BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan hal penting dalam mencapai kesejahteraan hidup.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan hal penting dalam mencapai kesejahteraan hidup."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal penting dalam mencapai kesejahteraan hidup. Untuk mewujudkannya, seringkali digunakan obat-obatan. Baik dalam hal pencegahan maupun penyembuhan suatu penyakit. Selain obat modern berupa bahan kimia, tidak jarang pula digunakan obat tradisional yang bersumber dari bahan alam. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 Pasal 1 menyebutkan tentang pengertian obat tradisional bahwa : Obat tradisional adalah ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Departemen Kesehatan RI, 2000). Obat tradisional yang bersumber dari berbagai macam organisme baik tumbuhan maupun hewan, semakin diminati masyarakat. Hal ini disebabkan penggunaan obat bahan alam cenderung memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan obat dari bahan kimia. Respon inflamasi biasanya menyertai penyakit yang banyak dijumpai di rumah sakit umum, rumah sakit anak, dan rumah sakit gigi. Oleh karena itu, penggunaan obat-obat antiinflamasi terus meningkat dari hari ke hari, baik itu dengan maupun tanpa resep dokter (Cheri dkk., 2007). 1

2 2 Inflamasi merupakan proses normal yang terjadi di dalam tubuh, berfungsi untuk memperbaiki jaringan rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi. Gejala pada proses inflamasi adalah nyeri, pembengkakan, kemerahan, panas, dan kehilangan fungsi (Soesatyo, 2000). Pada umumnya, pengobatan antiinflamasi akut didominasi oleh golongan non-steroidal anti-inflamatory drugs (NSAID). Namun, penggunaan NSAID ini kerap memunculkan keluhan-keluhan berupa gangguan pencernaan, liver, ginjal (Yanadaiah dkk, 2010). NSAID bekerja menghambat sintesis prostaglandin dengan cara inhibisi enzim cyclooxygenase (COX). Namun, inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa gaster seringkali menyebabkan kerusakan gastrointestinal, seperti dispepsia, mual, dan gastritis (Neal, 2006). Penggunaan obat antiradang sintetik yang tergolong NSAID dapat meningkatkan insidensi myocardial infarction dan cardiovascular thrombotic. Efek yang tidak diinginkan pada pemakaian NSAID seperti indometasin dan natrium diklofenak dilaporkan berpengaruh pada renal dan gastrointestinal (Kearney, 2006). Oleh karena itu, perlu dikembangkan obat antiinflamasi yang lebih aman dengan efek samping yang lebih ringan. Pemanfaatan cacing tanah sebagai agen terapi dilaporkan lebih aman, karena komponen kimia cacing tanah tidak menimbulkan efek toksik bagi manusia, sehingga aman untuk dikonsumsi (Sabine, 1983). Cacing tanah telah secara luas digunakan dalam pengobatan tradisional Cina. Berdasarkan penelitian tentang efek farmakologinya, cacing tanah diketahui memiliki aktivitas yang bervariasi, seperti antikoagulan, antikanker, antimikroba, dan jika dikembangkan

3 3 lebih lanjut, ada kemungkinan untuk digunakan sebagai agen terapi berbagai macam penyakit (Cooper dkk., 2012). Secara empirik, cacing tanah dilansir berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit. Dalam pengobatan Cina, cacing tanah juga dikenal memiliki aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Noda dkk., 1992). Lumbricus rubellus telah ratusan tahun digunakan di Cina dalam pengobatan berbagai macam penyakit (Mihara dkk., 1991). Hingga kini masih digunakan terutama dalam pengobatan penyakit inflamasi seperti rheumatoid arthritis (Allergy Research Group, 2008). Oleh karenanya, makin banyak bermunculan produk obat tradisional yang didesain dari bahan cacing tanah. Salah satunya adalah Fermino yang diproduksi PT. Herbalindo Citra Mandiri. Fermino merupakan kapsul berisi serbuk cacing tanah Lumbricus rubellus yang secara tradisional membantu mengobati demam tyfus, demam tinggi, panas dingin, meriang, radang tenggorokan, radang usus, sariawan, asma, kolesterol, menstabilkan tekanan darah, stroke, asam urat, ambeien (wasir), buang air besar disertai darah. Dari beberapa khasiat yang dimiliki Fermino, salah satunya mampu mengobati radang, sehingga kemungkinan besar cacing tanah jenis ini mempunyai aktivitas antiinflamasi. Akan tetapi, khasiat Lumbricus rubellus untuk mengobati inflamasi masih digunakan secara empirik, belum dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait aktivitas serbuk Lumbricus rubellus sebagai agen antiinflamasi.

4 4 B. Rumusan Masalah 1. Apakah pemberian serbuk Lumbricus rubellus (SLR) dapat mengurangi volume udema pada kaki tikus yang diinduksi karagenin 1%? 2. Apakah variasi dosis pada pemberian serbuk Lumbricus rubellus (SLR) mempengaruhi nilai persentase daya antiinflamasi (% DAI) yang dihasilkan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian serbuk Lumbricus rubellus (SLR) terhadap kemampuannya mengurangi volume udema pada kaki tikus yang diinduksi karagenin 1%. 2. Untuk mengetahui pengaruh variasi dosis pada pemberian serbuk Lumbricus rubellus (SLR) terhadap nilai persentase daya antiinflamasi (% DAI) yang dihasilkan. D. Pentingnya Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait aktivitas antiinflamasi serbuk Lumbricus rubellus (SLR) serta menambah bukti ilmiah tentang penggunaannya sebagai agen terapi pada manusia.

5 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Inflamasi a. Pengertian inflamasi Inflamasi berasal dari kata inflammare yang berarti membakar, merupakan suatu respon normal untuk melindungi tubuh terhadap luka yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik (Mycek, 2001). Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya atau bahan infeksi pada tempat cedera serta untuk mempersiapkan kondisi lebih baik yang dibutuhkan jaringan (Kee dan Hayes, 1996). Gejala-gejala inflamasi, yaitu : 1) Eritema (kemerahan) Kemerahan terjadi akibat arteri yang menyuplai darah mengalami pelebaran, sehingga darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal menjadi lebih banyak. Pembuluh darah meregang dengan cepat dan terisi penuh oleh darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti, yang menyebabkan timbulnya warna merah lokal karena peradangan akut. Terjadinya hiperemia diatur oleh mediator inflamasi seperti histamin (Price dan Wilson, 1995). 2) Kolor (panas) Panas terjadi bersamaan dengan kemerahan akibat reaksi peradangan. Terjadinya panas hanya pada permukaan tubuh, yakni kulit. Proses ini terjadi karena darah dengan suhu 37 o C yang dialirkan tubuh ke permukaan daerah radang lebih banyak daripada aliran ke daerah normal (Price dan Wilson, 1995).

6 6 3) Dolor (nyeri) Rasa nyeri pada proses peradangan dapat terjadi dengan berbagai cara. Diantaranya perubahan ph lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf untuk mengeluarkan zat kimia tertentu, misalnya mediator histamin. Selain itu, jaringan yang mengalami radang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal, sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri (Price dan Wilson, 1995). 4) Edema (pembengkakan) Gejala yang paling terlihat dari peradangan adalah pembengkakan. Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas dinding kapiler, sehingga lebih mudah dilalui oleh leukosit dan protein terutama albumin, yang diikuti molekul yang lebih besar. Plasma jaringan yang mengandung lebih banyak protein ini kemudian meninggalkan kapiler dan masuk ke jaringan, sehingga menyebabkan jaringan menjadi bengkak (Price dan Wilson, 1995). 5) Function laesa (gangguan fungsi) Gangguan fungsi timbul sebagai akibat dari proses peradangan. Adanya rasa nyeri akan menghambat gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik gerakan yang dilakukan secara sadar maupun gerakan reflek. Selain itu, akibat adanya pembengkakan yang hebat secara fisik, akan mengurangi gerak jaringan (Price dan Wilson, 1995).

7 7 Mekanisme terjadinya gejala peradangan ditunjukkan pada gambar 1. Noksi Kerusakan sel Pembebasan Bahan Mediator Emigrasi leukosit Proliferasi sel Gangguan Sirkulasi Lokal Eksudasi Perangsangan reseptor nyeri Kemerahan Pembengkakan Gangguan fungsi Panas Nyeri Gambar 1. Patogenesis dan gejala peradangan (Mutschler,1991) b. Mekanisme inflamasi Inflamasi diawali oleh adanya cedera yang menyebabkan sel mast pecah dan terlepasnya mediator-mediator inflamasi. Pada daerah inflamasi, terjadi vasodilatasi pembuluh darah, sehingga aliran darah meningkat. Terjadinya perubahan volume darah dalam kapiler dan venula, menyebabkan sel-sel endotel pembuluh darah meregang dan terjadi kenaikan permeabilitas pembuluh darah. Leukosit kemudian bermigrasi ke tempat cedera / inflamasi dan melakukan fagositosis patogen (Brown, 2001). Berdasarkan waktu terjadinya, inflamasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronik : 1) Inflamasi akut Durasi waktu terjadinya singkat (menit sampai hari). Ditandai dengan adanya akumulasi granulosit neutrofil dan eksudasi bersamaan antara cairan dan protein plasma. Terjadinya vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah.

8 8 Fungsi endotelium sebagai barrier menurun dan menyebabkan keluarnya plasma hasil inflamasi. Neutrofil beremigrasi dari mikrovaskuler menuju area yang terinfeksi (Kumar dkk., 2003). Faktor yang dapat memicu inflamasi akut diantaranya infeksi dan racun mikroba, luka fisika dan kimia, kerusakan jaringan akibat iskemia atau truma, dan reaksi imunologi. Tabel I. Mediator inflamasi akut dan efeknya (Katzung, 2001) Mediator Vasodilatasi Permeabilitas Vaskuler Kemotaksis Nyeri Histamin Serotonin +/- - - Bradikidin Prostaglandin Leukotrien ) Inflamasi kronik Durasi waktunya lebih lama dari inflamasi akut (hari sampai tahun). Melibatkan leukosit mononukleus (monosit dan limfosit), makrofag, dan sel-sel plasma yang bergabung dengan proliferasi vaskuler dan bekas luka. Inflamasi akut berpotensi menjadi kronik jika terjadi luka yang kuat atau jika terganggu dalam proses penyembuhan secara normal. Kondisi inflamasi kronik seperti infeksi mikroba resisten atau kelainan autoimun diantaranya rheumatoid arthritis atau sklerosis (Kumar dkk., 2003).

9 9 Mekanisme terjadinya inflamasi ditunjukkan pada gambar 2. Rangsangan Kerusakan membran sel Lipooksigenase Fospolipida Asam arachidonat Fosfolipase Siklooksigenase Hidroperoksida Endoperoksida Leukotrien LTB 4 LTC 4 /D 4 /E 4 Prostaglandin Tromboksan Prostasiklin Atraksi / Perubahan permeabilitas Modulasi leukosit Aktivasi vaskuler, kontriksi bronkial, Fagosit peningkatan sekresi Inflamasi Bronkospasme, kongesti, Inflamasi Penyumbatan mukus Gambar 2. Bagan mekanisme terjadinya inflamasi (Katzung, 2001) Asam arakhidonat merupakan prekursor sejumlah besar mediator inflamasi. Komponen utamanya berupa lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil, yang sebagian besarnya berada dalam fosfolipid membran sel. Ketika terjadi rangsangan yang menyebabkan kerusakan sel, maka enzim fosfolipase akan diaktivasi. Enzim ini akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat, kemudian sebagian diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrien. Sebagian lainnya diubah oleh enzim siklooksigenase (COX) menjadi prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Siklooksigenase terdiri dari dua isoenzim, COX-1 dan COX-2. Isoenzim COX-1 sebagian besar terdapat di

10 10 jaringan seperti ginjal, paru-paru, platelet, dan saluran cerna. Sedangkan COX-2 tidak terdapat di jaringan, melainkan dibentuk selama proses peradangan oleh selsel radang. Leukotrien yang dibentuk melalui jalur lipooksigenase yaitu LTA 4 dalam bentuk tidak stabil, yang kemudian oleh enzim hidrolase diubah menjadi LTB 4 atau LTC 4, dan akhirnya diubah menjadi LTD 4 dan LTE 4. Leukotrien juga berperan pada proses peradangan dan alergi pada asma. Pembentukannya di granulosit eosinofil dan berkhasiat sebagai vasokonstriktor di bronkus dan mukosa lambung. Untuk LTB 4, sintesisnya terjadi di makrofag dan bekerja menstimulasi migrasi leukosit (Tjay dan Raharja, 2002). c. Golongan obat antiinflmasi Merupakan golongan obat yang memiliki aktivitas menekan peradangan melalui berbagai cara, antara lain menghambat pembentukan mediator inflamasi prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, serta menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat antiinflamasi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu : 1) Antiinflamasi steroid (Glukokortikoid) Efeknya berhubungan dengan kemampuan merangsang biosintesis protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja enzim fosfolipase, yaitu enzim yang bertanggungjawab terhadap pelepasan asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG), leukotrien (LT), prostasiklin, dan tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan NSAID (non-steroida antiinflammatory drugs) hanya memblok jalur

11 11 siklooksigenase (Katzung, 2001). Obat golongan ini diantaranya : hidrokortison, prednison, prednisolon, metil prednisolon, triamsinolon, deksametason, dan betametason (Bowman, 1980). 2) Antiinflamasi non steroid (NSAID) Mekanisme kerjanya dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi terganggu yang menyebabkan terhambatnya pelepasan mediator nyeri seperti prostaglandin dan tromboksan. Obat golongan ini diantaranya : aspirin, natrium dikofenak, kalium diklofenak, ibuprofen, dan lainlain (Ganiswara, 1995). d. Kalium diklofenak Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana. Penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek berupa antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Diklofenak cepat diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut (Katzung, 2001). Diklofenak merupakan golongan NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) yang bersifat tidak selektif menghambat enzim siklooksigenase, dimana kedua jenis COX di blokir. Dengan dihambatnya COX-1, tidak ada lagi yang bertanggung jawab melindungi mukosa lambung-usus dan ginjal sehingga terjadi iritasi dan efek toksik pada ginjal (Tjay dan Raharja, 2002). Kontrol positif yang digunakan adalah kalium diklofenak. Dipilih golongan diklofenak karena golongan ini mempunyai efek antiinflamasi yang

12 12 cukup tinggi jika dibandingkan dengan golongan NSAID yang lain (Riess dkk., 1978). Selain itu, golongan diklofenak banyak diresepkan oleh dokter, sehingga penggunaannya umum di masyarakat. Kalium diklofenak lebih dipilih dibanding natrium dikofenak dikarenakan kalium diklofenak memiliki kecepatan absorbsi dan kelarutan yang lebih besar daripada natrium diklofenak (Novartis, 2005). e. Karagenin Karagenin merupakan ekstrak kering ganggang laut merah (Chondrus crispus) berupa mukopolisakarida yang disusun oleh monomer unit galaktosa sulfat. Karagenin mampu menginduksi reaksi inflamasi yang bersifat akut, non imunologis, dapat diamati dengan baik, dan memiliki reprodusibilitas yang tinggi (Morris, 2003). Zat ini dapat digunakan untuk memicu terbentuknya udema yang diinduksi secara subplantar pada telapak kaki tikus (Anggraini, 2008). Karagenin merupakan seyawa iritan yang paling banyak digunakan untuk memprediksi efek terapeutik obat antinflamasi steroid maupun nonsteroid (Gryglewski dkk., 1997). Karagenin tidak menimbulkan kerusakan jaringan dan tidak berbekas. Karagenin memberikan respon yang paling peka terhadap obat antiflamasi dibandingkan senyawa iritan lainnya. Pada proses pembentukan udema, karagenin akan menginduksi cedera sel dengan dilepaskannya mediator yang mengawali proses inflamasi. Udema yang disebabkan induksi karagenin dapat bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam (Gryglewski dkk., 1997). Karagenin yang digunakan sebesar 1% b/v, karena dengan kadar ini sudah mampu membentuk radang yang cukup untuk bisa dilakukan pengukuran.

13 13 Volume larutan karagenin yang diberikan pada setiap perlakuan sebesar 0,1 ml yang diinjeksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus (Pramono, 2005). f. Metode uji aktivitas antiinflamasi Metode uji inflamasi digunakan untuk menyelidiki proses inflamasi dan mengevaluasi daya antiinflamasi suatu senyawa kimia. Berikut beberapa metode yang lazim digunakan : 1) Pengujian berdasarkan penghambatan radang yang diinduksi senyawa iritan pada telapak kaki tikus. Zat yang digunakan sebagai penginduksi radang sangat mempengaruhi hasil pengujian obat. Prosedur umumnya adalah menyuntikkan senyawa iritan pada jaringan plantar telapak kaki tikus sehingga menimbulkan pembengkakan. Metode untuk mengukur pembengkakan kaki meliputi penentuan ketebalan, berat, dan volume larutan yang dipindahkan oleh udema (Swingle, 1974). 2) Berdasarkan penghambatan leukosit terhadap peritonitis. Percobaan ini menggunakan 0,25 ml karagenin 0,75% sebagai iritan dalam NaCl 0,9% yang diinjeksikan secara intraperitoneal. Selang 4 jam kemudian, hewan dibedah dan cairan peritonealnya dikumpulkan lalu dicampur dengan NaCl 0,9% dengan dapar fosfat yang bebas Ca 2+ Mg 2+. Total leukosit ditentukan dalam kamar hitung Neubauer (Turner, 1965). 3) Pengujian dengan metode pembentukan granuloma oleh cotton pellets atau sponge (kubus busa poliuretan). Metode ini menggunakan cotton pellets atau sponge yang ditanam secara subkutan pada hewan coba, 5-8 hari sesudahnya cotton pellets atau sponge

14 14 dikeluarkan. Pellets kemudian diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 24 jam lalu dikeringkan pada suhu 60 0 C hingga beratnya konstan. Pertambahan berat pada bobot keringnya menunjukkan formasi granuloma (Turner, 1965). Metode uji antiinflamasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian berdasarkan penghambatan radang yang diinduksi senyawa iritan pada telapak kaki tikus. Pemilihan metode ini dikarenakan udema merupakan salah satu parameter yang bisa menunjukkan daya antiinflamasi suatu senyawa (Price dan Wilson, 1995). Selain itu, metode ini cukup sederhana serta mudah pelaksanaannya (Vogel, 2002). Efek penghambatan pembentukan radang oleh obat antiinflamasi dinilai dari pengukuran volume telapak kaki tikus pada selang waktu tertentu dengan menggunakan alat plethysmometer (Hamid dkk., 2004). Dari volume udema yang diperoleh, selanjutnya dibuat kurva hubungan waktu dengan volume udema, kemudian dihitung luas area dibawah kurva (AUC). Dari nilai AUC dapat dihitung daya antiinflamasi (DAI) masing-masing perlakuan. Daya antiinflamasi merupakan kemampuan bahan uji untuk mengurangi pembengkakan (udema) kaki tikus yang telah diinduksi karagenin sebagai senyawa iritan. Semakin rendah nilai AUC, maka semakin tinggi nilai DAI. Nilai DAI menunjukkan besarnya potensi suatu senyawa sebagai obat antiinflamasi (Mansjoer, 1997). Pengujian dilakukan menggunakan tikus. Pemilihan hewan uji tikus dikarenakan tikus mempunyai kaki yang lebih besar jika dibandingkan dengan mencit. Kaki yang lebih besar akan memudahkan pada saat pengukuran. Dipilih tikus galur Wistar karena tidak ada ketentuan khusus terkait galur hewan uji yang

15 15 harus digunakan. Oleh karena galur Wistar cukup umum penggunaannya pada percobaan metode ini, serta ketersediannya yang memadai, maka digunakan tikus galur Wistar sebagai hewan uji (Lumbanraja, 2009). 2. Lumbricus rubellus a. Klasifikasi Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi Lumbricus rubellus adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Annelida : Oligochaeta : Haplotaxida : Lumbricina : Lumbricidae : Lumbricus : Lumbricus rubellus (Leiden University Medical Center, 2005) Gambar 3. Cacing tanah Lumbricus rubellus (Anonim, 2011)

16 16 b. Kandungan kimia Lumbricus rubellus mempunyai kandungan protein, lemak, serat kasar, dan abu, dengan kadar masing-masing ditunjukkan pada tabel II : Tabel II. Kandungan protein, lemak, serat kasar, dan abu serbuk Lumbricus rubellus (Damayanti dkk., 2009) Parameter Kadar (% bahan kering) Protein 63,08 Lemak 18,51 Serat kasar 0,19 BETN * 12,41 Abu 5,81 *) BETN : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Komposisi asam amino serbuk Lumbricus rubellus dapat dilihat pada tabel III : Tabel III. Komposisi asam amino serbuk Lumbricus rubellus (Istiqomah dkk., 2009) Asam Amino Fenilalanin Valin Metionin Isoleusin Treonin Histidin Arginin Lisin Leusin Sistein Tirosin Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Alanin Prolin Kadar (% bahan kering) 0,45 0,52 0,35 0,47 0,45 0,63 0,56 0,51 0,54 0,31 0,43 0,98 1,52 0,54 0,35 0,32 0,54 Banyaknya asam amino yang terkandung dalam tubuh cacing tanah ini memberikan gambaran bahwa tubuhnya mengandung berbagai jenis enzim yang sangat berguna bagi kesehatan manusia. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa Lumbricus rubellus mengandung enzim lumbrokinase, peroksidase, katalase, dan selulosa (Palungkun, 2008).

17 17 c. Deskripsi Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar dan klitelum yang terletak pada segmen Klitelum merupakan alat untuk membantu perkembangan, yang muncul saat cacing dewasa, sekitar usia 2 bulan. Biasanya cacing tanah jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan secara terpisah, besar tubuhnya bisa menyamai bahkan bisa melebihi jenis cacing lain. Cacing tanah di dunia telah terindentifikasi sebanyak spesies. Tetapi baru sekitar 9 spesies yang dibudidayakan. Jenis cacing tanah yang telah dibudidayakan dapat dilihat pada tabel IV : Tabel IV. Spesies cacing tanah yang dibudidayakan (Palungkun, 2008) Famili Spesies Nama Umum Lumbricidae 1. Lumbricus terristis 2. Lumbricus rubellus 3. Eisenia foetida 4. Allolobophora caliginosa 5. Allolobophora chlorotica - Cacing Eropa Cacing Australia (tiger) Cacing merah jambu - Megascolecidae 6. Pheretima asiatica Cacing Filipina 7. Perionyx exavatus Cacing kalung Acanthrodrilidae 8. Diplocirdia verrucosa - Octochaetidae 9. Eudrilus eugeunia - Berikut ciri detail cacing Lumbricus rubellus (Palungkun, 2008) : 1) Ukuran tubuh relatif kecil dengan panjang 8-14 cm 2) Warna punggung cokelat cerah sampai ungu kemerahan, perutnya berwarna krem, dan ekornya berwarna kekuningan 3) Bentuk tubuh dorsal membalut dan vertikal pipih

18 18 4) Jumlah segmen pada klitelum 6-7 segmen 5) Lubang kelamin jantan terletak pada segmen ke-14, sedangkan lubang kelamin betina terletak pada segmen ke-13 6) Gerakannya lamban 7) Kadar air tubuh 70-78% d. Manfaat Sudah banyak diketahui bahwa cacing tanah jenis Lumbricus rubellus memilki manfaat yang besar dalam dunia kesehatan. Secara empiris, pemakaian cacing tanah untuk terapi digunakan dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara direbus dan diambil sarinya serta dikeringkan dan dijadikan serbuk (Esha, 2014). Lumbricus rubellus menghasilkan zat pengendali bakteri yang disebut lumbricin. Lumbricin mempunyai aktivitas antimikroba berspektrum luas, yaitu menghambat bakteri gram negatif, bakteri gram positif, dan beberapa jenis fungi (Cho dkk., 1998). Selain itu, tepung cacing tanah Lumbricus rubellus adalah produk yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak karena kandungan proteinnya yang tinggi (Resnawati, 2002). Ekstrak air cacing tanah Lumbricus rubellus memiliki aktivitas sebagai antipiretik. Aktivitas antipiretik ini dihasilkan oleh senyawa aktif golongan alkaloid (Santoso, 2002). Mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase yang mengkatalis pembentukan prostaglandin, sehingga pengatur suhu di hipotalamus kembali normal dengan cara pelepasan panas melalui vasodilatasi (Ganiswara, 1995).

19 19 Mihara dkk. (1991), berhasil mengekstraksi enzim dari saluran cerna cacing tanah Lumbricus rubellus. Enzim ini terdiri dari 6 isoenzim protease serin yang secara kolektif diberi nama Lumbrokinase. Lumbrokinase memiliki efek utama fibrinolitik yang digunakan sebagai pencegahan sekunder pada penyakit akibat trombosis. Lumbrokinase diduga juga memiliki efek antiinflamasi dan antiplatelet. Mekanisme kerjanya kemungkinan mirip dengan aspirin, yaitu menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX) terutama COX-1. Penghambat enzim siklooksigenase, akan memberikan efek berupa antiinflamasi, analgesik dan antipiretik (Kholos, 2009). Serbuk cacing tanah dari Lumbricus rubellus menunjukkan aktivitas antioksidan pada pengujian metode DPPH (1,1-diphenyl-1,2-picrylhydrazyl). Aktivitas antioksidan ini dapat terjadi karena adanya komponen senyawa fenolik pada Lumbricus rubellus (Aldarraji dkk., 2013). Secara ringkas hubungan antara senyawa antioksidan khususnya senyawa fenolik dapat berperan sebagai senyawa antiinflamasi ditunjukkan oleh gambar 4. Anti radikal Radikal bebas Lipid membran Bebas Asam arakhidonat Senyawa fenolik Enzim siklooksigenase Endoperoksida Antioksidan Efek menghambat Prostaglandin Gambar 4. Hubungan senyawa antioksidan yang dapat berperan sebagai antiinflamasi (Lands, 1985) Senyawa fenolik mempunyai peran dalam menghambat inflamasi dengan mekanisme penangkapan radikal bebas dan penghambatan enzim siklooksigenase. Radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan sehingga

20 20 memicu biosintesis asam arakhidonat menjadi prostaglandin sebagai mediator inflamasi. Adanya senyawa fenolik akan menangkap radikal bebas sehingga pembentukan prostaglandin menjadi terhambat (Land, 1985 cit Veriony, 2011). Suatu membran yang mengalami kerusakan oleh rangsang kimia, baik secara fisik maupun mekanik maka tubuh akan merespon dengan mengaktifkan enzim fosfolipase untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakidonat. Asam lemak tak jenuh ini kemudian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida yang akhirnya membentuk senyawa prostaglandin. Prostaglandin merupakan mediator terjadinya suatu inflamasi. Peroksida melepaskan radikal bebas oksigen yang memegang peranan timbulnya rasa nyeri. Selain itu, radikal oksigen juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan sehingga dilepaskan mediator-mediator inflamasi (Ward, 1993). Serbuk cacing tanah jenis Lampito mauritii dengan peringkat dosis 20, 40, 80, 160, 320 mg/kg, diujikan pada tikus putih yang diinduksi karagenin 1% dengan pembanding aspirin dosis 75 mg/kg, terbukti menunjukkan aktivitas antiinflamasi dengan persentase daya antiinflamasi yang bervariasi pada setiap peringkat dosis, yaitu secara berturut-turut dosis 20, 40, 80, 160, 320 mg/kg sebesar 56%, 57%, 64%, 52%, dan 46%. Dari uji ANOVA taraf kepercayaan 95%, hasil ini berbeda secara bermakna (p<0,05). Nilai daya antiinflamasi terbesar ditunjukkan oleh dosis 80 mg/kg (Balamurugan, 2007).

21 21 F. Landasan Teori Cacing tanah memiliki berbagai macam khasiat dalam pengobatan, diantaranya sebagai antiinflamasi. Serbuk Lumbricus rubellus mengandung senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas sebagai antipiretik dengan mekanisme aksi menghambat pembentukan prostaglandin di hipotalamus. Selain berperan dalam pengaturan suhu tubuh di hipotalamus, prostaglandin juga merupakan salah satu mediator inflamasi. Serbuk Lumbricus rubellus mengandung enzim lumbrokinase yang mempunyai aktivitas antiplatelet dan antiinflamasi dengan mekanisme kerja yang mirip dengan aspirin. Aksinya dengan cara menghambat siklooksigenase sehingga sintesis prostaglandin menjadi terganggu. Penghambatan sintesis prostaglandin inilah yang selanjutnya memberikan efek antiinflamasi. Serbuk Lumbricus rubellus mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan memiliki hubungan yang erat dengan antiinflamasi. Senyawa fenolik dapat bekerja sebagai inhibitor sintesis prostaglandin yang merupakan mediator peradangan. Oleh karena itu, pembentukan radang bisa dihambat dengan adanya senyawa fenolik. Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antiinflamasi mampu mengurangi volume udema pada pengujian yang dilakukan dengan menggunakan senyawa penginduksi radang, dalam hal ini karagenin 1%. Serbuk Lumbricus rubellus yang dinilai memiliki potensi sebagai antiinflamasi, diprediksi mampu menurunkan volume udema telapak kaki tikus pada uji yang dilakukan.

22 22 Nilai daya antiinflamasi menunjukkan besarnya aktivitas antiinflamasi suatu senyawa dalam mengurangi terjadinya pembentukan radang. Semakin tinggi nilai DAI, semakin tinggi pula aktivitas antiinflamasi senyawa tersebut. Besar kecilnya persentase daya antiinflamasi, dipengaruhi oleh dosis yang diberikan. Oleh karena itu, pemberian dosis yang bervariasi dimungkinkan akan mempengaruhi besarnya persentase daya antiinflamasi yang dihasilkan. G. Hipotesis 1. Pemberian serbuk Lumbricus rubellus (SLR) dapat mengurangi volume udema pada kaki tikus yang diinduksi karagenin. 2. Variasi dosis pada pemberian serbuk Lumbricus rubellus (SLR) akan mempengaruhi nilai persentase daya antiinflamasi (% DAI) yang dihasilkan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udema (Inflamasi) Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan jaringan. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang NSAID (non-steroidal antiinflamatory drugs) merupakan obat yang memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Terjadinya Inflamasi Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis tubuh

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi pulpa dapat disebabkan oleh iritasi mekanis. 1 Preparasi kavitas yang dalam

Lebih terperinci

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus)

Gambar 1. Mencit Putih (M. musculus) TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan mamalia hasil domestikasi dari mencit liar yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, yaitu sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi yang biasa disebut juga dengan peradangan, merupakan salah satu bagian dari sistem imunitas tubuh manusia. Peradangan merupakan respon tubuh terhadap adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati. memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati. memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang. Masyarakat umum mulai memanfaatkan kembali bahan-bahan alami seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Determinasi Bahan Deteminasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dari bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.). Determinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi terjadi di dalam tubuh dimediasi oleh berbagai macam mekanisme molekular. Salah satunya yang sangat popular adalah karena produksi nitrit oksida (NO) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri erat kaitannya dengan inflamasi atau radang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat. Bangsa Indonesia telah lama melakukan berbagai penyembuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Pemberian senyawa uji terhadap respon infalamasi. metode induced paw edema. Senyawa ini telah diuji aktivitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Pemberian senyawa uji terhadap respon infalamasi. metode induced paw edema. Senyawa ini telah diuji aktivitas 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Pemberian senyawa uji terhadap respon infalamasi Penentuan nilai AEW1 sebagai antiinflamasi menggunakan metode induced paw edema. Senyawa ini telah diuji aktivitas

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Ipomoea batatas (L.) Lamk (Ubi Jalar Ungu) Ubi jalar termasuk tanaman tropis dan dapat tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Ubi jalar mempunyai nama botani Ipomoea batatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. (Harty,2003). Perlukaan sering terjadi di dalam rongga mulut, khususnya pada gingiva (Newman dkk, 2002). Luka merupakan kerusakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi dan tulang alveolar dan meluas ke pertautan mukogingiva (Harty,2003).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Totok Hardiyanto, Sutaryono, Muchson Arrosyid INTISARI Reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa dalam darah. Pengobatan diabetes melitus dapat dilakukan secara medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, pekerjaan semakin sibuk dan berat. Kadang beberapa aktivitas dari pekerjaan memberikan resiko seperti rematik dan nyeri. Nyeri adalah mekanisme

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebetulnya secara alami tubuh mempunyai sel-sel yang dapat memelihara sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebetulnya secara alami tubuh mempunyai sel-sel yang dapat memelihara sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imunomodulator merupakan salah satu senyawa yang berfungsi untuk meningkatkan pertahanan tubuh dan memperbaiki sistem imun yang melemah. Sebetulnya secara alami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe.) TERHADAP EFEK ANTIINFLAMASI Na DIKLOFENAK PADA TIKUS PUTIH JANTAN SKRIPSI Disusun oleh : EKA PUJI LESTARI K 100 060

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI

EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI Oleh: KENDRI SRI YULIATI K 100 060 193 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam adalah kenaikan suhu diatas normal. bila diukur pada rectal lebih dari 37,8 C (100,4 F), diukur pada oral lebih dari 37,8 C, dan bila diukur melalui

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : DHYNA MUTIARASARI PAWESTRI J

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : DHYNA MUTIARASARI PAWESTRI J UJI EFEK ANTIINFLAMASI INFUSA BUAH SEMU JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) TERHADAP EDEMA PADA TELAPAK KAKI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera pulpa dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Tanda inflamasi secara makroskopis diantaranya tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah mempunyai tanaman obat yang telah dibuktikan kemanjurannya secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah mempunyai tanaman obat yang telah dibuktikan kemanjurannya secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya dengan tumbuhan berkhasiat sebagai obat. Hampir semua daerah mempunyai tanaman obat yang telah dibuktikan kemanjurannya secara turun temurun (Dalimartha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi. Nyeri timbul jika terdapat rangsang mekanik, termal, kimia, atau listrik yang melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat anti inflamasi nonosteroid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi diseluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetik, antipiretik dan anti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain

BAB I PENDAHULUAN. Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah streptomisin ditemukan pada tahun 1943, ditemukan pula antibiotik lain yang memiliki sifat mirip dengan streptomisin, salah satu antibiotik yang ditemukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit mata penyebab kebutaan di dunia adalah disebabkan oleh katarak. Pada tahun 1995 dikatakan bahwa lebih dari 80% penduduk dengan katarak meninggal

Lebih terperinci

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN Pada periode perkembangan bahan obat organik telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika dan aktivitas biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan tentang tanaman obat. di Indonesia berawal dari pengetahuan tentang adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan tentang tanaman obat. di Indonesia berawal dari pengetahuan tentang adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan tentang tanaman obat di Indonesia berawal dari pengetahuan tentang adanya tumbuhan asli Indonesia yang sudah sejak dahulu digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014),

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014 (WHO, 2014), dari 241.000.000 orang penduduk Indonesia, Prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol adalah

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

Jatmiko Susilo, Oni Yulianta Wilisa, Serimawati

Jatmiko Susilo, Oni Yulianta Wilisa, Serimawati THE COMPARISON IN EFFECTIVENESS OF MEFENAMIC ACID, IBUPROFEN, DICLOFENAC POTASSIUM, DICLOFENAC NATRIUM AS ANTI- INFLAMMATORY MEDICINES IN WHITE MALE MICE OF WISTAR LINEAGE Jatmiko Susilo, Oni Yulianta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan modalitas sensorik yang memperingatkan tentang suatu tanda trauma atau pun cedera yang terjadi dalam tubuh. Nyeri juga merupakan sensasi enteroceptive

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Tumbuhan Dandang Gendis 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan daun dandang gendis adalah sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Demikian juga tubuh manusia yang diciptakan dalam keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT memiliki kekuasaan yang mutlak untuk mengatur dan menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dalam keadaan seimbang. Demikian juga tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Sumber daya alam hayati berupa tanaman yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Asam Asetilsalisilat (AAS) merupakan turunan dari asam salisilat yang ditemukan dari ekstraksi kulit pohon Willow Bark (Miller et al.,1978). AAS diperoleh dengan mereaksikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental yaitu dengan mengamati kemungkinan diantara variabel dengan melakukan pengamatan terhadap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini

banyak digunakan tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimiawi. Walaupun demikian obatobat ini BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, perkembangan modifikasi molekul obat di dunia kefarmasian telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh obat atau senyawa baru yang lebih

Lebih terperinci

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat.

turunan oksikam adalah piroksikam (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Piroksikam mempunyai aktivitas analgesik, antirematik dan antiradang kuat. BAB 1 PENDAHULUAN Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang timbul apabila jaringan mengalami kerusakan. Rasa nyeri sering disertai oleh respon emosional dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tukak lambung merupakan salah satu gangguan gastrointestinal utama, yang dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan dari faktor agresif (asam lambung dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis ulseratif (KU) merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam Inflammatory Bowel Disease (IBD), yaitu penyakit radang kolon nonspesifik yang umumnya berlangsung

Lebih terperinci

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,

Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit di dunia menyebabkan semakin perlunya pengembangan obat baru, di mana obat baru tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, berbagai penyakit menimbulkan rasa nyeri dan hal inilah yang seringkali dikeluhkan oleh seseorang ketika merasa sakit. Kemampuan untuk mendiagnosis

Lebih terperinci

Dalam penelitian ini, akan diuji aktivitas antiinflamasi senyawa turunan benzoiltiourea sebagai berikut:

Dalam penelitian ini, akan diuji aktivitas antiinflamasi senyawa turunan benzoiltiourea sebagai berikut: BAB 1 PEDAULUA intesis merupakan uji nyata dengan menggunakan dan mengendalikan reaksi organik. intesis dapat pula dimanfaatkan untuk membuat zat yang belum diketahui sebelumnya tetapi diramalkan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, selain menimbulkan penderitaan, nyeri sebenarnya merupakan respon pertahanan. Menurut International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulcerative Colitis (UC) termasuk dalam golongan penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD). Keadaan ini sering berlangsung kronis sehingga dapat mengarah pada keganasan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Validasi Metode Docking dengan Autodock Vina. dahulu dilakukan validasi dengan cara menambatkan ulang ligan asli (S58)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Validasi Metode Docking dengan Autodock Vina. dahulu dilakukan validasi dengan cara menambatkan ulang ligan asli (S58) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Validasi Metode Docking dengan Autodock Vina Sebelum dilakukan proses seleksi ligan pada penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan validasi dengan cara menambatkan ulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG Febris dapat tejadi sebagai respon tubuh terhadap infeksi, endotoksin, reaksi imun serta neoplasma (Guyton, 1994). Penyebab febris di atas akan merangsang polimorfonuklear

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci