapa diantaranya tidak memiliki psudobulb (Shuttleworth et al. 1970). Menurut Morrison (2000) genus Oncidium dikarakterisasi oleh adanya pseudobulb unifoliat dan bifoliat dari internode tunggal yang terlindung oleh pelepah daun yang menggelembung. Infloresens dihasilkan dari ujung pelepah tersebut, bagian dasar dari tangkai keluar dari pseudobulb. Spesies dari genus ini dapat tumbuh pada ketinggian 4000 m dpl.

36 12 Bunga umumnya berwarna kuning, namun terdapat juga yang berwana merah muda dan coklat. Ukuran bunga bervariasi antara ¼ inchi sampai di atas 4 inchi. Beberapa dari spesies Oncidium disebut sebagai dancing ladies sebab memiliki rangkaian tangkai bunga yang panjang dengan membentuk formasi seperti kelompok penari balet. Beberapa contoh jenis Oncidium diantaranya adalah O. nubigenum dari Kolombia, O. triquetrum dari Jamaika, O. bicallosum dari Meksiko dan Guatemala serta O. cebolleta dari Meksiko dan Paraguay (Shuttleworth et al. 1970). Kultur Jaringan Tanaman Anggrek Kultur jaringan secara luas dapat didefinisikan sebagai usaha mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak, dan meregenerasikan protoplast, sel utuh atau bagian tanaman seperti meristem, tunas, daun muda, batang muda, ujung akar, kepala sari, dan bakal buah dalam suatu lingkungan aseptik yang terkendali. Pada awalnya metode ini merupakan penelitian laboratorium sebagai bagian dari penelitian fisiologi tentang pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gunawan 1992). Kultur jaringan menggunakan teori sel seperti yang dikemukakan oleh Schleiden & Schwann pada tahun Menurut kedua ahli itu, sel mempunyai kemampuan otonom (mampu tumbuh mandiri), bahkan mempunyai kemampuan totipotensi yaitu kemampuan sel atau jaringan untuk tumbuh dan berkembang seperti sel zigot karena memiliki susunan genetik yang sama (Wattimena et al. 1992). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro ditentukan oleh faktor yang kompleks, meliputi hara anorganik, faktor fisik, dan substansi organik. Faktor bahan tanaman yang turut menentukan keberhasilan kultur jaringan antara lain genotipe tanaman, status fisiologi, ukuran, sumber, dan umur eksplan (Pierik 1987). Keberhasilan pertumbuhan jaringan juga sangat dipengaruhi oleh adanya hubungan timbal balik antara tanaman itu sendiri dengan faktor lingkungan, seperti komposisi media dan ph, cahaya, suhu, kelembaban, dan kadar oksigen. Selain itu, juga diperlukan keahlian dalam memotong bahan tanaman yang akan ditanam dalam media steril dan dalam mendesinfeksi jaringan, dasar pengetahuan Kimia dan Biologi yang memadai, serta ketekunan dan ketelitian kerja yang tinggi. Kelengkapan sarana yang memadai juga dapat meningkatkan persentase jaringan yang tumbuh (Widiastoety 1997).

37 13 Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan dengan ditemukannya auksin dan sitokinin serta prinsip pengaturan perimbangan kedua zat pengatur tumbuh tersebut, regenerasi dari sel menjadi tanaman lengkap pada banyak spesies sudah berhasil dilakukan (Gunawan 1992). Dewasa ini kultur jaringan telah digunakan untuk tujuan perbanyakan tanaman seperti kentang, jahe, pisang, asparagus, dan beberapa tanaman hias seperti anggrek, krisan, dan Dianthus (Wattimena et al. 1992). Beberapa kebun pembibitan dan pengembangan anggrek kemudian menerapkan metode ini untuk memperoleh klon-klon anggrek yang sangat eksklusif. Perbanyakan anggrek secara kultur jaringan dapat dilakukan melalui eksplan berupa mata tunas, biji, dan meristem untuk tujuan tertentu. Perbanyakan vegetatif anggrek melalui kultur meristem dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu transformasi meristem menjadi protocorm like body (plb), perbanyakan protocorm dengan memotongnya menjadi potongan yang lebih kecil, dan perkembangan protocorm-protocorm tersebut berakar dan berpucuk (Pierik 1987). Istilah plb merupakan istilah untuk struktur yang mirip protocorm yang terbentuk dari jaringan tanaman dan atau kalus secara in vitro. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Georges Morel (Arditti & Ernst 1992). Sumber lain menyebutkan bahwa istilah protocorm diperkenalkan pertama kali oleh Melchior Trueb, yang pernah menjabat sebagai direktur Botanical Gardens di Bogor (sekarang Kebun Raya Bogor), untuk menggambarkan suatu tahap dalam perkembangan lumut (Arditti & Ernst 1992). Kemudian Noel Bernard menggunakan istilah tersebut untuk anggrek antara tahun 1899 dan Istilah tersebut sekarang digunakan untuk menggambarkan suatu badan yang mirip bulatan-bulatan umbi kecil yang terbentuk pada biji-biji anggrek yang berkecambah (Arditti & Ernst 1992; Ratnadewi et al. 1991). Individu Protocorm saat dipisah-pisahkan dan disubkultur sering menghasilkan protocorm adventif (George 1996). Massa protocorm yang dipisah-pisahkan dan ditumbuhkan di media serupa yang baru akan memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru. Bila pisahan protocorm tersebut ditumbuhkan dalam media lain yang mengarah ke proses pendewasaan dan perakaran, maka protocorm akan tumbuh menjadi tanaman baru yang sempurna dan siap dipindahlapangkan (Gunawan 1992). Biji-biji anggrek mengandung embrio berdiameter kurang Iebih 0,1 mm, tidak mengandung endosperm atau kotiledon. Saat berkecambah, embrio ini

38 14 akan membentuk protocorm, suatu struktur seperti corm yang berwarna hijau dan mampu melakukan fotosintesis. Tunas dan akar akan terbentuk bila kandungan senyawa-senyawa organik dalam protocorm cukup, dan kecambah normal terbentuk (Wattimena et al. 1992). Kultur Jaringan dan Virus Tumbuhan Kultur jaringan tanaman sejak lama telah digunakan untuk mengatasi penyebaran penyakit. Penghambatan penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan menghasilkan plantlet yang bebas penyakit dengan perlakuan tertentu pada eksplan. Teknik kultur jaringan menjadi metode yang sering digunakan untuk manipulasi genetik dan eliminasi virus melalui kultur meristem apikal. Pemanfaatan kultur jaringan untuk pengendalian virus dilakukan dalam hal tahapan untuk perlakuan lain yang akan dilakukan. Misalnya untuk menghasilkan tanaman tahan terhadap virus dengan memberikan perlakuan pada kalus yang ditumbuhkan pada kultur menggunakan kemoterapi (actinomycin-d, Ribavirin, 2- thiouracil) (Srivastava et al. 1999). Hal lain yang dilakukan adalah perlakuan seleksi kalus yang diberikan perlakuan penyinaran sinar Gamma seperti dilaporkan Mukerji et al. (1999) untuk ketahanan terhadap TMV. Untuk perlakuan mediasi menggunakan Agrobacterium, DNA transfer langsung, electroporation, microprojectil, juga menggunakan kultur jaringan pada tahapan penumbuhan kalus (Srivastava et al. 1999). Wattimena et al. (1992) menyatakan bahwa tanaman hasil kultur jaringan dapat dinyatakan bebas penyakit sistemik tertentu jika telah diidentifikasi dan telah dihilangkan dari tanaman. Hal ini dilakukan pada penyakit yang bersifat sistemik yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma. Eliminasi patogen dapat dilakukan melalui termoterapi, kultur meristem, kombinasi keduanya, pembentukan tunas adventif dan teknik penyambungan mikro (Pierik 1987). Eliminasi dengan termoterapi dan kultur meristem paling umum dilakukan. Tanaman hasil perlakuan kemudian diuji telah terbebas dari virus dengan menggunakan tanaman indikator, serologi dan mikroskop elektron. Tanaman kultur jaringan yang bebas virus akan menjadi sumber bahan tanaman baik untuk keperluan penukaran plasma nutfah, pelestarian plasma nutfah, bahan perbanyakan dan bahan untuk pemuliaan. Purwito & Wattimena (1991) menggunakan kombinasi ribavirin dan kultur meristem untuk eliminasi virus pada tanaman kentang. Hasil yang diperoleh

39 15 menunjukkan konsentrasi ribavirin 30 mg/l cukup efektif mengeleminasi Potato virus X (PVX), Potato virus Y (PVY), Potato leaf roll virus, Potato virus S, dan Potato virus M. Lopez-Delgado et al. (2004) mengkombinasikan perlakuan asam salisilat dan termoterapi untuk mengeliminasi PVX pada umbi mikro kentang. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa umbi mikro yang diberi perlakuan asam salisilat dengan konsentrasi 10-5 M dapat meningkatkan toleransi terhadap paparan pemanasan hingga 42 o C selama 30 hari. Toleransi ini menyebabkan dapat mengeliminasi PVX yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Paludan (1985) melaporkan bahwa perlakuan pendinginan (5 o C) pada titik tumbuh kultur meristem tanaman Chrysanthemum morifolium selama satu bulan dapat meningkatkan keberhasilan menghasilkan tanaman bebas dari Chrysanthemum chlorotic mottle viroid. Perlakuan pendinginan juga dilaporkan Lizarraga et al. (1980) pada kultur jaringan awal tanaman kentang dengan perlakuan 5 o C-15 o C dapat mengeliminasi Potato spindle tuber viroid. Beberapa Virus Tanaman yang Menginfeksi Anggrek Cucumber mosaic virus (CMV) Cucumber mosaic virus (CMV) pertama kali deskripsi secara rinci pada tahun 1916 pada tanaman mentimun dan Cucurbitaceae lainnya oleh Doolittle dan Jagger. Saat ini diketahui bahwa CMV menginfeksi banyak tanaman pertanian dan hortikultura di seluruh dunia pada iklim sedang maupun tropis. Perkembangan ketahanan genetik untuk CMV pada sayuran telah memberi kontribusi yang berharga bagi manajemen penyakit virus yang penting ini (Zitter & Murphy 2009). CMV dilaporkan mampu menginfeksi lebih dari 40 famili tanaman dikotil maupun monokotil (Gibbs & Harrison 1970 ). CMV merupakan anggota genus Cucumovirus famili Bromoviridae. Partikel CMV terdiri dari tiga partikel berbentuk bulat, masing-masing berukuran diameter sekitar 28 nm. Genom CMV terdiri dari tiga molekul RNA beruntai tunggal (ssrna), dengan berbagai ukuran (Tabel 2.3 dan Gambar 2.3). Setiap molekul RNA dienkapsisasi dalam CP dengan masing-masing menjadi satu partikel berbentuk bulat. Jadi CMV terdiri dari tiga partikel, satu partikel mengandung RNA 1, partikel yang lain mengandung RNA 2 dan yang ketiga mengandung RNA 3. Partikel RNA 3 dapat berisi untai RNA keempat, disebut sebagai RNA 4, yang mengkode gen CP. Jenis strategi translasi CMV disebut

40 16 sebagai RNA subgenomic, terdiri dari untai RNA yang dihasilkan terpisah selama replikasi (Zitter & Murphy 2009). Tanaman dapat mengaktivasi mekanisme ketahanan ketika CMV menginfeksi sehingga dapat menghambat pergerakan virus untuk menginvasi jaringan baru. Tipe ketahanan ini disebut sebagai gene silencing, namun protein CMV 2b mampu menghambat inisiasi sinyal gene silencing (silencing suppressor) pada tanaman di bagian jaringan yang jauh dari titik infeksi, sehingga memungkinkan CMV untuk terus menginvasi dan menginfeksi jaringan muda tanaman yang berkembang. Gen CP merupakan protein yang hanya berasosiasi dengan partikel virus dan merupakan satu-satunya penentu untuk transmisi oleh vektor kutu dan. Mutasi pada gen 1a, 2a dan 2b berpengaruh pada pergerakan virus dalam beberapa inang (Zitter & Murphy 2009). Tabel 2.1 Organisasi genom CMV Genom (Protein) Ukuran nukleotida (basa) Fungsi RNA1 (1a) Replikasi, methyltransferase, helikase RNA2 (2a, 2b) N-proksimal, replikasi, RNA-dependent RNA polimerase RNA3 (3a) Protein movement berperan dalam pergerakan virus dari sel ke sel ataupun dalam pembuluh tanaman RNA4 (CP) Protein selubung (CP) (Sumber: ICTVdB Management 2006b) RNA 1 1a RNA 2 2a 2b RNA 3 MP CP RNA 4 CP Gambar 2.1 Skema representasi organisasi genom CMV (Sumber: Zitter & Murphy 2009).

41 17 Beberapa strain CMV memiliki RNA satelit (RNA 5 atau satrna). satrna adalah molekul untai tunggal berukuran panjang sekitar nukleotida dan benar-benar tergantung pada CMV untuk replikasi. Selain itu, satrna dienkapsidasi dalam partikel CMV, yang memungkinkan menyebar dari satu tanaman ke tanaman bersama dengan CMV, oleh vektor kutudaun. satrna, tidak memberikan fungsi yang penting pada CMV (helper virus). Adanya CMV satrna kemungkinan tidak berpengaruh pada gejala atau dapat memperparah gejala klorosis atau nekrosis sistemik atau sebaliknya mungkin menyamarkan gejala (Zitter & Murphy 2009). Sejumlah strain CMV di seluruh dunia diklasifikasi ke dalam dua subgrup, I dan II, berdasarkan kriteria berbagai variasi gejala, serologi (Wahyuni et al. 1992; Hu et al. 1995; Ilardi et al. 1995), hibridisasi asam nukleat (Owens & Palukaitis 1988, Palukaitis et al. 1992), sekuen gen (Owens et al. 1990; Szilassy et al. 1999), dan restriction fragment length polymorphism (RFLP) (Rizos et al. 1992; Sialer et al. 1999). Subgrup strain I dibagi lagi menjadi IA dan IB, berdasarkan perbedaan patogenisitas pada kacang tunggak (Vigna unguiculata). Strain IA menginduksi gejala-gejala mosaik sistemik dan strain IB menginduksi lesio lokal nekrotik pada daun yang diinokulasi. Selain berdasarkan gejala, CMV subgrup I sekarang ini dibagi menjadi IA dan IB berdasarkan sekuen gen CP strain CMV dan analisis filogenetik. Strain CMV Asia dikelompokkan dalam subgrup IB (Palukaitis & Zaitlin 1997; Roossinck et al. 1999; Roossinck 2002). Beberapa strain CMV yang spesifik inang, menginfeksi inang tertentu dalam famili yang sama seperti strain CMV legum. CMV secara serologi berhubungan dengan Tomato aspermy virus dan Peanut stunt virus (Zitter & Murphy 2009). Potyvirus Potyvirus adalah merupakan grup terbesar dari 34 grup virus tanaman dan famili saat ini diketahui (Ward & Shukla 1991). Genus ini terdiri dari setidaknya 180 anggota definitif (91 spesies resmi dan 89 spesies tentatif). Sebanyak 30% dari semua virus tanaman yang diketahui menyebabkan kerugian signifikan dalam bidang pertanian, tanaman pakan ternak, tanaman hortikultura dan tanaman hias (Ward & Shukla 1991; van Regenmortel et al. 2000). Partikel Potyvirus berbentuk filamen lentur, tanpa envelop berukuran panjang nm dan lebar nm. Material genetik Potyvirus berupa poliprotein tunggal, untai tunggal, utas positif dengan panjang 10 kb. Genom

42 18 RNA terdiri dari satu open reading frame (ORF) yang mengekspresikan satu poliprotein prekusor berukuran 350 kda. Prekursor poliprotein tersebut kemudian ditranslasi menjadi tujuh protein kecil yang memiliki berbagai fungsi, dinotasikan sebagai P1, helper component (HC), P3, cylindrical inclusion (CI), nuclear inclusion A (NIa), nuclear inclusion B (NIb), capsid protein (CP), serta dua protein putatif kecil yang dikenal sebagai 6K1 dan 6K2 (Shukla et al. 1994) (Tabel 2.4 dan Gambar 2.4). Pada bagian terminal 3 diakhiri dengan motif poly-a tail (Hari et al. 1979; Takahashi et al. 1997). Untuk menghasilkan protein utama, genom virus mengkode poliprotein dengan diproses oleh tiga proteinase virus. Dua proteinase diantaranya, P1 dan helper HC-Pro (Helper componen-proteinase) yang mengkatalisis reaksi autoproteolitik masing-masing hanya pada Terminal C (Carrington et al. 1989; Verchot et al. 1991). Satu proteinase lainnya reaksinya dikatalisis oleh NIA-Pro (nuclear inclusion protein) melalui mekanisme trans-proteolitik atau autoproteolitik (Carrington & Dougherty 1987). Tabel 2.2 Organisasi genom Potyvirus Protein Fungsi P1 HC-Pro P3 CI CP NIa-VPg NIa-Pro NIb 6K1 & 6K2 (Sumber: Winterhalter 2005). Proteinase;pergerakan antar sel. transmisi oleh kutudaun; Proteinase; pergerakan antar sel. Belum diketahui Replikasi genom (RNA helikase); membran pengikat; stimulasi asam nukleat aktivitas ATPase ; pergerakan antar sel. Encapsidasi RNA; berperan dalam transmisi oleh vektor; pergerakan antar sel. Replikasi genom (Primer untuk inisiasi sintesis RNA). Proteinase Replikasi genom (RNA-dependent RNA polimerase [RdRp]). Belum diketahui, namun diduga berperan pada: Replikasi RNA, pengatur untuk penghambatan translokasi nuclear NIa, membran pengikat proses replikasi. 33kDA 32kDA 41kDA 6kDA 71kDA 6kDA 22kDA 27kDA 59kDA 31kDA P1 HC-Pro P3 CI NIa NIb VPg Pro NIb CP 6k1 6k2 Gambar 2.2 Skema representasi organisasi genom Potyvirus (Sumber: Winterhalter 2005)

43 19 Tospovirus Virus dalam genus Tospovirus menyebabkan kerugian yang signifikan pada pertanian di seluruh dunia. Nama genus ini berasal dari nama anggota pertama yaitu Tomato spotted wilt virus (TSWV). Awal infeksi virus ini terjadi pada penyakit layu tanaman tomat di Australia pada tahun 1915, kemudian dibuktikan dengan identifikasi penyebabnya adalah TSWV. TSWV awalnya dianggap sebagai satu-satunya anggota kelompok TSWV sampai awal 1990-an. Namun saat ini berdasarkan identifikasi dan karakterisasi beberapa virus, ternyata beberapa jenis virus lain mirip TSWV sehingga digolongkan dalam genus Tospovirus bagian dari famili Bunyaviridae. Lebih dari 12 jenis virus yang masuk dalam genus ini seperti Impatiens necrotic spot virus (INSV), Peanut bud necrosis virus (PBNV), Groundnut ringspot virus (GRV), Watermelon silver mottle virus (WSMV), Zucchini lethal chlorosis virus (ZLCV) dan Iris yellow spot virus (IYSV) (Adkins et al. 2005; Baker et al. 2007). TSWV memiliki kisaran inang yang besar (800 spesies tanaman) dan sebagian besar penyakit yang disebabkan virus ini ditemukan pada tanaman di lapangan. INSV memiliki kisaran inang yang lebih kecil dan sebagian besar virus yang ditemukan menginfeksi tanaman hias di rumah kaca (Baker et al. 2007). Kedua virus telah dilaporkan menginfeksi tanaman anggrek sejak awal 1990-an (Hu et al. 1993, Koike & Mayhew 2001). Di antara virus tanaman, Tospovirus memiliki morfologi partikel, organisasi genom dan strategi ekspresi yang unik. Partikel virus berbentuk pleomorfik berukuran nm dan memiliki envelop pada permukaan yang terdiri dari lipid dan dua glikoprotein. Genom Tospovirus terdiri atas tiga ssrna negatif sense utas tunggal RNA. Setiap genom RNA dienkapsidasi oleh banyak salinan protein nukleokapsid virus untuk membentuk struktur ribonucleoprotein juga dikenal sebagai nukleokapsid (Adkins et al. 2005; Hull 2002) Anggrek Phalaenopsis yang bergejala infeksi virus seperti klorosis bercak cincin telah diamati dan berhasil diisolasi di Taiwan pada tahun 1998 (Chen et al. 1998). Virus yang telah diisolasi tersebut, ketika diinokulasi kembali ke jenis anggrek yang sama tidak berhasil menimbulkan gejala dan perunutan gen nukleokapsid untuk taksonomi virus belum dilakukan pada saat itu. Patogen penyebab penyakit pada anggrek ini belum jelas sehingga saat itu dideskripsikan sebagai virus Taiwan. Hasil penelitian yang dilakukan Zheng et al. (2008) berdasarkan isolasi, inokulasi kembali, serologi dan karakterisasi molekuler, virus

44 20 yang menyebabkan klorosis bercak cincin pada Phalaenopsis anggrek di Taiwan ini berhasil diidentifikasi penyebabnya adalah Tospovirus. Cymbidium Mosaic Potexirus (CymMV) CymMV saat ini oleh sebagian ahli dimasukkan dalam Famili Flexyvirideae dan sebagian ahli menyatakan tidak mempunyai famili yang tepat, sehingga langsung tergolong dalam genus Potexvirus (Adams et al. 2004; Fauquet & Mayo 1999). Partikel Potexvirus berbentuk filamen lentur dengan ukuran panjang nm dan diameter 13 nm. Partikel virus ini mengandung linear, positive-sense, single stranded (ss)-rna dengan ukuran 5,9-7,0 kb, dibungkus oleh banyak subunit coat protein (CP) berukuran kda. RNA diakhiri dengan polyadenilasi pada terminal 3. Genom dari beberapa anggota genus ini telah berhasil disekuen dan memperlihatkan adanya 5 open reading frame (ORF). Beberapa diantaranya memiliki ORF keenam yang kecil yang melengkapi ORF kelima, namum fungsi dari protein yang dikode oleh ORF ini belum diketahui seperti pada Cassava common mosaic virus (CsCMV), Narcissus mosaic virus (NMV), Strawberry mild yellow edge virus (SMYEV), dan White clover mosaic virus (WClMV) (Hull 2002). Saat ini sudah 11 spesies dari genus Potexvirus, termasuk CymMV, telah berhasil disekuen secara lengkap seperti NMV, PVX, WClMV, Bamboo mosaic virus (BaMV), Clover yellow mosaic virus (ClYMV), Foxtail mosaic virus (FoMV), Potato acuba mosaic virus (PAMV), Papaya mosaic virus (PapMV), Plantago asiatica mosaic virus (PlAMV) dan Strawberry mild yellow edge virus (SMYEaV) (Wong et al. 1997). CymMV termasuk ke dalam kelompok Potexvirus dengan partikel berbentuk memanjang lentur dengan ukuran panjang ± nm (Frowd & Tremaine 1977; Steinhart & Oshiro 1990). Genom CymMV berukuran kira-kira 6-7 kb (Srifah et al 1996). Protein CP terdiri atas 257 asam amino dengan berat molekul dalton, dengan perbandingan komposisi basa (G, A, C dan U) RNA virus yaitu 21,1 : 28,9 : 24,4 : 25,6 (Frowd & Tremaine 1977). Seperti halnya kelompok utas positif RNA monopartit, ORF yang mengkode CP berada pada terminal 3 (Chia et al. 1992). Sinyal polyadenylasi bermotif AATAAA ditemukan pada terminal 3 -UTR (Ryu et al. 1995). Organisasi genom CymMV terdiri dari 5 ORF dengan berbagai fungsi (Tabel 2.1 dan Gambar 2.1)

45 21 Tabel 2.3 Organisasi genom CymMV Genom (Protein) Ukuran protein (kda) Posisi nukleotida Fungsi gp Pengkode untuk produksi RNA polimerase, Methyltransferase, helikase gp RNA helikase gp Pergerakan antar sel dan pergerakan melalui pembuluh tanaman gp Protein selubung (CP) gp Protein selubung (CP) (Sumber: Wong et al. 1997; ICTVdB Management 2006a) gp1 gp3 gp5 5 3 Poly A gp2 gp RdRp TGB CP Gambar 2.3 Skema representasi organisasi genom CymMV. Terminal 5 dan 3 noncoding region terletak pada bagian ujung. Angka-angka menunjukkan posisi awal dan akhir urutan genom (ICTVdB Management 2006a). Gejala infeksi virus ini pada helaian daun muda dicirikan berupa adanya area klorotik yang tersamar. Kemudian bercak kecil tersebut membesar dan berubah menjadi bercak mosaik hijau cerah. Kontras antara area bercak cerah dan gelap menjadi lebih nyata ketika daun menjadi tua dan gejala menjadi lebih menyolok. Bercak nekrosis ditemukan pada daun kultivar tertentu, gejala pada bunga jarang terjadi tetapi ditemukan pada beberapa kultivar berupa bercak nekrosis coklat pada kultivar Cymbidium hibrida. Odontoglossum ringspot virus (ORSV) ORSV pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi dari spesies anggrek Odontoglossum grande yang memperlihatkan gejala bercak cincin (ringspot) pada daun. Virus ini juga menyebabkan gejala belang (mottle) berbentuk berlian, mosaik dan warna bunga pecah pada Cymbidium serta gejala warna bunga pecah pada Cattleya (Jensen & Gold, 1951). Warna bunga pecah (color break) pada anggrek juga dilaporkan terjadi pada jenis Odontoglossum, Cymbidium, Vanilla, Epidendrum, Encyclia, Oncidium, Phalaenopsis dan beberapa genus

46 22 anggrek lainnya. Warna pecah dapat terjadi bila disebabkan infeksi dua strain virus berbeda, yang lemah dan ganas. Pecah warna dikarakterisasi dengan variasi warna pada bunga, warna normal pada petal dan sepal diselingi oleh bagian warna yang lebih terang atau redup tidak beraturan (Burnett 1965). ORSV dapat menyebabkan nekrosis coklat bergaris dan malformasi serta distorsi pada rangkaian bunga Cattleya (Afieri et al. 1991; McMillan & Vendrame 2005). ORSV diketahui dapat menginfeksi pada 31 genus anggrek lainnya (Chen et al. 2006). ORSV merupakan anggota genus Tobamovirus famili Virgaviridae. Anggota Tobamovirus lainnya yaitu Cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV), Cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV), Cucumber virus 4 (CV4), Frangipani virus (FV), Ribgrass mosaic virus (HRV), Sammons' opuntia virus (SOV), Sunn-hemp mosaic virus (SHMV), Tobacco mosaic virus (TMV) dan Tomato mosaic virus (ToMV) (Sammons & Chessin 1961; Siegel & Wildman 1954). Partikel ORSV berbentuk batang kaku memanjang, tidak diselubungi envelop, terdiri atas molekul ssrna berukuran 6 kb. Ukuran partikel virus ini 300 nm x 18 nm, sama seperti TMV (Paul 1975). Organisasi genom ORSV terdiri dari nt dengan 5 ORF (Tabel 2.2 dan Gambar 2.2). ORSV dapat dibedakan dari TMV dan Tobamovirus lainnya berdasarkan kisaran inang, serologi dan urutan nukleotida pada daerah terminal 3' (Ikegami & Inouye 1996). Uji proteksi silang pada tanaman tomat dengan strain TMV lemah menunjukkan pengurangan suseptibilitas tanaman terhadap strain virulen TMV lainnya, hal ini diduga berhubungan dengan terjadinya mutasi pada coat protein (Zaitlin 1976). Tabel 2.4 Organisasi genom ORSV Genom (Protein) Ukuran protein (kda) Posisi nukleotida Fungsi gp Methyltransferase, RNA helikase, RdRP- 2 (RNA dependent RNA polimerase) gp RNA replikase gp Belum diketahui gp pergerakan virus antar sel dan dalam pembuluh tanaman gp Protein selubung (CP) (Sumber: ICTVdB Management 2006b)

47 gp 1 gp4 3 1 gp2 Gp gp5 70 Subunit replikasi kecil Subunit replikasi besar 3 5 Subgenomic RNA 5 3 Gambar 2.4 Skema representasi organisasi genom ORSV (Sumber: ICTVdB Management 2006b). Induksi Ketahanan Secara Sistemik Induksi ketahanan secara sistemik dengan agen penginduksinya patogen atau bahan kimia (systemic acquired resistance/sar) merupakan metode yang telah lama dikembangkan untuk menghasilkan tanaman yang lebih tahan terhadap penyakit. Induksi ketahanan atau imunisasi atau ketahanan buatan adalah suatu proses stimulasi ketahanan tanaman inang tanpa introduksi gengen baru. Induksi ketahanan menyebabkan kondisi fisiologis yang mengatur sistem ketahanan menjadi aktif dan atau menstimulasi mekanisme ketahanan alami yang dimiliki oleh inang. Imunisasi tidak menghambat pertumbuhan tanaman, tetapi dapat meningkatkan hasil pada beberapa tanaman meskipun tanpa adanya patogen dan memberikan suatu cara bertahan terhadap tekanan lingkungan (Stomberg 1994; Tuzun & Kuc 1991). Perlakuan dengan agen penginduksi dapat mengaktifkan secara cepat berbagai mekanisme ketahanan tanaman. Diantaranya akumulasi fitoaleksin dan peningkatan aktivias enzim kitinase, β-1,3-glukanase, dan β -1,4-glukosidase. Salah satu senyawa fenol yang sangat sederhana, 2-hydroxybenzoic acid atau asam salisilat, telah diketahui berperan penting sebagai molekul sinyal dari beberapa respon ketahanan tanaman (Smith-Becker et al. 1998). Asam salisilat ditemukan secara tidak sengaja untuk pertama kali oleh White pada tahun 1979 yang mengamati aspirin (acetylsalicylic acid) yang dapat menginduksi ketahanan pada tembakau (Sticher et al. 1997). Dari semua derivat asam benzoat yang terhidroksilasi, hanya asam salisilat dan 2-dihidroxybenzoic acid yang aktif sebagai agen penginduksi. Ekspresi SAR sangat tergantung dari

48 24 adanya akumulasi asam salisilat dan berasosiasi dengan pathogenesis-related protein (PR protein) yang mempunyai aktivitas sebagai anti patogen (van Loon 2000). Asam salisilat adalah komponen yang dibutuhkan dalam jalur sinyal transduksi untuk induksi SAR sebagai bentuk peningkatan ketahanan tanaman melawan patogen berspektrum luas. Invasi oleh mikroorganisme menyebabkan gen penghasil ketahanan terinduksi untuk mensintesis asam salisilat dan mengaktifkan SAR. Seringkali pengenalan ini disertai oleh respon hipersensitif; suatu bentuk kematian sel inang secara cepat pada bagian sekitar titik masuk patogen. Ketahanan terinduksi pertama kali diteliti secara sistematik oleh Ros pada tahun 1961, yang melakukan pengamatan terhadap tembakau yang terinfeksi TMV. Pengamatan dilakukan terhadap gejala yang ditimbulkan, yakni terjadi reaksi hipersensitif yang tidak terbatas pada sekitar bercak lokal nekrosis tetapi meluas pada bagian tanaman lainnya. Jaringan di sekitar perkembangan bercak sepenuhnya sukar ditembus oleh infeksi berikutnya. Asam salisilat diduga memegang peran dalam sinyal SAR dan ketahanan terhadap patogen. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan konsentrasi asam salisilat yang dijumpai pada ratusan tembakau atau mentimun setelah diinfeksi patogen (Huang 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara konsentrasi asam salisilat dengan peningkatan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Salah satu bukti terhadap hal tersebut adalah dengan menginduksi tanaman Arabidopsis thaliana dan tembakau dengan cara transfer gen bakteri Pseoudomonas putida penghasil gen NahG yang mengkode enzim salisilat hidroksilase. NahG yang diketahui sebagai katalisator perubahan asam salisilat menjadi komponen inaktif yang dikenal sebagai Catechol. Berdasarkan hasil percobaan tersebut tanaman yang disisipkan gen NahG dan diinfeksi patogen tidak mengakumulasi asam salisilat, juga tidak mampu meningkatkan respon SAR tarhadap patogen. Hal ini menunjukkan bahwa untuk induksi SAR diperlukan konsentrasi asam salisilat yang tinggi (Delaney 1997). Aplikasi asam salisilat secara eksogen pada konsentrasi 1-5 mm sejauh ini diketahui menginduksi ekpresi gen Pathogen Related (PR) dan ketahanan melawan berbagai patogen mikroba (Xie & Chen 1998). Dua senyawa yang tergolong asam salisilat eksogen yang sudah dikenal yaitu INA (2,6- dichloroisonicotinic acid) dan BTH (benzo(1,2,3)thiodiazole-7-carbothioic acid S- methyl ester) (Friedrich et al. 1996; Sticher et al. 1997).

49 25 Strategi pengendalian dengan mediasi CP membutuhkan tahapan awal kultur jaringan untuk penumbuhan kalus maupun tahapan multiplikasi kalus. Kultur jaringan juga sekaligus digunakan dalam tahapan seleksi in vitro hasil transformasi gen CP untuk mengetahui keberhasilan insersi gen. Seleksi pada tahap in vitro dapat mengurangi biaya dan waktu seleksi yang lama dibandingkan seleksi di lapangan. Seleksi in vitro telah dilakukan pada semua kalus/plantlet hasil transformasi gen. Metode ini didasari pada pemikiran bahwa kultur sel tanaman menyediakan suatu populasi ideal materi genetik yang homogen. Satu botolan kultur suspensi sel embriogenik secara teoritis menghasilkan jutaan tanaman yang dapat secara efektif diseleksi. Seleksi in vitro untuk ketahanan penyakit pertama kali dicobakan untuk tanaman tembakau tahan terhadap wildfire menggunakan methionine sulfoximine yang memiliki struktur analog dengan toksin wildfire (Jayasankar & Gray 2003). Komponen utama yang berperan dalam SAR Sinyal transduksi SAR berfungsi sebagai modulator mekanisme ketahanan penyakit. Pada saat SAR aktif, terjadi interaksi patogen dengan inang secara kompatibel, sebaliknya pada saat SAR inaktif interaksi inkompatibel bisa menjadi interaksi yang kompatibel. Mekanisme bagaimana modulasi ini terjadi masih belum diketahui. Namun sedikitnya sebagian dari respon ketahanan yang dimiliki tanaman dapat diekspresikan oleh gen SAR. Ada dua komponen utama yang berperan dalam mekanisme SAR, yaitu gen penanda molekuler SAR dan asam salisilat. Meskipun kajian tentang SAR telah dilakukan selama hampir 100 tahun, namun demikian informasi tentang SAR kurang terungkap bagaimana secara kuantitatif respon SAR dianalisa. Untuk itu sangat penting dilakukan studi tentang identifikasi dan isolasi senyawasenyawa yang terlibat dalam SAR, yang dapat digunakan sebagai penanda spesifik SAR. Penanda tersebut kemudian disebut sebagai gen SAR, dan telah diidentifikasi sebagai penginduksi yang erat hubungannya dengan awal terjadinya SAR pada daun yang tidak terinfeksi. Hasil analisa terhadap protein (disebut sebagai protein SAR) diklasifikasikan sebagai PR protein, berhasil diidentifikasi dari akumulasi protein yang terjadi setelah infeksi TMV pada tembakau. Sedikitnya terdapat 9-14 jenis protein SAR. Protein penanda ini sangat bervariasi jenisnya, tergantung dari dan jumlah patogen serta spesies tanaman. Karena gen-gen SAR dengan kuat

50 26 diekspresikan pada saat ketahanan tanaman secara sistemik, dimana pengkodean protein oleh gen-gen tersebut berperan, maka dapat dikatakan bahwa protein yang dikode oleh gen-gen SAR selalu berasosiasi dengan ketahanan penyakit. Komponen kedua yang bertanggung jawab terhadap kejadian SAR adalah asam salisilat. Senyawa ini untuk pertama kali diidentifikasi sebagai komponen penginduksi secara endogen dari produksi panas yang dihasilkan oleh sejumlah tanaman yang menyukai kondisi panas (thermogenic plants). Senyawa ini merupakan senyawa metabolit sekunder yang berupa bubuk kristal dengan titik cair o C, dapat larut dalam air dan pelarut organik lainnya, dengan ph sekitar 2,4 dan dapat dengan mudah dideteksi pada tanaman, karena menghasilkan flouresensi pada panjang gelombang 412 nm (Raskin 1992). Biosintesa Asam Salisilat Untuk mengetahui pentingnya peran asam salisilat dalam ketahanan penyakit, maka perlu dipelajari juga bagaimana alur biosintesa dari komponen tersebut yang mungkin dapat mengungkapkan faktor pengendali utama dari respon ketahanan tanaman. Biosintesa asam salisilat diawali dari perubahan phenylalanin ke trans cinnamic acid (asam sinamat) yang dikatalisa oleh enzim phenylalanine ammonialyase (PAL). Ada jalur biosintesa diusulkan untuk konversi asam sinamat, hasil dari PAL membentuk benzoic acid sebelum menjadi asam salisilat. Jalur pertama yaitu rantai samping dari asam sinamat diduga dioksidasi sesaat dengan β-oksidasi dari asam lemak dan diikuti oleh hidrolisis thioester. Rute ini akan menghasilkan trans-cinnamoyl-coa sebagai senyawa intermediet, kemudian reaksi berlanjut membentuk benzoyl CoA hingga akhirnya terhidrolisis menjadi benzoic acid. Jalur kedua yaitu rantai sisi asam sinamat diperpendek secara non-oksidatif untuk membentuk asam p- hydroxybenzoat, kemudian menghasilkan benzaldehide dan akhirnya terbentuk benzoic acid. Benzoic acid dari kedua jalur tersebut kemudian berubah menjadi menjadi asam salisilat yang dikatalisis oleh enzim benzoic acid 2-hidroksilase (Gambar 2.5) (Ribnicky et al. 1998; Leon et al. 1993; Lee et al. 1995). Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa asam salisilat disintesis melalui jalur acetat-malonat dan jalur Sikimat-phenyl propanoid (Vickery & Vickery 1981; Sticher et al. 1997). Phenylalanine dikonversi menjadi asam sinamat yang mungkin ditransformasi menjadi asam koumarik atau asam

51 27 benzoat. Kedua senyawa ini adalah prekusor dari asam salisilat, tergantung spesies tanaman, jaringan tanaman, atau kondisi lingkungan (Sticher et al. 1997). Namun demikian biosintesa asam salisilat hingga kini secara pasti belum digambarkan dengan lengkap karena beberapa siklus masih belum diketahui. Akumulasi asam salisilat sangat diperlukan dalam mediasi SAR. Menurut penelitian Smith-Becker et al. (1998), akumulasi asam salisilat ternyata mampu meningkatkan aktivitas enzim PAL pada bagian batang dan petiol tanaman mentimun. Beberapa laporan menyebutkan bahwa PAL merupakan enzim kunci dalam sintesa asam salisilat dan SAR. Gambar 2.5 Biosintesis asam salisilat pada tanaman (Sumber: Ribnicky et al. 1998).

52 28 Mekanisme Induksi Ketahanan dengan Asam Salisilat Proses translokasi sinyal ketahanan Tanaman yang memiliki ketahanan terhadap infeksi patogen umumnya di kenali dengan adanya reaksi hipersensitif pada bagian daun yang diinokulasi. Gejala hipersensitif ditandai oleh terbentuknya gejala lesio lokal di daerah infeksi. Gejala ini terbentuk karena tanaman segera mengaktifkan program cell death agar virus terlokalisir di sekitar sel yang terinfeksi dan tidak terjadi cell-to-cell movement ataupun long distance movement. Proses ini dimulai dari pengenalan inang terhadap virus karena adanya gen avr pada patogen dan gen R pada inang. Kemudian melalui serangkaian proses terbentuk pertahanan yang melibatkan gen ketahanan (Morel & Dangi 1997). Proses pengaktifan gen ketahanan ini melibatkan asam salisilat. Asam salisilat yang terbentuk tidak hanya berpengaruh di sekitar area infeksi namun juga ditranslokasikan bagian lain tanaman. Adanya asam salisilat yang berhasil diisolasi pada floem mentimun enam jam setelah diinokulasi P.syringae telah dibuktikan melalui percobaan tentang transportasi asam salisilat pada mentimun yang diinokulasi Tobacco nekrosis virus (TNV) (Molders et al. 1996). Bukti kedua adalah tembakau NahG yang telah diinokulasi TMV menunjukkan akumulasi asam salisilat dalam jumlah sedikit di floem jika disambungkan dengan tembakau liar (Ryals 1996). Transduksi sinyal SAR Untuk mengetahui tahapan yang terjadi dalam alur transduksi sinyal SAR dan pola hubungan patogen dengan inang, telah diteliti pada tanaman model A. thaliana. Tanaman ini mempunyai sistem untuk analisa gen mutan dan isolasi gen yang baik. Skema hipotesis alur transduksi sinyal menurut Ryals et al. (1996), bahwa respon ketahanan terjadi melalui beberapa tahapan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa percobaan untuk menghambat alur sinyal pada situs-situs tertentu misalnya pada tanaman transgenik yang menghasilkan NahG menyebabkan tidak terakumulasinya asam salisilat. Percobaan lain yaitu pada tanaman mutan yang disisipkan gen nim1 (non inducible immunity1), npr1 (non expressor of PR1), ndr1 (non race specific disease resistance1) juga menyebabkan terhambatnya akumulasi asam salisilat. Skema alur transduksi tersebut juga menunjukkan adanya stimulus oleh komponen bahan kimia yang diberikan

53 29 secara eksogen (BTH/benzo (1,2,3) thiadiazole-7-carbothioic acid S-methyl ester atau INA/2,6-dichloroisonicotinic acid) dan beberapa mutasi yang membuat sistem pertahanan tanaman menjadi lebih kuat. Alur tersebut pada awalnya dipicu oleh adanya interaksi antara patogen dan tanaman yang dapat menginduksi gejala nekrosis yang mengaktifkan ketahanan secara lokal dan ketahanan sistemik. Rangkaian reaksi tersebut melibatkan asam salisilat endogen dan dibuktikan dapat dihambat pada tanaman mutan NahG yang menyebabkan tidak terakumulasinya asam salisilat karena terbentuknya salisilat hidroksilase. Pada tanaman mutan NahG dan tanaman mutan lsd1 (lesions simulating disease) dan lsd6 dapat membentuk lesio setelah diberikan senyawa asam salisilat eksogen (INA dan BTH) yang mengaktifkan SAR. Meskipun telah diketahui bahwa alur transduksi sinyal dari SAR merupakan pusat dari ketahanan tanaman terhadap penyakit, namun masih banyak yang belum terjawab, seperti misalnya identitas dari sinyal yang ditranslokasikan, bagaimana asam salisilat dapat disintesa setelah terjadi infeksi patogen, serta bagian apo-reseptor tanaman untuk mengenali asam salisilat. Alur transduksi sinyal menurut Delaney (1997) diaktivasi oleh adanya patogen yang direspon oleh inang melaui gen R yang berinteraksi dengan gen Avr patogen (Gambar 2.6). Proses alur tersebut terdiri dari tahapan: A. Sinyal-sinyal tersebut terkumpul pada suatu tempat pada tanaman yang disebut intregator (INT), yang berfungsi sebagai reaksi pertahanan adanya sinyal-sinyal yang masuk ke tanaman, untuk selanjutnya memberi reaksi hipersensitif yang mungkin dibutuhkan atau tidak untuk proses sinyal SAR. B. SAR teraktivasi dengan adanya akumulasi asam salisilat yang membutuhkan produk gen NIM1/NPR1, menimbulkan induksi gen PR. C. Beberapa bentuk ketahanan dihasilkan. Asam salisilat juga berperan penting dalam pertahanan tanaman di luar yang dihasilkan oleh NIMI. D. Berfungsinya sinyal oleh NIMI akan menyebabkan tanaman dengan cepat bereaksi dan memainkan peranannya dalam gene-for-gene resistance. Peran tersebut bisa bersifat rapid activation/cepat (berperan dalam ketahanan genetik), therapeutic (berperan dalam recovery/sembuh kembali, dan persisten (berperan dalam ketahanan berspektrum luas/sar).

54 30 A B C D Peran : Sinyal Interaksi Gen R:AVR Mekanisme pertahanan lain INT HR HR SA Respon SA lain NIM1/ NPR1 Gen PR Reaksi Ketahanan Aktivasi cepat Therapeutic Persisten Ketahanan Genetik Penyembuhan dari penyakit Ketahanan spektrum luas (SAR) Gambar 2.6 Alur transduksi signal yang mengatur terjadinya ketahanan (Sumber : Delaney 1997) Kedua alur transduksi sinyal menurut Ryals et al. (1996) dan Delaney (1997) tersebut menunjukkan substansi yang sama bahwa mekanisme SAR akan terjadi melalui tiga fase yaitu: - Fase pertama: Fase induksi. Induksi dapat terjadi oleh adanya infeksi patogen atau faktor abiotik (bahan kimia), yang menyebabkan respon nekrosis yang terjadi terus menerus. Respon ini kemungkinan bisa berasosiasi dengan respon lokal lainnya seperti reaksi hifersensitif, pembentukan papilla, dll. - Fase kedua: Fase sinyal. Bersifat sistemik, ditranslokasikan melalui floem, bisa dipindahkan melalui grafting/penyambungan, berspektrum luas(tidak spesifik kultivar, spesies, genus). - Fase ketiga: Fase Ekspresi. Fase ini hanya akan terjadi jika terjadi infeksi berikutnya setelah infeksi awal, jika ini tidak ada, maka hanya terjadi mobilisasi tanpa diikuti ekspresi gen. Ekspresi gen ini dapat berupa bentuk ketahanan tanaman, bisa berupa ketahanan fisik/struktural, kimia, maupun genetik. Mekanisme induksi SAR oleh Asam Salisilat Asam salisilat sering diujicobakan dengan cara penyemprotan sebanyak 5 mm untuk mempelajari induksi dan penghambatan pertumbuhan karena SAR, penguningan daun dan nekrosis tepi yang biasanya terjadi pada tanaman yang sensitif, seperti Arabidopsis. Pengaruh asam salisilat untuk menginduksi ketahanan tanaman tidak akan sistemik jika disemprotkan atau diinjeksikan ke daun, tetapi efek sistemik dari asam salisilat baru akan tampak jika diaplikasikan ke tanah. Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa kalau asam salisilat diinjeksikan ke daun akan tersimpan di vakuola sel sebagai glukosa, dan jika diaplikasikan ke tanah akan diserap oleh akar dan ditransportasikan keseluruh tanaman (van Loon 2000).

55 31 Adapun mekanisme bagaimana asam salisilat dapat menginduksi SAR belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa hipotesis yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu: 1. Hidrogen peroksida (H ) berperan sebagai second messanger dari asam salisilat dalam pensinyalan SAR. Hal ini diketahui adanya asam salisilat binding protein, yang diidentifikasi sebagai katalase, ternyata mampu dihambat aktivitasnya oleh asam salisilat, yang diawali dengan konsentrasi H yang meningkat. 2. H bertindak sebagai agen sinyal dari asam salisilat. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan konsentrasi H pada bagian daun tembakau yang tidak diinfeksi selama aktivasi SAR. Sesungguhnya senyawa peroksida tersebut dimiliki oleh hampir semua tanaman tingkat tinggi yang merupakan hasil detoksifikasi tanaman terhadap oksigen reaktif yang berbahaya. Adapun reaksi penghasil senyawa peroksida tersebut adalah sebagai berikut (Huang 2001): Superoksida dismutase 2O H+ H 2 O 2 + O 2 Peroksidase H 2 O 2 + AH 2 2H 2 O + A Katalase H 2 O 2 H 2 O + ½ O 2 Pengertian senyawa second messanger menurut Huang (2001) merupakan senyawa metabolit yang memediasi pemindahan sinyal secara intraseluler. Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh metabolit untuk dapat bertindak sebagai second messanger ada tiga yaitu, (1) senyawa tersebut ada dalam sel tanaman pada konsentrasi yang mampu mengelisitor respon fisiologi tanaman, (2) sel tanaman mempunyai mekanisme untuk menanggapi keberadaan senyawa tersebut untuk kemudian ditranslasi menjadi respon fisiologi tanaman, serta (3) adanya mekanisme pemblokiran untuk mencegah timbulnya respon fisiologi lebih lanjut. Akumulasi asam salisilat berhubungan erat dengan enzim yang merombak prekusor phenylalanine yaitu enzim phenylalanine ammonialyase (PAL). Pola aktivitas PAL diinduksi di petiol dan batang menunjukkan bahwa jaringan tersebut merespon pergerakan sinyal yang berasal dari daun yang diinokulasi. Peningkatan aktifitas PAL diduga karena peningkatan ekspresi gen

56 32 untuk enzim dan/atau meningkatnya tingkat penurunan produk asam transsinamat (Smith-Becker et al. 1998). Asam sinamat merupakan suatu inhibitor kuat kegiatan PAL yang bertindak untuk mempercepat berkurangnya enzim dan untuk menghambat de novo produksi enzim (Shields et al. 1982). Salah satu kemungkinan adalah bahwa sinyal awal dari daun yang diinokulasi mengarah untuk aktivasi enzim atau kelompok enzim precursor PAL yang mengkonversi asam sinamat menjadi asam salisilat (Leon et al. 1993).

57 33 DAFTAR PUSTAKA Adams MJ, Antoniw JF, Bar-Joseph M, Brunt AA, Candresse T, Foster GD, Martelli GP, Milne RG, Zavriev SK, Fauquet CM The new plant virus family Flexiviridae and assessment of molecular criteria for species demarcation. Arch Virol 149: Adkins S, Zitter T, Momo T Tospoviruses (Family Bunyaviridae, Genus Tospovirus). Florida: Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida Afieri Jr. SA, Langdon KK, Kimbrough JW, El-Ghol NE, Wehlburg C Diseases and disorders of plants in Florida. Bul FDACS DPI No. 14. Arditti J Orchid Biology. Reviews and Perspectives III. Ithaca: Cornell University Press. Arditti J, Ernst R Micropropagation of Orchids. New York: Departement of Developmental and Cell Biology University of California. Ashari S Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI Press. Baker C, Davidson D, Scoates C White Phalaenopsis ringspots mystery solved. Plant Pathol Circ No Burnett HC Orchid Diseases. Vol 1 No. 3. Florida: State of Florida Dept. Of Agronomi. Carrington JC, Dougherty WG Small nuclear inclusion protein encoded by a plant Potyvirus genome is a protease. J of Virol 61: Carrington JC, Freed DD, Sanders TC Autocatalytic processing of the Potyvirus helper component proteinase in Escherichia coli and in vitro. J of Virol 63: Chan CI, Lamb A, Shim PS, Wood JJ Orchid of Borneo. Introduction and Selection of Spesies. London: The Sabah Society Kota Kinabalu in Association with The Royal Botanical Garden Kew. Chang CA Orchid virus diseases in Taiwan and their control strategies. The 2010 Taiwan International Orchid Show and Symposium. Taiwan, 6-15 Maret 2010, Taiwan: International Commercial Orchid Growers Organization. Hal Chang C, Chen YC, Hsu YH, Wu JT, Hu CC, Chang WC, Lin NS Transgenic resistance to Cymbidium mosaic virus in Dendrobium expressing the viral capsid protein gene. Transgenic Res 14: Chen TC, Hsu HT, Yeh SD A new Tospovirus like virus isolated from orchid. [Abstrak] Di dalam: The 4th International Symposium on Tospoviruses and Thrips in Floral and Vegetable Crops, Netherlands. Chen L, Kawai H, Oku T, Takahashi C, Niimi Y Introduction of Odontoglossum ringspot virus coat protein gene into Cymbidium niveomarginatum mediated by Agrobacterium tumefaciens to produce transgenic plants. J Japan Soc Hort Sci 75 (3):

58 34 Chia TF, Chan YS, Chua NH Characterization of Cymbidium mosaic virus coat protein gene and its expression in transgenic tobacco. Plant Mol Biol 18: Cordel GA Introduction to Alkaloids. A Biogenic Approach. New York: A Willey-Interscience Publication John Willey. Delaney TP Genetic dissection of acquired resistance to diseases. Plant Physiol 113: [Deptan] Departemen Pertanian Basis data statistik pertanian. Anggrek. [terhubung berkala] /newkom.asp# [16 Desember 2010] [Ditjen PPHP Deptan] Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Departemen Pertanian Road Map Pasca Panen dan Pemasaran Anggrek, Jakarta : Ditjen PPHP Departemen Pertanian. Elliott MS, Zettler FW, Zimmerman MT, Barnet Jr. OW, LeGrande MD Problems with interpretation of serological assay in a virus survey of orchid species from Puerto Rico, Ecuador, and Florida. Plant Dis 80 : Eun CAJ, Huang L, Chew FT, Yau Li-SF, Man Wong S Detection of two orchid viruses using quartz crystal microbalance-based dna biosensors. Phytopathology 92: Fauquet MC, Mayo MA Abbreviations for plant virus names Arch Virol 144: Francki RIB, Milne RG, Hatta T Atlas of plant viruses, Vol. II. Boca Raton: CRC Press. Friedrich L, Lawton K, Dincher S, Winter A, Staub T, Uknes S, Kessmann H, Ryals J Benzothiadiazole induces systemic acquired resistance in tobacco. Plant J 10: Frowd JA, Tremaine JH Physiological, chemical and serological properties of Cymbidium mosaic virus. Phytopathology 67: George EF Plant Propagation by Tisue Culture. Part 1. In Practice. 2 nd Edition. London: Exegetics Ltd Gibbs AJ, Harrison BD Cucumber mosaic virus. dpv/showdpv.php?dpvno=1. [ 2 Desember 2011] Grisoni M, Davidson F, Hyrondelle C, Farreyrol K, Caruana ML. Pearson M Nature, incidence, and symptomatology of viruses infecting Vanilla tahitensis in French Polynesia. Plant Dis 88: Gunawan LW Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Hari V, Siegel A, Rozek D, Timberlake WE The RNA of Tobacco etch virus contains poly(a). Virology 92: Hsu YC, Yeh TJ, Chang YC A new combination of RT-PCR and reverse dot blot hybridization for rapid detection and identification of Potyvirus. J of Vir Methods 128: 54 60

59 35 Hu JS, Ferreira M, Wang M, Xu MQ Detection of Cymbidium mosaic virus, Odontoglossum ringspot virus, Tomato spotted wilt virus, and Potyvirus infecting orchids in Hawaii. Plant Dis 77: Hu JS, Li HP, Barry K, Wang M, Jordan R Comparison of dot blot ELISA and RT-PCR assays for detection of two Cucumber mosaic virus isolates infecting banana in Hawaii. Plant Dis 79: Huang JS Plant Pathogenesis and Resistance: Biochemistry and Physiology of Plant-microbe Interactions. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. Hull R Matthews Plant Virology. New York: Academic Press. [ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses database Management. 2006a Cymbidium mosaic virus. In: ICTVdB - The Universal Virus Database, version 4. Büchen-Osmond, C. (Ed.). New York: Columbia University. /ICTVdb /ICTVdB/ [ICTVdB] International Committee on Taxonomy of Viruses database Management b Tobamovirus. In: ICTVdB - The Universal Virus Database, version 4. Büchen-Osmond, C. (Ed). New York: Columbia University. Ikegami M, Inouye N Genomic organization of Odontoglosum ringspot virus (Cy-1 Strain) RNA and comparison with that of Korean strain. Bull Res Ins Biores Okayama Univ 4: Ilardi V, Mazzei M, Loreti S, Tomassoli L and Barba M Biomolecular and serological methods to identify strains of Cucumber mosaic cucumovirus on tomato. EPPO Bull 25: Jayasankar S, Gray DJ In vitro selection for diseases resistance in plants an alternative to genetic enginering. Ag Biotech net 5: 1-5. Jensen DD Mosaic of Cymbidium orchids. Phytopathology 40: Jensen DD, Gold HA A virus ringspot of Odontoglossum Orchid: Symptoms, transmission and electron microscopy. Phytopathol 41: Khalimi K Deteksi dan karakterisasi Cymbidium Mosaic Virus (CymMV) isolat anggrek [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Koike ST, Mayhew DE Impatiens necrotic spot virus found in Oncidium. Orchids. The Magazine of Am Orc Soc 70: Lakani I, Suastika G, Mattjik N, Damayanti TA Identification and molecular characterization of Odontoglosum ringspot virus (ORSV) from bogor, Indonesia. Hayati J of Biosci 17: Lee H-I, Leon J, Raskin I Biosynthesis and metabolism of salicylic acid. Proc Natl Acad Sci USA 92: Leon J, Yalpani N, Raskin I, Lawton M Induction of benzoic acids 2- hydroxylase in virus-inoculated tobacco. Plant Physiol 103:

60 36 Lizarraga RE, Salazar LF, Roca WM, Schilde RL Elimination of Potato spindle tuber viroid by low temperature and meristem culture. Phytopatology 70: Logan HB, Lloyd GC Orchids Are Easy to Grow. New Jersey: Pentice Hall Inc. Englewood Cliff. Lopez-Delgado H, Mora-Herrera ME, Zavaleta-Mancera HA, Cadena-Hinojosa M, Scott IM Salicylic acid enhances heat tolerance and Potato virus X (PVX) elimination during thermotherapy of potato microplants. Am J of Pot Research 81: Mattjik NA Membangun usaha tanaman hias dan bunga ptong dengan mengaplikasikan bioteknologi khususnya kultur jaringan [Orasi purnabakti]. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. McMIllan Jr. RT, Vendrame WA Color break in orchid flower. Proc Fla State Hort Soc 118: Molders W, Buchala A, Metraux JP Transport of salicylic acid in Tobacco necrosis virus-infected cucumber plants. Plant Physiol 112: Moles M, Delatte H, Farreyrol K, Grisoni M Evidence that Cymbidium mosaic virus (CymMV) isolates divide into two subgroups based on nucleotide diversity of coat protein and replicase genes. Arch Virol 152: Morel J-B, Dangi JL The hypersensitive response and the induction of cell death in plants. Cell Death and Differ 4: Morrison A The Illustrated Encyclopedia of Orchids. Portland: Timber Press. Mukerji KG, Chamola BP, Upadhyay RK Biotechnological Approaches in Biocontrol of Plant Pathogens. New York: Kluwer Academic. Murphy AM, Chivasa S, Singh DP, Carr JP Salicylic acid-induced resistance to viruses and other pathogens: a parting of the ways?. Trend Plant Sci 4: Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M Viral diseases of flower plants. Identification of viruses affecting orchids (Cymbidium Sw.). Biologija 2: Nursandi F Karakterisasi keturunan hasil persilangan anggrek Phalaenopsis berdasarkan morfologi dan pola pita izosim [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Owens J, Palukaitis P Characterization of Cucumber mosaic virus. I. Molecular heterogeneity mapping of RNA 3 in eight CMV strains. Virology 69: Owens J, Shintaku M, Aeschleman P, Tahar S F and Palukaitis P Nucleotide sequence and evolutionary relationships of Cucumber mosaic virus (CMV) strains, CMV RNA 3. J Gen Virol 71: Paludan N Inactivation of viroids in Chrysanthenum by low-temperature treatment and meristem-tip culture. Acta Hortic 164:

61 37 Palukaitis P, Zaitlin M Replicase-mediated resistance to plant virus diseases. Adv Virus Res 48: Palukaitis P, Roossinck MJ, Dietzgen RG, Francki RIB Cucumber mosaic virus. Adv in Virus Res 41: Paul HL Odontoglossum ringspot virus. CMI/AAB Descriptions of Plant Viruses, no Pierik RLM In vitro Culture of Higher Plant. Dordrecht: Martinus Nijhoff Publisher. Purwito A, Wattimena GA Kombinasi teknik kultur meristem dan ribavirin pada eliminasi beberapa virus kentang [Laporan Penelitian]. Bogor. Lab Bioteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Puspitaningtyas DM, Mursidawati S, Sutrisno, Jauhari A Anggrek Alam Di Kawasan Konservasi Pulau Jawa. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Raskin I Role of salicylic acid in plants. Ann Rev Plant Physiol 43: Ratnadewi DL, Suseno R, Sandra E Merekayasa klon anggrek Laeliocattleya Laurie Lynn Westernberger bebas virus melalui kultur meristem apikal. J Ilmu Pert Indonesia Vol 1: Ribnicky DM, Shulaev V, Raskin I Intermediates of salicylic acid biosynthesis in tobacco. Plant Physiol 118: Rizos H, Gunn LV, Pares RD, Gillings MR Differentiation of Cucumber mosaic virus isolates using the polymerase chain reaction. J Gen Virol 73: Roossinck MJ Evolutionary history of Cucumber mosaic virus deduced by phylogenetic analysis. J Virol 76: Roossinck MJ, Zhang L, Hellward K, Rearrangement in the 5 nontranslated region phylogenetic analysis of Cucumber mosaic virus RNA 3 indicate radial three subgroup. J Virol 76: Rukmana Budidaya Anggrek Bulan. Jakarta: Kanisius Ryals JA, Neuenschwander UH, Willits MG, Molina A, Steiner HY, Hunt MD Systemic acquired resistance. The Plant Cell 8: Ryu KH, Yoon KE, Park WM Cloning and sequencing of a cdna encoding the coat protein of a Korean isolate of Cymbidium mosaic virus. Gene 156: Sammons IM, Chessin M Cactus virus in The United States. Nature 191: 517. Sastrapradja SD, Gandawidjaja D, Imelda M, Nasution RE Anggrek Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka Schneider M, Schweizer P, Meuwly P, Metraux JP Systemic acquired resistance in plants. Int J Cytol 168:

62 38 Seoh ML, Wong SM, Zhang L Simultaneous TD/RT-PCR detection of Cymbidium mosaic potexvirus and Odontoglossum ringspot tobamovirus with a single pair of primers. J Virol Methods 72: Setiawan. H Usaha Pembesaran Anggrek. Jakarta. Penebar Swadaya Sherpa AR, Bag TK, Hallan V, Zaidi AA Detection of Odontoglossum ringspot virus in orchids from Sikkim, India. Aust Plant Pathol 35: Sherpa AR, Hallan V, Zaidi AA Cloning and sequencing of coat protein gene of an Indian Odontoglossum ringspot virus isolate. Acta Virol 48: Shields S, Wingate V, Lamb C Dual control of phenylalanine ammonialyase production and removal by its product cinnamic acid. Eur J Biochem 123: Shukla DD, Ward CW, Brunt AA The Potyviridae. Wallingford: CAB International. Shuttleworth FS, Zim HS, Dillon G Orchids. New York: Golden Press Western Publishing Company Inc. Sialer MM, Cillo F, Barbarossa L, Gallitelli D Differentiation of Cucumber mosaic virus subgroups by RTPCR RFLP. J Plant Pathol 81: Siegel A, Wildman SG Some natural relationships among strains of Tobacco mosaic virus. Phytopathology 44: Smith-Becker J, Marois E, Huguet EJ, Midland SL, Sims JJ, Keent NT Accumulation of salicylic acid and 4-hydroxybenzoic acid in phloem fluids of cucumber during sistemic acquired resistance is preceded by a transient increase in phenylalanine ammonia-lyase activity in petiols and stem. Plant Physiol 116: Srifah P, Loprasert S, Rungroj N Use of reverse transcriptionpolymerase chain reaction for cloning of coat protein-encoding genes of Cymbidium mosaic virus. Gene 179: Srivastava PS, Iqbal M, Mughal MH Role of tissue culture in plant disease control. Di dalam: Mukerji KG, Chamola BP, Upadhyay RK, Editor. Biotechnological Approaches in Biocontrol of Plant Pathogens. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. hlm Steinhart WL, Oshiro MA Gene products encoded by Cymbidium mosaic virus RNA: proteins translated in vitro. Plant Sci 72: Sticher L, Mauch-Mani B, Metraux JP Systemic acquired resistance. Ann Rev Phytopathol : 35: Stomberg A Induced systemic resistance in potato late blight [Dissertation]. Sweden: Swedish University of Agricultural Science. Suharto Potensi pasar anggrek Luar Negeri [tidak dipublikasikan]. Dialog Interaktif Peranggrekan dalam rangka ulang tahun Kebun Raya Bogor ke 185. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Szilassy D, Sala nki, Bala zs E Molecular Evidence for the existence of two distinct subgroups in Cucumber mosaic cucumovirus. Virus Genes 18:

63 39 Takahashi Y, Takahashi T, Uyeda I A cdna clone to Clover yellow vein potyvirus genome is highly infectious. Virus Genes 14: Tuzun S, Kuc J Plant Immunization: an Alternative to Pesticides for Control of Plant Diseases in The Greenhouse and Field. Petersen JB (editor). Tsukuba: Japan-OECD Joint Workshop. van Loon Sytemic induced resistance. Di dalam : Slusarenko A, Fraser RSS, Van Lonn LC, Editor. Mechanism of Resistance to Plant Diseases. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.hlm van Regenmortel MHV, Carstens EB, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J Virus taxonomy: classification and nomenclature of viruses. In: Seventh Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press, 1162 p. Verchot J, Koonin EV, Carrington JC The 35-kDa protein from the N- terminus of the potyviral polyprotein functions as a third virus-encoded proteinase. Virology 185: Vickery ML, Vickery B Secondary Plant Metabolism. London: The MacMillan Press Ltd. Wahyuni WS, Dietzgen RG, Hanada K, Francki RIB Serological and biological variation between and within subgroup I and II strains of Cucumber mosaic virus. Plant Pathol 41: Ward CW, Shukla DD Taxonomy of Potyviruses: current problems and some solutions. Intervirology 32: Wattimena GA, Gunawan LW, Nurhayati AM, Syamsudin E, Wendi NMA, Ernawati A Bioteknologi Tanaman. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti-Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Widiastoety D Kultur jaringan pada tanaman anggrek. Buletin Perhimpunan Anggrek Indonesia. No. 10 Thn. V: Winterhalter AC Potyvirus: Genome Structure, Organisation, Processing And Possible Functions Of Mature Proteins. Virology Down Under. /vdu/ VDUPotyvirus.htm [2 Desember 2011]. Wisler GC How to Control Orchid Viruses. The Complete Guidebook. Gainesville: Maupin House Publ. Wong SM, Mahtani PH, Lee KC, Yu HH, Tan Y, Neo KK, Chan Y, Wu M, Chung CG Cymbidium mosaic potexvirus RNA: complete nucleotide sequence and phylogenetic analysis. Arch Virol 142: Xie Z, Chen Z Salicylic acid induces rapid inhibition of mitochondrial electron transport and oxidative phosphorylation in tobacco cells. Plant Physiol 120: Zaitlin M Letter to the Editor. Viral cross protection: more understanding is need. Phytopathology 66: Zettler FW, Ko NJ, Wisler GC, Elliot MS, Wong SM Viruses of orchids and their control. Plant Dis 74:

64 40 Zheng YX, Chen CC, Chen YK, Jan FJ. 2008a. Identification and characterization of a Potyvirus causing chlorotic spots on Phalaenopsis orchids. Eur J Plant Pathol 121:87 95 Zheng YX, Chen CC, Yang CJ, Yeh SD, Jan FJ. 2008b. Identification and characterization of a Tospovirus causing chlorotic ringspots on Phalaenopsis orchids. Eur J Plant Pathol 120: Zitter TA, Murphy JF Cucumber mosaic. The Plant Health Instructor. mosaic.aspx [ 2 Desember 2011]

65 41 III. IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BEBERAPA VIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN ANGGREK DI PULAU JAWA ABSTRAK IRWAN LAKANI. Identifikasi dan Karakterisasi Beberapa Virus yang Menginfeksi Tanaman Anggrek di Pulau Jawa. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATJJIK, dan TRI ASMIRA DAMAYANTI. Hasil survei pada beberapa lokasi sentra pembibitan/pengembangan pertanaman anggrek, di Jawa Timur (Malang, Surabaya), Jawa Tengah (Magelang), Jawa Barat (Kebun Raya-Bogor, Gunung Sindur-Bogor, Cianjur, Lembang) dan Jakarta (Taman Anggrek Indonesia Permai/TAIP) berdasarkan gejala, uji serologi, RT-PCR dan perunutan DNA menunjukkan terdeteksinya beberapa jenis virus. Gejala yang ditemukan pada daun dan bunga bervariasi berupa ringspot (bercak cincin), mosaik, nekrosis, malformasi daun, klorosis, dan gejala masing-masing virus sulit dibedakan satu sama lainnya. RT-PCR menggunakan primer universal CMV subgrup IB, Potyvirus, dan Tospovirus berhasil mengamplifikasi DNA berukuran 382 bp dan 327 bp pada semua sampel uji dan tidak terdeteksi Tospovirus. Deteksi serologi menggunakan antiserum spesifik CymMV dan ORSV serta RT-PCR menggunakan primer spesifik gen CP virus berhasil mendeteksi keduanya. Analisis nukleotida enam isolat CymMV yang berasal dari Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Lembang Bandung (Jawa Barat), Magelang (Jawa Tengah) dan Surabaya, Malang (Jawa Timur) menunjukkan homologi sekuen sebesar 96,2-98,8% antar isolat, dan homologi berdasarkan urutan asam amino berkisar 97,3-99,5% terhadap 10 isolat dari beberapa negara lain. Analisis pohon filogenetika menggunakan software MEGA 4.0 berdasarkan asam amino keenam isolat CymMV, menunjukkan terbentuknya tiga kelompok berbeda untuk masing-masing isolat. Hasil analisis nukleotida gen CP ORSV isolat Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Cipanas-Cianjur, dan Jakarta menunjukkan homologi berkisar 94,9-100% antar isolat, sedangkan analisis berdasarkan urutan asam amino antara isolat Pulau Jawa tersebut dengan 11 sekuen pada GeneBank diperoleh homologi berkisar 92,4 100%. Analisis pohon filogenetika berdasarkan asam amino menunjukkan keempat isolat ORSV Pulau Jawa membentuk satu kelompok yang sama. Untuk ORSV dilakukan uji penularan terhadap beberapa jenis tanaman indikator yang menunjukkan ORSV mampu menginfeksi semua jenis tanaman indikator dengan kejadian penyakit %. Deteksi serologi daun tanaman bergejala dan yang tidak bergejala menunjukkan sampel tanaman positif bereaksi terhadap antiserum ORSV.

66 42 III. IDENTIFICATION AND CHARACTERIZATION OF SEVERAL PLANT VIRUSES INFECTING ORCHIDS IN JAVA ISLAND IRWAN LAKANI. Identification and Characterization of Several Plant Viruses Infecting Orchids in Java Island. Supervised by GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATJJIK, dan TRI ASMIRA DAMAYANTI. The survey results at several locations of orchid central nursery in East Java (Malang, Surabaya), Central Java (Magelang), West Java (Kebun Raya- Bogor, Gunung sindur-bogor, Cianjur, Lembang) and Jakarta (Taman Anggrek Indonesia Permai/ TAIP) based on symptoms, serological test, RT-PCR and DNA sequence were positively detected several viruses. Symptoms are found in the leaves and flowers varied like ringspot, mosaic, necrosis, leaf malformation, and chlorosis and are difficult to distinguish each other. RT-PCR using universal primers of CMV subgroup IB, Potyvirus and Tospovirus succesfully amplified DNA sized 382 bp and 327 bp in all tested samples, while Tospovirus undetecteble. Serological detection using CymMV and ORSV specific antiserum and RT-PCR using specific primer for CP gene successfully amplified both DNAs. Nucleotide sequences analysis of the six CymMV isolates from Gunung Sindur- Bogor, Kebun Raya-Bogor, Lembang Bandung (West Java), Magelang (Central Java) and Surabaya, Malang (East Java) are showed sequence homology ranging from ,8% and homology based on amino acid ranging from 97.3 to 99.5% with 10 isolates from several countries. The phylogenetic analysis using MEGA 4.0 software based on amino acid of the six isolates formed three different groups of each isolate. The nucleotide analysis of CP gene of ORSV isolates from Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Cipanas- Cianjur, and Jakarta showed homology ranging from 94.9 to 100%, and homology based on amino acid ranging from 94.9 to 100% with 11 isolates from several countries. Phylogenetic analysis based on amino acids of four ORSV Java isolates formed one group. Transmission test of ORSV to several species of indicators plant showed that ORSV was able to infect all species of indicator plants with disease incidence %. Serological detection of symptomatic and asymptomatic leaves showed positive reacted positively against ORSV antiserum.

67 43 PENDAHULUAN Tanaman anggrek (Orchidaceae) merupakan tanaman yang memiliki jenis terbanyak dan paling bervariasi diantara tanaman hias lainnya. Orchidaceae terdiri dari lebih spesies yang termasuk dalam ± 900 genus. Anggrek dapat tumbuh secara alami pada kisaran habitat yang luas dari daerah sub tropis sampai daerah beriklim tropis di dunia (Navalinskiene 2005). Virus tanaman merupakan salah satu masalah dalam budidaya dan pengembangan tanaman anggrek. Beberapa laporan menyatakan bahwa tanaman anggrek dapat diinfeksi oleh lebih dari 50 jenis virus (Zettler et al. 1990; Chang et al. 2005). Dua jenis virus penting pada tanaman anggrek yang banyak diteliti adalah Odontoglossum ringspot virus (ORSV) dan Cymbidium mosaic virus (CymMV). Selain itu beberapa laporan menyebutkan tiga virus lainnya yang menginfeksi anggrek di beberapa negara yaitu Cucumber mosaic virus (CMV), Potyvirus dan Tospovirus. Diantara virus yang menginfeksi anggrek, ORSV merupakan salah satu virus yang dominan menyerang pertanaman anggrek di dunia. Laporan dari beberapa negara menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan kerugian secara ekonomi di Florida, Taiwan, India, New Zealand, dan beberapa negara lain (Jensen & Gold 1951; Lawson & Brannigan 1986; Zettler et al. 1990; Chang 2008). ORSV telah dilaporkan dapat menginfeksi 31 genus anggrek (Zaitlin 1976; Inouye 2001). ORSV pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi dari spesies anggrek Odontoglossum grande yang memperlihatkan gejala bercak cincin (ringspot) pada daun. ORSV juga menyebabkan gejala mosaik bergaris atau bercak, belang berbentuk berlian (diamond mottle), atau bercak cincin pada daun, warna bunga pecah (color breaking) pada jenis Odontoglossum, Cymbidium, Vanilla, Epidendrum, Encyclia, Oncidium, Phalaenopsis dan beberapa genus anggrek lainnya (Burnett 1965; Corbett 1967). Warna bunga pecah ditandai dengan variasi warna pada bunga, warna normal pada petal dan sepal diselingi oleh bagian warna yang lebih terang atau redup tidak beraturan (Burnett 1965). Selain itu ORSV dapat menyebabkan nekrosis coklat bergaris dan malformasi serta distorsi pada rangkaian bunga Cattleya (Afieri et al. 1991; McMillan & Vendrame 2005).

68 44 Virus ini tidak dapat ditularkan oleh vektor serangga (Namba & Ishii 1971) namun dapat ditularkan secara mekanis dan dapat bertahan lama pada media pot (Ajjikuttira et al. 2002). Penularan secara mekanis pada tanaman indikator Chenopodium amaranticolor, C. Quinoa, dan Gomphrena globosa menyebabkan gejala lesio lokal sedangkan pada Tetragonia expansa gejala awalnya lesio lokal kemudian berkembang menjadi menguning (Navalienskiene et al. 2005). Selain ORSV, virus lain yang banyak menginfeksi pertanaman anggrek di dunia adalah CymMV. CymMV pertama kali dideskripsi oleh Jensen yang mengamati gejala mosaik dan bercak bergaris nekrosis pada anggrek Cymbidium (Jensen 1951). Virus ini menyebar di beberapa negara di dunia pada berbagai jenis anggrek (Moles et al. 2007). Infeksi CymMV menyebabkan kerugian secara ekonomis karena menurunkan kualitas bunga (Chia et al. 1992). CymMV menginfeksi beberapa genus anggrek seperti Cattleya, Dendrobium, Epidendrum, Laelia, Phaleonopsis dan Vanda. Infeksi CymMV pada jenis tanaman anggerk tersebut menyebabkan penurunan vigor tanaman dan kualitas bunga (Lawson & Hsu 1995) Tanaka et al. (1997) melaporkan bahwa beberapa jenis anggrek di Thailand terinfeksi CymMV dengan kejadian penyakit sebesar 67% pada anggrek Cymbidium, 45.5% pada Cattleya, 65.7% pada Dendrobium, 35% pada Oncidium, 25% pada Phalaenopsis, dan 51% pada Vanda. Khalimi (2008) melaporkan, berdasarkan hasil ELISA terhadap 107 sampel bergejala yang dikumpulkan dari 3 lokasi survei (Gunung Sindur-Bogor, Segunung, Kebun Raya), bahwa sebanyak 62,62% sampel anggrek yang terdeteksi dinfeksi oleh CymMV. Kejadian penyakit CymMV tertinggi terjadi pada lokasi pengambilan sampel di Gunung Sindur-Bogor (64,0%). Tanaman anggrek yang terinfeksi CymMV selalu memperlihatkan gejala ukuran bunga lebih kecil, kualitas jelek, dan bentuk bunga yang cacat sebagaimana gejala pada daun, sehingga menyebabkan kehilangan nilai ekonomi yang tinggi (Seoh et al. 1998). Gejala infeksi CymMV lain di lapangan berupa mosaik, klorosis dan nekrosis pada daun dan bunga (Sherpa et al. 2006a). CymMV dapat ditularkan secara mekanis dan melalui bahan perbanyakan vegetatif tanaman, tetapi tidak dapat ditularkan melalui biji dan oleh serangga (Ryu et al. 1995). CymMV dapat ditularkan melalui kontak langsung antara tanaman sakit dengan tanaman sehat, kontaminasi peralatan potong dan pot

69 45 yang digunakan selama perawatan dan panen bunga di lapangan (Wisler 1989; Lawson & Hsu 1995). Belum banyak penelitian yang melaporkan CMV pada tanaman anggrek. Pengamatan biologis dilakukan pada tanaman anggrek Phalaenopsis yang terinfeksi CMV di Taiwan menggunakan pewarnaan azure A. Pada jaringan yang terinfeksi terlihat bentuk sudut dan berbagai variasi ukuran badan inklusi. Inklusi tersebut berupa agregasi kristal virus yang terlihat jauh lebih berlimpah di bagian mesofil dari pada bagian sel-sel epidermis. Inklusi ini juga terjadi berlimpah dalam sel floem daun dewasa dan terbatas pada daun yang baru muncul. Identitas virus tersebut dikonfirmasi dengan mikroskop elektron imunofluoresensi yang dimodifikasi pada sectioning tipis dan diberi label elektron immunogold (Ko 1988). Virus lain yang menginfeksi anggrek yaitu Potyvirus. Potyvirus pada anggrek menyebabkan bercak klorosis pada daun Phalaenopsis yang diamati di Taiwan. Virus diisolasi dari daun anggrek Phalaenopsis sakit dan ditularkan pada Chenopodium quinoa dan Nicotiana benthamiana. Virus bereaksi dengan antibodi monoklonal terhadap kelompok Potyvirus. Pengamatan pada sap dan hasil purifikasi terlihat partikel berbentuk filamen dengan ukuran panjang sekitar nm dan badan inklusi berbentuk pinwheel diamati pada sel yang terinfeksi. (Zheng et al. 2008). Hasil identifikasi, isolasi, inokulasi kembali, karakterisasi serologi dan molekuler terhadap Potyvirus tersebut diberi nama Phalaenopsis chlorotic spot virus (PhCSV) (Chen et al. 2006). Deteksi terhadap ORSV telah dilakukan sejak tahun 1951, pada awalnya virus ini disebut sebagai Tobacco mosaic virus strain Orchid (Orchid TMV) berdasarkan sifat-sifat awal yang diidentifikasi (Thomson & Smirk 1967). ORSV mudah dibedakan dari TMV dan Tobamovirus lainnya dengan kemajuan metode identifikasi, berdasarkan kisaran inang, serologi, dan sekuen nukleotida pada bagian terminal 3 (Isomura et al. 1990; Isomura et al. 1991). Berbagai metode deteksi juga dikembangkan untuk mendeteksi secara sensitif terhadap CymMV dan ORSV. Metode yang dikembangkan antara lain slot-blot hybridization assay (Sherpa et al. 2006a) dan Capillary zone electrophoresis dan Immuno-capillary zone electrophoresis (I-CZE) (Eun & Wong 1999). Metode deteksi lain yang umum dilakukan untuk deteksi ORSV dan CymMV adalah reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) yang

70 46 berhasil dilakukan oleh Ryu et al. (1995) dan imonocapture-pcr juga berhasil dikembangkan oleh Barry et al. (1996). Teknik RT-PCR berhasil dilakukan untuk mendeteksi ORSV yang menginfeksi tanaman anggrek di Singapura menggunakan sepasang primer yang mengamplifikasi full lenght coat protein (ORF5) pada posisi (Ajjikuttira et al. 2005). Teknik deteksi lainnya adalah menggunakan digoxigenin (DIG)-labeled crna probes (Hu & Wong 1998), dan simultan touchdown (TD) RT-PCR dengan pasangan primer tunggal (Seoh et al. 1998) serta molecular beacons yang dapat mendeteksi secara bersamaan dua virus ORSV dan CymMV (Eun & Wong 1999). Adanya virus-virus tersebut pada beberapa negara di Asia, penting artinya bagi pengusahaan anggrek di Indonesia karena kedekatan lokasi dan aktivitas masuk keluarnya bibit anggrek. Sistem perdagangan terbuka memungkinkan virus tanaman masuk melalui kegiatan impor bahan tanaman. Saat ini, Indonesia masih mengimpor bibit anggrek dalam bentuk botolan dan kompot dari beberapa negara seperti Thailand, Singapura dan Taiwan. Selain melalui importir bibit, tanaman anggrek juga masuk melalui para penggemar anggrek. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian yang mendeteksi dan mengidentifikasi beberapa virus yang menginfeksi tanaman anggrek di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa virus yang menginfeksi tanaman anggrek di Pulau Jawa yaitu : 1. CMV dan Potyvirus, sebarannya dan mengidentifikasi dengan RT-PCR. 2. CymMV; sebarannya, mengidentifikasi karakter molekuler dengan teknik serologi, RT-PCR dan analisis sekuen beberapa isolat CymMV. 3. ORSV; sebarannya, mengidentifikasi karakter biologi melalui uji penularan, karakter molekuler melalui teknik serologi, RT-PCR dan analisis sekuen isolat ORSV yang ada pada pertanaman anggrek di Indonesia.

71 47 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Juli 2008 sampai Desember 2009, di Rumah Kasa dan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengumpulan Sampel Tanaman Anggrek yang Terinfeksi Survei dilakukan untuk mengumpulkan tanaman yang bergejala khas infeksi virus. Survei dan pengambilan contoh tanaman (sampel) anggrek dilakukan di kebun petani/pengusaha anggrek di Jawa Barat (Gunung Sindur- Bogor, Kebun Raya-Bogor, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung Cipanas- Cianjur, Lembang-Bandung), Jawa Tengah (Magelang), Jawa Timur (Surabaya, Malang) dan DKI Jakarta (Taman Anggrek Indonesia Permai,TAIP). Survei dilakukan untuk mengamati gejala pada tanaman anggrek, mengetahui pengaruh infeksi terhadap anggrek, variasi gejala yang muncul pada jenis tanaman anggrek berbeda serta kejadian penyakit pada beberapa lokasi. Serologi Deteksi dan Identifikasi Virus pada Anggrek ORSV dan CymMV dideteksi secara serologi dari sampel tanaman hasil survei dan hasil uji penularan pada tanaman indikator. Teknik direct double antibody sandwich-enzyme linked immunoabsorbent assay (DAS-ELISA) digunakan sesuai prosedur yang dikemukakan oleh pembuat antiserum. Antiserum yang digunakan adalah antiserum spesifik CymMV dan ORSV (DSMZ, Jerman). Analisis secara kuantitatif hasil ELISA ditentukan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Pengujian dinyatakan positif jika nilai absorban 1,5x nilai kontrol negatif (tanaman sehat). Deteksi dengan RT-PCR Ekstraksi total RNA. Ekstraksi RNA total dilakukan pada sampel tanaman yang dipilih. RNA total diperoleh dari 0,1 g daun bergejala yang digerus dengan nitrogen cair dan diekstraksi menggunakan kit isolasi RNA total (RNAeasy Plant Mini Kit) sesuai prosedur pembuatnya (Qiagen Inc., Chatsworth, CA, USA). Total RNA dielusi dengan air bebas RNAse (ddh 2 O) sebanyak 50 μl.

72 48 Sintesis cdna. RNA total yang diperoleh digunakan sebagai template untuk sintesis first strand complementary DNA (cdna) pada mesin PCR. Komposisi reagen reaksi RT (reverse transcription) dengan total volume 10 μl (Tabel 3.1). Total RNA yang diperoleh ditambahkan reagen RT sampai mencapai volume total 10 μl kemudian diamplifikasi menggunakan mesin PCR Automated Thermal Cycler (GeneAmp 2400; Perkin-Elmer Corp., Norwalk, CT) yang diprogram untuk satu siklus pada 25 o C selama 5 menit, 42 o C selama 60 menit, dan 70 o C selama 15 menit. Hasil RT tersebut kemudian disimpan pada suhu -20 o C sampai siap digunakan untuk reaksi RT-PCR. RT-PCR. Reagen PCR terdiri dari cdna, PCR mix (Go taq green, Promega), sepasang primer dan ddh 2 O (Tabel 3.2). Reaksi PCR diamplifikasi dengan menggunakan sepasang primer yang mengamplifikasi gen CP untuk masing-masing virus (Tabel 3.3). Amplifikasi dilakukan menggunakan mesin PCR Automated Thermal Cycler dengan kondisi PCR berbeda untuk masingmasing virus (Tabel 3.4). Tabel 3.1 Komposisi reagen untuk reaksi reverse trancription (RT) No. Reagent Vol (µl) Konsentrasi 1. Sampel RNA ORSV 2,00 2. Bufer RT 10x 1,00 1x 3. M-MuLV (200U/ μl) 0, unit mm dntp 1,00 2,00 mm μm oligo-dt 1,00 1,00 μm 6. Rnase I (40U/ul) 0,50 2,00 unit 7. dd H 2 O 4,00 Total 10,00 Tabel 3.2 Komposisi reagen untuk reaksi PCR No Reagen Volume (µl) Konsentrasi akhir 1 Go taq green (Promega) 12,5 1 x 2 cdna 2,0 < 250 ng 3 Primer forward 10 µm 1,0 1,0 µm 4 Primer reverse 10 µm 1,0 1,0 µm 5 ddh 2 O 8,5 N.A Total 25,0

73 49 Tabel 3.3 Sekuen primer yang digunakan untuk deteksi virus pada anggrek No Nama Primer Sekuen primer Produk PCR (bp) Referensi 1 CMV-IF 5 -ACCGCGGGTCTTATTATGGT Aramburu et al. CMV-IR 5 -ACGGATTCAAACTGGGAGCA-3 (2007) 2 Potyvirus (MJ1)(f) Potyvirus (MJ2)(r) 3 Tospovirus (gl3637) Tospovirus (gl4435c) 4 CymMV- CPF CymMV- CPR 5 ORSV- CP-f ORSV- CP-r 5 -TGGTHTGGTGYATHGARAAYGG Marie-Jeanne et al. (2000) 5 -TGCTGCKGCYTTCATYTG-3 5 -CCTTAACAGTDGAAACAT Chu et al. (2001) 5 -CATDGCRCAAGARTGRTARACAGA-3 5 -CGGGATCCATGGGAGAGTCCACTCCA Sherpa et al. (2007) 5 -GGAATTCTCAGTAGGGGGTCCAGGC-3 5 -GCTCTAGAATGTCTTACACTATTACAGACC Ajjikuttira et al. (2005) 5 - TCCCCCGGGTTAGGAAGAGGTCCAAGTAAG- 3 Tabel 3.4 Kondisi PCR untuk deteksi virus pada anggrek No Primer Kondisi PCR 1 CMV-IF & CMV-IR 93,5 o C 3 menit; 93,5 o C, 45 detik; 55 o C, 45 detik; 72 o C, 1 menit ekstensi 72 o C, 5 menit. (35 siklus) 2 MJ1 (f) & MJ2 (r) 94 o C 3 menit; 94 o C, 30 detik; 50 o C, 1 menit; 72 o C, 1 menit ekstensi 72 o C, 10 menit. (45 siklus) 3 gl3637 & gl4435c 93 o C 5 menit; 93 o C, 1 menit; 50 o C, 1 menit; 72 o C, 2 menit ekstensi 72 o C, 5 menit. (35 siklus) 4 CymMV-CPF & CymMV-CPR 5 ORSV-CP-f & ORSV-CP-r 95 o C 5 menit; 95 o C, 30 detik; 50 o C, 45 detik; 72 o C, 1 menit ekstensi 72 o C, 10 menit. (35 siklus) 95 o C 5 menit; 95 o C, 30 detik; 50 o C, 45 detik; 72 o C, 1 menit ekstensi 72 o C, 10 menit. (35 siklus) Visualisasi DNA. DNA virus hasil amplifikasi dielektroforesis menggunakan gel agarose 1,2% (w/v) (dalam TBE 0,5 X) yang mengandung Ethidium bromide (0,5 mg/10 ml). Penanda DNA yang digunakan adalah ladder 100 bp dan 1 Kb (Fermentas), sebanyak 8 µl yang dicampurkan dengan 2 µl 5x loading buffer. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 70 V DC selama 60 menit. Hasil elektroforesis divisualisasi dibawah transilluminator ultraviolet dan didokumentasi dengan kamera digital.

74 50 Analisis Sekuen Nukleotida dan Asam Amino Gen CP ORSV dan CymMV Perunutan DNA. Sampel DNA hasil RT-PCR digunakan untuk sekuen nukleotida. Sekuen nukleotida ORSV sampel Gunung Sindur-Bogor dilakukan di Laboratorium Charoen-Phokphan Indonesia, Jakarta, sedangkan untuk sampel Kebun Raya-Bogor, Cipanas-Cianjur dan TAIP-Jakarta dilakukan di Laboratorium Genetica Science di Singapura. Sekuen nukleotida untuk semua sampel CymMV dilakukan di laboratorium Macrogen Inc Seoul, Korea Selatan. Analisis Filogenetika. Sekuen gen CP dianalisis untuk mengetahui tingkat homologi dengan gen CP dari virus yang sama yang telah di deposit pada GeneBank menggunakan software Wu-Blastn ( Alignment selanjutnya dilakukan dengan membandingkan homologi isolat ORSV Gunung Sindur-Bogor, Kabun Raya Bogor, Cipanas-Cianjur dan dengan sekuen gen CP 11 isolat ORSV dari beberapa negara dan satu isolat TMV sebagai pembanding diluar grup (outgroup) (Tabel 3.5). Alignment seluruh isolat CymMV Pulau Jawa dilakukan dengan membandingkan homologinya terhadap 10 isolat CymMV dari beberapa negara dan satu isolat Potato Virus X (PVX) sebagai pembanding outgroup (Tabel 3.6). Matriks identitas nukleotida dan asam amino diperoleh menggunakan software BioEdit (Hall 1999). Pohon filogenetika dikonstruksi menggunakan software MEGA versi 4.0 (Tamura et al. 2007), dengan metode neighbour-joining menggunakan bootstrap 1000 kali pengulangan. Gambar alignment dihasilkan dengan menggunakan program GeneDoc versi (Nicholas & Nicholas 1997). Tabel 3.5 Isolat ORSV dari beberapa negara dan TMV pada GeneBank yang dibandingkan dengan enam isolat ORSV asal Indonesia No. Isolat Kode aksesi Aksesor* 1. Brazil AF Rivas et al Hangzhou (China) AM Shi & Xu Yunan (China) AM Li et al Taiwan AF Ajjikuttira et al India AJ Sherpa et al Korea Selatan EU Chung Jerman AJ Letschert et al Florida (USA) U89894 Hilf & Dawson, Singapura AF Ajjikuttira et al Jepang X55295 Isomura et al Thailand AY Srifah TMV Yunan AF Ding et al * Aksesor merupakan peneliti yang mendaftarkan sekuen Isolat ORSV hasil penelitiannya ke GeneBank

75 51 Tabel 3.6 Isolat CymMV dari beberapa negara dan PVX pada GeneBank yang dibandingkan dengan enam isolat CymMV asal Indonesia No. Isolat Kode aksesi Aksesor* 1. China Phalaenopsis FJ Pan et al China Cymbidium DQ Zhang & Chen Hawaii EF Vaughan et al India 1 Cymbidium EU Pooja et al; India 2 Cattleya sp. AJ Sherpa 2006b 6. Jepang AB Tanno & Itoh Korea Selatan AB Choi et al Perancis AM Moles et al Singapura AF Ajjikuttira et al Taiwan AY Wang & Lin PVX PVU19790 Wang et al. 1991/1995 * Aksesor merupakan peneliti yang mendaftarkan sekuen Isolat ORSV hasil penelitiannya ke GeneBank. Respon Pada Tanaman Indikator Perbanyakan sumber inokulum. Untuk mendapatkan virus murni dari tanaman anggrek yang bergejala dilakukan isolasi pada tanaman indikator Datura stramonium. Tanaman bergejala diperoleh dari tanaman anggrek asal Gunung Sindur-Bogor. Tanaman anggrek yang positif terinfeksi ORSV berdasarkan hasil ELISA digerus dalam larutan bufer fosfat 0,05 M ph 7,0 (29.1 ml 0.1 M NaOH, 50 ml 0.1 M KH 2 PO 4 ) dengan perbandingan 1 : 5 (0.1 gram per 500 μl larutan bufer fosfat (1:5 b/v) menggunakan mortar dan pistil steril. Daun tanaman D. stramonium yang akan diinokulasi dilukai dengan karborundum 600 mesh dengan menaburkannya pada permukaan daun, kemudian cairan perasan (sap) dari tanaman sakit dioleskan pada permukaan daun dengan cotton bud, dilakukan searah tulang daun. Setiap tanaman diinokulasi pada 2 helai daun termuda yang telah membuka penuh. Setelah pengolesan inokulum, permukaan daun dibilas dengan aquades untuk membuang sisa karborundum yang masih melekat pada permukaan daun tanaman uji. Pengamatan gejala dan waktu inkubasi dilakukan sampai 30 hari setelah inokulasi. D. stramonium akan menunjukkan gejala lesio lokal pada 3 21 hari setelah diinokulasi virus. Satu lesio tersebut kemudian diinokulasikan lagi ke tanaman D. stramonium secara mekanis dan hal ini dilakukan secara berulang sampai tiga kali untuk mendapatkan virus murni. Lesio lokal diakhir inokulasi ke tiga kemudian diinokulasi ke tanaman Nicotiana benthamiana untuk

76 52 memperbanyak virus. Tanaman N. benthamiana yang bergejala digunakan sebagai inokulum virus untuk uji penularan ORSV pada tanaman indikator. Penularan pada tanaman indikator. Tanaman uji yang digunakan sebagai tanaman indikator adalah D. stramonium, N. tabacum cv. Xanthi, N. benthamiana, Chenopodium amaranticolor, C. quinoa, Gomphrena globosa, Cassia occidentalis, dan vanili (Vanilla planifolia). Tanaman indikator ditumbuhkan dari benih yang ditanam dalam pot-pot kecil (diameter sekitar 15 cm) dengan media tanah + pupuk kandang (1:1) dan dipelihara dalam rumah kaca kedap serangga sampai siap diinokulasi. Daun-daun tanaman indikator diinokulasi dengan sap N. benthamiana yang terinfeksi ORSV. Sap disiapkan dengan menggerus daun N. benthamiana hasil perbanyakan inokulum dalam 500 mm bufer fosfat ph 7,2 (1:5 b/v) dengan mortar. Sap dioleskan dengan cotton bud di atas permukaan daun tanaman indikator yang telah terlebih dahulu ditaburi Carborundum. Tanaman indikator yang telah diinokulasi dipelihara sebaik-baiknya dalam rumah kasa kedap serangga dan waktu inkubasi diamati setiap hari sampai muncul gejala.

77 53 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Virus Hasil pengamatan pada beberapa lokasi sentra pengembangan anggrek di Jawa Timur (Surabaya dan Malang), Jawa Tengah (Magelang), Jawa Barat (Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas-Cianjur, Lembang-Bandung), dan DKI Jakarta (Taman Anggrek Indonesia Permai/TAIP) dideteksi secara serologi adanya CymMV dan ORSV. Namun, ORSV hanya ditemukan di Bogor Cianjur dan Jakarta, sedangkan CymMV ditemukan hampir di semua lokasi survei (Gambar 3.1). Di lokasi Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor dan Cipanas-Cianjur ditemukan tanaman anggrek Dendrobium yang terinfeksi ganda oleh kedua jenis virus tersebut. Sampel tanaman yang diambil dari berbagai lokasi menunjukkan keempat virus menginfeksi beberapa jenis tanaman anggrek. Jenis anggrek yang diinfeksi meliputi jenis anggrek spesies/klon (Cymbidium purpureum, Oncydium golden shower, Phalaenopsis Klon) maupun hibrida (D. burana Jade X D.nindii). Pada pengamatan di lokasi pengambilan sampel tanaman terlihat bahwa tanaman yang terinfeksi diletakkan secara berdekatan dengan tanaman sehat sehingga ada kemungkinan terjadinya penularan virus ke tanaman sehat secara mekanis. Tanaman yang terinfeksi dapat menyebar ke berbagai daerah lain di Indonesia mengingat anggrek pada lokasi yang diamati diperjualbelikan antar pulau. O,Cy, Cu,P Cy, Cu,P Cy, Cu,P Gambar 3.1 Sebaran sampel anggrek yang terinfeksi ORSV (O), CymMV (Cy), CMV (C) dan Potyvirus (P) di Pulau Jawa.

78 54 Gejala Infeksi Virus pada Anggrek Gejala yang ditimbulkan oleh ORSV dan CymMV di lapangan bervariasi berdasarkan jenis anggrek yang diinfeksi. Variasi gejala ini dapat pula disebabkan oleh adanya infeksi campuran dengan CMV dan Potyvirus. Gejala yang teramati pada enam lokasi pangambilan sampel tanaman menunjukkan adanya variasi, tergantung jenis anggrek yang diinfeksi. Variasi gejala yang muncul berupa nekrosis pada bagian bawah permukaan daun, mosaik dan belang. Pada anggrek Cymbidium sp. asal Surabaya menunjukkan gejala nekrosis pada bagian bawah permukaan daun, sedangkan pada anggrek Phalaenopsis di lokasi penangkaran Malang ditemukan gejala mosaik dan belang. Pengamatan pada lokasi petani dan penangkaran anggrek di Magelang, Lembang dan Kebun Raya-Bogor menunjukkan kemiripan gejala pada jenis C. purpureum dan C. murasaki. Gejala yang teramati berupa mosaik klorosis dengan pinggiran yang jelas, permukaan daun tidak rata serta bercak nekrosis berbentuk bintik bintik atau garis berwarna hitam pada daun tua. Di lokasi petani anggrek Gunung Sindur-Bogor, Anggrek Dendrobium sp. menunjukkan gejala mosaik dan mottle dengan pinggiran yang tidak tegas, ditemukan pula anggrek dengan daun malformasi (Gambar 3.2). Gejala lainnya yang disebabkan CymMV yang muncul di lapangan pada tanaman anggrek yang disurvei menunjukkan adanya variasi seperti nekrosis dan mosaik pada jenis anggrek yang berbeda, mosaik merata pada permukaan daun, konsentris, nekrosis pada bagian belakang daun dan bentuk daun abnormal. Pada bunga ditemukan adanya gejala nekrosis. Umumnya gejala CymMV pada jenis anggrek Cymbidium dari semua lokasi sama berupa mosaik dan nekrosis yang serta permukaan daun tidak rata (Gambar 3.3). Pada jenis anggrek Oncydium gejala terlihat bercak nekrosis merata di atas dan bawah permukaan daun (Gambar 3.4 A,B). Gejala infeksi pada jenis anggrek yang sama (Dendrobium) terlihat berbeda pada lokasi yang berbeda, pada Dendrobium di lokasi Gunung Sindur-Bogor terlihat mosaik yang jelas dan mosaik menguning (Gambar 3.4 C,D) sedangkan di lokasi Malang mosaik tersamar dan permukaan tidak rata (Gambar 3.4 E,F).

79 55 A B C D E F Gambar 3.2 Variasi gejala infeksi CymMV pada tanaman anggrek di beberapa lokasi pengamatan : (A) Nekrosis pada anggrek Oncydium sp., Surabaya; (B) Mosaik pada anggrek Phalaenopsis, Malang; (C) Mosaik pada anggrek C. purpureum, Magelang; (D) mosaik pada anggrek Dendrobium sp., Gunung Sindur-Bogor; (E) mosaik pada anggrek C. murasaki, Kebun Raya-Bogor; dan (F) Mosaik pada anggrek C. purpureum, Lembang; 1A 2A 3A 1B 2B 3B 1C 2C 3C Gambar 3.3 Gejala CymMV pada anggrek Cymbidium, (1) mosaik; (2) nekrosis; dan (3) nekrosis dengan permukaan tidak rata, pada sampel daun anggrek dari beberapa lokasi, (A) Kebun Raya-Bogor; (B) Lembang-Bandung; (C) Magelang.

80 56 A B C D E F Gambar 3.4 Perbandingan gejala pada tanaman anggrek yang terinfeksi CymMV: (A,B) nekrosis pada daun anggrek Oncydium; (C,D) mosaik jelas pada anggrek Dendrobium Gunung Sindur; (E) mosaik tersamar pada anggrek Dendrobium Malang; (F) mosaik dengan permukaan tidak rata pada anggrek Dendrobium Malang. Pada anggrek Dendrobium yang terinfeksi ORSV di semua lokasi pengamatan, gejala yang tampak yaitu bercak klorosis dengan pola konsentris pada permukaan daun, sedangkan pada sisi bawah daun terlihat nekrosis yang bersambungan. Gejala lainnya berupa malformasi pada daun serta nekrosis pada bunga anggrek yang terinfeksi lebih berat (Gambar 3.5 A-E). Deteksi serologi pada sampel tanaman anggrek yang tidak bergejala menunjukkan positif terinfeksi ORSV (Gambar 3.5 F). Gejala pada tanaman yang terinfeksi ganda terlihat lebih berupa tanaman menjadi kerdil dan rangkaian bunga tidak berkembang sehingga ukurannya menjadi pendek. (Gambar 3.6).

81 57 A B C D E F Gambar 3.5 Gejala pada tanaman anggrek Dendrobium yang terinfeksi ORSV: (A,B) mosaik; (C) nekrosis merata pada permukaan daun; (D) daun abnormal; (E) nekrosis pada bunga; (F) tanpa gejala. A B Gambar 3.6 Gejala pada tanaman anggrek Dendrobium yang terinfeksi ganda CymMV dan ORSV: (A) rangkaian bunga pendek; (B) tanaman kerdil

82 58 Uji Serologi Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus Anggrek Sampel yang dikumpulkan dari beberapa lokasi menunjukkan reaksi positif terhadap antiserum spesifik CymMV dan ORSV. Beberapa sampel menunjukkan hanya positif CymMV saja, ORSV saja ataupun positif terhadap kedua antiserum (Tabel 3.7). Hal ini menunjukkan bahwa ORSV dan CymMV telah ada dan menyebar luas di berbagai jenis anggrek dan lokasi di Pulau Jawa. Tabel 3.7 Deteksi serologi CymMV dan ORSV pada beberapa jenis anggrek bergejala asal lokasi survei. No Lokasi Pengambilan sampel Jenis anggrek (Genus) Antiserum CyMV ORSV Gejala 1) 1 Surabaya Cymbidium + - Ms, dtr Dendrobium - - Ns Oncydium + - Nk,kl 2 Malang (Batu) Cymbidium + - Ms, kl, nk, dtr Dendrobium - - Ns oncydium + - Kl Phalaenopsis + - Ms, kl 3 Magelang Oncydium + - Ms, kl Cymbidium + - Ms, dtr 4 Cianjur (Balithi) Phalaenopsis + + Ms, kl, bc Dendrobium + + Ms, kl, bc oncydium + - Ms, kl, nk Spatoglottis sp + + Ms, kl, nk 5 Bogor (Gunung Dendrobium + + Ms, kl, nk, dab, bnk Sindur) Oncydium + - Nk 6 Bogor (Kebun Dendrobium + + Kl, ms Raya) Cymbidium + - Ms,kl 7 Jakarta (TAIP) Cymbidium - + Ms Dendrobium - + Ms. Nk, kl Oncydium - + Nk Phalaenopsis - + Mz 8 Lembang Oncydium + - Nk Cymbidium + - Ms 1) Ms, mosaik; Ns, no-symptom; kl, klorosis; bc, bercak cincin; Nk, Nekrosis; dab, daun abnormal; bnk, bunga nekrosis; dtr, permukaan daun tidak rata. Hasil konfirmasi menggunakan antiserum CymMV terhadap sampel beberapa jenis anggrek berbeda dengan variasi gejala dari berbagai lokasi menunjukkan nilai absorban ELISA (NAE) yang bervariasi dari 2-8 kali kontrol negatif (Tabel 3.8). Hasil deteksi ELISA terhadap sampel tanaman bergejala dari lokasi Kebun Raya-Bogor menunjukkan positif bereaksi dengan antiserum

83 59 ORSV dan dan CymMV dengan kejadian penyakit 20% dan 80% dari sampel yang diuji (10 tanaman). Tabel 3.8 Perbandingan hasil ELISA CymMV pada sampel anggrek yang dikumpulkan dari beberapa lokasi survei. No Lokasi Jenis anggrek Gejala dominan NAE* 1 Magelang Cymbidium purpureum Mosaik, daun 1,502 cembung, 2 Surabaya Oncydium sp Nekrosis, khlorosis 1,387** 3 Lembang Cymbidium purpureum Mosaik, daun 0,685 cembung, nekrosis 4 Bogor (Gunung Sindur) Dendrobium sp Mosaik, mottle, 0,572 5 Malang (Batu) Phalaenopsis Klon 237E Mosaik, mottle 0,442 6 Bogor (Kebun Raya) Cymbidium Murasaki Mosaik, khlorosis, nekrosis 0,384 * NAE = Nilai Absorban ELISA; kontrol negatif (KN) 0,171; ** NAE merupakan rata-rata dari 3 tanaman sampel kecuali C. murasaki hanya satu tanaman. RT-PCR Hasil deteksi RT-PCR terhadap sampel dari berbagai lokasi di Pulau Jawa menunjukkan seluruh sampel teridentifikasi CymMV, CMV dan Potyvirus, sedangkan sampel Jawa Barat (kecuali Lembang) dan Jakarta teridentifikasi ORSV. Belum ditemukan sampel yang positif teridentifikasi adanya Tospovirus (Tabel 3.9) Tabel 3.9 Rekapitulasi hasil deteksi RT-PCR virus anggrek dari lokasi survei. No Asal Lokasi RT-PCR CMV Potyvirus Tospovirus CymMV ORSV 1 Surabaya Malang (Batu) Magelang Bogor (Gunung Sindur) Bogor (Kebun Raya) Lembang Cianjur (Balithi) td + 8 Jakarta (TAIP) Keterangan : + = positif terdeteksi, - = tidak terdeteksi. td= tidak dilakukan PCR

84 60 CMV. Hasil deteksi RT-PCR pada sampel tanaman dari lokasi survei menggunakan primer universal untuk CMV subgrub IB menunjukkan teramplifikasi DNA berukuran 382 bp (Gambar 3..7). Hal inii menunjukkan bahwa CMV merupakan virus umum yang ditemukan pada anggrek di Indonesia dan hasil deteksi inii menjadi informasi baru terdeteksinya CMV pada berbagai jenis anggrek M bp Gambar 3.7 Hasil visualisasi pita DNA CMV pada gel agarose 1,2% TBE; sampel lajur (1) Isolat TAIP-Jakarta, (2) Isolat Kebun Raya-Bogor, (3) Isolat Cipanas-Cianjur, (4) Isolat Gunung Sindur-Bogor, (5) Kontrol positif tanaman tembakau terinfeksi CMV, (6) Kontrol negatif tanaman sehat, (7) Isolat Lembang, (8) Isolat Magelang, (9) Isolat Surabaya, (10) Isolat Malang, (M) Marker 100 bp. Potyvirus. Hasil amplifikasii RT-PCR menggunakan primerr universal Potyvirus terhadap semua sampel tanaman dari lokasi survei menunjukkan teramplifikasinya DNA berukuran 327 bp (Gambar 3.8). Hal ini menunjukkan bahwa Potyvirus juga umumm ditemukan pada semua sampel anggrek M bp Gambar 3.8 Hasil visualisasi pita DNA Potyvirus pada gel agarose 1,2% TBE; sampel lajur (1) Isolat TAIP-Jakarta, (2) Isolat Kebun Raya-Bogor, (3) Isolat Cipanas-Cianjur, (4) Isolat Gunung Sindur-Bogornegatif tanaman sehat, (5) Kontrol positif tanaman nilam, (6) Kontrol (7) Isolat Lembang, ( 8) Isolat Magelang, (9) Isolat Surabaya, (10) Isolat Malang, (M) Marker 100 bp.

85 61 Hasil deteksi RT-PCR meng ggunakan p primer univ versal ospovirus. To Tospoviru us menunjukkan bahw wa tidak ad da satu sa ampel pun yang terde eteksi positif me engamplifika asi DNA be erukuran bp, kecu uali kontrol positif (Ga ambar 3.9). Hal ini menunju ukkan bahw wa Tospovirrus kemungkinan belum m terdeteks si ada aman anggrrek di Indonesia, teruta ama di Pulau u Jawa. pada tana M bp Gambar Hasil visualisasi v p pita DNA To ospovirus pa ada gel aga arose 1,2% TBE; sampe el lajur (M) Marker M 100b bp (1) Kontrrol negatif, ((2) Kontrol positif p Klon DNA D TSWV V, (3) Isolat TAIP-Jakarta, (4) Isolat Kebun RayaR Bogor, (5) Isolat Cipanas-Cian C njur, (6) Isolat Gunung S Sindur-Bogo or, (7) Isolat Lembang, L (8 8) Isolat Ma agelang, (9)) Isolat Sura abaya, (10) Isolat Malang g. DN NA hasil amplifikasi a RT-PCR R ke eenam isollat CymMV V dari Cy ymmv. lokasi yang berbeda (Surabayya, Malang g, Magelan ng, Gunung g Sindur-B Bogor, Kebun Ra aya, Lemba ang) menun njukkan uku uran DNA yang y sama a yaitu ± bp (Gambar 3.10) M bp Gambar 3.10 Hasil visualisassi pita DNA CymMV pa ada gel aga arose 1,2% TBE; mpel lajur no o. (1) Isolat Surabaya, (2) Isolat M Malang, (3) Isolat sam Mag gelang, (4) Isolat I Gunun ng Sindur-Bogor, (5) Iso olat Kebun RayaR Bog gor, (6) Isola at Lembang, (7) Kontro ol positif tanaman Temb bakau terin nfeksi CymM MV, (8) Konttrol negatif tanaman t seh hat, (M) marker 1 kb (Fermentas) ( ).

86 62 ORSV. Deteksi molekuler dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik gen CP terhadap sampel tanaman asal lokasi survei berhasil mengamplifikasi DNA berukuran ± 500 bp. RT-PCRR hanya dilakukan terhadap sampel yang positif ORSV berdasarkan uji serologi (Tabel 3.11). 1 2 M bp Gambar 3.11 Hasil visualisasi DNA gen CP ORSV pada gel agarose 1,2% TBE; (1) Kontrol positif tanaman Tembakau terinfeksi ORSV; (2) Kontrol negatif tanaman sehat; (M) Marker 100 bp; (3) isolat Gunung Sindur-Bogor; (4) Isolat Kebun Raya-Bogor; (5) Isolat Cipanas-Cianjur; (6) Isolat TAIP- Jakarta. Deteksi dan karakterisasi virus yang lebih mendalamm dilakukan terhadap CymMV dan ORSV. Analisis Runutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP CymMV Hasil perunutan DNA gen CP CymMV diperoleh ukuran 672 nukleotida yang mengkodee 223 asam amino. Ada beberapa perbedaan urutan nukleotida serta asam amino yang ditemukan berdasarkan sekuen DNA yang diperoleh. Hasil alignment nukleotida antara sesama isolat CymMV asal Pulau Jawa memperlihatkan ada 99 posisi basa yang tidak sama urutannya, namun hasil alignment asam amino menunjukkann hanya 30 asam amino yang tidak sama. Dengan demikian ada 9 asam amino yang mengkode asam amino yang sama walaupun triplett kodonnya berbeda (Lampiran 1.11 dan 1.2). Alignment keenam isolat CymMV dengann data yang ada pada GeneBank menggunakan softwarwe Wu.Blast2 ( terhadap 50 sekuen nukleotida gen CP CymMV lainnya memiliki tingkat homologi berkisar 93-95% (dataa tidak ditampilkan). Berdasarkan 50 sekuen gen CP tersebutt dipilih 10 sekuen dari negara berbeda untuk perbandingan terhadap isolat Pulau Jawa. Perbandingan nukleotida sesama keenam gen CP CymMV asal Pulau Jawa tersebut didapatkan homologi sekuen sebesar 96,2-98,5% %, sedangkan dengan

87 63 isolat asal negara lain sebesar 95,8-98,8% (Tabel 3.10). Perbandingan isolat Pulau Jawa dengan isolat asal negara lain terlihat bahwa umumnya isolat Pulau Jawa memiliki similaritas 95,8-97,3% dengan isolat China Phal (Phalaenopsis) kecuali isolat Malang yang memiliki similaritas terendah dengan isolat India 1. Similaritas tertinggi isolat Pulau Jawa umumnya dengan Isolat Jepang, Hawai dan Singapura (97,1-98,8%). Perbandingan berdasarkan sekuen asam amino antar isolat Pulau Jawa menunjukkan homologi sebesar 98,6%-99,5%, sedangkan perbandingan terhadap sepuluh isolat dari negara lain memiliki homologi sebesar 97,3-99,5% (Tabel 3.11). Alignment antar sesama isolat asal Jawa menunjukkan similaritas tertinggi (99,5%) yaitu antara CymMV isolat Magelang dengan isolat Surabaya. Perbandingan asam amino antara isolat Pulau Jawa dengan isolat negara lain umumnya menunjukkan bahwa isolat Pulau Jawa memiliki similaritas terendah (97,3-98,6%) dengan isolat China Phal dan China Cym (Cymbidium) kecuali isolat Surabaya terendah dengan kedua isolat tersebut ditambah isolat India 1, serta isolat Malang terendah hanya dengan isolat Perancis. Similaritas asam amino tertinggi (99,1-100) yaitu antara isolat Gunung Sindur-Bogor, Magelang, Malang, Surabaya dengan isolat Jepang dan Korea Selatan, sedangkan isolat Kebun Raya dan Lembang tertinggi dengan isolat India 1. Hal ini menunjukkan kedekatan isolat Pulau Jawa dengan isolat dari ketiga negara tersebut. Secara umum hasil perbandingan sekuen gen CP menunjukkan bahwa isolat CymMV asal Jawa masih merupakan strain yang sama dengan isolat lainnya di beberapa negara yang dibandingkan. Alignment berdasarkan urutan nukleotida menunjukkan adanya mutasi titik pada keenam isolat CymMV yang berbeda dengan 10 isolat lainnya yang dibandingkan. Mutasi terbanyak terjadi pada isolat CymMV Surabaya sedangkan yang terkecil terjadi pada isolat Magelang (Tabel 3.12, Lampiran 1.2). Walaupun isolat CymMV Surabaya yang mengalami mutasi terbanyak ternyata sekuen asam aminonya sama dengan isolat CymMV dari negara lainnya. Dengan demikian isolat CymMV Surabaya tidak mengalami perubahan komposisi asam amino meskipun mengalami mutasi nukleotida.

88 64 Tabel 3.10 Homologi beberapa isolat CymMV asal Pulau Jawa dan negara yang berbeda berdasarkan sekuen nukleotida gen CP Homologi (%)* No Isolat Gunung Sindur 98,5 97,7 97,7 97,7 96,4 97,1 97,7 97,6 97,9 97,6 98,8 98,5 98,3 98,3 97,9 48,3 2 Kebun Raya 98,0 98,5 98,3 96,7 97,3 97,7 98,0 97,7 98,0 98,3 98,2 97,9 98,3 98,0 48,3 3 Lembang 98,5 97,3 96,2 96,7 97,3 97,7 97,1 97,4 97,7 97,4 97,3 97,3 97,1 48,3 4 Magelang 97,7 97,0 97,3 97,9 98,6 97,4 98,3 98,3 98,2 97,9 98,0 98,0 48,3 5 Malang 96,5 97,6 97,3 97,3 97,0 97,6 97,9 97,7 97,4 97,6 97,6 48,4 6 Surabaya 95,8 95,8 96,5 96,1 96,5 96,7 97,0 96,2 97,1 96, China Phal 97,0 97,1 97,0 97,1 97,7 97,6 97,3 97,7 97,4 47,7 8 China Cym 97,4 96,8 97,4 98,0 97,9 97,6 97,7 98, Hawai 97,0 98,2 98,2 98,0 97,7 97,9 97, India 1 97,0 98,2 98,2 98,0 97,7 97,3 47,7 11 India 2 98,2 98,0 97,7 97,9 97, Jepang 99,1 98,9 98,6 98, Korea Selatan 98,6 98,6 98,6 48,8 14 Perancis 98,2 98,0 48,9 15 Singapura 98,2 48,4 16 Taiwan PVX * Tingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program BioEdit versi 7.0.0, (Isis Pharmaceuticals, Inc). Angka dengan cetak tebal miring menunjukkan homologi antar sesama isolat Pulau Jawa Angka dengan cetak tebal warna merah menunjukkan homologi tertinggi pada baris yang sama Angka dengan cetak tebal warna biru menunjukkan homologi terendah pada baris yang sama Tabel 3.11 Homologi beberapa isolat CymMV asal Pulau Jawa dan negara yang berbeda berdasarkan sekuen asam amino gen CP Tingkat kesamaan (%)* No Isolat Gunung Sindur 98,6 98,6 98,6 99,1 99,1 97,7 97,7 98,6 98,6 98,6 99,1 99,1 98,2 98,6 98,6 6,1 2 K. Raya 99,1 99,1 98,6 98,6 97,3 97,3 98,2 99,1 98,2 98,6 98,6 97,7 98,2 98,2 5,3 3 Lembang 99,1 98,6 98,6 97,3 97,3 98,2 99,1 97,7 98,2 98,6 98,6 97,7 98,2 5,7 4 Magelang 98,6 99,5 98,2 98,2 99,1 99,1 99,1 99,5 99,5 98,6 99,1 99,1 6,6 5 Malang 99,1 98,6 97,7 98,6 98,6 98,6 99,1 99,1 98,2 98,6 98,6 5,7 6 Surabaya 98,6 98,6 99,5 98,6 99, ,1 99,5 99,5 6,1 7 China P 97,3 98,2 97,3 98,2 98,6 98,6 98,2 98,2 98,2 7,0 8 China C 98,2 97,3 98,2 98,6 98,6 97,7 98,2 99,1 6,6 9 Hawai 98,2 99,1 99,5 99,5 98,6 99,1 99,1 6,6 10 India 1 98,2 98,6 98,6 97,7 98,2 98,2 6,1 11 India 2 99,5 99,5 98,6 99,1 99,1 6,6 12 Jepang ,1 99,5 99,5 6,6 13 Korea Selatan 99,1 99,5 99,5 6,6 14 Perancis 98,6 98,6 5,7 15 Singapura 99,1 6,6 16 Taiwan 7,0 17 PVX * Tingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program BioEdit versi 7.0.0, (Isis Pharmaceuticals, Inc). Angka dengan cetak tebal miring menunjukkan homologi antar sesama isolat Pulau Jawa Angka dengan cetak tebal warna merah menunjukkan homologi tertinggi pada baris yang sama Angka dengan cetak tebal warna biru menunjukkan homologi terendah pada baris yang sama

89 65 Tabel 3.12 Mutasi titik yang terjadi pada enam isolat CymMV asal Pulau Jawa yang dibandingkan dengan 10 isolat CymMV dari beberapa negara lain Asal isolat CymMV Jumlah mutasi Urutan mutasi titik ke- Gunung Sindur- Bogor Kebun Raya- Bogor 10 C63A*, A130G, C177T, A/T183C, T210C, T255C, C321T, A576G, C656G, T665C 8 C10T, C/T183A, C210T, C348T, A576G, A595C, C656G, T665G Lembang 12 C10T, T87C, A/T183C, C210T, C255T, C312T, C381T, G480C, T513C, G531C, C656G, T665C Magelang 7 C10T, T87C, C/T183A, C255T, C312T, C381T, C481T Malang 9 C/T183A, C312T, C348T, C370T, C499A, G538A, C603G, C656G, T665G Surabaya 13 A129G, A/C183T, G185A, C196T, C255T, C321T, C348T, C387T, T468C, C481T, G486A, G531C, C603G C = Cytosin, A = Adenin, T = Timin, G = Guanin * C63A, dibaca mutasi pada basa ke-63 dari basa Cytosin menjadi Adenin, dst Tabel 3.13 Perbedaan posisi asam amino pada gen CP enam isolat CymMV asal Pulau Jawa dengan 10 isolat CymMV dari beberapa negara lain. Isolat CymMV Posisi asam amino pada gen CP Gunung Sindur-Bogor pro ala ala thr ala phe lys ala gln asn gly Kebun Raya-Bogor ser ala ala thr ala phe lys ala gln his gly Lembang ser ala ala thr ala phe lys ala gln asn gly Magelang ser ala ala thr ala phe lys ala gln asn ala Malang pro ala ala thr ala phe lys ala lys asn gly Surabaya pro ala ala thr ala phe lys ala gln asn ala China P FJ pro val ala ile ala phe lys ala lys asn ala China C DQ pro ala thr thr ala phe lys ala gln asn ala Hawai EF pro ala ala thr ala ser lys ala gln asn gly India 1 EU ser ala ala thr ala phe lys ser gln asn ala India 2 AJ pro ala ala thr ala phe lys ala gln asn ala Jepang AB pro ala ala thr ala phe lys ala gln asn ala Kor.Sel AB pro ala ala thr ala phe lys ala gln asn ala Perancis AM pro thr ala thr thr phe lys ala gln asn ala Singapura AF pro ala ala thr ala phe gln ala gln asn ala Taiwan AY pro ala ala thr ala phe lys ala gln asn ala Huruf dengan cetak tebal menunjukkan perbedaan dengan asam amino lainnya dalam kolom yang sama. Pro = Proline, Ser = Serine, ala = alanine, val = valine, thr = threonine, ile = isoleusine, phe = phenilalanine, lys = Lysine, gln = Glutamine, asn = Asparagine, his=histidine, gly = glycine.

90 66 Hasil sekuen asam amino ke-16 isolat CymMV berdasarkan terjemahan nukleotida menunjukkan terdapat 11 asam amino yang tidak sama urutannya. Jika dilihat pada enam isolat CymMV asal Pulau Jawa ternyata hanya empat asam amino yang tidak sama dengan isolat lainnya. Asam amino yang tidak sama yaitu Pro4Ser (Isolat Kebun Raya-Bogor, Lembang, Magelang), Gln167Lys (Isolat Malang), Asn199His (Isolat Kebun Raya-Bogor), dan Ala219Gly (Isolat Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Lembang, Magelang) (Tabel 3.13). Analisis Filogenetika Analisis filogenetika nukleotida gen CP CymMV isolat Pulau Jawa terhadap isolat dari negara lain dengan PVX sebagai outgroup menunjukkan terbentuknya tiga kelompok/cluster. Keenam isolat CymMV asal Pulau Jawa terpisah satu sama lain ke dalam cluster yang berbeda. CymMV isolat Gunung Sindur-Bogor berkelompok dengan Isolat dari Jepang, Perancis dan Korea Selatan. CymMV isolat Lembang, Magelang dan Kebun Raya, berkelompok bersama dengan CymMV isolat Hawaii dan India 2, CymMV isolat Malang berkelompok dengan isolat CymMV Phalaenopsis China, sedangkan CymMV isolat Cymbidium China membentuk sub kelompok dengan isolat Taiwan. Isolat CymMV Surabaya dan isolat Cattleya India terpisah di luar dua kelompok tersebut. Sebagai pembanding di luar kelompok (outgroup) digunakan PVX (Gambar 3.12a) Pohon filogenetika berdasarkan sekuen nukleotida keenam isolat Indonesia menunjukkan perbedaan kelompok dibandingkan dengan filogenetika asam amino. Kelompok pertama yaitu isolat CymMV Gunung Sindur-Bogor menyatu dengan tiga isolat asal Indonesia lainnya yaitu isolat Lembang, Magelang dan Kebun Raya serta isolat CymMV India 2. Isolat CymMV Surabaya yang awalnya terpisah berdasarkan nukleotida, membentuk kelompok dengan tujuh isolat CymMV asal negara lain (Jepang, Korea Selatan, Hawaii, India 2, Singapura, China Cymbidium, Taiwan). Isolat CymMV Malang memiliki kekerabatan dengan isolat CymMV China Phalaenopsis, sedangkan isolat Perancis berada di luar kelompok (Gambar 3.12b).

91 67 (a) CymMVGSindurIna G.Sindur Bogor AB AB197937Japan Jepang AM236028FranceTahiti PerancisAM Korea Sel.AB AB541562SouthKorea CymMVKRayaIna Kebun Raya Bogor AB CymMVLembangIna Lembang Bandung AB Magelang AB CymMVMagelangIna EF125180Hawai Hawaii India 2 AJ AJ698947India CymMVMalangIna Malang AB FJ356061ChinaPal Phal China Cym DQ DQ067883ChinaCym AY571289Taiwan Singapura AF AF405719Singapore India1 EU Surabaya AB EU499362IndiaCat CymMVSurabayaIna PVX PVU19790 PVU19790PVX (b) G. Sindur Bogor AB Kebun Raya Bogor AB Lembang Bandung AB CymMVGSindurIna CymMVKRayaIna CymMVLembangIna India1 EU Magelang AB EU499362IndiaCat CymMVMagelangIna Surabaya AB Jepang AB Korea Sel.AB CymMVSurabayaIna AB197937Japan AB541562SouthKorea Hawaii EF India2 AJ Singapura AF EF125180Hawai AJ698947India2 AF405719Singapore China Cym DQ Taiwan AY DQ067883ChinaCym AY571289Taiwan CymMVMalangIna Malang AB FJ356061ChinaPal Phal PerancisAM PVU19790PVX PVX AM236028FranceTahiti Gambar 3.12 Pohon filogenetika CymMV berdasarkan sekuen nukleotida (a) dan sekuen asam amino (b) gen CP isolat CymMV asal Pulau Jawa. Pohon filogenetika dibuat dengan metode neighbour-joining menggunakan software MEGA versi 4.0 (Tamura et al. 2007). PVX digunakan sebagai pembanding out group. Analisis Runutan Nukleotida dan Asam Amino Gen CP ORSV Analisis kekerabatan sekuen DNA gen CP ORSV asal Bogor dibandingkan dengan 50 sekuen gen CP ORSV pada GeneBank menunjukkan hubungan yang dekat dengan tingkat kesamaan/homologi yang tinggi (98-99%) (data tidak ditampilkan). Sedangkan hasil alignment dengan 11 sekuen terpilih dari GeneBank yang dianalisis dengan menggunakan program BioEdit versi (Isis Pharmaceuticals, Inc) menunjukkan homologi berkisar 94,9-100%.

92 68 Persentase tingkat kesamaan nukleotida ORSV tertinggi (100%) yaitu antara isolat Cipanas-Cianjur dengan isolat Gunung Sindur-Bogor. Perbandingan nukleotida isolat TAIP-Jakarta, Cipanas-Cianjur dan Gunung Sindur-Bogor dengan 11 isolat asal negara lain terlihat bahwa tiga isolat tersebut memiliki similaritas 96,8%-99,1% dengan isolat Thailand. Demikian halnya tiga isolat tersebut juga memiliki similaritas tertinggi (97,4%-99,7%) dengan isolat Taiwan, Brazil, India, Hangzhou, Korea Selatan dan Florida. Hal berbeda terlihat antara isolat Kebun Raya-Bogor yang memiliki similaritas yang lebih rendah dengan isolat Singapura, Jerman, Yunani dan Jepang, serta memiliki similaritas yang tinggi dengan isolat Thailand. Tingginya tingkat homologi antar gen CP ORSV isolat Bogor, Cipanas dan TAIP-Jakarta (94,9-100%) menunjukkan bahwa ORSV isolat Pulau Jawa merupakan strain yang sama dengan isolat ORSV yang pernah dilaporkan sebelumnya. Homologi berdasarkan sekuen asam amino antar isolat Pulau Jawa antara 92,4-100%, sedangkan antara isolat Pulau Jawa dengan 11 sekuen pada GeneBank diperoleh homologi berkisar 94,3 99,3%. Homologi antara isolat Cipanas-Cianjur dan Gunung Sindur-Bogor mencapai 100% yang menunjukkan asal isolat yang sama. Perbandingan asam amino antara isolat TAIP-Jakarta, Cipanas-Cianjur dan Gunung Sindur-Bogor dengan 11 isolat asal negara lain terlihat bahwa ketiga isolat tersebut memiliki similaritas 94,9%-98,7% dengan isolat Singapura, Jerman dan Jepang. Ketiga isolat tersebut memiliki similaritas yang tinggi dengan delapan isolat lainnya (95,5%-99,3%). Perbandingan dengan Tobacco mosaic virus (TMV) dari Yunnan menunjukkan homologi nukleotida dan asam amino yang rendah yaitu masingmasing hanya 64,9%-66,5% dan 67,0%-70,8% (Tabel 3.14 dan 3.15). Hal ini menunjukkan bahwa ORSV berhubungan jauh dengan TMV walaupun masih dalam genus yang sama.

93 69 Tabel 3.14 Homologi nukleotida gen CP ORSV isolat Pulau Jawa dengan isolat-isolat dari beberapa negara lain No Isolat Homologi (%) TAIP_jakarta 97,6 94,9 97,6 97,4 97,2 97,4 97,2 97,4 97,2 97,4 96,8 97,4 97,4 97,0 64,9 2 Cipanas_cnjr 97, ,7 99,5 99,7 99,5 99,7 99,5 99,7 99,1 99,7 99,7 99,3 66,3 3 G.sindur_bgr 97,2 99,7 99,5 99,7 99,5 99,7 99,5 99,7 99,1 99,7 99,7 99,3 66,3 4 K.raya_bgr 97,0 96,8 97,0 96,8 97,0 96,8 97,0 97,6 97,0 97,0 96,8 66,1 5 Taiwan 99, , , , ,5 66,5 6 Singapura 99,7 99,5 99,7 99,5 99,7 99,1 99,7 99,7 99,3 66,5 7 Brazil 99, , , ,5 66,5 8 Jerman 99,7 99,5 99,7 99,1 99,7 99,7 99,3 66,3 9 India 99, , ,5 66,5 10 Yunnan 99,7 99,1 99,7 99,7 99,3 66,5 11 Hangzhou 99, ,5 66,5 12 Thailand 99,3 99,3 98,9 66,3 13 Korea Selatan ,5 66,5 14 Florida 99,5 66,5 15 Jepang 66,3 16 TMVYunnan * Tingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program BioEdit versi 7.0.0, (Isis Pharmaceuticals, Inc). Angka dengan cetak tebal miring menunjukkan homologi antar sesama isolat Pulau Jawa Angka dengan cetak tebal warna merah menunjukkan homologi tertinggi pada baris yang sama Angka dengan cetak tebal warna biru menunjukkan homologi terendah pada baris yang sama Tabel 3.15 Homologi asam amino gen CP-ORSV isolat Bogor dengan isolat-isolat dari beberapa negara lain No Isolat Homologi (%) TAIP_jakarta 96,2 92,4 96,2 95,5 94,9 95,5 94,9 95,5 95,5 95,5 95,5 95,5 95,5 94,9 67,0 2 Cipanas_cnjr 95, ,3 98,7 99,3 98,7 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 98,7 70,1 3 G.sindur_bgr 95,5 99,3 98,7 99,3 98,7 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 98,7 70,1 4 K.raya_bgr 94,9 94,3 94,9 94,3 94,9 94,9 94,9 94,9 94,9 94,9 95,5 68,3 5 Taiwan 99, , ,3 70,8 6 Singapura 99,3 98,7 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 98,7 70,8 7 Brazil 99, ,3 70,8 8 Jerman 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 99,3 98,7 70,1 9 India ,3 70,8 10 Yunnan ,3 70,8 11 Hangzhou ,3 70,8 12 Thailand ,3 70,8 13 KorSel ,3 70,8 14 Florida 99,3 70,8 15 Jepang 70,8 16 TMVYunnan * Tingkat homologi nukleotida dihitung menggunakan program BioEdit versi 7.0.0, (Isis Pharmaceuticals, Inc). Angka dengan cetak tebal miring menunjukkan homologi antar sesama isolat Pulau Jawa Angka dengan cetak tebal warna merah menunjukkan homologi tertinggi pada baris yang sama Angka dengan cetak tebal warna biru menunjukkan homologi terendah pada baris yang sama Alignment berdasarkan urutan nukleotida menunjukkan adanya mutasi titik (point mutation) pada keempat isolat ORSV yang berbeda dengan 11 isolat dari negara lainnya. Mutasi terbanyak terjadi pada isolat ORSV Kebun Raya-

94 70 Bogor, sedangkan yang paling sedikit terjadi pada isolat Gunung Sindur-Bogor dan Cipanas-Cianjur (Tabel 3.16). Mutasi titik yang terjadi pada keempat isolat ORSV menyebabkan perubahan asam amino pada beberapa titik. Mutasi nukleotida pada isolat TAIP- Jakarta dan Kebun Raya-Bogor tidak seluruhnya menyebabkan mutasi asam amino (Lampiran 2.1 dan 2.2). Pada isolat TAIP-Jakarta mutasi tidak bermakna di posisi nukleotida ke- 94 dan 475, Sedangkan isolat Kebun Raya-Bogor, mutasi tidak bermakna yaitu pada posisi nukleotida ke-38, 114, 198, 310, 336, 375, 377, 399 dan 420. Pada ORSV isolat Gunung Sindur Bogor dan isolat Cipanas- Cianjur ditemukan mutasi titik dari basa C ke T pada nukleotida ke-5 di N- terminal gen coat protein. Mutasi titik ini menyebabkan perubahan pada komposisi asam amino. Asam amino yang berubah yaitu asam amino ke-2 dari serine menjadi phenylalanine (Tabel 3.17, lampiran 2.2). Tabel 3.16 Mutasi titik yang terjadi pada enam isolat ORSV asal Pulau Jawa yang dibandingkan dengan 10 isolat ORSV dari beberapa negara lain Isolat Jumlah mutasi Urutan mutasi titik ke- Gunung Sindur-Bogor 1 C5T* Cipanas-Cianjur 1 C5T TAIP-Jakarta 12 C5T, G33A, G34A, T40C, T41C, G44A, G49A, G55A, C56A, G58C, C94T, T475A. Kebun Raya-Bogor 13 C5T, C35G, A38T, A76C, A114C, C198T, A310G, T336C, A375T, C377T, G379T, C399T, T420C Keterangan : C = Cytosin, A = Adenin, T = Timin, G = Guanin * C5T, dibaca mutasi pada basa ke-5 dari basa Cytosin menjadi Timin, dst Tabel 3.17 Perbedaan asam amino pada gen CP empat isolat ORSV asal Pulau Jawa dengan 11 isolat ORSV dari beberapa negara lain. Isolat Posisi asam amino pada gen CP Gunung Sindur Bogor phe ala leu ser ala ala asp ala arg ser ala Kebun Raya-Bogor phe gly leu ser ala ala asp his ser phe ser Cipanas-Cianjur phe ala leu ser ala ala asp ala arg ser ala TAIP-Jakarta phe thr pro asn thr asn his ala arg ser ala Konsensus 11 Isolat luar negeri ser ala leu ser ala ala asp ala arg ser ala Huruf dengan cetak tebal menunjukkan perbedaan dengan asam amino lainnya dalam kolom yang sama. Phe= phenylalanine, Ser = Serine, ala = alanine,pro = Proline, gly= glycine, thr = threonine, leu= leusine, asn = Asparagine, his= histidine, arg = arginine.

95 71 Analisis Filogenetika ORSV Hasil analisis kekerabatan yang digambarkan dalam pohon filogenetika berdasarkan sekuen nukleotida dan asam amino. TMV digunakan sebagai pembanding di luar grup (Gambar 3.11). Berdasarkan analisis filogenetika, ORSV isolat-isolat Pulau Jawa sangat dekat kekerabatannya dan berada dalam satu kelompok berdasarkan homologi nukleotida dan asam amino. Secara keseluruhan antar semua isolat membentuk tiga kelompok (cluster) dalam pohon filogenetika. Jika dibandingkan antara pohon filogenetika nukleotida dan asam amino hanya sedikit perbedaan yaitu pada isolat Kebun Raya-Bogor. Hal ini kemungkinan karena adanya mutasi nukleotida pada isolat Kebun Raya-Bogor, namun mutasi tersebut tidak bermakna karena filogenetika asam amino menempatkan isolat Kebun Raya-Bogor pada kelompok yang sama (kelompok pertama). Kelompok kedua berdasarkan asam amino yaitu ORSV isolat Brazil, China (Yunan), Taiwan, India, Korea Selatan, Jerman, Thailand, Florida dan China (Hangzou). Kelompok ketiga yaitu ORSV isolat Jepang dan Singapura lebih jauh dari isolat Indonesia. Walaupun membentuk tiga cluster, namun kekerabatan antar isolat masih sangat dekat. Hal ini terlihat pada pohon filogenetika tersebut hanya membentuk sub grup (Gambar 3.13 a dan b). Berdasarkan bukti ini menunjukkan bahwa ORSV menyebar dari satu negara ke negara lain secara langsung melalui bahan perbanyakan tanaman terinfeksi yang terjadi melalui aktivitas ekspor/impor. Perbedaan asal benua (Asia, Eropa dan Amerika) tidak memperlihatkan perbedaan nukleotida dan asam amino yang berarti hal ini menunjukkan virus ini relatif stabil dalam berbagai kondisi lingkungan.

96 72 (a) BRAZIL Brazil AF INDIA India AF CAD92094 GERMANY Jerman AJ CAD22090 TAIWAN Taiwan AF SOUTHKOREA Korea Sel. EU ACF74370 USA Florida florida U89894 AAB53796 Hangzhou AM china Yunnan yunnan AM CAJ20839 SINGAPORE Singapura AF AAQ04716 JAPAN Jepang CAA39007 X55295 INDONESIA TAIP JakartaTAIPJAK AB INDONESIA Cipanas_Cianjur CIPANAS AB G. Sindur Bogor AB CHINA HANGZOU CAL38760 INDONESIA G.SINDUR THAILAND Thailand AY AAQ88335 INDONESIA Kebun Raya Bogor K.RAYA AB TMVYunnan(China) AF AF (b) TMV Yunnan AF Indonesia Cipanas_Cianjur AB G. Sindur Bogor AB TMVChina(Yunnan) AAM64218 Indonesia G.SINDUR Indonesia TAIP Jakarta TAIPJak AB Indonesia Kebun Raya Bogor KRaya AB Brazil AF China(Yunnan) AM CAJ20839 Taiwan AF India CAD92094 AF Korsel Korea Sel. ACF74370 EU Germany Jerman AJ CAD22090 Thailand AY AAQ88335 USA(Florida) U89894 AAB53796 China(Hangzou) Hangzhou AM CAL38760 Japan Jepang CAA39007 X55295 Singapore Singapura AF AAQ04716 Gambar 3.13 Pohon filogenetika ORSV berdasarkan nukleotida (a) dan asam amino (b) gen coat protein ORSV isolat Pulau Jawa. Analisis menggunakan software MEGA versi 4.0 (Tamura et al. 2007). TMV digunakan sebagai pembanding out group Respon Tanaman Indikator terhadap Infeksi ORSV Uji penularan ke tanaman indikator menunjukkan bahwa ORSV dapat menginfeksi hampir semua tanaman indikator yang diuji (Tabel 3.18). Gejala yang ditimbulkan pada sebagian besar tanaman indikator berupa lesio lokal, sedangkan pada tanaman Cassia occidentalis awalnya berupa lesio lokal namun selanjutnya gejala berubah menjadi mosaik sistemik pada daun-daun yang tidak diinokulasi. Pada tanaman indikator N. tabacum v. xanthi gejala yang ditunjukkan ORSV khas berbentuk cincin dengan lingkaran yang besar (Gambar 3.12).

97 73 Sedangkan pada tanaman N. benthamiana gejala yang muncul berupa mosaik dan terlihat lingkaran berbentuk cincin sangat kecil. Pengamatan visual pada tanaman vanili menunjukkan gejala mosaik dan hasil ELISA positif terinfeksi ORSV (Gambar 3.14 I). A B C D E F G H I Gambar 3.14 Gejala penularan ORSV pada tanaman indikator: (A) Datura stramonium; (B) N. benthamiana; (C) N. tabacum; (D) N. tabacum v. xanthi; (E) C. amaranticolor; (F) C. quinoa; (G) G. globos; (H) C. ocidentalis; (I) Vanili. Tabel 3.18 Hasil uji penularan & NAE ORSV pada beberapa tanaman indikator Tanaman Indikator Kejadian penyakit Masa inkubasi (hari) Gejala NAE* Solanaceae D. stramonium 10/ lesio nekrosis (l) 0,715 N. tabacum 10/ lesio nekrosis (l) 0,758 N.benthamiana 10/ mosaik cincin (s) 1,080 N.tabacum v.xanthi 10/ bercak cincin (l) 0,655 Chenopodiaceae C. amaranticolor 10/ lesio nekrosis (l) 0,709 C. Quinoa 10/ lesio nekrosis (l) 0,811 G. globosa 6/ lesio nekrosis 0,396 Leguminoseae Cassia ocidentalis 8/10 5 Lesio nekrosis (l), 0,378 mosaik (s) Orchidaceae V. planifolia 8/10 td mosaik (s) 1,190 Keterangan : NAE = Nilai Absorban ELISA, > 1,5 kali NAE kontrol negatif (0,206); td=masa inkubasi tidak dapat ditentukan l = lokal, s = sistemik

98 74 Pada tanaman tembakau, C.occidentalis, dan vanili, infeksi ORSV menunjukkan gejala sistemik, sedangkan pada tanaman indikator lainnya hanya menunjukkan gejala lesio lokal. Nilai absorban ELISA (NAE) tanaman indikator hasil penularan kecuali G. globosa dan C. occidentalis, menunjukkan nilai yang tinggi dan masa inkubasi yang relatif cepat berkisar 5-7 hari. Kejadian penyakit yang ditimbulkan pada tanaman indikator berkisar %, sedangkan pada tanaman G. globosa mempunyai tingkat kejadian penyakit terendah (60%) (Tabel 3.14). Kejadian penyakit dikonfirmasi dengan ELISA. Pembahasan Survei, Gejala, Deteksi Serologi dan RT-PCR Hasil survei ini menunjukkan bahwa infeksi ORSV, CymMV, CMV dan Potyvirus telah ada di Indonesia dan telah menyebar cukup luas terutama di berbagai pertanaman anggrek di Pulau Jawa. Keempat virus pada anggrek ini belum pernah dilaporkan secara resmi ada di Indonesia sampai Lakani et al. (2010) melaporkan terdeteksinya ORSV dalam laporan ilmiah. Data yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian sebelumnya tidak memasukkan kedua jenis virus ini dalam daftar Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) golongan A1. Berdasarkan hasil survei, deteksi serologi dan kajian biologi virus menunjukkan bahwa kedua jenis virus ini bukan lagi OPTK golongan A1 bahkan dapat dikategorikan dalam golongan A2. Infeksi ORSV walaupun penyebarannya masih terbatas pada daerah di sekitar Jakarta dan Jawa Barat, namun sangat potensial untuk menyebar secara luas karena anggrek diperdagangkan ke tempat lain dalam bentuk bahan perbanyakan vegetatifnya di Indonesia. Penyebaran cepat kedua virus sulit dihindari karena sulit untuk mengawasi penyebaran bibit anggrek baik oleh perusahaan pembibitan ataupun perorangan. Pengamatan pada tanaman anggrek yang bergejala menunjukkan adanya perbedaan antara tanaman yang terinfeksi ORSV, CymMV dan infeksi ganda kedua virus. Pada tanaman anggrek yang terinfeksi CymMV, gejala khas berupa garis nekrosis terputus-putus (Gambar 3.4 A). Pada anggrek yang terinfeksi ORSV, gejala khas pada tanaman berupa nekrosis pada bagian bawah permukaan daun yang meluas dan bersambungan (Gambar 3.5 c). Gejala mosaik yang muncul juga menunjukkan perbedaan antara keduanya. Mosaik

99 75 yang disebabkan CymMV berupa mosaik dengan tepi yang jelas antara bagian yang klorosis dan hijau (Gambar 3.4 C,F). Mosaik yang disebabkan oleh ORSV berbentuk bulat dengan tepi yang tidak tegas bagian klorosis dan hijau (Gambar 3.5 A,B). Pada tanaman yang terinfeksi ganda menunjukkan gejala yang semakin berat berupa rangkaian bunga pendek dan kerdil (Gambar 3.4). Choi et al. (2002) menemukan gejala bercak cincin pada bunga dan daun anggrek Cymbidium var. Grace Kelly yang terinfeksi ORSV. Di Hawai, dari 132 sampel tanaman diketahui 45% terinfeksi CymMV, 17% terinfeksi ORSV dan 15% terinfeksi ganda oleh kedua virus. Dari 44 genus anggrek diketahui 61% teriinfeksi CymMV, 25% terinfeksi ORSV dan selebihnya terinfeksi ganda (Hu et al. 1993). Pengamatan di lapangan menunjukkan pada tiga lokasi tanaman anggrek yang terinfeksi CymMV (Magelang, Lembang, Kebun Raya) bergejala sama walaupun lokasinya berbeda. Kesamaan ini diduga karena jenis tanaman yang terinfeksi merupakan genus yang sama yaitu C. purpureum dan C. murasaki. Tanaman anggrek di lokasi Surabaya walaupun jenisnya hampir sama (Cymbidium sp), menunjukkan gejala yang berbeda yaitu berupa nekrosis di bawah permukaan daun. Gejala pada dua lokasi lainnya (Gunung Sindur-Bogor dan Malang) juga menunjukkan perbedaan, diduga karena jenis anggrek yang berbeda (Dendrobium dan Phalaenopsis). Secara umum gejala yang disebabkan oleh infeksi CymMV pada tanaman anggrek mempunyai karakteristik nekrosis, klorosis, dan mosaik pada daun (Wisler 1989). Lawson & Hsu (1995) juga menyatakan hal yang sama bahwa CymMV menyebabkan gejala klorosis pada beberapa jenis anggrek seperti Cymbidium sp. dan bercak nekrosis berderet membentuk suatu garis berwarna hitam pada daun dan bunga, nekrosis juga terjadi pada anggrek Phalaenopsis sp., Dendrobium sp., dan Cattleya sp. Perbedaan gejala yang terjadi diduga disebabkan oleh perbedaan jenis anggrek, umur tanaman yang terinfeksi, jenis isolat, strain virus yang bermutasi dan faktor lingkungan. Hal ini sesuai pernyataan Hull (2002), bahwa munculnya gejala pada tanaman yang terinfeksi virus dapat dipengaruhi oleh konsentrasi virus, faktor lingkungan dan faktor genetik tanaman. Bila dua strain virus yang berbeda menginfeksi satu tanaman, dapat menyebabkan gejala yang berbeda. Lingkungan tumbuh yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan gejala karena lingkungan mempengaruhi fisiologi dan metabolisme inang yang berpengaruh pada multiplikasi virus dan respon infeksi. Efek metabolisme yang dipengaruhi

100 76 oleh virus berupa perubahan aktivitas enzymatis tanaman, rasio Karbon : Nitrogen, fotosintesis dan respirasi (Bawden, 1964). Pernyataan ini sesuai pula dengan penelitan Navalinskiene et al. (2005) bahwa gejala yang disebabkan oleh infeksi CymMV pada tanaman anggrek sangat bervariasi tergantung pada strain virus, kultivar, dan kondisi lingkungan. Hasil penelitian Gara (1995) menunjukkan perbedaan gejala infeksi CymMV pada empat jenis anggrek yaitu Cattleya sp, Cymbidium sp, Dendrobium sp, dan Phalaenopsis sp, Kemungkinan gejala infeksi CymMV dan ORSV juga dipengaruhi oleh infeksi campuran dengan CMV dan Potyvirus. Chang (2010) menyatakan bahwa gejala pada tanaman anggrek yang terinfeksi CMV berupa menguning berbentuk menggaris sepanjang daun dan warna bunga pecah sedangkan gejala infeksi Potyvirus berupa bercak klorosis. Gejala CMV tersebut memiliki kemiripan dengan gejala yang diamati pada anggrek yang terinfeksi CymMV (Gambar 3.2 E,F), sedangkan gejala infeksi Potyvirus memiliki pola yang mirip dengan gejala yang diamati pada anggrek yang terinfeksi ORSV (Gambar 3.5 A,B). Pada penelitian ini, awalnya hanya untuk mendetaksi dua virus utama pada anggrek yaitu ORSV dan CymMV, jadi tidak memperhatikan gejala spesifik untuk kedua virus lainnya (CMV dan Potyvirus). Oleh karena itu gejala akibat infeksi infeksi tunggal ataupun ataupun infeksi ganda perlu diteliti lebih lanjut sebagai informasi penting dalam pengenalan gejala spesifik. Deteksi serologi dengan ELISA berhasil dilakukan untuk mengidentifikasi sampel tanaman yang bergejala CymMV dan ORSV. Hasil ELISA berhasil mengidentifikasi ORSV dan CymMV dari semua lokasi pengambilan sampel tanaman. Hasil ELISA yang dilakukan Khalimi (2008) terhadap sampel anggrek yang berasal dari Gunung Sindur-Bogor, Cipanas-Cianjur dan Kebun Raya- Bogor menunjukkan kejadian penyakit oleh CymMV masing-masing sebesar 63,5%, 33,33% dan 50% dari sampel yang diuji. Isnawaty (2009) melaporkan kejadian penyakit yang disebabkan ORSV berdasarkan hasil ELISA pada sampel anggrek dari Gunung Sindur-Bogor sebesar 20% dari sampel yang diuji. Hasil deteksi RT-PCR menggunakan primer universal CMV, Potyvirus dan Tospovirus terhadap sampel tanaman dari semua lokasi survei yang sama digunakan untuk deteksi ORSV dan CymMV memberikan hasil yang positif kecuali Tospovirus dan tidak terduga sebelumnya. CMV dan Potyvirus merupakan virus yang juga menginfeksi pertanaman anggrek di beberapa negara lain. Terdeteksinya CMV dan Potyvirus pada semua sampel yang diambil

101 77 dari lokasi survei yang tidak diperkirakan sebelumnya menunjukkan bahwa kedua virus tersebut sudah menyebar luas dan belum dilakukan pencegahan. Identifikasi CMV pada tanaman anggrek menggunakan primer spesifik untuk CMV subgrup IB berhasil mengamplifikasi ukuran pita DNA yang sama dengan penelitian sebelumnya pada jenis tanaman yang berbeda yaitu tomat dan kacang panjang (Aramburu et al. 2007; Damayanti et al. 2009). Identifikasi CMV pada tanaman anggrek belum begitu banyak dilaporkan oleh para peneliti. Laporan yang berhasil ditelusuri menyebutkan bahwa CMV terdeteksi pada tanaman anggrek di Taiwan (Chang 2010). Deteksi dan identifikasi Potyvirus pada tanaman anggrek sudah dilaporkan beberapa peneliti. Potyvirus dilaporkan menginfeksi pertanaman anggrek di Jepang (Inouye 1973), Hawaii (Hu et al. 1993), dan Taiwan (Zheng et al. 2008). Hasil deteksi menggunakan primer yang berbeda pada sampel di Taiwan berhasil mengampifikasi gen CP Potyvirus yang kemudian dianalisis sekuen nukleotida menunjukkan kedekatan dengan Bean yellow mosaic virus (BYMV), Beet mosaic virus (BtMV), Turnip mosaic virus (TuMV) dan Bean common mosaic virus (BCMV) (Zheng et al. 2008). Tospovirus belum berhasil dideteksi menggunakan RT-PCR pada semua lokasi pengambilan sampel tanaman. Ketidakberhasilan deteksi ini dapat disebabkan bahwa virus ini belum masuk ke Indonesia ataupun juga disebabkan kemungkinan sampel yang dideteksi kebetulan tidak terinfeksi Tospovirus. Kemungkinan keberhasilan deteksi dapat ditingkatkan dengan menggunakan sampel lebih banyak yang telah diidentifikasi gejala spesifik serta dideteksi secara serologi terlebih dahulu. Hasil amplifikasi gen CP keenam isolat CymMV memperlihatkan pita DNA yang sama berukuran ± 672 bp. Hasil yang sama juga telah dilaporkan oleh Khalimi (2008) yang yang mengamplifikasi gen CP CymMV dari anggrek asal Kebun Raya-Bogor, Gunung sindur-bogor dan Segunung (Cipanas-Cianjur). Primer yang sama berhasil mendeteksi CymMV menggunakan RT-PCR menghasilkan amplikon berukuran sama dengan hasil amplifikasi PCR dalam penelitian ini yaitu 672 bp (Sherpa et al. 2007). Ukuran pita ini merupakan hasil amplifikasi gen CP pada posisi basa Identifikasi ORSV pada empat lokasi survei berhasil dilakukan dengan RT-PCR. Hasil ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Ajjikutira et al. (2005) menggunakan primer yang sama berhasil mengamplifikasi

102 78 fragmen DNA pada tanaman N. benthamiana yang telah diinfeksikan dengan ORSV asal Singapura. Produk PCR berukuran ± 500 bp berhasil dirunut 477 nt sekuen gen, dan mengkode 159 asam amino. Analsis Sekuen dan Filogenetika CymMV Hasil sekuen nukleotida dan asam amino antar isolat asal Pulau Jawa menunjukkan kedekatan yang erat berdasarkan similaritas yang diperoleh diatas 97% 98%. Hal ini menunjukkan isolat tersebut masih merupakan strain yang sama dengan isolat lain dari 11 negara yang dibandingkan. Hasil sekuen yang dilakukan oleh Khalimi (2008) terhadap CymMV isolat Segunung menunjukkan tingkat kesamaan sekuen asam amino 100% dengan isolat asal Thailand. Penelitian juga dilakukan oleh Chang et al. (2005) pada isolat CymMV taiwan (CymMV-CS) asal tanaman anggrek Cymbidium sinesis Willd. Hasil alignment berdasarkan gen dengan isolat lainnya pada GeneBank menunjukkan homologi nukleotida 92-98% dan asam amino 98-99%. Alignment beberapa isolat CymMV isolat Singapura oleh Ajjikuttira (2003) menunjukkan homologi nukleotida 89,1-99,7% dan tingkat homologi asam amino 93,2-100%. Demikian halnya hasil penelitian Gourdel & Quillec (2001) terhadap isolat CymMV asal Reunion Island (Perancis) yang diisolasi dari tanaman Vanilla fragrans, menunjukkan tingkat kesamaan nukleotida % dengan empat isolat asal Asia (dua isolat Korea/CymMV-K1, CymMV-K2, dua isolat Singapura/CymMV-S1, CymMV-S2). Alignment sekuen nukleotida gen CP menunjukkan adanya mutasi titik tak bermakna (silent mutation); mutasi nukleotida tanpa menyebabkan perubahan asam amino pada CymMV yang menginfeksi tanaman anggrek di Pulau Jawa. Dengan demikian dari beberapa nukleotida yang tidak sama ternyata mengkode triplet kodon asam amino yang sama. Perbedaan sekuen nukleotida dan asam amino ini menarik dikaji lebih lanjut untuk melihat lebih detil perubahan apa yang terjadi dalam hubungan virus dan inang. Perbedaan ini kemungkinan dapat menyebabkan perubahan gejala, kemampuan menginfeksi inang ataupun dalam hubungan dengan jenis inang. CymVM dilaporkan memiliki potensi untuk berevolusi dengan cara rekombinasi akibat adanya perubahan lingkungan. Virus RNA tidak memiliki mekanisme pengkoreksi kesalahan (proofreading) selama proses replikasi sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan satu atau beberapa nukleotida (Vaughan et al. 2008). Menurut Hull (2002) beberapa faktor yang

103 79 mengakibatkan terjadinya perubahan nukleotida diantaranya adalah mutasi, rekombinasi genetik dengan delesi atau insersi satu atau beberapa pasang basa pada sekuen nukleotida. Perubahan satu atau beberapa nukleotida yang terjadi pada virus akan mendukung terjadinya evolusi strain di alam. Perubahan pada satu basa mungkin akan menyebabkan perubahan pada satu jenis asam amino penyusun protein sehingga menyebabkan terjadinya perubahan struktur primer pada CP virus. Namun, mutasi nukleotida yang terjadi pada keenam isolat CymMV tidak menyebabkan perubahan asam amino secara keseluruhan dan hanya ada beberapa titik yang menyebabkan perubahan asam amino. Mutasi CymMV yang menyebabkan perubahan pada asam amino Pro4Ser diduga berhubungan dengan perubahan gejala mosaik merata dengan permukaan daun menjadi cekung. Hal ini terlihat pada ekspresi gejala yang sama dari ketiga jenis tanaman anggrek yang berbeda lokasi tersebut (Gambar 3.2). Kesamaan asam amino Serine ini terjadi pula pada isolat CymMV India. Isolat Malang mengalami mutasi pada asam amino Glu167Lys sama seperti isolat China Pal. Perubahan ini belum dapat diduga akibat yang ditimbulkannya karena tidak dapat membandingkan dengan isolat China Pal yang tidak dipublikasikan. Namun kedua isolat (Malang dan China Pal) diambil dari jenis anggrek segolongan yaitu Phalaenopsis sp. Gejala khas pada anggrek Phalaenopsis Malang terlihat bahwa daun yang terinfeksi menjadi berkerut dengan permukaan yang cembung. Perubahan pada asam amino Asp199His pada isolat Kebun Raya-Bogor tidak ditemukan pada isolat lainnya yang dibandingkan. Jika dilihat berdasarkan gejala terlihat bahwa sampel anggrek yang diamati di Kebun Raya-Bogor menunjukkan gejala mosaik yang sangat jelas dengan warna kuning terang disertai bercak nekrosis (Gambar 3.3 C1,C3). Isolat Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Lembang dan Malang mengalami perubahan pada asam amino posisi ke-219 sama dengan isolat CymMV Hawaii. Jika dilihat berdasarkan gejala diduga perubahan asam amino menyebabkan bercak nekrosis karena pada keempat isolat ditemukan bercak yang khas nekrosis berukuran kecil selain gejala umum mosaik. Gejala seperti ini juga dilaporkan oleh Vaughan et al. (2008) pada anggrek Dendrobium yang terinfeksi CymMV di Hawaii isolat yang sama digunakan sebagai pembanding (EF125180) - berupa bercak klorosis, bercak lesio nekrosis pada daun dan bunga.

104 80 Short et al. (1987) membandingkan delapan jenis virus dari genus Potexvirus berdasarkan kisaran inang, gejala dan asam amino gen CP. Hasil penelitiannya menunjukkan terdapat variasi struktur asam amino termasuk Lysine, Arginine, Leucine dan Proline yang berhubungan dengan kisaran inang dan gejala. Penelitian juga dilakukan Baures et al. (2008) yang membandingkan enam jenis virus dari genus Potexvirus termasuk CymMV untuk melihat gen Rx yang berhubungan dengan ketahananan. Hasil alignment gen CP keenam virus tersebut dibandingkan dengan enam isolat pada penelitian ini, pada posisi-posisi asam amino yang conserve tidak terjadi perubahan. Perubahan empat asam amino pada penelitian ini hanya terjadi di posisi asam amino yang tidak conserve. Pohon filogenetika yang terdiri tiga kelompok menunjukkan bahwa CymMV yang ada di beberapa lokasi di Pulau Jawa berasal dari negara-negara yang berbeda (Gambar 3.10). Berdasarkan analisis pohon filogenetika, isolat CymMV Indonesia kemungkinan besar berasal dari negara lain. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan karantina belum mengantisipasi keberadaan virus ini dalam mendeteksi anggrek import dari negara lain. Selain itu, selama ini CymMV belum termasuk dalam daftar OPTK golongan A1, sehingga tidak terdeteksi dalam pengujian sampel tanaman anggrek impor. Hal lain yang mungkin terjadi adalah CymMV masuk melalui anggrek terinfeksi yang dibawa secara perorangan dari berbagai negara. Pengelompokan memperlihatkan bahwa lokasi pengamatan yang berdekatan tidak mengelompok dengan negara asal yang sama. Isolat Lembang dan Kebun Raya-Bogor (Jawa Barat) mengelompok dengan isolat Magelang (Jawa Timur) yang cukup berjauhan lokasinya. Demikian halnya Isolat Malang (Jawa Timur) tidak mengelompok dengan isolat Surabaya (Jawa Timur) padahal lokasinya berdekatan. Isolat Malang ternyata mengelompok dengan isolat China, sedangkan isolat Surabaya berada di luar kelompok dengan isolat lainnya. Lokasi yang berdekatan lainnya yaitu isolat Gunung Sindur-Bogor (Jawa Barat) mengelompok dengan isolat Jepang, walaupun lokasinya berdekatan dengan Isolat Gunung Sindur-Bogor (Jawa Barat). Analisis Sekuen dan Filogenetika ORSV Analisis sekuen nukleotida dan asam amino terhadap empat isolat ORSV asal Bogor, Cipanas dan Jakarta menunjukkan similaritas yang tinggi Analisis sekuen ORSV baik secara parsial ataupun genom lengkap telah banyak

105 81 dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil analisis blast pada GeneBank ditemukan 50 sekuen ORSV dengan tingkat kesamaan mencapai 99%. Ikegami & Inouye (1996) membandingkan strain ORSV Cy-1 asal Jepang dengan strain ORSV Korea diperoleh tingkat kesamaan sekuen nukleotida full lenght sebesar 96%. Analisis karakter molekuler ORSV isolat Gunung Sindur-Bogor dan Cipanas-Cianjur berdasarkan hasil alignment gen coat protein dengan isolat lainnya hanya terjadi satu mutasi nukleotida sekaligus satu asam amino menunjukkan bahwa mutasi pada gen CP yang terjadi sangat kecil. Hal tersebut menunjukkan isolat ORSV yang menginfeksi tanaman anggrek di kedua lokasi tersebut masih merupakan strain yang sama dengan isolat lain di beberapa negara. Mutasi yang lebih banyak terjadi pada isolat ORSV TAIP-Jakarta dan Kebun Raya-Bogor. Mutasi nukleotida menyebabkan beberapa perubahan pada asam amino. Perubahan asam amino pada gen CP ORSV ini belum diketahui kaitannya terhadap perubahan ekspresi gejala pada tanaman yang terinfeksi. Mutasi yang terjadi diduga kemungkinan berhubungan dengan adaptasi anggrek dan virus terhadap lingkungan yang berbeda dari daerah asalnya. Penyebaran ke negara lain terjadi secara langsung melalui bahan vegetatif. Namun Banerjee et al. (1995) melaporkan bahwa mutasi titik pada gen CP TMV yaitu pada asam amino Asp19Val dan Ser138Phe menyebabkan perubahan gejala dari mosaik hijau muda/hijau gelap menjadi mosaik klorosis kuning cerah pada tanaman tembakau (N. tabacum). Salah satu virus yang sekelompok dengan ORSV yang menjadi pembanding outgroup yaitu TMV, gen coat proteinnya (avr) diketahui berhubungan dengan N gen pada tembakau. Hubungan ini menentukan dengan pengenalan infeksi patogen-inang. Coat protein TMV dapat menginduksi gejala kematian sel secara sistemik (Schoelz 2006). Gejala klorosis yang terjadi akibat infeksi ORSV dapat dihubungkan dengan mekanisme pada TMV yaitu terjadinya gangguan pada kloroplast tanaman. Coat protein TMV masuk ke dalam kloroplas kemudian berasosiasi dengan membran thylakoid. Coat protein diduga menghambat transport elektron pada kompleks photosystem II yang berhubungan dengan peningkatan reacrive oxygen species (ROs) (Banerjee et al. 1995; Hodgson et al. 1989; Reinero & Beachy 1989; Lehto et al. 2003). Analisis filogenetika berdasarkan nukleotida dan asam amino menunjukkan bahwa empat isolat ORSV asal Pulau Jawa membentuk satu

106 82 kelompok yang sama. Hal ini mengidikasikan bahwa sumber penularan berasal dari tempat yang sama. Pengelompokaan berdasarkan asam amino memperlihatkan bahwa isolat Pulau Jawa merupakan sub grup dari kelompok Singapura, Jepang dan delapan isolat lainnya (Gambar 3.11). Pengelompokan tersebut menunjukkan kedekatan yang sangat erat antara isolat Pulau Jawa dengan isolat lainnya dari berbagai negara. Hal ini mengindikasikan bahwa asal bibit pada setiap daerah pengamatan berasal dari berbagai negara yang sama ataupun berbeda. Import bibit anggrek, baik yang dilakukan secara resmi ataupun tidak, dapat lolos dari tindakan karantina. Pengelompokan yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa penyebaran virus ke beberapa daerah pengamatan di Pulau Jawa tidak berasal dari satu negara asal bibit saja. Uji penularan Pada penelitian ini terlihat bahwa kemampuan ORSV menginfeksi tanaman indikator sama dengan isolat yang berasal dari Korea Selatan. Isolat Korea Selatan dapat menginfeksi tanaman indikator C. amaranticolor, C. quinoa, D. stramonium, G. globosa, N. benthamiana, N. clevelandii, N. rustica, N. tabacum cv. Samsun (Choi et al. 2002). Hasil yang sama dilaporkan pada ORSV isolat Lithuania (Navalienskiene 2005). Hal yang menarik adalah bahwa ORSV dapat ditularkan pada tanaman vanili yang juga termasuk dalam famili Orchidaceae. Penularan pada tanaman vanili di lapangan harus diupayakan dapat dicegah semaksimal mungkin karena dapat mengakibatkan kerugian yang besar pada petani. Pada kasus TMV, berdasarkan respon inang indikator, ada beberapa isolat yang berbeda kemampuannya dalam menginfeksi N. benthamiana dan N. clevelandii. Hal ini menunjukkan kemampuan adaptasi TMV yang berhubungan dengan spesifik inang dan kisaran inang (Choi et al. 2002). Dugaan lain adalah berkaitan dengan fitness dan evolusi virus (Dawson 1992).

107 83 KESIMPULAN 1. Hasil deteksi pada sampel tanaman anggrek menunjukkan adanya infeksi ORSV, CymMV, CMV dan Potyvirus pada beberapa lokasi sentra penanaman anggrek di Pulau Jawa. Terjadi infeksi campuran antara ORSV dan atau CymMV dengan CMV dan Potyvirus yang dibuktikan dengan hasil RT-PCR. 2. Hasil survei ke beberapa lokasi sentra pengembangan anggrek diketahui ORSV, telah ada dan terdeteksi menginfeksi pertanaman anggrek di Indonesia khususnya di Pulau Jawa (Bogor, Cianjur dan Jakarta). a. Hasil identifikasi ORSV berdasarkan karakter biologi dengan pengujian penularan pada tanaman indikator menunjukkan gejala lesio lokal, mosaik, mosaik cincin dan bercak cincin. b. Karakter molekuler menunjukkan bahwa ORSV isolat Gunung Sindur- Bogor, Kebun Raya-Bogor, Cipanas-Cianjur dan TAIP-Jakarta merupakan strain yang sama dengan beberapa isolat asal negara lain dengan homologi nukleotida dan asam amino yang lebih dekat dengan isolat asal Taiwan, Brazil, India, Hangzhou, Yunnan, Thailand, Korea Selatan dan Florida. Analisis filogenetika menunjukkan bahwa keempat Isolat asal Pulau Jawa membentuk satu kelompok yang sama. 3. a. Survei pada tanaman anggrek di enam lokasi di Pulau Jawa yaitu Gunung Sindur-Bogor, Kebun Raya-Bogor, Lembang, Magelang, Malang dan Surabaya ditemukan gejala berupa mosaik, nekrosis, mottle, khlorosis dan daun menjadi tidak rata. Gejala-gejala tersebut berasosiasi dengan infeksi CymMV, hal ini dibuktikan dengan pengujian menggunakan ELISA dan RT-PCR. c. Hasil alignment berdasarkan sekuen nukleotida dan asam amino Isolat CymMV asal di Pulau Jawa menunjukkan homologi dengan isolat dari beberapa negara. Analisis filogenetika menunjukkan bahwa keenam isolat CymMV diketahui terbentuk tiga kelompok dengan beberapa isolat lain dari beberapa negara, namun masih merupakan strain yang sama. Walaupun merupakan strain yang sama, mutasi titik di nukleotida yang berimbas pada asam amino gen CP diduga menyebabkan perbedaan ekspresi gejala.

108 84 DAFTAR PUSTAKA Afieri Jr. SA, Langdon KK, Kimbrough JW, El-Ghol NE, Wehlburg C Diseases and disorders of plants in Florida. Bul FDACS DPI No. 14. Ajjikutira PA, Lim-Ho CL, Woon MH, Ryu KH, Chang CA, Loh CS, Wong SM Genetic variability in the coat protein genes of two orchid viruses: Cymbidium mosaic virus and Odontoglossum ringspot virus. Arch Virol 147: Ajjikutira PA Genetic variability and Interactions of Cymbidium mosaic virusand Odontoglossum Ringspot Virus [Thesis]. Singapore: Departemant of Biological Sciences National University of Singapore. Ajjikutira PA, Loh CS, Wong SM Reciprocal function of movement proteins and complementation of long-distance movement of Cymbidium mosaicvirus RNA by Odontoglossum ringspot virus coat protein. J Gen Virol 86: Aramburu J, Galipienso L, Lopez C Reappearence of Cucumber mosaic virus isolates belonging to subgroup IB in tomato plants in North-Eastern Spain. J Phytopathol 155: Banerjee N, Wang JY, Zaitlin M A single nucleutide change in coat protein of Tobacco mosaic virus is involved in the induction of severe chlorosis. Virology 207: Barry K, Hu JS, Kuehnle AR, Sughii N Sequence analysis and detection using immunocapture-pcr of Cymbidium mosaic virus and Odontoglossum ringspot virus in Hawaiian orchids. J Phytopathol 144: Bawden FC Plant Viruses and Virus Diseases. Fourth Edition. New York: The Ronald Press Company. Burnett HC Orchid Diseases. Vol. 1 No. 3. Florida: Dept. of Agr. State of Fla. Chang C, Chen YC, Hsu YH, Wu JT, Hu CC, Chang WC, Lin NS Transgenic resistance to Cymbidium mosaic virus in Dendrobium expressing the viral capsid protein gene. Trans Res 14: Chang CA Economically important orchid viruses. How to identyfy and produce clean orchid plantlets. Orchids 77(9) : Chang CA Orchid virus diseases in Taiwan and their control strategies. The 2010 Taiwan International Orchid Show and Symposium. Taiwan, 6-15 Maret 2010, Taiwan: International Commercial Orchid Growers Organization. Hal Chen CC, Zheng YX, Chen YK, Jan FJ Isolation and characterization of a new Potyvirus causing chlorotic spots on moth orchids (Phalaenopsis spp.). Phytopathology 96: S22. Chia TF, Chan YS, Chua NH Characterization of Cymbidium mosaic virus coat protein gene and its expression in transgenic tobacco. Plant Mol Biol 18:

109 85 Choi SK, Choi SH, Ryu KH, Choi CW, Choi JK, Park WM Identification and Characterization of a Ringspot Isolat of Odontoglossum ringspot virus from Cymbidium var. Grace Kelly. Plant Pathol J 18: Chu FH, Chao CH, Chung MH, Chen CC, Yeh SD Completion of the genome sequence of Watermelon silver mottle virus and utilization of degenerate primers for detecting Tospoviruses in five serogroups. Phytopathology 91: Corbett MK Some distinguishing characteristics of the orchid strain of Tobacco mosaic virus. Phytopathology 57: Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A Severe outbreak a yellow mosaic disease on yard long bean in Bogor, West Java. Hayati J Biosci 16(2): Dawson WO Tobamovirus-plant interactions. Virology 186: Eun AJ-C, Wong SM Detection of Cymbidium Mosaic Potexvirus and Odontoglossum ringspot tobamovirus using Immuno-Capillary Zone Electrophoresis. Phytopathology 89: Gara IW Studies on Cymbidium mosaic virus isolated from Vanda Orchid [Thesis]. Japan: Research Institut for Bioresources, Okayama University. Gourdel S, Quillec FL-l Coat Protein Gene of Cymbidium mosaic virus from Vanilla fragrans in Reunion Island. J Phytopathol. 149: Hall TA BioEdit: a user-friendly biological sequence alignment editor and analysisi program for Window 95/98/NT. BioEdit Sequence Alignmnet Editor. USA: Departemen of Microbiology North Carolina State University. Hilf ME, Dawson WO The Tobamovirus capsid protein functions as a host-specific determinant of long-distance movement. Virology 193 (1): Hodgson AAJ, Beachy RN, Pakrasi HB Selective inhibition of photosystem II in spinach by Tobacco mosaic virus: an effect of the viral coat protein. FEBS Lett 245: Hu JS, Ferreira S, Wang M, Xu MQ Detection of Cymbidium Mosaic Virus, Odontoglossum ringspot virus, Tomato spotted wilt virus, and Potyviruses infecting orchids in Hawaii. Plant Dis 77: Hu WW, Wong SM The use of DIG-labelled crna probes for the detection of Cymbidium mosaic potexvirus(cymmv) and Odontoglossum ringspot tobamovirus (ORSV) in orchids. J Virol Methods 70: Hull R Matthews Plant Virology. New York: Academic Press. Ikegami M, Inouye N Genomik organitation of Odontoglossum ringspot virus (CY-I strain) RNA and comparison with that of Korean strain. Bull res inst bioresour Okayama univ 4: Inouye N A new virus isolated from Dendrobium (in Japanese). Ann Phytopathol Soc Jp 39: Inouye N Detection, identification and control of virus diseases of orchids (in Japanese). Tokyo: Nobunkyo.

110 86 Isnawaty L Deteksi dan identifikasi Odontoglossum ringspot virus (ORSV) pada tanaman anggrek [Skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Isomura Y Molecular cloning, sequensing and exspression in Escherichia coli of the Odontoglosum ringspot virus coat protein gene. J Gen Virol 72: Isomura Y, Matumoto Y, Murayama A, Chatani M, Inouye N, Ikegami M Nukleotide sequence of cell-to-cell transport protein gene of Odontoglosum ringspot virus. Nucl acids Res 18: Jensen DD Mosaic of Cymbidium orchids. Phytopathology 40: Jensen DD, Gold HA A virus ringspot of Odontoglossum orchid: symptom, transmission and electron microscopy. Phytopathology 41: Khalimi K Deteksi dan karakterisasi Cymbidium mosaic virus (CymMV) isolat anggrek [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ko NJ Cytological identification of Cucumber mosaic virus infecting Phalaenopsis. Proceedings of the National Science Council B Life Sciences Taiwan. Volume: 12, Issue: 1. hlm Lawson RH, Brannigan M Handbook on orchid pests and diseases. Am Orchid Soc, West Palm Beach, Fla. hlm Lawson RH, Hsu HT Orchid. Di Dalam: Loebenstein G, Lawson RH, Brunt AA, editor. Virus and Virus-like Diseases of Bulb and Flower Crops. Chichester, UK: John Wiley & Sons. hlm Letschert B, Adam G, Lesemann D, Willingmann P, Heinze C Detection and differentiation of serologically cross-reacting. J Virol Methods 106 (1): Lehto K, Tikkanen M, Hiriart JB, Paakarinen V, Aro EM Depletion of the photosystem II core complex in mature tobacco leaves infected by the flavum strain of Tobacco mosaic virus. MPMI 16: Marie-Jeanne V, Ioos R, Peyre J, Alliot B, Signoret P Differentiation of Poaceae Potyviruses by reverse transcription-polymerase chain reaction and restriction analysis. J Phytopathol 148: McMIllan Jr. RT, Vendrame WA Color break in orchid flower. Proc Fla State Hort Soc 118: Moles M, Delatte H, Farreyrol K, Grisoni M Evidence that Cymbidium mosaic virus (CymMV) isolats divide into two subgroups based on nucleotide diversity of coat protein and replicase genes. Arch Virol 152: Namba R, Ishii M Failure of aphids to transmit the Odontoglossum ringspot and Cymbidium mosaic viruses to orchid plantlets derived from meristem culture. Phytopathology 61:

111 87 Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M Viral diseases of flower plants. Identification of viruses affecting orchids (Cymbidium Sw.). Biologija. 2: Nicholas KB, Nicholas HB Jr GeneDog: a tool for editing and annotating multiple sequence alignments. Multiple sequence alignments Editor & Shading Utility Version Pooja R, Pan RP, Jain RK Serological Detection of Cymbidium mosaic and Odontoglossum ringspot viruses in orchids with polyclonal antibodies produced against their recombinant coat proteins. J Phytopathol 158(7): Reinero A, Beachy RN Reduced photosystem II activity and acumulation of viral coat protein in chloroplast of leaves infected with Tobacco mosaic virus. Plant Physiol 89: Rivas EB, Seabra PV, Duarte LML, Alexandre MAV, Harakava R Detection of the Odontoglossum ringspot virus by RT-PCR. Arq Inst Biol 67: Ryu KH, Yoon KE, Park WM Cloning and sequencing of a cdna encoding the coat protein of a Korean isolat of Cymbidium mosaic virus. Gene 156: Schoelz JE Viral Determinants of Resistance Versus Susceptibility. Di dalam : Loebenstein G, Carr JP, editor. Natural Resistance Mechanisms of Plant to Viruses. Dordrecht: Springer. hlm Seoh ML, Wong SM, Zhang L Simultaneous TD/RT-PCR detection of Cymbidium mosaic potexvirus and Odontoglossum ringspot tobamovirus with a single pair of primers. J Virol Methods 72: Sherpa AR, Bag TK, Hallan V, Zaidi AA. 2006a. Detection of Odontoglosum ringspot virus in orchids from Sikkim, India. Aust Plant Pathol 35: Sherpa AR, Hallan V, Pathak P, Zaidi AA. 2006b. Characterization of the Coat Protein Gene of Cymbidium mosaic virus Isolates from India. J Phytopathol 154 (5): Sherpa AR, Hallan V, Pathak P, Zaidi AA Complete nucleutida sequence analysis of Cymbidium mosaik virus Indian isolat : further evudence for natural recombination among Potexviruses. J Biosci 32: Short MN, Davies JW Host ranges, symptoms and amino acid compositions of eight Potexviruses. Ann Appl Biol 110: Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Biol and Evol 24: Tanaka S, Nishii H, Ito S, Iwaki MK Detection of Cymbidium mosaic potexvirus and Odontoglossum ringspot tobamovirus from Thai orchids by Rapid Immunofilter Paper Assay. Plant Dis 81: Thomson AD, Smirk BA An unusual strain of Tobacco mosaic virus from orchids. NZ J Botany 5: Vaughan SP, Grisoni M, Kumagai MH Characterization of Hawaiian isolats of Cymbidium mosaic virus (CymMV) co-infecting Dendrobium orchid. Arc Virol 153 (6):

112 88 Wang CX, Gao Q, Pan NS, Chen ZI The cdna cloning and nucleotida sequence of Potato Virus X coat protein gene. Acta Bot Sin 33(5): Wisler GC How to Control Orchid Viruses: The Complete Guidebook. The United States of America: Maupin House Publishers. Zaitlin, M Letter to the Editor. Viral cross protection: more understanding is need. Phytopathology 66: Zettler FW, Ko NJ, Wisler GC, Elliot Mark S and Wong SM Viruses of orchids and their control. Plant Dis 74: Zheng YX, Chen CC, Chen YK, Jan FJ Identification and characterization of a potyvirus causing chlorotic spots on Phalaenopsis orchids. Eur J Plant Pathol 121:87 95.

113 89 IV. RESPON KETAHANAN BEBERAPA JENIS ANGGREK TERHADAP INFEKSI ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS ABSTRAK IRWAN LAKANI. Respon Ketahanan Beberapa Jenis Anggrek Terhadap Infeksi Odontoglossum ringspot virus. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATTJIK, dan TRI ASMIRA DAMAYANTI. Berdasarkan deteksi serologi sampel tanaman anggrek hasil survei di beberapa lokasi pertanaman anggrek di Jawa menunjukkan bahwa ORSV telah ditemukan menginfeksi berbagai jenis anggrek. Untuk mengetahui respon ketahanan beberapa anggrek komersial, dilakukan pengujian di rumah kaca dengan cara menginokulasi secara mekanis 13 jenis anggrek dengan ORSV isolat Gunung Sindur. Peubah pengamatan yang diamati adalah masa inkubasi, kejadian penyakit, tipe gejala dan titer virus melalui ELISA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala mulai muncul pada 4-7 hari hingga paling lama 90 hari setelah inokulasi. Gejala yang muncul bervariasi tergantung spesies anggrek seperti lesio lokal, nekrosis, klorosis serta adanya bercak cincin (ringspot) pada permukaan daun anggrek. Kejadian penyakit berkisar antara 40% -100%. Hasil ELISA menunjukkan nilai absorbansi berkisar 1,5-13 kali nilai kontrol tanaman sehat tergantung jenis anggrek yang diinfeksi. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar anggrek yang diuji tergolong rentan (61,54%) dan beberapa tergolong tahan (38,46%) terhadap infeksi ORSV.

114 90 IV. RESISTANCE RESPONSE OF SEVERAL ORCHIDS AGAINST ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS INFECTION ABSTRACT IRWAN LAKANI. Resistance Response of Several Orchids against ORSV Infection. Supervised by GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATTJIK, and TRI ASMIRA DAMAYANTI. Based on the serological detection of plant samples from survey at several locations orchid cultivation in Java showed that ORSV have been found to infect many species of orchids. To tested resistance response of some commercial orchids, mechanical inoculation was subjected to thirteen species of orchids using ORSV Gunung Sindur isolate at green house trial. Incubation period, the disease incidence, type of symptoms and the virus titer by ELISA test were observed. The results showed that symptoms appeared at 4-7 to 90 days after inoculation. Symptoms varied depend on orchid species such as local lesion, necrosis, chlorosis and ringspot on orchid leaves. Disease incidence ranged from %. ELISA test results showed that the absorbance values ranged from 1,5-13 folds of healthy control plants depends on orchids species. Taken together of the data showed that most of orchids tested were categorized as susceptible (61,54%) and resistant (38,46%) against ORSV.

115 91 PENDAHULUAN Pada umumnya tanaman mempertahankan diri terhadap serangan patogen dengan kombinasi dua cara yaitu struktural dan biokimia (Pasif dan aktif). Secara struktural yaitu dengan penghalang fisik yang secara langsung menghambat patogen pada titik masuk agar tidak menyebar ke seluruh tanaman. Secara biokimia yaitu sel dan jaringan tanaman menghasilkan substansi yang bersifat toksik pada patogen agar terjadi kondisi yang dapat menghambat perkembangan patogen dalam tanaman. Kombinasi reaksi pertahanan struktural dan biokimia tersebut berbeda berdasarkan hubungan inang-patogen (Agrios 2005). Mekanisme ketahanan tanaman terhadap infeksi virus juga terjadi karena tanaman menemukan sistem pencegahan secara aktif maupun pasif. Pertahanan secara pasif adalah bahwa tanaman dapat menekan replikasi virus yang diduga berlangsung pada tahap transmisi (sering dihubungkan dengan ketahanan terhadap vektor), multiplikasi (pada tanaman imun), transport (virus menyebabkan infeksi samar) dan gejala terbentuk (pada tanaman toleran). Ketahanan terhadap virus secara pasif dikendalikan oleh monogenik maupun multigenik yang berhubungan dengan resistensi verikal atau horizontal. Setiap gen berkontribusi terhadap keseluruhan tingkatan pertahanan (De Haan 1998). Tanaman memiliki kapasitas untuk mengenali dan mengaktifkan pertahanannya sendiri melawan patogen. Reaksi ketahanan pada interaksi tanaman-patogen terjadi dalam hubungan faktor genetik yang juga dipengaruhi faktor lingkungan. Ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen selalu ditentukan oleh sepasang gen yang saling melengkapi antara dua organisme. Secara genetik, ketahanan tanaman dapat dikendalikan oleh satu gen (monogenik) yang disebut sebagai ketahanan vertikal, ataupun oleh banyak gen (multigenik) yang disebut ketahanan horisontal. Interaksi gene-for-gene dalam ketahanan tanaman terhadap penyakit selalu melibatkan gen resisten (R) dalam tanaman dan gen avirulen (avr) pada patogen yang saling berhubungan. Hal tersebut dikenal sebagai gene-for-gene interaction yang juga dikenal sebagai konsep Flor (Flor 1971; Loegering 1984; Basim 1998; Agrios 2005). Dalam hubungan tersebut, maka kemampuan tanaman untuk dapat bertahan dari infeksi patogen ditentukan oleh tingkat ketahanan secara genetik tiap jenis

116 92 tanaman. Klasifikasi tipe ketahanan telah dikemukakan oleh Bjorling pada tahun 1966 menjadi enam yaitu: (1) imun; (2) ketahanan terhadap infeksi virus; (3) ketahanan terhadap kestabilan dan penyebaran virus dalam inang; (4) ketahanan terhadap multiplikasi virus; (5) toleran, dan (6) ketahanan terhadap vektor (Russell 1978). Secara alami tanaman telah mengembangkan beberapa strategi untuk mempertahankan diri dari infeksi/serangan patogen. Salah satu yang paling efisien adalah respon hipersensitif (HR) berupa suatu bentuk kematian sel terprogram yang membatasi patogen di lokasi infeksi awal (Nurnberger et al. 2004). Sistem pertahanan tanaman melibatkan gen avirulen pada virus (Avr) yang dikenali reseptor gen resisten (R) pada tanaman yang kemudian mengakibatkan programmed cell death (apoptosis) pada titiik infeksi, membentuk lesio lokal (respon hipersensitif) serta menginduksi SAR (Atkinson 1993; Nimchuk et al. 2003). Setelah proses pengenalan kemudian jalur pertahanan diaktifkan yang menyebabkan peningkatan asam salisilat dan munculnya lesio nekrosis ekslusif dalam jaringan tanaman terinfeksi. Sebagai hasil dari induksi HR, ketahanan perolehan sistemik diaktifkan dan tanaman menjadi tahan terhadap serangan oleh patogen spektrum luas lainnya (Dempsey & Klessig 1994). Gejala yang terlihat akibat reaksi hipersensitif nampak berupa lesio lokal sebagai akumulasi dari beberapa sel yang mengalami kematian dengan cepat. Sel yang mati terdiri dari satu atau lebih disekitar lokasi masuknya virus. Ini dimaksudkan untuk mencegah menyebarnya virus dari satu sel ke sel lainnya. Setiap tanaman memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap infeksi virus. Demikian halnya jenis Orchidaceae memiliki keragaman tingkat ketahanan terhadap infeksi virus. Tanaman anggrek dilaporkan dapat terinfeksi lebih kurang 50 jenis virus (Zettler et al.1990; Chang et al. 2005; Navalienskiene et al. 2005). Salah satu jenis virus penting yang banyak menyerang anggrek dengan penyebaran yang luas di dunia adalah Odontoglossum ringspot virus (ORSV) (Wisler 1989; Zettler et al. 1990; Sherpa et al. 2004). Infeksi virus ini dapat menyebabkan kehilangan hasil secara signifikan pada pengusahaan anggrek karena menyebabkan pertumbuhan terhambat dan ukuran bunga mengecil. Di Singapura kejadian penyakit akibat infeksi ORSV sebesar 4%, sedangkan secara keseluruhan diperkirakan ORSV menginfeksi 14% pertanaman anggrek di dunia. Pengaruh negatif dari virus ini pada budidaya anggrek telah banyak dilaporkan

117 93 pada banyak negara penghasil anggrek di dunia (Francki et al. 1985; Zettler et al.1990; Wong et al. 1994; Eun et al. 2002). Sebagai gambaran kerugian akibat infeksi virus ini terjadi pada ekspor anggrek dari Taiwan ke Jepang. Pemerintah Jepang pada bulan September 2007 mulai memeriksa impor Phalaenopsis untuk infeksi virus. Akibatnya lebih dari 10 pengiriman Phalaenopsis melalui kapal dari Taiwan ditolak antara bulan September-Desember 2007, sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi petani di kedua negara. Petani anggrek di Taiwan, mengungkapkan kerugian yang diakibatkan kebijakan tersebut melalui pemerintah kepada pihak Jepang. Hal ini kemudian menyebabkan para petani anggrek di Taiwan berpartisipasi mendesak industri anggrek untuk mengendalikan virus, melakukan kontrol kualitas dan tidak mengekspor anggrek yang terinfeksi virus ke negara manapun (ICOGO 2008). Beberapa upaya pengendalian infeksi virus dilakukan melalui penggunaan tanaman tahan, penggunaan tanaman/bibit bebas virus dan kultur teknis untuk mengurangi penularan dan penyebaran virus (Kang et al. 2005). ORSV saat ini merupakan virus yang relatif baru ditemukan di Indonesia, walaupun di negara lain telah diketahui sejak tahun 1951 oleh Jensen & Gold. Tingkat ketahanan berbagai jenis anggrek komersial yang ada di Indonesia terhadap ORSV belum diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat ketahanan berbagai jenis anggrek terhadap infeksi ORSV. Informasi tingkat ketahanan anggrek terhadap ORSV penting sebagai dasar bagi penentuan upaya pengendalian dan perakitan tanaman tahan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan beberapa jenis anggrek komersial terhadap infeksi ORSV.

118 94 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan pengujian tingkat ketahanan anggrek terhadap infeksi ORSV dilakukan di rumah kaca dan uji serologi dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2009 sampai Januari Perbanyakan Sumber Inokulum ORSV ORSV diisolasi dari tanaman anggrek yang bergejala asal Gunung Sindur Bogor. Tanaman yang digunakan untuk mengisolasi ORSV adalah D. stramonium karena tanaman tersebut menunjukkan gejala lesio lokal dalam waktu 3 21 hari apabila diinokulasi virus tersebut secara mekanis. Anggrek yang positif terinfeksi virus berdasarkan hasil ELISA digerus dalam mortar dan pistil steril dengan menambahkan larutan bufer fosfat 0,05 M (ph 7,0) dengan perbandingan 1 : 5 [0.1 g digerus dengan 500 μl larutan bufer fosfat (1:5 b/v)]. Jaringan permukaan daun D. stramonium ditaburi dengan karborundum 600 mesh pada bagian atas daun untuk membuat pelukaan mikro, kemudian cairan perasan inokulum dioleskan dengan cottonbud pada permukaan daun. Setiap tanaman diinokulasi pada dua helai daun termuda yang telah membuka penuh. Setelah virus diinokulasi ke daun, permukaan daun dibilas dengan aquades untuk membersihkan sisa karborundum yang masih melekat pada permukaan daun tanaman uji. Dalam waktu sekitar 3 21 hari setelah diinokulasi, tanaman D.stramonium menunjukkan gejala lesio lokal. Satu lesio tersebut kemudian diinokulasikan lagi ke tanaman D. stramonium, secara mekanis secara berulang seperti prosedur di atas sampai tiga kali. Lesio lokal hasil inokulasi terakhir kemudian diinokulasi ke tanaman propagasi Nicotiana benthamiana. Respon Berbagai Jenis Tanaman Anggrek Terhadap ORSV Tanaman anggrek dari botolan ditumbuhkan dalam pot-pot kecil (diameter ± 15 cm) menggunakan media serpihan pakis dan moss. Adapun jenis anggrek yang diuji yaitu Dendrobium woxin, D. nindii, D. kyosimori, D. liniae, D. schullerii, D. burana jade X D. nindii, D. burana mainil wrap X D. strip, Phalaenopsis amabilis, P. tiny white red lip X P. white red lip, P. violacea, Gramatophyllum scriptum, Oncidium golden shower dan Cattleya black lucky man X C. black

119 95 lijinan pearl. Virus yang digunakan adalah ORSV isolat Gunung Sindur Bogor yang telah dimurnikan dan diperbanyak pada N. benthamiana. Penularan virus dilakukan secara mekanis pada setiap jenis anggrek. Inokulasi ORSV dilakukan terhadap 10 individu tanaman/spesies sebagai ulangan. Inokulum disiapkan dengan menggerus daun tembakau yang terinfeksi ORSV dalam 0,5 M bufer fosfat ph 7,2 (1:5 b/v) dengan mortar. Permukaan daun tanaman anggrek ditaburi carborundum, kemudian sap dioleskan ke daun dengan cottonbud. Tanaman uji yang telah diinokulasi dipelihara sebaik-baiknya dan ditempatkan pada ruang kasa kedap serangga. Gejala diamati setiap hari sampai 90 hari setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan terhadap masa inkubasi, kejadian penyakit, gejala dan akumulasi virus dideteksi secara serologi. Penetapan respon ketahanan berdasarkan pembobotan utama yaitu gejala yang muncul dan pembobotan tambahan yaitu lamanya masa inkubasi (MI), kejadian penyakit (KP) dan rata-rata Nilai Absorban ELISA (NAE) (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Kategori respon ketahanan beberapa jenis anggrek terhadap ORSV Kategori Gejala pada daun* Inokulasi Sistemik Masa inkubasi (hari) Kejadian Penyakit (%) NAE Imun +/- - < 7 0 < 2x KN* Tahan < 2x KN Rentan + + > > 2x KN - = tanpa gejala; + = bergejala *KN = Kontrol negatif Uji Serologi Tanaman Hasil Penularan terhadap ORSV Uji serologi dilakukan menggunakan teknik double antibody sandwichenzyme linked immunoabsorbent assay (DAS-ELISA) sesuai prosedur yang dikemukakan oleh pembuat antiserum. Antiserum yang digunakan adalah antiserum spesifik ORSV (DSMZ, Jerman). Tanaman yang dideteksi adalah yang tidak bergejala dan juga yang bergejala. Akumulasi virus dianalisis secara kuantitatif dengan spektrofotometer (ELISA reader) pada panjang gelombang 405 nm. Pengujian dinyatakan positif jika nilai absorban ELISA tanaman uji besarnya 1,5 kali nilai absorban ELISA kontrol negatif.

120 96 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gejala Infeksi ORSV pada Tanaman Uji Inokulasi ORSV secara mekanis yang dilakukan pada berbagai jenis tanaman anggrek menunjukkan perbedaan respon. Waktu inkubasi bervariasi mulai dari yang paling cepat 4-7 hari setelah inokulasi (HSI) pada anggrek jenis D. schulerii dan paling lama 90 HST pada anggrek V. violacea. Pada anggrek P. violacea, infeksi ORSV menimbulkan gejala yang samar. Gejala yang muncul pada tanaman anggrek yang diinokulasi kebanyakan bersifat sistemik yaitu berupa klorosis, bercak cincin (ringspot), bercak nekrosis saja, atau kombinasinya, dan sebagian kecil jenis tanaman anggrek menunjukkan gejala lesio lokal. Gejala lesio lokal merupakan salah satu reaksi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus (Gambar 4.1). Gejala khas, berupa adanya bercak cincin yang jelas dengan pola konsentris pada permukaan daun, terlihat pada beberapa jenis anggrek yaitu D. woxin, D. nindii, D. kyosimori, D. liniae, D. schullerii, D. burana mainil wrap X D. strip, dan Cattleya black lucky man X C. black lijinan pearl. Bercak cincin terbentuk dari cekungan di sepanjang alur yang membentuk lingkaran tersebut (Gambar 4.1 A-E, G,H dan I). Ada juga jenis anggrek yaitu D. burana mainil wrap X D. strip yang memperlihatkan gejala klorosis dan akan terlihat jelas bila diterawang berlawanan cahaya (Gambar 4.1 G). Beberapa jenis anggrek memperlihatkan gejala lesio hingga akhir pengamatan (Gambar 5.1 K,L), dan lesio tersebut sebagian muncul pada daun yang diinokulasi, sebagian lagi muncul pada daun yang tidak diinokulasi dan atau keduanya.

121 97 A B C D E F G H I J K L M Gambar 4.1 Gejala hasil penularan ORSV pada beberapa jenis anggrek. (A) D. woxin, (B) D. nindii, (C) D. kyosimori, (D) D. liniae, (E) D. schullerii, (F) D. burana jade X D. nindii, (G) D. burana mainil wrap X D. strip, (H) P. amabilis, (I) P. tiny white red lip X P. white red lip, (J) P. violacea, (K) G. scriptum, (L) O. golden shower (M) C. black lucky man X C. black lijinan pearl. Respon Berbagai Jenis Tanaman Anggrek terhadap Infeksi ORSV Semua tanaman anggrek uji menunjukkan dapat terinfeksi ORSV dengan gejala dan waktu inokulasi bervariasi tergantung jenis anggrek. Pada P. violacea yang diinokulasi ORSV menunjukkan gejala yang samar, namun positif terdeteksi ORSV.

122 98 Pada anggrek P. violacea sampai akhir pengamatan, gejala yang muncul tidak jelas, namun pada 90 hari setelah inokulasi terlihat berupa klorosis yang samar pada daun inokulasi. Semakin sedikit individu tanaman anggrek yang menunjukkan gejala setelah diinokulasi ORSV dan gejala yang muncul hanya pada daun inokulasi menunjukkan tanaman anggrek tersebut tahan terhadap ORSV. Pada penelitian ini terlihat variasi masa inkubasi berkisar antara 4 sampai 90 hari diantara jenis-jenis tanaman anggrek yang diinokulasi ORSV. Kejadian penyakit ORSV juga bervariasi diantara jenis tanaman anggrek yang diinokulasi yaitu berkisar antara 40 sampai 100%. Semua kejadian penyakit dikonfirmasi dengan uji serologi ELISA. Berdasarkan NAE, semua tanaman uji positif terinfeksi ORSV dengan kisaran 1,5-13 kali dari NAE tanaman sehat (Tabel 4.2). Tabel 4.2 Respon berbagai jenis anggrek terhadap infeksi ORSV Jenis Anggrek Gejala pada daun 1) diinokulasi sistemik Masa inkubasi (hari) Kejadian penyakit 2) NAE2) Respon 3) D. woxin Bc, Klo /10 0,328* T D. nindii - Bc /10 0,330** R D. kyosimori Bc Klo 10 8/10 0,423* R D. liniae Bc Bc /10 0,369** R D. schulerii Klo Bc /10 0,475** R D. burana jade X D.nindii Klo /20 0,324* T D. burana mainil wrap X D. strip Klo /10 0,342* T P. amabilis Klo Bc /10 0,337** R P. tiny white red lip X P. white red lip - Klo 30 5/10 0,526* R P. violacea Klo /10 1,146*** T G. scriptum LL, KLo Kl, klo 21 10/10 0,304** R O. golden Shower LL, Nek /10 0,443* T C. black lucky man X C. black lijinan pearl Bc Bc 54 10/10 1,405*** R 1) 2) 3) Bc = bercak cincin; Klo = klorosis; LL = lesio lokal; Nek = nekrotik. ; - = tanpa gejala Berdasarkan ELISA pada tiga pengujian berbeda, dimana NAE kontrol negatif pada pengujian: * =0,175, ** = 0,135, *** = 0,106. T = Tahan; R = Rentan Berdasarkan kriteria respon ketahanan maka lima jenis anggrek (38,46%) yaitu D. woxin, D. burana jade x D. nindii, D. burana mainil wrap X D. strip, V. violacea, dan O. golden shower menunjukkan respon tahan. Delapan jenis anggrek lainnya (61,54%) yaitu D. nindii, D. kyosimori, D. liniae, D. schulerii, P.

123 99 amabilis, P. tiny white red lip X white red lip, G. scriptum, dan C. black lucky man X C. black lijinan pearl, menunjukkan respon rentan. Pembahasan Berdasarkan jenis anggrek yang diuji ketahanannya pada penelitian ini memperlihatkan bahwa ORSV dapat menginfeksi sebagian besar jenis spesies anggrek meliputi jenis Dendrobium, Phalaenopsis, Gramatophyllum, Oncydium dan Cattleya. Perbedaan gejala yang ditunjukkan pada tiap jenis tanaman anggrek yang diuji memperlihatkan perbedaan tingkat respon tanaman terhadap infeksi ORSV. Gejala pada tanaman yang rentan dapat dilihat pada daun inokulasi dan pada daun yang tidak diinokulasi (sistemik) sedangkan pada tanaman tahan gejala terlihat hanya pada daun yang diinokulasi. Hal ini berarti pada tanaman tahan, virus tidak terdistribusi ke bagian lain tanaman. Pada jenis anggrek P. violacea yang tergolong tahan sampai akhir pengamatan tidak menunjukkan gejala yang jelas (gejala laten) baik pada daun inokulasi maupun daun yang tidak diinokulasi.. Masa inkubasi ORSV pada tiap jenis anggrek sangat bervariasi dari paling cepat 4-7 (D. schulerii) hari sampai paling lama lebih 90 hari (P. violacea). Perbedaan masa inkubasi ini menunjukkan kemampuan ORSV melakukan replikasi pada tiap jenis anggrek berbeda karena diduga jenis anggrek yang infeksi juga melakukan reaksi pertahanan terhadap infeksi tersebut. Menurut Schoeltz (2006), tanaman secara alami memiliki kapasitas untuk mengenali dan mengaktifkan pertahanan terhadap infeksi virus. Reaksi pertahanan masingmasing individu dari jenis anggrek yang sama terhadap ORSV menunjukkan perbedaan, terlihat dari kejadian penyakit berkisar dari %. Gejala yang hanya muncul pada daun inokulasi seperti lesio lokal/klorosis pada tanaman yang tahan menunjukkan terjadinya hipersensitivitas reaksi (HR). Pada awal terjadinya reaksi hipersensitif (HR) diketahui bahwa sel yang mengalami HR akan kolaps dengan memperlihatkan perubahan dalam membran. Indikasi awal yang diinterprestasikan sebagai terjadinya disfungsi membran yaitu terdapat kebocoran elektrolit dan kehilangan fungsi sel yang mengakibatkan plasmolisis (Jabs & Slusarenko 2000). Gejala yang hanya muncul pada daun inokulasi pada anggrek yang tahan menunjukkan reaksi ketahanan sebagai akibat terjadinya interaksi antara patogen dan inang. Berdasarkan konsep gene-to-gene interaction, keberadaan

124 100 gen avirulen (avr) pada patogen dapat menghasilkan protein yang dikenali oleh sistem pengenalan produk gen ketahanan (R) pada tanaman. Penelitian terkini memperlihatkan bahwa pengenalan/rekognisi infeksi yang menghasilkan ketahanan tanaman ini menjadi pembatas penyebaran patogen (Baker et al. 1997; Hammond-Kosack & Jones 1996; Martin et al. 2003). Pengenalan yang menyebabkan ketahanan tanaman menghasilkan respon yang beragam (Loebenstein 1972). Menurut Schoelz (2006) tingkat ketahanan yang dipicu oleh gen avr menyebabkan HR berupa lesio nekrosis pada daun yang diinokulasi. Gen avr juga memicu respon gejala lain pada tanaman. Tanaman tahan dapat menghasilkan lesio lokal klorosis, atau bukan lesio lokal nekrosis dan dalam beberapa kasus tidak terlihat gejala pada tanaman. Hasil penelitian yang dilakukan dengan melakukan kloning gen resesif yang tahan terhadap Potyvirus menunjukkan bahwa tanaman resisten merefleksikan ketidakmampuan protein inang untuk mendukung tahapan penting pada proses infeksi virus. Sistem pengenalan patogen oleh inang dimulai sejak patogen melakukan penetrasi ke permukaan tanaman. Vorwerk et al. (2004) menyatakan bahwa polisakarida dinding sel tanaman berperan pada ketahanan terhadap penyakit bukan hanya sebagai barrier tetapi juga sebagai sensor masuknya infeksi. Molekul tertentu pada inang kemudian dilepaskan selama infeksi yang diduga berperan sebagai sinyal endogen dari jaringan yang terluka dan memicu respon ketahanan (Brownlee 2002). Kemampuan replikasi virus di dalam jaringan tanaman anggrek juga digunakan untuk mengukur tingkat ketahanannya. Pada Tabel 4.1 terlihat perbedaan NAE dari masing-masing jenis tanaman anggrek yang diuji. Jika dilihat berdasarkan NAE, pada jenis anggrek yang rentan rata-rata NAE di atas 2 kali dari kontrol negatif bahkan ada yang sangat tinggi sampai 13 kali dari kontrol negatif (C. black lucky man X C. black lijinan pearl). Pada jenis anggrek tahan rata-rata NAE dibawah 2x kontrol negatif. Penggolongan kategori tahan didasarkan pada kejadian penyakit dan titter virus juga rendah serta gejala yang muncul hanya pada daun yang diinokulasi. Berdasarkan pengamatan terhadap beberapa peubah menunjukkan bahwa semua anggrek yang diuji tidak imun terhadap ORSV. Syahierah (2010), melaporkan bahwa respon anggrek terhadap ORSV dikategorikan sebagai rentan (D. kyosimori, D. nindii, D. lasiantera, D. schulerii, D. discolor, P. amabilis, C. pandurata dan O. golden shower), toleran (D. stratiotes dan P. violacea) dan

125 101 agak tahan (D. woxin, D. burana jade X D. nindii, D. burana mainil wrap X D. strip, dan G. scriptum). Perbedaan kategori ketahanan yang terlihat karena pada penelitian ini memperhitungkan titer virus dan gejala yang muncul pada daun inokulasi atau pada daun yang tidak diinokulasi, sedangkan Syahierah (2010) tidak mempertimbangkan hal tersebut. Pengujian tingkat ketahanan berbagai jenis anggrek pada penelitian ini bukan dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman yang paling tahan untuk dikembangkan. Namun tanaman anggrek yang tahan dapat dijadikan sumber informasi untuk digunakan sebagai sumber genetik kegiatan pemuliaan. Tanaman yang rentan namun bunganya disukai konsumen dapat saja dikembangkan dengan cara meningkatkan ketahanannya terhadap infeksi patogen. Berdasarkan respon ketahanan yang ditunjukkan beberapa jenis anggrek terhadap infeksi ORSV diatas, maka dipilih salah satu jenis anggrek yang rentan untuk digunakan dalam pengujian induksi ketahanan. Jenis anggrek yang dipilih untuk induksi ketahanan yaitu D. nindii karena selain rentan, jenis anggrek ini banyak tersedia dalam bentuk anggrek botolan, dan banyak diminati konsumen.

126 102 KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian respon ketahanan 13 jenis anggrek diketahui bahwa tingkat ketahanan terhadap infeksi ORSV berbeda. Anggrek D. woxin, D. burana jade x D. nindii, D. burana mainil wrap X D. strip, V. violacea, dan O. golden shower menunjukkan respon tahan. Jenis anggrek D. nindii, D. kyosimori, D. liniae, D. schulerii, P. amabilis, P. tiny white red lip X white red lip, G. scriptum, dan C. black lucky man X C. black lijinan pearl, menunjukkan respon rentan

127 103 DAFTAR PUSTAKA Agrios Plant Pathology. 5 th Edition. New York: Elsevier Academic Press. Atkinson MM Molecular mechanisms of pathogen recognition by plants. Adv In Plant Pathol 10: Baker B, Zambryski P, Staskawicz B, Dinesh-Kumar SP Signaling in plant-microbe interaction. Science 276: Basim H Recent developments in molecular genetics of plant disease resistance. Trans J of Biology 22: Brownlee C Role of the extracellular matrix in cell-cell signaling: paracrine paradigms. Cur Opin Plant Biol 5: Chang C, Chen CY, Hsu YH, Wu JT, Hu CC, Chang WC, Lin NS Transgenic resistance to Cymbidium mosaic virus in Dendrobium expressing the viral capsid protein gene. Trans Res 14: De Haan P Mechanisms of RNA-mediated resistance to plant viruses. Di dalam: Foster GD, Taylor SC, editor. Methods in Molecular Biology, Vol 81 Plant Virology Protocols From Virus Isolation to Transgenic Resistance. Totowa: Humana Press Inc. Hal Dempsey DA, Klessig DF Salicylic acid, active oxygen species and systemic acquired resistance in plants. Trends Cell Biol 4: Eun-AJC, Huang L, Chew FT, Yau Li-SF, Man WS Detection of two orchid viruses using quartz crystal microbalance-based DNA biosensors. Phytopathology 92: Flor HH Current Status of the Gene-For-Gene Concept. Ann Rev of Phytopathol 9: Francki RIB, Milne RG, Hatta T Atlas of Plant Viruses, Vol. II. Boca Raton: CRC Press. Hammond-Kosack KE, Jones JDG Resistance gene-dependent plant defence responses. Plant Cell 8: [ICOGO] International Commercial Orchid Growers Organization First ICOGO annual meeting held in Taiwan. ICOGO Bull Vol. 2. 2: Jabs T, Slusarenko AJ The hypersensitive respon. Di dalam: Slusarenko AJ, Fraser RSS, van Loon LC, editor. Mechanisms of Resistance to Plant Diseases. Dordrecht : Kluwer Academic Publishers. hlm Jensen DD, Gold HA A virus ringspot of Odontoglossum Orchid: Symptoms, transmission and electron microscopy. Phytopathology 41: Kang B-C, Yeam I, Jahn MM Genetics of plant virus resistance. Ann Rev Phytopathol 43: Loebenstein G Localization and induced resistance in virus-infected plants. Ann Rev Phytopathol 10:

128 104 Loegering WQ Genetics of the pathogen-host association. Di dalam: Bushnell, Roelfs, editor. The Cereal Rusts. Vol. I. Origins, Specificity, Structure, and Physiology. Orlando: Academic Press. hlm Martin GB, Bogdanove AJ, Sessa G Understanding the function of plant disease resistance protein. Ann Rev Plant Biol. 54: Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M Viral diseases of flower plants. Identification of viruses affecting orchids (Cymbidium Sw.). Biologija 2 : Nimchuk Z, Eulgen T, Holt BF, Dangi JL Recognition and response in the plant immune system. Ann Rev Gene 37: Nurnberger T, Brunner F, Kemmerling B, Piater L Innate immunity in plants and animals: striking similarities and obvious differences. Immunol Rev 198: Russell GE Plant Breeding for Pest and Disease Resistance. Sydney: Butterworths. Schoelz JE Viral determinants of resistance versus susceptibility. Di dalam: Loebenstein G, Carr JP, editor. Natural Resistance Mechanisms of Plants to Viruses. Dordrecht: Spinger. hlm Sherpa AR, Hallan V, Zaidi AA Cloning and sequencing of coat protein gene of an Indian Odontoglossum ringspot virus isolate. Acta Virol 48: Syahierah P Respon berbagai jenis anggrek (Orchidaceae) terhadap infeksi Cymbidium mosaic virus (CymMV) dan Odontoglossum ringspot virus (ORSV) [Skripsi]. Bogor : Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Vorwerk S, Somerville S, Somerville C The role of plant cell wall polysaccharide composition in disease resistance. Trend Plant Sci 9: Wisler GC How to Control Orchid Viruses. The Complete Guidebook. Gainesville: Maupin House Publ. Wong SM, Chang CG, Lee YH, Tan K, zettler FW Incidence of Cymbidium mosaic virus and Odontoglossum ringspot virus and their significance in orchid cultivation in Singapore. Crop Prot 13: Zettler FW, Ko NJ, Wisler GC, Elliot MS, Wong SM Viruses of orchids and their control. Plant Dis. 74:

129 105 V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT ABSTRAK IRWAN LAKANI. Induksi Ketahanan Sistemik Tanaman Anggrek terhadap Odontoglossum ringspot virus Menggunakan Asam Salisilat. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATJJIK, dan TRI ASMIRA DAMAYANTI. Beberapa jenis anggrek yang diuji ketahanannya menunjukkan bahwa sebagian besar anggrek rentan terhadap ORSV. Untuk meningkatkan ketahanan tanaman anggrek terhadap ORSV, asam salisilat (SA) digunakan sebagai penginduksi ketahanan sistemik pada Dendrobium nindii. SA diberikan dalam media kultur jaringan dengan konsentrasi berkisar dari 0, 1, 2, 4, 8 dan 16 ppm. Peubah yang diamati adalah pertumbuhan tanaman, masa inkubasi, tipe gejala, akumulasi SA dan aktivitas enzim phenylalanine ammonialyase (PAL) Hasil penelitian menunjukkan bahwa SA yang diberikan pada media kultur jaringan dengan konsentrasi tersebut memberikan pengaruh yang sama terhadap jumlah akar, panjang akar, jumlah daun, panjang daun, jumlah tunas dan tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SA pada media perakaran tidak menghambat pertumbuhan tanaman. Masa inkubasi pada perlakuan SA 1-4 ppm lebih panjang (5-11 hari) dibandingkan masa inkubasi pada perlakuan 8 dan 10 ppm (4 hari). Pada perlakuan 2 ppm, gejala yang muncul berupa gejala sistemik, sedangkan pada perlakuan 4, 8, dan 16 ppm gejala terbatas pada daun yang diinokulasi (gejala lokal). Uji penularan ORSV pada plantlet anggrek hasil perlakuan menunjukkan bahwa SA pada konsentrasi 4-16 ppm dapat menghambat infeksi virus. Hal ini ditunjukkan oleh gejala dan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan SA pada konsentrasi 0-2 ppm. Akumulasi SA dan aktivitas enzim PAL pada jaringan tanaman menunjukkan perbedaan dalam setiap perlakuan. Pemberian SA pada konsentrasi 4-16 ppm menunjukkan akumulasi SA pada infeksi awal (6 jam setelah inokulasi virus) menghambat replikasi virus yang lebih baik dibanding perlakuan 0-2 ppm. Di antara konsentrasi SA yang diuji, pemberian SA pada konsentrasi 16 ppm pada media kultur jaringan anggrek rentan D. nindii menunjukkan dapat meningkatkan ketahanan tertinggi terhadap ORSV sampai 93,75%.

130 106 V. INDUCTION OF SYSTEMIC RESISTANCE OF ORCHID AGAINST ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS USING SALICYLIC ACID ABSTRACT IRWAN LAKANI. Induction of Systemic Resistance of Orchid Against Odontoglossum Ringspot Virus Using Salicylic Acid. Supervised by GEDE SUASTIKA, NURHAJATI MATJJIK, and TRI ASMIRA DAMAYANTI. Based on resistance test of several commercial orchids showed that most of tested orchids were susceptible against ORSV. To improve orchid resistance against ORSV, salicylic acid (SA) was used as systemic resistance inducer on susceptible D.nindii. Growth, incubation period, type of symptom, SA accumulation and phenylalanine ammonialyase (PAL) enzyme activity were observed. SA was added in tissue culture media with concentration at 0, 1, 2, 4, 8 and 16 ppm. The results showed that all concentration of SA had no adverse effect on plant growth parameter such as number of shoot, leaves, roots, roots length and plant height. It is indicated that SA in growth media did not influence plant growth. Incubation period of tested plants on SA at 1-4 ppm showed longer (5-11 days), in compared with SA at 8 and 16 ppm (4 days). SA treatment at 1 and 2 ppm caused systemic symptoms, while SA treatment at 4-16 ppm caused symptom limited only on inoculated leaves. Challenge inoculation of ORSV on test plants showed that the concentration at 4-16 ppm, ORSV failed to cause systemic infection and reduce the incidence, tremendously in compared with that of 0-2 ppm, respectively. The acumulation of SA and PAL are different in each treatment. SA at concentration 4-16 ppm on the first infection stage (6 hours after virus inoculation) could impede of virus replication better than SA treatment up to 2 ppm. Among SA concentration tested, the SA concentration at 16 ppm able to increased D. nindii resistance against ORSV infection up to 93,75%.

131 107 PENDAHULUAN Infeksi virus merupakan salah satu masalah dalam budidaya tanaman anggrek di Indonesia maupun di belahan lain dunia. Di antara 50 jenis virus yang telah dilaporkan dapat menginfeksi tanaman anggrek, Odontoglossum ringspot virus (ORSV) dan Cymbidium Mosaic Virus (CymMV) merupakan virus yang banyak menginfeksi anggrek, termasuk dapat menginfeksi tanaman vanili (Wisler 1989; Zettler et al. 1990; Sherpa et al. 2004; Grisoni et al. 2004; Chang et al. 2005; Navalienskiene et al. 2005). Di Indonesia, ORSV mungkin sudah ada beberapa tahun yang lalu, namun baru dilaporkan secara terperinci oleh Lakani et al. (2010) yang berhasil mendeteksi ORSV di sebagian besar sentra produksi anggrek di Indonesia. Penyebaran ORSV sudah meluas di Indonesia yang diduga terjadi melalui perdagangan komoditas anggrek secara internasional dan Indonesia belum memperhatikan CymMV dan ORSV sebagai ancaman penting. Padahal, kedua virus ini dapat mengancam plasma nutfah anggrek asli Indonesia Infeksi ORSV dapat menyebabkan kehilangan hasil secara nyata dalam bisnis anggrek. Pengaruh negatif dari ORSV pada budidaya anggrek sudah banyak dilaporkan di beberapa negara penghasil anggrek di dunia (Zettler et al. 1990; Francki et al. 1985), diantaranya kualitas bunga anggrek menjadi sangat menurun akibat bercak bergaris coklat nekrosis (brown necrotic streak) (Eun et al. 2002). Infeksi CymMV dan ORSV menyebabkan penurunan pertumbuhan vigor dan berkurangnya ukuran bulb 2,7-50% pada jenis anggrek Cymbidium (Chung et al. 2010). Tanaman anggrek diperbanyak secara vegetatif dengan kultur jaringan. Di samping untuk perbanyakan tanaman, teknik kultur jaringan juga digunakan dalam proses transformasi genetik. Selain itu, teknik ini juga digunakan untuk menghasilkan tanaman haploid, digunakan untuk mendapatkan variasi somaklonal, dan melakukan hibrida somatik (Srivastava et al. 1999). Teknik kultur jaringan tanaman anggrek selama ini adalah dengan kultur mata tunas dan biji, dimana dengan teknik ini masih memungkinkan virus ada dalam jaringan. Oleh karena itu, saat pemisahan untuk perbanyakan bibit dengan teknik ini menjadi periode kritis penularan dan penyebaran virus. Salah satu upaya untuk menekan infeksi virus pada tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan adalah dengan menginduksi ketahanan

132 108 sistemik tanaman. Induksi ketahanan merupakan suatu proses stimulasi ketahanan tanaman inang dengan menggunakan penginduksi dari luar (tanpa introduksi gen-gen baru). Beberapa penelitian melaporkan bahwa untuk menstimulasi terjadinya Systemic acquired resistance (SAR) dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia sintetik yaitu salicylic acid (SA), 2,6- dichloroisonicotinic acid (INA), benzo(1,2,3) thiadiazole-7-carbothionic acid S- methylester (BTH), 3-allyloxy-1,2-benzisothiazole-1,1-dioxide(probenazole;PBZ), N-cyanomethyl-2-chloroisonicotin amide (NCI), dan 3-chloro-1-methyl-1Hpyrazole-5-carboxylic acid (CMPA) (Yasuda et al. 2006). Induksi ketahanan sistemik tanaman menyebabkan tanaman mampu mengaktifkan sistem ketahanan sistemiknya (tanaman yang diinduksi mampu menstimulasi mekanisme ketahanan alami yang dimiliki oleh inang) (Stomberg 1994). Beberapa data menunjukkan bagaimana sinyal SAR ditranslokasikan ke seluruh tanaman dengan menambahkan secara in-vivo SA yang dilabel radioaktif pada tanaman tembakau dan mentimun. Setelah diinduksi dengan TMV pada tembakau dan TNV pada mentimun, SA ditranslokasikan keluar dari titik infeksi ke bagian daun yang tidak diinokulasi. Konsentrasi SA pada tembakau dan mentimun di daun yang tidak terinfeksi meningkat sebesar masing-masing 70% dan 50% setelah diinfeksi oleh TMV dan TNV. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi translokasi SA dari daun terinfeksi ke daun yang tidak terinfeksi, meskipun untuk dapat ditranslokasikan ke daun yang tidak terinfeksi tersebut dibutuhkan konsentrasi SA dalam jumlah tertentu (Ryals et al. 1996). Akumulasi SA sangat diperlukan dalam induksi SAR. Untuk itu telah dieksplorasi senyawa-senyawa yang mampu memicu supaya SA terakumulasi di jaringan tanaman. Salah satu komponen yang telah diketahui mempunyai kemampuan tersebut adalah fucan oligosacharida (oligofucan). Daun tembakau yang diberi perlakuan dengan oligofucan secara lokal mampu menyebabkan SA terakumulasi dan mengekspresikan beberapa pathogenesis related (PR) protein, meskipun tanpa menimbulkan reaksi kematian sel. Oligofucan juga mampu menginduksi akumulasi SA dan PR-1 secara sistemik, yang keduanya merupakan dua penanda terjadinya SAR (Klarzynski et al. 2003). Tanaman tembakau yang memiliki gen N yang resisten terhadap TMV memperlihatkan reaksi hipersensitif setelah diinokulasi virus. Reaksi hipersensitif diikuti oleh meningkatnya SA dan induksi SAR ke seluruh tanaman. Pada tanaman tersebut, TMV terlokalisir di sekitar lesio nekrosis. Penelitian

133 109 menggunakan green flourescent protein-tagged TMV(TMV.GFP) memperlihatkan bahwa sel hidup disekitar reaksi hipersensitif mengandung TMV selama periode waktu setelah terbentuk lesio. Hal ini mengindikasikan bahwa proses lain dari kematian sel membatasi penyebaran virus (Wright et al. 2000). Tanaman tembakau transgenik genotipe NN, yang telah ditransformasi dengan gen salicylic hidroksilase, setelah diinokulasi TMV menyebabkan tidak terakumulasinya SA sehingga akibatnya tidak dapat membatasi penyebaran virus. Meskipun sel pada tanaman tersebut dapat selalu mengalami kematian sel (hipersensitif), tanaman memperlihatkan penyebaran nekrosis setelah inokulasi TMV. Hal ini menunjukkan bahwa akumulasi SA dibutuhkan untuk melokalisasi TMV (Wright et al. 2000). Pemberian aspirin (acetyl-sa) atau SA pada tembakau rentan menyebabkan besarnya penurunan akumulasi TMV dan kematian sel makroskopis keseluruhan. Hasil analisis pada jaringan tanaman yang diberikan SA dan diinfeksikan TMV menunjukkan jumlah TMV yang lebih rendah dibandingkan kontrol yang tidak diberikan SA dan diinfeksikan TMV. Demikian juga jumlah lesio yang terbentuk menunjukkan lebih sedikit dibandingkan kontrol (Murphy & Carr 2002). Menurut van Loon et al. (1998), SAR dikenali dengan adanya akumulasi SA dan PR-protein, dimana akumulasi SA bisa terjadi baik secara lokal maupun sistemik. Aplikasi SA eksogen juga dapat menginduksi ketahanan beberapa spesies tanaman. Salah satu senyawa fenol yang sangat sederhana yaitu 2-hydroxybenzoic acid atau asam salisilat diketahui berperan penting sebagai molekul sinyal transduksi respon ketahanan tanaman untuk menginduksi SAR. SAR mampu meningkatkan ketahanan tanaman melawan infeksi patogen berspektrum luas. Biasanya agen penginduksi SAR adalah bahan kimia seperti SA atau patogen. Senyawa ini belum banyak digunakan pada media kultur jaringan. Penggunaan senyawa SA pada media kultur jaringan yang dikombinasikan dengan perlakuan SA dan termoterapi berhasil mengeliminasi Potato virus X (PVX) pada umbi mikro kentang. Umbi mikro yang diberi perlakuan SA dengan konsentrasi 10-5 M mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap pemanasan hingga 42 o C selama 30 hari. Toleransi terhadap pemanasan ini menyebabkan PVX dapat dieliminasi (Lopez-Delgado et al. 2004). Penggabungan teknik kultur jaringan dan induksi ketahanan diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi virus dan dapat mengurangi tingkat penyebaran virus. Sehingga

134 110 dengan cara ini akan dapat dihasilkan tanaman dalam jumlah banyak yang lebih tahan terhadap penyakit. Berdasarkan pengujian respon ketahanan anggrek terhadap infeksi virus, diketahui bahwa anggrek D. nindii termasuk anggrek yang sangat rentan terhadap infeksi ORSV. Namun demikian, karena jenis anggrek ini sangat digemari konsumen, maka banyak dikembangkan dibeberapa pembibitan tanaman anggrek di Jawa. Pada penelitian ini, ketahanan tanaman anggrek D. nindii terhadap infeksi ORSV dicoba untuk ditingkatkan melalui pemberian SA pada media kultur jaringan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh pemberian asam salisilat pada media perakaran kultur jaringan terhadap pertumbuhan plantlet anggrek. 2. Menguji kemampuan SA dalam meningkatkan ketahanan anggrek rentan D.nindii terhadap infeksi ORSV.

135 111 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan kultur jaringan anggrek D.nindii yang diberi perlakuan SA dan ELISA dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB. Uji ketahanan anggrek hasil perlakuan SA dilakukan di rumah kasa Laboratorium Virologi Tumbuhan. Penelitian berlangsung dari bulan Januari sampai Juli Perlakuan Asam Salisilat pada Kultur Jaringan Anggrek Eksplan anggrek D. nindii yang digunakan adalah plantlet hasil multiplikasi yang diperoleh dari hasil perbanyakan sebelumnya. Eksplan diperoleh dari Malang (Dede Orchid) berupa anggrek botolan kultur jaringan yang memasuki fase perakaran. Eksplan ini sebelumnya dipastikan bebas ORSV dengan uji serologi. Anggrek ditanam pada media perakaran dan akar yang muncul sebelum fase ini dipotong sehingga diharapkan terbentuk akar baru agar seragam. Media perakaran yang digunakan untuk pengujian ini adalah media Murashige and Skoog (MS) (1650 mg NH 4 NO 3, 1900 mg KNO 3, 440 mg CaCl 2. 2H 2 O, 370 mg MgSO 4. 7H 2 O, 170 mg KH 2 PO 4, 0,83 mg KI, 6,2 mg H 3 BO 3, 22,3 mg MnSO 4.H 2 O, 8,6 mg ZnSO 4. 7H 2 O, 0,25 mg Na 2 MoO 4. 2H 2 O, 0,025 mg CuSO 4. 5H 2 O, 0,025 mg CoCl 2. 6H 2 O, 37 mg Na 2 EDTA, 27 mg FeSO 4. 7H 2 O, 0,1 mg Thiamin HCL, 0,5 mg Nikotinic acid, 0,5 mg Pyridoxin HCL, 2 mg Glycine, 100 mg Myo-inositol, dalam 1 L media, ph 6,8) yang diberikan SA. Pemberian SA ke media perakaran dilakukan setelah disterilisasi dengan menggunakan syringe yang ujungnya terdapat saringan millipore 0,2. Konsentrasi SA yang diberikan yaitu 0, 1, 2, 4, 8, dan 16 ppm. Pada media juga ditambahkan 30 g/l Sukrosa, 7 g/l Agar, 2 g/l arang aktif dan zat pengatur tumbuh BAP (Benzilaminopurine) dengan konsentrasi 2 ppm serta NAA (Naphtalenic acetic acid) dengan konsentrasi 1 ppm. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuandan tiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali dengan masingmasing ulangan terdiri dari 5 tanaman. Semua plantlet hasil perlakuan diinokulasi ORSV, 16 tanaman dari masing-masing perlakuan digunakan untuk

136 112 pengamatan gejala setelah diinduksi SA dan diinokulasi ORSV. Sisa tanaman uji digunakan untuk pengukuran kandungan SA dan enzim PAL. Pemisahan total sampel berdasarkan tujuan pengamatan dimaksudkan agar tanaman untuk pengamatan gejala tidak terganggu oleh pengambilan sampel uji untuk pengukuran SA dan aktivitas enzim PAL. Pengamatan pengaruh pemberian SA pada media perakaran terhadap pertumbuhan dan toksisitas plantlet dilakukan terhadap semua tanaman uji (180 tanaman). Peubah yang diamati adalah terhadap faktor-faktor pertumbuhan plantlet yaitu tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah daun, lebar daun, jumlah akar dan panjang akar. Plantlet yang telah terbentuk sempurna berumur tiga bulan setelah perlakuan pada media perakaran, diaklimatisasi pada media campuran moss dan serpihan pakis. Tanaman diaklimatisasi selama tujuh minggu di rumah kasa kedap serangga agar lebih beradaptasi dengan lingkungan. Selama masa aklimatisasi dan pengamatan dilakukan penyiraman menggunakan air mineral dua hari sekali. Pengukuran Ketahanan Terinduksi Tanaman Anggrek Fenotipe ketahanan terinduksi tanaman anggrek terhadap inokulasi ORSV. Induksi ketahanan tanaman pada anggrek setelah diberi perlakuan SA diuji melalui inokulasi tantangan (challenge inoculation) ORSV. Inokulasi virus dilakukan secara mekanis pada daun ketiga dari pucuk tanaman anggrek. Tipe gejala yang muncul dan masa inkubasi diamati sampai satu bulan setelah inokulasi. Untuk konfirmasi infeksi ORSV pada tanaman uji, dilakukan deteksi serologi ELISA pada daun yang baru tumbuh menggunakan antiserum ORSV pada satu bulan setelah inokulasi. ELISA dilakukan menggunakan prosedur yang dikemukakan oleh pembuat antiserum ORSV (DSMZ, Jerman). Analisa kandungan asam salisilat dalam jaringan daun anggrek. Untuk mengetahui pengaruh pemberian SA pada tanaman maka diuji kandungan SA pada jaringan daun. Preparasi sampel dilakukan menurut metode yang dikemukakan oleh Edwards & Kessmann (1992). Pengujian kandungan SA dilakukan pada interval waktu 6, 24, 72, 120 dan 168 jam setelah inokulasi ORSV. Kandungan SA diukur menggunakan Ultra Violet Visible Spectrophotometer pada panjang gelombang 530 nm, di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB.

137 113 Pengukuran aktivitas enzim Phenylalanine ammonialyase (PAL). Aktivitas enzim PAL yang menggambarkan terjadinya perombakan phenylalanine sebagai precursor SA. Preparasi sampel untuk pengujian PAL dilakukan menurut metode Edwards & Kessmann (1992). Pengujian dilakukan pada interval waktu 6, 48, 96, 144 jam setelah inokulasi ORSV. Absorban dibaca menggunakan Ultra Violet Visible Spectrophotometer pada panjang gelombang 290 nm, dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB.

138 114 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Asam Salisilat terhadap Pertumbuhan Kultur Jaringan Anggrek Pengamatan pada plantlet dalam botol kultur menunjukkan pertumbuhan yang normal. Plantlet yang diberikan SA pada media perakaran tidak ditemukan yang mengalami pencoklatan (browning) atau kematian pada semua perlakuan. Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa semua tanaman yang siap diaklimatisasi baik yang tanpa maupun diberi SA menunjukkan kondisi pertumbuhan yang baik (Gambar 5.1). Demikian juga tingkat keberhasilan aklimatisasi cukup tinggi dilihat dari rendahnya tingkat kematian yaitu hanya 4 tanaman dari 180 tanaman (2.2%) yang diaklimatisasi. Pemberian SA pada berbagai konsentrasi SA tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel pertumbuhan tinggi plantlet, jumlah tunas, jumlah dan lebar daun, serta jumlah dan panjang akar (Gambar 5.1 A-F, Lampiran 3). Semua tanaman uji yang diberi perlakuan SA (1-16 ppm) menunjukkan pertumbuhan yang normal dan tidak berbeda dengan yang tanpa perlakuan SA (0 ppm). Bahkan sampai pada konsentrasi 16 ppm tidak terlihat adanya penghambatan pertumbuhan akibat penambahan SA. A B C D E F Gambar 5.1 Plantlet hasil kultur jaringan pada media perakaran siap untuk diaklimatisasi setelah perlakuan SA dengan konsentrasi yang berbeda; (A) 0 ppm; (B) 1 ppm [dengan dua tunas]; (C) 2 ppm; (D) 4 ppm [dengan dua tunas]; (E) 8 ppm; dan (F) 16 ppm

139 tunas BJumlah BJumlah 115 A Tinggi tanaman (cm) Konsentrasi SA (ppm) Konsentrasi SA (ppm) C Pertambahan jumlah daun Konsentrasi SA (ppm) D Konsentrasi SA (ppm) Lebar daun (cm) E Jumlah akar Gambar 5.2 Pengaruh pemberian asam salisilat (SA) pada beberapa peubah pertumbuhan plantlet anggrek (A) Tinggi tanaman; (B) Jumlah tunas; (C) Pertambahan jumlah daun; (D) Lebar daun; (E) Jumlah akar; dan (F) Panjang akar. Data pengamatan diambil dari 180 tanaman uji. akar (cm) FPanjang FPanjang Konsentrasi SA (ppm) Konsentrasi SA (ppm)

140 116 Pengaruh Pemberian Asam Salisilat terhadap Induksi Ketahanan Fenotipe ketahanan terinduksi tanaman anggrek terhadap inokulasi ORSV. Inokulasi ORSV pada tanaman anggrek yang diberi perlakuan SA menunjukkan bahwa semua tanaman uji menunjukkan gejala yang lebih cepat dibandingkan tanaman kontrol. Tanaman kontrol menunjukkan gejala pada 10 hari setelah inokulasi. Gejala pada tanaman kontrol yaitu berupa gejala mosaik sistemik dan/atau bercak cincin pada daun-daun yang tidak diinokulasi dan daun yang diinokulasi. Pada tanaman-tanaman yang diberi perlakuan SA dengan konsentrasi 1 dan 2 ppm, gejala pada daun yang diinokulasi tidak tampak, tetapi pada daun sistemik gejala muncul dengan masa inkubasi yang hampir sama dengan tanaman kontrol (Tabel 5.1). Perbedaan yang signifikan terjadi pada tanaman-tanaman yang diberi perlakuan SA pada konsentrasi antara 4-16 ppm. Pada semua tanaman ini tidak menunjukkan gejala sistemik, atau gejala mosaik maupun bercak cincin baik pada daun-daun muda yang tidak diinokulasi maupun pada daun yang diinokulasi. Tanaman yang diberi perlakuan SA pada konsentrasi 4-16 ppm ini hanya menunjukkan gejala lesio lokal pada daun yang diinokulasi (Gambar 5.3 dan Tabel 5.1). Pada beberapa daun yang diinokulasi, selain lesio lokal, juga muncul gejala klorosis. Munculnya gejala lesio lokal pada daun yang diinokulasi ini terjadi pada 4-5 hari setelah inokulasi. A B C D Gambar 5.3 Gejala yang muncul pada tanaman anggrek hasil perlakuan SA setelah diinokulasi ORSV, (A) klorosis dan permukaan daun tidak rata; (B) bercak cincin; (C) lesio lokal; (D) permukaan daun mengering.

141 117 Tabel 5.1 Respon anggrek terhadap berbagai perlakuan SA dan infeksi ORSV Perlakuan SA (ppm) Masa inkubasi (hari) Kejadian penyakit * NAE** Gejala pada daun yang diinokulasi*** Gejala pada daun yang tidak diinokulasi*** /16 0,264/+ M, Bc M, Bc, PDG /16 0,274/+ - M, klo, Bc /16 0,209/+ - Ll, klo, PDG /16 0,236/+ Ll, Klo,K /16 0,144/+ Ll, Klo,K /16 0,105/- Ll, Klo,K - *Kejadian penyakit = Jumlah tanaman bergejala/jumlah tanaman uji, dikonfirmasi dengan ELISA **NAE Kontrol negatif 0,092. Uji positif jika NAE sampel 1,5 x NAE kontrol negatif, NAE adalah hasil ELISA dari 8 tanaman sampel komposit ***M= Mosaik, Bc = Bercak cincin, PDG = Permukaan daun bergelombang, Klo = Klorosis, Ll = Lesio lokal, Klo = Mengering pada daun inokulasi, - = tanpa gejala. Kejadian penyakit menunjukkan semakin rendah seiring dengan meningkatnya konsentrasi SA yang diberikan pada tanaman, terutama pada konsentrasi di atas 4 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa SA yang diberikan meningkatkan ketahanan anggrek terhadap infeksi ORSV. Perlakuan terbaik yang mampu secara drastis menurunkan kejadian penyakit sampai 6,25% adalah pada konsentrasi 16 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SA pada konsentrasi 16 ppm dapat meningkatkan ketahanan tanaman anggrek terhadap infeksi ORSV hingga 93,75%. Berdasarkan rata-rata NAE, terlihat juga bahwa perlakuan SA pada konsentrasi 8 ppm dan 16 ppm, akumulasi ORSV sangat rendah pada jaringan tanaman. Selain itu pada kedua perlakuan menunjukkan masa inkubasi yang cepat disertai hanya gejala lesio lokal pada daun yang diinokulasi saja tanpa menunjukkan adanya gejala sistemik (Tabel 5.1). Pada perlakuan 16 ppm hanya ada satu tanaman saja yang bergejala lesio lokal disertai mosaik ringan disekitar titik lesio. Hasil deteksi serologi yang dilakukan tunggal (tidak secara komposit) pada tanaman bergejala tersebut menunjukkan positif bereaksi dengan antiserum ORSV. Analisa kandungan asam salisilat dalam jaringan daun anggrek. Hasil pengukuran SA pada jaringan tanaman yang diberi perlakuan SA menunjukkan akumulasi SA yang lebih tinggi dibanding tanpa pemberian SA dan perlakuan 1 ppm pada 6 jam setelah inokulasi ORSV.

142 118 Akumulasi SA pada 6 jam setelah inokulasi ORSV, pada pemberian SA 8-16 ppm mencapai lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Gambar 5.4 a). Tingginya SA dalam tanaman berhubungan dengan hasil pengukuran NAE yang rendah pada tanaman yang diberi SA pada konsentrasi 8 dan 16 ppm dibanding perlakuan tanpa SA (Tabel 5.1). Aktivitas enzim Phenylalanine ammonialyase (PAL). PAL merupakan enzim kunci untuk membentuk senyawa SA. Pengamatan aktivitas enzim PAL menunjukkan hasil yang mendukung hasil akumulasi SA. Aktivitas enzim PAL tidak menunjukkan perbedaan pada awal infeksi (6 jam setelah inokulasi ORSV). Pada tanaman yang diber perlakuan SA menunjukkan aktivitas enzim PAL yang tinggi dibanding tanaman tanpa perlakuan pada 48 dan 144 jam setelah inokulasi (Gambar 5.4 b). Pada 96 jam setelah inokulasi hanya perlakuan SA 16 ppm saja yang menunjukkan aktivitas enzim PAL lebih tinggi dibandingkan kontrol atau perlakuan lain, dan perlakuan lainnya menunjukkan aktivitas enzim PAL yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Namun pada 144 jam hampir semua perlakuan menunjukkan penurunan aktivitas enzim PAL terkecuali perlakuan 4 ppm yang terus mengalami kenaikan sejak awal infeksi.

143 119 a) Akumulasi asam salisilat (mg/g) o ppm 1 ppm 2 ppm 4 ppm 8 ppm 16 ppm Waktu setelah inokulasi (jam) b) 2.5 Aktivitas enzim PAL (µkat/mg prot) ppm L 1 ppm L 2 ppm L 4 ppm L 8 ppm L 16 ppm L 0 6jam 48 48jam 96 96jam 144jam Waktu setelah inokulasi (jam) Gambar 5.4 Akumulasi SA (a) dan Aktivitas enzim PAL (b) pada jaringan tanaman anggrek yang diberi perlakuan SA setelah beberapa jam diinokulasi ORSV. Pembahasan Berbagai metode penyediaan eksplan dan komposisi media serta perlakuan lainnya diteliti untuk mendapatkan tanaman yang bebas virus (Urban & Fajerska 2006). Pemberian SA pada media perakaran secara keseluruhan tidak menghambat pertumbuhan tanaman dibanding kontrol.

144 120 Berdasarkan hasil pengamatan secara kualitatif menunjukkan bahwa pemberian SA pada media kultur jaringan anggrek menyebabkan pertumbuhan anggrek lebih baik. Tidak ditemukan plantlet yang mati ataupun mengalami pencoklatan (browning) akibat pemberian SA. Hal yang menarik, pada botolan kultur anggrek yang diberikan SA dan terkontaminasi cendawan menunjukkan pertumbuhan plantlet tetap baik. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian SA menjadikan plantlet tumbuh lebih baik sehingga mampu bertahan hidup walaupun media tumbuhnya terkontaminasi cendawan, dibandingkan tanaman tanpa pemberian SA dan terkontaminasi cendawan (data tidak diperlihatkan). Tanaman yang diberi perlakuan SA pada media tumbuh dan diinokulasi dengan ORSV menunjukkan peningkatan ketahanan yang berhubungan dengan konsentrasi SA yang digunakan. Pengaruh pemberian SA terlihat signifikan terhadap fenotipe gejala, masa inkubasi dan kejadian penyakit dibandingkan perlakuan kontrol. Lopez-Delgado et al. (2004) melaporkan bahwa penambahan SA pada kultur jaringan kentang dengan konsentrasi 10-5 M yang dikombinasikan dengan thermotherapy (tanaman ditumbuhkan pada suhu 42 o C) dapat memperbesar peluang keberlangsungan hidup (survival) plantlet sampai % hingga 30 hari setelah perlakuan serta mengeliminasi PVX. Sedangkan pada plantlet tanpa SA dan termoterapi mengalami kematian. Pada penelitian ini, akumulasi SA juga teramati terjadi pada tanaman anggrek yang ditumbuhkan pada media yang mengandung SA 0 4 ppm. Namun demikian, akumulasinya sampai dengan 168 jam setelah inokulasi ORSV terlihat belum mencapai tingkat yang mengganggu proses infeksi virus. Hal ini ditunjukkan dari gejala sistemik yang ditimbulkan dan akumulasi virus yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan 4-16 ppm. Pada perlakuan 1 dan 2 ppm akumulasi SA yang rendah dan diduga belum menganggu proses infeksi virus menyebabkan virus bisa bereplikasi dan melakukan long distance movement sehingga gejala yang muncul berupa gejala sistemik (Gambar 5.4). Kandungan SA pada tanaman anggrek hasil perlakuan dan inokulasi mekanis dengan ORSV menunjukkan adanya perbedaan antara kontrol (tanpa SA) dan perlakuan SA. Kandungan SA sudah terlihat meningkat enam jam setelah inokulasi pada perlakuan diatas 4 ppm SA. Hasil Pengukuran pada tanaman yang tidak diberi SA pada 24 jam setelah inokulasi meningkat pesat dan berfluktuasi setelah itu. Hal ini hampir sejalan dengan hasil penelitian Smith-

145 121 Becker et al. (1998), yang mengamati tanaman mentimun yang diinokulasi Pseudomonas syringae pv syringae menunjukkan puncak akumulasi SA pada 15 jam setelah inokulasi dan menurun hingga akhir pengamatan pada 35 jam setelah inokulasi. Setelah 120 jam umumnya terjadi penurunan akumulasi SA kecuali perlakuan 1 ppm yang sejak awal inokulasi rendah dan mencapai maksimum pada titik ini. Akumulasi SA pada tanaman tembakau dengan konsentrasi nanogram mengalami peningkatan 1 µg g -1 pada 72 jam setelah diinokulasi TMV dan penurunan akumulasi setelah 120 jam diduga karena prekusor SA yaitu phenylalanine juga dirombak menjadi senyawa lain untuk kebutuhan metabolisme tanaman (Malamy et al. 1990). Akumulasi SA pada awal infeksi diduga merupakan akumulasi SA secara eksogen dan endogen dari tanaman itu sendiri. Hal ini terlihat bahwa pada 6 jam setelah infeksi, aktivitas enzim PAL untuk merombak Phenylalanine menjadi SA tidak berbeda untuk semua perlakuan. Namun, perlakuan SA dengan konsentrasi 4-16 ppm menunjukkan dapat menghambat replikasi virus pada jaringan tanaman. Hal ini ditunjukkan dengan hanya munculnya gejala lesio lokal (reaksi hipersensitif) tanpa gejala sistemik dan waktu inkubasi yang singkat. Reaksi hipersensitif ini terjadi sesaat setelah inokulasi, namun kematian sejumlah sel (jaringan) tersebut baru dapat terlihat mata setelah beberapa hari (4 hari, pada penelitian ini). Waktu inkubasi yang singkat ini menunjukkan tanaman memberikan respon yang cepat untuk bereaksi terhadap infeksi virus. Reaksi hipersensitif sebagai bentuk pertahanan tanaman terutama terhadap patogen yang obligat seperti virus dan nematoda adalah suatu hal yang umum terjadi. Jaringan yang mengalami nekrosis mengisolasi patogen obligat dari substansi hidup di sekitarnya sehingga patogen tersebut akhirnya mati. Semakin cepat sel-sel mati setelah infeksi, maka semakin efektif proses isolasi tersebut dan tanaman tersebut semakin tahan. Kematian beberapa sel disekitar lokasi masuknya virus dapat mencegah menyebarnya virus (Agrios 2005). Asam salisilat berperan menghambat enzim katalase yang merombak hydrogen peroksida (H ) menjadi molekul air (H 2 O) dan oksigen (O 2 ). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya konsentrasi H pada bagian daun tembakau yang bukan diinfeksi meningkat selama aktivasi SAR (Huang 2001). Hidrogen peroksida dan reactive oxygen species (ROS) serta derivatnya adalah sebagai senyawa second messenger yang mengaktivasi gen ketahanan (Conarth et al. 1995).

146 122 Fluktuasi SA pada perlakuan 16 ppm cenderung stabil mengalami kenaikan sejak awal infeksi dan sampai akhir pengamatan akumulasinya lebih tinggi dibandingkan kontrol atau perlakuan lainnya. Pada akhir pengamatan (168 jam setelah inokulasi) semua perlakuan cenderung mengalami penurunan akumulasi SA bahkan lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol. Dinamika akumulasi SA ini diduga karena phenylalanine dirombak oleh enzim PAL menjadi senyawa metabolit sekunder lainnya yang dibutuhkan tanaman. Akumulasi yang proporsional tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak terganggu karena tanaman juga melakukan aktivitas metabolisme senyawa primer dan sekunder lainnya (Bilgin et al. 2010). Ekspresi SAR sangat tergantung dari adanya akumulasi SA dan berasosiasi dengan pathogenesis-related protein (PR protein) yang mempunyai aktivitas sebagai anti patogen (van Loon 2000). Aktivitas gen yang berperan dalam SAR yaitu PR-1 dapat dideteksi dengan analisis RNA. Pada penelitain, aktivitas PR protein juga dianalisis menggunakan RT-PCR untuk mengetahui ekspresi gen PR-1 namun belum berhasil dilakukan (data tidak ditampilkan). Analisis gen PR yang terlibat dalam SAR telah dilakukan oleh Devadas & Raina (2002) dan Yasuda et al. (2003) pada tanaman arabidopsis dan tembakau menggunakan teknik RT-PCR. Kandungan SA pada tanaman anggrek yang terbentuk pada penelitian ini berhubungan erat dengan aktivitas enzim PAL. Enzim PAL merupakan kunci dalam sintesis SA dan pembentukan SAR (Smith-Becker et al.1998). Pada tanaman Arabidopsis, aktivitas enzim PAL penting untuk akumulasi SA dan ekspresi reaksi hipersensitif (Mauch-Mani & Slusarenko 1996). Akumulasi SA ternyata didukung pula oleh peningkatkan aktivitas enzim PAL pada batang dan petiol tanaman mentimun yang terinduksi oleh inokulasi P. syringae pv. syringae (Smith-Becker et al. 1998). Manitto (1981) menyatakan bahwa perubahan L- phenilalanine menjadi trans-sinamat dalam semua jenis tumbuhan berpembuluh dikatalis oleh enzim PAL yang berperan penting karena mengontrol langkah biosintesis penting dalam jalur pembentukan senyawa golongan besar produk alami penting seperti senyawa-senyawa lignin dan flavonoid.

147 123 KESIMPULAN 1. SA yang diberikan pada media perakaran kultur jaringan tidak memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan plantlet anggrek dan tidak bersifat toksik sampai konsentrasi 16 ppm. 2. D. nindii, jenis anggrek yang rentan terhadap infeksi ORSV, dapat ditingkatkan ketahanannya terhadap ORSV dengan pemberian SA pada media perakaran kultur jaringan. Penambahan SA 16 ppm mampu meningkatkan ketahanan tanaman anggrek terhadap ORSV tertinggi yaitu mencapai 93,75%.

148 124 DAFTAR PUSTAKA Agrios Plant Pathology. 5 th Edition. New York: Elsevier Academic Press. Bilgin DD, Zavala JA, Zhu J, Cloughg SJ, Ort DR, DeLucia EH Biotic stress globally downregulates photosynthesis genes. Plant, Cell and Environ 33: Conarth U, Chen Z, Ricigliano J, Klessig DF Two inducers of plant defense responses 2,6-dichloroisonicotinic acid and salicylic acid, inhibit catalase activity in tobaco. Proc Natl Acad Sci 92: Chang C, Chen CY, Hsu YH, Wu JT, Hu CC, Chang WC, Lin NS Transgenic resistance to Cymbidium mosaic virus in Dendrobium expressing the viral capsid protein gene. Transgen Res 14: Chung BN, Yoon J-Y, Kim MS Viral infection of tissue cultured orchids and evaluation of damages. Plant Pathol J 26: Devadas SK, Raina R Preexisting systemic acquired resistance suppresses hypersensitive response-associated cell death in Arabidopsis hrl1 mutant. Plant Physiol 128 : Edwards R, Kessmann H Isoflavonoid phytoalexins and their biosynthetic enzyme. Di dalam: Gurr SJ, McPherson MJ, Bowles DJ, editor. Molecular Plant Pathology Vol. II a Practical Approach. New York: Oirl Press Oxford University Press. hlm Eun-AJC, Huang L, Chew FT, Yau Li-SF, Man Wong S Detection of two orchid viruses using quartz crystal microbalance-based DNA biosensors. Phytopathology 92: Francki RIB, Milne RG, Hatta T Atlas of plant viruses, Vol. II. Boca Raton: CRC Press. Grisoni M, Davidson F, Hyrondelle C, Farreyrol K, Caruana ML. Pearson M Nature, incidence, and symptomatology of viruses infecting Vanilla tahitensis in French Polynesia. Plant Dis 88: Huang JS Plant Pathogenesis and Resistance: Biochemistry and Physiology of Plant-microbe Interactions. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. Klarzynski O, Descamps V, Plesse B, Yvin JC, Kloareg B, Fritig B Sulfated fucan oligosacharides elicit defense responses in tobacco and local and systemic resistance against Tobacco mosaic virus. MPPI (16): Lakani I, Suastika G, Mattjik N, Damayanti TA Identification and molecular characterization of odontoglossum ringspot virus (ORSV) from bogor, Indonesia. Hayati J Biosci 17: Lopez-Delgado H, Mora-Herrera ME, Zavaleta-Mancera HA, Cadena-Hinojosa M, Scott IM Salicylic acid enhances heat tolerance and Potato virus X (PVX) elimination during thermotherapy of potato microplants. Am J Pot Res 81:

149 125 Malamy J, Carr J, Kessig D, Raskin I Salicylic acid: a likely endogenous signal in the resistance response of tobacco to viral infection. Science 250: Manitto P Biosintesis of Natural Products. England: Elis Horwood Ltd. Mauch-Mani B, Slusarenko A Production of salicylic acid precursors is a major function of phenylalanine ammonialyase in the resistance of Arabidopsis to Peronospora parasitica. Plant Cell 8: Murphy AM, Carr JP Salicylic acid has cell-specific effects on Tobacco mosaic virus replication and cell-to-cell movement. Plant Physiol 128: Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M Viral diseases of flower plants. Identification of viruses affecting orchids (Cymbidium Sw). Biologija 2: Ryals JA, Neuenschwander UH, Willits MG, Molina A, Steiner HY, Hunt MD Systemic acquired resistance. Plant Cell 8: Sherpa AR, Hallan V, Zaidi AA Cloning and sequencing of coat protein gene of an Indian Odontoglossum ringspot virus isolate. Acta Virol. 48: Smith-Becker J, Marois E, Huguet EJ, Midland SL, Sims JJ, Keent NT Accumulation of salicylic acid and 4-hydroxybenzoic acid in phloem fluids of cucumber during sistemic acquired resistance is preceded by a transient increase in phenylalanine ammonia-lyase activity in petiols and stem. Plant Physiol 116: Srivastava PS, Iqbal M, Mughal MH Role of tissue culture in plant disease control. Di dalam : Mukerji KG, Chamola BP, Upadhyay RK, Editor. Biotechnological Approaches in Biocontrol of Plant Pathogens. New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. hlm Stomberg A Induced Systemic Resistance in Potato to Late Blight [Dissertation]. Sweden : Swedish University of Agricultural Science. Urban TC, Fajerska EH Therapeutic effect of cytokinin sequence application on virus-infected cattleya tissue cultures. Acta Biol Cracov Series Bot 48: van Loon LC, Baker PAHM, Pieterss CMJ Sytemic resistance induced by rhizosphere bacteria. Ann Rev Phytopathol 36: van Loon LC Sytemic induced resistance. Di dalam : Slusarenko A, Fraser RSS, Van Lonn LC, Editor. Mechanism of Resistance to Plant Diseases. Dordrecht: Kluwer Academic Publisher.hlm Wisler GC How to Control Orchid Viruses. The Complete Guidebook. Gainesville: Maupin House Publ. Wright KM, Duncan GH, Pradel KS, Carr F, Wood S, Oparka KJ, Cruz SS Analysis of the N gene hypersensitive response induced by a fluorescently tagged Tobacco mosaic virus. Plant Physiol 123:

150 126 Yasuda M, Nishioka M, Nakashita H, Yamaguchi I, Yoshida S Pyrazolecarboxylic acid derivative induces systemic acquired resistance in tobacco. Biosci Biotech Biochem 67: Yasuda M, Kusajima M, Nakajima M, Akutsu K, Kudo T, Yoshida S, Nakashita H Thiadiazole carboxylic acid moiety of tiadinil, SV-03, induces systemic acquired resistance in tobacco without salicylic acid accumulation. J Pestic Sci 31: Zettler FW, Ko NJ, Wisler GC, Elliot MS, Wong SM Viruses of orchids and their control. Plant Dis 74:

151 LAMPIRAN 139

152 140

153 141 Lampiran 1.1 Hasil Alignment nukleotida antara genom CymMV isolat Pulau Jawa dengan nukleotida isolat CymMV yang terdapat pada database GeneBank. Huruf dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, huruf dengan latar belakang abu-abu menunjukkan ketidaksamaan runutan dengan isolat sesama isolat. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver ( biomed /genedoc).

154 142 Lanjutan Lampiran 1.1

155 143 Lampiran 1.2 Hasil Alignment asam amino antara genom CymMV isolat Pulau Jawa dengan asam amino CymMV yang terdapat pada database GeneBank. Huruf dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, huruf dengan latar belakang abu-abu menunjukkan ketidaksamaan runutan dengan isolat sesama isolat. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver ( /genedoc).

156 144 Lampiran 2.1 Hasil Alignment nukleotida isolat ORSV Pulau Jawa dengan nukleotida ORSV yang terdapat pada database Genbank. Basa dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, latar belakang abuabu/putih menunjukkan adanya mutasi. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver ( genedoc).

157 Lanjutan Lampiran

158 146 Lanjutan Lampiran 2.1

159 147 Lampiran 2.2 Hasil Alignment asam amino ORSV isolat Pulau Jawa dengan nukleotida ORSV yang terdapat pada database Genbank. Basa dengan latar belakang hitam menunjukkan kesamaan runutan, latar belakang abuabu/putih menunjukkan adanya mutasi. Penyejajaran (Alignment) menggunakan program GeneDog Ver ( genedoc).

V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT

V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT 105 V. INDUKSI KETAHANAN SISTEMIK TANAMAN ANGGREK TERHADAP ODONTOGLOSSUM RINGSPOT VIRUS MENGGUNAKAN ASAM SALISILAT ABSTRAK IRWAN LAKANI. Induksi Ketahanan Sistemik Tanaman Anggrek terhadap Odontoglossum

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ii ABSTRAK IRWAN LAKANI.

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai bentuk dan penampilan yang indah (Iswanto, 2002). Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anggrek merupakan jenis tanaman hias yang digemari konsumen. Jenis anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan Phalaenopsis dari Negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena penampilan bunga anggrek yang sangat menarik baik dari segi warna maupun. oleh masyarakat dan relatif mudah dibudidayakan.

I. PENDAHULUAN. karena penampilan bunga anggrek yang sangat menarik baik dari segi warna maupun. oleh masyarakat dan relatif mudah dibudidayakan. I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang dan Masalah Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang paling banyak diminati oleh masyarakat. Ketertarikan masyarakat terhadap tanaman anggrek, sebagian besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai keanekaragaman tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, tanaman sayuran dan tanaman hias. Menurut Wijaya (2006), Indonesia

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Vanilla planifolia Andrews atau panili merupakan salah satu tanaman industri yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting peranannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis

TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis Keluarga tanaman anggrek terdiri dari 900 marga. Marga tersebut yang telah dikenal sekarang diperkirakan 50 000 jenis, diantaranya kurang lebih 5000 jenis anggrek terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat keanekaragaman anggrek yang sangat tinggi dan diperkirakan ada sekitar 6 000 jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian Indonesia, terutama pada tanaman hias tropis. Permintaan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya keanekaragaman tanaman khususnya anggrek. Anggrek yang ada di Indonesia dikategorikan terbesar kedua didunia setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp.

POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp. POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) LULU KURNIANINGSIH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Anggrek Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili tanaman terbesar yang terdiri dari 900 Genus dan 25.000 spesies (La Croix, 2008).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bunga adalah salah satu komponen aspek estetika yang merupakan bagian dari hidup manusia. Salah satu bunga yang telah menarik perhatian adalah anggrek. Bunga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi yang memenuhi persyaratan bagi pertumbuhan berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan atas berbagai pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi lingkungan tumbuh. Selain itu anggrek Dendrobium memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kondisi lingkungan tumbuh. Selain itu anggrek Dendrobium memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek Dendrobium adalah salah satu genus anggrek favorit bagi pecinta anggrek. Hal ini dikarenakan anggrek ini mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan

Lebih terperinci

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh: AFIF FERDIANTO A44103058 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai nilai estetika

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai nilai estetika I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang mempunyai nilai estetika tinggi. Bisnis anggrek di Indonesia sangat prospektif. Keindahan bunga anggrek memang menimbulkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT i PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MARTIN BASTIAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo, 1993: 258). Indonesia 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Anggrek 2.1.1 Deskripsi Anggrek Anggrek merupakan famili terbesar dalam tumbuhan biji, seluruhnya meliputi 20.000 jenis yang terbagi dalam 500 marga (Tjitrosoepomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis seperti Asia, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tropis seperti Asia, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, terdiri dari 800 genus dan 25.000 hingga 30.000 spesies yang tersebar di seluruh dunia kecuali daerah Antartika (Latifa et

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggrek adalah tanaman hias yang banyak diminati oleh para kolektor

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggrek adalah tanaman hias yang banyak diminati oleh para kolektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek adalah tanaman hias yang banyak diminati oleh para kolektor anggrek maupun masyarakat pada umumnya. Anggrek menjadi daya tarik tersendiri karena bunganya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae, yang sangat banyak menarik perhatian konsumen. Selain mempunyai nilai estetika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggrek Dendrobium Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi. Famili ini terdiri dari 800 genus dan tidak kurang dari 25.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis anggrek asli Indonesia yang penyebarannya meliputi daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati penting

Lebih terperinci

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian kultur jaringan, mampu menguraikan tujuan dan manfaat kultur jaringan, mampu menjelaskan prospek kultur jaringan,

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

Peningkatan Keberhasilan Dalam Penyediaan Bibit Anggrek

Peningkatan Keberhasilan Dalam Penyediaan Bibit Anggrek Peningkatan Keberhasilan Dalam Penyediaan Bibit Anggrek Potensi ekonomi anggrek sebagai salah satu komoditas tanaman hias telah banyak dimanfaatkan dan dikembangkan oleh banyak negara. Di Indonesia, potensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Gladiol Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis (Herlina, 1991). Tanaman gladiol berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia dan

Lebih terperinci

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A44102060 PROGRAM STUD1 HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang megabiodiversity

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang megabiodiversity I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biodiversitas flora dan fauna mempunyai peran yang sangat penting bagi umat manusia, karena sumber kehidupan manusia secara esensial tergantung dari variabilitas kekayaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik dan cukup popular. Bunga gladiol memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan menduduki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Sentra Penanaman Anggrek Dendrobium Bunga Potong di Indonesia Dendrobium merupakan salah satu genus dalam famili Orchidaceae yang dapat tumbuh di dataran rendah

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas

I. PENDAHULUAN. Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas 1 I. PENDAHULUAN Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas 25.000-30.000 spesies yang tersebar ke dalam 800 genus (Trenggono dan Wiendi, 2009). Menurut Iswanto (2001) Phalaenopsis adalah

Lebih terperinci

III. IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BEBERAPA VIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN ANGGREK DI PULAU JAWA

III. IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BEBERAPA VIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN ANGGREK DI PULAU JAWA 41 III. IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BEBERAPA VIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN ANGGREK DI PULAU JAWA ABSTRAK IRWAN LAKANI. Identifikasi dan Karakterisasi Beberapa Virus yang Menginfeksi Tanaman Anggrek

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diperhitungkan. Selain memiliki fungsi estetika, bunga juga mendatangkan

Lebih terperinci

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Majalah SAINS Indonesia Edisi Juni 2017 Edisi Juni 2017 Suplemen Majalah SAINS Indonesia Suplemen Agrotek Benih TSS Mampu Gandakan Produksi Bawang Merah Penggunaan benih TSS berhasil melipatgandakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 ADE NENA NURHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis buah tropika yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikelola secara intensif dengan berorientasi agribisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Pisang Barangan Pisang merupakan tanaman monokotil dan herba perennial dengan tinggi 2-9 m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai pucuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: Uswatun Khasanah NIM K4301058 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang populer di

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang populer di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu jenis tanaman hias yang populer di Indonesia, karena saat ada tanaman lain yang muncul menjadi pusat perhatian, anggrek tetap bertahan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO Oleh Riyanti Catrina Helena Siringo ringo A34404062 PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah tropika yang menempati urutan ke dua terbesar setelah pisang. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang mempunyai lebih dari 4000 spesies anggrek yang tersebar di pulau. Kalimantan, Papua, Sumatera, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau

BAB I PENDAHULUAN. selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek (bahasa Latin: Orchidaceae) merupakan kelompok tanaman yang memiliki keanekaragaman cukup besar. Tanaman anggrek meliputi 25.000 30.000 spesies dan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau kombinasi TDZ dan BAP (Tabel 1) dapat membentuk plb, tunas, atau plb dan tunas (Gambar 4). Respons eksplan terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITI TANAMAN HIAS DAN ALIRAN PERDAGANGAN ANGGREK INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh : MAYA ANDINI KARTIKASARI NRP. A14105684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman Gladiol 2.1.1 Taksonomi Tanaman Gladiol Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut : Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO Oleh : Pratiwi Amie Pisesha (A34303025) DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Coelogyne asperata dan Coelogyne pandurata Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropika yang sampai saat ini dikenal sebagai tipe

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO Zohiriah 1, Zulfarina 2, Imam Mahadi 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA. Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR RAMBUTAN INDONESIA Oleh : OTIK IRWAN MARGONO A07400606 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan KULTUR AKAR TRANSGENIK DARI Trichosanthes cucumerina L.: BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN HASIL PROTEIN TOTAL, SERTA AKTIVITAS ANTICENDAWAN DARI PROTEIN ASAL AKAR TRANSGENIK

Lebih terperinci