APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN UNTUK PEMEKATAN ALGINAT DARI BAKTERI Pseudomonas aeruginosa. Oleh : AGNUR RAHMATIA C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN UNTUK PEMEKATAN ALGINAT DARI BAKTERI Pseudomonas aeruginosa. Oleh : AGNUR RAHMATIA C"

Transkripsi

1 APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN UNTUK PEMEKATAN ALGINAT DARI BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Oleh : AGNUR RAHMATIA C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN AGNUR RAHMATIA. C Aplikasi Teknologi Membran untuk Pemekatan Alginat dari Bakteri Pseudomonas aeruginosa. Dibimbing oleh UJU dan DESNIAR. Alternatif penggunaan bakteri pada produksi alginat telah banyak dilakukan, namun pada proses pemanenannya masih menggunakan metode sentrifuge, kemudian dilakukan penambahan etanol 96% dengan perbandingan 2-3 kali. Penggunaan etanol dalam perbandingan yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi yang tinggi. Untuk itu pemanfaatan teknologi membran pada proses pemekatan alginat diharapkan mampu mengurangi penggunaan etanol 96%. Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk menerapkan teknologi filtrasi membran dalam proses pemekatan alginat yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan dapat mengurangi penggunaan etanol 96%, serta mengetahui kinerja membran yang digunakan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama produksi alginat dari bakteri P. aeruginosa dengan menentukan kurva pertumbuhan dan pengukuran konsentrasi alginat skala besar. Tahap kedua pemekatan alginat menggunakan teknologi membran dengan menentukan permeabilitas membran, penentuan waktu tunak, pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai fluks dan rejeksi serta proses pengkonsentrasian alginat. Massa kering sel bakteri yang didapatkan 1,5 g/l, konsentrasi alginat 4,04 g/l dan viskositas 1,376 cp. Selama proses filtrasi dengan membran reverse osmosis (RO) diketahui tekanan transmembran dan suhu umpan mempengaruhi besarnya fluks permeat yang dihasilkan. Fluks pada penelitian ini meningkat sebesar 0,3 l.m -2.h -1 untuk setiap kenaikan tekanan transmembran sebesar 1 kpa, dan 0,12 l.m -2.h -1 untuk setiap kenaikan suhu sebesar 1 o C. Tekanan transmembran dan suhu umpan tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai rejeksi alginat. Alginat yang dapat direjeksi membran RO pada penelitian ini berkisar antara 92,767 97,548%. Alginat yang dihasilkan berwarna merah kekuningan, memiliki niali viskositas akhir sebesar 1,08 cp, dengan tingkat kecerahan 54,07 Hasil penelitian menunjukkan bahwa alginat yang telah dipekatkan dengan teknologi membran mampu mengurangi penggunaan etanol 96% sebanyak 40%. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemekatan yang dilakukan menggunakan teknologi membran ternyata mampu mengurangi penggunaan pelarut etanol 96%.

3 APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN UNTUK PEMEKATAN ALGINAT DARI BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : AGNUR RAHMATIA C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul : APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN UNTUK PEMEKATAN ALGINAT DARI BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Nama : Agnur Rahmatia NRP : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Uju, S. Pi, M. Si NIP Desniar, S. Pi, M. Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M. Phil NIP Tanggal Lulus :

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Teknologi Membran untuk Pemekatan Alginat dari Bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2009 Agnur Rahmatia C

6 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan taufik dan hidayah-nya serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penelitian dengan judul Aplikasi Teknologi Membran untuk Pemekatan Alginat dari Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan, pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak Uju S.Pi, M.Si dan keluarga, selaku dosen pembimbing atas dorongan dan saran yang diberikan mulai dari persiapan penelitian hingga selesainya skripsi ini. 2. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si dan keluarga, selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi atas dorongan dan saran yang diberikan mulai dari persiapan penelitian hingga selesainya skripsi ini. 3. Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, M. S dan Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M. Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun bagi penulis. 4. DIKTI melalui Program Kreativitas Mahasiswa atas pendanaan penelitian. 5. Bapak Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl. Biol, selaku komisi pendidikan yang telah banyak membantu penulis dalam kelancaran akademik. 6. Ayah dan Ibu tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, dan kesabaran yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 7. Kakak-kakakku serta adik tersayang (Romi Ekananda, Ade Gustiawan, Yarki Agrian, Deni Anggraini dan Agnur Radhia Aini) atas support dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 8. Team Membran Marglory Siburian, Jamaludin dan Sofia Halimi atas bantuan, saran dan kebersamaannya selama penelitian.

7 9. Oktafil Ulya, Gina Ginanjarsari, Yuli Tri Yulianty serta teman-teman kostan zulfa lainnya atas kebersamaan, canda tawa, dan support kepada penulis. 10. Rizki ant Andriyanti, S. Pi, Mudzakir ncrut, S. Pi, Permana kobe Turangga, Aditya ndut Dadik Putra Mahardika, Bondan dudul Wiseso, Agy Maulana dan Puput Rachmawati, S. Pi, yang telah memberikan motivasi, semangat dan menjadi teman terbaik bagi penulis selama ini. 11. Bapak Agus Soemantri, mbak Selin FKH IPB, Ibu Ema, Rita, Mas Ipul, Mas Zaki, Bang Mail, Pak Ade, Pak Tatang, Bu Etang, dan Umi atas bantuannya selama ini. 12. Rodi, Seno, Niken, Ari, Zen, Mica, Dan, Uli, Indri, Fathu, Yayan, serta temanteman THP 42 yang belum disebutkan, terima kasih atas suka dan duka yang dilalui bersama penulis 13. Teman-teman THP 43 dan 44 serta kakak kelas THP 41 dan 40 atas kebersamaan dan bantuannya. 14. Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Desember 2009 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukit Tinggi, 16 Maret 1987 sebagai anak kelima dari pasangan Bapak Gustiar dan Ibu Arnen Suati. Penulis mengawali pendidikan di SDN 14 Bukit Cangang, Bukit Tinggii pada tahun 1993 dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 1 Bukit Tinggi dan menyelesaikannya di SLTP Angkasa Jakarta Timur pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 60 Jakarta ( ). Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB dan pada tahun kedua kuliah, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanann dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus dan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan (BEM-FPIK) periode , Himpunann Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) Periode Selain itu penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Avertebrata Air tahun ajaran , dan Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul Aplikasii Teknologi Membran untuk Pemekatan Alginat dari Bakteri Pseudomonas aeruginosa, dibimbing oleh Uju, S.Pi, M.Si dan Desniar, S.Pi, M.Si.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Alginat Bakteri Pseudomonas aeruginosa sebagai Penghasil Alginat Penggunaan Alginat dalam Industri Teknologi Membran Sistem membran Proses pemisahan membran Membran reverse osmosis Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja membran METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Produksi alginat dari Pseudomonas aeruginosa Proses pemisahan alginat dengan teknologi membran Analisis Data Prosedur Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Alginat dari Pseudomonas aeruginosa Biomassa kering P. aeruginosa Konsentrasi alginat Viskositas Karakteristik Membran x xi

10 Permeabilitas membran Pengaruh tekanan terhadap nilai fluks Penentuan waktu tunak (steady state) Pengaruh Variabel Operasi Pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai fluks Pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai rejeksi Proses Pengkonsentrasian Alginat Respon fluks Respon rejeksi Viskositas dan warna alginat akhir KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 43

11 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Pengelompokkan proses membran berdasarkan kisaran ukuran partikel yang direjeksi Penentuan tarif nilai variabel yang digunakan Hasil pengukuran warna alginat... 37

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Bakteri Pseudomonas aeruginosa Prinsip kerja sistem membran secara umum Membran modul spiral wound Skema prinsip kerja modul hollow fiber Sistem desain operasi (a) dead-end (b) cross-flow Prinsip kerja membran reverse osmosis (RO) Lokasi terjadinya fouling pada membran Penentuan kurva pertumbuhan dan pengukuran konsentrasi alginat Proses produksi alginat skala besar Diagram alir proses pemisahan alginat dengan teknologi membran Grafik hubungan waktu inkubasi dengan biomassa kering bakteri Grafik hubungan waktu inkubasi dengan konsentrasi alginat yang dihasilkan Grafik hubungan waktu inkubasi dengan viskositas Pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks Pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks permeat Pola perubahan nilai fluks permeat yang disebabkan oleh perubahan tekanan transmembran Pengaruh tekanan transmembran dan suhu umpan terhadap nilai fluks Pengaruh tekanan transmembran dan suhu umpan terhadap niali rejeksi Pengaruh lamanya waktu filtrasi terhadap fluks Pengaruh lamanya waktu filtrasi terhadap rejeksi Konsentrasi alginat sebelum dan sesudah pengkonsentrasian... 36

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Membran Reverse osmosis (CSM Model No: RE GPD) Data pengaruh waktu inkubasi dengan biomassa kering Pseudomonas aeruginosa Data pengaruh waktu inkubasi dengan konsentrasi alginat yang dihasilkan Data pengaruh waktu inkubasi dengan viskositas Data dan hasil analisis statistik pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks Data dan hasil analisis statistik pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai fluks Data dan hasil analisis statistik pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai rejeksi Gambar perangkat membran yang digunakan Kandungan media yang digunakan... 48

14 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alginat merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari ekstraksi rumput laut kelas Phaeophyceae dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Anggadireja et al. (2006) melaporkan kebutuhan alginat di pasar dunia pada tahun 2001 mencapai ton dengan penggunaan bahan baku sekitar ton. Yulianto (2006) melaporkan bahwa kebutuhan alginat bagi industri di Indonesia rata-rata per tahun sebesar ton yang hampir seluruhnya diimpor. Permintaan alginat dimasa yang akan datang akan semakin meningkat, terutama dengan semakin berkembangnya industri makanan di negara-negara berkembang yang menggunakan alginat hampir 50% dari total produksi alginat. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diusahakan suatu alternatif untuk memproduksi alginat secara komersial yang dapat menjamin kontinuitas produksi. Secara komersial sebagian besar alginat diproduksi dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, L. hyperborea, L. japonica dan Ascophillum nodosum. Jenis rumput laut tersebut tumbuh dengan baik di daerah substropis, dan telah diolah secara komersial. Indonesia sendiri telah mulai membudidayakan Sargassum dan Turbinaria sebagai rumput laut penghasil alginat yang mampu tumbuh baik di daerah tropis. Namun kandungan alginat kedua jenis rumput laut tersebut masih rendah sehingga secara ekonomis kurang menguntungkan (Departemen Kelautan dan Perikanan 2005). Jones dan Linker (1973) melaporkan bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa dan beberapa galur Azotobacter vinelandii dapat menghasilkan alginat yang sama baiknya dengan alginat yang berasal dari rumput laut (Sabra 1998). Produksi alginat dari bakteri memberikan beberapa keuntungan, antara lain adanya kesinambungan produksi, produksi tidak tergantung pada kondisi alam, dapat dikontrol dan dapat diproduksi dalam jumlah yang besar tanpa membutuhkan lahan atau tempat yang luas. Menurut Chen et al. (1985) diacu dalam Sabra (1998), alginat yang dihasilkan dari bakteri lebih pseudoplastik dibandingkan alginat yang dihasilkan dari rumput laut.

15 Selama ini, proses pemanenan alginat dari bakteri umumnya menggunakan metode sentrifuge, kemudian dilakukan penambahan etanol 96% dengan perbandingan 2-3 kali, kemudian di sentrifuge kembali dan dikeringkan. Penggunaan etanol dalam perbandingan yang besar akan menyebabkan biaya produksi yang tinggi. Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut, maka perlu dicari sumber lain penghasil alginat yang potensial dalam hal kelimpahan, berkualitas baik dan kesinambungan bahan baku terjamin. Selain itu perlu dicari teknologi produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan, salah satunya yaitu teknologi proses membran. Teknologi ini telah banyak diaplikasikan untuk pemurnian beberapa polimer seperti protein, polisakarida, oligosakkarida, nukleotida dan gula (DeFrees 2003; Yeh dan Dong 2003 diacu dalam Uju 2005). Pemurnian karagenan dengan teknologi membran mikrofiltrasi 0,1 µm menunjukkan bahwa pada beberapa parameter seperti kadar sulfat, kadar selulosa dan viskositas karaginan pada proses membran lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional. Selain itu kekuatan gel dan derajat putih yang dihasilkan dengan proses membran memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Hal ini membuktikan, proses pemurnian dengan teknologi membran jauh lebih baik dibandingkan proses konvensional (Uju 2005) Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1) Mengetahui jumlah alginat maksimum yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa. 2) Mengetahui kinerja membran pada proses pemekatan alginat dari bakteri.

16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alginat Alginat merupakan biopolymer yang telah banyak diaplikasikan pada bidang industri makanan, minuman, tekstil, kertas, cat dan farmasi. Alginat pertama kali ditemukan oleh Stanford pada awal tahun Asam alginat merupakan copolymer yang tersusun dari dua monomer yaitu asam D-mannuronic (M) dan L-guluronic (G) yang dihubungkan dengan C 1 dan C 4. Alginat juga disekresikan oleh bakteri Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa dan Azotobacter vinelandii. Polisakarida (alginat) yang berasal dari bakteri ini mempunyai sifat-sifat fisika mirip dengan polisakarida yang berasal dari rumput laut, hanya berbeda dalam struktur kimia. Polisakarida (alginat) yang berasal dari bakteri terdiri dari kopolimer asam D-mannuronat dan asam L-guluronat yang mempunyai grup O-asetil yang dihubungkan oleh asam D-mannuronat (Sabra 1998). Alginat dari bakteri P. aeruginosa merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari guluronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental di sekeliling bakteri. Alginat ini memungkinkan bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan misalnya jaringan paru. Alginat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi dan komplemen. Koloni yang dibentuk halus dan berwarna kehijauhijauan (Natalia 2008). Penelitian struktur alginat dari beberapa spesies bakteri, menunjukkan bahwa polisakarida mempunyai beberapa tipe polimer yang berbeda, semuanya dengan komposisi kimia yang sama. Semuanya disusun dari dua asam uronat yang sama seperti alginat dari rumput laut, tetapi ada sedikit perbedaan dengan rumput laut yaitu bahwa beberapa darinya memiliki grup asetil yang tinggi dan beberapa grup asetil yang hanya mengandung residu D-mannuronat saja dalam polimer (Sabra 1998). Sintesa polimer seperti alginat oleh bakteri pertama kali dilaporkan oleh Linker dan Jones (1964) diacu dalam Sabra et al. (2001) menyatakan bahwa sifat

17 polisakarida dari galur Pseudomonas aeruginosa sama dengan asam alginat dari rumput laut. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya grup asetil dan ternyata polimer yang dihasilkan mirip dengan alginat yang berasal dari rumput laut dari segi komposisi, struktur dan sifat-sifat fisikanya. Alginat yang dihasilkan dari bakteri juga memiliki kelebihan dari pada alginat yang dihasilkan rumput laut. Alginat yang dihasilkan dari bakteri bersifat lebih pseudoplastik dibandingkan alginat yang dihasilkan dari rumput laut. Jika digunakan pada industri makanan, alginat yang berasal dari bakteri memberikan tekstur dan rasa yang memuaskan di dalam mulut dibandingkan alginat yang dihasilkan dari rumput laut. Menurut Clementi et al. (1995), alginat yang dihasilkan dari bakteri Azotobacter vinelandii DSM 576 dapat mencapai 4,98 g/l dengan metode fermentasi bacth bioreactor. Hal ini juga didukung oleh Parente et al. (1998) yang menghasilkan alginat sebanyak 3,9 g/l dengan residu gula 20 g/l (glukosa). Bakteri Pseudomonas mampu menghasilkan alginat sebanyak 5 g/l dengan metode flasks (Fett and Wijey 1995 diacu dalam Sabra 1998) dan 20 g/l dengan metode bacth bioreactor (Sengha et al diacu dalam Sabra 1998) Bakteri Pseudomonas aeruginosa sebagai Penghasil Alginat Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 μm (Gambar 1). Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif yang bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain dan tidak berspora. Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C. Pseudomonas aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana dan tumbuh sangat baik jika diinkubasi pada suhu o C. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen) (Natalia 2008).

18 Gambar 1. Bakteri Pseudomonas aeruginosa Sumber: Klasifikasi Pseudomonas aeruginosa menurut Bergey s Manual (1974) diacu dalam Hadioetomo (1990) adalah sebagai berikut: Dunia : Prokaryote Divisi : Bakteria Family : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas Spesies : Pseudomonas aeruginosa Galur mucoid dari P. aeruginosa ditemukan bersifat patogen, khususnya pada saluran pernafasan yang terinfeksi. Selain itu galur mucoid ini dapat juga diisolasi dari kultur non mucoid berdasarkan ketahanannya terhadap racun, bakteriosin dan phage (Desniar 2003). Bila bakteri ini tumbuh pada media tanpa sukrosa akan terdapat lapisan lendir polisakarida ekstraselular (alginat). Struktur dinding sel sama dengan famili Enterobacteriaceae. Strain yang diisolasi dari bahan klinik sering mempunyai pili untuk perlekatan pada permukaan sel dan memegang peranan penting dalam resistensi terhadap fagositosis. Pseudomonas aeruginosa merupakan organisme yang sangat mudah beradaptasi dan dapat memakai 80 gugus organik yang berbeda untuk pertumbuhannya dan amonia sebagai sumber nitrogen. Pseudomonas aeruginosa adalah satu-satunya spesies yang menghasilkan: Piosianin, suatu pigmen yang larut dalam kloroform dan fluoresen, suatu pigmen yang larut dalam air. Beberapa strain menghasilkan pigmen merah (Natalia 2008).

19 2.3. Penggunaan Alginat dalam Industri Alginat dalam industri pangan berfungsi sebagai bahan untuk memperkuat tekstur atau stabilitas produk olahan seperti es krim, sari buah, pastel isi dan kuekue. Sifat pengikatan air yang baik dari alginat dapat menghasilkan tekstur yang lembut dan lunak pada kue isian, mempertahankan tekstur pada produk pangan yang dibekukan, mencegah pengerasan dan kerapuhan makanan kering. Penggunaan pada industri kertas dapat mengendalikan pembentukan lapisan, memperbaiki sifat-sifat permukaan, daya serap tinta dan kelembutan. Penggunaan pada tekstil dapat menghasilkan gambar yang halus dan baik. Selain itu alginat juga digunakan dalam bidang farmasi, pembuatan pasta dan obat-obatan (King 1983 diacu dalam Nurjanah 1993). Produk makanan yang banyak menggunakan alginat adalah jenis makanan pelangsing tubuh atau dietetic foods berkalori rendah. Alginat memiliki nilai kalori yang rendah, yaitu sekitar 1,4 kkal/gram. Penggunaan alginat dalam makanan biasanya kurang dari 1%, sehingga sumbangan kalorinya sangat kecil. Penambahan alginat dapat membantu cita rasa produk dengan kalori rendah. Beberapa contoh makanan yang berkalori rendah yang mengandung alginat adalah bumbu selada (salad dressing) kalori rendah, imitasi french dressing, dietetic jellies, selai (jam), sirup, pudding, saus, icing dan berbagai permen (Winarno 1990). Dalam industri kosmetika, alginat juga mempunyai peranan penting dalam pembuatan krim, lotion dan shampoo. Alginat merupakan bahan pengental yang efektif dalam pembuatan shampoo bila digunakan dalam konsentrasi 0,5 1% (McNeely dan Pettitt 1973 diacu dalam Hendri 1995). Alginat termasuk ke dalam kelompok GRAS (Generally Recognized as Safe). Dari hasil analisis dan percobaan pada binatang, natrium alginat dan propilen glikol alginat terbukti aman untuk dikonsumsi dan tidak bersifat alergi atau bersifat racun (Winarno 1990) Teknologi Membran Membran adalah selaput semi permeabel yang melewatkan komponen tertentu yang berukuran lebih kecil dan menahan komponen lain yang berukuran lebih besar melalui pori-pori (Osada dan Nagawa 1992; Mulder 1996; Wenten

20 1999). Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeat. Filtrasi dengan menggunakan membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut. Sistem kerja membran secara umum diilustrasikan pada Gambar 2. Umpan Filtrasi Membran Konsentrat Permeat Gambar 2. Prinsip kerja sistem membran secara umum Menurut Mulder (1996) pengelompokan membran dapat diklasifikasikan berdasarkan material asal, morfologi, bentuk, fungsi dan ada tidaknya pori. Berdasarkan material asal, membran dibagi menjadi dua, yaitu membran alami dan membran sintetik. Fungsi dari membran alami adalah untuk melindungi isi sel dari pengaruh luar dan membantu proses metabolisme dengan sifat permeabelnya, sedangkan membran sintetis merupakan membran yang dibuat sesuai dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan morfologinya membran terbagi menjadi dua, yaitu membran simetrik dan membran asimetrik. Membran simetrik merupakan membran dengan pori yang lebih seragam, sedangkan membran asimetrik adalah membran dengan pori yang tidak seragam. Klasifikasi membran berdasarkan bentuknya terdiri atas dua, yaitu membran bentuk datar dan membran bentuk tubular. Membran bentuk datar merupakan membran yang memiliki bentuk melebar dengan penampang lintang yang besar. Ada dua macam konfigurasi datar yang biasa digunakan, yaitu membran yang menyerupai alat filtrasi yang sering disebut jenis plate and frame dan spiral wound (Gambar 3). Membran bentuk tubular terdiri atas membran serat berongga dengan diameter lebih kecil dari 0,5 mm, membran kapiler (diameter

21 0,5 5 mm) dan membran dengan diameter lebih tebal dari 5 mm (hollow fiber). Prinsip kerja membran hollow fiber dapat dilihat pada Gambar 4 (Wenten 1999). Gambar 3. Membran modul spiral wound Sumber: Gambar 4. Skema prinsip kerja modul hollow fiber Sumber: Berdasarkan fungsi, membran terbagi atas membran mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi, reverse osomosis, dialisis dan membran elektrodialisis. Membran mikrofiltrasi berfungsi untuk menyaring makromolekul diatas g/mol. Tekanan yang digunakan biasanya sangat rendah, yaitu 0,5 2 atm. Membran ultrafiltrasi digunakan untuk menyaring makromolekul diatas 500 g/mol, dengan tekanan 1 3 atm. Membran reverse osmosis merupakan membran yang digunakan untuk menyaring garam-garam organik dengan berat molekul diatas 50 g/mol. Membran reverse osmosis menggunakan tekanan yang sangat tinggi sebagai gaya pendorongnya, yaitu berkisar antara 8 atm hingga

22 120 atm. Membran dialisis dan elektrodialisis digunakan untuk menyaring larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan berat molekul kecil. Membran dialisis menggunakan gradien konsentrasi sebagai gaya pendorongnya, sedangkan membran elektrodialisis menggunakan gaya gerak listrik sebagai gaya pendorongnya. Menurut Renner dan El-Salam (1991) membran dikelompokkan kedalam tiga kelas berdasarkan kisaran ukuran partikel yang direjeksi, yaitu mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan revers osmosis. Beberapa parameter yang menjadi indikator pengelompokkan membran disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengelompokkan proses membran berdasarkan kisaran ukuran partikel yang direjeksi Parameter Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Reverse Osmosis Ukuran partikel >10 6 Da Da < 10 3 Da tertahan 0,01-10 µm 0,001-0,02 µm < 0,001 µm Tekanan (bar) < > 20 Mekanisme penahanan Penyaringan molekul Penyaringan molekul Fluks (1 m -2 h -1 ) > Sumber : Renner dan El-Salam 1991 Difusi / Penyaringan molekul Mikrofiltrasi digunakan pada berbagai macam aplikasi di industri, terutama untuk pemisahan partikel berukuran > 0,1 µm dari larutannya. Membran ini dapat menahan koloid, mikroorganisme dan suspended solid. Salah satu aplikasi utamanya dibidang industri adalah sterilisasi dan klarifikasi pada industri makanan dan obat-obatan, klarifikasi juice, recovery logam dalam bentuk koloid, pengolahan limbah cair, fermentasi kontinyu, ataupun pemisahan minyak dan air (Wenten 1999). Membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi merupakan membran pouros dimana rejeksi zat terlarut sangat dipengaruhi oleh ukuran berat zat terlarut relatif terhadap ukuran pori membran. Partikel yang lebih besar dari pori membran akan terejeksi (Wenten 1999; Anonim 2009). Membran ultrafiltrasi umumnya digunakan untuk memisahkan makromolekul dan koloid dari larutannya.

23 Reverse osmosis merupakan proses yang memerlukan tekanan sebagai daya dorong utama, menahan semua ion, melepaskan/meloloskan air. Proses ini praktis untuk menghilangkan zat organik, bakteri, dan juga koloid. Teknik ini tidak memerlukan energi panas, tidak banyak menggunakan bahan kimia, sangat baik untuk memisahkan partikel koloid serta tidak dijumpai masalah kerak dan buih, hanya terjadi peningkatan konsentrasi partikel padat pada dinding membran. Namun, hal ini relatif mudah diatasi, misalnya dengan menaikkan tekanan operasi, begitu pula dengan limbah yang mudah menguap (Winduwati et al. 2000) Sistem membran Proses pemisahan dengan menggunakan membran merupakan suatu proses yang efisien dalam penggunaan energi, karena tidak terjadi perubahan fase dalam proses pemisahannya. Biaya operasi yang digunakan dalam proses membran relatif rendah karena tidak menggunakan bahan kimia tambahan sehingga proses ini merupakan proses yang ramah lingkungan. Selain itu, metode pemisahan dengan menggunakan membran dapat dilakukan dalam ruang instalasi yang relatif kecil dan proses dapat berlangsung secara kontinyu. Wenten (1999) menyatakan bahwa terdapat empat jenis desain membran, yaitu dead-end, cross- flow, hibrid dead-end cross flow dan cascade. Perbedaan aliran pada sistem dead-end dan cross-flow diilustrasikan pada Gambar 5. Pada sistem dead-end arah aliran tegak lurus terhadap membran. Sistem ini mempunyai kelemahan, yaitu cenderung mengakibatkan fouling yang sangat tinggi karena terbentuknya cake di permukaan membran pada sisi umpan. Ketebalan cake akan terus meningkat hingga nilai fluks mencapai nol. Sistem cross-flow merupakan suatu teknik dengan pengaliran umpan yang sejajar dengan permukaan membran. Karena aliran seperti itu, pembentukan cake terjadi sangat lambat karena tersapu oleh aliran cross-flow umpan. Pada aplikasi dalam industri, operasi secara cross-flow lebih disukai.

24 (a) (b) Gambar 5. Sistem desain operasi (a) dead-end (b) cross-flow Sumber: Pada pengaliran umpan dengan sistem dead end semua air dalam aliran umpan dipaksa melewati membran penyaring, sedangkan pada cross-flow filtration sebagian air dalam aliran umpan digunakan untuk mengangkut komponen-komponen yang menyumbat pori-pori permukaan membran. Dengan teknik tersebut, akumulasi penumpukan komponen-komponen yang ditolak membran pada permukaan membran dapat dikurangi. Meskipun pencucian membran secara periodik adalah suatu keharusan, teknik cross-flow filtration dapat memperpanjang usia membran dan cukup ekonomis (Anonim 2004). Kecepatan cross-flow merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai fluks. Semakin tinggi kecepatan cross-flow maka semakin besar nilai fluks yang diberikan, karena semakin banyak partikel di permukaan membran yang dapat digerakkan oleh aliran umpan Proses pemisahan membran Prinsip operasi pemisahan dengan menggunakan membran adalah memisahkan bagian tertentu dari umpan (feed) menjadi retentat dan permeat. Umpan adalah larutan yang berisi satu atau lebih campuran molekul atau partikel yang akan dipisahkan. Permeat adalah bagian yang dapat melewati pori membran

25 sedangkan retentat adalah bagian yang tidak dapat melewati pori membran (Pranowo 2006). Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah fluks dan rejeksi (Osada dan Nagawa 1992). Fluks adalah jumlah volume permeat yang diperoleh pada operasi membran per satuan waktu per luas permukaan membran. Fluks dapat dinyatakan sebagai berikut: Keterangan, Jv = fluks volume (l/m 2.jam) A = luas permukaan membran (m 2 ) t = waktu (jam) V = volume permeat (l) Menurut Wenten (1999) fluks dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi umpan, tekanan transmembran, kecepatan cross-flow, temperatur umpan dan waktu. Nilai fluks akan meningkat jika tekanan yang diberikan bertambah, kemampuan melewati membran meningkat dan konsentrasi padatan pada larutan rendah. Nilai fluks yang melewati membran tergantung pada daya kelarutan kemampuan molekul yang dialirkan untuk melewati membran serta perbedaan antara tekanan osmosis cairan dengan nilai tekanan yang diberikan pada operasi. Selektifitas membran (rejeksi) merupakan parameter yang penting. Selektifitas membran merupakan ukuran kemampuan membran untuk memisahkan komponen tertentu dari aliran umpan (Wenten 1999). Selektivitas membran dinyatakan sebagai berikut: % 100% Keterangan, R = presentasi rejeksi C umpan = konsentrasi partikel dalam umpan C permeat = konsentrasi partikel dalam permeat Nilai rejeksi (R) tidak tergantung terhadap satuan konsentrasi yang digunakan. Nilai rejeksi bervariasi antara 0 sampai 100 persen. Nilai rejeksi 100 persen berarti pemisahan partikel sempurna, dalam hal ini membran bersifat

26 semipermeabel ideal dan 0 persen berarti seluruh partikel larutan dapat melewati membran secara bebas (bersama-sama) Membran reverse osmosis Proses yang terjadi pada reverse osmosis merupakan kebalikan dari proses osmosis biasa. Pada proses osmosis yang terjadi adalah perpindahan pelarut dari larutan yang lebih encer ke larutan yang lebih pekat sedangkan pada reverse osmosis yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu pelarut dipaksa berpindah dari larutan pekat ke larutan yang lebih encer dengan bantuan tekanan kerja (Wenten 1999). Perbandingan proses osmosis dan reverse osmosis terlihat pada Gambar 6. Gambar 6. Prinsip kerja membran reverse osmosis (RO) Sumber: Reverse osmosis memiliki ukuran pori kurang dari 0,0001 0,001 µm atau tidak berpori. Membran ini dapat menahan zat terlarut yang memiliki bobot molekul rendah seperti sukrosa dan glukosa dari larutannya (Wenten 1999). Menurut Fellows (1992), reverse osmosis adalah suatu proses dimana air dipisahkan dari komponen terlarut melalui selaput atau membran semi permeabel. Untuk proses ini diperlukan tekanan tinggi, berkisar antara 4000 sampai dengan 8000 kpa. Berdasarkan kajian ekonomi menunjukkan reverse osmosis mempunyai keuntungan sebagai berikut (Agustina et al. 2009) ; 1) Untuk umpan padatan total terlarut di bawah 400 ppm, reverse osmosis merupakan perlakuan yang murah.

27 2) Untuk umpan padatan total terlarut di atas 400 ppm, dengan penurunan padatan total terlarut 10% semula, reverse osmosis sangat menguntungkan dibanding dengan deionisasi 3) Untuk umpan berapa pun konsentrasi padatan total terlarut, disertai kandungan organik lebih daripada 15 g/liter, reverse osmosis sangat baik untuk praperlakuan deionisasi. 4) Reverse osmosis sedikit berhubungan dengan bahan kimia, sehingga lebih praktis. Menurut Brantd et al. (1993), reverse osmosis dapat digunakan untuk proses pemekatan yang bertujuan untuk membuang air dari bahan. Pengaplikasian membran reverse osmosis untuk memekatkan susu skim dilakukan oleh Guirguis et al. (1987) pada tekanan 3,0 MPa serta temperature 50 o C. Hasil yang didapatkan adalah membran reverse osmosis mampu memekatkan susu skim sebesar 2,6 kali Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja membran Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja membran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nilai fluks dan rejeksi. Faktor-faktor tersebut antara lain tekanan transmembran, temperatur, kecepatan cross-flow, konsentrasi larutan, fouling dan polarisasi konsentrasi. Penentuan tekanan transmembran optimum bertujuan untuk mengoptimalkan proses sehingga tidak terjadi penurunan fluks. Tekanan berfungsi sebagai driving force untuk melawan gradien konsentrasi. Pada kondisi ideal, yaitu membran dengan pori seragam, tidak terjadi fouling pada membran, polarisasi konsentrasi dapat diabaikan. Fluks dapat dikatakan berbanding lurus dengan tekanan pada kondisi tekanan rendah, konsentrasi umpan rendah, dan laju alir umpan yang tinggi. Jika proses menyimpang cukup besar dari kondisi-kondisi tersebut, fluks menjadi tidak bergantung pada tekanan (Wenten 1999; Hidayat 2007). Kondisi saat fluks tidak dipengaruhi tekanan transmembran disebut pressure independent region. Cheryan (1986), menyatakan bahwa optimasi tekanan transmembran mampu meminimasi terjadinya fouling.

28 Secara umum temperatur yang lebih tinggi akan menghasilkan harga fluks yang lebih tinggi pula, baik pada pressure controlled region maupun masstransfer controlled region. Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa tidak terjadi pengaruh tertentu lainnya secara simultan, seperti fouling pada membran sebagai akibat dari pengendapan garam tak larut pada temperatur yang tinggi. Dalam pressure controlled region, temperatur berpengaruh melalui harga densitas dan viskositas. Energi aktivasi baik untuk fluks maupun viskositas pada rentang o C berkisar antara kalori/mol, atau dengan kata lain fluks akan meningkat menjadi dua kali lipat setiap kenaikan suhu temperatur o C (Wenten 1999). Penggunaan membran pada temperatur tinggi dapat meningkatkan nilai fluks tetapi mempercepat umur membran. Kecepatan cross-flow mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fluks. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kecepatan cross-flow akan mengurangi akumulasi partikel pada permukaan membran. Aliran umpan sejajar terhadap permukaan membran akan menyapu padatan terakumulasi di atas permukaan membran sehingga mengurangi ketebalan pada lapisan batas dan semakin tinggi kecepatan cross-flow semakin banyak partikel yang dapat digerakkan. Peningkatan laju alir/turbulensi merupakan salah satu metode untk mengendalikan polarisasi konsentrasi yang paling sederhana dan efektif (Wenten 1999; Erliza et al. 2001). Konsentrasi juga merupakan faktor penting dalam proses membran. Konsentrasi bahan yang tinggi menyebabkan penurunan fluks. Fluks akan menurun eksponensial jika konsentrasi umpan meningkat. Dengan mengetahui kondisi optimum proses membran maka fluks maksimum akan dapat tercapai. Fouling adalah turunnya fluks selama operasi membran walaupun seluruh parameter operasi seperti tekanan, laju alir, temperatur dan konsentrasi umpan dibuat konstan. Hal ini disebabkan terakumulasinya partikel partikel submikron pada permukaan membran yang semakin lama semakin menumpuk (Wenten 1999). Hampir semua komponen dalam larutan umpan dapat menyebabkan fouling sampai tingkat tertentu. Proses terjadinya fouling dapat dilihat pada Gambar 7.

29 Gambar 7. Lokasi terjadinya fouling pada membran Sumber: Peristiwa fouling terjadi dalam tiga tahapan. Tahap pertama adalah polarisasi konsentrasi, kemudian diikuti oleh perpindahan padatan dari permukaan membran ke dalam material membran dan dilanjutkan oleh proses adsorbsi padatan pada pori membran sehingga terjadi penyempitan dan penyumbatan pori (Wenten 1999). Polarisasi konsentrasi dan fouling dapat membatasi proses pemisahan dengan membran karena menyebabkan nilai fluks menurun sehingga kinerja membran jadi rendah. Polarisasi konsentrasi merupakan peristiwa pembentukan gradien konsentrasi dari komponen-komponen umpan yang tertahan di dekat permukaan membran. Gejala polarisasi konsentrasi dimulai dengan terakumulasinya umpan pada permukaan membran sehingga konsentrasi berangsur-angsur naik. Akibat peningkatan konsentrasi ini, maka timbul aliran difusi balik menuju umpan, tetapi setelah beberapa waktu, kondisi tunak akan tercapai. Polarisasi konsentrasi berperan penting dalam mengawali terjadinya peristiwa fouling (Wenten 1999; Adrianto 2005).

30 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksananakan pada bulan Maret-Juni 2009 di Laboratorium Diagnostik, Departemen Ilmu dan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu cawan petri, erlenmeyer 1 liter, inkubator shaker, oven, sentrifuse, timbangan, viskometer gilmont (bola jatuh), gelas ukur, kertas saring Whatman 42, satu unit membran Reverse osmosis (CSM Model No: RE GPD) dengan nilai rejeksi 95% NaCl dan luas permukaan 0,38 m² (Lampiran 1), termostat, baker glass 2 liter dan chromameter Minolta CR 300. Bahan-bahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa yang diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi Medik, FKH-IPB, media pertumbuhan bakteri yaitu NA (Nutrien Agar) dan BHI (Brain Heart Infusion) Broth, etanol 96%, akuades dan NaOH Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama, yaitu produksi alginat dari bakteri P. aeruginosa dan tahap kedua pemekatan alginat dengan teknologi membran Produksi alginat dari Pseudomonas aeruginusa a. Penentuan kurva pertumbuhan dan pengukuran konsentrasi alginat (Modifikasi Hassett 1996) Inokulum yang diperoleh dari stok kultur FKH disegarkan dalam cawan padat dengan media NA selama 24 jam pada suhu 37 o C. Mikroba tersebut diinokulasikan ke dalam 250 ml media BHI broth dalam erlenmeyer 1 liter dan diinkubasi dalam shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 48 jam pada suhu

31 37 o C. Selama inkubasi dilakukan pengamatan pada jam ke-0, ke-3, ke-6, ke-9, ke-12, ke-18, ke-24, ke-30, ke-36, ke-42 dan ke-48. Parameter yang diamati selama inkubasi, yaitu biomassa kering bakteri, konsentrasi alginat dan viskositas. Parameter tersebut diamati untuk mengetahui laju pertumbuhan bakteri dan laju pembentukan produk (alginat) yang nantinya digunakan untuk penetapan waktu proses optimal pada produksi alginat skala besar. Diagram penentuan kurva pertumbuhan dan pengukuran konsentrasi alginat dapat dilihat pada Gambar 8. b. Produksi alginat skala besar. Proses ini dilakukan setelah mengetahui kondisi optimal pertumbuhan bakteri dan konsentrasi alginat yang didapatkan. Tahap ini diawali dengan pembuatan inokulum sebanyak 10% dari jumlah total media yang ada. Untuk membuat 10 liter kultur bakteri, terlebih dahulu disiapkan 1 liter inokulum yang yang dibagi menjadi dua, yaitu masing-masing 500 ml. Mikroba diambil dari stok kultur yang telah disegarkan sebanyak 4-5 ose dan dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah berisi BHI broth. Inokulum tersebut diinkubasi dalam shaker 150 rpm dengan lama inkubasi sesuai dengan kondisi optimal yang telah didapatkan pada tahap sebelumnya pada suhu 37 o C. Kemudian inokulum tersebut dimasukkan kedalam 10 liter media dan dinkubasi dengan waktu yang sama pada suhu 37 o C, kecepatan 150 rpm. Selanjutnya kultur sebanyak 10 liter disterilkan untuk meminimalisir bahaya kontaminasi pada proses pemisahan alginat dengan teknologi membran. Diagram proses produksi alginat skala besar dapat dilihat pada Gambar 9.

32 Stok kultur Penyegaran bakteri dalam cawan padat dengan media NA selama 24 jam pada suhu 37 o C Inokulasi bakteri 2-3 ose dalam erlenmeyer 1 l dengan vol kerja 250 ml Inkubasi dalam shaker 150 rpm, 37 o C selama 48 jam Pengamatan pertumbuhan bakteri (t = 0,3,6,9,12,18,24,30,36,42, dan 48 jam) Sentrifugasi 5000 rpm selama 15 menit (Evans dan Linker 1973) Viskositas Biomassa sel Supernatan Dikeringkan dalam oven o C sampai beratnya konstant Biomassa kering Supernatan + etanol 96% (2-3 x volume) Penyaringan dengan kertas saring Whatman 42 Alginat dikeringkan dalam oven suhu o C sampai beratnya konstant Alginat Gambar 8. Penentuan kurva pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan pengukuran konsentrasi alginat.

33 Stok kultur Penyegaran bakteri dalam cawan padat dengan media NA selama 24 jam pada suhu 37 o C Pembuatan inokulum 1 liter dengan menginokulasi bakteri 4-5 ose dengan vol kerja masing-masing 500 ml BHI broth Inkubasi dalam shaker 150 rpm, 37 o C, lama inkubasi optimal Kultur dipindahkan dalam media 10 liter dan dinkubasi dengan kondisi optimal Kultur dipanen dan disterilkan dalam autoklaf Kultur siap dilakukan proses filtrasi dengan membran reverse osmosis Umpan Gambar 9. Proses produksi alginat skala besar Proses pemekatan alginat dengan teknologi membran Pemekatan alginat (umpan) dilakukan dengan proses membran reverse osmosis. Pada proses ini alginat dimasukan kedalam tangki umpan dan dialirkan ke dalam membran. Produk hasil proses membran yang berupa permeat (bagian yang dapat melewati pori membran) dan retentat (bagian yang tidak dapat melewati pori membran) diresirkulasikan ke dalam tangki umpan. Pada waktu tertentu dilakukan sampling terhadap permeat dan retentat untuk pengukuran fluks dan nilai rejeksi. Diagram alir proses pemekatan alginat dengan teknologi membran dapat dilihat pada Gambar 10.

34 Kultur tanpa bakteri Penentuan permeabilitas membran dengan umpan air destilasi pada kisaran tekanan kpa Penentuan nilai fluks dengan umpan kultur alginat pada kisaran tekanan kpa Penentuan waktu tunak fluks Penentuan nilai fluks dan rejeksi dengan pengaruh tekanan dan suhu Proses pengkonsentrasian retentat Selesai Gambar 10. Diagram alir proses pemekatan alginat dengan teknologi membran. A. Karakteristik membran a) Penentuan permeabilitas (Uju 2005) Permeabilitas membran diukur untuk mengetahui kemampuan membran dalam melewati air destilasi. Permeabilitas membran diukur dengan cara menggunakan air destilasi sebanyak 600 ml sebagai umpan. Proses pengukuran dilakukan dengan kisaran tekanan transmembran yang digunakan kpa. Pada setiap tekanan transmembran yang diujikan, besarnya fluks permeat diukur. Nilai permeabilitas membran (K) ditentukan dengan cara menghitung gradien plot grafik antara nilai fluks (J) sebagai sumbu Y dan tekanan transmembran ( P) sebagai sumbu X. b) Pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks. Pengaruh tekanan transmembran dilihat dengan mencobakan beberapa nilai tekanan pada proses recovery, yaitu kpa. Sampel yang digunakan adalah kultur alginat sebanyak 600 ml. Setiap tekanan yang dicobakan diukur nilai fluksnya.

35 c) Penentuan waktu tunak Penentuan waktu tunak fluks dilakukan dengan menghitung fluks permeat sejak kondisi variabel terpasang. Jeda waktu pengukuran lima menit dan penghitungan fluks permeat dilakukan setiap satu menit sekali selama 60 menit. Fluks dianggap tunak jika 5-10 kali pengukuran memperoleh nilai yang sama. B. Pengaruh variabel operasi a) Pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai fluks Pengaruh tekanan transmembran dan suhu dilihat dengan mencobakan beberapa nilai tekanan pada proses recovery, yaitu pada tekanan 552, 620 dan 690 kpa dengan suhu 35, 40 dan 45 o C. Setiap perlakuan yang dicobakan diukur nilai fluksnya. b) Pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai rejeksi Pengaruh tekanan transmembran dan suhu dilihat dengan mencobakan beberapa nilai tekanan pada proses recovery, yaitu pada tekanan 552, 620 dan 690 kpa dengan suhu 35, 40 dan 45 o C. Setiap perlakuan yang dicobakan diukur nilai rejeksinya. C. Proses pengkonsentrasian retentat (alginat) a) Fluks (Cheryan 1998) Fluks didefenisikan sebagai jumlah volume cairan yang berhasil melewati membran (fraksi permeat) untuk setiap satuan luasan membran dan satuan waktu. Nilai fluks (J) dihitung dengan menggunakan persamaan : 3600 b) Rejeksi (Cheryan 1998) Rejeksi merupakan kemampuan suatu membran dalam menahan partikel terlarut tertentu. Nilai konsentrasi alginat diukur dengan cara: 100%

36 c) Karakteristik warna retentat Warna diukur dengan menggunakan alat chromameter Minolta CR 300. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia. Setelah menekan tombol start akan diperoleh nilai L, a dan b, masing-masing dengan kisaran 0 sampai 100 (putih). Pada dasarnya jenis warna dibentuk dari tiga warna dasar, yaitu merah (X), hijau (Y), dan biru (Z). kemudian nilai skala warna X, Y, Z dikonversikan menjadi notasi warna Hunter yang terdiri dari tiga parameter, yaitu nilai a, b dan L. konversi nilai-nilai tersebut dikonversi dengan rumus: 17,5 1,02 7,0 0,0847 L = 10 Y Keterangan: (a+) = merah (a-) = hijau (L) = Kecerahan (b+) = kuning (b-) = biru 3.4. Analisis Data Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah two level factorial design (Box et al. 1979). Parameter yang diteliti, yaitu tekanan transmembran dan suhu dengan respon yang diukur adalah fluks (J) dan rejeksi membran (R obs ). Sementara itu, batasan taraf nilai variabel yang digunakan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Penentuan tarif nilai variabel yang digunakan Parameter Nilai pengkodean dan taraf sebenarnya TMP (kpa) Suhu ( o C)

37 Model rancangan percobaan untuk mengetahui hubungan liner dari variable tekanan transmembran dan laju alir bahan terhadap respon nilai fluks dan rejeksi diberikan pada persamaan berikut: Y = a o + a i x i + a ij x i x j Keterangan: Y = respon dari masing-masing perlakuan x i ; x j = variable bebas a o = intersep a i = koefisien regresi orde pertama = koefisien interaksi untuk interaksi variable i dan j a ij 3.5. Prosedur Analisis a) Bobot biomassa kering (Modifikasi Evans dan Linker 1973) i Proses pemanenan sel setelah kultur fermentasi mencapai lama fermentasi yang ditentukan. Kultur mula-mula diukur volumenya, sebanyak 10 ml. Massa sel dipisahkan melalui sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Hasil pemisahan berupa fase padat adalah massa sel, yang selanjutnya dikeringkan pada oven dengan suhu o C sampai beratnya konstan dan dinyatakan sebagai berat sel kering. b) Pengukuran konsentrasi alginat Konsentrasi alginat diukur dengan cara mengambil filtrat yang didapatkan dari pengukuran massa kering sel sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan dengan etanol 96% sebanyak 30 ml, lalu diaduk dan di saring dengan menggunakan kertas saring 42 Whatman. Etanol ditambahkan untuk mengendapkan alginat. Kertas saring hasil saringan dioven dengan suhu o C selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat alginat yang dihasilkan. c) Penentuan viskositas (Uju 2005) Sebanyak 5 ml larutan/cairan sampel dimasukkan ke dalam tube viskometer hingga 75% volume tube. Bola dimasukkan ke dalam tube dan adapter dikencangkan untuk menggenggam bola. Bola dilepaskan hingga jatuh sepanjang tube viskometer. Selang waktu tempuh bola dicatat ketika melewati dua garis Fiduciary. i<j

38 Viskositas larutan/sampel dihitung dengan menggunakan persamaan: η = K(ρf ρ) t Keterangan : η = viskositas cairan (cp) K = konstanta viskometer = 3,3 ρ f = densitas bola (stainless steel : 8,02) ρ = densitas cairan T = waktu tempuh bola (menit)

39 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Alginat dari Pseudomonas aeruginusa Biomassa kering P. aeruginosa Biomassa P. aeruginosa yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 0,23 1,5 g/l selama 48 jam waktu inkubasi pada kultur cair medium BHI (Brain Heart Infusion) broth (Lampiran 2). Pengukuran biomassa dilakukan untuk mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri P. aeruginosa. Kurva pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 11. Biomassa kering (g/l) 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0, Waktu inkubasi (jam) Gambar 11. Grafik hubungan waktu inkubasi dengan biomassa kering bakteri. Pertumbuhan bakteri P. aeruginosa dalam media BHI broth menghasilkan biomassa kering optimum sebanyak 1,5 g/l pada jam ke-6 dan minimum pada jam ke-48 sebanyak 0,23 g/l. Bakteri P. aeruginosa pada penelitian ini berasal dari perairan tawar. Pertumbuhan P. aeruginosa dengan media BHI broth lebih cepat dibandingkan pertumbuhan P. aeruginosa dengan media lain. Hal ini terbukti bahwa pada penelitian sebelumnya dengan media glukosa dan penambahan ekstrak khamir, pertumbuhan optimum bakteri ini baru didapatkan pada jam ke-96 dengan biomassa kering sebanyak 1,75 g/l (Hendri 1995). Selain itu, Desniar (2003) melaporkan bahwa jumlah biomassa kering optimum yang didapatkan sebanyak 4,34 g/l yang diinkubasi dalam media tetes tebu dan urea selama 72 jam waktu inkubasi.

40 Kurva pertumbuhan bakteri biasanya mengikuti pertumbuhan jasad renik. Fase log (eksponensial) P. aeruginosa terjadi pada waktu inkubasi jam ke-0 hingga jam ke-6 dengan biomassa yang didapatkan 0,5 1,5 g/l. Pseudomonas aeruginosa mulai mengalami fase stationer pada jam ke-6 hingga jam ke-12 dan fase kematian pada jam ke-12 hingga jam ke-48 waktu inkubasi. Fase lag (fase adaptasi) tidak terlihat pada kurva pertumbuhan di atas. Hal ini karena sebelum proses kultur P. aeruginosa dilakukan proses inokulasi dengan media dan kondisi yang sama, sehingga pada proses kultur bakteri sudah tidak lagi beradaptasi dengan media kultur. Fase logaritmik pada penelitian ini sudah dimulai dari awal proses kultur. Sel jasad renik membelah sangat cepat dan konstan pada fase logaritmik. Jumlah sel akan meningkat, mula-mula perlahan dan semakin lama semakin meningkat. Fase logaritmik pada penelitian ini lebih lama dan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Hendri (1995) maupun Sabra (1998). Fase logaritmik pertumbuhan P. aeruginosa pada penelitian yang dilakukan oleh Hendri terjadi dari jam ke-3 hingga jam ke-7 dengan biomassa yang didapatkan berkisar antara 0,4 1,3 g/l. Fase logaritmik pada penelitian Sabra dengan menggunakan bakteri Azotobacter vinelandii terjadi dari jam ke-10 hingga jam ke-22 dengan biomassa kering sel, yaitu 1,0-7,5 g/l. Fase logaritmik pada penelitian ini terjadi mulai dari awal kultur, yaitu jam ke-0 hingga jam ke-6 dengan biomassa 0,5-1,5 g/l. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan media dan juga metode yang digunakan. Fase logaritmik terjadi pada saat terdapat kelebihan semua bahan nutrien, yang sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti ph dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara (Fardiaz 1989). Fase stasioner terjadi ketika jumlah sel yang tumbuh sama banyak dengan jumlah sel yang mati. Hal ini ditunjukkan dengan garis datar pada kurva pertumbuhan. Fase stasioner pada penelitian ini terjadi selama 6 jam, yaitu dari jam ke-6 hingga jam ke-12 waktu inkubasi, sedangkan fase stasioner pada penelitian Hendri (1995) terjadi selama 5 jam yaitu dari jam ke-11 hingga jam ke- 16 waktu inkubasi. Fase stasioner pada penelitian Sabra (1998) dengan menggunakan bakteri Azotobacter vinelandii terjadi selama 13 jam yaitu dari jam

41 ke-17 hingga jam ke-30 waktu inkubasi. Sel menjadi lebih kecil padaa fase stasioner, karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis dan umumnya jumlah sel konstan selama fase stasioner. Kurangnya nutrien dalam kultur, mengakibatkan sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik (Fardiaz 1989). Fase terakhir dari kurva pertumbuhan bakteri, yaitu fase kematian (The phase of decline or death). Fase ini terjadi ketika nutrien habis sehingga bakteri tidak dapat memproduksi sel baru dan jumlah sel dalam kultur berkurang. Fase kematian pada penelitian ini terjadi dari jam ke-12 hingga ke-48 waktu inkubasi. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Hendri (1995), yaitu mulai dari jam ke-9 hingga ke-96 waktu inkubasi Konsentrasi alginat Konsentrasi alginat selama 48 jam inkubasi bervariasi antara 2,30 4,04 g/l (Lampiran 3). Konsentrasi alginat menunjukkan peningkatann dari jam ke-3 dan jam ke-6 waktu inkubasi, setelah itu cenderung menurun. Alginat tertinggi yang dihasilkan yaitu sebesar 4.04 g/l pada jam ke-3 (Gambar 12). Gambar 12. Grafik hubungan lama inkubasii dengan kadar alginat yang dihasilkan. Hasil ini lebih tinggi dari pada penelitian sebelumnya, yaitu sebanyak 1,78 g/l selama 7 jam inkubasii dalam media glukosa dan penambahan ekstrak khamir (Hendri 1995), 3,00 g/l selama 25 jam dalam NRM (Nitrogen-rich medium) dengan bakteri Azotobacter vinelandii (Sabra et al. 2001), dan 7,55 g/l

42 selama 70 jam dalam NFM (Nitrogen-free medium) dengan bakteri Aztobacter vinelandii (Cheze-Lange et al. 2002). Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan media yang berbeda dapat mempengaruhi konsentrasi alginat yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sabra (2001) dengan menggunakan bakteri Azotobacter vinelandii, bahwa variasi sumber pepton, fosfat dan karbon yang digunakan akan merubah jumlah alginat yang dihasilkan. Hasil penelitian dengan continuous-cultures limit akan memberikan produksi alginat yang maksimum. Berdasarkan biomassa kering dan konsentrasi alginat maksimum yang menunjukka an bahwa media dengan kandungann fosfat yang didapatkan, waktu inkubasi selama 6 jam dipilih sebagai waktu panen kultur alginat pada proses kultur alginat skala besar Viskositas Viskositas kultur mengalami kenaikan dari jam ke-0 hingga jam ke-24, berkisar antara 1,18-1,38 cp, kemudian menurun hingga jam ke-48 menjadi 1,13 cp (Lampiran 4). Viskositas tertinggii terlihat pada jam ke 24 dengann nilai 1,376 cp. Viskositas alginat hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan viskositas yang dilaporkan oleh Seanez et al. ( 2001) sebesar 7 cps dengan menggunakan bakteri Azotobacter vinelandii. Hasil pengukuran viskositas kultur dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Grafik hubungan waktu inkubasi dengan viskositas. Viskositas dan kemampuan pembentukan gel merupakan karakteristik penting untuk alginat. Hal ini nantinya akan dipengaruhi oleh struktur blok dan rantai panjang dari alginat tersebut. Perbedaan viskositas alginat dapat disebabkan

43 karena adanya perbedaan proporsi asam guluronat (G). Semakin tinggi kandungan asam guluronat akan menyebabkan semakin kuat interaksi antara alginat dan kalsium, yang akan menghasilkan gel yang lebih kuat dan stabil sehingga viskositas akan tinggi. Sebaliknya, semakin tinggi kandungan asam manuronat akan menghasilkan gel yang lebih lemah dan lebih elastis sehingga viskositasnya pun akan berkurang (Yunizal 2004 dikutip oleh Subaryono 2009). Berdasarkan hal tersebut diduga alginat yang dihasilkan padaa penelitian ini memiliki kandungann asam mannuronat yang tinggi sehingga viskositas alginat yang dihasilkan pada penelitian ini menjadi rendah Karakteristik Membran Permeabilitas Membran Nilai fluks meningkat secara linier dengan semakin meningkatnya tekanan transmembran. Gambar 14 menunjukkan bahwaa tekanan transmembran mempunyai nilai gradien 0,059 terhadap air murni. Hal tersebut menunjukkan setiap kenaikan tekanan transmembran sebesar 1 kpa akan meningkatkan fluks sebesar 0, 059 l.m -2.h Gambar 14. Pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks. Wenten (1999) melaporkan bahwa secara umum permeabilitas air melalui membran berdaya dorong tekanan berbanding lurus dengan tekanan hidrostatik yang diberikan. Padaa air murni semakin tinggi tekanann yang diberikan maka fluks

44 juga akan semakin tinggi. Hasil analisis menunjukkan transmembran tidak berpengaruh signifikann terhadap nilai fluks. bahwa tekanan Pengaruh tekanan terhadap nilai fluks Hasil analisiss menunjukkan bahwaa tekanan transmembran memberikan pengaruh yang nyataa terhadap nilai fluks (P < 0.05) (Lampiran 5). Gambar 15 menunjukkan tekanann transmembran mempunyai nilai gradien 0,016. Hal tersebut menunjukkan setiap kenaikan tekanan transmembran sebesar 1 kpa maka fluks naik sebesar 0,016 l.m -2.h -1. Namun demikian, gradien kenaikann fluks ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pelarut air murni yang mencapai 0,059 l.m -2.h -1 per kpa. Hal ini terjadi karena adanya kandungan alginat pada umpan yang menyebabkan larutan umpan menjadi lebih kental dan diduga alginat terlarut ini dapat menutupi pori membran. Adanya alginat yang terlarut dalam umpan juga menyebabkan munculnya tekanan osmotik. Hal ini terlihat dari nilai intersep yang menunjukkan nilai negatif, sehingga dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong permeat melewati permukaan membran. Tingginya tekanan yang dibutuhkan pada proses ini disebabkan semakin besar tekanan osmotik zat terlarut, Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut (alginat) maka akan semakin meningkatkan tekanan osmotik. Gambar 15. Pengaruh tekanan transmembran terhadap nilai fluks permeat

45 Penentuan waktu tunak (steady state) Pola perubahan nilai fluks yang disebabkan oleh perubahan tekanan transmembran ( P) pada selang waktu 60 menit dapat dilihat pada Gambar 16. Waktu tunak pada proses inii cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan. Fluks permeat berkisar antara 4,02 l.m -2.h -1 sampai dengan 3,87 l.m -2.h -1. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Jayarayah dan Lee (1999) dalam prosess filtrasi dengan membran ultrafiltrasi, dimana waktu tunak dicapai pada menit ke 10. Gambar 16. Pola perubahan nilai fluks permeat yang tekanan transmembran disebabkan oleh perubahan Adanya perbedaan waktu tunak dikarenakan dalam proses reverse osmosis tidak terdapat polarisasi konsentrasi. Hal tersebut didukung oleh Routenbach dan Albrecht (1989) yang melaporkan bahwa polarisasi konsentrasi peluangnya sangat besar pada proses mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi sedangkan pada pada proses reverse osmosis sangat kecil Pengaruh Variabel Operasi Pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai fluks Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa tekanan transmembran dan suhu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai fluks (Lampiran 6). Tekanan transmembran mempunyai nilaii gradien 0,3. Hal tersebut menunjukkan bahwa fluks akan meningkat sebesar 0,3 l.m -2.h -1 untuk setiap kenaikan tekanan

46 transmembran sebesar 1 kpa. Sedangkan suhu mempunyai nilai gradien 0,12. Hal ini berarti fluks akan meningkat sebesar 0,12 l.m -2.h -1 untuk setiap kenaikan suhu sebesar 1 o C. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa interaksi antara tekanan dan suhu tidak berpengaruh signifikan. Pengaruh tekanan transmembran dan suhu umpan terhadap nilai fluks dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Pengaruh tekanan transmembran dan suhu umpan terhadap nilai fluks. Gambar 17 menunjukkan bahwa semakin meningkat tekanan transmembran dan suhu yang diberikan nilai fluks akan semakin meningkat. Peningkatan nilai fluks seiring dengan peningkatan tekanan terjadi karena semakin besar tekanan maka semakin besar pula daya dorong larutan menuju permukaan membran. Adanya peningkatan tekanan juga dapat mempercepat akumulasi solute dipermukaan membran. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayarajah dan Lee (1999) dimana tekanan transmembran yang dioperasikan dengan suhu tertentu meningkatkan nilai fluks secara linier dengan kenaikan tekanan dan suhu yang diberikan. Secara umum suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan harga fluks yang tinggi pula. Suhu berpengaruh terhadap viskositas larutan, semakin tinggi suhu maka viskositas larutan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena semakin rendah nilai viskositas maka semakin kecil pula tekanan osmotik dan konsentrasi larutan umpan yang mengakibatkan daya difusi larutan meningkat sehingga jumlah pelarut yang melewati membran lebih tinggi.

47 Pengaruh tekanan transmembran dan suhu terhadap nilai rejeksi Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa tekanan transmembran dan suhu umpan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai rejeksi (Lampiran 7). Hal ini berbeda dengan hasil rejeksi abu pada whey dengan ultrafiltrasi yang dilaporkan D Souza dan Wiley (2003), bahwa suhu umpan memberikan pengaruh yang siginifikan terhadap nilai rejeksi. Perbedaan ini diduga karena kinerja membran yang sangat spesifik terhadap bahan yang dipisahkan. Hasil rejeksi alginat dengan perlakuan tekanan transmembran dan suhu umpan berkisar antara 92,7 97,5% yang dapat dilihat pada Gambar 18. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 2,5-7,3% alginat yang mampu lolos dari poripori membran dengan adanya pengaruh kenaikan tekanan transmembran dan suhu yang diberikan. Gambar 18. Pengaruh tekanan transmembran dan suhu umpan terhadap nilai rejeksi Proses Pengkonsentrasian Alginat Proses pemekatan hasil kultur alginat menghasilkan konsentrat. Kinerja proses juga diteliti berdasarkan indikator kinerja membran, yaitu fluks dan rejeksi yang terjadi. Setelah itu dilakukan karakteristik pada konsentrat yang dihasilkan Respon fluks Pada menit pertama proses pengkonsentrasian, fluks yang di dapatkan 5,2895 l.m -2.h -1 dan seiring dengan waktu proses fluks menurun hingga 0,7895 l.m -2.h -1 pada menit ke-95 (Gambar 19). Hasil penelitian menunjukkan

48 bahwa semakin lamaa waktu proses pemekatan, nilai fluks semakin menurun, dan menjadi stabil pada menit-menit terakhir. Gambar 19. Pengaruh lamanya waktu filtrasi terhadap fluks. Penurunan fluks tertinggi terjadi pada awal proses dibandingkan pada menit-menit berikutnya. Kondisi ini sama dengan hasil penelitian Purbosari (2009) yang melaporkan bahwaa penurunann fluks secara tajam terjadi pada awal- adanya pengaruh tekanan yang mendorong partikel-partikel terlarut ke permukaan membran sehingga terjadi penumpukan partikel pada permukaan membran tersebut yang akhirnya dapat menyebabkann terjadinyaa polarisasi konsentrasi dan awal proses dan cenderung stabil pada menit-menit berikutnya. Hal ini disebabkan fouling yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya kadar alginat dalam umpan Respon rejeksi Hasil rejeksi alginat selama prosess pemekatan terlihat pada Gambar 20. Nilai rejeksi alginat pada pemelitian ini mencapai 100% %. Hasil inii lebih tinggi dari rejeksi alginat dengan menggunakan membran keramik yang memiliki pori 0,2 1,4 µm, yaitu berkisarr 42 71% (Cheze-Lan nge et al. 2002). Perbedaan nilai tersebut diduga karena pengaruh jenis dan karakteristik membran yang berbeda dan bahan baku yang berbeda pula.

49 Gambar 20. Pengaruh lamanya waktu filtrasii terhadap rejeksi. Hasil ini didukung pula dengan kadar alginat yang dihasilkan (Gambar 21). Alginat hasil pemekatan dengan membran jauh lebih banyak dibandingkan alginat yang belum diproses dengann membran. Alginat hasil pemekatan dengan membran diperoleh sebanyak 3,7 g/l sedangkan alginat yang tidak diproses dengan membran hanya menghasilkan 2,7 g/l. Pada proses pemurniann alginat, dilakukan dengan menambahkan etanol 96% dengan perbandingan 2-3 kali. Hasil penelitian menunjukkan n bahwa alginat yang telah dipekatkan dengan membran mampu mengurangi penggunaan etanol 96% sebanyak 40%. Hal ini membuktikan bahwa teknologi membran mampu digunakann sebagai alternatif untuk memekatkan alginat dari bakteri. Gambar 21. Konsentrasi alginat sebelum dan sesudah pengkonsentratan dengan membran.

50 Viskositas dan warna alginat Viskositas alginate yang dihasilkan pada akhir penelitian ini sebesar 1,08 cp. Nilai ini lebih rendah dibandingkan nilai viskositas awal sebesar 1,38 cp. Penurunan viskositas ini dapat diakibatkan karena adanya kenaikan suhu selama proses filtrasi membran. Suhu berpengaruh terhadap viskositas larutan, semakin tinggi suhu maka viskositas larutan akan semakin rendah. Alginate dari rumput laut memiliki tiga tingkatan berdasarkan nilai viskositasnya, yaitu viskositas rendah (< 250 cp), viskositas sedang ( cp) dan viskositas tinggi untuk ( cp) (Rasyid dan Rachmat 2002). Berdasarkan pembagian tersebut, maka viskositas alginat pada penelitian ini termasuk dalam viskositas rendah. Alginat yang diperoleh berwarna cerah merah kekuningan yang terlihat pada Tabel 3. Nilai L (kecerahan) sebesar 54,09 telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Food Chemical Chodex (1981) diacu dalam King (1983) sebesar 52,80. Tabel 3. Hasil pengukuran warna alginat Keterangan Nilai L 54,09 + 0,0707 a (+) 3,61 + 0,0070 b (+) 32,76 + 0,0777 Keterangan : L = Kecerahan (a+) = merah (b+) = kuning (a-) = hijau (b-) = biru

51 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan biomassa kering dan konsentrasi alginat maksimum yang didapatkan, waktu inkubasi selama 6 jam dipilih sebagai waktu panen kultur alginat dari bakteri Pseudomonas aeruginosa pada proses kultur alginat skala besar. Selama proses filtrasi, faktor tekanan transmembran dan suhu berpengaruh terhadap nilai fluks yang dihasilkan. Waktu tunak pada proses ini cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan. Tekanan transmembran dan suhu umpan mempengaruhi besarnya fluks permeat yang dihasilkan. Pada penelitian ini fluks meningkat sebesar 0,3 l.m -2.h -1 untuk setiap kenaikan tekanan transmembran sebesar 1 kpa, dan 0,12 l.m -2.h -1 untuk setiap kenaikan suhu sebesar 1 o C. Tekanan transmembran dan suhu umpan tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai rejeksi alginat. Alginat yang dihasilkan menggunakan membran reverse osmosis memiliki nilai rejeksi antara 92,7 97,5%. Alginat pada penelitian ini memiliki tingkat kecerahan 54,07 dengan viskositas 1,08 cp, berwarna merah kekuningan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alginat yang telah dipekatkan dengan membran mampu mengurangi penggunaan etanol 96% sebanyak 40%. Hal ini membuktikan bahwa teknologi membran mampu digunakan sebagai alternatif untuk memekatkan alginat dari bakteri dan mereduksi penggunaan etanol 96% Saran Perlu dicari bakteri lain sebagai sumber penghasil alginat selain bakteri Pseudomonas aeruginosa, yang tidak tergolong bakteri patogen serta perlu dilakukan proses prefiltrasi sebelum proses pemekatan alginat agar bakteri yang terdapat dalam kultur dapat dipisahkan terlebih dahulu.

52 DAFTAR PUSTAKA [DKP] Departemen Perikanan dan Kelautan Artikel Seaweed. [10 Juni 2008]. [MnTAP] Minnesota Technical Assistance Program Membrane filtration system. [25 Oktober 2009] Adrianto Kajian pengaruh konsentrasi polimer terhadap fluksi dan rejeksi membran selulosa asetat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Aerospace How hollow fibre membranes work. [27 Oktober 2009] Agustina S, Sri P R, Tri W, Trisni A. Penggunaan teknologi membran pada pengolahan air limbah industri kelapa sawit. Workshop Teknologi Industri Kimia dan Kemasan. [27 Oktober 2009] Anggadiredja J T, Zatnika A, Purwoto H, Istini S Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Anonim Membran processing. [27 Oktober 2009] Anonim a Ultrfiltration W.A.T.-FM modul system. Pure water from any source at any location. [25 Oktober 2009] Anonim b Membrane cleaning skid. Pure aqua, Inc. [27 Oktober 2009] Box GEP, Hunter HG, Hunter JS Statistical for Experimenters : An Introduction to Design, Data Analysis, and Model Building. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Brandt D C, Leitner G F, Leitner W E Reverse osmosis membran state of the art. Didalam: Amjad Z, editor. Reverse osmosis membrane technology, water chemistry, and industrial applications. New York: Chapman and Hall. Chen W P, J Y Chen, S C Chang, C L Su Bacterial alginate produced by a mutant of Azotobacter vinelandii. Appl Environ J Microbiol. 49: Cheryan M Ultrafiltration and Microfiltration Handbook. New Holland: Technomick.

53 Cheze-Lange H, Beunard D, Dhuster P, Guillochon D, Caze AM, Moercellet M, Saude N, Junter GA Production of microbial alginate in a membrane bioreactor. Enzyme and Microbial Technology. New York: 30: Clementi F, Fantozzi P, Mancini F, Moresi M Optimal condition for alginate production by Azotobacter vinelandii. Enzyme and Microbial Technology. New York. 17: D Souza N M, Wiley D E Whey Ultrafiltration : Effect of operating parameters on flux and rejection. Proceeding of the 5 th International Membrane Science and Technology Conference. Australia. Sydney. Desniar Pemanfaatan tetes tebu (molase) dan urea secagai sumber karbon dan nitrogen dalam produksi alginat oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Erliza N, Greiche D K Pemekatan sirup glukosa dengan proses mikrofiltrasi crossflow. [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Evans L R, Linker A Production and characterization of the slime polysaccharide of Pseudomonas aeruginosa. J Bacteriol. 166: Fardiaz S Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fellows P J Food Processing Technology, Principle and Practice. New York: Ellis Horwood. Guirguis N, Versteeg K, Hickey M W The manufacture of yoghurt using reverse osmosis concentrated skim milk. Australian J Dairy Technology 42(1-2):7-10. Hadietomo R S Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia. Hassett D J Anaerobic production of alginate by Pseudomonas aeruginosa: alginate restricts diffusion of oxygen. J of Bacteriology. 178: Hendri J Mempelajari pengaruh konsentrasi ekstrak khamir terhadap produksi alginat yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa. [skripsi]. Bogor: Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Jayaraja C N, Lee C M Ultrafiltration/reverse osmosis concentration of lobster extract. J Food. Sci. 64(1):

54 Jazzroc Jazzroc versus Chemtrails. [20 Januari 2009]. King A H Brown Seaweed Extract (Alginat). Didalam: Glicksman M, editor. Food Hidrocolloids. Volume II. Florida: CRC Press Inc. Memos Membran filtration-crossflow system. [25 Oktober 2009] Mulder M Basic Principles of Membrane Technology. Nederland: Kluwer Academic Publishers. Natalia L Pseudomonas aeruginosa, penyebab infeksi nosokomial. [3 Maret 2009]. Nurjanah Telaah alginat kasar hasil produksi Azotobacter vinelandii. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Osada Y, T Nagawa Membrane Science and Technology. Ibaraki: Marcell Dekker Inc. Parente E, Crudele M A, Aquino M Clementi F Alginate production by Azotobacter vinelandii DSM576 in batch fermentation. J of Industrial Microbiology & Biotechnology. 20: Pranowo D Kajian kinerja membran ultrafiltrasi untuk penjernihan cuka apel. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Purbosari N Optimasi proses reverse osmosis pada recovery dan pemekatan komponen flavor limbah cair pasteurisasi rajungan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rautenbach R, R Alberecht Membran Process. New York: John Wiley and Sons. 459 hal. Renner E, El Salam MHA Application of Ultrafiltration I the Dairy Industry. London: Elsevier Applied Science. Sabra W, Zeng A P, Deckwer W D Bacterial alginate: physiology, product quality and process aspects. J of Industrial Microbiology & Biotechnology. 56: Sabra W Microaerophilic production of alginate by Azotobacter vinelandii. [disertasi]. Agypten: Aus Alexandria. Seanez G, Pena C, Galindo E High CO 2 affects alginate production and prevents polymer degradation in cultures of Azotobacter vinelandii. New York: J Enzyme and Microbial Technology. 29:

55 Sirio Memahami reverse osmosis. [19 Juni 2009] Uju Kajian pemurnian dan pengkonsentrasian karaginan dengan membran mikrofiltrasi. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Wenten I G Teknologi Membran Industrial. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Winarno F G Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Winduwati S, Yohan, Rifaid M N Krakteristik osmosis balik membran spiral wound. Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif. Yulianto K Anggaran budidaya laut meningkat. Agrobisnis. [10 juni 2008].

56 LAMPIRAN

57 Lampiran 1. Membran Reverse osmosis (CSM Model No: RE GPD) Lampiran 2. Data pengaruh waktu inkubasi dengan biomassa kering Pseudomonas aeruginosa. Waktu inkubasi (jam) Biomassa (g/l)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksananakan pada bulan Maret-Juni 2009 di Laboratorium Diagnostik, Departemen Ilmu dan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alginat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alginat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alginat Alginat merupakan biopolymer yang telah banyak diaplikasikan pada bidang industri makanan, minuman, tekstil, kertas, cat dan farmasi. Alginat pertama kali ditemukan oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Produksi Alginat dari Pseudomonas aeruginusa 4.1.1. Biomassa kering P. aeruginosa Biomassa P. aeruginosa yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 0,23 1,5 g/l selama

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jus jeruk siam Pontianak hasil mikrofiltrasi ukuran pori 0.1 µm dengan konsentrasi jus sebesar 6.5

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO) PERTANYAAN 1. Suatu industri bermaksud memanfaatkan efluen pengolahan air limbah yang telah memenuhi baku mutu sebagai air baku untuk kebutuhan domestik (karyawan), proses produksi dan boiler. Industri

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( ) LAPORAN PENELITIAN Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI (0731010045) BAGUS ARIE NUGROHO (0731010054) JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI

STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI Oleh : Asri Maulina NPM : 103301009 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Hasil yang diharapkan dari sistem yang dibentuk adalah kondisi optimal untuk dapat menghasilkan fluks air yang tinggi, kualitas garam super-saturated sebagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan tahapan kegiatan, yaitu : bahan baku berupa singkong yang dijadikan bubur singkong,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PEMISAHAN JUS JERUK DENGAN REVERSE OSMOSIS 4.1.1. Karakteristik Fisik-kimia Umpan Larutan umpan yang digunakan untuk penelitian pemekatan jus dari hasil pemisahan mikrofiltrasi

Lebih terperinci

STUDI AWAL REVERSE OSMOSIS TEKANAN RENDAH UNTUK AIR PAYAU DENGAN KADAR SALINITAS DAN SUSPENDED SOLID RENDAH

STUDI AWAL REVERSE OSMOSIS TEKANAN RENDAH UNTUK AIR PAYAU DENGAN KADAR SALINITAS DAN SUSPENDED SOLID RENDAH STUDI AWAL REVERSE OSMOSIS TEKANAN RENDAH UNTUK AIR PAYAU DENGAN KADAR SALINITAS DAN SUSPENDED SOLID RENDAH RENNY AIDATUL AZFAH Dosen Pembimbing: Ir. EDDY S. SOEDJONO, Dipl.SE, M,Sc, Ph.D 1 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)

PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) PENGEMBANGAN PRODUK MARSHMALLOW DARI GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) Oleh : Dwi Sartika C34104025 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Diajukan oleh Tika Kumala Sari (3310100072) Dosen Pembimbing Alia

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL Dian Pinata NRP. 1406 100 005 DOSEN PEMBIMBING Drs. Refdinal Nawfa, M.S LATAR BELAKANG Krisis Energi Sumber Energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi optimal dari kinerja membran umumnya dinyatakan oleh besamya permeabilitas, selektivitas membran terhadap suatu spesi kimia tertentu, fluks permeat dan rejeksi kandungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian bioremediasi logam berat timbal (Pb) dalam lumpur Lapindo menggunakan campuran bakteri (Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas pseudomallei)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium

Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium Oleh Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium : Dwi Rukma Puspayana NRP : 3309.100.009 Dosen Pembimbing : Alia Damayani,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

PENGARUH CAHAYA TERHADAP SENYAWA ANTIBAKTERI DARI Chaetoceros gracilis

PENGARUH CAHAYA TERHADAP SENYAWA ANTIBAKTERI DARI Chaetoceros gracilis PENGARUH CAHAYA TERHADAP SENYAWA ANTIBAKTERI DARI Chaetoceros gracilis Oleh : Teguh Muhamad Akbar C34102006 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji Bakteri uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol) 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian disusun menggunakan metoda statistika rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor, dimana faktor yang diujikan adalah pengaruh konsentrasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG

EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG EKSTRAKSI SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI LINTAH LAUT (Discodoris sp.) ASAL PERAIRAN KEPULAUAN BELITUNG Oleh : Rizki Andriyanti C34050241 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Biokimia Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi

PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp. Oleh : M.Teddy.S C Skripsi PEMBUATAN NORI SECARA TRADISIONAL DARI RUMPUT LAUT JENIS Glacilaria sp Oleh : M.Teddy.S C34101062 Skripsi PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C

PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM. Oleh : Melly Dianti C PEMANFAATAN GELATIN DARI KULIT IKAN PATIN (Pangasius sp) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN EDIBLE FILM Oleh : Melly Dianti C03400066 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN

MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN MODUL 1.04 FILTRASI LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON BANTEN 2008 2 Modul 1.04 FILTRASI I. Tujuan Praktikum: Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK)

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK) REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK) Asti Sawitri (208 700 573) Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2011 A. Membran Reverse Osmosis (RO) Membran RO dibuat dari berbagai

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO Rahardyan Dina Natalia(L2C307052) dan Sulvia Parjuningtyas(L2C307061) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln.

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan the post test only control group design. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemekatan karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain pemisahannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Peremajaan Bacillus Isolasi Bakteri Oportunistik Produksi Antimikrob Penghitungan Sel Bakteri Oportunistik Pengambilan Supernatan Bebas Sel Pemurnian Bakteri

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator

LAMPIRAN. di panaskan. dan selama 15 menit. dituangkan dalam tabung reaksi. didiamkan dalam posisi miring hingga beku. inkubator 81 LAMPIRAN Lampiran 1. Skema 1. Pembuatan Biakan A. xylinum Pada Media Agar 2,3 g nutrien agar diencerkan dengan 100 ml akuades di panaskan di sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 o C Media Agar dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way Anova

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri nata de coco di Indonesia saat ini tumbuh dengan pesat dikarenakan nata de coco termasuk produk makanan yang memiliki banyak peminat serta dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

III. METEDOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Nopember 2013

III. METEDOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Nopember 2013 17 III. METEDOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Nopember 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2 Batuan aspal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang. 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian 25 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium jurusan pendidikan kimia dan laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo.

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan 3 Percobaan 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air kelapa, gula pasir yang diperoleh dari salah satu pasar di Bandung. Zat kimia yang digunakan adalah (NH 4 ) 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis. BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak buah Asam Jawa

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Nata-de-coco Pada pembuatan nata-de-coco, digunakan air kelapa yang sebelumnya telah disaring dengan kain kasa untuk membersihkan air kelapa dari sisa-sisa kotoran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Perlakuan Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang masing-masing diberi 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa perendaman dengan dosis relhp berbeda yaitu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan dengan 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci