KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI PERAIRAN MARINA TELUK JAKARTA MEZUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI PERAIRAN MARINA TELUK JAKARTA MEZUAN"

Transkripsi

1 KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI PERAIRAN MARINA TELUK JAKARTA MEZUAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh sumber manapun. Sumber informasi yang terdapat atau dikutip telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2007 Mezuan NIM: P

3 ABSTRAK MEZUAN. Kajian Kapasitas Asimilasi di Perairan Marina Teluk Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Ir. ETTY RIANI, M.S. dan Dr. Ir. SUPRIHATIN, Dipl.-Ing. Perairan Marina adalah bagian dari Teluk Jakarta dan merupakan kawasan penerima berbagai buangan berupa limbah domestik, industri dan pertanian. Limbah yang masuk ke Perairan Marina terutama berasal dari Sungai Ciliwung. Buangan yang masuk ke Perairan Marina meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut berimplikasi pada keterbatasan kemampuan Perairan Marina dalam memulihkan diri (kapasitas asimilasi) terhadap beban pencemar yang masuk. Indikasi telah terlampauinya kapasitas asimilasi Perairan Marina adalah terjadinya kematian ribuan ikan pada tahun 2004 dan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi kualitas Perairan Marina, mengestimasi beban pencemaran Perairan Marina, dan mengkaji kapasitas asimilasi Perairan Marina. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September 2005 hingga Mei 2006 di Perairan Marina Jakarta Utara, dengan metode survey di tiga stasiun pengamatan yaitu di 50 m, 500 m dan 1000 m dari garis pantai. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter kualitas air seperti kecerahan, kekeruhan, COD, NH 3, NO 3 -, PO 4 3-, logam Pb dan Cd telah melampaui baku mutu Kep.Men LH. No.51 tahun 2004 dan UNESCO/WHO/UNEP tahun 1992 tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik. Beban pencemar tertinggi yang masuk ke Perairan Marina adalah bahan organik (COD) yaitu sebesar ton/bulan, kemudian diikuti parameter TSS yaitu ton/bulan. Kapasitas asimilasi Perairan Marina untuk 500 dan 1000 m dari garis pantai adalah sebagai berikut parameter COD yaitu ton/bulan dan ton/bulan, NH 3 sebesar 4.47 ton/bulan dan 4.59 ton/bulan, NO 3 - sebesar 0.34 ton/bulan dan ton/bulan, PO 4 3- sebesar 7.50 ton/bulan dan 9.91 ton/bulan, Pb sebesar 0.05 ton/bulan dan 0.09 ton/bulan, serta Cd sebesar 0.01 ton/bulan dan 0.03 ton/bulan. Uraian di atas menunjukkan bahwa kapasitas asimilasi di Perairan Marina umumnya dalam keadaan telah terlampaui, berdasarkan baku mutu tersebut di atas.

4 ABSTRACT MEZUAN. Study of Assimilation Capacity in Marina Coastal Jakarta Bay. Under the supervision of Dr. Ir. ETTY RIANI, M.S. and Dr. Ir. SUPRIHATIN Dipl.-Ing. Marina Coastal is a part of Jakarta bay that currently receives a variety of wastes, including urban, industrial, and agriculture wastes. The wastes enter to the Marina Coastal especially through Ciliwung River. The wastes discharged into coastal waters increase continously from year to year. Those conditions degrade water quality and needs to be evaluated its assimilation capacity. The objective of this research were to study assimilation capacity of the Marina Coastal. The experiment was conducted in the Marina Coastal, Jakarta Bay from September 2005 until May The observations were conducted at three stations, namely 50 m, 500 m and 1000 m from the land. The laboratory analysis was conducted in the laboratory of Aquacultural Environment, Bogor Agricultural University. The result showed that quality of Marina Coastal had been polluted (based on quality standards of Kep.Men LH. No.51, (2004) and UNESCO/WHO/UNEP, (1992) in the terms of following parameters: water color, turbidity, COD, NO 3 -, NH 3, PO 4 3-, Pb, and Cd. The highest pollutant load was COD of t/month and followed by TSS load of t/month. The assimilation capacity of Marina Coastal at 500 and 1000 in from the land was estimated as follows: COD t/month and t/month, NH t/month and 4.59 t/month, NO t/month and 0.05 t/month, PO t/month and 9.91 t/month, Pb 0.10 t/month and 0.09 t/month, and Cd 0.01 t/month and 0.03 t/month. The study result showed that the assimilation capacity of Marina Coastal was considered as over loaded, based on the above mentioned standards.

5 Hak cipta milik Mezuan, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 KAJIAN KAPASITAS ASIMILASI PERAIRAN MARINA TELUK JAKARTA MEZUAN Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 Judul Tesis Nama NIM : Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta : Mezuan : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Ketua Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 11 Januari 2007 Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmatnya, sehingga tesis berjudul Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta, ini dapat diselesaikan. Tema pencemaran laut dalam karya ilmiah ini merupakan sumbangsih penulis sebagai bagian kepedulian kita selaku anak bangsa dalam merespon realita yang terjadi berupa kemunduran kualitas lingkungan yang kian memprihatinkan akhir-akhir ini. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Etty Riani, M.S. dan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing, yang selama ini telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, arahan, motivasi, ide, fasilitas dan bahan penelitian, koreksi dalam penulisan proposal dan penyusunan tesis. 2. Dr. Ir. Yusli, M. Sc. selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan koreksi dan saran demi perbaikan tesis ini. 3. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 4. Teman-teman yang tergabung dalam tim penelitian di kawasan Teluk Jakarta Pak Irwan, Dhona, Yeni, Uni Farida, Sunarwan atas segala bentuk kerjasama kita selama ini dalam memperlancar jalannya penelitian hingga penyusunan tesis. 5. Para sahabat, Alik, Kak Lora, Didi, Bu Linda, Tere dan rekan PSL secara keseluruhan khususnya angkatan 2004 yang begitu kompak selama ini, semoga kekuatan silaturahmi akan tetap terjalin meski hanya dalam doa, Amin. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin. Bogor, Januari 2007 Mezuan

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Mei 1978 di Kabupaten Curup Propinsi Bengkulu dari pasangan Bapak Zaharin (Alm.) dan Ibu Hj. Zikra sebagai anak bungsu dari 9 bersaudara. Tahun 1997 penulis menamatkan pendidikan SMU di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Talo Bengkulu Selatan dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang pendidikan S1 melalui jalur penelusuran potensi akademik di Universitas Bengkulu (UNIB) Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian (Agronomi). Berbagai prestasi pernah diraih penulis selama menempuh pendidikan S1 diantaranya ditetapkan sebagai nominator mahasiswa teladan Fakultas Pertanian UNIB tahun 2000, juara pertama lomba skripsi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu tahun 2002, yang selanjutnya menjadi penyemangat bagi penulis untuk melanjutkan studi S2. Dalam keseharian penulis memiliki kegemaran menulis dan kerap karyanya dimuat di surat kabar harian lokal di Bengkulu dan salah satu tulisannya juga pernah dimuat di Jurnal Ilmiah Universitas Bengkulu dengan judul karya pemanfaatan pupuk hayati lokal Bengkulu untuk mendukung pertumbuhan dan hasil padi gogo. Tulisan tersebut merupakan hasil penelitian orisinil penulis ketika menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana. Tahun 2004 penulis diterima sebagai Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam (PSL).

10 PERSEMBAHAN Kupersembahkan tesis ini Kepada semua yang telah memberi Arti dan warna dalam hidupku. Kedua orang tuaku, atas doa dan motivasinya Kakakkku atas dukungannya selama ini Ponakan-ponakanku tersayang Guru dan almamaterku I.D, atas kesabarannya Sahabat-sahabatku; Alik, Kak Lora, Pak Irwan, Dhona, Yeni, Uni Farida, Sunarwan, Bu Linda, Tere dan semua rekan PSL angkatan 2004 yang begitu kompak selama ini, semoga kekuatan silaturahmi akan tetap terjalin meski hanya dalam doa, Amin.

11 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Air Pencemaran Laut Sumber Pencemaran Teluk Jakarta Kualitas Air Hidrodinamika Perairan Estuari Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi III. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Metode Pengumpulan Data Rancangan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Variabel yang diamati Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi penelitian Gambaran Umum Hasil Penelitian Kondisi Fisik Perairan Marina Suhu Perairan Kecerahan dan Kekeruhan Total Padatan Tersuspensi Kualitas Kimia Perairan Marina ph dan Alkalinitas Oksigen Terlarut (DO) BOD COD NH 3 dan NO PO Logam Pb dan Cd Kualitas Biologi Perairan Marina Komposisi Jenis dan Kepadatan Makrozoobenthos... 34

12 ii Halaman Kelimpahan Fitoplankton Kualitas Sedimen Perairan Marina Kandungan Logam Sedimen Tekstur Sedimen Beban Pencemaran Perairan Marina Kapasitas Asimilasi Perairan Marina TSS dan BOD COD NH 3, NO 3 - dan PO Logam Berat Pb dan Cd V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 59

13 iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Parameter-parameter kualitas air dan sedimen yang diukur Tabel 2. Data keadaan umum lokasi penelitian Tabel 3. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia Perairan Marina Tabel 4. Klasifikasi lahan berdasarkan erosi atau sediment yield Tabel 5. Nilai rata-rata kandungan Pb dan Cd sedimen Perairan Marina Tabel 6. Nilai rata-rata persentase tekstur sedimen Tabel 7. Nilai beban pencemar beberapa parameter yang masuk ke Muara Marina melalui Sungai Ciliwung Tabel 8. Kondisi kapasitas asimilasi Perairan Marina... 45

14 iv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran kajian kapasitas asimilasi di Perairan Marina... 4 Gambar 2. Hunian di pinggiran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai DKI Jakarta... 6 Gambar 3. Grafik hubungan antara beban pencemar dan konsentrasi polutan Gambar 4. Komposisi makrozoobenthos stasiun 1 Perairan Marina Gambar 5. Komposisi makrozoobenthos stasiun 2 Perairan Marina Gambar 6. Komposisi makrozoobenthos stasiun 3 Perairan Marina Gambar 7. Kelimpahan fitoplankton stasiun 1 Perairan Marina Gambar 8. Kelimpahan fitoplankton stasiun 2 Perairan Marina Gambar 9. Kelimpahan fitoplankton stasiun 3 Perairan Marina Gambar 10. Analisis regresi antara beban pencemar TSS di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina Gambar 11. Analisis regresi antara beban pencemar BOD 5 di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina Gambar 12. Analisis regresi antara beban pencemar COD di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina Gambar 13. Analisis regresi antara beban pencemar NH 3 di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina Gambar 14. Analisis regresi antara beban pencemar NO3 - di muara Sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina Gambar 15. Analisis regresi antara beban pencemar PO4 3- di muara Sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina Gambar 16. Analisis regresi antara beban pencemar Pb di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina Gambar 17. Analisis regresi antara beban pencemar Cd di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina... 53

15 v DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta Perairan Marina dan sekitarnya (Anonim, 2001) Lampiran 2. Nilai parameter kualitas fisika dan kimia Perairan Marina Lampiran 3. Data kualitas Perairan Marina per waktu pengamatan Lampiran 4. Perhitungan beban pencemaran (BP) dari Sungai Ciliwung Lampiran 5. Data komposisi dan kepadatan makrozoobenthos Perairan Marina Lampiran 6. Data kelimpahan fitoplankton Perairan Marina Lampiran 7. Gambar beberapa jenis makrozoobenthos yang terdapat di Perairan Marina Lampiran 8. Gambar beberapa jenis fitoplankton yang terdapat di Perairan Marina... 69

16 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau dan garis pantai sepanjang km (Soekmadi, 2004). Suharsono (2005) menyebutkan bahwa sebagian besar ibukota propinsi di Indonesia terletak di tepi pantai dan biasanya merupakan tempat bermuaranya sungai besar, termasuk kota Jakarta yang dianggap sebagai salah satu kota pantai di dunia. Kondisi tersebut menjadikan kawasan pesisir Jakarta menempati posisi strategis bagi pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Hal ini ditandai dengan ekpresi fisik kawasan pesisir berupa berkembangnya pemukiman, transportasi, perikanan, industri dan pariwisata. Kepentingan-kepentingan yang mencakup kegiatan perikanan, wisata, pertambangan/industri dan perhubungan secara integral menambah kompleksnya permasalahan yang timbul. Dampak dari fenomena tersebut akan merusak saat beban pencemaran telah melewati daya dukung kawasan teluk. Benturan antara dua kepentingan yaitu kepentingan pembangunan (ekonomi) dengan kepentingan usaha melestarikan kualitas lingkungan mesti mendapatkan porsi lebih dari perhatian yang tercurah saat ini. Pemikiran ini dilandasi fakta bahwa kawasan pesisir Jakarta (Teluk Jakarta) telah mengalami tekanan lingkungan berupa pencemaran, karena Teluk Jakarta selain merupakan pintu gerbang Jakarta dari arah laut, juga sebagai penampung limbah atau buangan berasal dari beragam aktivitas warga masyarakat yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya Indikator yang menunjukkan bahwa kawasan Teluk Jakarta telah tercemar pernah dilaporkan oleh sejumlah peneliti diantaranya Mulyono (2000) yang menyatakan bahwa dari hasil kajiannya ditemukan jenis ikan seperti tongkol, kakap, bawal dan baronang mengandung timbal yang melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Suharsono (2005) menemukan kandungan logam Pb pada sedimen Teluk Jakarta mencapai mg/kg. Bahkan Waluyo (2005) melaporkan indikasi terjadinya pencemaran di Teluk Jakarta dapat dilihat dari produksi ikan tangkap yang turun dari ton pada tahun 1999, menjadi ton pada tahun

17 2 Perairan Marina termasuk bagian dari Teluk Jakarta yang tidak lepas dari pengaruh faktor eksternal (di luar) kawasan pesisir, sehingga berbagai aktivitas di daratan baik langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampaknya terhadap perairan laut, terutama dalam kaitannya dengan tingkat pencemaran. Bukti terbaru adalah matinya ribuan ikan di pantai Marina/Ancol beberapa waktu lalu, tepatnya 13 April Bahkan sebelumnya kasus kematian ikan di Perairan Marina telah terjadi yakni pada bulan Mei dan Oktober Penyebab kematian hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Sejumlah kalangan menilai kematian tersebut disebabkan oleh penurunan oksigen akibat terjadinya pengadukan massa air. Sementara pihak lain menyebutkan bahwa kematian ikan massal tersebut disebabkan oleh fenomena blooming. Apapun pendapat yang mengemuka, harus tetap berlandaskan pada pemikiran bahwa telah terjadi ketidakseimbangan lingkungan di kawasan perairan khususnya Perairan Marina. Kemungkinan lain yang semestinya juga diagendakan untuk dianalisis oleh para pakar/peneliti lingkungan adalah kemungkinan telah terlampauinya kemampuan perairan (Marina) dalam memulihkan diri terhadap beban pencemar (kapasitas asimilasi). Hal senada disampaikan oleh Suharsono (2005) yang menyatakan akibat pertumbuhan yang sangat pesat dari industri, pertambahan penduduk, perkembangan infrastruktur, aktivitas pelabuhan dan pesatnya perkembangan transportasi menjadikan lingkungan Teluk Jakarta tidak lagi dapat menanggung segala hasil buangan dari aktivitas tersebut. Ironisnya limbah yang masuk tidak hanya berasal dari kawasan Perairan Laut namun juga dari daratan melalui sungai yang bermuara ke perairan tersebut. Upaya untuk memastikan penyebab pencemaran di Perairan Marina perlu didukung data yang memadai, karena dalam konteks ilmiah untuk menduga penyebab pencemaran dibutuhkan data kualitas perairan, agar langkah penyelesaiannya lebih tepat sasaran. Langkah awal untuk mendeteksi kondisi kapasitas asimilasi adalah inventarisasi data berupa parameter-parameter kualitas air. Kondisi kapasitas asimilasi Perairan Marina penting untuk diketahui, karena hingga saat ini belum pernah dilakukan kajian secara spesifik di kawasan tersebut, khususnya menyangkut matinya ribuan ikan beberapa waktu lalu.

18 Kerangka Pemikiran Aktivitas manusia dalam pembangunan berupa industri, domestik, pertanian, perikanan serta pariwisata selain mendatangkan keuntungan secara ekonomi, juga berdampak negatif yaitu sebagai penghasil limbah. Kenyataan ini diperparah dengan masih berkembangnya anggapan buang limbah ke badan perairan merupakan cara paling praktis dan murah. Sumber limbah di perairan laut secara umum berasal dari tiga sumber yaitu daratan, lautan itu sendiri dan udara. Limbah atau buangan yang bersumber dari daratan masuk melalui sungai. Sungai yang langsung masuk ke Perairan Marina adalah Sungai Ciliwung. Beban pencemaran yang masuk semakin tinggi dan kawasan konservasi di sepanjang daerah aliran sungai makin berkurang karena terjadi pemanfaatan lahan di sepanjang bantaran sungai khususnya untuk pemukiman yang terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan penduduk (Kusriyanto, 2002). Kondisi pencemaran akibat buangan limbah bila berlangsung tak terkendali sampai pada taraf dimana beban pencemar lebih besar dari kapasitas asimilasi, maka akan berakibat fatal bagi sistem kehidupan. Kapasitas asimilasi berkaitan erat dengan mekanisme yang terjadi di perairan ketika suatu bahan pencemar memasuki badan perairan. Nemerow (1991) memaparkan bahwa polutan yang masuk ke perairan laut akan mengalami dispersi/penyebaran, pengenceran dan pengendapan sebagai mekanisme alamiah dalam merespon bahan asing yang masuk atau memulihkan diri terhadap pencemar. Proses penyebaran, pengenceran atau pencampuran (mixing) dan pengendapan dipengaruhi sejumlah faktor seperti angin, morfologi perairan, arus, kandungan oksigen dan faktor lainnya. Namun bila beban pencemar yang masuk berlangsung dengan jumlah dan intensitas tinggi maka kapasitas asimilasi perairan akan terlampaui (Benoit, 1971). Indikator untuk mengetahui kondisi kapasitas asimilasi suatu perairan terhadap beban pencemar, apakah telah terlampaui atau masih berada pada tahap daya asimilasinya diperlukan data parameter kualitas perairan sebagai dasar untuk menilai tingkat daya asimilasi suatu perairan (Santika, 1984 dan Nemerow, 1991), untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1.

19 4 Sumber Pencemar Jenis Bahan Pencemar Jumlah Bahan Pencemar Dinamika Perairan Marina Morfologi Perairan Marina Beban Pencemar Kualitas Perairan (Konsentrasi/Beban Pencemar) Baku Mutu yang Berlaku Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Status Pencemaran Perairan Marina tidak BP>BM ya Dampak yang Terjadi Ekologi Ekonomi Sosial Penyusunan Strategi Pengelolaan Kualitas Perairan Marina Keterangan: BP: Beban Pencemar BM: Baku mutu Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran kajian kapasitas asimilasi di Perairan Marina Perumusan Masalah Perairan Teluk Jakarta merupakan ekosistem semi tertutup yang berada di utara kota Jakarta dan berbatasan dengan Laut Jawa. Teluk ini menerima bahan

20 5 buangan yang berasal dari 13 sungai yang melewati kota Jakarta yang membawa limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri maupun rumah tangga serta kegiatan lainnya. Badan pengendalian dampak lingkungan (BAPEDAL) menyatakan bahwa sekitar 50 % industri di Jabotabek masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai (KLH, 2001). Khusus untuk limbah padat yang berasal dari DKI Jakarta saja, diperkirakan mencapai jumlah m 3 /hari, dari jumlah tersebut sebanyak kurang lebih m 3 /hari tidak tertangani dan terbuang masuk dalam aliran sungai dan akhirnya bermuara di perairan laut (Mulyono, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Japan International Cooperation Agency (JICA), sebagaimana dikutip Mulyono (2000) menyatakan bahwa diperkirakan pada tahun 2010 jumlah limbah cair industri yang khusus berasal dari DKI Jakarta akan mencapai m 3 /hari Melihat perkembangan jumlah industri DKI Jakarta dan sekitarnya yang begitu pesat dan upaya untuk mengatasi pencemaran masih belum dilakukan secara efektif, maka dikhawatirkan dalam waktu mendatang akan terjadi pencemaran yang terus meningkat secara berlipat. Perubahan yang terjadi secara dinamis seperti perkembangan daerah pemukiman maupun industri yang membuang limbahnya ke sungai, akan sangat mempengaruhi kualitas air laut khususnya di kawasan Marina sebagai bagian dari perairan laut di Jakarta. Limbah atau buangan yang masuk ke Perairan Marina tidak hanya berasal dari kawasan pesisir namun juga dari bagian hulu sungai yang mengalir ke Muara Marina. Sungai yang langsung mengalir ke Perairan Marina adalah Sungai Ciliwung sebelum sampai ke Muara Marina di Sungai Ciliwung akan menyatu sungai lainnya, yaitu Sungai Ancol, Sungai Banjir Kanal, Sungai Sentiong, Sungai Sunter Satu dan Dua (Anonim, 2001). Sungai Ciliwung melintasi kawasan padat penduduk (pemukiman, perkantoran, dan industri), salah satu contoh hunian di pinggiran Sungai Ciliwung adalah kawasan Manggarai Jakarta (Gambar 2).

21 6 Sumber: Gambar 2. Hunian di pinggiran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai DKI Jakarta. Perairan Marina secara visual tercemar oleh sampah plastik, kertas, kemasan makanan dan sampah anorganik lain yang mengapung. Selain itu kondisi bau perairan yang tidak sedap turut menyertai keadaan perairan yang semestinya mengundang keprihatinan dan kepedulian kita. Pemanfaatan daerah aliran sungai (DAS) melalui penggunaan lahan baik di hulu, tengah maupun hilir pada banyak kasus telah membawa dampak negatif yang nyata berupa gangguan keseimbangan dan kualitas sumber daya air. Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan utama yang muncul adalah bagaimanakah kondisi perairan Marina saat ini? Secara lebih detil pertanyaan dalam penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas Perairan Marina mencakup parameter fisik, kimia dan biologi? 2. Seberapa besar beban pencemaran yang masuk ke Perairan Marina? 3. Seberapa besar kapasitas asimilasi di Perairan Marina? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempeloreh gambaran kondisi Perairan Marina saat ini. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji kondisi kualitas Perairan Marina mencakup parameter fisik, kimia dan biologi. 2. Mengestimasi beban pencemaran Perairan Marina, dan 3. Mengkaji kapasitas asimilasi Perairan Marina.

22 Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu upaya inventarisasi karakteristik kualitas air Perairan Marina dan dapat menjadi masukan bagi pihak yang terkait atau yang berkepentingan. Data yang diperoleh juga dapat digunakan sebagai pedoman untuk pengelolaan perairan tersebut.

23 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri dari air, bahkan untuk tubuh kita manusia, air menempati sekitar 70 % dari berat tubuh (KLH, 2001). Air seperti halnya energi adalah elemen esensial bagi beragam kegiatan meliputi pertanian, industri dan rumah tangga serta kegiatan produktif lainnya, dengan kata lain air menjadi kebutuhan hampir semua sisi kehidupan terutama manusia. Pertanyaannya adalah apakah air akan hadir pada tempat yang sesuai sepanjang waktu dengan jumlah dan kualitas yang memadai? Gejala penurunan kualitas air perlu menjadi sentral perhatian demi menjamin kesinambungan kehidupan di muka bumi ini. Permasalahan pencemaran air telah lama dibicarakan, sekitar sepuluh tahun lalu, tetapi masih terbatas dalam wacana kalangan tertentu, seperti perguruan tinggi dan jajaran pemerintah. Namun istilah pencemaran air cenderung semakin mengemuka saat ini dan tidak menutup kemungkinan meningkat dimasa mendatang, mengingat persoalan menurunnya kualitas air semakin jelas dan dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat secara keseluruhan. Pengertian pencemaran air didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Kep.Men.LH. No.51 tahun 2004). Pencemaran air disebabkan oleh banyak faktor, yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni sumber langsung (direct contaminant sources) dan sumber tak langsung (indirect contaminant sources). Sumber langsung didefinisikan sebagai buangan (effluent) yang berasal dari sumber pencemarnya yaitu limbah hasil pabrik industri serta limbah domestik baik cair, tinja serta sampah. Pada pencemaran kategori ini, buangan langsung mengalir ke dalam badan air seperti sungai atau laut. Sedangkan yang dimaksud sumber tak langsung adalah kontaminan yang masuk melalui air tanah akibat adanya 8

24 9 pencemaran pada air permukaan baik dari limbah industri maupun sumber kegiatan lainnya (KLH, 2001). Sumber pencemaran secara garis besar berasal dari 3 kegiatan utama yang menjadi sumber pencemaran yaitu rumah tangga (domestik), industri dan pertanian. Sumber domestik berasal dari perumahan, perdagangan, perkantoran, hotel, rumah sakit, rekreasi dan aktivitas lainnya. Limbah jenis ini sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, BOD 5 dan COD. Penentuan BOD 5 dan COD digunakan untuk menduga pencemaran yang disebabkan oleh limbah organik, untuk BOD 5 diinkubasi selama 5 hari karena dianggap pada hari kelima dekomposisi bahan organik telah berlangsung %. Limbah industri terutama akan mempengaruhi kandungan logam berat perairan, sedangkan limbah pertanian berasal dari sedimen akibat erosi lahan dan unsur kimia pestisida (KLH, 2001). Masalah akibat pencemaran air tidak hanya membahayakan makhluk hidup, namun terdapat masalah lain yang berkaitan dengan kualitas air yaitu terjadinya eutrofikasi seperti yang pernah terjadi di Teluk Jakarta. Menurut Mulyono (2000) eutrofikasi dapat terjadi karena adanya dua hal utama yaitu a) Beban (load) zat-zat pencemar dibawa oleh sungai-sungai yang langsung masuk ke perairan laut maupun melalui saluran-saluran pembuangan (outfall) dan b) Proses fisik, kimia dan biolois perairan Pencemaran Laut Menurut Nybakken (1992) secara umum pencemar di Perairan Laut berupa minyak, bahan-bahan kimia, limbah dan sampah. Pencemaran oleh minyak akan melapisi permukaan laut yang dapat mengganggu kehidupan biota laut. Polutan dari bahan-bahan kimia meliputi logam-logam berat serta pestisida, kemudian limbah dan sampah umumnya berasal dari aktivitas domestik dan industri. Pencemaran laut yang seringkali terjadi baik fisika, kimiawi maupun biologis, pada umumnya banyak menghasilkan racun bagi biota laut dan manusia. Sebagai contoh racun-racun dari limbah industri misalnya logam berat, zat-zat organik minyak bumi, zat-zat petrokimia dan pestisida (Palar, 1994), dengan kondisi demikian maka sumberdaya perikanan sangat terancam keberadaannya dengan masuknya zat-zat tersebut ke laut.

25 10 Pencemaran laut di kawasan DKI Jakarta telah menjadi berita yang sangat gencar akhir-akhir ini, bahkan pencemaran di Teluk Jakarta akibat limbah organik dan logam berat telah melampaui ambang batas sejak tahun Bukti terbaru adalah fenomena matinya ribuan ikan di Teluk Jakarta belum lama ini. Soekmadi (2004) memaparkan bahwa pencemaran laut yang berasal dari daratan sebagai akibat mengalirnya 13 sungai ke Teluk Jakarta, selain itu terbawa pula sedimen yang masuk Teluk Jakarta. Sungai-sungai dimaksud antara lain Sungai Citarum, Sungai Cikarang, Sungai Bekasi, Sungai Cakung, Sungai Sunter, Sungai Ciliwung, Sungai Angke, Sungai Krukut dan Sungai Cisadane. Sedangkan dalam lingkup lebih spesifik untuk Perairan Marina sungai yang langsung mengalir ke perairan tersebut adalah Sungai Ciliwung. Bahan atau material yang masuk ke badan perairan laut bila ditinjau dari asalnya dibagi menjadi dua bagian (Sumadhiharga, 1995) yaitu pertama, berasal dari laut itu sendiri misalnya pembuangan sampah dari kapal-kapal, lumpur kegiatan pertambangan di laut dan tumpahan minyak kapal tanki serta dari transportasi laut. Kedua, berasal dari kegiatan-kegiatan di darat, bahkan pencemar dapat masuk melalui udara. Pencemaran laut mulai mendapat perhatian sejak tahun 1953 tepatnya pada saat terjadi kasus Minamata yaitu pencemaran laut yang disebabkan oleh logam berat. Pada periode tahun 1953 hingga 1960 terjadi kasus Minamata di Jepang yang merenggut 146 orang nelayan meninggal dan cacat tubuh akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan yang mengandung Hg. Hingga kini kasus pencemaran logam berat telah menyebar luas termasuk di Indonesia dan kasus di negeri ini yang paling banyak menyedot perhatian adalah kasus pencemaran di Teluk Buyat yang perairannya didominasi kandungan merkuri dan arsen. Said (1997) menyatakan bahwa pencemaran air yang terjadi di Jakarta juga disebabkan oleh limbah dari rumah tangga dan industri yang tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar perairan namun juga berasal dari bagian hulunya, yang dapat digolongkan menjadi tiga sumber yaitu a) industri, b) domestik (rumah tangga) dan c) pertanian. Persoalan semakin komplek, karena pada saat bersamaan kegiatan pembangunan terus berlangsung dengan menomorduakan aspek

26 11 kelestarian lingkungan. Kondisi yang terjadi di kawasan Marina mengarah pada gejala demikian Sumber Pencemaran Teluk Jakarta Sumber pencemar secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar. Pertama sumber pencemar tertentu (point source), kedua sumber pencemar tak tentu/tersebar (non point source). Sumber pencemar dari kelompok point source misalnya cerobong asap pabrik, saluran limbah industri, knalpot kendaraan dan contoh lainnya. Sedangkan pencemar dari kelompok non point source merupakan gabungan dari point source, sebagai contoh daerah limpasan pertanian yang menggelontorkan nutrien melalui pupuk, limpasan daerah pemukiman dan sebagainya (Kennish, 1997). Dahuri (2005) memaparkan bahwa sumber pencemaran perairan Teluk Jakarta dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) sumber dari darat (land-based pollution), 2) sumber dari kegiatan di laut (marinebased pollution) dan 3) sumber dari udara (atmospheric deposition). Lebih lanjut disebutkan bahwa sumber pencemaran dari darat merupakan sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan yang berlangsung di darat seperti kegiatan rumah tangga (domestik), kegiatan industri dan kegiatan pertanian. Kegiatan rumah tangga berasal dari perumahan, perkantoran, hotel, rumah sakit dan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen serta kandungan bahan organik. Menurut Aboejowono (2000) pencemaran di sepanjang Teluk Jakarta terutama diakibatkan oleh buruknya kualitas sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, setidaknya terdapat 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Sungaisungai tersebut adalah Sungai Kamal, Sungai Angke, Sungai Sekretaris, Sungai Grogol, Sungai Ciliwung, Sungai Ancol, Sungai Cakung, Sungai Blencong, Sungai Sunter, Sungai Baru, Sungai Bekasi, Sungai Kramat dan Sungai Citarum/Muara Gembong. Limbah yang berasal dari kegiatan industri tidak hanya mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen dan kandungan bahan organik saja tetapi juga mengubah struktur kimia air yang disebabkan masuknya zat-zat anorganik. Kegiatan pertanian juga merupakan salah satu sumber pencemaran yang berasal

27 12 dari darat, limbah pertanian ini berasal dari sedimen akibat erosi lahan, unsur kimia limbah hewani atau pupuk (nitrogen dan fosfor) dan unsur kimia dari pestisida yang digunakan (Kennish, 1992). Beragam kegiatan yang dilakukan di laut juga merupakan sumber pencemaran, salah satu kegiatan di laut yang merupakan sumber pencemaran di Teluk Jakarta adalah kegiatan transportasi laut. Kegiatan ini menyebabkan pencemaran minyak di perairan Teluk Jakarta, terlebih lagi di perairan Teluk Jakarta terdapat pelabuhan internasional dengan frekuensi lalu-lintas perhubungan laut yang tinggi. Sumber pencemaran dari udara disebabkan asap hasil pembakaran kegiatan industri atau kendaraan bermotor. Polutan dari udara sangat berbahaya karena bersifat toksik, misalnya logam berat timbal yang berasal dari hasil pembakaran kendaraan bermotor. Contoh lainnya adalah peristiwa revolusi industri di Inggris yang menyebakan pencemaran bukan hanya dari limbah cair yang dihasilkan akan tetapi juga dari asap hasil pembakaran kegiatan industri. Hal ini mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai di Inggris. Sumber pencemaran dari laut antara lain dari kegiatan pertambangan (offshore), perikanan (terutama menggunakan bahan peledak), kegiatan perkapalan dan pembuangan limbah ke laut, sedangkan sumber dari udara akibat pencemaran udara yang mengakibatkan hujan asam (Aboejowono, 2000). Beberapa fakta mengenai kondisi lingkungan perairan Teluk Jakarta telah dilaporkan Waluyo (2005), diantaranya: Polutan dari limbah anorganik sudah berada pada tingkat yang tinggi khususnya Pb dan Cu. Solid waste+/ m 3 /hari (2002) naik 2 kali dalam sepuluh tahun terakhir. Kandungan hara naik 10 kali lipat ( ), posfat dan nitrat tinggi pada perairan < 5 km. Produksi ikan tangkap turun dalam lima tahun terakhir yaitu ton pada tahun 1999, turun hingga ton di tahun Meningkatnya kekeruhan dan sedimentasi.

28 13 Pencemaran/tumpahan minyak terjadi berulang yaitu pada Desember 2003 dan April/Mei/Oktober/ Nopember Kualitas Air Menurut Effendi (2003) kualitas air didefinisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Dahuri (2005) menyatakan kondisi kualitas air di suatu perairan dapat menggambarkan apakah perairan tersebut tercemar atau tidak, pengukuran konsentrasi berbagai bahan pencemar merupakan cara untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter kualitas air yang meliputi parameter fisika seperti suhu, kekeruhan, kecerahan. Parameter kimia mencakup ph, DO, BOD 5, COD, kadar logam-logam dan lainnya. Sedangkan parameter biologi meliputi keberadaan plankton, benthos atau bakteri. Pemahaman yang baik tentang parameter-parameter kualitas air menjadi penting sebagai bagian dari pemantauan lingkungan perairan untuk melihat perubahan yang terjadi khususnya perairan laut. Pemantauan kualitas air itu sendiri dimaksudkan untuk 1) mengetahui nilai kualitas air dalam bentuk parameter fisika, kimia dan biologi, 2) membandingkan nilai kualitas air yang diperoleh dengan baku mutu yang berlaku sesuai peruntukannya, 3) menilai kelayakan sumber daya air untuk keperluan tertentu. Penanganan kualitas air memerlukan pemahaman mengenai karakteristik dasar dari badan air. Pemahaman tersebut akan memberikan gambaran mengenai akibat-akibat perlakuan manusia terhadap air (Siregar, 2005) Hidrodinamika Perairan Estuari Estuari adalah zona pertemuan atau peralihan antara air laut dan air tawar. Pergerakan air di sepanjang estuari dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan aliran air sungai. Pasang surut merupakan gaya eksternal utama yang membangkitkan pergerakan massa air serta pola perubahan tinggi muka air secara dinamis. Arus pasang surut dapat mempengaruhi pergeseran salinitas dan kekeruhan di sepanjang daerah estuari. Kondisi pada saat pasang akan menyebabkan salinitas dan bahan tersuspensi bergerak ke hulu dan saat surut

29 14 menuju hilir. Hidrodinamika perairan secara umum berperan dalam proses-proses seperti pencampuran (mixing) penyebaran dan proses sedimentasi (Benoit, 1971). Pasang surut dapat menyebabkan terjadinya arus pasang surut yang menimbulkan turbulensi. Proses pengadukan akan semakin besar bila perairan tidak terlalu luas. Pencampuran akan terjadi ke semua arah dan lapisan. Interaksi air laut dan air tawar akan mempengaruhi sirkulasi massa air dan pencampuran yang dibangkitkan oleh perbedaan densitas. Pasang surut mempengaruhi proses pencampuran melalui gesekan (friction) ketika pasang surut mengalir melewati dasar perairan. Gesekan tersebut menimbulkan turbulensi yang pada akhirnya akan menimbulkan proses pencampuran. Menurut Nybakken (1992) kawasan estuari diliputi daratan pada tiga sisi. Hal ini berarti bahwa luas perairan yang di atasnya memungkinkan angin dapat bertiup untuk menciptakan ombak. Kedalaman estuari akan mempengaruhi terbentuknya ombak. Perairan estuari yang dangkal dengan mulut estuari yang sempit akan memperkecil atau menghilangkan ombak, sehingga estuari menjadi kawasan yang tenang Beban Pencemar dan Kapasitas Asimilasi Beban pencemar didefinisikan sebagai jumlah total bahan pencemar yang masuk ke lingkungan dalam hal ini perairan baik langsung maupun tidak langsung, dalam kurun waktu tertentu. Beban pencemar berasal dari berbagai aktivitas manusia misalnya industri dan rumah tangga. Besarnya beban masukan limbah sangat tergantung dari aktivitas manusia di sekitar perairan dan di bagian hulu sungai yang mengalir ke arah laut (Suharsono, 2005). Kuantitas beban pencemar selain ditentukan oleh aktivitas manusia, juga dipengaruhi oleh kondisi pasang surut wilayah pantai. Beban masukan limbah sangat kecil saat terjadinya pasang karena sungai akan tertahan oleh peningkatan massa air pantai (Hadi, 2005). Kondisi sebaliknya terjadi yaitu beban limbah ke kawasan pantai akan lebih besar pada saat surut tiba. Hal ini karena aliran dapat menembus masuk tanpa terhalang oleh massa air laut. Perhitungan beban pencemar dapat dilakukan dengan mengalikan konsentrasi dengan debit aliran sungai dalam satuan waktu tertentu. Sebelumnya debit aliran sungai dapat

30 15 diperoleh dengan mengalikan luas penampang aliran sungai dengan kecepatan aliran sungai. Menurut Nemerow (1991) kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya. Suatu bahan pencemar misalnya logam berat ketika memasuki perairan akan mengalami tiga macam fenomena, yaitu penyebaran, pengenceran dan pengendapan. Perhitungan kapasitas asimilasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya dengan menggunakan hubungan antara kualitas air dan beban pencemar limbah. Kapasitas asimilasi dapat ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam grafik. Tahap selanjutnya adalah mereferensikan dengan nilai baku mutu yang diperuntukkan bagi biota laut (Rajab, 2005). Nilai yang diperoleh dari titik perpotongan pada grafik inilah yang dimaksud dengan kapasitas asimilasi.

31 16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September 2005 hingga Mei 2006 bertempat di Perairan Marina Jakarta Utara terutama untuk pengambilan sampel air, sedimen, fitoplankton dan makrozoobentos. Analisis sampel air, sedimen, fitoplankton dan makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Metode Pengumpulan Data Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survey melalui pengambilan sampel di tiga titik (50 m, 500 m dan 1000 m) dari garis pantai (Lampiran 1). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian diawali dengan penentuan lokasi pengambilan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan diperkirakan dapat mewakili kondisi Perairan Marina yaitu pada 50 m, 500 m, dan 1000 m dari daratan. Tahapan selanjutnya pengambilan data primer yang dimulai dengan pengambilan sampel air dan sedimen sebanyak tiga kali. Data-data primer yang dilakukan secara in situ atau di lapangan meliputi parameter suhu air, kecerahan, ph dan oksigen terlarut. Nilai suhu air dilakukan dengan mencelupkan termometer Hg ke dalam perairan dan pencatatan suhu dilakukan saat posisi termometer masih tercelup dalam perairan. Pengukuran kecerahan dilakukan menggunakan secchi disc dengan cara menurunkannya sampai hampir tidak tampak, lalu mencatat kedalamannya, kemudian diturunkan kembali hingga tidak tampak, yang selanjutnya angkat secara perlahan, begitu tampak catat kedalamannya. Rata-rata pencatatan kedalaman tersebut merupakan nilai kecerahan, dinyatakan dalam satuan meter. Pengukuran ph menggunakan kertas lakmus dengan cara mencelupkan kertas ph, lalu mencocokkan warna kertas tercelup dengan daftar warna pada kotak lakmus. Penentuan oksigen 16

32 17 terlarut menggunakan DO-meter dengan cara memasukkan probe atau sensor dari alat yang dihubungkan dengan kabel ke dalam perairan dan kadar oksigen dalam mg/l dapat langsung terbaca pada skala meter alat atau layar tampilan digital alat. Prinsip pengukuran dengan DO-meter adalah tekanan oksigen dalam air akan ditangkap sensor alat berupa suatu elektroda, sehingga menghasilkan arus, selanjutnya alat akan mengkonversikan besar aliran arus tersebut pada tampilan atau digital berupa konsentrasi oksigen terlarut dalam mg/l. Beberapa data pendukung juga dilakukan pada tahapan ini yaitu suhu udara, cuaca, kedalaman, waktu serta warna air. Pengukuran suhu udara menggunakan termometer, dengan mencatat suhu yang tertera pada termometer di setiap stasiun. Data kedalaman diperoleh dengan mencelupkan tali bersakala yang diberi pemberat hingga menyentuh dasar perairan dan mencatat kedalamannya. Pencatatan kedalaman ini akan menentukan titik kedalaman pengambilan sampel (permukaan, tengah dan dasar perairan). Penetapan warna perairan dilakukan secara visual. Pengambilan contoh air dilakukan di setiap stasiun secara komposit yaitu percampuran dari contoh air yang berasal dari lapisan permukaan, tengah dan lapisan pada kedalaman 1 m dari permukaan sedimen. Contoh air diambil dengan menggunakan alat van dorn sampler bervolume 3 liter. Contoh air dimasukkan ke dalam botol contoh berukuran 250 ml dan diawetkan dengan menggunakan H 2 SO 4 pekat 0.3 ml untuk analisa parameter COD, nitrat dan amoniak, HgCL sebanyak 0.2 ml untuk parameter PO 3-4, sedangkan untuk parameter logam berat diberi pengawet HNO 3 sebanyak 0.3 ml. Tahap selanjutnya adalah pemberian label nama, kemudian sampel air dimasukkan ke dalam ice box bersuhu ± 4 o C menggunkan batu es, untuk dibawa ke laboratorium guna keperluan analisis. Contoh sedimen untuk penentuan kandungan logam Cd, Pb, tekstur sedimen dan makrozoobenthos diambil menggunakan petersen grab dengan luas bukaan 20 cm x 20 cm. pengambilan sedimen dilakukan di setiap stasiun sebanyak 3 kali. Pengambilan sedimen dengan cara menjatuhkan petersen grab dari atas perahu dengan kondisi terbuka, setelah grab mencapai dasar perairan tarik tali grab ke atas. Sedimen yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik, dibedakan setiap stasiun pengamatan dan pengulangan. Pengambilan

33 18 makrozoobenthos diawali dengan pemisahan atau pembersihan sedimen dari lumpur dan pasir menggunakan saringan yang memiliki meshsize ± 1 mm. makrozoobenthos yang terambil dari penyaringan disimpan dalam kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 4%, selanjutmya dianalisis di laboratorium. Analisis pada makrozoobenthos adalah kepadatan yang dihitung menggunakan persamaan: K= (10000 x a)/b Keterangan: K = kepadatan makrozoobenthos (ind/m 2 ) A = jumlah fitoplankton yang tercacah (ind) B = luas bukaan mulut petersen grab (20 cm x 20 cm) Contoh fitoplankton diperoleh dengan cara menyaring air sebanyak 100 liter dengan menggunakan plankton net berukuran pori-pori 45 µm. Contoh fitoplankton yang diperoleh kemudian disimpan dalam botol dan diawetkan dengan lugol 1%. Identifikasi plankton dilakukan menggunakan buku identifikasi Illustration of the Marine Plankton of Japan (Yamaji, 1966). Kelimpahan fitoplankton ditentukan dengan persamaan: N= (100 x n xv 1 ) / (0.25π x V T ) Keterangan: N = kelimpahan jenis fitoplankton (ind/l) N = jumlah fitoplankton yang tercacah (ind) V 1 V T π = 3.14 = volume air yang tersaring (liter) = volume air yang disaring (100 liter) Variabel yang diamati Analisis yang dilakukan meliputi parameter fisik, kimia, dan biologi, sedangkan pada sedimen dilakukan pengukuran terhadap kandungan Cd, Pb dan tekstur. Parameter kualitas air dan sedimen yang diukur serta alat yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

34 19 Tabel 1. Parameter-parameter kualitas air dan sedimen yang diukur. No Parameter Satuan Peralatan Keterangan Air Suhu Kecerahan ph Cd Pb DO BOD 5 Kekeruhan Salinitas NH 3 PO 4 3- TSS NO 3 - COD Fitoplankton o C m - mg/l mg/l mg/l mg/l NTU mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Termometer Secchi disc Kertas lakmus AAS AAS DO meter Titrimetri Turbiditymeter Refraktometer Spectrofotometer Spektrofotometer Gravimetrik Spectrofotometer Titrimetri Plankton net In situ In situ In situ Laboratorium Laboratorium In situ Laboratorium Laboratotium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Sedimen Cd Pb ph Tekstur Makrozoobenthos Pendukung Cuaca Waktu Kedalaman Suhu Udara Warna mg/kg mg/kg - % Individu/m 2 m o C AAS AAS ph meter Saringan bertingkat Petersen grab Tali berskala Termometer Visual Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium In situ. In situ In situ In situ In situ 3.3. Analisis Data Analisis data utama yang dilakukan adalah penentuan beban pencemar dan kapasitas asimilasi. Penentuan beban pencemar dihitung berdasarkan pengukuran langsung debit sungai dan konsentrasi parameter yang diukur, berdasarkan model berikut: BP = Q x C x 3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6 Keterangan: BP = Beban pencemar yang masuk dari sungai (ton/bulan) Q = Debit sungai (m 3 /detik) C = Konsentrasi limbah (mg/l). Nilai debit sungai diperoleh dengan perhitungan luas penampang sungai dikalikan kecepatan aliran sungai.

35 20 Nilai kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi parameter limbah dengan beban pencemar dan selanjutnya dianalisis dengan cara memotongkannya dengan garis baku mutu yang diperuntukkan bagi biota berdasarkan Kep.Men.LH No. 51/Men-KLH/2004 dan baku mutu dari UNESCO/WHO/UNEP (1992). Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu untuk parameter yang diuji (Gambar 3). Konsentrasi Polutan Baku Mutu Nilai kapasitas asimilasi Beban Pencemaran Gambar 3. Grafik hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi polutan. Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu untuk parameter yang diuji. Selanjutnya dianalisis seberapa besar peran masingmasing parameter terhadap beban pencemarannya. Kajian kapasitas asimilasi dalam penelitian ini secara tidak langsung memberikan informasi apakah terdapat pengaruh jarak lokasi pengambilan sampel terhadap parameter kimia, fisika dan biologi yang diukur. Secara umum persamaan regresi dinyatakan dengan rumus berikut: Y = a + bx Keterangan: a = koefisien yang mernyatakan nilai Y pada perpotongan antara garis linier dengan sumbu vertikal. x = nilai variabel independent, yaitu beban pencemaran b = slope yang berhubungan dengan variabel x. Y variabel tak bebas (dependent) yaitu konsentrasi polutan, sedangkan x variabel bebas (independent).

36 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kondisi umum lokasi penelitian merupakan informasi yang penting untuk dilaporkan demi membatasi lingkup spesifikasi data yang diperoleh. Data mengenai kondisi umum kawasan penelitian ditampilkan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data keadaan umum lokasi penelitian Parameter Cuaca Stasiun Satu Dua Tiga Ulangan I II III Cerah Cerah Cerah Suhu udara ( o C) Satu Dua Tiga Warna Satu Dua Tiga Hijau kehitaman Hijau kehitaman Hijau kecoklatan Kedalaman (m) Satu Dua Tiga Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa keadaan cuaca Perairan Marina selama pengambilan sampel dan pengukuran dalam kondisi cerah yang ditandai dengan pancaran sinar matahari optimal. Effendi (2003) menyatakan bahwa jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan sangat dipengaruhi oleh awan, ketinggian permukaan laut (altitute), letak geografis dan musim. Cahaya matahari yang mencapai permukaan perairan sebagian diserap dan sebagian direfleksikan kembali. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang cahaya, kondisi permukaan air dan bahan-bahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam air (Boyd, 1998). Sudut datang tepat pada 90 o C (terjadi pada sekitar pukul WIB) intensitas cahaya yang dipantulkan sekitar %, sementara saat penelitian ini berlangsung yaitu pada pukul WIB, sehingga 21

37 22 penetrasi cahaya ke badan perairan relatif besar. Kondisi cuaca tersebut akan mempengaruhi suhu udara di sekitarnya. Suhu udara yang terdeteksi melalui termometer saat penelitian berlangsung berada pada kisaran normal yaitu o C (Tabel 2). Suhu udara akan menentukan suhu badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika dan kimia perairan. Parameter berikutnya adalah warna air. Warna Perairan Marina secara visual selama berlangsungnya penelitian, berwarna hijau gelap tepatnya hijau kecoklatan hingga hijau kehitaman. Ekpresi warna Perairan Marina diduga berasal dari limbah yang masuk terutama limbah organik. Kehadiran bahan organik seperti tanin, lignin dan asam humus hasil dekomposisi makhluk hidup yang telah mati dapat menimbulkan warna kecoklatan (Effendi, 2003). Warna perairan berpengaruh pada terganggunya proses fotosintesis, karena dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Sejumlah logam seperti oksida besi, mangan dan kadmium diketahui dapat menyebabkan air berwarna kecoklatan hingga kehitaman (Effendi, 2003). Parameter batimetri atau kedalaman Perairan Marina memiliki kedalaman berkisar antara m, dengan kecenderungan semakin jauh dari garis pantai kedalaman semakin bertambah. Kedalaman Perairan Marina dipengaruhi oleh pasokan sedimen dari daratan dan pola arus yang selalu bergerak sepanjang tahun, sehingga menyebabkan perairan mengalami akresi atau pendangkalan. Menurut Suharsono (2005) secara umum besaran pendangkalan di sepanjang Teluk Jakarta, termasuk kawasan Marina dipengaruhi oleh musim yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat terjadi pada musim penghujan, sedangkan musim timur pada saat musim kemarau. Musim barat ditandai dengan bergeraknya arus dari barat ke timur disertai dengan curah hujan yang tinggi, diikuti sungai membawa banyak sedimen, kemudian terbawa arus dan mengendap di pantai timur. Sedangkan pada musim timur arus bergerak dari barat ke timur, yang terjadi saat musim kemarau, sungai tidak banyak membawa sedimen, sehingga yang diendapkan di pantai barat relatif sedikit daripada di pantai timur (Suharsono, 2005). Kedalaman suatu perairan dapat mempengaruhi kepekatan bahan pencemar, semakin dalam perairan, maka semakin banyak volume air yang terkandung sehingga

38 23 kemungkinan bahan pencemar mengalami proses pengenceran lebih besar daripada perairan yang lebih dangkal Gambaran Umum Hasil Penelitian Perairan Marina memainkan peranan sangat penting bagi penduduk di sekitarnya dan masyarakat Jakarta umumnya, namun karena pertumbuhan yang sangat pesat dari industri, pertambahan penduduk, perkembangan infrastruktur, aktivitas pelabuhan dan perkembangan transportasi menjadikan lingkungan Perairan Marina tidak lagi dapat menanggung segala hasil buangan dari aktivitasaktivitas tersebut. Tabel 3 berikut ini menampilkan kondisi terkini Perairan Marina berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter fisika dan kimia. Tabel 3. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia Perairan Marina Parameter Suhu air ( o C) Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) TSS (mg/l) Salinitas ( ) ph Alkalinitas (mg/l) DO (mg/l) BOD 5 (mg/l) COD (mg/l) NH 3 (mg/l) NO - 3 (mg/l) PO 3-4 (mg/l) Pb (mg/l) Cd (mg/l) Stasiun Satu Dua Tiga Keterangan: *; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. **;UNESCO/WHO/UNEP, (1992) tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik. Baku mutu 28-32* >3* <5* 25** 33-34* ** ** 3-6** 200* ** 0.008* 0.015* 0.008* 0.001* 4.3. Kondisi Fisik Perairan Marina Suhu Perairan Suhu Perairan Marina selama penelitian di tiga titik pengamatan berkisar antara o C (Lampiran 2), sedangkan pengelompokkan data berdasarkan waktu pengambilan disajikan pada Lampiran 3. Kisaran suhu tersebut masih berada pada level normal, sebagaimana baku mutu Kep.Men.LH. No. 51 tahun

39 untuk biota laut yaitu antara o C, dengan kondisi bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). Hal ini berarti bahwa suhu badan air masih mendukung kehidupan organisme yang ada di dalamnya dan kisaran tersebut juga memperlihatkan bahwa tidak ada lonjakan yang berarti dari suhu. Menurut Effendi (2003) perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi. Setiap organisme akuatik menginginkan kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang sesuai dengan pertumbuhannya. Aktivitas biologis fisiologis di dalam ekosistem perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Benoit (1971) menyatakan kenaikan suhu akan meningkatkan laju metabolisme pada organisme. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat dan selanjutnya akan menurunkan kelarutan oksigen perairan. Pola temperatur ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara perairan dengan udara sekitarnya dan ketinggian geografis (Wetzel, 1975). Selain itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor antropogenik (faktor yang diakibatkan oleh aktivitas manusia), seperti limbah panas yang berasal dari pendingin pabrik dan penggundulan DAS, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung Kecerahan dan Kekeruhan Hasil pengukuran di Perairan Marina memberikan indikasi kecerahan ratarata antar stasiun memiliki variasi relatif kecil yaitu pada stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 0.82 m, 2.32 m dan 2.25 m dengan status telah melampaui baku mutu yang diperkenankan yaitu > 3 m. Kondisi ini berarti bahwa Perairan Marina ditinjau dari parameter kecerahan telah tercemar hingga jarak 1000 m dari garis pantai dan kawasan yang paling rendah nilai kecerahannya adalah pada stasiun 1 yang mewakili muara. Hal ini disebabkan stasiun 1 adalah kawasan yang paling besar menerima masukan limbah dari daratan dan merupakan muara tempat bertemunya massa air laut dengan salinitas tinggi dengan air tawar sehingga terjadi perbedaan densitas yang dapat mengakibatkan terjadinya turbulensi yang menyebabkan partikel-partikel mengendap teraduk kembali, sehingga menurunkan nilai kecerahan. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 karena jarak stasiun yang semakin jauh dari sumber pencemar dan diduga limbah yang masuk telah

40 25 mengalami proses penyebaran terangkut ke laut lepas dan terencerkan, sehingga nilai kecerahan relatif lebih baik dari nilai kecerahan di stasiun 1. Terjadinya penyebaran dan pengenceran di laut didominasi oleh faktor arus, angin dan pasang surut khususnya pada lapisan permukaan (Benoit, 1971). Nilai kecerahan yang rendah berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan, hasil pengukuran menunjukkan level relatif tinggi dengan status telah melampaui baku mutu, khususnya di stasiun 1 dan 2 (Tabel 3). Baku mutu nilai kekeruhan yang dipersyaratkan adalah < 5 NTU (Kep Men LH. No. 51 tahun 2004), sedangkan nilai kekeruhan rata-rata pada stasiun 1 dan stasiun 2 sebesar 6.57 NTU dan 5.91 NTU. Fenomena ini diduga karena masuknya bahan-bahan tererosi berupa lumpur dan hasil buangan masyarakat di bagian hulu Sungai Ciliwung yang mengalir langsung ke Muara Marina. Tingginya bahan-bahan yang masuk ke Perairan Marina melalui Sungai Ciliwung karena dua hal utama. Pertama karena hunian di sepanjang bantaran Sungai yang mencapai % dari luas keseluruhan sepanjang sungai (Kusriyanto, 2002). Peningkatan jumlah penduduk setiap tahun memerlukan ruang untuk tempat tinggal dan usaha. Akibat keterbatasan lahan yang tersedia menyebabkan masyarakat menempati wilayah bantaran sungai sehingga mengakibatkan daerah aliran sungai yang berfungsi mengatur tata air menjadi semakin sempit (Anonim, 2004). Frekuensi masuknya buangan juga diperparah dengan tingginya erosi, hal ini tidak lepas dari karakteristik jenis tanah di sepanjang Sungai Ciliwung yang bertipe peka terhadap erosi yaitu jenis litosol, regosol dan andosol. Ketiga jenis tanah tersebut memiliki kestabilan agregat rendah sehingga rentan tergerus aliran air dan hujan (Harijogjo, 2002). Gambaran lain yang dapat ditangkap dari hasil pengukuran kekeruhan adalah tingkat kekeruhan menurun dengan semakin jauhnya jarak perairan dari garis pantai. Kecenderungan ini dapat disebabkan faktor volume pengencer dan kedalaman yang semakin bertambah ke arah lepas pantai. Bertambahnya kedalaman suatu perairan akan memberikan ruang relatif lebih besar bagi badan perairan untuk mendispersikan dan mengencerkan bahan-bahan padatan tersuspensi (Hamilton, 1994). Sedangkan pada perairan yang lebih dangkal, selain volume pengencer relatif lebih terbatas juga kemungkinan faktor pengadukan

41 26 (turbulensi) padatan tersuspensi di dasar perairan oleh gerakan air relatif lebih tinggi, sehingga menyebabkan tingginya nilai kekeruhan (turbidity) (Benoit, 1971; Triyanto, et al., 2005) Total Padatan Tersuspensi Nilai padatan tersuspensi pada setiap stasiun berkisar antara mg/l (Lampiran 2). Nilai tersebut masih jauh berada di bawah standar maksimal yang diperkenankan bila mengacu pada baku mutu Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 yaitu 80 mg/l. Namun berdasarkan baku mutu badan dunia UNESCO/WHO/UNEP (1992) nilai TSS yang diperbolehkan tidak boleh melebihi 22 mg/l, dengan demikian kadar TSS di salah satu titik pengamatan telah menyentuh garis baku mutu yang diperbolehkan (Lampiran 2). Total padatan tersuspensi diduga berasal dari daratan berupa bahan-bahan yang terbawa oleh sungai terutama Kali Ciliwung yang langsung menuju ke Perairan Marina. Penduduk di daerah hulu sungai masih menganggap bahwa sungai merupakan tempat pembuangan sampah terpanjang di dunia, sedangkan penduduk kota dan wilayah pesisir Laut Marina menganggap laut sebagai tempat sampah terbesar di dunia. Bahan-bahan buangan yang masuk ke sungai bersumber dari aktivitas industri, domestik dan pertanian. Limbah yang berasal dari daerah bagian hulu Sungai Ciliwung lebih didominasi oleh limbah pertanian, di bagian hilir didominasi limbah domestik dan industri dan di daerah pesisir beban limbah pelabuhan serta industri menjadi lebih dominan (Soeharsono, 2005). Kontribusi limbah domestik saja diperkirakan mencapai ton/hari (Anonim, 2004). Akumulasi limbah industri, domestik dan pertanian inilah yang mempengaruhi nilai total padatan tersuspensi Perairan Marina, bahkan diperkirakan > ton/tahun lumpur dari Sungai Ciliwung masuk ke Perairan Marina. Perubahan fisik yang terjadi di bagian hulu Sungai Ciliwung berupa bertambahnya kawasan pemukiman dan pertanian turut memicu besarnya masukan limbah ke Perairan Marina (Fakhrudin dan Wibowo, 1998). Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung di bagian hulu memiliki curah hujan sangat tinggi berkisar antara mm/tahun, sehingga bila terjadi hujan dengan intensitas tinggi maka peluang masuknya berbagai limbah dan bahan-bahan

42 27 tererosi ke Perairan Marina makin besar, yang dikenal dengan banjir kiriman (Bogor). Hal ini menunjukkan bahwa daerah hulu Sungai Ciliwung memiliki andil cukup besar terhadap masuknya limbah ke Perairan Teluk Jakarta khususnya Marina. Kondisi tersebut diperparah dengan tingginya tingkat erosi di bantaran Sungai Ciliwung. Fakta mengenai erosi ini pernah dilaporkan oleh Fakhrudin dan Wibowo (1998), yang menyebutkan bahwa daerah hulu Sungai Ciliwung berdasarkan metode sediment yield dikategorikan sebagai kawasan dengan tingkat erosi kerusakan cepat. Data klasifikasi lahan berdasarkan tingkat erosi ditampilkan pada Tabel 4. No Tabel 4. Klasifikasi lahan berdasarkan erosi atau sediment yield Kondisi Lahan Sediment yield (mm/tahun) Baik < 0.60 Sedang Kerusakan cepat Kerusakan sangat cepat >4.00 Sumber. Fakhrudin dan Wibowo, Erosi (Ton/ha/tahun) < >330 Nilai parameter TSS rata-rata stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing adalah mg/l, mg/l dan mg/l. Data tersebut mengindikasikan kecenderungan bahwa nilai TSS menurun dengan bertambahnya jarak dari garis pantai (semakin ke arah laut). Hasil tersebut bermakna bahwa kandungan TSS dipengaruhi oleh jarak, dengan stasiun 1 sebagai kawasan bernilai TSS tertinggi. Stasiun 1 sebagai kawasan yang mewakili muara secara langsung sebagai tempat penampungan bahan-bahan yang masuk melalui sungai, sehingga kandungannya relatif lebih tinggi dibandingkan kawasan yang lebih jauh dari garis pantai. Hal ini diduga karena pada stasiun 2 dan stasiun 3, jarak sumber limbahnya semakin jauh serta berlangsungnya proses pencucian sehingga bahan pencemar segera terdispersi dan mengalami pengenceran (Barnabe dan Quet, 1997). Menurut Benoit (1971) proses dispersi di perairan laut terjadi karena adanya pengaruh pergerakan angin. Penurunan kualitas air, terutama TSS dapat menghambat laju fotosintesis tumbuhan air, sedangkan di dasar perairan akan mengakibatkan sedimentasi yang dapat mengganggu kehidupan organisme di dalamnya termasuk

43 28 menutupi karang dan dampak jangka panjang mempercepat terjadinya pendangkalan Kualitas Kimia Perairan Marina ph dan Alkalinitas Perairan Marina memiliki nilai ph antara Kisaran tersebut masih berada pada kategori yang layak untuk kegiatan sektor perikanan. Berdasarkan kriteria UNESCO/WHO/UNEP (1992) tentang parameter kualitas air untuk menopang kehidupan organisme perairan, rentang ph yang diperbolehkan adalah , dengan demikian nilai ph Perairan Marina belum melampaui batas toleransi yang dianjurkan. Hasil pengukuran ph yang relatif tidak bervariasi ini kemungkinan disebabkan karena adanya sistem penyangga (buffering capacity) yang tergambar dari nilai alkalinitas. Nilai alkalinitas pada penelitian ini berkisar antara mg/l (Lampiran 2). Hariyadi (2002) menyatakan bahwa nilai alkalinitas >100 dikategorikan relatif tinggi. Nilai alkalinitas menunjukkan daya atau kapasitas buffer perairan, yakni sifat perairan terhadap perubahan ph, sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas penyangga Perairan Marina relatif tinggi, yang berarti ph perairan tidak mudah berubah. Namun demikian bukan berarti ph di perairan laut tidak dapat berubah secara drastis, karena apabila terjadi pembebanan limbah perairan terus menerus baik berasal dari limbah domestik maupun industri, maka akan terjadi perubahan ph secara signifikan. Perubahan ph dengan rentang yang sangat jauh akan membahayakan kelangsungan hidup organisme. Nilai ph yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama aluminium yang bersifat toksik semakin tinggi. Kondisi tersebut akan membahayakan bagi kelangsungan hidup biota air, sedangkan ph yang tinggi, akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu (Wetzel, 1975). Kenaikan ph di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang bersifat toksik bagi organisme.

44 Oksigen Terlarut (DO) Nilai rata-rata oksigen terlarut Perairan Marina pada stasiun 1, 2 dan 3, masing-masing sebesar 5.04 mg/l, 5.30 mg/l dan 5.94 mg/l, sehingga dapat disimpulkan nilai oksigen terlarut pada ketiga stasiun relatif merata dengan kondisi belum melampaui baku mutu yang berlaku yaitu > 5 mg/l (Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004). Menurut Kennish (1992) tetap terjaganya konsentrasi oksigen terlarut perairan laut karena faktor angin dan arus. Lebih lanjut dinyatakan kuatnya angin dan arus akan mempengaruhi kelarutan oksigen perairan, karena salah satu sumber oksigen berasal dari atmosfer. Tiupan angin akan menekan udara ke permukaan laut, sehingga difusi udara dari atmosfer ke permukaan laut berlangsung maksimal dan pada gilirannya dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut terutama pada lapisan permukaan. Konsentrasi oksigen perairan berasal dari dua sumber yaitu dari difusi udara dan proses fotosintesis tumbuhan air. Proses fotosintesis selain menghasilkan karbohidrat juga memproduksi oksigen. Meskipun demikian konsentrasi DO Perairan Marina tetap harus diwaspadai karena nilai hasil pengamatan di atas telah berada pada level menghawatirkan, dengan kata lain hampir mendekati baku mutu, bahkan bila mengacu kepada baku mutu badan dunia UNESCO/WHO/UNEP (1992) yaitu mg/l, maka DO pada stasiun 1 dan 2 telah dikategorikan tercemar. Kondisi tersebut menggambarkan minimnya kandungan oksigen terlarut di Perairan Marina. Faktor yang mempengaruhi rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di Perairan Marina diduga ada kaitannya dengan melimpahnya limbah organik, terutama yang berasal dari masukan Sungai Ciliwung. Dugaan ini sejalan dengan temuan Michael, et al. (1993) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa konsentrasi oksigen di Chesapeake Bay < 1 mg/l sebagai dampak tingginya kandungan bahan organik perairan. Oksigen terlarut perairan dipengaruhi bahan organik yang terdapat di dalamnya karena mikroorganisme pengurai membutuhkan oksigen untuk perombakannya, sehingga ketersediaan oksigen perairan menjadi rendah. Kandungan limbah organik di Perairan Marina berasal dari aktivitas di sepanjang Kali Ciliwung, baik hulu maupun hilir sebagai sungai yang langsung mengalir ke Muara Marina. Buangan tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menyumbangkan limbah dalam bentuk padatan tersuspensi dan bahan

45 30 buangan yang memerlukan oksigen. Hal ini menyebabkan terhambatnya regenerasi oksigen karena terjadi konsumsi oksigen oleh mikroorganisme untuk merombak bahan buangan yang memerlukan oksigen. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya nilai oksigen terlarut adalah suhu rata-rata Perairan Marina yang relatif tinggi yaitu pada stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar o C, o C dan o C. Tingginya suhu di Perairan Marina, tidak lepas dari pengaruh pemanasan global. Barnabe dan Quet (1997) menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan suhu rata-rata tahunan laut global sebesar 0.75 o C/tahun dengan peningkatan maksimum sebesar 2.2 o C/tahun. Peningkatan tersebut bersumber dari sejumlah aktivitas manusia yang menghasilkan emisi-emisi seperti CO 2 dengan peningkatan 30% dalam kurun waktu 10 tahun, chlorofluoro carbon (CFC) 25%, bahkan methana mencapai 100%. Data-data tersebut dicatat pada periode tahun BOD 5 Nilai BOD 5 rata-rata Perairan Marina di stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 4.15 mg/l, 4.49 mg/l dan 4.65 mg/l, dengan demikian nilai BOD 5 pada Perairan Marina masih memenuhi kriteria baku mutu untuk kehidupan biota laut, bahkan jauh di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 20 mg/l (Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004). Meskipun demikian tetap harus diwaspadai karena sesungguhnya nilai-nilai BOD 5 yang diperoleh telah mendekati ambang tercemar, bila mengacu pada baku mutu UNESCO/WHO/UNEP (1992) yaitu tidak lebih dari 6.0 mg/l. Hasil ini juga dapat bermakna adanya kemungkinan dominasi bahan-bahan pencemar toksik di Perairan Marina yang dapat menghambat aktivitas mikroba perombak bahan organik. Menurut Effendi (2003) pada perairan yang banyak mengandung bahan-bahan toksik dapat mengakibatkan nilai BOD 5 yang diperoleh kurang akurat karena bahan-bahan toksik yang terdapat dalam sampel air dapat menghambat bahkan mematikan mikroorganisme perombak bahan organik.

46 COD Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan nilai COD rata-rata Perairan Marina di stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar mg/l, mg/l dan mg/l. Nilai-nilai tersebut tidak saja telah melampaui baku mutu yaitu 200 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP, 1992), namun juga jauh lebih besar dari nilai COD hasil pemantauan kualitas Perairan Teluk Jakarta secara umum yang berkisar antara mg/l (Aboejowono, 2000), kemudian pada tahun 2004 nilai COD Teluk Jakarta berkisar antara mg/l, dan untuk Marina sebesar mg/l (BPLHD, 2004). Hasil ini memberikan gambaran bahwa Perairan Marina telah tercemar khususnya oleh limbah organik dengan kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut juga mengindikasikan bahwa bahan pencemar di Perairan Marina diduga didominasi oleh bahan organik yang sifatnya sulit terdegradasi seperti selulosa, fenol, polisakarida, lignin, benzene dan bahan-bahan lainnya NH 3 dan NO 3 Konsentrasi amoniak (NH 3 ) di Perairan Marina berkisar antara mg/l. Kisaran nilai tersebut pada beberapa titik pengamatan (Lampiran 2) belum melampaui baku mutu bila mengacu kepada Kep.Men.LH No. 51 tahun 2004 yaitu 0.3 mg/l, namun tetap harus diwaspadai karena bila mengacu pada ketentuan badan dunia UNESCO/WHO/UNEP, (1992) yaitu mg/l, maka nilai NH 3 Perairan Marina telah jauh melampaui baku mutu. Kandungan amoniak di Perairan Marina diduga berasal dari sejumlah aktivitas antropogenik seperti industri, domestik serta kegiatan pertanian. Goldman & Horne (1983) menyatakan bahwa sumber NH 3 di perairan berasal dari proses difusi udara atmosfer limbah industri, domestik dan pertanian yang masuk ke badan perairan melalui erosi tanah. Sedangkan Kennish (1997) menambahkan bahwa selain dari kegiatan domestik dan pertanian sumber amoniak juga berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air hasil dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota air yang mati). Selain itu limbah aktivitas metabolisme biota akuatik berupa tinja juga mengeluarkan amonia. BPLHD

47 32 (2004) menyebutkan bahwa kadar NH 3 di sepanjang Teluk Jakarta berasal dari daratan melalui pupuk limbah pertanian maupun berasal dari limbah domestik berupa sampah organik yang mengalami proses pembusukan. Kandungan nitrogen dalam bentuk nitrat (NO - 3 ) pada stasiun 1, 2 dan 3 adalah mg/l, mg/l dan mg/l. Hasil pengukuran di ketiga stasiun tersebut telah melampaui baku mutu menurut Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 yaitu mg/l. Nilai konsentrasi nitrat pada penelitian ini juga relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil pemantauan BPLHD (2004) yaitu kandungan nitrat di Muara Marina sebesar mg/l. Hasil tersebut menggambarkan bahwa Perairan Marina telah tercemar oleh nitrat, meskipun nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan dan sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga, namun kadar nitrat yang tinggi (>0.2 mg/l) berpotensi mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan (Effendi, 2003). Goldmen dan Horne (1983) menyatakan bahwa nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik, namun konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen PO 4 Konsentrasi posfat rata-rata pada stasiun 1, 2 dan 3 Perairan Marina masing-masing sebesar mg/l, mg/l dan 0.09 mg/l. Kadar PO 3-4 pada ketiga stasiun tersebut bila dibandingkan dengan baku mutu UNESCO/WHO/UNEP (1992) yaitu mg/l dan Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 ( 0.015), maka kadar PO 3-4 pada setiap titik pengamatan telah melampaui batas toleransi untuk kehidupan biota laut, dengan kata lain Perairan Marina telah tercemar fosfat. Keberadaan posfat di perairan biasanya relatif kecil, bahkan lebih sedikit daripada kadar nitrogen, karena sumber posfat lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Meskipun demikian, kandungan posfat akan meningkat bila mendapatkan masukan dari luar (antropogenik) (Kennish, 1992). Hal inilah yang diduga menjadi penyebab tingginya kandungan posfor di Perairan Marina. Kennish (1992) melaporkan bahwa sumber antropogenik Posfor berasal dari limbah industri dan domestik (khususnya detergen). Limpasan air dari daerah pertanian yang menggunakan

48 33 pupuk saat terjadi erosi juga memberikan kontribusi cukup besar bagi keberadaan posfor di perairan Logam Pb dan Cd Kandungan logam berat dalam air laut secara alami umumnya kecil, tetapi apabila dijumpai kadar logam yang tinggi, berarti telah terjadi pencemaran. Pencemaran kadar logam berat di perairan pantai lebih banyak disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan sekitarnya dan biasanya berasal dari limbah industri. Kandungan logam berat yang diamati pada Perairan Marina adalah timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Nilai rata-rata konsentrasi timbal pada stasiun 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 0.92 mg/l, mg/l dan mg/l. Nilai tersebut telah jauh melampaui baku mutu yang diperkenankan. Batas maksimal kandungan logam Pb untuk biota laut yang tertuang dalam Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 yaitu 0.01 mg/l, dengan demikian Perairan Marina telah tercemar oleh timbal. Tingginya konsentrasi Pb di Perairan Marina diduga kuat berasal dari air buangan industri. Konsentrasi unsur Pb yang masuk ke perairan bersumber dari aktivitas manusia, terutama dari limbah industri, perkotaan dan pertanian (Sumadhiharga, 1995). Mulyono (2000) melaporkan hasil penelitiannya bahwa Pb merupakan logam berat dengan konsentarsi paling tinggi yang terdapat pada ikan di Teluk Jakarta. Hal ini terjadi karena Pb tidak hanya berasal dari daratan, namun juga dari udara melalui hasil pembakaran kendaraan bermotor. Emisi Pb terutama berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping dari pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan. Timbal sebagai hasil samping dari pembakaran ini berasal dari senyawa tetrametil-pb dan tetraetil-pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor dan berfungsi sebagai anti ketuk (antiknock) pada mesin-mesin kendaraan. Timbal pada lapisan udara dalam bentuk tetraetil-pb akan terurai membentuk trietil-pb, dietil-pb dan monoetil-pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-pb tersebut sulit larut dalam minyak, namun dapat larut dengan baik dalam air dan Pb dari udara dapat masuk ke badan perairan terutama melalui bantuan air hujan (Palar, 2004).

49 34 Logam berat kadmium (Cd) yang terdeteksi di Perairan Marina di stasiun 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah mg/l, mg/l dan mg/l, seperti halnya logam timbal, maka konsentrasi kadmium juga telah melewati ambang batas yang diperbolehkan untuk mendukung kehidupan biota laut yaitu antara mg/l (Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004). Kondisi ini memperlihatkan bahwa Perairan Marina telah tercemar oleh logam Cd, terutama pada muara yang terindikasi dari nilai Cd di stasiun 1 tertinggi dibandingkan stasiun 2 dan 3. Hal ini disebabkan muara merupakan pintu dari aliran sungai yang menuju ke laut sebagai pembawa pencemar Cd. Sumber pencemar Cd ini diduga berasal dari limbah domestik yang mengalir melalui sungai terutama Kali Ciliwung. Logam Cd sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti sebagai bahan pewarna dalam industri plastik, elektroplanting, fotografi dan penggunaan lainnya Kualitas Biologi Perairan Marina Komposisi Jenis dan Kepadatan Makrozoobenthos Makrozoobenthos yang dapat dikumpulkan pada penelitian ini berjumlah 1638 individu dari 9 genus. Bila dilihat dari jumlah jenis pada setiap stasiun pengamatan, maka genus Mactra sp. menduduki urutan tertinggi (Gambar 4, 5 dan 6). Komposisi makrozoobenthos Makrozoobenthos di Perairan di Pantai Marina Marina stasiun 1 Ancol Stasiun 1 1% 1% 0% Venerupis deccusata Chione undotella Tellina Mactra 98% Gambar 4. Komposisi makrozoobenthos stasiun 1 Perairan Marina

50 35 Komposisi makrozoobenthos Makrozoobenthos di Perairan di Pantai Marina Marina stasiun 2 Ancol Stasiun 2 1% 0% 3% 1% 1% 94% Chione undotella Mactra Lucina muricata Divaricella divaricata Barbatia Chamelea gallina Gambar 5. Komposisi makrozoobenthos stasiun 2 Perairan Marina Komposisi makrozoobenthos MAkrozoobenthos di Perairan di Pantai Marina Marina stasiun 3 0% Stasiun 3 0% 2% 0% Venerupis deccusata Chione undotella Tellina Mactra Lucina muricata 98% Gambar 6. Komposisi makrozoobenthos stasiun 3 Perairan Marina Dominasi Jenis Mactra sp. dengan interval jumlah kepadatan sangat jauh dibandingkan jenis lain ini mengindikasikan bahwa pada Perairan Marina telah tercemar karena dijumpainya spesies dominan di Perairan Marina yaitu Mactra sp bentuk-bentuk makrozoobenthos yang ditemukan di Perairan Marina ditampilkan di Lampiran 6. Data tersebut juga memberikan gambaran bahwa jenis benthos yang mampu bertahan di Perairan Marina adalah jenis-jenis tertentu, dan kondisi ini mengakibatkan munculnya dominasi jenis tertentu. Hasil tersebut juga memberikan gambaran bahwa keragaman jenis makrozoobenthos sangat sedikit

51 36 yaitu hanya 9 jenis yang dijumpai. Data komposisi dan kepadatan makrozoobenthos secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Kelimpahan Fitoplankton Kelimpahan fitoplankton pada Perairan Marina di setiap stasiun secara umum didominasi oleh jenis Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp (Gambar 7, 8 dan 9). Gambaran ini bermakna bahwa dari aspek kelimpahan fitoplankton di lingkungan Perairan Marina, telah terjadi ketidakseimbangan lingkungan karena munculnya dominasi jenis tertentu. Ketidakseimbangan tersebut diduga menyangkut keadaan fisik dan kimia lingkungan yang membuat sebagian besar organisme tertekan. Perubahan lingkungan fisik dan kimia dalam, tempo cepat akan berdampak pada kelimpahan jenis masing-masing fitoplankton. Hal ini karena fitoplankton memiliki umur yang sangat singkat. Faktor fisik dan kimia yang dimaksud antara lain intensitas cahaya matahari, suhu, nutrien, konsentrasi logam berat dan struktur komunitas fitoplankton. Goldman dan Horne (1983) menyatakan bahwa struktur komunitas fitoplankton selain ditentukan oleh kondisi fisika dan kimia perairan juga dipengaruhi faktor internal fitoplankton bersangkutan. Spesies Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. merupakan fitoplankton dari kelompok diatom yang bersifat non toxic, namun berpotensi menimbulkan blooming (Wood, 1987). Menurut Arinardi, et al. (1997) Skeletonema dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengestimasi pencemaran dari unsur hara, karena Skeletonema sp. akan melimpah di perairan dengan kadar nutrien tinggi. Fitoplankton jenis Chaetoceros sp. memiliki kelebihan yaitu kemampuannya mensintesis zat hara yang tinggi, sehingga populasinya di suatu perairan lebih dominan dan melimpah (Sahubawa, 2001). Sahubawa (2001) sebagaimana mengutip Miyata dan Hatori (1986) menyatakan bahwa fitoplankton kelompok diatom memiliki kemampuan konsumsi nutrisi yang besar serta dapat menyimpan senyawa nitrat dan fosfat sebagai cadangan makanan dalam sel. Hasil ini juga memberikan indikasi kemungkinan bahwa dominasi Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. karena keduanya merupakan spesies endemik artinya bukan berasal dari tempat lain sehingga memiliki daya toleransi tinggi terhadap

52 37 lingkungannya. Dugaan tersebut setidaknya berdasarkan fakta bahwa hasil pemantauan yang dilakukan BPLHD DKI (2004) di sepanjang Teluk Jakarta menunjukkan jenis Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. juga dominan. Data kelimpahan fitoplankton Perairan Marina di setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 6. Kelimpahan fitoplankton stasiun1. 64% 32% 2% 1% 0% 1% 0% Coscinodiscus Peridinium Thallassionema Ceratium Nitzchia Skeletonema Chaetoceros Gambar 7. Kelimpahan fitoplankton stasiun 1 Perairan Marina Kelimpahan fitoplankton stasiun 2 0% 0% 43% 57% 0% 0% 0% Coscinodiscus Peridinium Thallassionema Ceratium Nitzchia Skeletonema Chaetoceros Gambar 8. Kelimpahan fitoplankton stasiun 2 Perairan Marina Kelimpahan fitoplankton stasiun 3 0% 0% 45% 55% 0% 0% 0% Coscinodiscus Peridinium Thallassionema Ceratium Nitzchia Skeletonema Chaetoceros Gambar 9. Kelimpahan fitoplankton stasiun 3 Perairan Marina

53 38 Rendahnya kelimpahan fitoplankton pada penelitian ini kemungkinan juga disebabkan oleh besarnya bahan-bahan berupa limbah yang masuk ke Perairan Marina, sehingga menurunkan kecerahan perairan dan meningkatkan kekeruhan. Kekeruhan yang tinggi akan menghambat penetrasi cahaya dan mengganggu sistem pernapasan dan proses fotosintesis yang dilakukan oleh biota air termasuk fitoplankton, bahkan tingkat kekeruhan yang terlampaui tinggi dapat menyebabkan kematian golongan fitoplankton tertentu seperti copepods (Uriarte and Villate, 2005). Kelimpahan fitoplankton dari waktu ke waktu dapat berubah sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan perairan. Satu spesies dapat lebih dominan dari spesies lainnya pada interval waktu yang relatif pendek sepanjang tahun (Marshall, 2005) Kualitas Sedimen Perairan Marina Kualitas sedimen yang berada di dasar perairan akan mempengaruhi kualitas air di sekitarnya, disamping itu kualitas sedimen juga dapat menunjukkan adanya proses sedimentasi dari limbah yang terbawa dari darat maupun akibat kegiatan di perairan. Pengamatan kualitas sedimen pada penelitian ini yaitu kandungan logam Pb dan Cd serta tekstur Kandungan Logam Sedimen Kandungan logam berat sedimen yang diteliti adalah Pb dan Cd. Konsentrasi Pb dan Cd pada sedimen penting untuk diketahui karena sedimen merupakan salah satu sumber pencemar, terutama bila terjadi akumulasi dalam waktu yang lama. Nilai rata-rata kandungan Pb dan Cd ditampilkan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Nilai rata-rata kandungan Pb dan Cd sedimen Marina Logam Pb Cd Kandungan logam (mg/kg) pada stasiun Satu Dua Tiga Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa kandungan logam Pb dan Cd pada masing-masing stasiun relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan

54 39 kandungan logam berat yang terlarut dalam air, dengan sebaran relatif merata. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses akumulasi logam berat dalam sedimen telah berlangsung dalam periode relatif lama. Unsur logam berat terlarut dalam air akan dipengaruhi proses hidrodinamika seperti pasang surut, ombak, gelombang, arus dan sebagainya. Kemudian lambat laun logam berat akan mengendap ke dasar perairan. Posisi Perairan Marina persis berhadapan dengan daratan (Pantai Ancol), sehingga proses pencemaran relatif lebih besar dan penyebaran bahan pencemar, khususnya logam berat akan lebih merata. Meskipun demikian dalam periode relatif lama, kandungan logam berat dalam air akan mengendap dan terakumulasi pada sedimen. Data untuk logam Pb pada sedimen Perairan Marina (Tabel 5) bila dibandingkan dengan Penelitian di Teluk Jakarta secara umum yang dilaporkan oleh Suharsono (2005) jauh lebih rendah yaitu mg/kg. Hal ini diduga berkaitan dengan komposisi tekstur sedimen Perairan Marina yang relatif kasar yaitu pasir (Riani, et al., 2005). Menurut Hutabarat dan Evans (1985) terdapat hubungan antara kandungan bahan pencemar dengan ukuran partikel sedimen. Sedimen dengan fraksi halus seperti lumpur dan liat memiliki persentase kandungan bahan pencemar relatif lebih tinggi daripada sedimen kasar. Hal tersebut disebabkan adanya gaya tarik menarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral, pengikatan oleh partikel organik dan pengikatan oleh sekresi lendir organisme. Penyebaran konsentrasi yang relatif merata juga terlihat pada parameter kadmium (Cd) dan sebagaimana data Pb, logam Cd juga menunjukkan konsentrasi yang relatif tinggi, setidaknya bila dibandingkan dengan kandungan Cd pada perairan (Tabel 5). Data hasil pengukuran kedua logam tersebut menunjukkan bahwa proses akumulasi logam berat dalam sedimen telah berlansung dalam periode yang relatif lama. Kandungan logam berat yang masuk ke Perairan Marina umumnya berasal dari aktivitas industri yang masuk melalui sungai terutama Sungai Ciliwung, selain itu kedua logam juga dapat berasal dari kawasan sekitar pantai dan laut melalui sarana transportasi khususnya logam Pb yang digunakan dalam bahan bakar transportasi untuk menaikkan nilai oktan pada kendaraan.

55 Tekstur Sedimen Sedimen perairan laut dangkal merupakan lingkungan yang sangat komplek, karena berasal dari beberapa sumber seperti sedimen dari daratan yang dibawa air sungai dan sedimen dari laut. Sedimen di dalam perairan akan terbawa oleh gerakan arus dan gelombang, sesuai dengan ukuran dan densitasnya. Kondisi tekstur sedimen Perairan Marina di ketiga stasiun didominasi oleh kandungan pasir dengan komposisi pasir pada stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar %, % dan %. Fraksi kedua tertinggi adalah debu dan terakhir fraksi liat. Fraksi sedimen Perairan Marina sesuai ukuran partikel ditampilkan pada Tabel 6. Stasiun Satu Dua Tiga Tabel 6. Nilai rata-rata persentase tekstur sedimen Fraksi sedimen (%) Pasir Debu Liat Kondisi dominan fraksi pasir di Perairan Marina diduga karena oleh posisi Perairan Marina yang terletak persis di depan daratan (Pantai Ancol) yang merupakan kawasan gelombang atau ombak pecah, sehingga menimbulkan kondisi dinamis. Kawasan dengan kondisi demikian, dapat menyebabkan fraksi yang berukuran besar dan berat seperti pasir dapat lebih mengendap dibandingkan fraksi halus, dengan kata lain partikel yang berukuran lebih besar akan lebih cepat mengendap di dasar perairan sedangkan partikel yang lebih kecil akan terbawa jauh ke lautan dan akhirnya mengendap di daerah yang relatif tenang, dan kemungkinan inilah yang menjadi penyebab tingginya fraksi pasir di Perairan Marina. Dugaan tersebut diperkuat oleh penyataan Syamsudin dan Kardana (1996) bahwa pengendapan sedimen ke arah laut dipengaruhi oleh ombak, arus laut dan pasang surut. Nybakken (1992) menyatakan partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih kecil dan arus yang kuat mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama daripada arus yang lemah. Oleh karena itu, substrat pada tempat yang arusnya kuat akan dominan partikel

56 41 kasarnya (pasir atau kerikil), karena hanya partikel besar yang akan mengendap, sedangkan jika perairan tenang dan arus lemah, lumpur halus akan mengendap. Fraksi sedimen erat hubungannya dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Sedimen yang didominasi fraksi pasir memiliki kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan sedimen berstruktur halus. Hal ini karena sedimen berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif, tetapi sedimen dominan pasir relatif rendah kandungan nutrien. Kondisi sebaliknya terdapat pada sedimen dengan fraksi substrat lebih halus, walaupun oksigen relatif terbatas namun cukup tersedia nutrien dalam jumlah lebih besar (Wood, 1987). Jenis sedimen yang disukai oleh mikroorganisme benthos adalah kombinasi dari ketiga fraksi pasir, debu dan liat. Menurut Wood (1987) terdapat hubungan antara kandungan bahan organik dan ukuran pertikel sedimen. Sedimen dengan dominasi fraksi halus memiliki persentase bahan organik lebih tinggi daripada sedimen kasar. Fraksi sedimen tertinggi kedua adalah debu atau lumpur, yang dapat menunjukkan bahwa tingkat sedimentasi Perairan Marina relatif tinggi. Material sedimen Perairan Marina diduga berasal dari daratan yang dibawa melalui sungai terutama Kali Ciliwung. Suharsono (2005) menyebutkan bahwa material yang mengendap di Teluk Jakarta berasal dari sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta, termasuk Perairan Marina sebagai bagian dari kawasan Teluk Jakarta. Khusus untuk Sungai Ciliwung bersama dengan dua sungai besar lainnya yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Citarum diperkirakan dapat mengangkut lumpur hingga 4-7 juta m 3 /tahun (Suharsono, 2005). Pertambahan penduduk dan pembangunan ekonomi di sekitar Pantai Marina dan di sepanjang Sungai Ciliwung menuntut untuk membangun infrastruktur dan fasilitas seperti perumahan, hotel, industri, jalan, sarana rekreasi dan sebagainya. Perubahan lahan fasilitas-fasilitas tersebut menyebabkan menyusutnya lahan bervegetasi sehingga memacu terjadinya erosi dan sedimentasi. Sedimen merupakan hasil proses alam sebagai hasil dari erosi di daratan dan terbawa ke laut melalui sungai. Sedimen dapat juga berasal dari pengadukan kembali (upwelling) dari sedimen yang sebelumnya telah mengendap di dasar laut (Hamilton, 1989).

57 42 Kontributor sedimen utama Perairan Marina berasal dari Sungai Ciliwung. Sungai tersebut tidak hanya langsung bermuara ke Perairan Marina, namun juga melalui kawasan-kawasan pemukiman. Daerah hulu DAS Ciliwung terbentang mulai dari lereng bagian utara Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Puncak, kemudian lereng selatan Gunung Mega Mendung, lalu menyempit di daratan Ciawi. Menurut Fakhrudin dan Wibowo (1998) karakteristik jenis tanah di aliran Sungai Ciliwung turut memicu tingginya sedimentasi Sungai tersebut yaitu jenis tanah andosol dan latosol. Andosol merupakan jenis tanah yang peka terhadap erosi karena karakteristiknya sebagai tanah yang telah mengalami perkembangan lanjut, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin. Sedangkan tanah latosol memiliki karakteristik diantaranya berkembang lanjut, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal. Kondisi keduanya mudah tercuci oleh air hujan dan aliran air yang melaluinya, sehingga sungai yang melaluinya banyak mengandung lumpur, bahkan pada satu musim penghujan di saat banjir, Sungai Ciliwung dapat mengangkut lebih dari ton lumpur (Suharsono, 2005) Beban Pencemaran Perairan Marina Tingkat pencemaran yang terjadi di Perairan Marina dari waktu ke waktu semakin tinggi, hal ini disebabkan beban pencemaran yang masuk ke dalam Perairan Marina kian meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas di sekitar perairan serta di bagian hulu sungai yang mengalir ke Muara Marina. Beban pencemaran Perairan Marina dari limbah berbagai kegiatan di luar kawasan Marina yang masuk melalui Sungai Ciliwung didekati berdasarkan nilai beberapa parameter indikator pencemaran dan debit sungai. Hasil analisis beban pencemaran pada beberapa parameter ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa bahan pencemar yang memberikan kontribusi pencemaran tertinggi adalah COD sebesar ton/bulan. Nilai tersebut jauh lebih besar (± >50 kali lebih besar) dibandingkan BOD 5. Metcalf and Eddy (1991) menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi COD dan BOD 5 biasanya terjadi pada perairan tercemar berat karena bahan organik yang diuraikan secara kimia lebih besar dibandingkan secara biologi. Nilai COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang dapat

58 43 didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun sukar didegradasi (non biodegradable) (Benoit, 1971). Sedangkan BOD 5 menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba untuk mendekomposisi bahan organik. Hasil penentuan COD dan BOD 5 dapat memberikan gambaran keberadaan/kandungan pencemar dari golongan bahan organik, dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahan pencemar organik yang masuk ke Perairan Marina relatif dominan. Pasokan bahan organik diduga berasal dari penduduk sekitar pelabuhan seperti pemukiman dan buangan dari kegiatan pelabuhan/pariwisata, serta yang tidak kalah penting adalah beragam aktivitas di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung yang menuju ke muara. Setelah COD, TSS memberikan kontribusi pencemar tertinggi kedua yaitu ton/bulan. Besarnya sumbangan TSS dapat menimbulkan sedimentasi di daerah muara yang pada akhirnya menyebabkan pendangkalan. Dampak lainnya akan mempengaruhi intensitas cahaya matahari ke dalam badan air, khususnya di kawasan estuari. Tingginya nilai TSS akan diikuti dengan peningkatan kekeruhan, sehingga menimbulkan permasalahan di kawasan estuari, karena fungsinya sebagai daerah peralihan dan pertemuan antara dua massa air yang berbeda. Massa air laut dengan salinitas lebih tinggi bertemu dengan air tawar, sehingga terjadi perbedaan densitas yang dapat mengakibatkan terjadinya turbulensi yang berdampak pada partikel-partikel mengendap teraduk kembali. Tingginya pasokan TSS dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah dan aktivitas penduduk di sepanjang Sungai Ciliwung, kondisi tanah, kelerengan dan curah hujan (Harijogjo, et al., 2002). Tingkat hunian di pinggir Sungai Ciliwung terus bertambah setiap tahun. Hal ini ditandai dengan penyempitan Sungai Ciliwung yang semestinya memiliki lebar 60 meter, menjadi hanya 15 meter. Persentase penggunaan lahan di sepanjang Sungai Ciliwung mencapai % yaitu untuk penggunaan lahan pertanian, pemukiman serta industri (Harijogjo, 2002). Sedangkan dari aspek fisik, bantaran Sungai Ciliwung didominasi jenis tanah andosol dan latosol coklat serta latosol coklat kemerahan yang mencapai luas 32.89% luas wilayah. Kedua jenis tanah ini diketahui rentan terhadap erosi, terutama bila terjadi hujan. Curah hujan rata-rata di daerah hulu DAS Ciliwung sangat tinggi berkisar antara mm/tahun (Fakhrudin dan Wibowo, 1998). Kondisi tersebut diperparah

59 44 dengan tingkat kelerengan relatif tinggi yaitu > 40% di sekitar 40.20% luas wilayah DAS Ciliwung. Tabel 7. Nilai beban pencemar beberapa parameter yang masuk ke Muara Marina melalui Sungai Ciliwung Beban pencemar (ton/bulan) Parameter Satuan Rerata TSS BOD COD NH 3 NO 3 - PO 4 3- Pb Cd mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l I II III Beban limbah yang mewakili pencemar dari golongan nutrien yaitu NH 3, NO - 3-3, dan PO 4 masing-masing sebesar ton/bulan, ton/bulan dan ton/bulan. Pasokan limbah NH 3, NO 3 dan PO 3-4 diduga tidak hanya berasal dari kegiatan pertanian melalui pemupukan, namun juga dapat berasal dari aktivitas perkotaan. Konsentrasi amoniak dan nitrat dapat berasal dari aktivitas domestik, karena kandungan limbah domestik pada umumnya terdiri atas karbohidrat, lemak dan protein. Penguraian zat nutrisi lemak dan protein akan menghasilkan amoniak dan nitrat. Kandungan fosfat selain berasal dari kegiatan pemupukan dan industri kimia, juga dari detergen yang digunakan masyarakat luas, bahkan detergen diperkirakan memberikan kontribusi unsur posfat di perairan Sungai Ciliwung mencapai 50 %. Hal ini karena di dalam detergen mengandung poliphosphat yang terdapat pada surfaktan linier alkylbenzene (Anonim, 2006) Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Suatu perairan alamiah memiliki sistem pemulihan diri dalam mengatasi kondisi lingkungan yang fluktuatif terutama dengan masuknya bahan pencemar. Bahan pencemar ketika memasuki badan perairan akan mengalami proses-proses secara fisika, kimia dan biologi melaui pengendapan, pemekatan serta pengenceran dan penyebaran oleh volume air (Nemerow, 1991). Fenomena inilah

60 45 yang dihubungkan dengan istilah kapasitas asimilasi yaitu kemampuan perairan dalam memulihkan diri secara alamiah terhadap bahan asing (Kennish, 1991). Indikasi telah terlampauinya kapasitas asimilasi yang terjadi di Perairan Marina ditunjukkan oleh sejumlah data fisik perairan seperti warna perairan keruh dan bercorak gelap, kandungan logam berat tinggi, juga didukung fakta terjadinya kasus kematian massal ikan di Perairan Marina pada tahun 2004 hingga tahun 2005 lalu, bahkan kasus kematian ikan di kawasan Teluk Jakarta secara umum telah terjadi sejak tahun 1970-an. Sebelumnya BAPELDA DKI Jakarta telah melakukan pemantauan di kawasan Teluk Jakarta secara umum, namun belum pernah dilakukan kajian khusus di kawasan Marina, sehingga melalui hasil penelitian ini dapat diketahui kondisi Perairan Marina secara lebih detil. Hasil analisis kapasitas asimilasi beberapa parameter Perairan Marina disajikan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Kondisi kapasitas asimilasi Perairan Marina Parameter Fungsi y 1 Fungsi y 2 R 1 2 TSS BOD5 COD NH 3 - NO 3 3- PO 4 Pb Cd x x x x x x x x x x x x x x x x Keterangan: Fungsi y 1 : kualitas perairan stasiun 2 Fungsi y 2 : kualitas perairan stasiun R Kapasitas asimilasi (ton/bulan) x 1 (jarak 500 m) x 2 (jarak 1000 m) Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa kapasitas asimilasi Perairan Marina umumnya telah terlampaui, dari sejumlah parameter yang diuji hanya parameter TSS dan BOD 5 yang kondisi kapasitas asimilasinya belum terlampaui TSS dan BOD 5 Penentuan kapasitas asimilasi untuk parameter TSS melalui fungsi y 1 = x dengan R 2 = 0.90, dari fungsi ini didapatkan garis perpotogan hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan baku mutu, sehingga didapat nilai kapasitas asimilasi sebesar ton/bulan. Berikutnya fungsi y 2 = x (R 2 = 0.99) diperoleh kapasitas asimilasi sebesar

61 46 ton/bulan. Hasil penentuan kapasitas asimilasi disajikan pada Gambar 10, yang menunjukkan bahwa parameter TSS di Perairan Marina masih berada di bawah kapasitas asimilasi. Hal ini berarti perairan masih mampu memulihkan diri terhadap limbah yang masuk ditinjau dari parameter TSS. TSS Konsentrasi TSS (ppm) 30 Baku Mutu = 25 ppm Beban TSS (Ton/Bulan) 500 m 1000 m Gambar 10. Analisis regresi antara beban pencemar TSS di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina. Total suspended solid (TSS) dapat berasal dari buangan domestik masyarakat, industri serta pertanian khususnya yang berada di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung. Perubahan fisik yang terjadi di daerah hulu Sungai Ciliwung dengan bertambahnya kawasan pemukiman maupun pertanian dan menurunnya tutupan hutan, juga ikut mempengaruhi besarnya penggelontoran limbah ke Perairan Marina. Namun demikian belum terlampauinya kapasitas asimilasi di Perairan Marina kemungkinan disebabkan oleh hidrodinamika perairan, terutama proses penyebaran dan pengenceran. Bahan pencemar ketika memasuki perairan pesisir dan laut, akan menyebabkan polutan terdispersi, sedangkan pengenceran (dilution) akan terjadi segera setelah limbah masuk ke perairan dan akan berakhir dengan pergerakan vertikal dalam badan air hingga mengendap di dasar laut (Benoit, 1971). Proses penyebaran di Perairan Marina diduga akan membawa bahan pencemar TSS menjauh dari kawasan masuknya limbah dan mempengaruhi kualitas perairan (khususnya parameter TSS). Dugaan ini didukung fakta bahwa hasil perhitungan nilai rata-rata TSS pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 (Tabel 3) menunjukkan kecenderungan penurunan dengan semakin ke arah laut. Parameter lainnya yang menunjukkan belum terlampauinya kapasitas asimilasi adalah BOD 5 (Gambar 11). Persamaan regresi untuk BOD 5 yaitu y 1 = -

62 x (R 2 = 0.25) dengan nilai kapasitas asimilasi sebesar ton/bulan, y 2 = x (R 2 = 0.51) dengan nilai kapasitas asimilasi sebesar ton/bulan. Baku Mutu = 6 ppm Sampel BOD Konsentrasi BOD5 (ppm) Konsentrasi BOD5 (ppm) Beban Beban BOD BOD 5 (ton/bulan) (Ton/Bulan) 500 m 1000 m Gambar 11. Analisis regresi antara beban pencemar BOD 5 di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina. Berdasarkan Gambar 11 menunjukkan bahwa beban pencemar BOD 5 masih berada di bawah baku mutu. Hal ini diduga karena kemampuan metode penentuan BOD 5 yang hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) saja, seperti lemak, protein, glukosa, ester dan lain sebagainya, sementara di Perairan Marina diduga terdapat banyak bahan organik yang sifatnya resisten terhadap degradasi biologis. UNESCO/WHO/UNEP (1992) menyebutkan bahwa penentuan konsumsi oksigen oleh mikroba melalui parameter BOD 5 tidak dapat mendeteksi keberdaan bahan organik yang sifatnya resisten (non biodegradable) seperti selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida, benzena dan bahan lainnya. Metode yang cocok untuk mendeteksi pencemaran oleh bahan non biodegradable adalah COD, yang akan diulas pada Sub Bab berikut COD Gambar 12 menunjukkan grafik hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi kualitas Perairan Marina dari parameter COD, yang telah melampaui

63 48 kapasitas asimilasi. Fakta ini menunjukkan bahwa Perairan Marina telah tercemar oleh bahan organik. Baku Mutu = 20 ppm COD Konsentrasi COD (ppm) Beban COD (Ton/Bulan) 500 m 1000 m Gambar 12. Analisis regresi antara beban pencemar COD di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina. Hasil pengukuran parameter COD membentuk fungsi y 1 = x (R 2 = 0.99), dengan nilai kapasitas asimilasi sebesar ton/bulan. Fungsi y 2 = x (R 2 = 0.98), nilai kapasitas asimilasinya sebesar ton/bulan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Perairan yang tercemar biasanya memiliki COD > 200 mg/l (UNESCO/WHO/UNEP, 1992). Penentuan COD dinilai paling baik untuk memperoleh gambaran pencemaran oleh bahan organik karena dapat mengoksidasi berbagai jenis bahan organik. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa bahan pencemar di Perairan Marina lebih didominasi oleh bahan organik yang sifatnya sulit terdegradasi seperti selulosa, fenol, polisakarida, lignin, benzena dan bahan lainnya. Dugaan ini didasarkan pada hasil penentuan BOD 5 yang dalam penelitian ini belum melampaui baku mutu. Namun untuk memastikan dugaan tersebut, perlu adanya upaya kajian atau penelitian lanjutan. Hasil analisis kapasitas asimilasi Perairan Marina untuk parameter COD ini, juga memberikan gambaran bahwa kandungan limbah bahan organik antar stasiun yaitu di stasiun 2 (500 m) dan stasiun 3 (1000 m) relatif sama, dengan kata lain penyebarannya merata hingga jarak 1000 m dari garis pantai.

64 NH 3, NO dan PO 4 Hasil analisis regresi antara beban pencemar dan konsentrasi nitrogen dan - 3- posfor menunjukkan bahwa ketiga parameter yaitu NH 3, NO 3 dan PO 4 telah melampaui kapasitas asimilasi, sebagaimana disajikan pada Gambar 13, 14 dan 15. NH3 NH 3 Konsentrasi NH3 (ppm) Konsentrasi NH3 PM (ppm) Baku Mutu = 0.3 ppm Beban NH NH3 3 ((ton/bulan) (Ton/Bulan) 500 m 1000 m Gambar 13. Analisis regresi antara beban pencemar NH 3 3- di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina. NO 3 - NO3- Konsentrasi NO3 PM - (ppm) Baku Mutu = ppm Beban NO ((ton/bulan) (Ton/Bulan) 500 m 1000 m Gambar 14. Analisis regresi antara beban pencemar NO 3 - di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina.

65 50 PO4 PO 4 3- Konsentrasi PO4 3- (ppm) Konsentrasi PO4 PM (ppm) Baku Mutu = ppm Beban PO4 PO 4 (Ton/Bulan) 3- (ton/bulan) 500 m 1000 m Gambar 15. Analisis regresi antara beban pencemar PO 4 3- di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina. Berdasarkan Gambar 13 diperoleh fungsi persamaan untuk parameter NH 3 yaitu y 1 = x (R 2 = 0.99) dan y 2 = x (R 2 = 0.99) dengan kapasitas asimilasi masing-masing sebesar 4.47 ton/bulan dan 4.59 ton/bulan dengan kondisi telah melampaui kapasitas asimilasi. Hal yang sama - juga terjadi pada parameter NO 3 yang keberadaanya di Perairan Marina telah melampaui batas kemampuannya dalam memulihkan diri secara alami (Gambar 14). Hubungan beban limbah dari sungai terhadap kualitas Perairan Marina untuk parameter NO - 3 dibentuk oleh fungsi y 1 = x (R 2 = 0.99), dengan nilai kapasitas asimilasi adalah 0.34 ton/bulan dan y 2 = x (R 2 = 0.98), dengan nilai kapasitas asimilasi adalah 0.05 ton/bulan. Kandungan nitrogen di Perairan Marina yang telah melampaui kapasitas asimilasi ini diduga berasal dari daratan terutama masuk melalui aliran Sungai Ciliwung. Goldman dan Horne (1983) menyatakan bahwa suplai nitrogen ke perairan laut dalam bentuk NH 3 dan NO - 3 berkaitan erat dengan penggunaan lahan di aliran sungai yang mengarah ke perairan tersebut. Perubahan tata guna lahan dari kawasan bervegetasi menjadi lahan pemukiman termasuk tegalan akan berdampak pada peningkatan konsentrasi nitrogen yang terbawa ke perairan. Lebih jauh dijelaskan bahwa nitrogen bersifat mobile, sehingga sangat mudah tercuci dan terbawa arus. Kandungan nitrogen di Perairan Marina juga berasal dari sedimen karena masukan limbah dari daratan telah berlangsung lama, sehingga terjadi akumulasi polutan di Perairan Marina. Pendapat ini sejalan dengan

66 51 pernyataan Kennish (1992) yang menyebutkan bahwa sedimen dapat menjadi sumber nitrogen perairan karena nitrogen yang terakumulasi dalam waktu lama dapat kembali lepas ke perairan, sebagai akibat adanya dinamika yang berlangsung di perairan melalui proses yang disebut upwelling. Sebenarnya nitrogen di ekosistem aquatik cukup melimpah dalam bentuk gas, namun sangat sedikit konsentrasinya dalam bentuk NH 4, NH 3 dan NO - 3. meskipun demikian kandungan NH 3 dan NO - 3 akan berada pada konsentrasi tinggi bila terjadi masukan dari luar. Nitrogen dianggap sebagai nutrisi pembatas biota laut, karena nitrogen merupakan sumber energi bagi biota, sehingga ketersediannya akan berpengaruh pada keragaman dan kelimpahan tumbuhan dan hewan perairan (Goldman dan Horne, 1983). Nitrogen merupakan elemen terbesar keempat penyusun tubuh biota laut setelah karbon, hidrogen dan oksigen, dengan porsi bervariasi antara 1-10% penyusun berat kering tubuh biota. 3- Hubungan regresi untuk parameter PO 4 dibentuk oleh persamaan y 1 = x (R 2 = 0.28) dan y 2 = x (R 2 = 0.34) dengan nilai kapasitas asimilasi masing-masing sebesar 7.50 ton/bulan dan 9.91 ton/bulan. Berdasarkan Gambar 15 sebagaimana parameter NH 3 dan NO - 3-3, konsentrasi PO 4 juga telah melampaui kapasitas asimilasi. Keadaan tersebut dapat dipicu oleh masukan limbah yang tidak tertangani sebelum dibuang ke badan air. Sumber posfat di perairan berasal dari aktivitas pertanian, limbah domestik terutama dari detergen dan industri kimia serta industri pembuatan pupuk. Masukan inilah yang 3- menyebabkan kadar PO 4 di Perairan Marina relatif tinggi, karena menurut Kennish (1992) kandungan posfat di perairan alami umumnya tidak lebih dari 0.1 mg/l kecuali pada perairan yang menerima limbah antropogenik seperti limbah rumah tangga, industri serta erosi dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan posfat Logam Berat Pb dan Cd Persamaan regresi yang dibentuk oleh timbal (Pb) pada Perairan Marina adalah y 1 = x (R 2 = 1) dengan nilai kapasitas asimilasi sebesar 0.10 ton/bulan dan y2 = x (R 2 = 1), dengan nilai kapasitas asimilasi 0.09 ton/bulan. Gambar 16 memperlihatkan bahwa logam Pb di Perairan Marina telah

67 52 melampaui kemampuan asimilasi, yang ditandai dengan beban Pb yang telah melampaui baku mutu yang diperbolehkan yaitu 0.05 mg/l (Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004). Kondisi ini diduga berasal dari limbah yang masuk ke Perairan Marina berlangsung intensif baik dari kegiatan pemukiman maupun industri. Dahuri (2005) menyebutkan bahwa beban pencemar yang masuk di sepanjang Teluk Jakarta termasuk kawasan Marina berasal dari akumulasi limbah dari daratan yaitu sebesar 80-85%. Sumber lainnya adalah dari sedimen, sebagaimana pembahasan pada Sub Bab tentang kandungan logam sedimen yang menunjukkan bahwa kandungan Pb sangat tinggi. Pb Konsentrasi Pb (ppm) Baku Mutu = ppm Beban Pb (Ton/Bulan) 500 m 1000 m Gambar 16. Analisis regresi antara beban pencemar Pb di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina. Menurut Manan (1998) sedimen merupakan sumber polutan, karena polutan sejenis logam berat yang masuk ke perairan akan mengalami pengendapan karena sifatnya dan terakumulasi dalam jangka waktu lama. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sewaktu-waktu logam tersebut akan lepas dari sedimen dan kembali mencemari perairan. Logam Pb tidak hanya berasal dari kegiatan industri dan pemukiman namun juga dari kendaraan, karena timbal dari kendaraan melalui pembakaran akan lepas ke udara dan sebagian akan masuk ke laut, dengan kata lain sumber Pb juga berasal dari udara.

68 53 Cd Konsentrasi Pb (ppm) Baku Mutu = ppm Beban Pb (Ton/Bulan) 500 m 1000 m Gambar 17. Analisis regresi antara beban pencemar Cd di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina. Logam kadmium (Cd) mempunyai persamaan fungsi y 1 = x (R 2 = 0.99) dan y 2 = x (R 2 = 99), dengan nilai kapasitas asimilasi masing-masing sebesar 0.01 ton/bulan dan 0.03 ton/bulan. Gambar 17 menunjukkan bahwa beban logam Cd telah berada jauh melampaui kapasitas asimilasi Perairan Marina. Selain itu, konsentrasi logam Cd di Perairan Marina pada jarak 500 m dan 1000 m dari daratan telah melampaui baku mutu dengan kondisi spesifik pada jarak 500 m konsentrasi Cd lebih tinggi bila dibandingkan pada jarak 1000 m. Kondisi tersebut kemungkinan berkaitan dengan jarak 500 m lebih dekat dengan sumber datangnya limbah yaitu muara yang menerima langsung buangan yang masuk melalui sungai.

69 54 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Beberapa parameter kualitas Perairan Marina telah melampaui baku mutu Kep.Men LH. No.51 tahun 2004 dan UNESCO/WHO/UNEP, (1992) tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik, seperti parameter kecerahan, kekeruhan, COD, NH 3, NO - 3, PO 3-4, logam berat Pb dan Cd. Parameter biologi menunjukkan dominasi jenis tertentu di Perairan Marina yaitu jenis Mactra sp. pada makrozoobenthos, kemudian Skeletonema sp. dan chaetoceros sp. pada fitoplankton. 2. Beban pencemar tertinggi yang masuk ke Perairan Marina mencapai ton/bulan untuk parameter COD dan ton/bulan untuk parameter TSS. 3. Parameter kualitas Perairan Marina yang telah melampaui kapasitas asimilasi adalah parameter pencemaran bahan organik dan logam berat, yang ditunjukkan oleh parameter COD, NH 3, NO - 3, PO 3-4, Pb dan Cd Saran 1. Perlu dilakukan kajian lanjutan dengan jarak pengambilan sampel lebih jauh dari jarak 1000 meter dari garis pantai untuk mengetahui sudah sejauh mana akumulasi bahan pencemar di Perairan Marina dan untuk mengetahui bahan pencemar yang sifatnya sulit terdegradasi seperti selulosa, lignin dan lainnya. 2. Diperlukan upaya untuk menyadarkan masyarakat dalam rangka mengurangi masuknya limbah ke badan perairan, karena terindikasi bahan-bahan pencemar yang masuk ke Perairan Marina pada umumnya berasal dari kegiatan manusia, terutama untuk mereduksi beban pencemaran yang telah melampaui kapasitas asimilasi. 54

70 55 DAFTAR PUSTAKA Arinardi, O. H., A. B. Sutomo, S. A. Yusup, Trianingsih, E. Asnaryanti dan S. H. Riyono Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitan dan Pengembangan Oceanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Aboejowono, H Pengendalian pencemaran pantai dan sungai. Jurnal himpunan karangan ilmiah di bidang perkotaan dan lingkungan. Vol.(2): Anonim Distribusi spatial nitrat, fosfat, dan ratio N/P di Perairan Teluk Jakarta. Jurnal teknik lingkungan hidup.[serial online]. Anonim Pencemaran Limbah di Jakarta, Luar Biasa, Beban Limbah Domestik ton/hari.[serial online] Anonim Peta Digital Rupabumi Jakarta. Bakosurtanal. Jakarta. Barnabe, G., and Q. B. Regina Ecology and Management of Coastal Water the aquatic Environtment. Springer Prixis Publishing. New York. Benoit, R. J Self-Purification in Natural Water In L. L. Ciaccio. Water and Water Pollution Handbook,Volume 1. Marcel Dekker, Inc. New York. Boyd, C. E Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Print-ing. Auburn University Agriculture Experiment Station. Alabama. BPLHD Laporan Pemantauan Kualitas Teluk Jakarta di Propinsi DKI Jakarta Tahun Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Dahuri, R Akar permasalahan pencemaran Teluk Jakarta dan strategi penaggulangannya. Prosiding diskusi panel, penanganan dan pengelolaan pencemaran wilayah pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB. Bogor. Effendi, H Telaahan Kualitas Air, bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Fakhrudin, M., dan H. Wibowo Perubahan lahan terhadap Banjir di DAS Ciliwung bagian hulu. Jurnal Limnotek. Vol. 5(1):

71 56 Goldman, C. R., and A. J. Horne Limnology. Mc. Graw-Hill International Book Company. Tokyo. Hamilton, L. J Turbidity in the Northern Great Barrier reef lagoon in the wet season. Australian journal of marine and freshwater research. Vol. 45(4): Hariyadi, S Metode analisis parameter kimia. Jurnal himpunan karangan ilmiah di bidang perkotaan dan lingkungan. Vol. 1(1): Harijogjo, Y., Sulaeman, D. Djaenudin, dan H. Suhardjo Meningkatkan mutu wilayah tangkapan Sungai Ciliwung untuk mengurangi dampak banjir di dataran Jakarta. Prosiding seminar nasional limnologi. LIPI. Jakarta. Hutabarat, S. dan S. M. Evans Pengantar Oceanography. UI Press. Jakarta. Kennish, M. J Ecology of Estuaries: Anthropogenic Effects. Marine Science Series. Florida. KLH Pengendalian Pencemaran Air. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. Kusriyanto, T Menelusuri masalah air di Jakarta. Jurnal Daur. Vol 2(4): Manan, A Dampak pendangkalan ekosistem Perairan Teluk Kendari. Jurnal lingkungan dan pembangun. Vol. 18(2): Marshall, M., L. Burchardt, and R. Lacouture A Review of phytoplankton composition within Chesapeake Bay and its tidal estuaries. Journal of plankton research. Vol. 27(11): Metcalf and Eddy Wastewater Engineering: Collection, Treatment, Disposal. Mc. Graw-Hill, Inc. New Delhi. Michael, R. Ronan, L. Anne, Gauzens,W. K., Rhinehart, and J. R. White Effects of low oxygen water on Chesapeake Bay zooplankton. Limnology and oceanography. Vol. 38(8): Mulyono, D Teluk Jakarta dan kualitas hasil perikanan. Jurnal lingkungan dan pembangunan. Vol. 20(2): Nemerow, N. L Stream, Lake, Estuari, and Ocean Pollution. Van Nostrand Remhold. New York.

72 57 Nybakken, J. W Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologis. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah]. Terjemahan dari: Marine Biologi: An Ecological Approach. Gramedia. Jakarta. Palar, H Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Rajab, L. O. A Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi serta Penyusunan Strategi Pengelolaan Perairan Teluk Kendari [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Riani, E. S. H. Sutjahjo dan A. Ridwan Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk Jakarta. LPPM-IPB. Bogor. Sahubawa, L Dampak pembuangan limbah terhadap perubahan kualitas oseanografi biofisik-kimia dan produksi ikan Teri (Stolephorus spp.) di perairan laut Teluk Ambon. Jurnal manusia dan lingkungan. Vol 8(1): Said, N. I Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga, Tangki septik dengan Up Flow Filter. Deputi Bidang analisis Sistem, BPP Teknologi. Jakarta. Santika, S. S. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Siregar, A. S Instalasi Pengolahan Limbah, Menuntaskan Pengenalan alatalat dan Sistem Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta. Soekmadi, B Manfaat pantai bersih laut lestari bagi dunia usaha. Buletin Jakarta kota pantai, edisi Jakarta. Suharsono Status Pencemaran di Teluk Jakarta dan Saran Pengelolaannya dalam Anonim. Interaksi Daratan dan Lautan. LIPI Press. Jakarta. Sumadhiharga, K Zat-zat yang menyebabkan pencemaran di laut. Jurnal lingkungan dan pembangunan. Vol. 15(4): Syamsudin dan Kardana Sedimentasi sungai yang masuk Teluk Jakarta dan permasalahannya. Jurnal lingkungan dan pembangunan. Vol. 16(1): Triyanto, M. Badjoeri, Rosidah, dan B. T. Sudiyono Studi tentang Kondisi kualitas air di Perairan Tambak Udang Windu (Penaus monodon) di Serang, Banten dalam Anonim Interaksi Daratan dan Lautan. LIPI Press. Jakarta. Undang-undang Lingkungan Hidup Indonesia Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. Kelembagaan Lingkunan Hidup. Jakarta.

73 58 UNESCO/WHO/UNEP Water Quality Assessments. Chapman and Hall Ltd. London. Uriarte, I., and F. Villate Differences in the abudance and distribution of copepods in two estuaries of the Basque coast (Bay of Biscay) in relation to pollution. Journal of plankton research. Vol. 27(9): Waluyo, H Kebijakan dan penanganan dan pengelolaan pencemaran wilayah pesisir. Prosiding diskusi panel, penganganan dan pengelolaan pencemaran wilayah pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Pusat Penelitian lingkungan hidup IPB. Bogor. Wetzel, R. G Limnology. W. B. Saunders Co. Philadelphia. Wood, E Subtidal Ecology. Edward Arnold. London.

74 60 Lampiran 1. Peta Perairan Marina dan Sekitarnya (Anonim, 2001) U S MUARA MARINA SUNGAI CILIWUNG

75 61 Lampiran 2. Nilai parameter kualitas fisika dan kimia Perairan Marina Parameter Suhu air ( o C) Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) TSS (mg/l) Salinitas ( ) ph Alkalinitas (mg/l) DO (mg/l) COD (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 - (mg/l) PO4 3- (mg/l) BOD 5 (mg/l Pb (mg/l) Cd (mg/l) Stasiun Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Satu Dua Tiga Ulangan I II III Rerata Baku mutu 28-32* >3* <5* 25** 33-34* ** ** 200* ** 0.008* 0.015* 20* 0.008* 0.001* Keterangan: *; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. **;UNESCO/WHO/UNEP, (1992) tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik.

76 62 Lampiran 3. Data kualitas Perairan Marina per waktu pengamatan Kualitas Perairan Marina, sampling tanggal No. Parameter Perairan Marina Sta.1 Sta. 2 Sta Suhu air ( o C) Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) TSS (mg/l) Salinitas ( ) ph DO (mg/l) BOD 5 (mg/l) COD (mg/l) NH 3 (mg/l) NO - 3 (mg/l) PO 3-4 (mg/l) Pb air (mg/l) Cd air (mg/l) Pb sedimen (mg/l) Cd sedimen (mg/l) Baku mutu 28-32* >3* <5* 25** 33-34* ** ** 20* 200* ** 0.008* 0.015* 0.008* 0.001* - - Keterangan: *; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. **;UNESCO/WHO/UNEP, (1992) tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik. Kualitas Perairan Marina, sampling tanggal No Perairan Marina Parameter Sta.1 Sta. 2 Sta Suhu air ( o C) Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) TSS (mg/l) Salinitas ( ) ph DO (mg/l) BOD 5 (mg/l) COD (mg/l) NH 3 (mg/l) NO - 3 (mg/l) PO 3-4 (mg/l) Pb air (mg/l) Cd air (mg/l) Pb sedimen (mg/l) Cd sedimen (mg/l) Baku mutu 28-32* >3* <5* 25** 33-34* ** ** 20* 200* ** 0.008* 0.015* 0.008* 0.001* - - Keterangan: *; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. **;UNESCO/WHO/UNEP, (1992) tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik.

77 63 Lampiran 3 (Lanjutan) Kualitas Perairan Marina, sampling tanggal No. Parameter Perairan Marina Sta.1 Sta. 2 Sta Suhu air ( o C) Kecerahan (m) Kekeruhan (NTU) TSS (mg/l) Salinitas ( ) ph DO (mg/l) BOD 5 (mg/l) COD (mg/l) NH 3 (mg/l) NO - 3 (mg/l) PO 3-4 (mg/l) Pb air (mg/l) Cd air (mg/l) Pb sedimen (mg/l) Cd sedimen (mg/l) Baku mutu 28-32* >3* <5* 25** 33-34* ** ** 20* 200* ** 0.008* 0.015* 0.008* 0.001* - - Keterangan: *; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. **;UNESCO/WHO/UNEP, (1992) tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik.

78 64 Lampiran 4. Perhitungan beban pencemaran (BP) dari Sungai Ciliwung Beban Pencemaran muara Sungai Ciliwung sampling tanggal Beban pencemar muara Sungai Ciliwung No. Parameter (Q = 5.84 m 3 /dtk) Konsentrasi (mg/l) BP (ton/bulan) TSS BOD 5 COD NH 3 - NO 3 3- PO 4 Pb Cd Keterangan: Q; debit (m 3 /dtk) Beban Pencemaran muara Sungai Ciliwung sampling tanggal Beban pencemar uara Sungai Ciliwung (Q = 5.84 m 3 /dtk) No. Parameter BP Konsentrasi (mg/l) TSS BOD 5 COD NH 3 - NO 3 3- PO 4 Pb Cd Keterangan: Q; debit (m 3 /dtk) (ton/bulan)

79 65 Lampiran 4 (Lanjutan) Beban Pencemaran muara Sungai Ciliwung sampling tanggal Beban pencemar uara Sungai Ciliwung No. Parameter (Q = 5.84 m 3 /dtk) Konsentrasi (mg/l) BP (ton/bulan) TSS BOD 5 COD NH 3 - NO 3 3- PO 4 Pb Cd Keterangan: Q; debit (m 3 /dtk)

80 66 Lampiran 5. Data komposisi dan kepadatan makrozoobenthos Perairan Marina Komposisi dan kepadatan makrozoobenthos Perairan Marina stasiun 1. Nama organisme Venerupis deccusata Chione undotella Tellina sp. Mactra sp. Jumlah(individu) Komposisi (%) Kepadatan (ind/m 2 ) Komposisi dan kepadatan makrozoobenthos Perairan Marina stasiun 2. Nama organisme Lucina muricata Divaricella divaricata Barbatia sp. Chione undotella Chamelea gallina Mactra sp. Jumlah(individu) Komposisi (%) Kepadatan (ind/m 2 ) Komposisi dan kepadatan makrozoobenthos Perairan Marina stasiun 3. Nama organisme Chamelea gallina Gafrarium tumidium Chione undotella Paphia sp. Mactra sp. Jumlah(individu) Komposisi (%) Kepadatan (ind/m 2 )

81 67 Lampiran 6. Data kelimpahan fitoplankton Perairan Marina Kelimpahan fitoplankton Perairan Marina stasiun 1 No Coscinodiscus sp. Peridinium sp. Thallassionema sp. Ceratium sp. Nitzchia sp. Skeletonema sp. Chaetocheros sp. Nama organisme Kelimpahan (ind/m 3 ) Kelimpahan fitoplankton Perairan Marina stasiun 2 No Coscinodiscus sp. Peridinium sp. Thallassionema sp. Ceratium sp. Nitzchia sp. Skeletonema sp. Chaetocheros sp. Nama organisme Kelimpahan (ind/m 3 ) Kelimpahan fitoplankton Perairan Marina stasiun 3 No Coscinodiscus sp. Peridinium sp. Thallassionema sp. Ceratium sp. Nitzchia sp. Skeletonema sp. Chaetocheros sp. Nama organisme Kelimpahan (ind/m 3 )

82 68 Lampiran 7. Gambar beberapa jenis makrozoobenthos yang terdapat di Perairan Marina Mactra, sp. Chione, sp Barbatia, sp. Lucina, sp. Venerupis, sp. Tellina, sp

83 69 Lampiran 8. Gambar beberapa jenis fitoplankton yang terdapat di Perairan Marina Skeletonema, sp. Ceratium, sp. Peridinium, sp. Coscinosiscus, sp. Thallassionema, sp.

84 70 Lampiran 5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. No. Parameter Satuan Baku mutu Fisika Kecerahan Kebauan Kekeruhan Padatan tersuspensi total Sampah Suhu Lapisan minyak Kimia ph m - NTU mg/l - oc - - >5 alami 9. Salinitas 10. Oksigen terlarut (DO) mg/l 11. BOD5 mg/l 12. Amoniak (NH3) mg/l 13. Posfat (PO43-) mg/l 14. Nitrat (NO3-) mg/l 15. Sianida (CN) mg/l 16. Sulfida (H2S) mg/l 17. PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/l 18. Senyawa fenol total mg/l 19. PCB total (poliklor bifenil) mg/l 20. Surfaktan (deterjen) mg/l 21. Minyak dan lemak mg/l 22. Pestisda mg/l 23. TBT (tributil tin) mg/l 24. Logam terlarut: 25. Raksa (Hg) mg/l 26. Kromium heksavalen mg/l 27. Arsen (As) mg/l 28. Kadmium (Cd) mg/l 29. Tembaga (Cu) mg/l 30. Timbal (Pb) mg/l 31. Seng (Zn) mg/l 32. Nikel (Ni) mg/l BIOLOGI 33. Coliform (total) MPN/100 ml 34. Patogen Sel/100 ml 35. Plankton Sel/100 ml RADIO NUKLIDA 36. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l

85 No. Parameter Satuan Baku mutu FISIKA 1. Kecerahana m coral: >5 mangrove: - lamun: >3 2. Kebauan - alami3 3. Kekeruhana NTU <5 4. Padatan tersuspensi totalb mg/l coral: 20 mangrove: 80 lamun: Sampah - nihil 1(4) 6. Suhuc oc alami3( c) coral: 28-30( c) mangrove: ( c) lamun: 28-30( c) 7. Lapisan minyak 5 - nihil 1(5) KIMIA 1. phd - 7-8,5( d) 2. Salinitase %o alami3( e) coral: 33-34( e) mangrove: s/d 34 ( e) lamun: 33-34( e) 3. Oksigen terlarut (DO) mg/l >5 4. BOD5 mg/l 20 5 Ammonia total (NH3-N) mg/l 0,3 6. Fosfat (PO4-P) mg/l 0, Nitrat (NO3-N) mg/l 0, Sianida (CN-) mg/l 0,5 9. Sulfida (H2S) mg/l 0, PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/l 0, Senyawa Fenol total mg/l 0, PCB total (poliklor bifenil) µg/l 0, Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1 14 Minyak & lemak mg/l Pestisidaf µg/l 0, TBT (tributil tin)7 µg/l 0,01 Logam terlarut: 17. Raksa (Hg) mg/l 0, Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0, Arsen (As) mg/l 0,012 No. Parameter Satuan Baku mutu 20. Kadmium (Cd) mg/l 0, Tembaga (Cu) mg/l 0, Timbal (Pb) mg/l 0, Seng (Zn) mg/l 0, Nikel (Ni) mg/l 0,05 BIOLOGI 1. Coliform (total)g MPN/100 ml 1000( g) 2. Patogen sel/100 ml nihil1 3. Plankton sel/100 ml tidak bloom6 RADIO NUKLIDA 1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4 Catatan: 1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan) 71

86 72 2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional. 3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim). 4. Pengamatan oleh manusia (visual ). 5. Pengamatan oleh manusia (visual ). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis (thin layer ) dengan ketebalan 0,01mm 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri. 7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2 musiman c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan ph e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata musiman Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, Hoetomo, MPA. <10% perubahan euphotic depth <10% perubahan konsentrasi rata2 musiman <0,2 satuan perubahan ph >6 (>80-90% kejenuhan) Pestisida (acrolein) = Penerapan golongan badan air di DKI Jakarta didasarkan pada

87 73 rencana peruntukkan wilayah dalam RUTR Kondisi penggunaan air sungai dan penggolongan air sungai di DKI Jakarta adalah sebagai berikut : TABEL : IV.22 PERUNTUKAN AIR SUNGAI SESUAI DENGAN GOLONGAN AIR DI WILAYAH DKI JAKARTA Sumber : Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 582/ Kualitas dan Kuantitas Air Sungai Gambaran kuantitas dan kualitas air sungai di DKI Jakarta, berdasarkan pengamatan terhadap seluruh badan air dengan jumlah lokasi pemantauan sebanyak 65 (enam puluh lima) lokasi. Peta lokasi dan nama lokasi, dapat dilihat pada lampiran. Sesuai dengan kondisi alami, di DKI Jakarta tidak ada sungai/badan air yang diperuntukan bagi golongan A atau air yang langsung diminum. Dengan mengacu pada Baku Mutu sungai/badan air di DKI Jakarta, hasil pemantaun kualitas air sungai di wilayah DKI Jakarta untuk periode 1998 sebagai berikut : a. Peruntukan air baku air minum (Golongan B) Sistem aliran S.Ciliwung meliputi S.Ciliwung-banjir Kanal, S. Ciliwung-Gunung Sahari, S.Ciliwung Gajah Mada, S. Krukut dan S. Kali Barat. Peruntukan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) Ciliwung, khususnya untuk segmen sungai sejak dari hulu sampai hilir diperuntukan untuk air baku air minum atau golongan B, sedangkan pada segmen sungai di muara peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkotaan atau golongan D. Hulu S. Ciliwung yang berbatasan dengan Jawa Barat yaitu lokasi di Kelurahan Kelapa Dua debitnya sebesar 17,16 m 3 /detik. Di daerah Manggarai S. Ciliwung terbagi 2 (dua) menjadi S. Ciliwung - Gunung Sahari dan S. Ciliwung Gajah Mada dan debitnya sebelum terbagi dua 22,81 m 3 /detik. Kondisi debit S. Ciliwung setelah terbagi dua yang terukur di daerah Tanah Abang (Jembatan KH Mansyur) sebesar 6,624 m 3 /detik, sedangkan debit S. Ciliwung pada lokasi Muara Angke adalah 23,96 m 3 /detik. Sungai Ciliwung yang mengalir kearah Utara di daerah Kwitang debitnya 2,73 m 3 /detik dan debit muara Sungai Ciliwung Gunung Sahari (Ancol/Marina) dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga tidak dapat diukur, debit pada muara Sungai Ciliwung Gajah Mada yang terukur di Waduk Pluit adalah sebesar 6,85 m 3 /detik. Sungai lainnya yang akan bergabung dengan Sungai Ciliwung adalah Sungai Kali Baru Barat dengan debit 1,957 m 3 /detik dan Sungai Krukut dengan debit 2,76 m 3 /detik. Gambaran kualitas saluran Tarum Barat khususnya yang digunakan

88 74 sebagai baku air minum oleh Instalasi Air Minum PAM Jaya ditinjau dari parameter COD, BOD pada daerah hulu nilai COD : 23,05 mg/l dan BOD: 14,20 mg/l dan terlihat bahwa kualitasnya sudah tidak memenuhi baku mutu (baku mutu BOD : 10,0 mg/l dan COD : 20,0 mg/l), kualitas S. Ciliwung di daerah hulu COD : 28,81 mg/l dan BOD : 20,48 mg/l, juga sudah tidak memenuhi baku mutu. Kualitas ini cenderung memburuk ke arah hilir dan muara. Sungai lainnya yang dimanfaatkan sebagai air baku air minum adalah S. Krukut (Instalasi Cilandak) dan kualitasnya sejak dari hulu sudah tidak memenuhi baku mutu, hal ini terlihat dari nilai rata COD-nya : 40,0 mg/l, BOD : 29,0 mg/l dan pada daerah hilir COD : 35,0 mg/l, BOD : 28,0 mg/l. b. Peruntukan Perikanan (golongan C) Sungai/badan air yang diperuntukan bagi perikanan antara lain sungai Mookervart yang merupakan bagian dari sistem aliran Sungai Angke S. Pesanggrahan. Sungai Mookervart ini berasal dari sodetan Sungai Cisadane di daerah tanggerang. S. Mookervart masuk ke wilayah DKI Jakarta di daerah Semanan (Bir Bintang), kondisi debit sungai ini sangat dipengaruhi oleh operasi pintu air di Tangerang. Debit pada muara Cengkareng Drain dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga debit maksimum yang terukur adalah sebesar 41,520 m 3 /detik. Sungai pesanggrahan bergabung dengan S. Mookervart sebelum pintu air Cengkareng Drain, debit S. Pesanggrahan di hulu 22,34 m 3 /detik dan debit di hilir 2,613 m 3 /detik. Sungai lainnya yang diperuntukan bagi perikanan adalah S. Angke dan S. Grogol dengan debit di hulu S. Angke 14,720 m 3 /detik, S. Grogol : 2,51 m 3 /detik sedangkan pada daerah hilir debitnya 2,30 m 3 /detik (S. Angke) dan 2,23 m 3 /detik (S. Grogol). Hasil pengamatan pada bulan Nopember 1999 memperlihatkan gambaran kualitas badan air golongan C adalah sebagai berikut : KANDUNGAN COD, BOD BADAN AIR GOLONGAN C DI DKI JAKARTA TAHUN 1999 Nama Sungai Hulu (mg/l) Hilir (mg/l) COD BOD COD BOD S. Mookervart 41, ,77 45,0 S. Pesanggrahan 41,54 30,50 45,0 20,20 S. Grogol 33,46 22,20 33,85 16,40 S. Angke 40,96 26,0 - - Keterangan : Bakumutu COD : 30,0 mg/l; BOD : 20,0 mg/l Dari tabel diatas dilihat dari hasil pengamatan kualitas hulu sungai untuk parameter COD dan BOD secara umum sudah tidak memenuhi baku mutu. Kondisi setiap sungai ini menurun ke arah hilir yang ditandai dengan meningkatnya COD dan BOD. Untuk memperbaiki kondisi Sungai Mookervart; Pemda DKI Jakarta telah melakukan upaya-upaya perbaikan fisik sungai antara lain dengan melakukan pembebasan bantaran sungai dari kegiatankegiatan maupun rumah tinggal.

89 75 c. Peruntukan Pertanian dan Usaha Perkotaan (golongan D) Sungai yang diperuntukkan bagi golongan D, umumnya terletak pada segmen sungai hilir sampai muara kecuali sistem aliran sungai Sunter dan sistem aliran Cakung, seluruh segmen sejak dari hulu sampai muara diperuntukkan bagi pertanian. Sungai Cipinang merupakan bagian dari sungai Sunter dimana kedua sungai ini bergabung menjadi satu di Pulogadung (Jl. Bekasi Timur) dengan nama Sungai Sunter. Sungai Cipinang di bagian hulu menerima aliran debit dari sungai Kali Baru Timur (di lokasi daerah Pintu Hek Taman Mini), kondisi debit di hulu sungai Cipinang sebesar 0,42 m 3 /detik, setelah pertemuan dengan sungai Sunter debitnya 4,58 m 3 /detik. Kualitas sungai Sunter setelah bercampur dengan sungai Cipinang sudah tidak memenuhi baku mutu yaitu kandungan COD rata-rata : 37,75 mg/l dan BOD rata-rata : 18,80 mg/l, (baku mutu COD : 30,0 mg/l dan BOD : 20,0 mg/l). sedangkan pada daerah muara COD : 43,21 mg/l dan BOD : 23,21 mg/l, hal ini pun menunjukkan bahwa kualitas tidak memenuhi baku mutu. Sesuai dengan SK Gubernur KDKI Jakarta termasuk dalam golongan D atau peruntukkan Usaha Perkotaan. Gambaran kualitas Muara-muara tersebut adalah sebagai berikut : Sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, akan memberikan kontribusi terhadap kualitas Teluk Jakarta. Gambaran kualitas muara adalah sebagai berikut : KANDUNGAN KIMIAWI PADA MUARA-MUARA SUNGAI DI DKI JAKARTA (mg/l) PERIODE 1999 Lokasi COD BOD 1. Muara Kamal (42) 106,54 62,80 2. Muara Cengkareng Drain (22) 45,0 33,6 3. Muara Ciliwung (6) 21,54 11,05 4. PLTU Pluit (S. Grogol) (27) 86,41 58,55 5. Pompa Pluit (32) 153,85 88,20 6. PT. Bogasari (S. Sunter) 43,08 24,40 7. Sungai Cakung 38 (Pos Polisi) 31,15 20,15 8. Jembatan Simanis (34) 192,31 81,80 9. Pantai Marunda (38A) 153,85 95, Ancol Marina (30) 48,08 20,20 Sumber : Bapedalda DKI Jakarta, 1999 Keterangan : Bakumutu COD : 30,0 mg/l Bakumutu BOD : 20,0 mg/l Berdasarkan tabel tersebut diatas terlihat bahwa secara umum kualitas muara sudah tidak memenuhi baku mutu untuk peruntukan Usaha Perkotaan, khususnya dilihat dari parameter COD dan BOD. Dari gambaran kualitas air sungai di DKI Jakarta terlihat secara umum kualitasnya sudah tidak memenuhi baku mutu. Kondisi ini menunjukkan bahwa beban pencemaran yang dibuang ke sungai sudah melebihi daya dukung sungai. Sumber pencemaran limbah cair yang potensial (berdasarkan

90 76 Buku Pedoman Penyusunan NKLD dari Meneg. Lingkungan Hidup), terdiri dari : 1. Iffluent industri pengolahan 2. Sumber domestik dan, diperkirakan dari limbah toilet, tidak termasuk dari kegiatan mandi dan cuci. Hasil estimasi Tim NKLD Propinsi DKI Jakarta, menunjukkan bahwa beban pencemaran dari kegiatan industri pengolahan sangat potensial sebagai sumber pencemaran yaitu untuk parameter COD (77,25 persen); SS (62,83 persen); TDS (68,45 persen) dan Minyak (100 persen). Sedangkan untuk parameter BOD dan Ammonia (N), limbah domestik juga berpotensi menambah beban pencemaran (BOD : 46,60 persen dan N : 89,96 persen). Hasil estimasi tersebut, belum menggambarkan beban pencemaran secara lengkap mengingat faktor pencemaran yang dipakai dalam perhitungan belum mencakup seluruh kegiatan. Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan keadaan perairan sungai telah dilakukan melalui Prokasih. Tahap pertama dalam kegiatan ini adalah melancarkan aliran sungai. Diharapkan dengan lancarnya aliran sungai akan dapat memperbaiki kualitas airnya sehingga meningkat pula kegunaan maupun jumlah dan jenis organisme yang hidup di sungai-sungai tersebut. Disamping upaya perbaikan fisik sungai, juga dilakukan pengembangan kebijaksanaan dan pengawasan air limbah Kondisi Fisik Teluk Jakarta Gambaran kondisi fisik Teluk Jakarta pada bulan Agustus 1999 adalah sebagai berikut : A. Suhu Air Diperairan laut, suhu permukaan berkisar antara 28,10-29,16 0 C atau dengan rata-rata 28,62 0 C dan dekat dasar (8-29 m) antara 27,90-28,87 0 C. Suhu yang lebih tinggi ditemukan di perairan pantai bagian Barat dan Timur. Suhu ke arah laut umumnya menurun. Di perairan muara suhu permukaan berkisar antara 28,80-30,50 0 C atau dengan rata-rata 29,35 0 C (keadaan surut) dan antara 28,79-33,20 0 C atau dengan rata-rata 30,48 0 C (keadaan pasang). B. Salinitas Di perairan laut salinitas permukaan berkisar antara 31,72-32,59 ppt atau dengan rata-rata 32,15 ppt. Berbeda dengan suhu, di perairan pantai salinitas terlihat lebih rendah dan ke arah laut salinitas lebih tinggi. Salinitas dekat dasar berkisar antara 32,10-32,53 ppt. Di perairan muara salinitas berkisar antara 16,40-30,50 ppt pada keadaan surut dan antara 27,80-31,70 ppt pada keadaan pasang. C. Arus Kecepatan dan arah arus di 23 stasiun pengamatan bervariasi.

91 77 Kecepatan berkisar antara ,2 knot dengan arah antara Barat (332 0 ) s.d Tenggara (144 0 ) Namun arah yang dominan adalah timur laut. Arus hasil pengamatan merupakan resultan dari beberapa jenis arus seperti arus angin, arus pantai dan arus pasang surut. D. Kecerahan Air Kecerahan air di perairan laut berkisar antara 2,10-5,25 meter. Kecerahan yang rendah didapatkan di perairan pantai, terutama perairan pantai yang disekitarnya terdapat muara atau perairan yang dasarnya berlumpur. Kecerahan air umumnya menjadi lebih tinggi ke arah laut. Kecerahan air yang lebih rendah lagi ditemukan di muara sungai yaitu antara 0,10-1,50 meter pada keadaan surut dan antara 0,10-2,50 meter pada keadaan pasang. Muara Kamal dan Muara Kali Blencong mempunyai kecerahan air yang paling rendah baik pada saat air pasang maupun air surut yaitu 0,10 meter. Sedangkan Muara Kali Bekasi adalah muara yang mempunyai kecerahan lebih dari 1,00 meter baik pada saat air pasang yaitu 2,50 meter maupun pada saat air surut yaitu 1,50 meter. M. Kamal, M. Cengkareng Drain, M. Kali Angke, M. Karang, M. Kali Ancol, M. Sunter, M. Kali Cakung, dan M. Kali Blencong mempunyai kecerahan di bawah dari 1,00 Meter. E. Kedalaman Kedalaman perairan laut berkisar antara ,0 meter, dan kedalaman terendah terdapat di Zona C yaitu titik C4, dan kedalaman tertinggi terdapat di Zona A yaitu titik A4. Kedalaman muara berkisar antara 0,50-3,00 meter pada saat pasang, dan 0,50-2,00 meter pada saat surut. Kedalaman yang terendah terdapat pada M. Kali Blencong baik pada saat pasang maupun surut yaitu 0,50 meter Kondisi Kualitas Kimiawi Perairan Teluk Jakarta Parameter kimia yang mempengaruhi kondisi kualitas perairan Teluk Jakarta, yaitu ph, Oksigen Terlarut, Ammonia, Nitrit, Nitrat, Fosfat, BOD, Fenol, Logam Berat. A. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) menunjukkan jumlah ion hidrogen dalam air, dan berpengaruh dalam proses kimia dan biologi yang terjadi di dalam air. Perairan laut mempunyai kisaran ph yaitu 7,87-8,34 dan Muara mempunyai kisaran ph antara 7,33-8,00 pada saat pasang dan 6,90-8,00 pada saat surut. DATA PARAMETER PH (MG/L) PERAIRAN TELUK JAKARTA PERIODE 1

92 78 TAHUN 1999/2000 Zona A B C D Keterangan : A,B,C.D c Zona 1,2,3,4,5,6, dan 7 = Titik Lokasi DATA PARAMETER PH MUARA TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Muara M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Pasang Surut Keterangan : M1 = M. Kamal, M2 = M. Cengkareng Drain, M3 = M. Angke, M4 = M. Karang, M5 = M. Kali Ancol, M6 = M. Sunter, M7 = M. Kali Cakung M8 = M. Kali Blencong, M9 = M. Kali Bekasi. B. Ammonia, Nitrit, dan Nitrat Ammonia merupakan hasil dekomposisi dari bahan organik dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobic decomposition). Kisaran ammonia dalam air bisa mencapai 0-2 mg/l (Reeve, 1994). Konsentrasi yang berlebihan dapat menimbulkan masalah penurunan kualitas perairan karena pada ph netral dan asam ammonia bersifat racun. Karena ammonia banyak dihasilkan melalui penguraian limbah organik Nitrogen, maka keberadaan ammonia bisa dipakai sebagai indikator limbah (Manahan, 1993). Perairan laut mempunyai kisaran Ammonia dari Tidak Terdeteksi sampai 0,38 mg/l. Pada zona A, hanya titik lokasi A1 yang terdeteksi ammonianya yaitu 0,04 mg/l, pada zona B hanya titik lokasi B1 dan B6 yaitu 0,09 mg/l- dan 0,38 mg/l, dan pada zona D semua titik lokasi terdeteksi ammonianya yaitu berkisar antara 0,09-0,26 mg/l, sedangkan pada zona C tidak ada satupun yang terdeteksi ammonianya. DATA PARAMETER AMMONIA (MG/L) PERAIRAN TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Zona A 0.04 B C D Keterangan : A,B,C,D = Zona, 1,2,3,4,5,6, dan 7 = Titik Lokasi

93 79 DATA PARAMETER AMMONIA (MG/L) MUARA TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Muara M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Pasang Surut 7, Keterangan : M1 = M. Kamal, M2 = M. Cengkareng Drain, M3 = M. Angke, M4 = M. Karang, M5 = M. Kali Ancol, M6 = M. Sunter, M7 = M. Kali Cakung M8 = M. Kali Blencong, M9 = M. Kali Bekasi. Pada perairan muara kisaran ammonianya pada saat pasang yaitu 0,04-8,31 mg/l, dan pada saat surut yaitu berkisar antara 0,15-4,91 mg/l, Ammonia tertinggi pada saat pasang terdapat pada titik lokasi M. Sunter yaitu 8,31 mg/l, dan pada saat surut terdapat pada titik lokasi M. Kali Angke. Nitrit adalah unsur antara dari proses Nitrifikasi, yaitu dari ammonia menjadi nitrat atau proses denitrifikasi dari nitrat menjadi ammonia. Di perairan laut tidak ada satupun dari titik pemantauan yang mendeteksi adanya nitrit diperairan laut. Tetapi pada perairan muara ada beberapa yang mengandung Nitrit pada saat pasang yaitu M. Karang, M. Kali Ancol, M. Kali Blencong yaitu, 0,08 mg/l, dan 0,02 mg/l, sedangkan pada saat surut ada di M. Kali Ancol dan M. Kali Blencong yaitu 0,02 mg/l. DATA PARAMETER NITRAT DAN NITRIT (MG/L) PERAIRAN TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 NITRAT NITRIT Zona A 0, , B C D Keterangan : A,B,C,D = Zona, 1,2,3,4,5,6, dan 7=Titik Lokasi * = Tidak Terdeteksi DATA PAREMETER NITRIAT (MG/L) MUARA TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Muara M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Pasang Surut Keterangan : M1 = M. Kamal, M2 = M. Cengkareng Drain, M3 = M. Angke, M4 = M. Karang, M5 = M. Kali Ancol, M6 = M. Sunter, M7 = M. Kali Cakung M8 = M. Kali Blencong, M9 = M. Kali Bekasi.

94 80 DATA PARAMETER NITRIT (MG/L) MUARA TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Muara M1 M2 M3 M4 MS M6 M7 M8 M9 Pasang Surut Keterangan : M1 = M. Kamal, M2 = M. Cengkareng Drain, M3 = M. Angke, M4 = M. Karang, M5 = M. Kali Ancol, M6 = M. Sunter, M7 = M. Kali Cakung M8 = M. Kali Blencong, M9 = M. Kali Bekasi. Nitrat merupakan sumber atau unsur mikronutrien yang dibutuhkan oleh organisme phytoplankton, dan phytoplankton itu sendiri mempunyai peranan penting pada produktifitas perairan tersebut, Nitrat dapat berasal dari proses nitrifikasi atau dekomposisi bahan organik pada keadaan cukup oksigen (anoxic decomposition). Kisaran Nitrat di perairan laut yaitu dari Tidak Terdeteksi - 3,15 mg/l. Tetapi pada titik lokasi A6, A7, dan B7 kandungan nitrat di titik tersebut tidak terdeteksi. Sedangkan di perairan muara kisaran kandungan Nitrat pada saat pasang yaitu : 0,11-0,31 mg/l dan pada saat surut yaitu : 0,10-0,30 rng/l. C. Fosfat Fosfat juga merupakan mikronutrien yang penting di dalam suatu perairan. Fosfat diperlukan dalam proses fotosintesa dalam bentuk Ofthofosfat (HP0 4 2 ). Kandungan fosfat pada zona A hanya terdapat pada titik A6 dan A7 yaitu 0,11 dan 0,61. Pada zona B hanya titik B3, B5 dan B6. Zona C mempunyai kisaran Tidak terdeteksi mg/l dan zona D dari Tidak terdeteksi mg/l. Sedangkan perairan Muara pada saat pasang mempunyai kisaran dari Tidak terdeteksi - 1,17 mg/l dan pada saat surut mempunyai kisaran Tidak terdeteksi - 2,10 mg/l, Terlihat dari hasil analisa laboratorium bahwa konsentrasi fosfat di perairan laut Lebih rendah dari konsentrasi di perairan muara. DATA PARAMETER FOSFAT (MG/L) PERAIRAN TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Zona A B C D Keterangan: A,B,C,D = Zona,1,2,3,4,5,6, dan 7 = Titik Lokasi DATA PARAMETER FOSFAT (MG/L) MUARA TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Muara M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 mg Pasang Surut

95 81 Keterangan : M1 = M. Kamal, M2 = M. Cengkareng Drain, M3 = M. Angke, M4 = M. Karang, M5 = M. Kali Ancol, M6 = M. Sunter, M7 = M. Kali Cakung M8 = M. Kali Blencong, M9 = M. Kali Bekasi. D. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen dibutuhkan dalam proses metabolisme, baik mikroorganisme maupun makroorganisme dengan mengkonsumsi bahan organik dari hasil fotosintesa atau dari limbah. Rendahnya kandungan oksigen di suatu perairan akan mengakibatkan rusaknya lingkungan perairan yaitu dengan kematian berbagai organisme sehingga menurunkan kualitas perairan tersebut. Kandungan oksigen terlarut di permukaan perairan laut mempunyai kisaran 5,48-7,69 mg/l, sedangkan di bawah permukaan mempunyai kisaran oksigen terlarutnya yaitu 5,98-7,75 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut di permukaan mempunyai kecenderungan lebih rendah konsentrasinya dibandingkan di bawah permukaan. Kandungan oksigen terlarut di permukaan perairan muara mempunyai kisaran Tidak terdeteksi - 8,59 mg/l. Umumnya mempunyai kecenderungan lebih tinggi dibandingkan di bawah permukaan dengan kisaran yaitu 0,12-7,27 mg/l. Terlihat bahwa pola konsentrasi kandungan oksigen terlarut di permukaan dan di bawah permukaan perairan baik perairan laut menunjukkan pola yang berbeda yaitu untuk perairan laut menunjukkan pola kecenderungan konsentrasi lebih tinggi di bawah permukaan dibandingkan di permukaan perairan laut. Sedangkan perairan muara menunjukkan kecenderungan bahwa permukaan mempunyai konsentrasi lebih tinggi dibandingkan di bawah permukaan. E. BOD (Biological Oxygen Demand) BOD merupakan indikator untuk menentukan oksigen dalam proses metabolisme perairan dan juga dapat mendeteksi jumlah bahan organik. Makin banyak bahan organik yang mudah terurai dalam perairan, maka semakin tinggi konsentrasi yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Kandungan BOD di perairan laut Teluk Jakarta menunjukkan kisaran yaitu 7-15,8 mg/l. Perairan muara pada saat pasang mempunyai kandungan BOD berkisar antara 15,30-25,30 mg/l, dan pada saat surut mempunyai kandungan BOD berkisar antara 13,30-21,10 mg/l. Terlihat kandungan BOD di perairan laut pada saat pasang lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan saat surut Kualitas Biologis Perairan Teluk Jakarta Pemantauan secara biologis pada bulan Agustus 1999 meliputi indentifikasi Bentos, Plankton dan jumlah bakteri (Coliform dan Fecal Coli). Parameter biologi yang diamati terdiri dari plankton, benthos. Data

96 82 masing-masing parameter tersebut dapat di lihat pada tabel 3a, 3b (Fitoplankton laut dan muara), 4a, 4b (Zooplankton laut dan muara), 5a, 5b (benthos laut dan muara). A. Plankton Pengamatan plankton meliputi fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Fitoplankton yang teramati terdiri dari 2 kelompok besar yaitu Diatome dan Dinoflagellata. Dari perairan laut didapatkan 21 genus dari kelompok Diatome dan 7 genus dari kelompok Dinoflagellata. Jenis yang dominan Chaetoceros dan Rhizosolenia dari kelompok Diatome. Pada muara Teluk Kelompok Dinoflagellata. Dari perhitungan nilai indeks Diversitas, nilai indeks berkisar antara 0,15-2,30. Nilai terendah diperoleh di Muara Cengkareng Drain pada pengamatan waktu surut, sedangkan nilai tertinggi diperoleh di perairan laut pada stasiun yang lokasinya terjauh dari pantai Teluk Jakarta. Kondisi indeks diversitas yang demikian (0,15-2,30) menunjukkan bahwa komunitas fitoplankton baik di perairan laut maupun muara Teluk Jakarta mengalami gangguan faktor lingkungan (tidak stabil) sampai dengan kondisi moderat (sedang) yaitu kondisi komunitas yang mudah berubah hanya dengan mengalami pengaruh lingkungan yang relatif kecil. INDEKS DIVERSITAS MAKROZOOBENTHOS (IND./M2) PERAIRAN TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Zona A , B C D Keterangan: A,B,C,D = Zona,1,2,3,4,5,6, dan 7 = Titik Lokasi INDEKS DIVERSITAS MAKROZOOBENTHOS (IND./M2) MUARA TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999R2000 Muara M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 Pasang Surut Ket. :M1 = M. Kamal, M2 = M. Cengkareng Drain, M3 = M. Angke, M4 = M. Karang, M5 = M. K. Ancol, M6 = M. Sunter, M7 = M. K. Cakung M8 = M. Kali Blencong, M9 = M. Kali Bekasi. Hasil pengamatan zooplankton Teluk Jakarta ditemukan 14 genus, yang didominasi oleh Nauplius dan Oithona. Nilai indeks diversitas antara 0,35-1,92. Seperti halnya komunitas fitoplankton, komunitas zooplankton juga dalam kondisi tidak stabil sampai moderat (sedang).

97 83 Dari hasil analisis fitoplankton dan zooplankton perairan laut dan muara Teluk Jakarta dapat disimpulkan sementara bahwa komunitas plankton perairan Teluk Jakarta dalam kondisi mudah berubah hanya dengan mengalami perubahan lingkungan yang relatif kecil sampai dengan komunitas yang bersangkutan sedang mengalami gangguan. B. Benthos Hasil pengamatan benthos pada perairan Teluk Jakarta didapatkan 41 genus, yang meliputi kelas Mollusca, Annelida, Arthropoda dan Echinodermata, yang didominasi oleh jenis kerang, yaitu Donax (kelas Mollusca). Dari perhitungan nilai indeks diversitas diperoleh nilai indeks antara 0,20-3,60. Dengan demikian kondisi komunitas benthos untuk masing-masing stasiun sangat bervariasi. Beberapa stasiun mempunyai komunitas benthos tidak stabil, moderat dan beberapa stasiun mempunyai komunitas benthos stabil. Nilai indeks diversitas terendah dijumpai pada stasiun D4 dan M7 (muara Cakung), dimana kedua stasiun tersebut terletak di pinggiran pantai. Komunitas benthos stabil ditemukan pada stasiun A1 dan A2 dimana stasiun tersebut terletak jauh dari berbagai aktivitas/kegiatan manusia. Dari hasil analisis benthos dapat disimpulkan sementara bahwa komunitas benthos terganggu pada perairan pantai (banyak aktivitas manusia) dan komunitas benthos kondisinya stabil pada perairan yang relatif jauh dari pantai. INDEKS DIVERSITAS MAKROZOOBENTHOS (IND./M2) PERAIRAN TELUK JAKARTA, PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Zona A B C D Keterangan : A,B,C,D = Zona, 1,2,3,4,5,6,dan 7 = Titik Lokasi INDEKS DIVERSITAS MAKROZOOBENTHOS (IND./M2) MUARA TELUK JAKARTA PERIODE 1 TAHUN 1999/2000 Muara M1 M2 M3 M4 MS M6 M7 M8 M9 Pasang Surut Ket. :M1 = M. Kamal, M2 = M. Cengkareng Drain, M3 = M. Angke, M4 = M. Karang, M5 = M. K. Ancol, M6 = M. Sunter, M7 = M. K. Cakung M8 = M. Kali Blencong, M9 = M. Kali Bekasi.

98 84 Analisis struktur komunitas fitoplankton dan makrozoobentos dilakukan dengan menentukan komposisi, kelimpahan, keanekaragaman (H), keseragaman(e) dan dominansi (D). Komposisi pada setiap stasiun pengamatan dinyatakan dalam persen (%) dan ditentukan dengan persamaan; N = (100 x n x V l ) / (0.25π x V T Keterangan: N = kelimpahan jenis fitoplankton (ind/l) n = jumlah fitoplankton yang tercacah (ind) V l = volume air yang tersaring (32 ml) VT = volume air yang disaring (30 l) π = 3.14 Kepadatan makrozoobentos dihitung menggunakan persamaan : K = (10000 x a) / (b x n) Keterangan: K = kepadatan makrozoobentos (ind/m 2 ) a = jumlah makrozoobentos yang dihitung (ind) b = luas bukaan mulut Petersen Grap (m 2 ) n = banyaknya ulangan pengambilan contoh Keanekaragaman fitoplankton dihitung menggunakan persamaan : n H = - (p i log 2 p i ) i=1 Keterangan: H = indeks keanekaragaman P = perbandingan antara jumlah individu spesies ke-i dan jumlah total individu (n/n) i = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total individu Hasil indeks keanekaragaman akan diklasifikasikan menjadi: H <3.32 = keanekaragaman rendah 3.32<H <9.97= keanekaragaman sedang H > 9.97 = keanekaragaman tinggi Keseragaman fitoplankton dihitung menggunakan persamaan: E = H / H max Keterangan: E = indeks keseragaman H = indeks keanekaragaman

99 85 H max = keanekaragaman maksimum (log 2 s) s = jumlah spesies Indeks keseragaman fitoplankton dikelasifikasikan menjadi: E< 0.4 = keseragaman jenis rendah 0.4<E<0.6 = keseragaman jenis sedang E>0.6 = keseragaman jenis tinggi Dominansi dari suatu spesies tertentu dihitung dengan persamaan Indeks Dominansi Simpson yaitu : s C = (ni/n) i=1 Keterangan: C = indeks dominansi ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total individu setiap spesies s = jumlah spesies Untuk mengetahui distribusi kelimpahan fitoplankton dan kepadatan makrozoobentos dalam hubungannya dengan strategi adaptasi terhadap lingkungannya digunakan suksesi Frontier. Untuk mengetahui kondisi lingkungan dilakukan dengan membuat kurva ABC yaitu dengan menganalisis jumlah total individu persatuan luas dan berat persatuan luas dari komunitas makrozoobentos (Warwick, 1986). Sumber: LAPORAN AKHIR PENELITIAN BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS ASIMILASI PERAIRAN TELUK JAKARTA

100 60 Lampiran 1. Peta Perairan Marina dan sekitarnya (Anonim, 2001) 1000 m U 500 m MUARA MARINA S 50 m SUNGAI CILIWUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Jakarta merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang di dalamnya banyak terdapat kegiatan, seperti pemukiman, perkotaan, transportasi, wisata, dan industri.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03LU '6.72 BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km. 8 menyebabkan kematian biota tersebut. Selain itu, keberadaan predator juga menjadi faktor lainnya yang mempengaruhi hilangnya atau menurunnya jumlah makrozoobentos. 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang aliran Sungai Cihideung dari hulu Gunung Salak Dua dimulai dari Desa Situ Daun hingga di sekitar Kampus IPB Darmaga.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS ASIMILASI KAWASAN PERAIRAN PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA SUTISNA

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS ASIMILASI KAWASAN PERAIRAN PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA SUTISNA ANALISIS BEBAN PENCEMARAN DAN KAPASITAS ASIMILASI KAWASAN PERAIRAN PELABUHAN SUNDA KELAPA JAKARTA SUTISNA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi penelitian

Gambar 7. Lokasi penelitian 3. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di muara Sungai Angke dan perairan Muara Angke, Jakarta Utara (Gambar 7). Lokasi tersebut dipilih atas dasar pertimbangan,

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian di Way Perigi, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, mengalir dari hulu di Kabupaten Simalungun dan terus mengalir ke

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sungai Cidurian merupakan salah satu sungai strategis di Provinsi Banten yang mengalir dari hulu di Kabupaten Bogor, dan melewati Kabupaten Lebak, perbatasan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Pencemaran Teluk Jakarta

Pencemaran Teluk Jakarta Pencemaran Teluk Jakarta Republika Sabtu, 29 Mei 2004 Pencemaran Teluk Jakarta Oleh : Tridoyo Kusumastanto# Pasca kematian massal ikan di Teluk Jakarta, publik telah disuguhi berbagai macam analisis kemungkinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10-5 10-3 ppm. Pada tingkat kadar yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus

BAB 1 PENDAHULUAN. buang tanpa adanya pengolahan limbah yang efesien dan terbuang mengikuti arus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indramayu merupakan salah satu daerah yang penduduknya terpadat di Indonesia, selain itu juga Indramayu memiliki kawasan industri yang lumayan luas seluruh aktivitas

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 167-172 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan paling mendasar untuk menunjang suatu kehidupan. Sifat-sifat air menjadikannya sebagai suatu unsur yang paling penting bagi makhluk hidup. Manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan. 3. METODOLOGI 3.1. Rancangan penelitian Penelitian yang dilakukan berupa percobaan lapangan dan laboratorium yang dirancang sesuai tujuan penelitian, yaitu mengkaji struktur komunitas makrozoobenthos yang

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia

Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dampak Pencemaran Pantai Dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia Dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di perairan Pulau Biawak Kabupaten Indramayu dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci