BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan yang dramatis dalam proporsi perusahaan Fortune Global 200. Utara 100%, Asia 52%, dan Eropa 80% (KPMG,2008).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan yang dramatis dalam proporsi perusahaan Fortune Global 200. Utara 100%, Asia 52%, dan Eropa 80% (KPMG,2008)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kode etik (code of ethics) dapat diartikan sebagai sebuah panduan prinsip yang dirancang untuk membantu para profesional dalam menjalankan bisnis secara jujur dan berintegritas ( Bisnis dan organisasi secara khas memiliki kode etik yang harus dipatuhi oleh karyawan. Pelanggaran kode etik dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja karyawan atau pemecatan dari organisasi. Sebuah kode etik penting karena secara nyata memberikan aturan berperilaku dan peringatan terlebih dahulu. Oleh karena itu, kode etik merupakan sebuah sarana potensial untuk mempengaruhi perilaku perusahaan dan karyawan (Schwartz, 2004). Penggunaan kode etik dalam organisasi telah meningkat secara global. Riset perusahaan yang masuk dalam Fortune Global 200 menunjukkan bahwa sebanyak 86% perusahaan telah memiliki kode etik sendiri (KPMG, 2008). Pada Tahun1970, hanya sedikit perusahaan yang memiliki kode etik, tetapi pada Tahun 1990, proporsinya meningkat 14%. Tahun 1990 sampai dengan tahun 2011, terjadi peningkatan yang dramatis dalam proporsi perusahaan Fortune Global 200 yang memiliki kode etik. Proporsi berdasarkan wilayah sebagai berikut: Amerika Utara 100%, Asia 52%, dan Eropa 80% (KPMG,2008). The Global Business Responsibility Resources Centre (sebagaimana dikutip dalam Singh, 2011) mengidentifikasi alasan semakin pentingnya kode 1

2 etik, yaitu: pertama, kode etik meningkatkan reputasi dan citra perusahaan. Keakraban stakeholders internal dan eksternal dengan kode etik dapat menciptakan kesan yang positif mengenai praktik bisnis perusahaan. Kedua, kode etik membawa pesan bahwa perusahaan mempunyai komitmen terhadap perilaku etis. Ketiga, kode etik dapat menyatukan karyawan dalam budaya perusahaan. Keempat, dalam beberapa yurisdiksi, memiliki kode etik dapat mengurangi hukuman bagi perusahaan ketika melanggar hukum. Kelima, praktik bisnis yang sehat dan berakar pada pondasi etika yang kuat akan meningkatkan prospek pembangunan negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Institusi Pajak selama ini dikenal sebagai institusi yang basah, rawan praktik suap, korupsi dan kolusi (Pardossi,n.d.). Survei Partnership for Governance Reform mengenai korupsi telah menempatkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi terkorup nomor lima di Indonesia pada Tahun Indeks Persepsi Penyuapan (Bribery Perception Index) yang dirilis oleh Transparency International Indonesiapada Tahun 2005, menempatkan DJP sebagai institusi yang paling banyak menerima suap setelah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Widoyoko,14 April 2005). Berdasarkan hal tersebut, pemerintah melalui DJP telah melakukan reformasi birokrasi dalam bentuk modernisasi sistem dan struktur organisasi yang berorientasi pada fungsi sejak Tahun DJP mengubah dan menyempurnakan struktur organisasi, proses bisnis, teknologi informasi, serta melakukan pembenahan manajemen sumber daya manusia dengan memberlakukan kode etik pegawai (Tim usaha anda SCTV, 15 Juli 2012). Tujuan utama yang ingin dicapai adalah untuk menciptakan aparat pajak yang bersih dan 2

3 bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, serta mengoptimalkan pelayanan terhadap wajib pajak. Dengan reformasi perpajakan, fungsi yang dapat diperoleh adalah tercapainya tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi, tercapainya kepercayaan pada administrasi perpajakan dan tercapainya produktifitas aparat perpajakan (Jurnal legislasi, 29 April 2011). Gordon dan Miyake (2001) menyatakan bahwa hal yang lebih efektif dalam melawan suap dan praktik tidak etis lainnya adalah melalui peraturan perundang-undangan pemerintah sekaligus tindakan perusahaan secara internal, terutama dalam bentuk pembuatan kode etik. Darmin Nasution (mantan Direktur Jenderal Pajak Tahun ) dalam kata pengantarnya pada Buku Panduan Pelaksanaan Kode Etik Pegawai DJP menyatakan bahwa penerapan sistem administrasi modern di lingkungan DJP harus dibarengi dengan perilaku pegawai yang mengacu pada kode etik pegawai. Dasar hukum penerapan Kode etik pegawai sebagai standar perilaku pegawai adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.03/2002 tanggal 14 Mei 2002 yang kemudian mengalami penyempurnaan dan perubahan hingga diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007 tanggal 23 Juli 2007, dan dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 33/PJ/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang Panduan Pelaksanaan Kode Etik Pegawai DJP. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007, Kode Etik Pegawai DJP adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan yang mengikat pegawai DJP dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Alasan lahirnya kode etik pegawai ini adalah bahwa 3

4 sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusannya. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individuindividu dapat berperilaku secara etis. Kode etik diharapkan akan membawa perubahan paradigma dan pola tindak pegawai di lingkungan DJP yang pada akhirnya akan meningkatkan citra DJP. Dengan kode etik, segenap jajaran pegawai DJP dituntut untuk mengetahui, memahami, menghayati, dan melaksanakan tugas sesuai prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Dengan demikian, kode etik pegawai disusun atas kesadaran bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, pegawai DJP seringkali dihadapkan pada situasi yang menimbulkan pertentangan kepentingan dan situasi yang dilematis. Dalam situasi seperti itu, kode etik diperlukan sebagai pedoman bagi pegawai untuk menentukan sikap yang paling layak untuk diambil. Walaupun kode etik sudah diterapkan, perilaku menyimpang pegawai DJP masih cukup banyak ditemukan. Hal tersebut diperkuat oleh Hadi Purnomo (mantan Direktur Jenderal Pajak periode ) yang menyatakan telah memecat pegawai pajak sebanyak 114 orang sejak Tahun karena berbagai pelanggaran ( Fuad Rahmany (Direktur Jenderal Pajak periode Tahun 2011 sekarang) mengakui bahwa ternyata masih cukup banyak pegawai pajak yang tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya. Fuad Rahmany juga mengakui bahwa DJP merupakan instansi yang paling rentan terhadap kasus suap-menyuap (Restyanto,13 Juli 2012). Sejak Tahun , sebanyak pegawai pajak telah mendapatkan hukuman disiplin (Siadari,1 4

5 Maret 2012). Pelanggaran yang terungkap dilakukan oleh pegawai pajak merata mulai dari pegawai level bawah, seperti Gayus Tambunan (mantan Penelaah Keberatan Kantor Wilayah Jakarta II), pejabat level menengah, seperti Tommy Hindratno (mantan Kepala Seksi di KPP Pratama Sidoarjo Selatan) sampai dengan level pejabat setingkat kepala kantor, seperti Anggrah Suryo (mantan Kepala KPP Pratama Bogor). Banyaknya kasus pelanggaran, khususnya korupsi yang terungkap dilakukan oleh pegawai pajak dikhawatirkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap citra institusi pajak dan akhirnya berdampak pada kesadaran membayar pajak sebagai penopang terbesar penerimaan negara. Pada saat munculnya kasus Gayus Tambunan, sebagian masyarakat memunculkan wacana gerakan boikot membayar pajak melalui media sosial Facebook (Khumaini, 27 Maret 2010). Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) 2012 di Cirebon tanggal September 2012 juga mewacanakan fatwa bahwa bayar pajak tidak wajib apabila pajak terus-menerus dikorupsi oleh aparat pajak ( Sebelum memberlakukan fatwa tersebut, NU masih memberikan kesempatan pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan pajak agar tidak terjadi kebocoran. Ancaman fatwa NU dengan pengikut yang berjumlah jutaan jamaah tersebut tidak dapat diabaikan karena dapat mengancam sumber penerimaan negara dari sektor pajak. Dengan demikian, sangat penting bagi DJP untuk memastikan bahwa kode etik telah efektif mempengaruhi perilaku pegawai pajak agar tidak muncul perilaku korupsi yang memicu resistensi masyarakat wajib pajak terhadap kewajiban membayar pajak. Ketidakpedulian masyarakat 5

6 dalam membayar pajak dapat mengancam kelangsungan kehidupan negara karena saat ini (Tahun 2013), penerimaan pajak ditargetkan sebesar 1, triliun rupiah atau berkonstribusi 68,14% dari rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 1, triliun rupiah (Ramadhan, 5 Maret 2013). Keefektifan kode etik berkaitan dengan kemampuan elemen program etika dalam mempengaruhi perilaku organisasi dan anggotanya. Keberadaan kode etik dinilai mempunyai dampak positif pada cara karyawan menilai organisasinya (Singh, 2011). Teori dan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa keefektifan kode etik tergantung pada elemen program etika (Singh, 2011), yaitu: ditampilkan agar dilihat semua orang (displayed for all to view), dikomunikasikan kepada semua pegawai (communicated to all employees), sebaiknya menginformasikan kepada pegawai baru (should inform new employees), konsekuensi terhadap pelanggaran (consequences for violation), kriteria untuk penilaian kinerja pegawai (criterion for employee appraisal), dukungan terhadap pelapor pelanggaran (support of whistleblowers), merevisi kode etik setidaknya setiap dua tahun (revise a code at least every 2 years), kode etik sebaiknya memandu perencanaan strategis (code should guide strategic planning), memiliki komite etika yang tetap (have a standing ethics committee), memiliki komite pelatihan etika (have an ethics training committee), pelatihan etika untuk semua staf (ethics training for all staff), memiliki ombudsman bidang etika (have an ethics ombudsman), sebaiknya melaksanakan evaluasi etika (should conduct ethical evaluation), pelanggan sebaiknya diberi informasi (customer should be informed), pemasok sebaiknya diberi informasi (suppliers should be informed), kode etik membantu memperoleh 6

7 keuntungan bisnis (code assists our bottom line), kode etik membantu penyelesaian dilema etika (codes assist with ethical dilemmas), dan kebutuhan terbesar dalam enam bulan terakhir (greater need in the last 6 months). Menurut Singh (2011), berbagai elemen program etika dapat diringkas dalam lima variabel, yaitu: pertama, tujuan kode etik (code purpose), yang meliputi elemen kode etik sebaiknya memandu perencanaan strategis (code should guide strategic planning), kriteria untuk penilaian kinerja pegawai (criterion for employee appraisal), kode etik membantu penyelesaian dilema etika (codes assist with ethical dilemmas), kode etik membantu memperoleh keuntungan bisnis (code assists our bottom line), dan sebaiknya melaksanakan evaluasi etika (should conduct ethical evaluation). Variabel pertama ini merangkum berbagai elemen yang terkait dengan maksud diadakannya kode etik. Tujuan kode etik berkaitan dengan pemberian pedoman kepada anggota dan pihak yang berkepentingan lainnya untuk membuat pilihan etis dalam melaksanakan pekerjaannya. Farrel dan Cobbin (sebagaimana dikutip dalam Farrel, Cobbin & Farrel, 2002) menyatakan adanya mainstreaming criteria yang mempengaruhi keefektifan kode etik dalam organisasi, diantaranya keberadaan prosedur normal dalam memecahkan dilema etika dan kebijakan untuk meninjau kode etik. Kedua, implementasi kode etik (code implementation), yang merangkum elemen pelatihan etika untuk semua staf (ethics training for all staff), memiliki komite pelatihan etika (have an ethics training committee), memiliki ombudsman bidang etika (have an ethics ombudsman), memiliki komite etika yang tetap (have a standing ethics committee),dan dukungan terhadap pelapor pelanggaran (support 7

8 of whistleblowers). Variabel kedua ini mencakup berbagai elemen mengenai cara kode etik diperkenalkan dan didukung dalam organisasi. Farrel dan Cobbin (sebagaimana dikutip dalam Farrel, Cobbin & Farrel, 2002) menyatakan adanya mainstreaming criteria yang mempengaruhi keefektifan kode etik dalam organisasi, diantaranya keberadaan petugas dan komite etika serta pelatihan etika. Menurut Schwartz (2004), beberapa faktor penting yang berkaitan dengan keefektifan kode etik dalam mempengaruhi perilaku adalah pelatihan etika dan pelaporan adanya pelanggaran. Ketiga, pengkomunikasian atau penegakan kode etik ke internal organisasi (internal code communication/enforcement), yang meliputi elemen sebaiknya diinformasikan kepada pegawai baru (should inform new employees), dikomunikasikan kepada semua pegawai (communicated to all employees), dan konsekuensi terhadap pelanggaran (consequences for violation). Variabel ketiga ini menunjukkan pentingnya mengkomunikasikan fakta bahwa organisasi memiliki kode etik yang berarti menunjukkan komitmen organisasi terhadap peraturan. Dengan kata lain, kode etik organisasi disusun dengan serius dan pegawai yang melanggar akan dikenai hukuman. Menurut Stevens (2007), apabila dikomunikasikan secara efektif, kode etik dapat meningkatkan perilaku etis dan memandu pegawai dalam pengambilan keputusan yang etis. Adams dan Rachman-Moore (2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kode etik dan komunikasi. Komunikasi merupakan faktor kunci karena konsep etis dalam kode etik tidak dapat dilakukan oleh anggota organisasi apabila mereka tidak peduli atau tidak mengenal kode etiknya dengan baik. Farrel dan Cobbin 8

9 (sebagaimana dikutip dalam Farrel, Cobbin & Farrel, 2002) menyatakan adanya mainstreaming criteria yang mempengaruhi keefektifan kode etik dalam organisasi, diantaranya penggunaan kode etik untuk memberikan hukuman. Penelitian Yekta, Ahmad dan Kaur (2010) menyimpulkan bahwa komunikasi yang efektif merupakan faktor penting untuk kesuksesan penerapan program kode etik yang mendorong kemauan untuk melaporkan pelanggaran dalam organisasi. Schwartz (2004) menemukan bahwa salah satu faktor penting yang terkait dengan keefektifan kode etik dalam mempengaruhi perilaku adalah penegakan kode etik (enforcement) yang konsisten. Keempat, kekinian dan pengkomunikasian kode etik ke eksternal organisasi (currency and external code communication of code), yang terdiri dari elemen pelanggan sebaiknya diberi informasi (customer should be informed), pemasok sebaiknya diberi informasi (suppliers should be informed), ditampilkan agar dilihat semua orang (displayed for all to view), dan merevisi kode etik setidaknya setiap dua tahun (revise a code at least 2 year). Variabel keempat ini menunjukkan bahwa kode etik seharusnya didokumentasikan secara umum untuk ditunjukkan kepada pihak internal dan eksternal organisasi (Benson, 1989, Townley, 1992, & Wood, 2002). Farrel dan Cobbin (sebagaimana dikutip dalam Farrel, Cobbin & Farrel, 2002) menyatakan adanya mainstreaming criteria yang mempengaruhi keefektifan kode etik dalam organisasi, diantaranya ketersediaan kode etik untuk diakses oleh masyarakat dan seberapa sering organisasi memodifikasi kode etik. 9

10 Kelima, kegunaan kode etik terbaru (recency of code utility), yang mencakup kebutuhan terbesar dalam enam bulan terakhir (greatest need in the last 6 month). Variabel kelima ini didasarkan pada kepercayaan bahwa penggunaan terkini kode etik akan meningkatkan persepsi keefektifan kode etik. Beberapa penelitian tentang keefektifan kode etik membentuk perilaku etis telah dilakukan dengan berbagai kesimpulan yang berbeda. Beberapa teori menyatakan bahwa pembuatan keputusan etis atau perilaku dipengaruhi oleh kode etik (Schwartz, 2001). Penelitian Adams et al. (2001) tentang kode etik dan persepsi perilaku etis menyimpulkan bahwa responden dari perusahaan yang memiliki kode etik lebih beretika daripada responden dari perusahaan tanpa kode etik. Mirip dengan itu, Somers (2001) menemukan bahwa kode etik dianggap terkait dengan minimnya pelanggaran dalam organisasi. Schwartz (2001) dalam penelitian terhadap empat perusahaan besar di Kanada juga menemukan bahwa kode etik merupakan faktor yang potensial dalam mempengaruhi perilaku karyawan, manajer dan petugas etika. Penelitian lain menemukan hubungan yang tidak signifikan antara keberadaan kode etik dan perilaku. Penelitian Tsalikis, Fritzche dan Murphy et al. (sebagaimana dikutip dalam Somers, 2001) menunjukkan bahwa karyawan kurang menyadari kegiatan yang tidak etis atau ilegal di organisasi yang telah mengadopsi kode etik. Temuan tersebut memberikan bukti bahwa kode etik kurang memberikan efek di tempat kerja. Hal itu didukung oleh Mathews (sebagaimana dikutip dalam Schwartz, 2001) yang menyatakan bahwa berlawanan dengan harapan semula, hasil penelitian pada perusahaan manufaktur yang paling 10

11 menguntungkan di Amerika Serikat menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara kode etik dan pelanggaran peraturan pemerintah oleh perusahaan. Temuan tersebut diperkuat lagi oleh McKendall et al. (2002) dalam studi terhadap 108 perusahaan besar di Amerika Serikat yang menemukan bahwa program kepatuhan etika termasuk kode etik, tidak mengurangi pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan kode etik dan perilaku terdahulu yang memberikan kesimpulan berbeda-beda, serta fakta bahwa masih banyak pegawai DJP yang melakukan pelanggaran kode etik, peneliti memandang perlu menguji keefektifan kode etik dalam membentuk perilaku etis pegawai DJP Rumusan Masalah Perusahaan menggunakan kode etik dengan sejumlah alasan, termasuk penyediaan standar normatif yang konsisten bagi karyawan, menghindari konsekuensi hukum dan mempromosikan citra perusahaan ke masyarakat (Ethics Resources Center, 1980, 1990b sebagaimana dikutip dalam Schwartz, 2001). DJP telah mensosialisasikan dan menerapkan kode etik bagi pegawainya sejak Tahun 2002 dengan harapan para pegawai DJP dapat bertindak dan berperilaku sesuai norma yang terkandung dalam kode etik. Meskipun demikian, masih cukup banyak pegawai DJP yang melakukan pelanggaran disiplin (Restyanto,13 Juli 2012, Siadari,1 Maret 2012& Berdasarkan hal tersebut, maka timbul pertanyaan: 11

12 Apakah kode etik sudah efektif dalam membentuk perilaku etis pegawai di lingkungan kantor pelayanan pajak Pertanyaan dan Tujuan Penelitian Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Apakah tujuan kode etik (code purpose) berpengaruh positif pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP? b. Apakah implementasi kode etik (code implementation) berpengaruh positif pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP? c. Apakah pengkomunikasian atau penegakan kode etik ke internal organisasi (internal code communication/enforcement) berpengaruh positif pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP? d. Apakah pengkomunikasian kode etik ke eksternal organisasi (external code communication of code) berpengaruh positif pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: a. Pengaruh positif tujuan kode etik (code purpose) pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP. 12

13 b. Pengaruh positif implementasi kode etik (code implementation) pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP. c. Pengaruh positif pengkomunikasian atau penegakan kode etik ke internal organisasi (internal code communication/enforcement) pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP. d. Pengaruh positif pengkomunikasian kode etik ke eksternal organisasi (external code communication of code) pada keefektifan kode etik membentuk perilaku etis pegawai DJP Manfaat Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan bagi DJP mengenai keefektifan penerapan kode etik pegawai di lingkungan kantor pelayanan pajak. Sejak reformasi birokrasi digulirkan Tahun 2002, cukup banyak pegawai DJP yang terungkap melanggar kode etik pegawai, mulai dari tingkat pelanggaran ringan sampai dengan tingkat pelanggaran berat, bahkan mulai pegawai level terendah sampai level pimpinan. Berdasarkan penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan saran untuk meningkatkan keefektifan kode etik pegawai sehingga dapat dilakukan tindakan atau perbaikan oleh pimpinan DJP untuk meningkatkan keefektifan kode etik pegawai. Pimpinan di DJP harus konsisten mendorong perilaku pegawai DJP untuk lebih termotivasi mematuhi kode etik daripada melanggarnya. Dengan adanya kemauan dan kerelaan para pegawai untuk mematuhi kode etik, keefektifan kode etik diharapkan dapat 13

14 meningkat sehingga kinerja para pegawai DJP dalam rangka menghimpun penerimaan negara yang bersumber dari pajak dapat meningkat pula. 14

LAPORAN KUNJUNGAN DIREKTORAT JENDRAL PAJAK (KANTOR PELAYANAN PAJAK KEBAYORAN BARU 4)

LAPORAN KUNJUNGAN DIREKTORAT JENDRAL PAJAK (KANTOR PELAYANAN PAJAK KEBAYORAN BARU 4) LAPORAN KUNJUNGAN DIREKTORAT JENDRAL PAJAK (KANTOR PELAYANAN PAJAK KEBAYORAN BARU 4) Dibuat sebagai syarat pemenuhan nilai mata kuliah Etika Profesi Kelompok 04 Kelas 4F Freddy M. H. N. (13) Moh. Afif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bagi Indonesia memiliki peran yang strategis dalam mengamankan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bagi Indonesia memiliki peran yang strategis dalam mengamankan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pajak bagi Indonesia memiliki peran yang strategis dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Kondisi itu tercapai ketika harga minyak bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas dan

BAB I PENDAHULUAN. pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas dan P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan dari modernisasi perpajakan adalah menigkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat vital bagi negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa pajak memiliki peranan penting dalam menunjang penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi

I. PENDAHULUAN. pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma kepegawaian di Departemen Keuangan dimulai pada akhir tahun 2006, ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi Biro Kepegawaian sebagai unit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicity), netral (neutral), adil (equity),

BAB I PENDAHULUAN. hasil reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicity), netral (neutral), adil (equity), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi kebijakan perpajakan sebenarnya telah dimulai sejak 1983, produk hasil reformasi ini bersifat lebih sederhana (simplicity), netral (neutral), adil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menjalankan program pemerintahan dan pembangunan Negara Indonesia sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah memberikan. pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan terintegrasi, untuk

I. PENDAHULUAN. Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah memberikan. pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan terintegrasi, untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan terintegrasi, untuk mewujudkan hal tersebut KPP memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah memberikan. pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan terintegrasi, untuk

I. PENDAHULUAN. Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah memberikan. pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan terintegrasi, untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional dan terintegrasi, untuk mewujudkan hal tersebut KPP memerlukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sampai saat ini masih memberikan dampak bagi perekonomian dunia. Indonesia pun

PENDAHULUAN. sampai saat ini masih memberikan dampak bagi perekonomian dunia. Indonesia pun Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis keuangan global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2008 lalu, sampai saat ini masih memberikan dampak bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Peranan pajak dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 23 mengamanatkan: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditetapkan setiap tahun dengan Undang- Undang dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memiliki peranan penting dalam menunjang penyelenggaraan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pada mulanya pajak merupakan suatu pemberian secara cuma-cuma (upeti) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dipaksakan dan harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 47 BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Singkat Perusahaan 1. Gambaran Umum KPP Madya Jakarta Pusat Harapan yang kemudian diwujudkan dalam sebuah agenda reformasi birokrasi yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai kasus pelanggaran etika di bidang akuntansi yang melibatkan orang internal organisasi telah terjadi di dunia. Salah satunya adalah kasus Enron yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan. Jika pegawai berhasil membawa kemajuan bagi institusi,

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan. Jika pegawai berhasil membawa kemajuan bagi institusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kinerja Institusi dan pegawai merupakan dua hal yang saling membutuhkan. Jika pegawai berhasil membawa kemajuan bagi institusi, keuntungan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Bastian, 2008 : 1 pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri yang terbesar, digunakan untuk membiayai pengeluaran dan pembangunan pemerintah. Berdasarkan data Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bagi sebagian besar negara, termasuk Indonesia pajak selalu menjadi sumber utama pendapatan negara. Dana yang berasal dari pendapatan negara digunakan untuk

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak. Kantor Wilayah

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: administrasi perpajakan, kesadaran, kepatuhan, Wajib Pajak.

Abstrak. Kata Kunci: administrasi perpajakan, kesadaran, kepatuhan, Wajib Pajak. Judul : Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gianyar Nama : I Wayan Sugi Astana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan BAB I PENDAHULUAN Beberapa hal yang akan diuraikan dalam bab ini adalah latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber utama penerimaan pemerintah di beberapa negara pada

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber utama penerimaan pemerintah di beberapa negara pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sektor terpenting dalam pembangunan dan merupakan salah satu sumber utama penerimaan pemerintah di beberapa negara pada umumnya, tanpa pajak

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara dimana dana tersebut digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan melaksanakan pembangunan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara dan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara dan digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak berasal dari iuran masyarakat dan dapat dipaksakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. Bagi Indonesia penerimaan pajak sangat besar peranannya

Lebih terperinci

Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut

Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan kegiatan penting bagi suatu negara, selain demi meningkatkan kesejahteraan warganya, pembangunan menentukan negara tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber : Perhitungan Anggaran Negara & Nota RAPBN, diolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber : Perhitungan Anggaran Negara & Nota RAPBN, diolah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah sumber penerimaan negara untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan di Indonesia. Peran pajak terhadap penerimaan negara dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

Kebijakan Pengungkap Fakta

Kebijakan Pengungkap Fakta KEBIJAKAN PENGUNGKAP FAKTA 1. Ikhtisar Amcor berkomitmen terhadap standar tertinggi praktik etis dan hubungan yang jujur, serta perlindungan bagi individu yang melaporkan kejadian atau dugaan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh

BAB I PENDAHULUAN. adanya administrasi perpajakan, untuk administrasi pajak pusat, diemban oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengeluaran rutin pemerintah dibiayai oleh sumber utama penerimaan pemerintah yaitu pajak. Proses pengenaan dan pemungutan pajak ini memerlukan adanya administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi sebagian besar negara, tak terkecuali Indonesia sebagai negara berkembang, pajak merupakan unsur paling penting dalam menopang anggaran penerimaan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antar negara, melainkan antar

BAB I PENDAHULUAN. dipahami bahwa kompetisi global bukan kompetisi antar negara, melainkan antar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada tahun 1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang samasama terkena krisis mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamankan penerimaan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Sekitar 75

BAB I PENDAHULUAN. mengamankan penerimaan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Sekitar 75 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara yang berlaku di berbagai negara. Tiap negara membuat aturan dan ketentuan dalam mengenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri dan luar negeri. Sektor pajak merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri dan luar negeri. Sektor pajak merupakan salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber penerimaan negara yang paling dominan berasal dari penerimaan pajak. Sumber penerimaan negara terbagi menjadi dua, yaitu yang berasal dari dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang masih giat melakukan pembangunan, baik pembangunan ditingkat pusat maupun daerah. Pembangunan yang merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan negara. Besarnya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan negara. Besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan pendapatan negara yang cukup potensial yang digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan negara. Besarnya peranan penerimaan pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. satunya berasal dari penerimaan pajak. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang membutuhkan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya untuk melaksanakan berbagai macam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sendiri. Semua potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus digali dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sendiri. Semua potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia harus digali dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara merata akan menghadapi banyak tantangan. Cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam

Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini peranan pajak sebagai tulang punggung penerimaan dalam negeri menjadi semakin diperhitungkan. Dengan adanya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan perubahan keempat Undang Undang Nomor 6 Tahun. Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan perubahan keempat Undang Undang Nomor 6 Tahun. Undang Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang merupakan perubahan keempat Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu unsur penerimaan negara, yang memiliki peran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu unsur penerimaan negara, yang memiliki peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu unsur penerimaan negara, yang memiliki peran sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah.

Lebih terperinci

B. Latar Belakang Penyusunan Pedoman Perilaku Perusahaan (Code of Conduct)

B. Latar Belakang Penyusunan Pedoman Perilaku Perusahaan (Code of Conduct) Bab I Pendahuluan A. Pengertian Umum Pedoman Perilaku Perusahaan atau Code of Conduct adalah norma tertulis yang menjadi panduan standar perilaku dan komitmen seluruh karyawan PT. Perkebunan Nusantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Optimalisasi penerimaan pajak dikarenakan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang ditandai kompetisi super ketat antarindividu, antarorganisasi dan bahkan antarbangsa, yang kemudian direspon dengan reformasi dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai perwujudan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak sebagai sumber penerimaan Negara digunakan untuk mebiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak sebagai bagian dari Departemen Keuangan Republik Indonesia mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak sebagai bagian dari Departemen Keuangan Republik Indonesia mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini pajak merupakan tumpuan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan Negara terbesar saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting dalam menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara selain sumber penerimaan lainnya yaitu penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat, yaitu tentang data

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat, yaitu tentang data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang salah satu pendapatannya adalah Pajak. Tidak dipungkiri bahwa pajak merupakan salah satu komponen penting untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat 25 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Definisi Pajak Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3) pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan. rangka pelaksanaan pembangunan yang bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan. rangka pelaksanaan pembangunan yang bertanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bangsa Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang

Lebih terperinci

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Kode etik bisnis ini berlaku pada semua bisnis dan karyawan Smiths Group di seluruh dunia. Kepatuhan kepada Kode ini membantu menjaga dan meningkatkan

Lebih terperinci

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9

Kebijakan Corporate Governance. PT. Persero Batam. Tim GCG PT. Persero Batam Hal : 1 of 9 Tim GCG Hal : 1 of 9 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 3 1.1 Definisi Good Corporate Governance 3 1.2 Prinsip Good Corporate Governance 3 1.3 Pengertian dan Definisi 4 1.4 Sasaran dan Tujuan Penerapan GCG 5

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 07PRT/M/2017 TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se No.547, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 07/PRT/M/2017 TENTANG KODE ETIK DAN KODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjalankan suatu profesi juga dikenal adanya etika profesi.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjalankan suatu profesi juga dikenal adanya etika profesi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki oleh suatu profesi adalah suatu keharusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang merupakan Kantor Pelayanan Pajak pemekaran dari Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees (yang sekarang bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap Penerimaan Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 16 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali di Indonesia. Dari hari- kehari pengaruh globalisasi semakin kuat

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali di Indonesia. Dari hari- kehari pengaruh globalisasi semakin kuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perkembangan dalam segala bidang kehidupan semakin pesat. Hal tersebut tidak terlepas dari dampak globalisasi. Semuanya terkena dampak tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan membawa dampak terhadap pajak sehingga pajak memiliki sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. akan membawa dampak terhadap pajak sehingga pajak memiliki sifat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakat yang berkembang akan membawa dampak terhadap pajak sehingga pajak memiliki sifat yang dinamis. Tuntutan akan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pencapaian tujuan nasional yaitu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin berdasarkan Pancasila, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan kemakmuran yang berasaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena penerimaan pajak digunakan oleh pemerintah sebagai sumber utama

BAB I PENDAHULUAN. karena penerimaan pajak digunakan oleh pemerintah sebagai sumber utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu penerimaan Indonesia yang sangat penting karena penerimaan pajak digunakan oleh pemerintah sebagai sumber utama pembiayaan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana dengan penerimaan pajak ini negara dapat membiayai semua kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dimana dengan penerimaan pajak ini negara dapat membiayai semua kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan suatu kewajiban warga negara yang berupa iuran wajib terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara langsung oleh Wajib Pajak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus

BAB I PENDAHULUAN. Namun, sebagai upaya mewujudkan kemandirian negara, pemerintah terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terbesar nomor empat di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa (www.bps.go.id). Pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kecurangan akuntansi telah berkembang di berbagai Negara, termasuk di Indonesia. Kecurangan akuntansi yang berkembang secara luas menimbulkan kerugian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan sosial ekonomi, teknologi, dan informasi telah mengubah berbagai aspek perilaku bisnis dan perekonomian dunia. Salah satu ciri utama globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber penerimaan Negara Indonesia yang paling potensial adalah penerimaan pajak. Penerimaan pajak akan digunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths Kode Smiths Pengantar dari Philip Bowman, Kepala Eksekutif Sebagai sebuah perusahaan global, Smiths Group berinteraksi dengan pelanggan, pemegang saham, dan pemasok di seluruh dunia. Para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kompetisi antar perusahaan semakin hari semakin kompetitif. Keberhasilan sebuah perusahaan salah satunya diukur oleh usia perusahaan tersebut. Usia ini antara lain menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. ObjekPenelitian Objek Penelitian dalam penulisan ini adalah sebuah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Tebet yang melayani wajib pajak dalam pelaporan dan pelunasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara sekitar 70-80%. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang akan digunakan dalam pembiayaan pembangunan di pemerintahan. Pajak berkontribusi di dalam Anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum (Soemitro dalam Mardiasmo, 2011:1). Untuk itu pemerintah melalui

BAB I PENDAHULUAN. umum (Soemitro dalam Mardiasmo, 2011:1). Untuk itu pemerintah melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pemerintahan karena jumlahnya relatif stabil. Dari sektor pajak diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) pemerintahan karena jumlahnya relatif stabil. Dari sektor pajak diharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan pembangunan dan kelangsungan

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Penelitian ini mengangkat isu peningkatan remunerast, pelatihan,

BABl PENDAHULUAN. Penelitian ini mengangkat isu peningkatan remunerast, pelatihan, 1 BABl PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian ini mengangkat isu peningkatan remunerast, pelatihan, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual untuk memperbaiki kinerja auditor pada Direktorat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak menjadi salah-satu sumber penerimaan kas negara. Menurut Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak menjadi salah-satu sumber penerimaan kas negara. Menurut Undangundang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam hal meningkatkan kesejahteraan serta pembangunan perekonomian rakyat secara menyeluruh karena pajak menjadi salah-satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran. sampai saat ini belum di kelola secara maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran. sampai saat ini belum di kelola secara maksimal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No.16 th 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negera hukum yang menetapkan pajak. Pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negera hukum yang menetapkan pajak. Pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negera hukum yang menetapkan pajak. Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam penerimaan negara. Pajak merupakan penerimaan terbesar didunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama semakin strategis dan bergerak mengikuti kebutuhan zaman. APIP diharapkan menjadi agen perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di segala bidang. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di segala bidang. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melakukan pembangunan di segala bidang. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (DJP) telah menetapkan pajak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian suatu negara tidak terlepas dari tingkat pendapatannya yang baik. Pendapatan negara bersumber dari danaeksternal maupun internal. Dana eksternal diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional secara merata di berbagai penjuru daerah di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional secara merata di berbagai penjuru daerah di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional secara merata di berbagai penjuru daerah di Indonesia, merupakan salah satu tugas pemerintah untuk terus secara berkesinambungan melakukan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting dan harus dimiliki oleh suatu entitas sebagai dasar keamanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting dan harus dimiliki oleh suatu entitas sebagai dasar keamanan dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengendalian internal merupakan komponen yang sangat penting dan harus dimiliki oleh suatu entitas sebagai dasar keamanan dan pengelolaan operasi pada sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan sumber penerimaan yang penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri. Besar kecilnya pajak akan menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik

BAB I PENDAHULUAN. oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengeluaran negara untuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan dibiayai oleh penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang dianggap paling potensial, oleh karena itu pajak digunakan sebagai sumber pembiayaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Variabel sanksi pajak memperlihatkan pengaruh yang positif dan

BAB V PENUTUP. 1. Variabel sanksi pajak memperlihatkan pengaruh yang positif dan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan dan tujuan penelitian yang diungkapkan pada awal laporan, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Variabel sanksi pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya kompetisi dalam dunia kerja, setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya kompetisi dalam dunia kerja, setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kompetisi dalam dunia kerja, setiap profesi diharuskan untuk dapat bekerja secara profesional dan memiliki keahlian dan kemampuan agar

Lebih terperinci