PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (juta rupiah) di Kawasan Metropolitan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (juta rupiah) di Kawasan Metropolitan"

Transkripsi

1 RENCANA TATA RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR : UPAYA MENYEIMBANGKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP oleh: Ruchyat Deni Djakapermana Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang Posisi dan Peran Jabodetabekpunjur Jabotadetabekpunjur adalah sebuah kawasan metropolitan yang meliputi wilayah DKI Jakarta sebagai kota inti dan wilayah sekitarnya sebagai kota pendukung yang mencakup dua wilayah provinsi, yaitu Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang di Provinsi Banten, Kabupaten dan Kota Depok dan sebagian wilayah Kabupaten Cianjur di Provinsi Jawa Barat. Kawasan Jabodetabekpunjur telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dalam PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). KSN merupakan wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan dan rencana tata ruangnya ditetapkan oleh peraturan presiden karena mempunyai pengaruh yang sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, hankam, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan. Selain itu, Kawasan Jabodetabekpunjur termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia menurut UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. Berdasarkan hal tersebut, Kawasan Jabodetabekpunjur mempunyai peran sebagai pusat pengembangan kegiatan perekonomian wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta keanekaragaman hayati yang dapat menjamin tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Secara geopolitik, kawasan Jabodetabekpunjur merupakan 350,000 potret dari sistem negara. 300,000 Keberhasilan pengelolaan 250,000 pembangunan di 200,000 DKI Jakarta Jabodetabekpunjur merupakan Jawa Barat cerminan keberhasilan 150,000 Banten pembangunan di Indonesia. 100,000 Dengan demikian, kawasan 50,000 Jabodetabekpunjur perlu dikelola 0 dengan baik, karena kedua fungsi utama yang sering didikotomikan, Tahun yaitu fungsi ekonomi dan fungsi lingkungan berada pada kawasan ini. Secara ekonomi, kawasan Gambar 1. Perkembangan DPRB Provinsi DKI Jakarta, Jabar, dan Banten Jabodetabekpunjur memberikan share yang tinggi terhadap perekonomian nasional. Sekitar 70 % (2006) investasi nasional berada di Jawa-Bali dan hampir sebagian besar didominasi olh atau berada dalam lingkup Kawasan Jabodetabekpunjur, yaitu Provinsi DKI Jakarta 22 %, Banten 11 %, dan Jawa Barat 27 %, dengan pusat kegiatan ekonomi dan sosial berada di Jakarta. DKI Jakarta memberikan share yang tinggi terhadap PDRB wilayah seluruh Jabodetabekpunjur. PDRB total di kawasan Jabodedtabekpunjur dibandingkan dengan kawasan metropolitan lainnya di Indonesia sangat tinggi. Perkembangan PDRB dan investasi ini didukung oleh infrastruktur ekonomi dan sosial yang sudah maju dan terpusat di Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Keunggulan infrastruktur ini juga menjadi daya tarik urbanisasi. Tingginya tingkat urbanisasi mengakibatkan daya tampung lahan untuk permukiman dan aktivitas ekonomi wilayah menjadi terbatas. Juta rupiah PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (juta rupiah) di Kawasan Metropolitan Jabodetabek Bandung Raya Kedungsepur Kertamantul Gerbang-kertosusila Mebidang Mamminasata PDRB atas dasar harga berlaku (juta rupiah) 1

2 Gambar 2. Perbandingan PDPRB beberapa Kawasan Metropolitan Di Indonesia Keunggulan ini akan mendorong peningkatan pemanfaatan lahan di wilayah sekitar Jakarta yakni Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur. Perkembangan aktivitas ekonomi sejalan dengan peningkatan pembangunan infrastruktur, khususnya untuk menunjang pengembangan permukiman. Infrastruktur yang terbangun tersebar di seluruh kawasan permukiman. Perkembangan permukiman saat ini sangat sporadis sehingga tidak ekonomis dan tidak efisien dalam penyediaan infrastruktur. Secara sosial, kawasan Jabodetabekpunjur memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi sejalan dengan perkembangan perkotaan yang pesat. Urbanisasi di kawasan Jabodetabekpunjur sangat pesat (tumbuh 5 kali lipat dari ). Sekitar 22,8 juta penduduk tinggal di wilayah Jabodetabekpunjur. Kepadatan penduduk masing-masing provinsi adalah DKI Jakarta jiwa/km 2, Jawa Barat jiwa/km 2, dan Banten jiwa/km 2. Pertumbuhan penduduk Provinsi DKI Jakarta ( ) mencapai 1,09% dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi di wilayah Jakarta Barat (4,3%), namun pada saat yang sama terdapat penurunan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Kota Jakarta Pusat (0,72%). Pertumbuhan penduduk di Jabodetabekpunjur dipacu oleh laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat sebesar rata-rata 2% per tahun semenjak tahun 2002 (BPS, 2005). Selain aspek-aspek tersebut, aspek pertahanan keamaman dan politis Jakarta sebagai Ibukota negara dan pusat lembaga-lembaga tinggi negara menjadi prioritas utama untuk dijaga keberlanjutan lokasi ruangnya. Secara ekologis, cakupan Jabodetabekpunjur adalah kawasan yang meliputi tiga daerah aliran sungai (DAS) utama, yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane, dan DAS Bekasi, yang memiliki luas area keseluruhan sekitar km 2 dengan curah hujan berkisar antara mm per tahun. Hulu Sungai Ciliwung berada di kawasan Puncak dan mengalir sepanjang 119 km dengan debit rata-rata bulanan 882 m 3 per detik (di Manggarai) ke arah muara Jakarta. Daerah permukiman di hulu DAS Ciliwung, dalam kurun waktu enam tahun ( ) meningkat dari 6,25 km 2 menjadi 19,26 km 2 dan 10 tahun kemudian (2004) menjadi 26,61 km hutan pemukiman sawah RTH Gambar 3. Trend luas hutan, permukiman, sawah dan RTH di Jabodetabek Dalam 35 tahun terakhir, secara regional Jabodetabekpunjur telah kehilangan 27% ruang terbuka hijau (termasuk hutan dan perkebunan tanaman tahunan/keras) diantaranya akibat hilanganya 46% kawasan hutan. 2

3 Kawasan terbangun (permukiman) tumbuh lebih dari 12 kali lipat, menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi sangat terbatas, terutama kemampuan lahan di dalam meresapkan air ke dalam tanah terutama di Jakarta. Pertumbuhan Permukiman dan perkotaan yang tak terkendali di sepanjang dan di sekitar daerah aliran sungai, tidak berfungsinya kanal-kanal dan tidak adanya sistem drainase yang memadai mengakibatkan semakin terhambatnya aliran air ke laut, yang mengakibatkan Jakarta dan kawasan di sepanjang daerah aliran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Permasalahan DAS Ciliwung lainnya adalah penurunan kualitas dan kuantitas air sungai, pemanfatan ruang di sempadan sungai, yang menimbulkan permukiman kumuh, perubahan tata guna lahan, penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan, kekeringan dan erosi/longsor. Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR Keinginan untuk melakukan penataan ruang di Kawasan Jabodetabekpunjur dimulai sejak adanya Perpres 79/1985 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur yang khusus menangani pengaturan di kawasan hulu DAS Ciliwung, dan kemudian diperbaharui dengan Kepres 114/1999 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur. Namun dalam implementasinya, Keppres tersebut masih sulit untuk diterapkan, dan permasalahan banjir, kerusakan lingkungan, dan lain-lain, masih tetap terjadi karena hanya mengatur secara parsial di bagian hulu. Di sisi lain, persoalan banjir lebih banyak terjadi di hilir. Penanganan pembangunan DAS harus terintegrasi dalam satu manjemen dan bukan hanya terkait tata pengelolaan air saja, karena di dalamnya juga akan tekait pengaturan ruang berbagai kepentingan sektor. Penanganan penataan ruang di Kawasan Jabodetabekpunjur masih hanya dilakukan secara parsial, hanya ditangani di kawasan hulu, dan tidak sampai ke bagian tengah dan hilir sistem DAS. Selain itu tidak ada konsistensi dan komitmen bersama untuk melaksanakan penghijauan (hutan) di hulu dan bantaran sungai. Hal ini dikarenakan tidak adanya sanksi yang tegas. Masalah lain karena adanya pertumbuhan dan dinamika kegiatan dan aktivitas penduduk yang pesat dan sulit diantisipasi. Sejalan dengan tujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan sebagaimana disebutkan di atas, sesuai dengan amanat UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan penetapan Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai Kawasan Strategis Nasional dalam satu sistem pengaturan ruang dari hulu, tengah dan hilir oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 26/2007 tentang RTRWN maka telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) No 54 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Paket pengaturan ini perlu disikapi secara optimis, karena berbeda dengan peraturan sebelumnya, dimana di dalamnya ada ketentuan sanksi yang tegas, jelas dan memberatkan bagi pelanggar/penyimpangan atas ketentuan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, selain ketentuan yang memberikan porsi kepada masyarakat untuk berperan aktif memberikan laporan kepada penyidik (PPNS dan Polisi) atas perbuatan tindak pidana tersebut sebagi salah satu bentuk pengawasan. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur dimaksudkan untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan agar tujuan pembangunan (meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup) dapat tercapai. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Fungsi penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur adalah menjadi pedoman pelaku pembangunan yang terlibat langsung ataupun tidak langsung di dalam penyelenggaraan penataan ruang secara terpadu, antardaerah provinsi, kabupaten, dan kota di Kawasan Jabodetabekpunjur, melalui kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pokok-pokok kebijakan penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur meliputi arahan untuk rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, dan pengawasan pemanfaatan ruang. Strategi penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan pelaksanaan dari kebijakan penataan ruang yang meliputi: (1) Mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas keterpaduan antar Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan; (2) Mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta penanggulangan banjir, serta mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan; dan (3) Mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah, bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan. 3

4 Struktur Ruang Struktur Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur meliputi: Sistem pusat permukiman dan Sistem prasarana dan sarana wilayah yang terdiri atas sistem transportasi darat, laut, udara, penyediaan air baku, pengelolaan air limbah, pengelolaan limbah B3, sistem drainase dan pengendalian banjir, dan pengelolaan persampahan. Pola Pemanfaatan Ruang di Kawasan Jabodetabekpunjur meliputi Kawasan Lindung yang mencakup zona yang sangat ketat/absolut dan zona-zona lindung yang masih ditoleransi dengan rekayasa, sementara Kawasan Budidaya dengan gradasi tergantung tingkat rekayasanya, dan Kawasan Penyangga. a. Pengaturan Struktur Pusat Pelayanan Pengembangan sistem pusat permukiman adalah untuk mendorong pengembangan Pusat Kegiatan Nasional kawasan perkotaan Jakarta, dengan kota inti adalah Kota Jakarta dan kota satelit adalah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Pemanfaatan ruang Kota Jakarta sebagai kota inti diarahkan untuk perumahan hunian dengan kepadatan tinggi, perdagangan dan jasa dengan skala nasional dan internasional, industri ringan non polutan dan berorientasi pasar, dan khusus di Pantura Jakarta sebagian untuk perumahan hunian rendah dengan KDB maksimum 40% dan 50% Pemanfaatan ruang Kota Tangerang maupun Kota Bekasi sebagai kota satelit diarahkan terutama untuk perumahan hunian dengan kepadatan tinggi dan sebagian rendah, perdagangan dan jasa dengan skala nasional, industri ringan non polutan yang berorientasi pasar dan tenaga kerja, sebagian kecil pertanian/ ladang, perikanan, peternakan, agroindustri. Pemanfaatan ruang Kota Bogor maupun Kota Depok sebagai kota satelit diarahkan untuk perumahan hunian kepadatan tinggi dan sebagian rendah, pusat perdagangan dan jasa dengan skala nasional, industri ringan non polutan dan berorientasi pasar, pertanian/ladang, perkebunan terbatas, perikanan, peternakan, dan agroindustri, serta Taman Nasional (Bogor). Pemanfaatan ruang Kabupaten Tangerang maupun Kabupaten Bekasi sebagai kawasan perkotaan dan perdesaan diarahkan terutama untuk perumahan hunian padat dan rendah, perdagangan dan jasa skala setempat, industri berorientasi tenaga kerja, pertanian/ladang, pertanian lahan basah (irigasi teknis) dan pertanian lahan kering dengan teknologi tepat guna, perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, hutan produksi, kawasan lindung dan suaka alam. Pemanfaatan ruang Kabupaten Bogor maupun Kabupaten Cianjur sebagai kawasan perkotaan dan perdesaan diarahkan untuk perumahan hunian sedang/rendah, perdagangan dan jasa skala setempat, pertanian/ladang, pertanian lahan basah/kering dengan teknologi tepat guna, perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, hutan produksi, kawasan lindung dan cagar alam b. Pengaturan Sistem Transportasi Sistem transportasi darat diarahkan pada pengembangan sistem transportasi massal cepat (termasuk busway, perkeretaapian monorel, dan moda transportasi lainnya), dan pengembangan sistem jaringan jalan lintas wilayah. Sistem transportasi laut diarahkan untuk mendukung kelancaran keluar masuk arus barang dan penumpang dari dan keluar kawasan Jabodetabekpunjur, dengan prioritas pengembangan kawasan pelabuhan laut. Sistem transportasi udara diarahkan untuk mendukung kelancaran keluar masuk arus barang dan penumpang dari dan keluar kawasan Jabodetabekpunjur, dengan prioritas pengembangan kawasan Bandara Soekarno-Hatta. c. Sistem, Strategi dan Arahan Pengendalian Banjir Sistem pengendalian banjir diarahkan untuk mengurangi bahaya banjir dan genangan air bagi permukiman, industri, perdagangan, perkantoran, persawahan, dan jalan. Dilaksanakan dengan pengelolaan sungai terpadu dengan sistem drainase wilayah, pengendalian debit air sungai, peningkatan kapasitas sungai, peningkatan fungsi situ-situ dan waduk sebagai daerah penampungan air dan sistem polder, pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung dan kawasan budidaya dilaksanakan dengan ketat pada kawasan hulu hingga sepanjang daerah aliran sungai, pembuatan sudetan sungai dan pengendalian pembangunan pada sempadan sungai. Arahan pengembangan prasarana pengendali banjir di Kawasan Jabodetabekpunjur meliputi reboisasi, penataan kawasan sungai, normalisasi sungai-sungai, pengembangan waduk-waduk, situ-situ serta daerah retensi air, pembangunan prasarana dan pengendali banjir, serta pembangunan prasarana drainase. Pola Ruang Pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur mencakup: pengaturan ruang terbuka hijau regional, pengaturan kawasan resapan air, pengaturan situ, pengaturan kawasan lindung dengan zonasi, pengendalian pemanfaatan ruang, pengawasan, dan kelembagaan, peran masyarakat dan pembinaan. 4

5 Hulu: Kawasan Bopunjur diarahkan sebagai kawasan lindung: Sebagai kawasan resapan air, kawasan dengan kemiringan di atas 40%, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk/danau/situ, kawasan sekitar mata air, rawa, kawasan rawan bencana alam geologi, kawasan suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya, serta perumahan hunian sedang/rendah secara terbatas Tengah: Kawasan Penyangga Jabodetabek. Diarahkan sebagai perumahan hunian sedang/rendah, perdagangan dan jasa, industri ringan non-polutan berorientasi tenaga kerja dan berorientasi pasar. Perumahan hunian rendah dengan menggunakan rekayasa teknis, pertanian/ ladang, pertanian lahan basah/ kering (dengan teknologi tepat guna), perkebunan, perikanan, peternakan agroindustri, hutan produksi. Hilir: Kawasan andalan Jakarta diarahkan sebagai kawasan budidaya perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, industri ringan non-polutan dan berorientasi pasar, dengan tetap menjaga dan mengupayakan total RTH pada kawasan perkotaan sebesar 30 %. Di bagian barat dan timur untuk industri padat tenaga kerja, pertanian lahan basah/kering, perkebunan, perikanan, peternakan, agro industri, hutan produksi, pertanian lahan basah beririgasi teknis. Di bagian pantai Muara Kapuk diarahkan untuk permukiman hunian rendah dengan menggunakan rekayasa teknis dengan KDB maksimum 50%, dan perumahan dengan menggunakan rekayasa teknis dengan KDB maksimum 40%. Harmonisasi Pertumbuhan Ekonomi dan Kelestarian Lingkungan Hidup Kawasan Jabodetabekpunjur Dalam pengelolaan sumberdaya alam telah disepakati secara global mengenai bagaimana seharusnya sumberdaya alam dikelola agar berkelanjutan sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi yang disebut sebagai pembangunan berkelanjutan. Tujuan pembangunan berkelanjutan adalah konservasi sumberdaya, harmonisasi pembangunan dengan pemanfaatan lingkungan fisik, keadilan sosial, dan partisipasi politik (Blowers 1995). Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, perencanaan pembangunan harus mempertimbangkan seluruh aspek terkait dengan ekonomi, demografi, sosial budaya, lingkungan dan sumberdaya alam. Kesemua aspek tersebut harus pula dilihat dalam interaksi diantaranya. Oleh sebab itu, pendekatan yang bersifat komprehensif sangat diperlukan dalam menyusun perencanaan pembangunan (Djakapermana, 2006). Dalam pendekatan komprehensif kegiatan tersebut dimulai dari perencanaan tata ruang. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam secara rasional untuk mencapai tujuan produksi yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin. Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan atau pembuatan bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan transport sedimen serta material terlarut lainnnya atau non-point pollution. Dengan adanya bentuk keterkaitan daerah hulu hilir tersebut maka kondisi suatu DAS dapat digunakan sebagai satuan unit perencanaan (Gambar 4). 5

6 2000 m dpl JKT S. Ciliwung t 0 DPK BGR Hulu Gambar 4. Konsep Pemanfaatan Ruang di Kawasan Jabodetabek-Punjur Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah, dan air. Air adalah bagian integral dari ekosistem dan merupakan barang sosial dan ekonomi yang kualitas dan kuantitasnya menentukan sifat penggunaannya. Pengelolaan air secara terpadu merupakan suatu proses untuk mendorong koordinasi dalam pengembangan dan pengelolaan air, lahan dan sumberdaya terkait, yang bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial dan ekonomi secara merata tanpa mengabaikan kelestarian ekosistem (Global Water Partnership, 2000). Tantangan penerapan Perpres No.54/2008 adalah bagaimana kebijakan tata ruang Jabodetabekpunjur harus dikaitkan dengan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, perubahan iklim global terhadap kondisi kawasan, dan pertumbuhan penduduk. Ketentuan-ketentuan terkait enforcement perlu menjadi pegangan dalam pelaksanaannya. Implikasi pemberlakuan UU Penataan Ruang maupun PP tentang RTRWN terhadap penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur tetap memberikan porsi yang seimbang bagi prinsip pelestarian lingkungan, sosial, dan ekonomi sebagai asas keberlanjutan. Keseimbangan tidak berarti bahwa proporsi alokasi ruang dan fungsi ruangnya harus sama misal masing-masing 33.3 % untuk lingkungan, sosial, dan ekonomi. Tetapi harus dicermati tataran skala pengamatan lokasi/zona/kawasan/wilayah, karakateristik fisik dan fungsi ruangnya (tentu berdasarkan hasil kajian tata ruang). Pada kawasan hulu dengan fungsi konservasinya yang kuat maka alokasi ruang harus didominasi oleh sejenis hutan lindung/konservasi, hutan wisata/produksi/tanaman keras bertajuk lebar. Sementara itu masih dimungkinkan ada kegiatan ekonomi seperti taman wisata, wana wisata (penginapan dan rekreasi/outbound), perdagangan buah2an/sayuran, dsb. yang dapat membangkitkan pendapatan besar. Jumlas luas hutan di DAS sungai Ciliwung pun harus mencapai minimal 30% dan dapat dibuat tumpangsari kegiatan ekonomi wana-wisata tadi. Pada bagian tengah dapat diproporsikan alokasi ruang yang mungkin fungsi untuk kegiatan ekonomi, sosial, dan lingkungannya bisa sama t 1 (dominasi hutan dan tanaman tahunan/keras) Tengah (ruang terbuka hijau dan t 2 Hilir permukiman terbatas serta t tanaman lahan basah/kering) (dominasi permukiman dan 3 kegiatan ekonomi serta RTH 30 %) Ruang Publik Berbagai kota besar di dunia, seperti New York, Manchester, Singapura, Beijing, Shanghai, dan Melbourne, telah menerapkan konsep green cities dengan meningkatkan proporsi luasan RTH hingga mencapai lebih 20% dari total luas kota, demi kesehatan, kenyamanan dan kesegaran warga kotanya. Penerapan konsep tersebut secara konsisten dan didukung persepsi serta kerjasama semua pemangku kepentingan kota-kota tersebut, ternyata telah mampu memberi manfaat ekonomi sebagai akibat meningkatnya citra kota yang ramah lingkungan, dan ruang visual yang indah sehingga memiliki nilai jual tersendiri bagi pengembangan pariwisata. Sementara, di berbagai kota besar di Indonesia, seperti Jakarta dan Bandung justru mengurangi luasan RTH dari 35% awal tahun 1970-an menjadi kurang dari 10% terhadap luas kota secara keseluruhan, akibat telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan. Dalam penerapan standar luasan ruang publik, khususnya terkait dengan pelayanan fasilitas olahraga outdoor, rasio yang berlaku di Jepang adalah 5 m 2 /penduduk, Inggris 7 11,5 m 2 /penduduk, Malaysia 2 m 2 /penduduk. Sementara, Bandung mencapai 0,45 m 2 /penduduk dan di Jakarta 0,55 m 2 /penduduk. Untuk itu, kebutuhan produk hukum yang dapat memayungi kewajiban penyediaan ruang publik pada saat ini, sangatlah mendesak. 6

7 (misalnya 33 %), dan perlu dijabarkan dalam pengaturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang jelas dan tegas sebagai prinsip resapan air, oleh pemda dalam bentuk pengaturan zonasi. Alokasi ruang kegiatan ekonomi pada bagian ini dapat berupa pertanian lahan basah/kering, perkebunan, pertokoan dan perdagangan, serta industri terbatas dan non polutan dengan KDB yang rendah. Pada bagian hilir tentu dominasinya adalah untuk kegiatan permukiman dan aktifitas ekonomi yang dominan, namun tetap memperhatikan 30 % RTH secara makro luas wilayah/kawasan. Kegiatan ekonomi pada kawasan hilir dapat berfungsi sebagai hunian padat barvariasi pada skala kegiatan ekonomi di perumahan (lokal), pertokoan, industri besar dan kecil, mal, jasa dan perdagangan baik yang berskala regional, nasional maupun internasional. Pengaturan KDB pada masing-masing kawasan/zona perlu ditetapkan dalam pengaturan zona (zonning regulation) yang ditetapkan oleh peraturan daerah dan sesuai dengan RTRW kab/kotanya. Ketentuan RTH pada masing-masing kota dan perkotaan di kabupaten/kota yang ada di Jabodetabekpunjur harus mengalokasikan minimal 30% dari luas wilayahnya untuk Ruang Terbuka Hijau, terdiri dari minimal 20% RTH Publik dan minimal 10% RTH Privat. Implikasi lainnya adalah masing-masing RTRW Kab/Kota di dalam kawasan metropolitan Jabodetabekjur perlu direview kembali dan disesuaikan dengan arahan UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi syarat minimal RTH dan hutan di DAS Ciliwung yaitu pengadaan lahan untuk dijadikan RTH publik di perkotaan atau hutan di DAS, di kawasan perkotaan perlu dilakukan pembatasan pembangunan horizontal dan perlu didorong pembangunan vertikal (flat) untuk efisiensi konsumsi lahan, menetapkan arahan pemanfaatan ruang dengan KDB kecil sebagai dasar perijinan, dan menerapkan pola insentif dan disinsentif (misalnya melalui pembatasan infrastruktur). Sesuai UU Penataan Ruang, pemerintah daerah sebaiknya menerima rencana yang mengatur tentang sistem nasional. Kerjasama di Kawasan Jabodetabekpunjur perlu ditingkatkan agar koordinasi antar wilayah dapat berjalan dengan baik, serta penerapan sanksi secara ketat terhadap pelanggaran penataan ruang (permukiman illegal/tanpa izin, tidak sesuai dengan aturan zonasi dalam RTR). Selain itu perlu pula adanya penegasan adanya standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan penataan ruang, misalnya antara lain frekuensi dialog dengan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang, standar pelayanan minimal ruang terbuka hijau, standar pelayanan minimal simpangan/deviasi antara rencana dan implementasi rencana. Kesimpulan dan Implikasi Pengaturan ruang kawasan Jabodetabekpunjur sebagaimana diatur dalam Perpres No. 54 tahun 2008 bukan solusi final melainkan awal dari proses panjang yang kontinu, partisipatif dan incremental menuju pembangunan yang berkelanjutan yang menyeimbangkan pengembangan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Kawasan Jabodetabekpunjur mempunyai peran menyeimbangkan alokasi ruang sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah, keanekaragaman hayati dalam sistem DAS Ciliwung serta dapat menjamin tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan kontribusinya terhadap pengembangan ekonomi wilayah dan nasional. Tata ruang Kawasan Jabodetabekpunjur akan memberikan kesempatan kerja yang menyebar, peningkatan kegiatan ekonomi baik, pada kawasan lindung (kegiatan ekonomi khusus dan spesifik), pada kawasan tengah maupun pada bagian hilir, serta menjamin ketersediaan air dan konservasi sumberdaya air di kawasan Jabodetabekpunjur, dan tingkat pertumbuhan kota-kota secara terstruktur sehingga pelayanan pembangunan infrastruktur dapat lebih efisien. Hal ini ikut mendukung upaya harmonisasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Implikasi pengaturan ruang di Kawasan Jabodetabekpunjur ini adalah pemerintah daerah segera melakukan review RTRW kabupaten dan kotanya serta menetapkan perda pengaturan zonasi pada kawasan-kawasan yang mendesak secara bertahap. Daftar Pustaka Blower, A Planning For Sustainable Development. Eartscan Ltd. London BPS Statistik Indonesia. Jakarta Djakapermana, RD Disain Kebijakan dan Strategi Dalam Pemanfaatan Ruang Pulau Kalimantan. Disertasi IPB. Bogor. Djakapermana, RD Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur. Makalah Seminar Air ITB. Bandung. 7

8 Djakapermana, RD Kumpulan berbagai presentasi tayangan pribadi (file powerpoint) terkait penataan ruang. Jakarta. (GWP). Global Water Partnership Toward Security: A Framework For Action. GWP Stockholm. Swedia. Keppres No. 79 Tahun 1985 dan No 114 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Bopunjur. Jakarta. LUCC P4W IPB Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kawasan Jabodetabek. Bogor. Peppres No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Jakarta Peppres No. 54 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Jakarta. P4W IPB, Kumpulan Bahan Tayangan: Seminar Jabodetabek. Bogor. Undang- Undang No. 26 Tahun Tentang Penataan Ruang. Jakarta. 8

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR - 1 - PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK,TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek Wilayah Jabodetabekjur merupakan kawasan perkotaan dengan dinamika

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG, BEKASI, PUNCAK, CIANJUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL Ir. Iman Soedradjat, MPM DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL disampaikan pada acara: SEMINAR NASIONAL PERTIMBANGAN LINGKUNGAN DALAM PENATAAN

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN. I. Surat Survey

LAMPIRAN. I. Surat Survey LAMPIRAN. I. Surat Survey L- 1 L- 2 LAMPIRAN. II. Foto Studi Hasil Ground check. 01 (Sophie&martin).jpg 02. Pd Putra Chan (Daur ulang beling).jpg 03 CV. SGI (sarung tangan).jpg 04.PT Bintang Kanggoro (Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN

Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Bahan Paparan MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BPN Dalam Acara Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional Tahun 2015 Jakarta, 5 November 2015 INTEGRASI TATA RUANG DAN NAWACITA meningkatkan

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

DRAFT RAPERDA RTRW PROVINSI DKI JAKARTA Revisi

DRAFT RAPERDA RTRW PROVINSI DKI JAKARTA Revisi Menimbang : RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DKI JAKARTA 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai konservasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010 Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat 11 tipe penggunaan/penutupan lahan wilayah Jabodetabek

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G

K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G DENGAN UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG MENUJU RUANG NUSANTARA YANG AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF, DAN BERKELANJUTAN Sosialisasi Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Medan, 10 Mei 2010 K E M E

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 oleh Eko Budi Kurniawan Kasubdit Pengembangan Perkotaan Direktorat Perkotaan Direktorat Jenderal Penataan Ruang disampaikan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Pantai Utara Jakarta merupakan kawasan strategis bagi DKI Jakarta, baik sebagai ibukota provinsi sekaligus sebagai ibukota negara. Areal sepanjang pantai sekitar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2010 TANGGAL : 30 NOVEMBER 2010 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ARAHAN PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN I. KAWASAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011-2031 I. UMUM Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS Priyadi Kardono Kepala Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMANFAATAN RUANG DALAM MEMPERCEPAT PERWUJUDAN RENCANA PEMBANGUNAN STRUKTUR DAN POLA RUANG DAERAH

IMPLEMENTASI PEMANFAATAN RUANG DALAM MEMPERCEPAT PERWUJUDAN RENCANA PEMBANGUNAN STRUKTUR DAN POLA RUANG DAERAH IMPLEMENTASI PEMANFAATAN RUANG DALAM MEMPERCEPAT PERWUJUDAN RENCANA PEMBANGUNAN STRUKTUR DAN POLA RUANG DAERAH Semarang, 12 Desember 2013 Ir. Dedy Permadi, CES Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 BAB V RENCANA KAWASAN STRATEGIS PROVINSI 5.1. Lokasi dan Jenis Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat penetapan Kawasan

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci