HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANIAH DENGAN SIKAP TERHADAP STIGMA TERORISME PADA SANTRI PONDOK PESANTREN NGRUKI ABSTRAKSI
|
|
- Hartanti Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANIAH DENGAN SIKAP TERHADAP STIGMA TERORISME PADA SANTRI PONDOK PESANTREN NGRUKI ABSTRAKSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam Mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : SAKIENATUR ROSYIDAH F FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
2 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANIAH DENGAN SIKAP TERHADAP STIGMA TERORISME PADA SANTRI PONDOK PESANTREN NGRUKI ABSTRAKSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : SAKIENATUR ROSYIDAH F FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
3
4
5 ABSTRAKSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANIAH DENGAN SIKAP TERHADAP STIGMA TERORISME PADA SANTRI PONDOK PESANTREN NGRUKI Oleh: Sakienatur Rosyidah F Sikap merupakan bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap, timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang member kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai, kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Sikap terhadap stigma terorisme adalah kesediaan individu untuk mengamati dan bereaksi terhadap ciri negatif yang menempel pada seseorang atau lembaga yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan. Sikap yang dimunculkan seorang santri dipengaruhi oleh kemampuan dirinya dalam beradaptasi, berempati, dan melakukan pilihan-pilihan. Subjek penelitian ini adalah 135 santri pondok pesantren Ngruki yang memiliki karakteristik: a) Santri pondok pesantren Ngruki, b) Kelas III KMI. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu skala kecerdasan ruhaniah dan skala sikap terhadap stigma terorisme. Teknis analisis data menggunakan analisis korelasi product moment. Berdasarkan hasil perhitungan teknik analisis product moment diperoleh nilai koefisien korelasi (r) 0,968 (p<0,05) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme pada santri. Sumbangan efektif variabel kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondokpesantren Ngruki sebesar 93,8%. Berdasarkan perhitungan kategorisasi diketahui variabel kecerdasan ruhaniah mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 119,348 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 102,5 yang berarti kecerdasan ruhaniah santri tergolong tinggi. variabel sikap terhadap stigma terorisme diketahui rerata empiric (RE) sebesar 109,437 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 87,5 yang berarti sikap terhadap stigma terorisme pada santri tergolong tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki, artinya dengan tingginya kecerdasan ruhaniah maka santri semakin mempercayai adanya stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki. Kata kunci: kecerdasan ruhaniah, sikap terhadap stigma terorisme
6 Masyarakat santri merupakan salah satu kelompok yang sangat penting dalam umat islam di Indonesia. Kepercayaan, sikap-sikap dan nilainilai masyarakat pesantren, terutama cara saling mempengaruhi masyarakat luar pesantren dan anggapan bahwa pesantren sebagai alternatif ideal membuat kebudayaan pesantren agak berbeda dari pada masyarakat Indonesia pada umumnya dan juga umat islam yang lebih luas. Oleh karena itu, pesantren dan masyarakat santri dalam pimpinan kyai, sudah membentuk islam di Indonesia sejak zaman awal, pengaruh masyarakat santri terhadap masyarakat Indonesia masih kuat, baik dalam peran pesantren sebagai pusat tarekat maupun pendidikan anak-anak. Namun akhi-akhir peran pesantren juga sering dianggap penting dalam organisasi atau jaringan yang bergaris keras misalnya, sebagai pusat mengajar, mendukung teroris dan sebuah tempat yang cocok untuk menggelapkan kegiatannya. Hal-hal ini sering dibicarakan dalam media massa, sejak ditemukannya jaringan Jama ah Islamiyah (JI) berdasarkan pada hubungan dengan beberapa anggota keluarga dan kelompok alumni pesantren-pesantren tertentu. Didasarkan pada bukti-bukti bahwa beberapa alumni pesantren yang melakukan kegiatan kriminal misalnya menolong teroris atau membuat dan meledakkan bom. Menurut Muhlis (2005) dalam media massa, pesantren yang mereka hadiri dianggap sebagai pesantren keras dan juga dianggap penting dalam jaringan teroris, sampai pesantren sebagai institusi yang dianggap bersalah. Fenomena yang berkembang belakangan ini menunjukkan bahwa munculnya stereotip baru (secara keliru) atas dunia pesantren. Seiring derasnya arus radikalisasi agama di Indonesia menjadikan pesantren menjadi bagian yang dicurigai sebagai lembaga yang melahirkan kelompok Islam radikalfundamental. Kasus pesantren Ngruki yang digeledah aparat tiba-tiba menjadikan pesantren didera stigma teroris (Muhammad, 2005). Pesantren seringkali disebutkan dalm konteks kepemimpinan Abu Bakar Ba asyir dan pesantren tertentu sebagai tempat menyembunyikan gerakan dan kegiatan teroris, walaupun konteks ini sempit dan hanya mencakup pesantren Ngruki, hal ini mendasari anggapan tentang adanya kaitan antara terorisme dan pesantren. Fenomena diatas memunculkan sikap dalam berperilaku. Sikap Terhadap Stigma Terorisme Setiap orang mempunyai sikap terhadap orang-orang penting, objekobjek sosial ataupun persoalan dalam kehidupan. Serangkaian keputusan yang kompleks dari perilaku sehari-hari ditentukan oleh sikap. Azwar (1995) berpendapat bahwa sikap merupakan respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Robson (1989) menyatakan bahwa sikap dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk 1
7 menilai sesuatu atau seseorang dari sisi positif atau negatif. Ada tiga bagian dari sikap, yang pertama adalah yang dinamakan komponen kognitif, yaitu apa yang dipikirkan, diketahui atau dialami oleh seseorang tentang suatu objek atau orang lain. Kedua adalah komponen afektif yang mencakup semua perasaan individu mengenai seseorang atau persoalan itu. Dimensi ketiga yang perlu diperhitungkan adalah komponen konatif yang mencakup bagaimana seseorang cenderung bertindak sebagai akibat pemikiran dan perasaan. La Pierre (dalam Azwar, 1995) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatik, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sendirian. Sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Berdasarkan pendapat tokohtokoh diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesediaan individu untuk mengamati dan bereaksi terhadap suatu hal, kecenderungan menerima atau tidak stimulus yang dihadapkan pada individu. Sikap juga merupakan keadaan dalam diri manusia yang mengarah untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan tertentu dalam menanggapi suatu objek dan terbentuk atas dasar pengalaman. Stigma adalah suatu identitas yang diberikan oleh orang atau kelompok lain atas dasar atribut (ciriciri) sosial yang dimiliki, identitas yang diberikan sifatnya mendeskriditkan seseorang atau kelompok tersebut. Stigmatisasi adalah proses pelabelan seseorang atau kelompok atas ciri-ciri yang melekat pada dirinya. Banyak bahan untuk membuat stigma antara lain dari ciri-ciri fisik yang menonjol, karakter yang dimiliki seseorang atau kelompok. Stigma berarti tanda aib atau sesuatu yang ternoda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, stigma berarti ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma negatif terhadap islam sebagai teroris berhasil dibentuk oleh media, pengakuan para teroris yang bardalih menegakkan ajaran agama, jihad sebagai dasar dalam melakukan aksi terorismenya, membuat masyarakat terpengaruh untuk menilai terorisme yang dikaitkan kepada islam. Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik). Kata teror berasal dari bahasa Latin terrere yang kurang lebih diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan (Hakim, 2004). Banyak pendapat yang mencoba mendefinisikan terorisme. Mubarok (2005) Terorisme mempunyai tujuan untuk membuat orang lain merasa ketakutan, sehingga dengan demikian dapat menarik perhatian orang, kelompok atau suatu bangsa. Biasanya perbuatan teror digunakan apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu, terorisme tidak dilakukan secara langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan dimana saja dan terhadap siapa saja. Terorisme digunakan sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana tidak menentu serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan 2
8 pemerintah dan memaksa masyarakat atau kelompok tertentu untuk mengikuti kehendak pelaku teror. Terorisme dilakukan umumnya dengan sasaran acak, bukan langsung kepada lawan, sehingga dengan dilakukan teror tersebut diharapkan akan didapatkan perhatian dari pihak yang dituju. Lukman (1990) berpendapat selain bermotif politis, terorisme seringkali dilakukan karena adanya dorongan fanatisme agama. Ciri-ciri terorisme adalah: 1) Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut. 2) Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu. 3) menggunakan kekerasan. 4) mengambil korban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah. 5) dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku, yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama. Menurut Walter (2009), terorisme adalah suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan ketakutan dikalangan masyarakat umum. Teror mengandung arti penggunaan kekerasan untuk menciptakan atau mengkondisikan sebuah iklim ketakutan didalam kelompok yang lebih luas (Mubarok, 2005). Adjie (2005) mendefinisikan terorisme sebagai suatu madzhab atau aliran kepercayaan melalui pemaksaaan kehendak guna menyuarakan pesan, asas dengan cara melakukan tindakan ilegal yang menjurus kearah kekerasan, kebrutalan bahkan pembunuhan. Teroris sebagai pelaku atau pelaksana bentuk-bentuk terorisme, baik oleh individu, golongan atau kelompok dengan cara tindak kekerasan sampai pembunuhan disertai berbagai penggunaan senjata. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa stigma terorisme adalah ciri negatif yang menempel pada seseorang atau lembaga yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha untuk mencapai tujuan, baik itu bermotif politis maupun karena adanya dorongan fanatisme agama. Kecerdasan Ruhaniah Transcendent atau ruhaniah didefinisikan sebagai suatu yang membawa seseorang mengatasi kondisi kekinian, rasa suka dan duka. Sesuatu tersebut membawa seseorang melampui batas-batas pengetahuan dan pengalaman, dan menempatkan keduanya dalam konteks yang lebih luas. ruhaniah memberikan kesadaran akan sesuatu yang luar biasa dan tidak terbatas, baik yang berada dalam diri sendiri maupun luar lingkungan (Zohar dan Marshal, 2002). Sinetar (2001) berpendapat kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang paling sejati tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan Illahi. Kecerdasan ini juga diartikan sebagai ketajaman pemikiran yang tinggi, yang menghasilkan sifat-sifat supranatural: intuisi, petunjuk moral yang kokoh, kekuasaan atau otoritas batin, kemampuan membedakan salah dan benar, dan kebijaksanaan. Menurut Frankl (dalam Rakhmat, 2001), dengan memasuki ruang ruhani manusia mampu meninggikan martabatnya sebagai manusia, karena hidupnya tidak semata-mata dikuasai oleh ketentuan-ketentuan biologis dan psikologis semata. Creagan (2004) mengungkapkan bahwa ruhaniah merupakan suatu proses yang dinamis 3
9 dimana seseorang menemukan kearifan dan vitalitas di dalam dirinya yang memberi makna dan tujuan pada semua kejadian yang hubungan dengan peristiwa dalam hidup seseorang, bahkan di tengah kesusahan, krisis, stress, penyakit dan penderitaan pribadi. Tasmara (2001) berpendapat bahwa kecerdasan ruhaniah adalah kecerdasan yang berpusatkan pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah Rabbul Alamiin dan seluruh ciptaan- Nya. Sebuah keyakinan yang mampu mengatasi seluruh perasaan yang bersifat jasadi, bersifat sementara dan fana. Kecerdasan ruhaniah merupakan esensi dari seluruh kecerdasan yang ada, atau dapat dikatakan sebagai kecerdasan spiritual plus, yaitu berada pada nilai-nilai keimanan Illahi. Purwanto (2003), berpendapat bahwa makna spiritual dalam Islam lebih tepat disebut dengan ruhaniah atau batiniah, karena perjalanan batiniah atau perjalanan ruhaniah seseorang dalam menjalani hidup adalah bukti empiris adanya spiritualitas yang dapat memberikan pencerahan terhadap spiritualitas itu sendiri. Berdasarkan uraian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan ruhaniah adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan sikap dan perilaku sesuai dengan bisikan kebenaran Illahi dari dalam qolbu, dalam mengambil keputusan, melakukan pilihan-pilihan, berempati dan beradaptasi. Indikator kecerdasan ruhaniah yaitu: 1) memiliki visi; 2) merasakan kehadiran Allah; 3) berdzikir dan berdo a; 4) memiliki kualitas sabar 5) cenderung pada kebaikan 6) memiliki empati; 7) berjiwa besar; 8) bahagia melayani (Tasmara, 2001). Santri Pondok Pesantren Menurut Arifin (Chanifah, 2002) pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama atau kampus dimana para santri menerima pendidikan agama melalui sistem madrasah atau pengajian yang sepenuhnya berada di bawah kepemimpinan seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib (dalam Suyadi, 2001) bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam, yang didalamnya terdapat seorang kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri. pondok pesantren adalah suatu sistem pendidikan dan pelajaran yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran Islam yang pada umumnya, pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistem bandongan atau sorogan), dimana para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pondok tersebut. Elemen-elemen yang harus dimiliki pesantren adalah pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan kyai. Empati, kualitas sabar dan berjiwa besar merupakan bagian dari indikator kecerdasan ruhaniah. Kecerdasan ruhaniah menurut Hamdani (2005) 4
10 adalah potensi yang ada pada setiap diri seorang insan, yang mana dengan potensi itu ia mampu beradaptasi, berinteraksi, bersosialisasi dengan lingkungan ruhaniahnya yang bersifat ghaib atau transcendental, serta dapat mengenal dan merasakan hikmah dari ketaatan beribadah secara vertikal dihadapan Tuhannya secara langsung. Ruhaniah merupakan suatu proses yang dinamis dimana seseorang menemukan kearifan dan vitalitas di dalam dirinya yang memberi makna dan tujuan pada semua kejadian. Kecerdasan ruhaniah adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan sikap dan perilaku sesuai dengan bisikan kebenaran Illahi dari dalam qolbu, di dalam mengambil keputusan, melakukan pilihan-pilihan, berempati dan beradaptasi. Kecerdasan ruhaniah merupakan hasil dari titik (overlapping of meaning) pada dua lingkaran dimana garis yang saling bertindihan antara bidang spiritual dan agama sehingga menghasilkan kecerdasan ruhaniah. Dan manusia diupayakan untuk memperlebar potensi keduanya sehingga berhimpitan secara penuh mengisi potensi dengan nilai-nilai agama. Sikap juga harus terarah pada suatu objek tertentu seperti benda-benda, manusia dan peristiwa. Sikap yang merupakan kesediaan individu untuk mengamati dan berinteraksi terhadap suatu hal, kecenderungan menerima atau tidak stimulus yang dihadapkan pada individu. Sikap juga merupakan keadaan dalam diri manusia yang mengarah untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan tertentu dalam menanggapi suatu objek dan terbentuk atas dasar pengalaman. Stigma terorisme merupakan ciri negatif yang melekat pada pribadi atau lembaga tertentu karena pengaruh lingkungan disebabkan lembaga atau pribadi tersebut menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha untuk mencapai tujuan baik itu bermotif politis maupun karena adanya dorongan fanatisme agama, dan ini merupakan salah satu peristiwa yang harus disikapi oleh seorang santri, baik itu menerima ataupun menolak. METODE PENELITIAN Subjek penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive non random sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri yang telah ditentukan. Karakteristik dari sampel antara lain: a. Santri Pondok Pesantren Ngruki b. Kelas III KMI Alat Pengumpul Data. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala kecerdasan ruhaniah dan skala sikap terhadap stigma terorisme. Teknik Analisis Data. Metode analisis statistik yang digunakan untuk menguatkan hipotesis adalah dengan menggunakan analisis pruduct moment. HASIL DAN BAHASAN Uji hipotesis dihitung menggunakan program SPS-2005, berdasarkan analisis korelasi product moment diperoleh hasil r = 0,968 dengan p = 0,000 (p < 0,05). Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan berarti bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma 5
11 terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki terbukti kebenarannya, yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan ruhaniah santri maka semakin tinggi sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki demikian pula sebaliknya. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh sarta diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama sehingga pesantren mempunyai perngaruh yang kuat pada masyarakat Indonesia serta merupakan pusat tarekat dan pendidikan bagi generasi bangsa. Pesantren dewasa ini merupakan gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang mempunyai metode pendidikan formal berbentuk madrasah atau sekolah umum dengan metode pesantren yang mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Berdasarkan indikator kecerdasan ruhaniah yang dikemukakan oleh Tasmara (2001), antara lain: memiliki visi, merasakan kehadiran Allah, berdzikir dan berdo,a, memiliki kualitas sabar, cenderung pada kebaikan, memiliki empati, berjiwa besar dan bahagia melayani, termasuk dalam kategori yang tinggi hal ini dibuktikan oleh tingginya rerata empirik yaitu sebesar 119,3. dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa santri mampu memahami dan merasakan rintihan orang lain, beradaptasi dengan merasakan kondisi batiniah dari orang lain. Sehingga mereka akan sadar bahwa dirinya tidaklah terlepas dari tanggungjawab terhadap lingkungannya. Tingginya kecerdasan ruhaniah yang dimiliki oleh para santri tidak terlepas dari lingkungan pondok pesantren yang mendukung segala aktifitas keruhaniahan santri, antara lain: mendisiplinkan santri untuk melaksanakan sholat lima waktu secara berjama ah dimasjid, mewajibkan tadarus Al-Qur an setelah sholat subuh dan sholat maghrib, para santri juga dianjurkan untuk melaksanakan sholat tahajjud. Dari rutinitas inilah yang mendukung para santri dalam memiliki kecerdasan ruhaniah yang tergolong tinggi. Sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan, sehingga sikap bersifat dinamis. Dilihat dari visi spiritual santri, apa yang dialami, dilihat kemudian dipelajari mereka sangat menyadari bahwa hidup yang dijalani bukanlah suatu kebetulan tetapi sebuah kesengajaan yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sehingga santri akan terus menjalani proses menjadikan hidup lebih berarti. Perasaan kehadiran Allah membawa santri merasakan pengawasan Allah serta menyadari bahwa seluruh tindakanya diketahui dan dicatat oleh Allah, hal ini menjadikan santri memiliki rasa empati serta mampu menunjukkan kemampuan komunikasi dan mereka mampu memandang diri sendiri dan lingkungannya dari sudut pandang orang lain artinya mereka mampu mencermati dan menilai keyakinankeyakinan dan keadaan-keadaan orang lain dengan tetap berpegang pada tujuan mengembangkan pemahaman dan penghargaan terhadap orang lain, mereka menilai positif segala kegiatan dan berbagi pengalaman dengan orangorang yang berbeda latarbelakang untuk memperkaya diri, adanya kesadaran secara khusus memiliki pandangan positif terhadap orang lain, penerimaan apa adanya terhadap 6
12 kelebihan dan kekurangan orang lain,adanya perasaan, hasrat, ide-ide dan representasi dari hasil tindakan baik disertai keterbukaan untuk saling memahami satu sama lain. Tingginya kecerdasan ruhaniah santri mendorong mereka untuk lebih meningkatkan kualitas sabar yang dimiliki, sabar berarti terpatrinya sebuah harapan yang kuat untuk menggapai cita-cita, kandungan kualitas sabar terdapat sikap yang istiqomah dan tidak bergeser dari jalan yang mereka tempuh. Berjiwa besar merupakan representasi dari tingginya kecerdasan ruhaniah santri, dengan membuka hati, pikiran dan diri untuk menerima krtik dan saran, baik yang sejalan atau bertentangan dengan pemikiran pribadi, sikap sabar dan keberanian untuk memaafkan sekaligus melupakan perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang lain membuat terbukanya cakrawala yang luas, sehingga santri memiliki keterpanggilan untuk melayani orang lain dan mereka sadar kehadiran dirinya tidaklah terlepas dari tanggung jawab terhadap lingkungannya, sebagai bentuk tanggung jawabnya, mereka menunjukkan sikap untuk senantiasa terbuka hatinya terhadap oranng lain dan merasa terpanggil untuk melayani. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan, sikap yang dimiliki seorang santri yang memiliki kecerdasan secara ruhani akan menyadari bahwa hidup yang dijalaninya bukanlah suatu kebetulan tetapi sebuah kesengajaan yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sehingga santri selalu cenderung pada kebaikan dan kebenaran, mereka akan menolak dan menghindari hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan dan lebih menyukai kedamaian, mereka yakin al-qur an tidak mengajarkan kekerasan, apalagi sampai melakukan tindakan teror terhadap masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sherif dan Sherif (dalam Walgito, 2003), bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang diberikan, sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendiriya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek tertentu. Faktor internal (tingginya kecerdasan ruhaniah) yang dimiliki santri membuat santri menanggapi dunia luarnya dengan selektif, sehingga tidak semua yang datang akan diterima ataupun ditolak, pesantren dan terorisme adalah dua entitas yang berbeda. Gerakan terorisme yang terjadi dibeberapa tempat di Indonesia yang melibatkan insan pesantren dalam aksinya dilapangan berimplikasi terhadap munculnya stigma negatif tentang pesantren saat ini. terlibatnya beberapa orang lulusan pesantren dalam aksi-aksi teror diindonesia yang menewaskan warga sipil membuat pesanten menjadi sorotan tajam dari semua kalangan. Sikap merupakan kesediaan individu untuk mengamati dan bereaksi terhadap sesuatu hal, kecenderungan untuk menerima atau tidak menerima (menolak) stimulus yang dihadapkan pada individu yang bersangkutan. Dan sikap merupakan keadaan dalam diri manusia yang mengarah untuk bertindak sesuatu, menyertai manusia dengan perasaan tertentu dalam menghadapi suatu objek dan sikap ini terbentuk atas dasar suatu pengalaman 7
13 yang dijalani dalam kehidupannya. Mengacu pada hipotesis penelitian, santri berdasar pada kecerdasan ruhaniah yang dimilikinya bersikap menerima adanya stigma terorisme yang diberikan masyarakat umum pada pondok pesantren Ngruki. Maksud dari menerima dalam penelitian ini adalah dengan tingginya kecerdasan ruhaniah yang dimiliki oleh santri, mereka percaya adanya stigma terorisme yang diberikan masyarakat pada santri pondok pesantren Ngruki. Semakin tingginya kecerdasan ruhaniah santri mereka semakin percaya adanya stigma terorisme yang dilabelkan masyarakat terhadap santri pondok pesantren Ngruki. Penstigmaan tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat atas dunia pesantren, khususnya terhadap santri pondok pesantren Ngruki, namun dengan tingginya kecerdasan ruhaniah santri, mereka mampu meningkatkan kualitas sabar yang dimiliki dan membuka hati, pikiran dan diri mereka untuk menerima kritik dan saran sehingga mampu membuka cakrawala pengetahuan yang lebih luas. Sumbangan efektif kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme sebesar 93,8%. Hal ini berarti masih terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi kecerdasan ruhaniah di luar variabel sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki sebesar 6,2%. Adapun variabel tersebut diantaranya: sikap fanatisme, pemahaman terhadap Islam dan ajarannya, dan sikap keterbukaan individu. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan: Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hubungan antara kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki diperoleh beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut: 1. Ada hubungan yang positif dan signifikan sebesar 0,968 antara kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme, hal ini berarti masih terdapat beberapa variabel lain yang mempengaruhi kecerdasan ruhaniah selain variabel sikap terhadap stigma terorisme. 2. Tingkat kecerdasan ruhaniah santri pondok pesantren Ngruki termasuk dalam kategori tinggi dibuktikan oleh tingginya rerata empirik yaitu sebesar 119,348 dan rerata hipotetiknya sebesar 102,5. 3. Tingkat sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki termasuk dalam kategori tinggi, dibuktikan oleh tingginya rerata empirik yaitu sebesar 109,437 dan rerata hipotetiknya sebesar 87,5. 4. Sumbangan efektif kecerdasan ruhaniah dengan sikap terhadap stigma terorisme sebesar 93,8%. Hal ini bararti masih terdapat variabel lain yang mempengaruhi kecerdasan ruhaniah di luar variabel sikap terhadap stigma terorisme pada santri pondok pesantren Ngruki sebesar 6,2%. Adapun variabel tersebut diantaranya: sikap fanatisme, tingkat pendidikan, pemahaman terhadap islam dan ajarannya, dan sikap keterbukaan individu. 8
14 Saran : 1. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya mengembangkan pemahaman teoritis khususnya di bidang psikologi sosial dan psikologi agama, dan diharapkan agar dapat menambahkan beberapa variabel lain seperti tingkat pendidikan, sikap fanatisme, pemahaman terhadap islam dan ajarannya, dan sikap keterbukaan individu. 2. Bagi Pembina Pondok pesantren, pondok sebagai tempat mencari ilmu, baik ilmu sosial/duniawi maupun ilmu keagamaan yang sangat berperan dalam membentuk pribadi santri hendaknya lebih memantau santri dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dilingkungan pondok pesantren ataupun luar pondok, sehingga akan menghasilkan santri-santri yang berkualitas baik dalam ilmu umum maupun ilmu agama. 3. Tingkat kecerdasan ruhaniah para santri termasuk dalam kategori tinggi hendaknya lebih dapat ditingkatkan sehingga tidak menyimpang dari aqidah yang diridhoi Allah, yang kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan sosial dengan masyarakat sekitar pondok maupun dengan masyarakat luas pada umumnya. Dan sikap terhadap stigma terorisme santri juga perlu didukung dengan pengetahuan-pengetahuan yang lebih luas. 9
15 DAFTAR PUSTAKA Adjie Terorisme. Jakarta: Sinar Harapan. Anonim Profile Pesantren Islam Ngruki. Diakses 11 Februari 2009 Amin, S Majelis Mujahidin Anggap Pengawasan Pesantren Bentuk Represi Pemerintah. om. Diakses 11 Februari 2009 As ad, M Psikologi Industri. Yogjakarta: Rineka Cipta. Azwar, S Reliabilitas dan Validitas. Yogjakarta: Pustaka Pelajar Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Burns, R.B Konsep Diri Teori Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku (terjemahan Eddy). Jakarta: Arcan. Chanifah, I Kinerja Ustad Pondok Pesantren Islam Al- Mukmin Ngruki, Grogol, Sukoharjo. Thesis (tidak diterbitkan). Universitas Muhammadiyah Surakarta. Chaplin, J.P Kamus Psikologi (terjemahan Kartono K). Jakarta: Mandar Maju. Cropps, R.W Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan. Yogjakarta. Daradjat, Z kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung Agung Dhofier, Z Tradisi Pondok Pesantren. Jakarta: LP3ES Gerungan, W.A Psikologi Sosial. Bandung: Revika Aditama. Hadi, S Metodologi Reasearch jilid 1. Yogjakarta: Andi Offset. Hakim, L Terorisme di Indonesia. Surakarta: FSIS Hamdani Prophetic intellegence kecerdasan kenabian menumbuhkan potensi hakiki insani melalui penegembangan kesehatan ruhani. Yogjakarta: ISLAMIKA. Hazbullah Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Lukman.1990 Terorisme dan Pesantren Betulkah? om. Diakses 7 April 2009 Madjid, N Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina. Mappiare, A Psikologi Remaja. Surabaya; usaha Nasional. Mubarok Definisi terorisme. Diakses 11 Februari 2009 Muhammad, F Membendung Stigmatisasi Pesantren. 10
16 Diakses 11 februari Muhlis, A Kesadaran Citra Islam. Diakses 11 Februari 2009 Rahardjo Pergulatan Dunia Pesantren: membangun Dari Bawah. Jakarta: P3M Rakhmat, J Psikologi Agama. PT. Raja Grafindo Persada. Rasyid, T.H Menyikapi Isu Terorisme. Diakses 11 Februari 2009 Santrock, J.W Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Sarwono, S.W Psikologi Remaja. Jakarta: raja Grafindo. Sears Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Sinetar. M Spiritual intellegence. Jakarta: PT. elek Media Komputindo Gramedia. Soeryopratondo, S Kapita Selekta Pondok Pesantren. Jakarta: PT: Paryu Baerkah. Sudarto Manajemen Krisis Dalam Penanggulangan Terorisme. s. Diakses 7 April 2009 Suryabrata, S Psikologi Kepribadian. Jakarta: CV. Rajawali Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo. Suyadi, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga Taskhiri, A Definisi Terorisme. diakses 7April Tasmara, T. 2001, kecerdasan Ruhaniah (Transendental Intellegence)membentuk Kepribadian. Ulwan, A.N Tarbiyah Ruhiyah: Petunjuk Praktis mencapai Derajat Taqwa. Jakarta: Robbani Press Walgito, B Psikologi Umum.Jakarta: CV. Andi Offset Zahid, Hubungan Antara Kecerdasan Ruhaniah Dengan Etos Kerja Islami. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Zakki, M Stigmatisasi Kita Pada Pesantren. Diakses 7 April Zohar&Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan. 11
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umat islam di Indonesia. Kepercayaan, sikap-sikap dan nilai-nilai masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat santri merupakan salah satu kelompok yang sangat penting dalam umat islam di Indonesia. Kepercayaan, sikap-sikap dan nilai-nilai masyarakat pesantren,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya manusia yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan aturan atau ketertiban yang dibuat oleh suatu negara, organisasi, pendidikan, kelompok atau individu
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN RUHANI DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL PADA SANTRI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh :
Lebih terperinciPERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ANTARA JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DAN BUKAN JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DI SURAKARTA SKRIPSI
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ANTARA JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DAN BUKAN JAMA AH HALAQOH SHALAT KHUSYUK DI SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA LANSIA MUSLIM NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, 2005), hlm Jalaluddin, Psikologi Agama, edisi revisi 2005, (Jakarta: Raja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana dipahami bahwa usia remaja mempunyai fungsi-fungsi jiwa yang saling terpengaruh secara organik. Oleh karena itu dalam masa perkembangannya membutuhkan bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas, dan tidak mau mendayagunakan seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu bangsa. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitan Pendidikan merupakan bahasan penting dalam setiap insan. Keberadaannya dianggap suatu hal yang mendasar dan pokok dalam setiap kehidupan manusia. Kerap kali pendidikan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data, yang dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan dengan menggunakan prosedur yang reliabilitas
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PERILAKU KEAGAMAAN SISWA KELAS XI DI SMA N 3 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2011/2012
HUBUNGAN PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PERILAKU KEAGAMAAN SISWA KELAS XI DI SMA N 3 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2011/2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas dan Syarat-Syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya tawuran pelajar, pengedaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, seks bebas, pergaulan bebas, kurangnya rasa hormat anak kepada orang tua dan guru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, yang mana dalam agama Islam
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS)
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS) Naskah Publikasi Oleh : RAHMAD SETYAWAN F 100 070 035 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan dan menyelaraskan pembangunan dan kemajuan, maka nilai akhlak harus tetap dilestarikan dan ditanamkan
Lebih terperinciPENCAPAIAN STATUS IDENTITAS DIRI PADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN SKRIPSI
PENCAPAIAN STATUS IDENTITAS DIRI PADA REMAJA DI PONDOK PESANTREN SKRIPSI Diajukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang Disusun oleh : ARIFA RETNOWUNI 01810138
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kegiatan alam yang lainnya. Namun menurut Giri (2009), mengungkapkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pecinta alam memang sebuah ajang penyaluran hobi dan pengisi waktu luang bagi sejumlah orang yang memiliki kecintaan pada kegiatan yang bertempat di alam bebas seperti
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIK DENGAN KINERJA KARYAWAN
HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIK DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI Oleh: ZULFIKA DWI UTAMI F 100 070 048 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 1 2 HUBUNGAN ANTARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ranah kognitif merupakan ranah psikologis siswa yang terpenting. Dalam perspektif psikologi, ranah kognitif yang berkedudukan pada otak ini adalah sumber sekaligus pengendali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan selain karena manusia tercipta sebagai makhluk
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. 1. Aktivitas keagamaan di pondok sosial Babat Jerawat mengalami
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Aktivitas keagamaan di pondok sosial Babat Jerawat mengalami perkembangan. Mulanya jama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan terhadap seorang anak. Pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal seperti
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI
NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Zakiah Daradjat menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pribadi yang memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi. Dengan percaya diri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman ini semua orang dituntut untuk menjadi pribadi yang mempunyai kapasitas lebih dalam berbagai hal. Semua orang juga dituntut untuk menjadi pribadi yang
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Rasulullah di Masa kini, Jogjakarta: IRCiSoD. 2006
DAFTAR PUSTAKA Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Abdul Wahid Hasan, SQ NABI Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan seorang individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga variatif seiring
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam kehidupan manusia, mempunyai peranan yang sangat penting. Ia dapat membentuk kepribadian seseorang. Ia diakui sebagai kekuatan yang dapat menentukan
Lebih terperinciKECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK. Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo. Abstrak.
KECERDASAN SPIRITUAL DAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMK Nur Indah Rachmawati, Anggun Resdasari Prasetyo Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto SH Tembalang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa remaja hanya satu kali dalam kehidupan, jika seorang remaja merasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling menentukan masa depan karena masa remaja hanya satu kali dalam kehidupan, jika seorang remaja merasa pentingnya masa-masa ini maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan
Lebih terperinciTEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin
A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menelan banyak korban sipil tersebut. Media massa dan negara barat cenderung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme menjadi tema utama dalam wacana global selain demokrasi dan perekonomian dunia. Sehingga menimbulkan berbagai pernyataan variatif dari berbagai elemen
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT
BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT Pada bab ini, peneliti akan menganalisis kegiatan bimbingan agama Islam anak karyawan PT. Pismatex di desa Sapugarut
Lebih terperinciPROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PENGARUH BIMBINGAN KONSELING DAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI PADA SMA NEGERI I JATISRONO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2011/2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup
Lebih terperinciBAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA
BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA Adanya sebuah lembaga pendidikan agama Islam, apalagi pondok pesantren dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di pondok pesantren berbeda dengan kehidupan anak pada umumnya. Di pondok pesantren, santri atau peserta didik dituntut untuk dapat beradaptasi dengan
Lebih terperinciPOLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG
POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG A. Latar Belakang Masalah Pada setiap kajian tentang Islam tradisional di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana dipahami bahwa para remaja berkembang secara integral, dalam arti fungsi-fungsi jiwanya saling mempengaruhi secara organik. Karenanya sepanjang perkembangannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mendirikan shalat merupakan suatu ibadah yang wajib dilakukan bagi seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada manusia tersebut,
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mempunyai pedoman ajaran yag sempurna dan rahmat bagi seluruh alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al- Qur an merupakan kitab
Lebih terperinciTabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN
14 Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman..... 98 Tabel 14 : Pengaruh intensitas santri dalam kegiatan pendidikan pesantren dengan religiusitas santri... 101 BAB I PENDAHULUAN Bab
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. yang diperoleh dari hasil wawancara (interview), observasi dan data
BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN Setelah penelitian mengumpulkan data dari hasil penelitian, yang diperoleh dari hasil wawancara (interview), observasi dan data dokumentasi maka selanjutnya peneliti akan melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Perasaan tenang dan tentram merupakan keinginan yang ada dalam diri setiap orang. Dalam menjalani kehidupan ini seseorang seringkali merasakan kebahagian dan kesedihan.
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu.
56 DAFTAR PUSTAKA Ali, M & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Ahmadi, A. (1999). Psikologi Sosial. Surabaya: Bina Ilmu. Arikunto, S. (2006). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlarang serta tingginya budaya kekerasan merupakan contoh permasalahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Degradasi nilai di kalangan generasi muda sangat menghawatirkan. Pergaulan bebas di kalangan remaja, penyalahgunaan narkotika atau obat-obat terlarang serta
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan yang ada di
Lebih terperinciPERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH. Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
Jurnal Psikologi September 2014, Vol. II, No. 2, hal 80-88 PERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang keberadaannya sangat penting dalam sejarah perkembangan agama Islam dan juga perkembangan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu menjadi bagian dari lingkungan tertentu. Individu akan dihadapkan pada perubahan dan tuntutan tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang yang ada disekitarnya. Setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial kita selalu berhubungan dengan orang lain Widyastuti (2014). Makhluk sosial saling membutuhkan satu dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh massa sebagai kejahatan kekerasan, sewaktu-waktu berubah sejalan dengan keadaan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat
Lebih terperincikognitif (intelektual), dan masyarakat sebagai psikomotorik.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan agama seharusnya memang sejak dini sudah mulai diberikan kepada anak karena perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya.
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA SANTRI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin
Lebih terperinciSIKAP REMAJA TERHADAP HUBUNGAN SEKS PRA NIKAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN. Skripsi
SIKAP REMAJA TERHADAP HUBUNGAN SEKS PRA NIKAH DITINJAU DARI JENIS PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Novi Indriastuti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. segenap kegiatan pendidikan (Umar Tirtarahardja, 2005: 37).
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan, sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,
Lebih terperinciKEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA
KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan kemajuan peradaban. Kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari lembaga-lembaga pendidikannya
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA
HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN KEPUASAN KERJA PADA GURU HONORER NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DENGAN KEPUASAN KERJA PADA GURU HONORER NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)Psikologi Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki arti penting dalam kehidupan seluruh umat manusia. Betapa pentingnya pendidikan sehingga siapapun tidak dapat lepas dari proses pendidikan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pondok pesantren adalah suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukanoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik oleh individu maupun masyarakat secara luas. teknologi telah melahirkan manusia-manusia yang kurang beradab.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b)
156 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini diuraikan tentang: a) Pengaruh Kedisiplinan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b) Pengaruh Perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. baik di dunia maupun di Akhirat. Islam mendorong umatnya untuk berilmu dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan menusia, dengan iman dan pendidikan manusia akan mencapai kehidupan yang bahagia
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH
PENYESUAIAN DIRI DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh: HESTI WININGTYAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek kehidupan, yaitu pandangan
Lebih terperinciALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai. Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
ALTRUISME DENGAN KEBAHAGIAAN PADA PETUGAS PMI NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : IKA IRYANA F.100110078 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional pada pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang
Lebih terperinci2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lingkup pendidikan agama pada lembaga pendidikan meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah, Pendidikan Guru Agama,
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmaniahnya, pikiran-pikirannya,
BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pendidikan yaitu mengajarkan segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmaniahnya, pikiran-pikirannya, maupun terhadap ketajaman
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH
HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh: ARRIJAL RIAN WICAKSONO F 100 090 117 Kepada : FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengikuti kegiatan di sekolah, peduli terhadap orang lain, berkenan membantu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku siswa SMK saat ini sangatlah kompleks. Perilaku tersebut baik berupa perilaku positif maupun perilaku negatif. Perilaku siswa positif misalnya adalah usaha
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA SANTRIWATI
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA SANTRIWATI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi dan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Gerakan modernisasi yang meliputi segenap aspek kehidupan manusia menimbulkan terjadinya pergeseran pada pola interaksi antar manusia dan berubahnya nilai-nilai
Lebih terperinciIMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO
IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO NASKAH ARTIKEL PUBLIKASI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi
LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas
Lebih terperinci