PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PROSES PENGERINGAN MEKANIS METODE DRYERATION DENGAN MENGGUNKAN SILO BERAERATOR
|
|
- Sucianty Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PROSES PENGERINGAN MEKANIS METODE DRYERATION DENGAN MENGGUNKAN SILO BERAERATOR Nursigit Bintoro, Sunarto Gunadi, Joko Nugroho, Hanim Zuhrotul Amanah Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada nursigitb@yahoo.com ABSTRAK Pengeringan biji-bijian secara mekanis masih belum banyak dipraktekkan dimasyarakat karena berbagai macam alasan seperti harga alat yang mahal, biaya operasional tinggi, kapasitas yang tidak sesuai, dan lain-lain. Pada penelitian ini telah dilakukan perancangan peralatan pengering mekanis yang berbasis silo sebagai salah satu upaya untuk mencari pemecahan permasalahan-permasalahan dalam pengeringan mekanis. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perpindahan panas dan massa, serta kinerja alat pada proses pengeringan biji-bijian dengan menggunakan peralatan yang telah dirancang tersebut serta untuk menjajagi kemungkinan penerapan metode dryeration untuk pengeringan bijian secara mekanis. Pada penelitian init telah dirancang peralatan pengering mekanis berbentuk silo dengan diameter 175 cm, tinggi silinder 195 cm, kemiringan hopper 60 o dari bahan pelat besi. Peralatan dilengkapi dengan pneumatic conveyor, centrifugal blower, serta burner dengan bahan bakar pengering berupa gas LPG. Sebagai bahan penelitian adalah biji jagung dan gabah kering panen dengan kadar air awal rata-rata berkisar 28,96 % (w.b) untuk jagung dan 29,30 % (wb) untuk gabah. Proses pengeringan dilakukan dengan variasi temperature udara pengering serta metode pengeringan secara konvensional dan dryeration. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pengeringan biji jagung, nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) berkisar antara 0,446 0,572 W/m 2o C untuk rentang suhu udara pengering antara o C, jauh lebih tinggi dari pada penjemuran yang hanya 0,026 W/m 2o C. Sedangkan pada proses tempering nilainya berkisar antara 0,120-0,571 W/m 2o C. Nilai konstanta laju pengeringan (k M ) berkisarantara 0,145-0,265 1/jam yang juga lebih tinggi dari pada penjemuran 0,122 1/jam, sedangkan pada proses tempering berkisar antara 0,096-0,164 1/jam. Pada pengujian dengan gabah diperoleh bahwa konsumsi bahan bakar solar serta gas LPG untuk pengeringan mekanis secara konvensional adalah 17 lt dan 25,5 kg, sedangkan dengan menerapkan metode dryeration hanya 13 lt dan 9 kg untuk gabah seberat 2 ton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Heat Utility Factor(HUF) berkisar antara 0,80-0,93 dan Effective Heat Efficiency (EHE) antara 0,90-0,98. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa silo yang dilengkapi dengan aerator dapat digunakan sebagai peralatan pengering mekanis dengan kinerja yang cukup bagus. Penerapan metode pengeringan mekanis secara dryeration dapat meningkatkan kapasitas peralatan pengering dan menurunkan konsumsi bahan bakar yang cukup besar. Kata kunci: pengeringan, silo, biji-bijian, dryeration, tempering PENDAHULUAN Di Indonesia, penanganan pascapanen khususnya pada proses pengeringan biji-bijian masih dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari yang telah diketahui mempunyai banyak kekurangan. Untuk meningkatkan kualitas serta kapasitas pengeringan, pemerintah telah berupaya untuk memberikan bantuan peralatan pengering mekanis ke berbagai instansi 597
2 maupun kelompok masyarakat yang membutuhkan. Namun demikian, hampir seluruh peralatan pengering mekanis bantuan pemerintah tersebut tidak ada yang dioperasikan dengan beberapa alasan seperti biaya operasional yang mahal, harga bahan bakar yang mahal, kapasitas yang terlalu besar, dan lain-lain. Tingginya biaya operasional pengeringan kemungkinan besar disebabkan karena metode pengeringan yang dipilih tidak sesuai, dimana pada umumnya biji-bijian dikeringkan didalam alat pengering dari kadar air tinggi (hasil panen) secara terus-menerus sampai mencapai kadar air akhir yang diinginkan. Sebagai akibatnya, konsumsi bahan bakar untuk proses pengeringan manjadi sangat tinggi, karena pada saat proses pengeringan mulai memasuki periode laju menurun (falling rate period) maka kandungan air dari biji-bijian akan semakin sulit diuapkan, sehingga membutuhkan konsumsi bahan bakar yang besar. Noyes dan McKenzie (1998) menyatakan bahwa pada proses pengeringan biji-bijian, penghilangan 2-3 point dari kadar air akhir bijian, memerlukan energi paling besar. Dengan dryeration kadar air akhir ini tidak perlu dihilangkan oleh mesin pengering, sehingga akan meningkatkan kapasitas mesin pengering tersebut secara signifikan. Adapun prosedur operasional metode pengeringan dryeration ini secara lebih spesifik adalah sebagai berikut, pengeringan dengan suhu tinggi dihentikan dan bijian dalam kondisi panas dipindahkan ketika kadar airnya kurang-lebih 2 3% diatas kadar air akhir yang dikehendaki. Bijian panas ini dibiarkan untuk proses tempering selama 6 12 jam pada penampung yang terpisah sebelum didinginkan selama beberapa jam dengan laju aliran udara kurang-lebih 0,5 1,0 m 3 /menit/ton. Setelah proses pendinginan selesai, bijian dipindahkan ke bangunan penyimpanan akhir (Maier, 2003). Kebutuhan biaya energi untuk pengeringan jagung kurang lebih 60% dari total biaya energi untuk produksi bijibijian (Brooker et al., 1992). Suatu gambaran yang menunjukkan akan tingginya biaya dalam proses pengeringan biji-bijian. Hal ini berarti, bahwa perubahan biaya pengeringan akan sangat signifikan sekali dalam merubah total biaya produksi biji-bijian. Oleh karena itu, pemilihan jenis bahan bakar yang murah, akan dapat menurunkan biaya proses pengeringan secara keseluruhan. Bahan bakar yang digunakan pada peralatan pengering bantuan pemerintah umumnya adalah minyak tanah yang beberapa tahun belakangan ini harganya sangat mahal. Menurut Gely dan Giner (2004), karena pengeringan merupakan proses dengan kebutuhan energi yang intensif, penggunaan metode untuk mengurangi konsumsi energi sangat penting secara ekonomis dan menguntungkan lingkungan. Lebih jauh dikemukakan bahwa disamping kemungkinannya dalam meningkatkan kapasitas pengeringan dan kemampuan mempertahankan kualitas bijian yang lebih baik, dryeration dapat menjadi alternatif cara pengeringan yang menjanjikan. Namun demikian, karena metode ini memerlukan investasi yang lebih tinggi untuk peralatannya, perlu penanganan yang lebih terorganisasi, perlu penanganan yang tepat waktu, maka diperlukan analisis teknis dan ekonomis untuk mendapatkan pengetahuan akan apalikasinya dalam praktek. Oleh karena itu, untuk dapat mengaplikasikannya di Indonesia, diperlukan berbagai penelitian yang mengangkat topik tentang pengeringan dryeration, agar diperoleh sistem pengeringan yang berkapasitas tinggi, efisien, murah, dengan kualitas hasil bijian yang baik sesuai dengan kondisi sistem pertanian di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perpindahan panas dan massa, serta kinerja alat pada proses pengeringan biji-bijian dengan menggunakan peralatan pengering mekanis yang dirancang berbasis silo dengan bahan bakar gas LPG, serta untuk menjajagi kemungkinan penerapan metode dryeration untuk pengeringan bijian secara mekanis guna menurunkan biaya operasional proses pengeringan. 598
3 METODE PENELITIAN Bahan dan alat Bahan bijian yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung dan gabah kering panen masing-masing 8,5 ton dan 4 ton dengan kadar air awal rata-rata berkisar % (wb) untuk jagung dan % (wb) untuk gabah. Sedangkan peralatan utama yang digunakan adalah pengering mekanis yang dirancang dengan basis berbentuk silo dengan diameter 175 cm, tinggi silinder 195 cm, kemiringan hopper 60 o dari bahan pelat besi yang mampu menampung biji jagung sebanyak 3 ton. Didalam silo dipasang suatu aerator yang berfungsi sebagai ruang plenum dengan bentuk anular dibagian tepi silo dengan beberapa jari-jari yang menghubungkan ruang anular tersebut dengan silinder aerator dibagian pusat silo. Udara pengering masuk lewat suatu saluran menuju aerator dipusat silo kemudian akan terdistribusi lewat ruangan aerator kedalam massa bijian. Peralatan pengering dilengkapi dengan pneumatic conveyor dan centrifugal blower yang digerakkan dengan tenaga listrik dari suatu genset yang diputar oleh mesin diesel. Sedangkan sebagai pemanas dipasang burner pada bagian tungku dengan bahan bakar gas LPG. Peralatan pendukung penelitian lainnya adalah grain moisture tester, thermohygrometer, thermometer digital, termokopel, hot wire anemometer, manometer, timbangan digital, oven, dan sample spear. Pelaksanaan penelitian Sebagai tahap awal dari pengujian peralatan pengering ini, suhu pengeringan yang dicoba adalah 70 o C, 85 o C, dan 100 o C untuk jagung, sedangkan untuk gabah 50 o C dan 70 o C. Pada pengeringan jagung dilakukan dengan menerapkan metode dryeration, demikian juga dengan penjemuran sebagai kontrol. Pada pengeringan gabah dilakukan dengan menerapkan pengeringan mekanis secara konvensional (terus-menerus) dan metode dryeration. Pada proses pengeringan dryeration proses pengeringan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pemanasan dalam peralatan pengering, tahap tempering, dan pendinginan dengan aerasi. Tahap pemanasan dihentikan ketika rata-rata kadar air bijian telah turun mencapai kisaran 17% (wb), kemudian bijian menjalani proses tempering sampai kadar air akhir mencapai nilai kurang lebih 14% (wb) dan selanjutnya didinginkan dengan hembusan udara. Selama proses pemanasan dilakukan sirkulasi bijian dengan pneumatic conveyor rata-rata sebanyak lima kali untuk membalik posisi bijian dari bawah keatas dan sebaliknya. Tempering dilakukan dengan tiga macam cara yaitu didalam silo, didalam karung dengan ruang plenum (aerator), dan dalam bentuk timbunan dengan aerator. Berbagai data seperti temperatur, kelembaban, tekanan statik, kecepatan udara, dan kadar air dimonitor dicatat secara periodik. Demikian pula dilakukan pengukuran terhadap konsumsi bahan bakar gas LPG dan solar yang dibutuhkan selama proses pengeringan. HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu bijian terus dimonitor sepanjang penelitian, Gambar 1 merupakan contoh profil perubahan suhu biji jagung selama proses pemanasan dan tempering. Temperatur biji jagung meningkat seiring dengan waktu pemanasan, kemudian mencapai nilai yang kurang lebih konstan. Adanya proses sirkulasi selama pemanasan mengakibatkan temperatur mengalami fluktuasi selama pemanasan tersebut. Sedangkan pada waktu tempering temperatut biji menurun seiring dengan waktu tempering, dan mengalami penurunan secara drastis pada ujung kurva karena adanya proses aerasi/pendinginan. Dengan menerapkan persamaan Newton law of cooling, berdasarkan nisbah suhu bijian dan waktu pengeringan diperoleh nilai kanstanta laju peningkatan suhu bijian seperti pada tabel berikut ini. 599
4 Gambar 1. Contoh kurva profil perubahan suhu biji jagung selama proses pemanasan dan tempering (karung beraerator) dengan suhu pengeringan 100 o C Tabel 1. Nilai konstanta laju peningkatan suhu biji jagung (k T ) selama proses pemanasan dan tempering Suhu ( o C) Pemanasan (1/jam) Tempering (1/jam) Silo Karung Timbunan 70 0,074 0,169 0,168 0, ,255 0,183 0,175 0, ,393 0,154 0,150 0,176 Jemur 0,018 Tampak bahwa pada saat pemanasan, nilai konstanta laju peningkatan suhu bijian (k T ) secara umum lebih tinggi saat pemanasan dibandingkan saat tempering. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikkan temperatur biji lebih cepat dari pada penurunannya, sebagai akibat dari adanya aliran udara panas pada saat pemanasan. Pada suhu pengeringan 100 o C, nilai k T ini mencapai lebih dari 20 kali lipat dari pada penjemuran, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu biji pada proses pengeringan mekanis ini sangat jauh lebih cepat dari pada penjemuran. Pada waktu tempering nilai k T hampir sama untuk ketiga suhu pengering maupun ketiga macam cara tempering. Kondisi ini mungkin disebabkan karena pada saat tempering perbedaan temperatur antara biji jagung dengan udara pada massa jagung tersebut rendah, sehingga transfer panas berjalan lambat karena tidak adanya aliran udara. Hal ini juga berarti, bahwa untuk tempering dapat dilakukan dengan karung atau timbunan dengan kecepatan yang kurang lebih sama, sehingga dapat mengeliminir kebutuhan silo tempering yang berarti mengurangi kebutuhan investasi peralatan dryeration. Gambar 2 menunjukkan salah satu contoh profil penurunan kadar air biji jagung selama proses pemanasan dan tempering. 600
5 Gambar 2. Contoh kurva profil perubahan kadar air biji jagung selama proses pemanasan dan tempering (dalam silo) dengan suhu pengeringan 100 o C Dengan analogi yang sama dengan perhitungan k T, dapat dihitung nilai konstanta laju pengeringan (k M ) seperti pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Nilai konstanta laju penurunan kadar air biji jagung (k M ) selama proses pemanasan dan tempering Suhu ( o C) Pemanasan (1/jam) Tempering (1/jam) Silo Karung Timbunan 70 0,242 0,164 0,156 0, ,145 0,096 0,110 0, ,265 0,146 0,158 0,162 Jemur 0,122 Seperti juga nilai k T, nilai k M pengering mekanis juga lebih tinggi dari pada penjemuran yang secara umum hampir dua kali lipat (kecuali pada suhu 85 o C), menunjukkan bahwa penurunan kadar air dengan pengeringan mekanis jauh lebih cepat dari pada penjemuran. Pada proses pemanas dengan suhu 85 o C nilai k M yang dihasilkan agak rendah, kemungkinan besar hal ini disebabkan karena kadar air awal jagung yang digunakan rendah yaitu 23% (wb), lebih kecil dari pada kadar air pada suhu 70 o C dan 100 o C yang masing-masing 34,67% (wb) dan 28,80 % (wb). Secara umum, nilai k M pada proses tempering relatif rendah, bahkan nilainya dibawah k M pada cara penjemuran, hal ini menunjukkan bahwa pelepasan air dari bijian pada tahap tempering berlangsung sangat lambat sehingga kerusakkan cracking pada bijian dapat diminimalisir. Ezeike dan Otten (dalam Maier, 2003) menyatakan bahwa tempering dari bijian jagung adalah merupakan cara yang paling praktis dalam mempertahankan kualitas biji-bijian sambil memenuhi kapasitas pengeringan yang tinggi. Lebih jauh mereka menetapkan bahwa proses tempering paling baik terjadi pada kondisi udara diam. Dengan analisis lump capacytance method dapat dihitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) selama proses pengeringan seperti pada tabel 3. Nilai h pada proses pemanasan adalah koefisien konveksi untuk perpindahan panas dari udara pemanas ke biji jagung, sedangkan pada tempering adalah sebaliknya dari biji jagung ke udara sekeliling. Pada proses pemanasan, nilai h rata-rata berkisar 20 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan penjemuran, sedangkan pada tempering 8,4 12,1 lipat dari pada penjemuran. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses perpindahan panas baik masuk (pemanasan) maupun keluar (tempering) dari biji jagung jauh lebih cepat dibandingkan dengan penjemuran. Early (1983), memberikan daftar nilai h, dimana untuk udara diam adalah 6 W/m 2o C dan udara 601
6 bergerak dengan kecepatan 3 m/dt (10,8 km/jam) sebesar 30 W/m 2o C. Namun demikian, untuk pengeringan biji-bijian dalam bentuk timbunan karena dalam massa bijian yang dikeringkan kondisinya padat, sehingga kontak antara udara dengan bijian sangat terbatas, hal ini kemungkinan sebagai penyebab rendahnya nilai h pada proses pengeringan alamiah maupun mekanis pada umumnya. Meskipun lebih tinggi dari pada penjemuran, nilai h pada proses tempering hanya berkisar 54% dari nilai h pada pemanasan. Seperti juga nilai k M, rendahnya nilai h pada saat tempering ini akan menguntungkan proses pengeringan, karena akan mencegah terjadinya kerusakan pada bijian sehingga dapat menjaga kualitas bijian yang dikeringkan. Menurut Proctor (1994), dryeration yang mulanya dikembangkan untuk bijian jagung, merupakan kombinasi antara pengeringan dengan udara panas dan aerasi pendinginan. Pada metode ini proses tempering diterapkan yaitu diantara periode pengeringan suhu tinggi dengan periode pendinginan. Lebih jauh dikemukakan, bahwa kerusakkan bijian dapat dikurangi dan efisiensi pengeringan dapat ditingkatkan dengan penggunaan panas tersisa yang ada didalam butir bijian untuk penguapan air selama proses pendinginan. Sehingga temperatur yang tinggi dapat digunakan pada proses pengeringan karena bijian tidak dikeringkan sampai dengan kadar air yang sedemikian rendah. Dari tabel tersebut dapat juga dilihat, bahwa ketiga cara tempering mempunyai nilai h yang hampir sama, atau dengan kata lain kecepatan penurunan panas dari ketiga cara tersebut kurang lebih sama, sehingga ketiga cara tersebut dapat digunakan pada proses tempering dengan lama waktu pendinginan yang kurang lebih sama pula. Tabel 3. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) selama proses pemanasan dan tempering Suhu ( o C) Pemanasan (W/m 2o C) Tempering (W/m 2o C) Silo Karung Timbunan 70 0,572 0,298 0,219 0, ,446 0,433 0,130 0, ,558 0,214 0,309 0,249 Rata-rata Jemur 0,026 Gambar 3 menunjukkan contoh kurva fitting penurunan kadar air biji jagung antara persamaan prediksi dengan data pengamatan. Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa hasil prediksi menunjukkan nilai yang cukup dekat dengan hasil observasi (R 2 = 0,92), hal ini menandakan bahwa logika analogi Newton law of cooling untuk prediksi penurunan kadar air bijian selama proses pengeringan dapat digunakan. Pada proses pemanasan jagung, dengan menerapkan persamaan Arrhenius, maka nilai k M dapat dihubungkan dengan temperatur pengeringan (T), sehingga diperoleh persamaan prediksi yang dapat digunakan untuk memperkirakan penurunan kadar air biji jagung selama proses pemanasan. (1) 602
7 Gambar 3. Contoh kurva prediksi vs observasi penurunan kadar air biji jagung pada proses pemanasan dan tempering suhu pemanasan 100 o C Dari hasil analisis diperoleh faktor penggunaan panas (HUF, Heat Utilisation Factor) yang merupakan perbandingan antara panas yang termanfaatkan dengan panas yang dipasok, mencapai nilai yang cukup tinggi 0,80 0,93 untuk jagung dan 0,84 0,87 untuk gabah. Efisiensi panas efektif (EHE, Effective Heat Efficiency) mengacu pada panas sensible yang terkandung pada udara pengering sebagai panas efektif yang dapat dimanfaatkan untuk proses pengeringan. Parameter ini merupakan nilai banding antara selisih temperatur bola kering udara pengering dan udara keluar dibagi dengan selisih antara temperatur bola kering dan bola basah udara pengering, dan pada penelitian ini mencapai kisaran 0,90 0,98 untuk jagung dan 0,91 0,98 untuk gabah. Kondisi ini menunjukkan bahwa penggunaan panas selama proses pengeringan sangat baik atau kehilangan panas hanya kecil, menandakan bahwa peralatan pengering yang dirancang dapat bekerja dengan baik dalam mengkonservasi panas udara pengering. Pada pengeringan jagung yang dilakukan dengan metode dryeration, konsumsi bahan bakar solar untuk menggerakkan genset untuk memutar blower pengering dan blower conveyor berkisar antara 4,482 4,946 lt/ton. Sedangkan kebutuhan gas LPG untuk pemanasan udara pengering berkisar antara 8, kg/ton tergantung dari suhu pengeringan yang digunakan. Perbandingan antara pengeringan mekanis secara dryeration dan konvensional dapat dilihat dari pengeringan gabah yang dilakukan. Pengeringan gabah secara dryeration membutuhkan solar 6,5 lt/ton, sedangkan secara konvensional membutuhkan 8,5 lt/ton, menurun sebesar 23,529%. Sedangkan kebutuhan gas LPG sebesar 4,5 kg/ton untuk dryeration dan 12,75 kg/ton untuk konvensional, menurun sebesar 64,7%. Hasil ini menunjukkan, bahwa pengeringan secara dryeration dapat menghemat pemakian bahan bakar yang sangat besar, terutama untuk konsumsi gas LPG sebagai pemanas udara pengeringnya. Maier (2003), menyatakan bahwa dryeration mampu mengurangi konsumsi bahan bakar kurang lebih 15-30% dan meningkatkan kapasitas mesin pengering sampai 50% atau lebih. Selama bertahun-tahun banyak peneliti telah mengkonfirmasikan keuntungan dari dryeration dan in-bin cooling. Pada pengeringan gabah secara konvensional, kapasitas mesin pengeringan adalah 0,190 ton/jam sedangkan dengan metode dryeration 0,286 ton/jam, terjadi peningkatan kapasitas mesin pengering sebesar 50,5 %. Hasil study dari Montross dan Maier (2000), menunjukkan bahwa pengeringan dengan udara panas diikuti dengan dryeration atau pengeringan kombinasi, dapat menurunkan biaya pengeringan kurang-lebih 10% bila 603
8 dibandingkan dengan pengeringan secara kontinyu atau pengeringan dengan melibatkan proses pendinginan didalam mesin pengering itu. Keuntungan terbesar diperoleh pada peningkatan kapasitas pengeringan sebesar 72% dan 159% ketika dryeration dan pengeringan kombinasi diterapkan dibandingkan dengan pengeringan konvensional atau pengeringan dengan melibatkan proses pendinginan didalam mesin pengering. KESIMPULAN 1. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa silo yang dilengkapi dengan aerator dapat digunakan sebagai peralatan pengering mekanis dengan kinerja yang cukup bagus. 2. Penurunan kadar air selama proses pemanasan dapat diprediksi dengan persamaan yang dibentuk berdasarkan analogi Newton law of cooling maupun persamaan Arrhenius. 3. Nilai konstanta laju pemanasan, konstanta laju pengeringan, dan koefisien perpindahan panas konveksi pada proses pengeringan menunjukkan angka yang cukup tinggi dan jauh lebih besar dari pada penjemuran. 4. Penerapan metode pengeringan mekanis secara dryeration dapat meningkatkan kapasitas peralatan pengering lebih dari 50% dan menurunkan konsumsi bahan bakar solar lebih dari 23 % dan gas LPG lebih dari 64 %. DAFTAR PUSTAKA Brooker, D.B; Arkema, F.W.B, dan Hall, C.W Drying and storage of grain and oilseded. AVI Publishing Compani, New York. Early, R.L Unit Operation in Food Processing, Second edition. Pergamon Press, Oxford-New York-Toronto-Sydney_paris-Frankfurt. Gely, M.C dan Giner, S Dryeration process-simulation and comparative technical economical feasibility in case study : a country elevator located in the Argentine humid Pampa. Proceedings of the 14th International Drying Symposium (IDS 2004), Sao Paulo, Brazil, vol. A, pp Maier, D.E. (2003). Development and optimization of a high-capacity continuous-flow dryeration process. Proposal of The Anderson Research Grant Program Agricultural and Biological Engineering, Purdue University. Montross, M. D. and D. E. Maier Simulated performance of conventional high temperature drying, dryeration, and combination drying of shelled corn with automatic conditioning. Transaction of the ASAE 43(3): Noyes, R.T. and B. A. McKenzie Dryeration: Review of a high speed grain drying and grain quality enhancement process. Paper No St. Joseph, MI: ASAE. Proctor, D.L (edt) Grain storage techniques evaluation and trends in developing countries. FAO Agricultural Services Bulletin, Roma. 604
Pengembangan Metode dan Peralatan Pengering Mekanis untuk Biji-bijian dalam Karung
AMP-05 Pengembangan Metode dan Peralatan Pengering Mekanis untuk Biji-bijian dalam Karung Nursigit Bintoro*, Joko Nugroho dan Anastasia Dinda Maria Jurusan Teknik Pertanian dan Biosistem - Fakultas Teknologi
Lebih terperinciPerpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran
Perpindahan Massa Pada Pengeringan Gabah Dengan Metode Penjemuran Hanim Z. Amanah 1), Sri Rahayoe 1), Sukma Pribadi 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Jl. Flora No 2 Bulaksumur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan
Lebih terperinciANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR
ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR Budi Kristiawan 1, Wibowo 1, Rendy AR 1 Abstract : The aim of this research is to analyze of rice heat pump dryer model performance by determining
Lebih terperinciPENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB
No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak digunakan pada industri pangan dan proses pembudidayaannya yang relatif mudah. Hampir sebagian
Lebih terperinci1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)
Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 99-104 PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) 1 Ari Rahayuningtyas, 2 Seri Intan Kuala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi
Lebih terperinciPERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA *
ISBN 978-62-97387--4 PROSIDING Seminar Nasional Perteta 21 PERPINDAHAN MASSA PADA PENGERINGAN JAHE MENGGUNAKAN EFEK RUMAH KACA * Hanim Z. Amanah 1), Ana Andriani 2), Sri Rahayoe 1) 1) Staf Pengajar Jurusan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING
PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,
Lebih terperinciProceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012
1 2 3 4 Pengaruh Konveksi Paksa Terhadap Unjuk Kerja Ruang Pengering Pada Alat Pengering Kakao Tenaga Surya Pelat Bersirip Longitudinal Harmen 1* dan A. Muhilal 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN
Flywheel: Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. IV, No., April 208, hal. 34-38 FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN
Lebih terperinciPENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION
PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION IGNB. Catrawedarma Program Studi Teknik Mesin, Politeknik Negeri Banyuwangi Email: ngurahcatra@yahoo.com Jefri A Program Studi Teknik
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER
KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis
Lebih terperinciJENIS-JENIS PENGERINGAN
JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan
Lebih terperinciMEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan
MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar
Lebih terperinciAnalisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura
Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura HUMAIDILLAH KURNIADI WARDANA 1) Program Studi Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy Ari. Jl. Irian Jaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian
Lebih terperinciABSTRAK. penting dalam penentuan kualitas dari tepung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan matematis
PEMODELAN PADA PROSES PENGERINGAN MEKANIS TEPUNG KASAVA DENGAN MENGGUNAKAN PNEUMATIC DRYER: HUBUNGAN FINENESS MODULUS DENGAN VARIABEL PROSES PENGERINGAN Modelling on Mechanical Cassava Flour Drying Process
Lebih terperinciREKAYASA METODE AERASI PADA PENYIMPANAN JAGUNG SECARA CURAH DALAM SILO 1. Nursigit Bintoro 2
REKAYASA METODE AERASI PADA PENYIMPANAN JAGUNG SECARA CURAH DALAM SILO 1 Nursigit Bintoro 2 ABSTRAK Salah satu kelemahan teknologi pascapanen jagung adalah masalah penyimpanan. Umumnya jagung akan mengalami
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,
Lebih terperinciPENGERINGAN KERUPUK SINGKONG MENGGUNAKAN PENGERING TIPE RAK. Joko Nugroho W.K., Destiani Supeno, dan Nursigit Bintoro ABSTRACT
PENGERINGAN KERUPUK SINGKONG MENGGUNAKAN PENGERING TIPE RAK Joko Nugroho W.K., Destiani Supeno, dan Nursigit Bintoro ABSTRACT Cassava crackers are foods favored by many people in Indonesia. The manufacturing
Lebih terperinciPENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA
PENGERINGAN JAGUNG (Zea mays L.) MENGGUNAKAN ALAT PENGERING DENGAN KOMBINASI ENERGI TENAGA SURYA DAN BIOMASSA R. Dure 1), F. Wenur 2), H. Rawung 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian UNSRAT 2)
Lebih terperinciGambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian
Lebih terperinciDESAIN SISTEM PENGERING KERUPUK KEMPLANG DENGAN UAP SUPER PANAS BERBAHAN BAKAR BIOMASA
Buana Sains Vol.14 No.2: 29-36, 2015 DESAIN SISTEM PENGERING KERUPUK KEMPLANG DENGAN UAP SUPER PANAS BERBAHAN BAKAR BIOMASA Endo Argo Kuncoro Program Studi Teknik Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Lebih terperinciPENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER
LAPORAN TUGAS AKHIR PENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER (GRAIN DRYING WITH THE IMPLEMENTATION OF DCS IN THE ROTARY DRYER) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
Lebih terperinciMENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK
112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR
KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR Ahmad MH Winata (L2C605113) dan Rachmat Prasetiyo (L2C605167) Jurusan Teknik Kimia, Fak.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar
Lebih terperinciPENENTUAN LAJU PENGERINGAN GABAH PADA ROTARY DRYER
TUGAS AKHIR PENENTUAN LAJU PENGERINGAN GABAH PADA ROTARY DRYER (Determining the Rate of Drying Grain on the Rotary Dryer) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kertas adalah salah satu penemuan paling penting sepanjang masa. Kertas dikenal sebagai media utama untuk menulis, mencetak serta melukis dan banyak kegunaan lain yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masih banyak petani di Indonesia terutama petani padi masih menggunakan cara konvensional dalam memanfaatkan hasil paska panen. Hal ini dapat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat
III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi
Lebih terperinciPERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKATAN PINDAH PANAS. Jurusan Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2
PERANCANGAN BANGUNAN PENGERING KERUPUK MENGGUNAKAN PENDEKAAN PINDAH PANAS Okka Adiyanto 1*, Bandul Suratmo 2, dan Devi Yuni Susanti 2 1, Jurusan eknik Industri Universitas Ahmad Dahlan 2 Jurusan eknik
Lebih terperinciStudi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara
1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka
Lebih terperinciApriadi 1), Hanim Z. Amanah 1),Nursigit Bintoro 1),. 1) ABSTRAK. Keyword : corn cob, drying, green house, heat transfer, mass transfer PENDAHULUAN
Analisis Perpindahan Panas Dan Massa Proses Pengeringan Jagung Tongkol Pada Beberapa Metode Pengeringan Sederhana (Heat And Mass Transfer Analysis Of Corn Cobs Drying Process Using Some Simple Drying Methods)
Lebih terperinci5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab
PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dalam penelitian pengeringan kerupuk dengan menggunakan alat pengering tipe tray dengan media udara panas. Udara panas berasal dari air keluaran ketel uap yang sudah
Lebih terperinciJURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 (1-10)
RANCANG BANGUN DAN KAJI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA PENGERING SURYA TERINTEGRASI DENGAN TUNGKU BIOMASSA UNTUK MENGERINGKAN HASIL-HASIL PERTANIAN Muhammad Yahya Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Lebih terperinciTEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI
Jurnal Mekanikal, Vol. 7 No. 1: Januari 2016: 673-678 e-issn 2502-700X p-issn2086-3403 TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI Syahrul, Wahyu Fitra, I Made Suartika,
Lebih terperinciPENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER
TUGAS AKHIR PENENTUAN LAJU PENGERINGAN JAGUNG PADA ROTARY DRYER (Determining the Rate of Drying Corn on the Rotary Dryer) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi
Lebih terperinciPETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG
PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah
Lebih terperincibesarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split
BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih
Lebih terperinciPada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari
\ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.
Lebih terperinciANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)
ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban
TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan.
Lebih terperinciRancang Bangun Alat Pengering Pakan Ikan Dengan Sistem Pemanas Konveksi Paksa
POLITEKNOSAINS, Vol. XVII, No 1, Maret 2018 55 Rancang Bangun Alat Pengering Pakan Ikan Dengan Sistem Pemanas Konveksi Paksa Yusuf Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Negeri Ketapang
Lebih terperinciGambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta
Lebih terperinciPANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG
PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan
134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh
Lebih terperinciSCALE UP DAN UJI TEKNIS ALAT PENGERING TIPE FLUIDIZED BED Scale Up and Technical Test of Fluidized Bed Dryer
Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.5, No. 2, September 217 SCALE UP DAN UJI TEKNIS ALAT PENGERING TIPE FLUIDIZED BED Scale Up and Technical Test of Fluidized Bed Dryer Suryadi 1, Sukmawaty
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DATA
BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen salah satunya adalah Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah besar (Capsicum Annum L.) merupakan komoditas yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Buahnya dapat digolongkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...
Lebih terperinciPENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI
Teknologi dan Pangan ISBN : 979-498-467-1 PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Asep Nurhikmat & Yuniar Khasanah UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia -
Lebih terperinciPENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok
PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Kegiatan pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam usaha mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen
Lebih terperinciIII. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama
38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi
Lebih terperinciRANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA
KMT-3 RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA Ismail Thamrin, Anton Kharisandi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang-Prabumulih KM.32. Kec.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi Tulen yang berperan dalam proses pengeringan biji kopi untuk menghasilkan kopi bubuk TULEN. Biji
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. MEODOLOGI PENELIIAN A. EMPA DAN WAKU PENELIIAN Penelitian ini dilakukan di Lab. E, Lab. Egrotronika dan Lab. Surya Departemen eknik Mesin dan Biosistem IPB, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan
Lebih terperinciKAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN
ISSN 2302-0245 pp. 1-7 KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN Muhammad Zulfri 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 3 1) Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universyitas
Lebih terperinciPERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN
PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN 0 o, 30 o, 45 o, 60 o, 90 o I Wayan Sugita Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : wayan_su@yahoo.com ABSTRAK Pipa kalor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, dan rumah tangga. Saat ini di Indonesia pada umumnya masih menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran
Lebih terperinciPengeringan. Shinta Rosalia Dewi
Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi bidang otomotif berkembang sangat pesat mendorong
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi bidang otomotif berkembang sangat pesat mendorong manusia untuk selalu mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam dunia otomotif khususnya
Lebih terperinciBAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN
64 BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN a. Beban Pengeringan Dari hasil perhitungan rancangan alat pengering ikan dengan pengurangan kadar air dari 7% menjadi 1% dari 6 kg bahan berupa jahe dengan
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik AHMAD QURTHUBI ASHSHIDDIEQY
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH. (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for
LAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for Drying Peanuts) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Lebih terperinciPENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL
KEGIATAN IPTEK bagi MASYARAKAT TAHUN 2017 PENGERING PELLET IKAN DALAM PENGUATAN PANGAN NASIONAL Mohammad Nurhilal, S.T., M.T., M.Pd Usaha dalam mensukseskan ketahanan pangan nasional harus dibangun dari
Lebih terperinciTESTPERFORMANCE OF MINIATUR BOILER FOR DRYING KERUPUK WITH VARIOUS PRESSURE AND VARIOUS DIRECTION OF AIR CIRCUITS
TURBO Vol. 6 No. 2. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo TESTPERFORMANCE OF MINIATUR BOILER FOR DRYING KERUPUK
Lebih terperinciPemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi
Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan sumber energi utama di dunia (sekitar 80% dari penggunaan total lebih dari 400 EJ per tahun).
Lebih terperinciPENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR
PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin
Lebih terperinciStudi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca
JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) B-30 Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca Indriyati Fanani Putri, Ridho Hantoro,
Lebih terperinciLingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP
RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengeringan pakaian dengan menjemur secara langsung di luar ruangan dengan menggunakan panas sinar matahari dan tambahan bantuan angin sudah terjadi selama beratus-ratus
Lebih terperinciTOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!
TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SOAL-SOAL KONSEP: 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! Temperatur adalah ukuran gerakan molekuler. Panas/kalor adalah
Lebih terperinciPENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)
MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER) Disusun oleh: Siti Nuraisyah Suwanda Dr. Dianika Lestari Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS
Lebih terperinciStudi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-86 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar
Lebih terperinciPENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA
PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Faisal Amir 1, Jumadi 2 Prodi Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh
Lebih terperinciANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR
TUGAS AKHIR ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Jurusan Teknik Mesin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.
BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data
Lebih terperinciMESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK
Volume Nomor September MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK Kurniandy Wijaya PK Purwadi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Indonesia Email : kurniandywijaya@gmail.com
Lebih terperinci