BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Ditinjau dari judul skripsi yang penulis teliti, untuk sementara ini di STAIN Palangka Raya belum ada penelitian yang membahas mengenai persepsi alumni prodi KPI jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya terhadap profesi jurnalis. Berdasarkan hasil penelusuran peneliti dengan cara browsing di internet, maka ditemukan sejumlah penelitian yang memiliki objek yang sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, antara lain: 1. Esti Dewi Akstari yang membahas tentang Minat Menjadi Jurnalis pada Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sampel dengan analisis tabel yang menggunakan suatu analisa, menggunakan dengan membagi-bagi variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Dalam hasil penelitian ini, Esti Dewi Akstari lebih mengutamakan tentang minat menjadi jurnalis pada mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga sehingga terdapat perasaan senang mengikuti mata kuliah jurnalistik dan perasaan cukup senang pada mahasiswa. 1 1 Esti Dewi Akstari, Minat Menjadi Jurnalis pada Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,

2 11 2. Firmansyah Hardianto membahas Strategi Wartawan dalam Pencarian Berita pada Majalah Kuntum. Metode penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu tentang strategi yang digunakan oleh wartawan majalah Kuntum adalah dengan wawancara, kajian pustaka, internet dan pengamatan di lapangan serta faktor pendukung wartawan dalam berita adalah peralatan telekomunikasi, alat transportasi, hak khusus dalam meliput berita. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat wartawan dalam wawancara berita adalah kelemahan membuat agenda pertemuan dengan narasumber, kekurangan financial Khairil Hanan Lubis membahas tentang Kompensasi Wartawan dan Indepensi (Studi Deskriptif tentang Peranan Kompensasi Wartawan terhadap Indepensi Anggota Aliansi Jurnalis Independen Cabang Medan). Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif yang dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kompensasi yang diterima wartawan dari perusahaan media tempatnya bekerja ternyata memiliki peranan penting terhadap indepensi wartawan dalam membuat berita N. Reni Susanti membahas tentang Efektifitas Etika Pers dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja Wartawan di PWI Cabang Jawa 2 Firmansyah Hardianto, Strategi Wartawawan dalam Pencarian Berita pada Majalah Kuntum,Skripsi, Yogyakarta:Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Kahiril Hanan Lubis, Kompensasi Wartawan dan Indepensi,Skripsi, Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara, 2011.

3 12 Barat (Studi Deskriptif Analisis Mengenai efektivitas Etika Pers dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja Wartawan di PWI Cabang Jawa Barat). Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diperoleh hasil bahwa etika pers yang ada di PWI cabang Jawa Barat mempunyai efektivitas sebagai pedoman dan rambu-rambu bagi wartawan agar tidak keluar dari jalur jalur pers yang telah ditentukan dengan adanya kode etik jurnalistik yang disepakati bersama, sehingga mampu meningkatkan profesionalisme kerjanya Ayu Anggraini membahas Tanggapan Jurnalis Terhadap Aktifitas Media Relations Hubungan Masyarakat SETDA Kota Serang. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah tanggapan jurnalis mengenai aktivitas hubungan dengan media di SETDA kota Serang sebesar 16,67 % menjawab tidak setuju dan 31,25 % menjawab setuju Ririn Muthia Rishlaesa juga memabahas tentang Pemahaman Idealisme dalam Profesi Wartawan (Studi pada Wartawan Banten). Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, di mana peneliti 4 N. Reni Susanti, Efektifitas Etika Pers dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja Wartawan di PWI Cabang Jawa Barat (Studi Deskriptif Analisis Mengenai efektivitas Etika Pers dalam Meningkatkan Profesionalisme Kerja Wartawan di PWI Cabang Jawa Barat), Skripsi, Bandung: Universitas Pasundan, Ayu Anggraini, Tanggapan Jurnalis Terhadap Aktifitas Media Relations Hubungan Masyarakat SETDA Kota Serang, Skripsi, Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2012.

4 13 berusaha menggambarkan secara detail mengenai segala data dan informasi yang diperoleh. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa wartawan di Banten memiliki konsep diri bahwa profesinya merupakan profesi yang mulia. 6 Dari hasil penelitian di atas, maka penulis melakukan penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut tidak hanya terdapat pada subjek dan objek penelitian yang diteliti, namun juga pada metode yang digunakan. Subyek penelitian yang menjadi kajian peneliti adalah alumni prodi KPI dengan objek penelitian persepsi alumni terhadap profesi jurnalis. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Selain itu, penelitian ini lebih mengarah pada persepsi alumni prodi KPI jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya terhadap profesi jurnalis. Penelitian ini lebih pada permasalahan dan rumusan masalah baru, sehingga nantinya diharapkan penelitian ini akan melengkapi penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tertuang dalam judul: PERSEPSI ALUMNI PRODI KPI JURUSAN DAKWAH STAIN PALANGKA RAYA TERHADAP PROFESI JURNALIS. 6 Ririn Muthia Rishlaesa, Pemahaman Idealisme dalam Profesi Wartawan (Studi pada Wartawan Banten), Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2012.

5 14 B. Kajian Teoritis 1. Persepsi a. Pengertian Persepsi Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception, artinya penglihatan, tanggapan daya, memahami atau menanggapi. 7 Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas, persepsi adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. 8 Persepsi adalah penelitian bagaimana kita mengintegrasikan sensasi kedalam percept 9 objek dan bagaimana kita selanjutnya menggunakan percept itu mengenali dunia. 10 Dalam Ensiklopedi Indonesia persepsi adalah proses mental yang menghasilkan bayangan pada individu, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi pada suatu ingatan tertentu, baik secara indera penglihatan, indera perabaan dan sebagainya hingga akhirnya bayang itu dapat disadari John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia an Engglish Indonesia Dictionary, Cet. Ke-29, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010, h Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, Bandung: CV. Pustaka Setia, Cet. Ke-1, 2009, h h. 276) 9 Hasil dari proses perseptual (Lihat Rita L. Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi, 10 Rita L. Atkinson, dkk, Pengantar Psikologi, Batam: Interaksara, Edisi ke- 11, Jilid 1, h Van Hoeve dan Uiltgeverij, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 1991, h

6 15 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa persepsi berarti tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra. 12 Dalam Kamus Konseling, persepsi adalah kemampuan menanggapi atau memahami, pengamatan pandangan, proses untuk mengingat atau mengidentifikasikan sesuatu 13. Menurut Mubarak dalam bukunya Psikologi Dakwah mengatakan persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi, sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. 14 Jalaluddin dalam buku Psikologi Komunikasi menjelaskan bahwa: persepsi adalah pengalaman tentang objek peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. 15 Menurut Arbi, persepsi merupakan: pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubunganhubugan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli indrawi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, h Sudarsono, Kamus Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, Cet. Ke-1, h Achmad Mubarak, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka firdaus, 2002, h , h Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan Tabligh, Jakarta: Amzah, 2012, h.

7 16 Dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar bahwa: persepsi bisa dikatakan sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, kita tidak mungkin berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. 17 Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. 18 Dari beberapa uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa persepsi pada dasarnya merupakan suatu pengamatan melalui penginderaan terhadap sesuatu objek, kemudian diteruskan oleh syaraf-syaraf sensoris ke otak. Didalam otak, hasil pengamatan diperoses secara sadar, sehingga individu yang bersangkutan dapat menyadari dan memberikan objek yang diamati sesuai dengan perhatian, kebutuhan, sistem nilai dan karakteristik kepribadian. Adapun yang dimaksud dari persepsi dalam penelitian ini adalah tanggapan, respon, pandangan (hasil pengamatan), tafsiran alumni prodi KPI jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya 17 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000, h Abdul Rahman Shaleh dan Muhib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, 2004, h. 88.

8 17 terhadap profesi jurnalis, tanggapan tersebut bisa negatif atau juga positif. b. Proses Persepsi Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah ransangan diterapkan kepada manusia. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama berikut: 1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap ransangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 2) Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. 3) Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. 19 Udai Pareek menjelaskan tiap-tiap proses persepsi tersebut, yaitu: 19 Alex Sobur, Psikologi Umum..., h.447.

9 18 1) Proses menerima ransangan yaitu proses pertama dalam menerima ransangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui pancaindra. Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan atau menyentuhnya. Sehingga kita mempelajari segi-segi lain dari sesuatu itu. 2) Proses menyeleksi ransangan. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Dalam proses menyeleksi ransangan, ada dua kumpulan faktor menentukan seleksi rangsangan itu, yaitu: a) Faktor-faktor intern yang memengaruhi seleksi persepsi yaitu kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman, kepribadian, sikap dan kepercayaan umum dan penerimaan diri. b) Faktor-faktor ekstern yang memengaruhi seleksi persepsi yaitu intensitas, ukuran, kontras, gerakan, ulangan, keakraban dan sesuatu yang baru. 3) Proses pengorganisasian, ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan yaitu pengelompokan, bentuk timbul dan latar serta kemantapan persepsi. 4) Proses penafsiran. Setelah rangsangan atau diterima dan diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya memberikan arti berbagai data dan informasi yang diterima.

10 19 5) Proses pengecekan. Pengecekan sesudah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses pengecekan ini mungkin terlalu cepat dan orang mungkin tidak menyadarinya. Pengecekan ini dapat dilakukan dari waktu ke waktu untuk menegaskan apakah penafsiran atau persepsi dibenarkan oleh data baru. 20 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Mubarok dalam bukunya Psikologi Dakwah yaitu: 1) Faktor perhatian, adalah proses mental dimana kesadaran seseorang terhadap stimuli (rangsangan) lebih menonjol daripada saat yang sama dimana stimuli itu melemah. Penarik perhatian ini bisa datang dari luar maupun dari dalam. 2) Faktor fungsional, yaitu faktor yang timbul dari orang yang mempersepsi kebutuhan, sikap, kepentingan, pengalaman dan tahapan dalam mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap sesuatu. 3) Faktor struktural, yaitu faktor yang muncul dari apa yang akan dipersepsi, misalnya hal-hal baru seperti gerakan, tindak-tanduk dan ciri-ciri yang tidak biasa akan turut juga dalam menentukan persepsi orang yang melihatnya. 20 Alex Sobur, Psikologi Umum..., h

11 20 4) Faktor situasi yaitu faktor yang muncul sehubungan karena situasi pada waktu mempersepsi sebagai contoh orang yang memakai pakaian renang di tempat yang tidak ada hubungannya dengan olah raga renang tentunya akan mempengaruhi persepsi yang dilihatnya. 5) Faktor personal, yaitu berupa pengalaman, motivasi, kepribadian Alumni Alumni adalah mantan pelajar, mahasiswa 22, orang-orang yang pernah belajar di sekolah atau perguruan tinggi. 23 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk Pelajar, alumni adalah seseorang yang lulus, tamat dari suatu sekolah atau lembaga pendidikan tinggi (lembaga pembelajaran). 24 Ketika keluar dari setiap institusi pembelajaran, baik pelajar, karyawan atau penyumbang, maka mereka diklasifikasikan sebagai seorang alumni. Dalam penelitian ini alumni yang dimaksud adalah mahasiswa jurusan Dakwah prodi KPI yang telah lulus dari STAIN Palangka Raya dan berdomisili di Palangka Raya. Dari beberapa 21 Alex Sobur, Psikologi Umum..., h Ke-1, h Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta; Rineka Cipta, 1992, Cet. 23 Layla, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, t.tp, t.t, Planata h Meity Taqdir Qodratilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011, Cet. Ke- 1, h. 16.

12 21 informasi yang diperoleh, rata-rata lulusan telah mendapatkan pekerjaan tetap maupun honorer. 3. Profesi Jurnalis a. Pengertian Profesi Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pengetahuan atau pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. 25 Profesi menurut Samsul Wahidin dalam bukunya Dimensi Etika dan Hukum Profesionalisme Pers diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi oleh pendidikan keahlian tertentu." 26 Profesi sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Ciri khusus profesi adalah mengandalkan suatu keterampilan keahlian khusus yang tidak dapat dimiliki oleh orang kebanyakan, dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama, dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup dan dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam. b. Pengertian Jurnalis Jurnalis adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan dan atau tugas-tugas jurnalistik secara rutin atau orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk 25 Layla, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia..., h Samsul Wahidin, Dimensi Etika dan Hukum Profesionalisme Pers, Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2012, Cet. 1, h. 143.

13 22 dimuat di media massa, baik media cetak, media elektronik atau pun media online. Ada banyak istilah yang digunakan untuk menyebut sesesorang bekerja sebagai jurnalis. Beberapa sebutan lain dari jurnalis, antara lain: pewarta, 27 wartawan, reporter 28. Jurnalis seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-undang Pokok Pers adalah karyawan yang melakukan secara kontinu pekerjaan, kegiatan, usaha yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan, ulasan, gambar dan lain-lain sebagainya untuk perusahaan pers, radio, televisi dan film. 29 c. Syarat-syarat untuk Menjadi Jurnalis Syarat-syarat untuk menjadi jurnalis (wartawan) adalah: 1) Warga negara Indonesia. 2) Berjiwa Pancasila dan tidak pernah berkhianat terhadap Perjuangan Nasional. 3) Memahami sepenuhnya kedudukan, fungsi dan kewajiban pers sebagai tercantum dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Pokok Pers. 4) Memiliki kecakapan, pengalaman, pendidikan, akhlak tinggi dan pertanggung jawaban. 27 Orang yang menyampaikan kabar, memberitahukan, mengabarkan (Lihat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, h. 609) 28 Orang yang melaporkan peristiwa atau berita, penyusun laporan (Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005, Edisi Ke-3, Cet. Ke-3, h. 950) 29 M.L. Gandhi, Undang-Undang Pokok Pers; Proses Pembentukan dan Penjelasannya, Jakarta: CV. Rajawali, 1995, Cet. Ke-1, h. 128., h. 127.

14 23 5) Sanggup mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ). 30 6) Sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun secara aktif melakukan pekerjaan wartawan. 7) Mampu melenyapkan perasaan rendah diri Perasaan rendah diri dapat menghambat jurnalis dalam mendapatkan bahwa berita yang optimal. Rendah diri menjadi kendala mental jurnalis untuk menjadi lebih kreatif dan kritis dalam menggali informasi yang dibutuhkan dalam tugas jurnalistik. 8) Mampu mengurangi perasaan tinggi hati Sikap tinggi hati atau kesombongan dalam diri jurnalis dapat menghambat pelaksanaan tugas jurnalis dalam memperoleh akses informasi yang dalam. Sikap tinggi hati akan menjadi ganjalan jurnalis dalam menjalankan tugas karena merasa diri telah memiliki informasi yang banyak terkait bahan berita. Kondisi ini akan bedampak negatif terhadap isi berita yang disajikan. 31 9) Perasaan ingin tahu, seorang jurnalis meliput sebuah berita dan peristiwa, pasti rasa ingin tahu jurnalis muncul dengan segera mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang akan menjawab kenapa peristiwa itu terjadi dan apa yang sebenarnya terjadi. 30 Lihat Kode Etik Jurnalistik (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik; dari Undang-undang Hingga Hati Nurani, Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, 2011, Cet. Ke-1, h ). 31 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h. 41.

15 24 10) Daya khayal atau imajinasi dalam pemberitaan tergantung dari tinjauan ke depan maupun ke belakang. Dalam hal ini bukan saja harus mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara aktual dan faktual dalam pemberitaannya, tetapi juga harus mengungkapkan hal-hal yang ada kaitannya sebelum peristiwa itu terjadi. 11) Pengetahuan, seorang jurnalis yang tidak menguasai paling sedikit ilmu kemasyarakatan, akan sulit mempersepsikan dinamika yang dialami masyarakat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan agar dapat meransang perasaan ingin tahu dan menyalakan imajinasi. 32 d. Kode Etik Jurnalistik Kemerdekaan berpendapat, berekspresi dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan (jurnalis) Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik 32 Muhammad Budyatna, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, h. 78.

16 25 dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan (jurnalis) Indonesia menetapakan dan mentaati Kode Etik Jurnalistik: 33 1) Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk. 34 2) Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. 35 3) Pasal 3, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga hak bersalah. 36 4) Pasal 4, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik;..., h Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan orang, paksaan dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Akurat berarti dapat dipercaya, benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik..., h. 173). 35 Cara-cara yang profesional adalah menunjukkan identitas diri kepada narasumber; menghormati hak privasi; tidak menyuap; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri. (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik..., h. 174). 36 Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proposional. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atau fakta. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik..., h ). 37 Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik..., h. 175).

17 26 5) Pasal 5, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. 6) Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. 7) Pasal 7, wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai dengan kesepakatan. 38 8) Pasal 8, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atat cacat jasmani. 9) Pasal 9, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik 10) Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, melarat dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan 38 Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber. Embargo adalah penundaan penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan. (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik..., h.. 176).

18 27 permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau pemirsa ) Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. 40 Kode etik jurnalistik menempati posisi yang sangat penting bagi jurnalis. Bahkan dibandingkan dengan perundangundangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekali pun di hati sanubari setiap jurnalis. Kode etik jurnalistik mempunyai kedudukan yang sangat istimewa. Jurnalis yang tidak memahami kode etik jurnalistik akan kehilangan harkat dan martabatnya sebagai seorang jurnalis. Kode etik jurnalis di buat khusus dari, untuk dan oleh jurnalis sendiri dengan tujuan menjaga martabat, kehormatan profesi jurnalis. Ini berarti, pelanggaran kode etik jurnalistik adalah pelanggaran terhadap kehormatan profes jurnalis. e. Tugas dan Kompetensi Jurnalis Berkaitan dengan tugas jurnalis, James Gordon Bennet, pendiri The New York Herald menyatakan tugas jurnalis adalah separuh diplomat, separuh detektif. Hal ini berarti jurnalis harus 39 Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan subtansi pokok. (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik..., h. 177) 40 Hak jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak koreksi adalah setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. (Lihat Sirikit Syah, Rambu-Rambu Jurnalistik..., h. 177)

19 28 memiliki keterampilan diplomasi yang terampil, sekalipun cara kerjanya mirip detektif. Dalam pencarian berita, ada kalanya jurnalis memerlukan kemampuan negosiasi untuk memastikan tercapainya tujuan pemberitaan, di samping melakukan aktivitas penyelinapan untuk mengumpulkan bahan berita. Ilustrasi diplomat dan detektif menggambarkan tugas yang diemban jurnalis yang sangat berat dan rumit. 41 Beberapa tugas jurnalis yang patut menjadi perhatian dalam menjalankan tugas jurnalistik, antara lain menyajikan fakta, menafsirkan fakta, mempromosikan fakta. Berdasarkan tugas jurnalis tersebut, jurnalis dianggap telah menjalankan tugasnya apabila telah menyajikan berita dan peristiwa yang memenuhi tugas-tugas di atas. Hanya saja, dalam pelaksanaannya, setiap jurnalis memiliki tanggung jawab moral untuk mengemban tugas tersebut dengan sikap dasar yang objektif, akurat, proposional dan atas dasar itikad baik. 42 Profesi jurnalis pun perlu didukung oleh kompetensi yang bersifat multi-skills, kompetensi yang komprehensif. Kompetensi jurnalis menjadi perlu sebagai bekal untuk mencapai profesionalisme jurnalis. Pasokan informasi dan berita yang disajikan jurnalis merupakan hasil karya jurnalis yang berbasis pada kompetensi yang dimiliki jurnalis itu sendiri. Kemampuan 41 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h. 40.

20 29 menulis dan kepiawaian berbicara, keturunan kerja dan pengetahuan yang memadai menjadi pijakan kompetensi yang harus ada dalam diri setiap jurnalis. 43 Berkaitan dengan kompetensi jurnalis, ada beberapa kompetensi jurnalis profesional yang harus dimiliki di era milenium global seperti sekarang, yaitu: kompetensi penulisan, kompetensi berbicara, kompetensi riset dan investigative, kompetensi pengetahuan dasar, kompetensi dasar web, kompetensi audio visual, kompetensi aplikasi komputer, kompetensi etika, kompetensi legal dan kompetensi karier 44 Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis harus memiliki standar kompentensi tersebut yang memadai dan disepakati oleh masyarakat pers. Standar kompetensi ini menjadi alat ukur profesionalitas jurnalis. Standar kompetensi jurnalis diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Tujuan standar ini juga untuk menjaga kehormatan pekerjaan jurnalis dan bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi jurnalis, meningkatkan kualitas dan profesionalitas jurnalis, menjadi acuan sistem evaluasi kinerja jurnalis oleh perusahaan pers, menegakkan kemerdekaan pers berdasarkan kepentingan publik, menghindarkan 43 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h. 42.

21 30 penyalahgunaan profesi jurnalis, serta menempatkan jurnalis pada kedudukan strategis dalam industri pers. f. Tipologi Jurnalis dan Prinsip Jurnalis Dalam konteks sederhana, jurnalis dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, yaitu: 1) Jurnalis profesional, jurnalis ini biasanya menggantungkan hidupnya secara penuh pada profesinya sebagai jurnalis pada suatu perusahaan media, bersifat terikat dan cenderung idealispolitis, serta memiliki dedikasi terhadap profesi kewartawanan. 2) Jurnalis freelance, jurnalis ini menggantungkan hidupnya pada profesi jurnalis, namun bersifat tidak terikat sehingga lebih bebas dalam menyerahkan karya jurnalistiknya, cenderung idealis-komersial, serta memiliki dedikasi yang tidak terukur. 3) Jurnalis amatir, jurnalis ini tidak menggantungkan hidupnya pada profesi jurnalis, bersifat tidak terikat dan hanya untuk kegemaran, cenderung idealis politis-komersial untuk tujuan yang lebih jauh. 45 4) Jurnalis koresponden, jurnalis yang bertugas di daerah dan merupakan daerah yang berbeda dengan kantor pusat penerbitan berita. Koresponden bertugas mencari berita yang nantinya akan dikirimkan melalui sarana komunikasi seperti telepon, faksimili, dan lain-lain. 45 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h. 42.

22 31 5) Jurnalis kantor berita, jurnalis yang bertugas mencari berita untuk satu kantor berita dan nantinya akan disalurkan atau dijual ke berbagai lembaga penerbitan yang membutuhkan. 46 Dalam menjalankan fungsinya dan mengeluarkan hasil karya jurnalistik, seorang jurnalis harus menunjukkan sembilan prinsip yaitu: 1) Mengungkapkan kebenaran. Jurnalis harus menempatkan fakta terpercaya dan akurat pada tempatnya, tidak boleh mengejar kebenaran dalam pengertian absolut atau filosofis. Kebenaran jurnalistik ialah pengungkapan fakta realistis yang berawal dengan disiplin profesional dalam memadukan dan memverifikasi fakta. 2) Loyal kepada masyarakat. Jurnalis harus menyediakan berita tanpa rasa takut dan berhutang budi kepada pemilik modal, komitmen kepada publik sebagai komitmen utama merupakan basis kredibilitas organisasi beritanya, artinya liputan berita yang disajikan tidak condong kepada pemilik modal dan pemasang iklan. 3) Displin dalam memverifikasi. Jurnalis bersandar pada disiplin profesional dalam memverifikasi informasi. Ia harus transparan dan tidak boleh menyembunyikan fakta. Objektivitas adalah 46 (Online tanggal 30 Maret 2013).

23 32 konsep awal, yang berarti sejak proses pertama seorang jurnalis harus bebas dari bias. 4) Mandiri dalam liputan peristiwa. Kemandirian adalah syarat jurnalis yang menjadi tiang penyangga keandalannya. Kemandirian disini adalah kemandirian semangat dan pikiran. Meski para editorialis dan para penulis opini atau komentar tidak netral, jurnalis tetap menunjukkan keakuratan, kejelasan dan keadilan intelektual serta kemampuan menginformasikan secara baik dan dengan sikap yang tegas. 5) Pengawas independen terhadap kekuasaan. Jurnalisme memiliki kapsitas sebagai pengawas kalangan penguasa atau kalangan yang posisinya memengaruhi banyak orang. Meskipun demikian, jurnalis wajib melindungi kebebasan pengawasan dan bukan mengeksploitasinya demi tujuan komersial. 6) Membuka forum bagi kritik dan kompromi publik. Jurnalis harus menyediakan forum diskusi publik dan tanggung jawab sosial. 7) Menarik dan relevan. Jurnalis tidak sekedar mengumpulkan, menyajikan dan mendokumentasikan fakta-fakta penting. Jurnalis harus menyeimbangkan dan menyelaraskan segala hal yang menjadi keinginan khalayak. 8) Komprehensif dan proporsional. Dalam menyajikan berita, seorang jurnalis harus membuat sajian yang lengkap dan

24 33 proporsional. Artinya ia tidak memihak kepada pandangan atau kepentingan tertentu. Ia menciptakan peta yang bisa digunakan untuk membaca secara objektif perkembangan masalah dalam masyarakat. 9) Inisiatif dan kreatif. Jika keadilan dan keakuratan menjadi syarat jurnalisme, maka seluruh ruh jurnalis harus kaya inisiatif dan kreatif dalam menyingkap suara dari berbagai kalagan di kolomkolom medianya Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasioanl..., h

BAB V PENUTUP. mereka belum memiliki kesempatan untuk menjadi jurnalis. Sebagian

BAB V PENUTUP. mereka belum memiliki kesempatan untuk menjadi jurnalis. Sebagian BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan dalam skripsi ini, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Profesi jurnalis dianggap sebagai profesi yang menarik, namun mereka belum memiliki

Lebih terperinci

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak bertindak buruk. Penafsiran a. Independen berarti

Lebih terperinci

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK JURNALISTIK APA ITU KODE ETIK JURNALISTIK? Acuan moral yang mengatur tindak tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi yang lain, dari koran

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS DEWAN PERS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan manusia dalam berbagai hal, salah satunya kebutuhan akan informasi. Informasi adalah data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers Media Siber Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers 2013-2016 Bagian 1 Platform Pers Cetak Radio Televisi Online UU 40/1999 tentang Pers Kode Etik Jurnalistik Pedoman Pemberitaan Media Siber Media Siber Kegiatan

Lebih terperinci

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK JURNALISTIK Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan

Lebih terperinci

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF 1 Haris Jauhari IKN (Institut Komunikasi Nasional) Materi Internal Pelatihan Jurnalistik IJTI JURNALISTIK TV Jurnalistik ialah kegiatan meliput, mengolah, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers Bambang Harymurti (Wakil Ketua Dewan Pers) 1 Tugas Wartawan: Mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi yang diyakini merupakan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtuhnya orde baru dan beralih menjadi era reformasi di Indonesia telah memberikan kebebasan, dalam arti wartawan bebas memberikan suatu informasi. Masyarakat pun

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena media massa dianggap paling sukses dalam menyebarkan informasi secara cepat kepada khalayak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 merupakan salah satu undang-undang yang paling unik dalam sejarah Indonesia. Dilatarbelakangi dengan semangat reformasi, undangundang

Lebih terperinci

PENULISAN BERITA TELEVISI

PENULISAN BERITA TELEVISI Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi PENULISAN BERITA TELEVISI KAIDAH DAN PRINSIP JURNALISTIK, KODE ETIK JURNALISTIK TELEVISI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penilitian Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

Lebih terperinci

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PERATURAN DEWAN PERS Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS DEWAN PERS, Menimbang Bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism National Press Photographers Association, founded in 1947. The organization is based in Durham, North Carolina and is mostly made up of still photographers, television videographers, editors, and students

Lebih terperinci

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (Presenter Tv One keceplosan bilang Golkar-nya gak usah di sebut saat breaking news) Oleh : Putu Dea Chessa Lana Sari 201311018 Televisi dan Film Fakultas Seni Rupa dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus.

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus. LAMPIRAN - LAMPIRAN A. TRANSKRIP WAWANCARA INFORMAN 1 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? Ingin mengetahui banyak hal dan adanya dinamisme pemikiran. Keinginan untuk bersikap indipenden

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi, yang mana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Masyarakat bebas untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat keterkaitannya dengan masyarakat luas, menjadi salah satu pilar perubahan suatu negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

Lebih terperinci

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers LAMPIRAN 49 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran : Independen berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita cukup penting peranannya bagi kehidupan kita sehari-hari. Berita dapat digunakan sebagai sumber informasi atau sebagai hiburan bagi pembacanya. Saat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung LAMPIRAN 1 Alat Ukur KATA PENGANTAR Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung sedang melakukan penelitian mengenai Model Kompetensi pada reporter. Kuesioner ini terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No 40 tahun 1999 Tentang Pers, telah ditetapkan dalam undang-undang pasal 2 bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat

Lebih terperinci

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna Dalam rangka Keterbukaan informasi Publik Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna Coffee Morning, 28 Maret 2018, Ruang rapat BPPSPAM adhityan adhityaster gmail.com Keterbukaan informasi UU Nomor 14 tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Indonesia Daerah (KPID) antara lain sebagai berikut: 1. Yasa Muazhar, dengan judul Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Indonesia Daerah (KPID) antara lain sebagai berikut: 1. Yasa Muazhar, dengan judul Peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelusuran yang peneliti lakukan, maka ditemukan sejumlah penelitian yang membahas tentang peran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)

Lebih terperinci

BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS

BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS 3.1. Profil Dewan Pers 3.1.1 Sejarah Berdirinya Dewan Pers Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Media televisi lokal Jogja TV merupakan stasiun televisi yang berusaha

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Media televisi lokal Jogja TV merupakan stasiun televisi yang berusaha BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Media televisi lokal Jogja TV merupakan stasiun televisi yang berusaha untuk menjalankan sistem pengorganisasian produksi berita dengan melaksanakan fungsinya

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI) 1 ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI) MUKADDIMAH Bahwa sesungguhnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan menyampaikan dan memperoleh informasi, serta kemerdekaan berserikat adalah

Lebih terperinci

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA DAMPAK MEDIA BARU? KOMUNIKAS I INTERAKTIF MAKNA JARAK GEOGRAFIS POLA KOMUNIKAS I KECEPATAN

Lebih terperinci

MENULIS ARTIKEL ONLINE

MENULIS ARTIKEL ONLINE 1. Etika dalam menulis internet MENULIS ARTIKEL ONLINE Mengapa menulis memerlukan etika? Tulisan merupakan media untuk mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain. Kesalahpahaman mengakibatkan pesan yang

Lebih terperinci

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual Banyak penikmat media (cetak) yang sering membandingkan isi media A, B dan C. Mereka kemudian bertanya mengapa media A memberitakan topik ini sedangkan topik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi massa. Wilbur Scramm menggunakan ide yang telah dikembangkan oleh seorang psikolog, yaitu Charles

Lebih terperinci

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik (Studi Eksplanatif terhadap Wartawan Anggota PWI Cabang Yogyakarta) Elizabeth Elza Astari Retaduari

Lebih terperinci

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG PEDOMAN SIARAN KAMPANYE DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI LEMBAGA PENYIARAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu sastra merupakan ilmu yang menyelidiki karya sastra, beserta gejala yang menyertainya, secara ilmiah. Di samping teks karya sastra, juga semua peristiwa

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dianalisis menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce mengenai representasi etika jurnalistik dalam drama Pinocchio,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, bahwa untuk meningkatkan penyampaian

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 14 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Pers OLEH : M. BATTLESON SH. MH. DESKRIPSI : Hukum Pers mengatur mengeni dunia pers di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kata infotainment merupakan neologisme, atau kata bentukan baru yang menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya infotainment adalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhananya media literasi atau yang juga dikenal dengan melek media adalah kemampuan untuk memilih, menggunakan, memahami, menganalisis, dan mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empiris objek

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empiris objek 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang akan digunakan bersifat Deskriptif yaitu memberikan gambaran atau penjabaran tentang kondisi empiris objek penelitian berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita merupakan isi utama dalam sebuah media (surat kabar). Isi berita yang baik dan berkualitas akan berdampak baik pula bagi surat kabar yang bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Pemahaman Pelita Banten terhadap kode etik jurnalistik Wartawan di Pelita Banten adalah Wartawan yang mengusung Tinggi Nilai-Nilai Kode Etik Kejurnalistian walaupun,

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) HUKUM DAN KODE ETIK JURNALISTIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2016 A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Ketika media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat kian tergantung dengan media massa, yang menjadi salah satu sumber informasi yang sangat dibutuhkan khalayak. Terlebih dengan kecanggihan teknologi di mana

Lebih terperinci

Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012

Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012 Hendry Ch Bangun Wakil Pemred Warta Kota Sekolah Jurnalisme Indonesia 2012 Biodata Hendry Ch Bangun Lahir di Medan, 26 November 1958 Lulusan Fakultas Sastra UI tahun 1982 Menjadi wartawan Majalah Sportif

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai tahun 1998 setelah peristiwa pengunduran diri Soeharto dari jabatan kepresidenan. Pers Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan pers merupakan salah satu dimensi Hak Asasi Manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu Negara yang berpaham demokratis, perlindungan Hak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu Negara yang berpaham demokratis, perlindungan Hak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara yang berpaham demokratis, perlindungan Hak Asasi Manusia harus mendapat tempat dalam konstitusi. Tanpa perlindungan konstitusional, maka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan yang baik untuk ditiru dan diambil sisi positifnya bagi penonton, namun belakangan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SELAWANG SEGANTANG KABUPATEN BANGKA TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN UMUM Bahwa kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaikan, dan memperoleh informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kerangka Teoritis 1. Persepsi a. Pengertian Persepsi Pada pembahasan kerangka teoritis ini ada beberapa teori yang dianggap relevan untuk menjelaskan permasalahan sekitar judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi kemanusiaan bagi seseorang. Selain itu, kerja merupakan cara alami manusia untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lebih terperinci

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2013, No Menetapkan : 3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.156, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kode Etik. Disiplin Kerja. PNS PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

Oleh : Litbang Wartapala

Oleh : Litbang Wartapala KEWARTAWANAN Oleh : Litbang Wartapala Daftar Isi : 1. Abstract 2. Kode Etik Jurnalistik 3. Syarat Menjadi Wartawan 1. Abstract Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita)

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita) BAB III PENYAJIAN DATA A. Penyajian Data Berikut ini penyajian data berdasarkan penelitian yang dilakukan di harian surat kabar Pekanbaru Pos. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wartawan adalah seorang yang melakukan kegiatan sehari-hari sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wartawan adalah seorang yang melakukan kegiatan sehari-hari sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wartawan adalah seorang yang melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pencari dan pemburu informasi, pengumpul berita, pembawa berita penyusun berita, yaitu orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era saat ini, masyarakat modern dituntut untuk mendapatkan sebuah informasi yang aktual dan akurat. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui beberapa media penyiaran.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah pandangan dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan media massa saat ini sangat berkembang dengan pesat untuk diterima dan dikonsumsi oleh masyarakat luas, baik itu berita yang berbau negatif maupun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak dilakukan oleh para jurnalis dalam tugasnya sehari-hari. Jurnalisme kloning merupakan aktivitas tukar menukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada masa kini tidak terlepas dari kebutuhan untuk memperoleh informasi. Informasi yang tersaji di hadapan masyarakat haruslah memuat beragam peristiwa baik yang

Lebih terperinci

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) KOMISI PENYIARAN INDONESIA Lembaga Negara Independen Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) Bimo Nugroho Sekundatmo Semarang, 14-15 Oktober

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UU Nomor 29 Tahun 2004 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik Dalam Media Komunitas

Etika Jurnalistik Dalam Media Komunitas Etika Jurnalistik Dalam Media Komunitas (Analisis Isi Penerapan Etika Jurnalistik pada Berita Daerah Istimewa Yogyakarta di Portal Komunitas Suarakomunitas.net periode Januari Desember 2013) Yosephine

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI

KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI KODE ETIK PENERBIT ANGGOTA IKAPI MUKADIMAH 1. Bahwa untuk meningkatkan profesionalisme industri perbukuan di Indonesia sesuai Undang-Undang yang berlaku dan peraturanperaturan lainnya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 008/SK/KPI/8/2004 TENTANG

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 008/SK/KPI/8/2004 TENTANG S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 008/SK/KPI/8/2004 TENTANG PEDOMAN SIARAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PUTARAN KEDUA DI LEMBAGA PENYIARAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2017 KEMENKUMHAM. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG KODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu konsep komunikasi massa adalah proses komunikasi yang pesannya diarahkan kepada audiens yang relatif lebih besar, heterogen dan anonim. Orientasi arah yang

Lebih terperinci

TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab

TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab HUKUM PENYIARAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab BAB 1 : KETENTUAN UMUM BAB II : ASAS, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH BAB III : PENYELENGGARAAN PENYIARAN

Lebih terperinci

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA)

BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) Karina Pinem 100904046 Abstrak Penelitian ini berjudul Literasi Media

Lebih terperinci

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI BALI PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan Media dan Revolusi Mental Nezar Patria Anggota Dewan Pers @nezarpatria Konvensi Media, HPN 2016, Mataram, Lombok, 8 Februari 2016 Big Bang Reformasi 1998: Mental Baru Pers Indonesia? Terbukanya ruang demokrasi

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional.

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Korupsi sesungguhnya bukan fenomena baru. Meskipun begitu, di Indonesia, korupsi menjadi topik yang menarik perhatian hampir semua kalangan, karena hampir semua

Lebih terperinci