GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN"

Transkripsi

1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada prinsip keadilan, kepatuhan dan manfaat sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Ponorogo tahun tidak bisa terlepas dari hasil kinerja keuangan dan kebijakan pengelolaan keuangan masa lalu sebagaimana tertuang dalam RPJMD Kabupaten Ponorogo sebagai instrumen sinkronisasi dan kesinambungan perencanaan pembangunan 31 Kinerja Keuangan Masa Lalu ( ) Diera otonomi daerah dimana daerah mempunyai kewenangan yang sangat besar dalam mengelola potensi lokal yang dimiliki masing masing daerah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya Dalam konteks inilah instrumen kemampuan fiskal daerah mempunyai peranan yang sangat strategis dan menentukan berhasil dan tidaknya rencana pembangunan tersebut dapat diwujudkan a Pendapatan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun Kemandirian daerah dalam era otonomi daerah dapat diukur dari kemampuan fiskal daerah yang dapat dilihat dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang mampu dihasilkan oleh masing-masing daerah Pendapatan Daerah meliputi : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain pendapatan yang sah Pendapatan daerah selama 5 (lima) tahun terakhir yakni mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 mengalami kenaikan yang cukup besar yakni pada tahun 2006 pendapatan daerah sebesar Rp ,00 dan pada tahun 2010 naik menjadi Rp ,99 mengalami kenaikan sebesar Rp ,99 atau naik 65% Prosentase RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 61

2 kenaikan terbesar pada PAD yakni pada tahun 2006 sebesar Rp ,00 dan pada tahun 2010 sebesar Rp ,00 naik sebesar 72,30%, sedangkan dana perimbangan naik sebesar 33,25% Kenaikan PAD yang cukup besar ini dilaksanakan melalui upaya-upaya intensifikasi dan ektensifikasi serta penyesuaian dan perubahan tarif dalam Perda yang disesuaikan dengan perkembangan jaman Perkembangan pendapatan selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: Tabel 31 Perkembangan Pendapatan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun Tahun Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Rp) Dana Perimbangan (Rp) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah (Rp) Jumlah (Rp) , ,00 0, , , , , , , , , , , , , , , , , ,99 Sumber: DPPKAD Tahun 2010 Berdasar data tersebut diatas terlihat bahwasanya prosentase rata-rata pertumbuhan tiga komponen pendapatan daerah yaitu PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah tertinggi terjadi pada PAD, dengan demikian selama tahun , PAD paling dinamis tumbuh dibandingkan komponen penerimaan daerah lainnya Hal ini berarti bahwa upaya-upaya peningkatan PAD sebagai indikator pemberdayaan fiskal daerah di Kabupaten Ponorogo cukup berhasil, walaupun kontribusinya masih relatif kecil dibandingkan dengan total pendapatan daerah Dengan upaya-upaya yang cukup RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 62

3 serius dan berencana diharapkan kedepan tingkat ketergantungan fiskal (vertical imbalance) akan semakin berkurang yang dibuktikan dengan tingginya tingkat pertumbuhan dibarengi dengan semakin besar kontribusinya terhadap total pendapatan daerah Utamanya dalam hal ini lebih memberdayakan potensi yang dimiliki daerah serta pemberdayaan peran unitnya sesuai tugas pokok dan fungsinya b Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 155, belanja daerah dilaksanakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, sedangkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Perkembangan belanja daerah, dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 mengalami perkembangan yang cukup besar setiap tahunnya Pada tahun 2006 belanja daerah sebesar Rp ,67 naik menjadi Rp ,51 pada tahun 2010 atau naik sebesar 62% Belanja daerah dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Belanja Langsung (BL) dan Belanja Tidak Langsung (BTL) Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan Kelompok Belanja Tidak Langsung terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tak terduga Pada tahun 2006 BTL Kabupaten Ponorogo sebesar Rp 348,679,572,70317 meningkat menjadi Rp 710,715,662,55851 pada tahun 2010 atau naik sebesar 142,91% Trend Belanja Tidak Langsung dibandingkan total belanja daerah dari tahun ke tahun juga mengalami penurunan Pada tahun 2006 prosentase BTL terhadap total belanja daerah sebesar 60,17% naik menjadi 75,86% Belanja Langsung merupakan belanja yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang terdiri atas belanja pegawai (honor/upah), belanja barang dan jasa serta belanja modal Berbeda dengan belanja tidak langsung yang dari tahun ke RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 63

4 tahun mengalami kenaikan, pada belanja langsung mengalami penurunan yang cukup berarti Pada tahun 2006 belanja langsung sebesar Rp 230,778,851,41550 (39,83%) mengalami penurunan menjadi Rp 226,112,962,31900 (24,14%) Dengan menurunnya belanja langsung merupakan indikasi adanya penurunan jumlah belanja yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung program dan kegiatan pembangunan diberbagai sektor Tabel 32 Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun Tahun Belanja Tidak Belanja Langsung Total Belanja Langsung (Rp) (Rp) Daerah (Rp) ,679,572, ,778,851, ,458,424, ,100,057, ,750,931, ,850,989, ,811,099, ,632,381, ,443,481, ,983,472, ,218,323, ,201,796, ,715,662, ,112,962, ,828,624,87751 Sumber: DPPKAD Tahun 2010 c Pembiayaan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus Pembiayaan daerah dalam APBD dirinci menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, kelompok, jenis obyek dan rincian obyek pembiayaan Pembiayaan daerah meliputi Penerimaan pembiayaan dan Pengeluaran pembiayaan Penerimaan pembiayaan merupakan semua penerimaan yang perlu dibayar kembali pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang meliputi: Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA), Pencairan RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 64

5 dana cadangan, Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, Penerimaan pinjaman daerah, Penerimaan kembali pemberian pinjaman dan Penerimaan piutang daerah Pada tahun 2006 jumlah penerimaan pembiayaan mencapai Rp 101,569,453,99767 mengalami perkembangan yang fluktuatif selama 5 (lima) tahun terakhir dan pada tahun 2010 berjumlah Rp 44,375,751,51352 Pengeluaran pembiayaan merupakan pengeluaran yang akan diterima kembali pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya, yang meliputi: Pembentukan dana cadangan, Penrimaan modal (investasi) Pemda, Pembayaran Pokok Hutang dan Pemberian pinjaman daerah Jumlah pengeluaran pembiayaan pada tahun 2006 mencapai Rp 70,393,890,00000 dan tahun 2010 menurun hanya mencapai Rp 12,619,750,00000 Data pembiayaan selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2006 sampai tahun 2010 sebagai berikut: Tabel 33 Perkembangan Pembiayaan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun Tahun Penerimaan Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan (Rp) Pembiayaan (Rp) Netto (Rp) ,569,453, ,393,890, ,175,563, ,985,540, ,816,250, ,169,290, ,347,633, ,250, ,666,383, ,638,829, ,788,750, ,850,079, ,375,751, ,619,750, ,756,001,51352 Sumber: DPPKAD Tahun Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu ( ) Dengan semakin besarnya kewenangan yang diberikan kepada daerah akan berimplikasi kepada semakin meningkatnya pembiayaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pelayan kepada RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 65

6 masyarakat Dengan modal perkembangan historikal pengelolaan pendapatan yang cukup baik tersebut, walaupun penerimaan PAD masih relatif kecil dalam struktur keuangan daerah dan saat ini masih mengandalkan transfer dana dari pemerintah, secara bertahap usahausaha peningkatan pendapatan daerah diarahkan pada usaha-usaha peningkatan PAD dengan tetap memperhatikan masalah keadilan, efisiensi dan stabilitas dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia Beberapa strategi dan kebijakan dalam pendapatan daerah yang telah dilakukan diantaranya adalah : 1 Menjaga kesinambungan fiskal (fiscal sutainable) daerah melalui strategi dan program yang terpadu 2 Meningkatkan kapasitas fiskal (fiscal capacity) daerah untuk mengurangi kesenjangan penerimaan antara pusat daerah (verical imbalance) maupun antar daerah (horizontal imbalance) 3 Sequencing dalam desentralisasi fiskal terus diikuti dengan memperhatikan kapasitas dari pelaksana dan kemampuan di lapangan 4 Memperbesar basis retribusi daerah melalui pemberlakuan retribusi baru sesuai dengan arah dan perkembangan ekonomi masyarakat 5 Meningkatkan rasio pajak dan retribusi (colection ratio) melalui pendapatan dan perhitungan poteni pajak daerah dan retribusi daerah secara berkelanjutan 6 Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan pemungutan PAD dengan unit penghasil 7 Menyempurnakan sistem administrasi pengelolaan PAD berbasis teknologi informasi 8 Menempatkan rekening penerimaan sesuai dengan karakteristik dan definisi PAD 9 Meningkatkan penerimaan dari dana perimbangan yakni bagi hasil pajak dan bukan pajak melalui perencanaan dan perhitungan potensi yang terus berkembang 10 Meningkatkan kinerja melalui perbaikan menejemen dan pengawasan pengelolaan bagi hasil pajak dan bukan pajak 11 Menyempurnakan sistem administrasi dan database pengelolaan bagi hasil pajak dan bukan pajak RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 66

7 Kebijakan yang telah diambil Pemerintah Daerah pada tahun dalam mengoptimalkan penerimaan daerah diantaranya dengan melakukan pinjaman daerah yaitu: 1 Pinjaman kepada Departemen Keuangan Republik Indonesia melalui Rekening Dirjen Anggaran (RDA) sebesar Rp ,00 (lima milyard) selama jangka waktu 12 tahun terhitung mulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2012 yang digunakan untuk pembangunan termilan Selo Aji Ponorogo; 2 Pinjaman kepada Bank Jatim Cabang Ponorogo (Bank Pembangunan Daerah) sebesar Rp ,00 (dua satu milyar lima ratus juta rupiah) selama jangka waktu 2 (dua) mulai tahun 2009 sampai tahun 2010 yang digunakan untuk pembangunan Rumah Sakit Umum dr Hardjono Ponorogo 33 Arah Kebijakan Umum Anggaran Tahun Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah Pengelolaan keuangan daerah secara umum mengacu pada paket reformasi keuangan negara, yang dituangkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Sebagai subsistem dari pengelolaan keuangan negara dan merupakan kewenangan pemerintah daerah, pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini telah dijabarkan secara lebih rinci dan teknis dalam Peraturan RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 67

8 Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 memuat berbagai kebijakan terkait perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi, serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat Dengan demikian, APBD dapat dipandang sebagai instrumen kebijakan fiskal bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan di daerah Artinya, dengan APBD tersebut, paling tidak, pemerintah daerah bisa mempengaruhi seluruh kegiatan perekonomian daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat Selain itu, APBD juga dapat dipandang sebagai dokumen politik dan dokumen ekonomi Sebagai dokumen politik, APBD akan menjelaskan siapasiapa atau sektor-sektor apa saja yang menerima bagian terbesar dari pengeluaran pemerintah daerah, serta siapa-siapa yang menanggung beban pembiayaan pemerintah daerah Sebagai dokumen ekonomi, APBD menjelaskan seberapa besar alokasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang digunakan mempengaruhi pencapaian target-target pembangunan Mengingat begitu strategisnya peran APBD dalam konstelasi pembangunan daerah, maka keseluruhan proses penetapan APBD ini dirasa perlu diatur dalam perundang-undangan, yang diharapkan dapat mengharmoniskan pengelolaan keuangan daerah, baik antara pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, serta antara pemerintah daerah dan DPRD, ataupun antara pemerintahan daerah dan masyarakat Dengan demikian, daerah dapat mewujudkan pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien, serta dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, berdasarkan tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 68

9 Dalam perkembangan terakhir, isu-isu strategis tentang penerimaan daerah (pendapatan daerah) dan pengeluaran daerah (belanja daerah) adalah berkaitan dengan bagaimana meningkatkan ruang gerak fiskal (fiscal space) pemerintah daerah, sehingga meningkatkan kapabilitas penerimaan daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan Selain itu dari sisi pengeluaran adalah bagaimana meningkatkan kondisi pengeluaran daerah (belanja daerah) untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan layanan dasar lainnya Semuanya itu akan sangat dipengaruhi oleh pola hubungan transaksi antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam menentukan APBD, serta kondisi ekonomi regional Jawa Timur sebagai faktor internal, dan dipengaruhi juga oleh faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan ekonomi global dan nasional yang menentukan kemampuan Pemerintah Pusat dalam membiayai pembangunan daerah melalui desentralisasi fiskal Ruang gerak fiskal (fiscal space) ada ketika pemerintah dapat meningkatkan pengeluaran tanpa menyebabkan pengaruh buruk terhadap solvabilitas fiskal, atau dapat juga diartikan sebagai pengeluaran diskresioner yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa mengganggu solvabilitasnya Ruang gerak fiskal didefiniskan sebagai total pengeluaran dikurangi pengeluaran untuk pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan transfer ke daerah Ketika pendapatan asli daerah (PAD) hanya dapat meningkat dalam jumlah terbatas, sedangkan dana perimbangan dari pemerintah pusat bersifat given, maka di sisi lain kebutuhan untuk meningkatkan pengeluaran pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta layanan dasar lainnya sesuai amanat undang-undang tidak dapat dihindari, maka upaya meningkatkan ruang gerak fiskal menjadi sangat penting artinya Dalam konteks di daerah, peningkatan ruang gerak fiskal ini salah satunya dapat dicapai melalui harmonisasi hubungan transaksional antara eksekutif dan legislatif dalam penetapan APBD Peningkatan ruang gerak fiskal ini tercapai jika keleluasaan eksekutif untuk menentukan anggarananggaran yang menjadi prioritas kebutuhan pembangunan yang disusun berdasarkan visi, misi dan program kepala daerah semakin meningkat RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 69

10 Meski legislatif memiliki wewenang yang besar dalam penentuan anggaran, tetapi interaksi antara pihak eksekutif dan legislatif dalam penetapan APBD terlalu berfokus pada hal-hal yang detail, sehingga cenderung mengorbankan diskusi mengenai kebijakan Pembahasan dalam penetapan APBD di lembaga legislatif cenderung berfokus pada pos-pos anggaran (line item), dan diskusi mengenai hal-hal yang sangat rinci dan bukan alokasi anggaran secara keseluruhan, prioritas politik, dan pencapaian hasil Kenyataannya setiap pos dalam anggaran harus disetujui atau ditolak lembaga legislatif Hal ini menyita waktu secara tidak proporsional di samping kontra-produktif Untuk lebih memberi keleluasaan ruang gerak fiskal bagi eksekutif, maka paradigma ini haruslah diubah, sehingga diskusi antara legislatif dan eksekutif dalam penetapan anggaran nantinya lebih berfokus pada kebijakan dan prioritas pengeluaran Permasalahan yang terkait aspek perencanaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah bagaimana melakukan sinkronisasi antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran Apa yang sudah ditetapkan dalam kebijakan pemerintah daerah harus sama dengan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Selanjutnya pada saat dilakukan penganggaran, apa yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran harus diterjemahkan sama dalam dokumen penganggaran, agar dapat dilihat hubungan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran Permasalahan untuk melakukan sinkronisasi ini sering terkendala akibat ketidakkonsistenan peraturan yang mengatur mengenai perencanaan dan penganggaran Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJMD cukup ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah, sementara itu menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah Permasalahan lain yang juga menyangkut aspek perencanaan dan penganggaran adalah masih banyaknya APBD yang belum ditetapkan, meski tahun anggaran telah berjalan cukup lama Akibatnya pelayanan kepada RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 70

11 masyarakat menjadi terhambat sebagai akibat tidak dilaksanakannya program dan kegiatan yang menyentuh kepentingan masyarakat banyak Implikasi permasalahan yang timbul sebagai akibat keterlambatan penganggaran adalah keterbatasan pelaksanaan anggaran Karena belum ditetapkannya APBD, maka dokumen pelaksanaan anggaran akan menjadi terhambat Selain itu dari sisi kelembagaan masih belum maksimalnya pembentukan kelembagaan yang sesuai amanat Undang-Undang Keuangan Negara, yaitu adanya Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Belum adanya petunjuk teknis yang menyangkut pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan juga menjadi masalah tersendiri dalam pelaksanaan anggaran daerah Proses demokrasi yang menghasilkan pemerintahan Kabupaten Ponorogo yang legitimate melalui pemilihan secara langsung sudah barang tentu membawa konsekuensi pada proses pertanggungjawaban kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati) kepada rakyat pemilih, di mana keputusan politik rakyat tersebut harus dipertanggungjawabkan melalui pemenuhan janji politik kepala daerah terpilih Dalam posisi sedemikian itu, sebagai hasil pilihan rakyat, kepala daerah adalah representasi dari aspirasi rakyat secara langsung, dan sudah selayaknya posisi pertanggungjawaban tersebut dapat direalisasikan melalui keberpihakan kewenangan untuk mengatur alokasi belanja pendapatan daerah Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perspektif pendelegasian urusan otonomi daerah ditetapkan menggunakan tiga prinsip dasar, yaitu efisiensi, eksternalitas, dan akuntabilitas Ketiga prinsip dasar iini menjadi landasan dan kriteria bagi pelaksanaan pembagian fungsi utama pemerintah Agar pemerintah daerah mampu melaksanakan otonominya secara optimal yaitu sebagai instrumen demokratisasi dan menciptakan kesejahteraan di tingkat lokal perlu dipahami filosofi elemen dasar yang membentuk pemerintahan daerah sebagai suatu entitas pemerintahan adalah hubungan kelembagaan antara DPRD dan kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati) Kewenangan daerah tidak mungkin dapat dilaksanakan jika tidak diakomodasikan dalam kelembagaan daerah Ada dua kelembagaan penting yang membentuk pemerintahan daerah, yaitu, pertama, kelembagaan untuk RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 71

12 pejabat politik, yakni kelembagaan kepala daerah dan DPRD Dan, kedua, kelembagaan untuk pejabat karier yang terdiri dari perangkat daerah (dinas, badan, dan instansi) Secara filosofis, rakyat yang mempunyai otonomi tersebut Namun secara praktis, tidak mungkin rakyat memerintah bersama Untuk itu dilakukanlah pemilihan wakil-wakil rakyat untuk menjalankan mandat rakyat, dan mendapatkan legitimasi untuk bertindak untuk dan atas nama rakyat daerah Dalam sistem pemerintahan di tingkat Kabupaten Ponorogo, pada dasarnya ada dua jenis wakil rakyat Pertama, DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum untuk menjalankan fungsi legislatif daerah Dan, kedua adalah Bupati/ Wakil Bupati yang dipilih langsung oleh rakyat Ponorogo melalui pemilihan kepala daerah, untuk menjalankan fungsi eksekutif daerah Dengan demikian Bupati/ Wakil Bupati, dan DPRD adalah pejabat yang dipilih secara politis oleh rakyat melalui proses pemilihan, yang mendapat mandat untuk mengatur dan mengurus rakyat dalam koridor kewenangan yang dimiliki daerah yang bersangkutan Dalam elemen perwakilan tersebut mengandung berbagai dimensi di dalamnya yang bersinggungan dengan hak-hak dan kewajiban masyarakat Dalam dimensi tersebut termasuk, bagaimana hubungan DPRD dan Bupati/ Wakil Bupati; bagaimana hubungan keduanya dengan masyarakat yang memberikan mandat kepada mereka dalam upaya artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat; pengakomodasian pluralisme lokal ke dalam kebijakan-kebijakan daerah; penguatan civil society dan isu-isu lainnya yang terkait proses demokratisasi di tingkat lokal Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat menjadi fondasi penting dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah, dan peningkatan pelayanan publik Kunci pertama keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah ditentukan, antara lain, oleh kemampuan pemerintahan daerah dan DPRD di dalam menjalankan tugas dan kewenangannya Hubungan yang sinergis di antara keduanya, hubungan pusat dan daerah, serta hubungan antara daerah yang konstruktif RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 72

13 Kemampuan Bupati/ Wakil Bupati dalam menjalankan tugas dan kewenangannya memiliki makna yang, antara lain, ditandai oleh kemampuannya melakukan pengelolaan pemerintah daerah secara profesional dan handal, serta memiliki daya inovasi dan kreasi yang tinggi dalam meningkatkan kualitas manajemen pemerintahan Terkait erat dengan manajemen pemerintahan, peran kepala daerah yang profesional dan handal menjadi sangat signifikan, dan menentukan terhadap pelaksanaan manajemen pemerintahan di Kabupaten Ponorogo Kemampuan mengelola potensi sumber daya alam, keuangan negara, optimalisasi peran birokrasi pemerintahan secara profesional dan netral, melakukan kerja sama kemitraan dengan masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (swasta), bahkan melakukan hubungan luar negeri Kunci penting lain yang dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, adalah adanya hubungan yang setara antara Bupati/ Wakil Bupati dan DPRD Hubungan yang setara antara Bupati/ Wakil Bupati dan DPRD akan meningkatkan harmonisasi kerja yang bersifat kemitraan untuk mencapai keberhasilan pembangunan daerah Kedudukan yang setara bermakna, di antara lembaga pemerintahan ini memiliki kedudukan yang sama dan sejajar (checks and balances) Artinya, tidak saling mendominasi Untuk mewujudkan kesetaraan ini, tantangannya adalah memperkuat kapasitas dan kapabilitas, baik lembaga eksekutif maupun legislatif agar dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional, efisien, efektif dan akuntabel sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, dan peraturan perundangan yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan DPRD Hal lain adalah memperkuat peran masyarakat sipil, termasuk media massa, agar dapat melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penyelenggaraan negara Hal lainnya lagi yang dapat dilakukan adalah penerapan etika politik antar-lembaga penyelenggara negara, yang salah satunya diindikasikan adanya penghormatan terhadap kepentingan dan kesejahteraan rakyat banyak, bukan mengedepankan kepentingan politik tertentu RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 73

14 Penerapan etika politik sangat erat kaitannya dengan perubahan pola pikir dan sikap kenegarawan Selain itu yang perlu dikembangkan adalah membangun paradigma, hubungan DPRD dan Bupati/ Wakil Bupati tidak harus berada dalam posisi saling tegang dan berseberangan Saling menghargai fungsi masing-masing lembaga merupakan kunci keberhasilan kemitraan antara legislatif dan eksekutif, dalam konteks tanpa mengorbankan mekanisme checks and balances Sebagai wujud pengejawantahan tanggung jawab bersama seluruh stakeholder masyarakat Ponorogo, hubungan DPRD dan Bupati/ Wakil Bupati tidak semata hanya didasarkan atas sistem peraturan perundangan yang berlaku, tetapi harus berdasarkan pula pada konsensus-konsensus etis dan nilai-nilai budaya lokal yang ada, yang didasarkan pada keadilan, kebebasan dan kebaikan bersama, meletakkan kepentingan publik di atas kepentingan kelompok/politik, birokrasi dan pribadi, serta mengedepankan prinsip-prinsip good governance, terutama transparansi, partisipatif, responsivitas dan akuntabilitas Lebih jauh, hubungan yang konstruktif dapat diwujudkan dalam hubungan yang lebih realistis melalui bentuk-bentuk kegiatan komunikasi, tukar menukar informasi, serta kerja sama untuk mengklarifikasi atas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat Dalam konteks penyusunan kebijakan publik, hubungan positif yang realistik antara DPRD dan bupati/ wakil bupati dapat dimulai dari penyusunan/ penentuan agenda penyusunan kebijakan, formasi kebijakan, adopsi kebijakan, pelaksanaan kebijakan, penilaian kebijakan sampai dengan modifikasi kebijakan, terutama dalam arah kebijakan pengelolaan keuangan dan belanja daerah Hubungan pemerintah daerah dengan DPRD perlu diarahkan pada optimalisasi pemahaman dan persepsi yang sama dalam berbagai persoalan yang menyangkut kebijakan keuangan dan belanja daerah, termasuk dalam menentukan problema krusial yang menjadi agenda bersama untuk ditetapkan sebagai kebijakan pengelolaan keuangan dan belanja daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan bentuk manajemen keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 74

15 secara optimal, sekaligus juga alat evaluasi prestasi pemerintah dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya Karena itu, setiap belanja pemerintah harus ditujukan untuk kepentingan publik, dan harus dipertanggungjawabkan pemakaiannya Dengan kata lain, APBD harus bermanfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Ada tiga fungsi utama dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah, yakni alokasi, distribusi dan stabilitas Fungsi alokasi dimaksudkan agar APBD digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah sehingga pelayanan publik semakin baik, termasuk penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai Pemerataan pendapatan dan pengentasan masyarakat miskin merupakan perwujudan fungsi distribusi Sementara fungsi stabilitas ditujukan menciptakan lingkungan kondusif bagi kegiatan ekonomi, untuk memperluas kesempatan kerja, stabilitas harga, dan pertumbuhan ekonomi Penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun secara umum mengalami peningkatan walaupun bersifat fluktuatif Peningkatan pendapatan masih didominasi oleh sumber-sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik pos bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK Salah satu ukuran untuk mengetahui kemampuan fiskal daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat dapat dilihat dari kapasitas keuangan daerah yakni dengan membandingkan antara pendapatan dengan APBD Kenyataan menunjukkan bahwa masih tingginya ketergantungan terhadap anggaran yang berasal dari dana perimbangan Kebijakan pengelolaan pendapatan daeah diarahkan untuk menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah termasuk mengembangkan sektor-sektro potensial yang selama ini belum optimal Optimalisasi peningkatan pendapatan daerah terhadap obyek yang betulbetul potensial dilakukan dengan tidak memberatkan masyarakat serta tidak merusak lingkungan Untuk mewujudkan suatu pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mewujudkan good governance Langkah-langkah penataan RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 75

16 pengelolaan keuangan daerah dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, mulai tahun 2011 sampai tahun 2015 dengan berpedoman pada prinsip-prinsip : 1 Akuntabilitas berorientasi pada hasil 2 Profesionalitas 3 Proporsionalitas 4 Keterbukaan dalam pengelolaan Keuangan Daerah 5 Efisiensi dan efektifitas Anggaran Penerapan pengganggaran berasaskan kinerja mendasarkan pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu Rencana Kerja dan Anggaran sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai Pengganggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) dimaksudkan pertama untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, kedua keterkaitan antara kebijakan, perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan, ketiga mengoptimalkan pengguna sumberdaya dengan program prioritas dan kegiatan pendukung Dalam mendorong optimalisasi penerimaan daerah maka upayaupaya Pemerintah Daerah yang dapat dilakukan antara lain: a Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah Upaya peningkatan penerimaan pendapatan Asli Daerah dilakukan melalui upaya intensifikasi pajak dan retribusi daerah dengan optimalisasi asset daerah, optimalisasi BUMD/Perusahaan Daerah dan optimalisasi pelayanan Sedangkan upaya ekstensifikasi melalui perluasan sumber-sumber pendapatan daerah tanpa harus membebani masyarakat b Pinjaman Daerah, Obligasi Daerah, Pola Kemitraan dan Privatisasi/Swastanisasi Disamping bersumber dari PAD alternatif pembiayaan pembangunan daerah dapat dari : Pinjaman Daerah; Obligasi Daerah, Pola Kemitraan, dan dimungkinkan Privatisasi/ swastanisasi 1 Pinjaman Daerah Untuk melakukan pinjaman daerah harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 76

17 Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PP Nomor 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK07/2003 tentang Perencanaan, Pelaksanaan/ Penatausahaan, Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintahan kepada Kepala Daerah, PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, PP Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No 005/MPPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK02/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Pinjaman Daerah; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah Dalam melaksanakan pinjaman daerah agar dalam perjalanannya tidak menimbulkan dampak negatif maka harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar pinjaman daerah yaitu: 1 Pinjaman Daerah adalah salah satu alternatif sumber pembiayaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi, termasuk untuk menutup kekurangan arus kas; 2 Pinjaman Daerah digunakan untuk membiayai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan; 3 Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri; RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 77

18 4 Pemerintah dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah yang dananya berasal dari luar negeri (On-Lending); 5 Tidak melebihi Batas Defisit APBD dan Batas Kumulatif Pinjaman Daerah yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku Pinjaman Daerah tersebut dapat berasal dari Pemerintah (Pendapatan Dalam Negeri (Rekening Pembangunan Daerah) dan Pinjaman Luar Negeri (Subsidiary Loan Agreement (SLA)/on-lending)); Pemerintah Daerah Lain; Lembaga Keuangan bank; Lembaga Keuangan bukan bank; dan masyarakat Untuk pinjaman yang berasal dari masyarakat maka diterbitkan Obligasi Daerah Berkaitan dengan pinjaman daerah ini selain produser dan tata cara pelaksanaanya juga perlu diperhatikan penggunaanya Jenis pinjaman daerah yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah diantaranya: 1 Pinjaman Jangka Pendek Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan 2 Pinjaman jangka Menengah Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 78

19 3 Pinjaman Jangka Panjang Merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan 2 Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang di bawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN) 3 Kemitraan Selain pinjaman daerah untuk membiayai pembangunan dapat melalui pola kemitraan Untuk itu dilakukan upaya memperkuat dan memperluas kemitraan Pola kemitraan ini perlu diperluas dengan swasta mengingat peranan pemerintah sudah mulai berkurang sejalan dengan arah dilaksanakan otonomi daerah Untuk mengembangkan pola kemitraan perlu dilakukan langkah-langkah : 1 Perumusan potensi daerah dan perumusan kriteria mitra potensial pemerintahan daerah 2 Perumusan model-model kemitraan yang paling tepat untuk dilakukan Sesuai dengan Permendagi Nomor 4 Tahun 1990 bentuk kerjasama dapat dilakukan dengan cara : 1 Kerjasama manajemen, Kerjasama operasional, pembagian keuntungan, kerjasama patungan (Joint RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 79

20 venture), kerjasama pembiayaan, kerjasama pembagian hasil produksi 2 Kontrak menejemen, kontrak produksi, kontrak bagi hasil usaha dan kontrak bagi tempat usaha 3 Pembelian saham, obligasi dari Perseroan Terbatas (PT) yang telah berbadan hukum dan mempunyai prospek baik 4 Keagenan, pemakaian dan penyaluran 5 Penjualan saham, obligasi dan memasyarakatkan saham, obligasi (go publik) 6 Kerjasama bantuan teknik dalam maupun luar negeri 7 Gabungan dari 2 atau lebih bentuk-bentuk kerjasama diatas Dimungkinkan juga untuk menandai pembangunan dan meningkatkan partisipasi masyarakat, dilakukan privatisasi/swastanisasi Privatisasi dapat dilakukan pada BUMD untuk dikelola sektor swasta, dan urusan yang ditangani oleh pemerintah tetapi belum mampu dikelola secara maksimal seperti pengelolaan parkir, sampah/limbah manusia, air bersih, tempat pariwisata dan lain-lain 34 Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan bentuk pengelolaan keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus alat mengevaluasi prestasi pemerintah dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya Karena itulah, setiap belanja pemerintah harus ditujukan untuk kepentingan publik, dan harus dipertanggungjawabkan pemakaiannya Ada tiga komponen penting dalam pengelolaan keuangan daerah sesuai peraturan pemerintah, yaitu pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah Sesuai peraturan pemerintah, maka penjabaran masingmasing komponen dilakukan sejalan dengan hal tersebut Secara umum arah kebijakan keuangan daerah tetap mengacu pada ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 80

21 Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Merujuk pada konsep hak dan kewajiban, dan menerapkannya pada pengelolaan keuangan daerah, maka pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, dan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, komponen pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan, yang berasal dari pemerintah pusat, terdiri dari Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil terbagi menjadi Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak Selain itu lain-lain pendapatan daerah yang sah dapat berupa hibah, dana darurat, dan bantuan keuangan pemerintah daerah lainnya Dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) perlu melihat kemampuan keuangan daerah yang nantinya akan dipergunakan sebagai perkiraan anggaran rencana pembiayaan dalam jangka menengah tersebut Adapun pendekatan untuk memperkirakan perkiraan maju (proyeksi) sebagai perimbangan penghitungan adalah sebagai berikut : a Parameter atau variabel tertentu b Pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) c Pertumbuhan jumlah penduduk d Laju inflasi e Pertumbuhan periode sebelumnya, pada pendekatan ini kita melihat pertumbuhan realisasi 5 tahun terakhir Pada dana perimbangan ini (DAU, DAK, bagi hasil pajak / bagi hasil bukan pajak), akurasi penggunaan pendekatan metode proyeksi belum ada yang benar benar dapat dipergunakan sebagai pedoman, karena RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 81

22 penentuan dana perimbangan yang berasal dari pusat merupakan pemberian langsung (given) dan sangat tergantung kepada beberapa hal antara lain : a Kebutuhan fiskal adalah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar, dengan dasar ukuran jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB perkapita dan IPM (Index Pembangunan Manusia) b Kapasitas fiskal adalah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil Pengelolaan pendapatan daerah harus memperhatikan upaya untuk meningkatkan pajak dan retribusi serta penerimaan daerah lainnya Hal ini dimungkinkan karena pendapatan daerah dalam sruktur APBD Kabupaten Ponorogo masih merupakan momen yang cukup penting perananya dalam mendukung penyelengggaraan pemerintahan maupun pelayanan publik Arah pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo tahun ditekankan pada mobilisasi sumber-sumber PAD dan penerimaan lainnya guna lebih mengoptimalkan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Berikut ini adalah proyeksi pendapatan lima tahun kedepan tahun : RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 82

23 Tabel 34 Proyeksi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Ponorogo Tahun Uraian Pendapatan Pendapatan Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah Dana Perimbangan Dana bagi hasil pajak/bukan pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan Pemda lainnya Dana Penyesuaian Otonomi Khusus Bantuan keuangan dari Propinsi atau Pemda Lainnya Jumlah Pendapatan APBD Sumber: DPPKAD Kab Ponorogo Arah Pengelolaan Belanja Daerah Arah pengelolaan belanja daerah Kabupaten Ponorogo pada tahun ditekankan pada peningkatan proporsi belanja untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat Ponorogo dengan tetap memperhatikan proporsi dan eksistensi penyelenggaraan Pemerintahan Sehingga perlu penekanan pada efisiensi belanja tidak langsung pada pelaksanaannya Disamping itu perlunya efektifitas anggaran dan prioritisasi program dalam mendukung pembangunan daerah RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 83

24 Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah Semakin besar belanja daerah diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi ekspansi perekonomian) Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan retribusi atau penerimaan-penerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan mengakibatkan menurunnya kegiatan perekonomian (terjadi kontraksi perekonomian) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (provinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan belanja langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal Selain itu belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 84

25 sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial Berikut ini adalah proyeksi belanja per urusan pemerintahan baik urusan wajib maupun urusan pilihan untuk lima tahun kedepan sebagaimana tertera dalam tabel 32 Tabel 35 Proyeksi Belanja Pemerintah Kabupaten Ponorogo Tahun Jumlah Belanja Uraian Belanja Daerah Daerah Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi hasil kepada Propinsi/Kabupaten/K ota dan Pemerintah Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Propinsi/Kabupaten/K ota dan Pemerintah Desa Belanja Tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Jumlah Belanja APBD Sumber: DPPKAD Kab Ponorogo Arah Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah merupakan transaksi keuangan daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 85

26 daerah Jika pendapatan daerah lebih kecil daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang defisit, dan harus ditutupi dengan penerimaan daerah Sebaliknya, jika pendapatan daerah lebih besar daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus, dan harus digunakan untuk pengeluaran daerah Karena itu, pembiayaan daerah terdiri penerimaan daerah dan pengeluaran daerah Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, penerimaan daerah berasal dari sumber, antara lain, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa); Pencairan dana cadangan; Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; Penerimaan pinjaman daerah; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah Sedangkan sumber pengeluaran daerah, antara lain, Pembentukan dana cadangan; Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah; Pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah Tabel 36 Proyeksi Pembiayaan Pemerintah Kabupaten Ponorogo Tahun Jumlah Pembiayaan Uraian Pembiayaan Daerah Daerah Penerimaan Pembiayaan SILPA Penerimaan Piutang Pengeluaran Pembiayaan Penyertaan Modal Pemda Pembayaran Pokok Utang yang Jatuh Tempo Jumlah Pembiayaan Netto Sumber: DPPKAD Kab Ponorogo 2010 RPJMD Kabupaten Ponorogo Bab III_ Halaman 86

Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Arah Kebijakan Keuangan Daerah XXI Arah Kebijakan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah

Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah XXII Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan bentuk pengelolaan keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kerangka Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro daerah dan kerangka pendanaan pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Rincian kebutuhan pendanaan berdasarkan prioritas dan kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.27. Kerangka Pendaaan Kapasitas Riil kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Temanggung

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan 2009-2013 Pengelolaan keuangan daerah yang mencakup penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007 APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan fungsi unit

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pemerintah Kota Bengkulu 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Otonomi daerah yang merupakan bagian dari reformasi kehidupan bangsa oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode No. Rek Uraian Sebelum Perubahan Jumlah (Rp) Setelah Perubahan Bertambah / (Berkurang) 1 2 3 4 5 116,000,000,000 145,787,728,270 29,787,728,270 (Rp) 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Purworejo. Adapun yang menjadi fokus adalah kinerja

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah menerbitkan paket peraturan perundang undangan bidang pengelolaan

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah. BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN - 61 - BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Dasar yuridis pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya mengacu pada batasan pengelolaan keuangan daerah yang tercantum

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja keuangan daerah terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah dapat diukur dari kontribusi masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan tahun 2005-2009 diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu proses yang memerlukan transformasi paradigma dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu

Lebih terperinci

Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan

Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor : 13 tahun 2006, bahwa Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam melaksanakan pembangunan, setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah sesuai dengan kewenangannya sebagai satu

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

c. Pembiayaan Anggaran dan realisasi pembiayaan daerah tahun anggaran dan proyeksi Tahun 2013 dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:

c. Pembiayaan Anggaran dan realisasi pembiayaan daerah tahun anggaran dan proyeksi Tahun 2013 dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut: 92.6 97.15 81.92 ANGGARAN 1,1,392,65,856 667,87,927,784 343,34,678,72 212 213 REALISASI 956,324,159,986 639,977,39,628 316,346,769,358 LEBIH (KURANG) (54,68,445,87) (27,11,537,156) (26,957,98,714) 94.65

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota pada tahun 2012. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan

Lebih terperinci

KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK

KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK LATAR BELAKANG Keterbatasan sumber pembiayaan Peningkatkan pembangunan dan perekonomian daerah Pelayanan masyarakat MAKSUD DAN TUJUAN Untuk mengetahui kemampuan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan ekonomi daerah disusun dalam rangka memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2005-2010 Kebijakan anggaran berdasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja pembangunan daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi)

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Realisasi dan Proyeksi) Disampaikan dalam Konsultasi Publik Rancangan Awal RPJMD Kab. Gunungkidul 2016-2021 RABU, 6 APRIL 2016 OUT LINE REALISASI (2011 2015) a. Pendapatan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 5.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dalam pengelolaan anggaran pendapatan daerah harus diperhatikan upaya untuk peningkatan pendapatan pajak dan retribusi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja Daerah

Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja Daerah XXIII Arah Kebijakan Pengelolaan Belanja Daerah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Milyar BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari Pendapatan Daerah, Belanja

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan komponen paling penting dalam perencanaan pembangunan, sehingga analisis mengenai kondisi dan proyeksi keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah merupakan faktor strategis yang turut menentukan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mengingat kemampuannya

Lebih terperinci

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -100- BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan memanfaatkan kemampuan keuangan daerah secara efektif, efesien,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG 3 November 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 7 PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci