ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI"

Transkripsi

1 ANTIKOAGULAN PADA ATRIAL FIBRILASI Rahmad Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Firman Sakti W Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Antikoagulan adalah obat untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan/ koagulasi. Heparin merupakan obat yang paling sering dihubungkan dengan anti koagulan. Efek anti koagulan heparin ditemukan oleh McLean pada tahun 1915, saat ia sedang mencari prokoagulan di hati anjing. Ekstrak hirudin dari lintah obat yang pertama kali digunakan untuk antikoagulasi parenteral di klinik pada tahun 1909, tetapi penggunaannya terbatas karena efek samping dan kesulitan dalam mencapai ekstrak sangat murni. Heparin dan kumarin (misalnya: warfarin, phenprocoumon, acenocoumarol) telah menjadi andalan terapi antikoagulan selama lebih dari 60 tahun. Selama dekade terakhir, paradigma penemuan obat telah bergeser ke arah desain rasional mengikuti pendekatan berbasis target, di mana protein tertentu, atau "target", yang dipilih berdasarkan pemahaman patofisiologi saat ini. Beberapa obat baru yang ditemukan berupa trombin inhibitor (DTIs) (yaitu : argatroban, hirudins rekombinan, bivalirudin), oral DTIs (yaitu: etexilate) dan oral langsung faktor Xa inhibitor (yaitu: rivaroxaban, apixaban). Pada tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa obat antikoagulan dan penggunaannya pada pasien dengan atrial fibrilasi, namun sebelumnya perlu juga dipahami mengenai faktor-faktor pembekuan atau koagulasi. Faktor Koagulasi atau Pembekuan

2 Faktor-faktor pembekuan darah adalah glikoprotein, yang kebanyakan diproduksi dihepar dan disekresi ke sirkulasi darah. Tabel berikut ini menunjukan daftar faktor-faktor pembekuan darah yang dinyatakan dalam angka Romawi, serta sinonim dan beberapa sifatsifatnya. Tabel 1. Faktor pembekuan/koaguasi 3 faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati, faktor II, VII, IX dan X, begitu juga faktor XI, XII, XIII, dan faktor V. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah ada dalam plasma, pada keadaan normal ada dalam bentuk inaktif dan nantinya akan dirubah menjadi bentuk enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama koagulasi. 1,2,3 Faktor-faktor pembekuan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa group berdasarkan fungsinya. Faktor XII, faktor XI, prekallikrein, faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin merupakan zimogen dari serine protease akan dirubah menjadi enzim yang aktif selama pembekuan darah. Sedangkan faktor V, faktor VIII, highmolecular Beberapa -weight kininogen (HMWK), dan tissue factor yang terdapat di ekstravaskuler dan harus kontak

3 dengan darah untuk berfungsi, bukan merupakan proenzim tetapi berfungsi sebagai kofaktor. Faktor V, faktor VIII, dan HMWK harus diaktifasi agar berfungsi sebagai kofaktor. Faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin disebut faktor-faktor yang tergantung vitamin K ( vitamin K-dependent factor), karena untuk pembentukannya yang sempurna memerlukan vitamin K. Protein-protein ini mengandung residu asam amino yang unik, g- carboxyglutamic acid (Gla). Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran yang berwarna hijau dan juga disintesis oleh bakteria di dalam usus. Vitamin K berfungsi sebagai suatu kofaktor yang penting untuk sintesis faktor II, faktor VII, faktor IX, faktor X, protein C dan protein S, dimana vitamin K merupakan kofaktor penting yang diperlukan untuk menyelesaika n post-translational dari sintesis faktor-faktor pembekuan yangtergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi karboksilasi dari asam glutamat menjadi residu g-carboxyglutamic acid. Residu Gla adalah tempat ikatan ke protein-protein ini dan diperlukan untuk interaksinya dengan fosfolipid membran. Kegagalan dalam karboksilasi yang terjadi pada defesiensi vitamin K atau pada beberapa kelainan hati ( cirrhosis, hepatocelluler carcinoma), terjadi penumpukan faktor-faktor pembekuan dengan tidak ada atau penurunan gamma-carboxylation sites. No n- atau descarboxylated protein ini juga disebut protein-induced in vitamin K absence (PIVKA). Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat plak trombosit primer. Koagulasi dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan kerja dari tissue factor. Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi-reaksi yang melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein, High Molecular Weight Kininogen (HMWK), dan platelet factor 3 (PF-3). Reaksi-reaksi ini berperan untuk pembentukan suatu enzim yang mengaktifasi faktor X, dimana reaksi-reaksi tersebut dinamakan jalur instrinsik ( intrinsic pathway). 1,2,3

4 Gambar 1. Kaskade koagulasi 3 Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu interaksi antara tissue fcktor ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim yang juga mengaktifasi faktor X. Ini dinamakan jalur ekstrinsik ( extrinsic pathway). Langkah selanjutnya dalam proses koagulasi melibatkan faktor X dan V, PF-3, protrombin, dan fibrinogen. Reaksi-reaksi ini dinamakan jalur bersama ( common pathway). Jalur ekstrinsik dimulai dengan pemaparan darah ke jaringan yang luka. Disebut ekstrinsik karena tromboplastin jaringan ( tissue factor) berasal dari luar darah. Pemeriksaan Protrombin Time (PT) digunakan untuk skrining jalur ini. Apabila darah diambil secara hati-hati sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah tersebut masih membeku didalam tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik, karena substansi yang diperlukan untuk pembekuan ada dalam darah. Jalur intrinsik dicetuskan oleh kontak faktor XII dengan permukaan asing. Partial thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aptt) adalah

5 monitor yang baik untuk jalur ini. Kedua jalur akhirnya sama -sama mengaktifasi faktor X, dan disebut jalur bersama. 1,2,3 Anti Koagulan Anti koagulan adalah golongan obat yang kerjanya menghambat pembekuan darah. Terdapat banyak obat yang bekerja sebagai anti koagulan. Anti koagulan semakin lama semakin berkembang, berikut ini diagram yang menjelaskan perkembangan anti koagulan : Gambar 2. Perkembangan anti koagulan

6 Anti koagulan dapat dikelompokkan berdasarakan tempat kerja obat, adapun klasifikasi tersebut seperti pada diagram berikit : Gambar 3. Diagram klasifikasi anti koagulan 4 Untuk memperjelas mekanisme kerja obat-obat tersebut dalam sistem koagulasi dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 4. Mekanisme kerja anti koagulan 4 Heparin Heparin merupakan mukoipolisakarida yang terdiri dari glukosamin sulfat dan asam glukoronat. Secara farmakologis, heparin berfungsi sebagai antikoagulan yang mempunyai efek langsung sebagai

7 antitroombin III, akan tetapi dapat juga bekerja dengan melepaskan plasmimogen aktifator jaringan dan tissuefactor fatway inhibitor (TPFI) dari end otel. TPFI ini dapat menekan /menetralisir pembentukan faktor Xa, sehingga tidak terjadi pembekuan. Heparin dibagi atas dua golongan yaitu : unfractioned heparin (UH) dan low molekuler weight heparin (LMWH). Unfractioned Heparin (UH) Dosis pemberian UH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus IV, kemudian dilanjutkan dengan drip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu dievaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan nilai aptt 1,5-2,5 kontrol, aptt diperiksa setiap 4-6 jam. Lama pemerian heparin biasanya 5 hari, kemudian dilanjutkan dengan antikoagulan oral. Penyesuaian dosis UH : 2 Nilai aptt Dosis Heparin aptt < 35 (<1,2 x kontrol) Tingkatkan infus 4 U/KgBB/Jam aptt < (1,2-1,5 x kontrol) Tingkatkan infus 2 U/KgBB/Jam aptt < (1,5-2,5 x kontrol) Tidak ada perubahan aptt < (2,5-3x kontrol) Kurangi kecepatan infus aptt > 90 (> 3 x kontrol) Stop infus, pemberian ditunda 4 jam Tabel 2. Penyesuaian dosis heparin terhadap nilai aptt Low Molekuler Weight Heparin (LMWH) LMWH berasal dari degradasi UH, dibandingkan UH, LMWH memiliki beberapa keuntungan, yaitu: - LMWH merupakan polisakarida dengan berat molekul dalton, dibandingkan dengan UH dalton, ukuran yang kecil ini menyebabkan LMWH memiliki aktivitas anti Xa dan Iia yang lebih tinggi. - LMWH diabsorbsi secara konsisten melalui pemberian subkutan dengan bioavaibilitas 85%, dibandingkan 15% UH, dan diekskresikan melaui ginjal dengan waktu paruh 3,504,5 jam dibandingkan dengan UH 1,5 jam. Pada pemberian LMWH, aptt tidak akan memanjang sehingga tidak diperlukan evaluasi secara berkala. Sehingga dapat diberikan pada pasien dengan rawat jalan. 2

8 Dari berbagai laporan, dilaporkan bahwa LMWh lebih aman, efektif dan memiliki efek yang lebih baik terhadap regresi trombus dibandingkan dengan UH. LMWH diberikan secara subkutan, 1-2 kali sehari dengan dosis : - Enoksaparin (lovenox) : 100 U/KgBB, sekali sehari atau 40 mg setiap 12 jam. - Nadroparine (fraksiparin) : 4000 U subkutan, diberikan setiap 12 jam - Dalteparin (Fragmin) 120 U/KgBBsubkurtan setiap 12 jam. Fondaparinux Fondaparinux berkerja sebaai inhibitor faktor Xa dengan berikatan dengan anti trombin III (AT III). Fondaparinux memiliki potensi 300 kali menetralisis faktor Xadengan berikan dengan AT III sehingga menghambat kaskasde koagulasi. Fondapatinux tidak menginhibisi trombin (faktor IIa) dan fungsi trombosit, sehingga pada dosis yang direkomendasikan tidak akan berefek terhadap aktivitas fibrinolitik atau pritrombin time (PT). Fondapatinux diberikan secara subkutan dengan bioavaibilitas 100 % dan mencapai kadar puncak 3 jam setelah penyuntikan. Eliminasi melalui urine dalam bentuk tidak diubah pada yang memiliki fungsi ginjal normal dengan waktu paruh eliminasi jam. 5 Dosis fondapatinux untuk profilaksis DVT 2,5 mg seklai sehari, sedangkan untuk terapi DVT dan emboli paru 5 mg (BB<50k) dan 7,5 mg (BB kg) dan 10 mg (BB > 100kg) subkutan sekali sehari diberikan umumnya minimal 5 hari sampai INR dari walfari Vitamin K antagonis- Warfarin

9 Golongan obat ini bekerja tidak langsung dengan menghambat vitamin K, sehingga akan mengganggu pembentukan faktor koagulasi II,VII,IX dan X. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah walfarin dan coumarin. Warfarin umumnya diberikan mengikuti heparin. Pemberian warfarin dimulai 24 jam setelah heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral, kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR. Setelah INR tercapai 2-3 selama 2 hari berturut-turut (biasanya memerlukan 4-5 hari), heparin dapat dihentikan, pemberian warfarin diteruskan mengikuti protokol yang digunakan. Tabel penyesuaian dosis warfarin sebagai berikut: 1 Nilai INR Penyesuaian Dosis 1,1-1,4 Naikkan dosis 10-20%. Kontrol 1 minggu 1,5-1,9 Naikkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu 2,0-3,0 Dosis tetap. Kontrol 1 minggu 3,0-4,0 Turunkan dosis 5-10 %. Kontrol 2 minggu 4,0-5,0 Turunkan dosis %. Kontrol 1 minggu >5,0 Stop pemerian. Dipantau samapi INR menjadi < 3 Tabel 3. Penyesuaian dosis walfarin dengan nilai INR Dabigatran etexilate Debigatran merupakan inhibitor trombin baik yang bentuk bebas dan terikat. Debigataran etexilate (suatu produrg) yang cepat dikonversi menjadi debigatran setelah dikonsumsi dan diproses dihati. Puncak konsentrasi plasma debigataran 1,5 jam dengan waktu paruh jam, bioavaibilitas 7,2% dengan ekskresi utama melalui feses, namum eleminasi setelah diaktifkan terjadi di ginjal sekitar 80%. Salah satu contoh obat dengan debigatran adalah pradaxa. Dosisnya adalah 150 mg untuk pasien dengan creatinin clearence(crcl) > 30 ml/min dua kali sehari dengan atau tanpa disertai makanan

10 . Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal CrCl ml/min diberikan 75 mg dua kali sehari. Sedangkan jika CrCl < 15 ml/min belum diketahui. Untuk menukar menjadi debigatran dari walfarin tidak terdapat penyesuaian dosis, dapat langsung diberikan setelah walfarin dihentikan ketika INR<2. Sedangkan pemberian lanjutan dari parenteral antikoagulan, debigatran diberikan 0-2 jam sebelum pemberian selanjutnya dari parenteral anti koagulan tersebut. Untuk sebaliknya jika akan menggunakan parenteral anti koagulan pada pasien yang sebelumnya mendapat debigatran, ditunggu 12 jam (CrCl.30 ml/min) atau 24 jam (CrCl < 30 ml/min) setelah pemberian debigataran baru diberikan parenteral anti koagulan. 6,9 Rivaroxaban Rivaroxaban merupakan inhibitor faktor Xa. Rivaroxaban mencapai kadar puncak 3 jam setelah di konsumsi, dengan waktu paruh 4-9 jam. Bioavaibilitas mencapai 80% dan absorbsinya tidak terpengaruh obat dan makanan lain. Obat ini diekskresikan 66% melalui ginjal, sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan creatinin clerence < 30 ml/min. 7,8 Salah satu nama dagang dari rivaroxaban adalah xarelto. Untuk pasien dengan atrial fibrilasi nonvalvular diberikan 20 mg sekali sehari, sedangkan jika mengalami gangguan ginjal dengan CrCl, 49 ml/min diberikan 15 mg dan tidak direkomendasikan jika CrCl <15 ml/min. pada psien denan deep vein trombosis (DVT) diberikan 15 mg dua kali sehari selama 3 mingu pertama dan selanjutnya 20 mg sekali sehari. 7 Adapun perbandingan beberapa anti koagulan yang diberikan secara oral diatas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Perbedaan anti koagulan 8

11 Pengertian Atrial Fibrilasi Atrial Fibrilasi adalah supraventrikuler takiaritmia yang ditandai dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi dengan penurunan fungsi mekanik. AF adalah gangguan irama jantung yang paling umum, peningkatan prevalensi berhubungan dengan usia. 15 Lebih dari 6 juta orang Eropa menderita aritmia ini, dan prevalensinya diperkirakan setidaknya dua kali lipat dalam 50 tahun ke depan. 16 AF sering dikaitkan dengan penyakit jantung struktural meskipun sebagian besar pasien dengan AF tidak punya penyakit jantung yang terdeteksi. Adanya gangguan hemodinamik dan kejadian tromboemboli pada AF meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan biaya yang bermakna. EPIDEMIOLOGI Prevalensi AF meningkat dengan usia, dari < 0,5% pada tahun, 5-15% pada 80 tahun. Pria lebih sering terkena daripada wanita. Resiko memiliki AF seumur hidup adalah 25% pada mereka yang telah mencapai usia ETIOLOGI AF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan structural akibat penyakit jantung. AF juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik non-kardiak. Tetapi, sekitar 3% pasien yang menderita AF tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak berhubungan dengan risiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia lanjut risiko ini tetap akan meningkat.: 17 Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF : - Penyakit jantung koroner - Kardiomiopati dilatasi - Kardiomiopati hipertropik - Penyakit katup jantung : reumatik maupun non-reumatik

12 - Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atril, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus syndrome - Perikarditis Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF : - Hipertensi sistemik - Diabetes mellitus - Hipertiroidisme - Penyakit paru : PPOK, hipertensi pulmonal primer, emboli paru akut - Neurogenik : system saraf autonom yang mencetuskan AF pada pasien yang sensitive melalui peninggian tonus vagal atau adrenergic KLASIFIKASI ATRIAL FIBRILASI Secara klinis, untuk membedakan lima jenis AF berdasarkan presentasi dan durasi aritmia : pertama kali didiagnosis, paroksismal, persistent, long-standing presistent, dan permanen AF. (1) Setiap pasien yang datang dengan AF untuk pertama kalinya dianggap pasien yang didiagnosis AF pertama, terlepas dari durasi dari aritmia dan tingkat keparahan gejala AF terkait. (2) Paroxysmal AF merupakan self-terminating AF, biasanya dalam waktu 48 jam. Meskipun AF paroxysmal dapat terus sampai 7 hari, yang 48 jam titik waktu yang penting secara klinis - setelah ini kemungkinan konversi spontan rendah dan antikoagulasi harus dipertimbangkan. (3) AF persisten hadir ketika sebuah episode AF baik berlangsung lebih dari 7 hari atau membutuhkan kardioversi, baik dengan obat-obatan atau kardioversi arus searah. (4) AF long-standing persistent jika AF telah berlangsung selama 1 tahun sehingga diputuskan untuk strategi kontrol ritme. (5) Permanen AF dikatakan ada apabila kehadiran aritmia diterima oleh pasien (dan dokter). Oleh karena itu, intervensi pengendalian irama yang, menurut definisi, tidak

13 dikejar pada pasien dengan AF permanen. Strategi kontrol ritme harus diadopsi, aritmia yang kembali sebagai 'AF persistent yang lama'. 16 DIAGNOSA Diagnosis AF membutuhkan konfirmasi dengan EKG, AF didefinisikan sebagai aritmia jantung dengan berikut karakteristik : 16 (1) Permukaan EKG menunjukkan interval RR yang irregular (Oleh karena itu AF kadang-kadang dikenal sebagai aritmia absoluta), yaitu RR interval yang tidak mengikuti pola yang berulang. (2) Tidak ada gelombang P yang berbeda pada permukaan EKG. Beberapa aktivitas listrik atrium teratur dapat dilihat pada beberapa EKG, paling sering di lead V1. (3) Panjang siklus atrium (bila terlihat), yaitu interval antara dua aktivasi atrium, biasanya bervariasi dan < 200 ms (>300 bpm).

14 Gambar 1 : EKG AF RVR PENATALAKSANAAN ATRIAL FIBRILASI Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli. Pada penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternative pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan. 17 Kardioversi Upaya kembali ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki hemodinamik, meningkatkan kemampuan latihan, mencegah komplikasi tromboemboli, mencegah kardiomiopati, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Risiko tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antara kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya 17.

15 Kardioversi Farmakologis Sebagian episode AF berakhir secara spontan dalam jam atau hari pertama. Jika indikasi medis (misalnya keadaan pasien yang terancam), pada pasien dengan gejala yang menetap meskipun dengan terapi kontrol rate yang memadai, kardioversi farmakologis AF dapat dilakukan dengan pemberian obat antiaritmia secara bolus. 2 beberapa obat yang digunakan sebagai kardioversi farmakologis : Flecainide diberikan i.v. untuk pasien dengan AF durasi pendek (khususnya, 24 jam) memiliki efek (67-92% pada 6 jam) dalam mengembalikan irama sinus. Dosis yang diberikan adalah 2 mg/kgbb selama lebih dari 10 menit. Sebagian besar pasien mengkonversi dalam satu jam pertama setelah pemberian intravena (IV). Hal ini jarang efektif untuk penghentian atrial flutter atau AF persisten. Oral flecainide mungkin efektif untuk AF yang baru terjadi. Dosis yang dianjurkan adalah mg. Flecainide harus dihindari pada pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya yang melibatkan normal fungsi LV dan iskemia. 16 Kardioversi dengan amiodaron terjadi lebih lama dibandingkan dengan flecainide atau propafenone. Perkiraan konversi tingkat pada 24 jam pada pasien yang diobati dengan plasebo adalah 40-60%, dan meningkat menjadi 80-90% setelah pemberian amiodaron. Dalam jangka pendek dan jangka menengah, amiodaron tidak mencapai kardioversi. Dalam 24 jam, obat ini menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol dalam beberapa tapi tidak semua penelitian secara random. 17

16

17 Kardioversi Elektrik Pasien AF dengan hemodinamik yang tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 Joule. Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek. 17 Kontrol Laju Irama Ventrikel

18 Laju irama ventrikel yang iregular dapat menyebabkan gejala dan gangguan hemodinamik berat pada pasien AF. Pasien dengan respon ventrikel yang cepat biasanya memerlukan kontrol laju irama ventrikel yang cepat. Pada pasien yang stabil, hal ini dapat dicapai dengan pemberian oral beta-blocker atau antagonis calcium channel nondihydropyridine. Pada keadaan pasien yang tidak stabil, i.v. verapamil atau metoprolol dapat sangat berguna untuk memperlambat konduksi nodus atrioventrikular dengan cepat. Dalam keadaan akut, target laju irama ventrikel biasanya bpm. Pada beberapa pasien, amiodaron dapat digunakan, terutama pada mereka dengan fungsi LV yang rendah. AF dengan laju ventrikel yang lambat mungkin respon terhadap pemberian atropin (0,5-2 mg iv), tapi banyak pasien dengan bradiaritmia yang simtomatik mungkin memerlukan baik kardioversi urgent atau penempatan alat pacu jantung sementara dalam ventrikel kanan. 16 Obat-obatan yang biasa digunakan adalah b-blockers, kalsium channel antagonis nondihydropyridine dan digitalis. 2,3 terapi kombinasi mungkin diperlukan. Dronedarone mungking juga efektif untuk menurunkan denyut jantung selama terjadinya AF. Amiodarone mungkin untuk beberapa pasien dinyatakan dengan refrakter terhadap kontrol rate. Kombinasi antara b-blocker dan digitalis mungkin bermanfaat untuk pasien dengan gagal jantung. Obat-obatan untuk kontrol laju irama termasuk : - b-blockers berguna jika adanya tonus adrenergic yang tinggi atau iskemia miocard yang simtomatis terjadi yang berkaitan dengan AF. Selama pengobatan b-blockers yang lama menunjukkan keefektifan dan keamanannya pada beberapa studi dibandingkan dengan placebo dan digoxin. - Antagonis kalsium channel Non-dihydropyridine (verapamil and diltiazem) efektif untuk control laju irama pada saat akut maupun kronis. Obat-obat ini harus dihindari pada pasien-pasien dengan gagal jantung sistolik karena efek inotropik negative - Digoxin and digitoxin efektif untuk mengontrol denyut jantung pada saat istirahat, tetapi tidak pada saat berolahraga. Kombinasi dengan b-blocker mungkin efektif pada pasien dengan atau tanpa gagal jantung. - Dronedarone efektif sebagai obat pengontrol laju irama untuk pengobatan yang lama, menurunkan denyut jantung pada saat istirahat dan berolahraga secara signifikan. Juga berhasil menurunkan denyut jantung selama AF relaps tetapi tidak untuk permanen AF. - Amiodarone merupakan obat pengontrol laju irama yang efektif. Intravenous amiodarone efektif dan ditoleransi dengan baik oleh hemodinamik pasien. Obat ini

19 dapat menyebabkan efek samping ekstracardiac yang parah termasuk disfungsi tiroid dan bradikardia. Pasien dengan paroxysmal AF harus dianggap sebagai memiliki risiko stroke sama seperti AF persisten atau permanen. Pasien berusia, 60 tahun, dengan 'lone AF', yaitu tidak memiliki riwayat klinis atau bukti echocardiographic penyakit kardiovaskular, dengan risiko stroke yang rendah, diperkirakan 1,3% lebih dari 15 tahun. Kemungkinan stroke pada pasien

20 muda dengan lone AF meningkat dengan bertambahnya umur atau adanya hipertensi, menekankan pentingnya penilaian kembali faktor risiko stroke selama waktu. 16 Risiko stroke pada AF mulai muncul dari usia > 65 tahun, meskipun jelas bahwa pasien AF berusia 75 tahun (bahkan tanpa faktor risiko lain yang terkait) memiliki risiko stroke yang signifikan dan memperoleh manfaat dari VKA daripada aspirin. Jika pasien dengan AF semakin tua, efektivitas relatif dari terapi antiplatelet menurun dalam mencegah stroke iskemik, sedangkan dengan menggunakan VKA tidak berubah. Dengan demikian, manfaat mutlak untuk VKA untuk mencegahan stroke meningkat jika pasien AF bertambah tua. 16 Pendekatan berdasarkan factor resiko untuk pasien-pasien dengan non-valvular AF juga dapat ditunjukkan dengan CHA 2 DS 2 -VASc [gagal jantung kongestif, hipertensi, usia 75 (doubled), diabetes, stroke (doubled), penyakit vaskular, usia 65 74, dan kategori jenis kelamin(perempuan)]. Skema ini berdasarkan system poin dimana 2 poin diberikan untuk riwayat stroke atau TIA sebelumnya, atau usia > 75 tahun; dan 1 poin masing-masing untuk usia tahun, riwayat hipertensi, diabetes, gagal jantung yang baru terjadi, penyakit vascular (infark miokard, kompleks aortic plaque, dan PAD, termasuk revaskularisasi, amputasi karena PAD, atau bukti angiografi PAD, dll), dan perempuan. 15

21

22

23 Terapi Antitrombotik Selama 2 dekade terakhir, banyak RCT telah menginvestigasi terapi antitrombotik untuk mengurangi risiko tromboemboli, terutama stroke iskemik, pada pasien dengan AF. Pada bagian ini, dirangkum bukti dan memberikan rekomendasi pengobatan untuk terapi VKA, monoterapi antiplatelet (misalnya, aspirin), terapi antiplatelet ganda dengan aspirin dan clopidogrel, dan antikoagulan oral baru (misalnya, dabigatran) pada pasien dengan AF. 22 Obat Antiplatelet Aspirin dan agen yang bertindak di jalur cyclo-oxygenase Aspirin menghambat siklooksigenase secara ireversibel dengan asetilasi asam amino yang bersebelahan dengan situs aktif. Dalam trombosit, ini adalah membatasi langkah dalam sintesis tromboksan A2, dan menghambat terjadi pada megakaryocyte sehingga semua trombosit muda menjadi disfungsi. Karena trombosit tidak dapat meregenerasi siklooksigenase dengan cepat, efek aspirin tetap ada selama umur dari platelet (umumnya sekitar 10 hari). Kelemahan aspirin adalah bahwa kekhususan untuk siklooksigenase berarti memiliki efek yang sedikit pada jalur lain dari aktivasi platelet. Jadi aspirin gagal untuk mencegah agregasi disebabkan oleh trombin dan hanya sebagian menghambat yang disebabkan oleh ADP dan kolagen dosis tinggi. 23 Clopidogrel dan Ticlopidine. Derivat thienopyridine menghambat agregasi platelet yang disebabkan oleh agonis seperti faktor yang mengaktifkan trombosit dan kolagen, dan juga mengurangi pengikatan ADP ke permukaan purinoreceptor trombosit. Mekanisme ini penghambatan ini tampaknya terlepas dari cyclo-oxygenase. Ada juga penurunan dari respon platelet terhadap trombin, kolagen, fibrinogen, dan faktor von Willebrand. Puncaknya tindakan pada fungsi trombosit terjadi setelah beberapa hari dari dosis oral. Efek samping termasuk bukti penekanan sumsum tulang, leukopenia, terutama dengan tiklopidin. 23 Obat Antikoagulan Warfarin. Senyawa ini 4-hydroxycoumarin, menghambat sintesis faktor yang tergantung pada vitamin K (protrombin; Faktor VII, IX, dan X, protein C, protein S). Tingkat faktor VII menurun cepat (dalam <24 jam), tetapi faktor II memiliki half-life lebih panjang dan hanya berkurang 50% dari normal setelah tiga hari.

24 Heparin. Merupakan antikoagulan glikosaminoglikan yang memiliki efek besar oleh pentasaccharide dengan afinitas tinggi terhadap antitrombin III. Hasil dari pengikatan ini terjadi perubahan konformasi pada antitrombin III sehingga inaktivasi enzim koagulasi trombin (IIa), faktor IXa, dan faktor Xa yang nyata. Waktu paruh yang pendek berarti harus diberikan secara terus menerus, dan first pass metabolism yang ekstensif sehingga harus diberikan secara parenteral, sebaiknya dengan infus intravena terus menerus, dan Oleh karena itu tidak pantas untuk digunakan di rumah. Efek kaskade pembekuan intrinsik harus dipantau secara hati-hati dengan mengukur activated Partial Thromboplastin Time (APTT), umumnya nilai 1,5 sampai 2,5 kali dari kontrol 23 Terapi antikoagulasi dengan vitamin K antagonis vs kontrol 2,8 Dalam meta-analisis, penurunan RR dengan VKA sangat signifikan dan sebesar 64%, sesuai dengan penurunan resiko stroke sebesar 2,7%. Bila hanya dianggap stroke iskemik, penggunaan VKA disesuaikan dosis dikaitkan dengan penurunan RR sebanyak 67%. Penurunan ini sama untuk kedua pencegahan primer dan sekunder stroke. Dari catatan, banyak stroke terjadi pada pasien dengan terapi VKA yang tidak memakai terapi atau yang menggunakan antikoagulan subterapeutik. Semua penyebab kematian berkurang secara signifikan (26%) dengan dosis VKA yang disesuaikan vs kontrol. Risiko perdarahan intrakranial kecil. 16

25 Empat dari uji coba ini adalah plasebo kontrol, dua diantaranya adalah double blind berkaitan dengan antikoagulan, salah satunya dihentikan lebih awal karena bukti eksternal bahwa OAC dengan VKA lebih superior dibandingkan dengan plasebo. Dalam tiga uji coba, dosis VKA telah diatur sesuai dengan rasio waktu protrombin, sementara dua percobaan yang digunakan Target INR 2,5-4,0 dan 2,0-3,0. 16 Terapi antiplatelet vs Kontrol 16,22 Ketika aspirin saja dibandingkan dengan plasebo dalam tujuh percobaan, pengobatan dengan aspirin dikaitkan dengan tidak signifikannya penurunan 19% (95% CI -1% sampai - 35%) insiden stroke. Ada pengurangan risiko absolut dari 0,8% per tahun untuk uji coba pencegahan primer dan 2,5% per tahun untuk pencegahan sekunder dengan menggunakan aspirin. Aspirin juga dikaitkan dengan 13% (95% CI -18% sampai -36%) penurunan stroke yang mematikan dan 29% (95% CI -6% sampai -53%) penurunan stroke non-mematikan. Ketika stroke hanya diklasifikasikan sebagai iskemik, aspirin dapat menurunkan 21% (95% CI -1% sampai -38%) pada stroke. ketika data dari semua perbandingan agen antiplatelet dan plasebo atau kontrol kelompok dimasukkan dalam meta-analisis, terapi antiplatelet mengurangi stroke sebesar 22% (95% CI 6-35). 16 Dosis aspirin berbeda bermakna antara beberapa studi, mulai mg sehari, dan tidak ada heterogenitas yang signifikan antara hasil uji individu. Sebagian besar efek menguntungkan dari aspirin dihasilkan oleh satu percobaan positif, SPAF-I, yang menunjukkan penurunan risiko stroke 42% dengan aspirin 325 mg vs plasebo. Secara farmakologis, penghambatan trombosit dicapai dengan aspirin 75 mg. Selain itu, aspirin dosis rendah (100 mg) lebih aman daripada yang dosis lebih tinggi (seperti 300 mg), mengingat bahwa tingkat perdarahan lebih tinggi secara signifikan. Jadi, jika aspirin digunakan, wajar jika menggunakan dosis terendah yang diperbolehkan ( mg per hari). 16

26 VKA vs Terapi Dual Antiplatelet dengan Aspirin dan Clopidogrel 18,22 Pada Percobaan Atrial Fibrillation Clopidogrel Trial With Irbesartan for Prevention of Vascular Events (ACTIVE W) trial, terapi antikoagulasi lebih unggul jika dibandingkan dengan terapi kombinasi clopidogrel ditambah aspirin (RR pengurangan 40%, 95% CI 18-56), dengan tidak ada perbedaan dalam kejadian perdarahan. Kombinasi VKA (INR 2,0-3,0) dengan terapi antiplatelet telah dipelajari, tetapi tidak ada efek menguntungkan pada kejadian stroke iskemik atau kejadian vascular yang terlihat, sementara lebih perdarahan terbukti. Obat Oral Antikoagulan Baru (NOAC) vs VKA Beberapa obat antikoagulan baru - dibagi dalam dua kelas, obat oral direct thrombin inhibitor (misalnya dabigatran etexilate dan AZD0837) dan oral faktor Xa inhibitor (rivaroxaban, apixaban, edoxaban, betrixaban, dll). 1 Tidak memerlukan pemantauan INR dan memiliki potensi lebih baik untuk penggunaan jangka lama. Pada RELY study, melibatkan lebih dari pasien dengan atrial fibrilasi non-valvular membandingkan debigatran 110 mg dan debigatran 150 mg dua kali sehari dan walfarin, diperoleh debigatran 110 mg dua kali sehari tidak hanya memiliki efek anti trombotik yang sama dengan walfarin dan debigataran 150 mg dua kali sehari, tetapi juga berhubungan dengan resiko pedarahan yang lebih rendah. 10

27 Pada ATLAS TIMI study, melibatkan pasien dengan acute coronary syndrom, mendapatkan bahwa dosis rivaroxaban 2,5 mg dan 5 mg dua kali sehari dibandingkan dengan plasebo atau terapi standart diperoleh penurunan resiko kematian kardiovaskuler, miocardial infaction dan stroke. Diperoleh juga bahwa semakin tinggi dosis resiko perdarahan semakin besar. 10 Pada penelitian salim et al, yang membandingkan fondaparinux 2,5 mg sekali sehari dibandingkan dengan enoxaparin 1 mg/kgbb dua kali sehari pada pasien dengan acute coronary syndrom pada pasien diperoleh bahwa fondaparinux sama dengan enoxaparin dalam mengurangi resiko iskemik, dan secara significant lebih rendah resiko perdarahannya. 11 Penelitian sam Schulman et al, membandingkan debigatran dengan walfarin pada kasus DVT diperoleh bahwa debigatran sama efektifnya dengan walfarin dan tidak memerlukan monitoring labolatorium. 12 Penelitian ROCKET AF (rivoroxaban once daily oral direct factor Xa Inhibitor compared with Vitamin K Antagonism for Prevention of Stroke and Embolism Trial in Atrial Fibrilation), melakukan penelitian pada pasien dengan atrial fibrilasi non valvular denan membandingkan rivaroxaban 20 mg sekali sehari dengan walfarin diperoleh rivaroxaban non-inferior terhadap walfarin dan tidak terdapat perbedaan dalam hal perdarahan mayor. 7 American College of Cardiology Foundation/American Heart Association/Heart Rhythm Society 2011 (ACCF/AHA/HRS) Pedoman Praktek merekomendasikan dabigatran sebagai antikoagulan alternatif yang berguna untuk pencegahan stroke dan tromboemboli sistemik dibandingkan dengan warfarin pada pasien dengan paroxysmal - permanen AF. Guideline menyatakan bahwa calon pasien yang akan diberikan dabigatran harus tanpa katup jantung prostetik atau penyakit katup signifikan secara hemodinamik, gagal ginjal berat (kreatinin klirens < 15 ml/menit), atau dengan penyakit hati. American College of Chest Physicians (ACCP) 2012 pedoman praktek yang dirilis dan mereka merekomendasikan pemberian antikoagulan dibandingkan dengan tidak diberikan antikoagulan atau terapi antiplatelet untuk pasien dengan skor CHADS2 dari >1. 19 Untuk pasien dengan AF, termasuk mereka yang paroksismal AF, yang beresiko rendah terhadap stroke (misalnya, CHADS 2 skor = 0), disarankan tidak diberikan terapi daripada diberikan terapi antitrombotik (Kelas 2B). Untuk pasien yang memilih terapi

28 2B). 22 Untuk pasien dengan AF, termasuk dengan paroksismal AF, yang beresiko menengah antitrombotik, disarankan pemberian aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) daripada antikoagulan oral (Kelas 2B) atau terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel (kelas untuk terjadinya stroke (misalnya, CHADS 2 skor = 1), disarankan pemberian antikoagulan oral daripada tidak diberikan terapi (1B Kelas). Disarankan antikoagulan oral daripada aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (Kelas 2B) atau terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel (2B kelas). Untuk pasien yang tidak cocok untuk atau memilih untuk tidak mengkonsumsi oral antikoagulan (untuk alasan lain selain kekhawatiran tentang perdarahan besar), disarankan kombinasi terapi dengan aspirin dan clopidogrel daripada aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (2B kelas). Untuk pasien dengan AF, termasuk dengan paroxysmal AF, yang berisiko tinggi untuk terjadinya stroke (misalnya, CHADS 2 skor 2), disarankan pemberian antikoagulan oral daripada tidak diberikan terapi (Kelas 1A), aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (kelas 1B), atau terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel (Kelas 1B). Untuk pasien yang tidak cocok atau memilih untuk tidak mengkonsumsi oral antikoagulan (untuk alasan lain selain masalah tentang perdarahan besar), disarankan terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel daripada aspirin saja (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (Kelas 1B). 22 Untuk pasien dengan AF, termasuk yang dengan paroxysmal AF, untuk rekomendasi dalam mendukung antikoagulan oral, disarankan dabigatran 150 mg dua kali sehari daripada terapi VKA dengan dosis yang disesuaikan (target INR 2,0-3,0) (Kelas 2B). Karena asupan makanan memiliki dampak pada penyerapan dan bioavailabilitas rivaroxaban (daerah di bawah kurva plasma konsentrasi meningkat sebesar 39%), rivaroxaban harus dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Tidak ada interaksi makanan yang relevan untuk NOAC lain dan dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan. 20 Juga, bersamaan menggunakan proton-pump inhibitor (PPI) dan H2-blocker bukan merupakan kontraindikasi untuk NOAC apapun. Terlepas dari interaksi farmakokinetik, jelas bahwa hubungan antara NOAC dengan antikoagulan lain, penghambat trombosit (Aspirin, clopidogrel, ticlodipine, prasugrel, ticagrelor, dan lain-lain), dan obat-obatan antiinflamasi non-steroid (NSAID) meningkatkan risiko pendarahan. Ada data yang menunjukkan bahwa

29 risiko perdarahan dalam hubungan dengan agen antiplatelet meningkat setidaknya 60% (sama seperti penggunaan dengan VKA).

30

31 Resiko Perdarahan Penilaian risiko perdarahan harus menjadi bagian dari penilaian pasien sebelum memulai antikoagulasi. Antikoagulan yang diberikan pasien usia tua dengan AF, tingkat perdarahan intraserebral jauh lebih rendah daripada di masa lalu, biasanya antara 0,1 dan 0,6% dalam laporan kontemporer. Hal ini mungkin menunjukkan intensitas antikoagulasi rendah, regulasi dosis lebih hati-hati, atau kontrol hipertensi yang lebih baik. Meningkatnya perdarahan intrakranial dengan nilai INR , dan tidak ada peningkatan risiko perdarahan dengan INR nilai antara 2,0 dan 3,0 dibandingkan dengan tingkat INR rendah. 16 Menggunakan kohort 'real-world' dari 3978 subyek di Eropa dengan AF dari Survei EuroHeart, skor risiko pendarahan sederhana yang baru, HAS-Bled (hipertensi, kelainan fungsi ginjal/liver, stroke, riwayat perdarahan atau kecenderungan, labil INR, lansia (>65), obat/alkohol bersamaan), telah diturunkan (Tabel 10). Ini tampaknya masuk akal untuk menggunakan skor HAS-Bled untuk menilai risiko perdarahan pada pasien AF, dimana skor 3 menunjukkan 'berisiko tinggi', dan beberapa hati-hati dan memantau pasien secara teratur diperlukan setelah memulai terapi antitrombotik, apakah dengan VKA atau aspirin. 16

32 DAFTAR PUSTAKA 1. Wilson JD, Braunwald E, Isselbacker KJ, et al. Eds. Harison s Principles of internal medicine. 12th ed.new York : McGraw-Hill, 1991 p: Acang N, Pemakaian dan Pemantauan Obat-obta Antitrombosis, dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, simadibrata M, Setiati S, Ilmu Penyakit Dalam ed IV, Jakarta, 2003, p: Bombeli T, Spahn DR, Updates in perioperative coagulation: physiology and management of thromboembolism and haemorrhage, available at : Br J Anaesth Aug;93(2): Eikelboom J, Weitz J, New Antocoagulants, American Heart Association, Circulation p: Highlights Of Prescribing Information, glaxosmithkline, available at: 6. Highlights Of Prescribing Information, Boehringer ingelheim pharmaceuticals, inc, available at: www. Boehringer.com 7. Patel et al, Rivaroxaban Versus Walfarin in Nonvalvular Atrial Fibrilation, N engl J Med2011, p: Ma Qing, Development of Oral Anticoagulants, Br J Clin Pharmacol 2007, p: Weitz j, New oral anticoagulants in development, Thrombosis and Haemostasis 2010, P; Garcia D, Libby E, Crowther M, The new oral anticoagulants, Blood, 2010, p: Salim et al, Comparison of Fondaparinux and Enoxaparin in Acute Coronary Syndromes, N engl J Med2006, p: Sam ScHulman et al, Dabigatran versus Warfarin in the Treatment of Acute Venous Thromboembolism, N engl J Med2009, p: Camm AJ, kirchhof P, Lip G, Schotten U, Savelieva I, Guidelines for the management of atrial fibrillation The Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC), available at : King D, Dickerson L, Sack J, Acute Management of Atrial Fibrillation: Part II. Prevention of Thromboembolic Complications, Am Fam Physician 2002, P: American Heart Association. Management of Patients with Atrial Fibrillation. American College of Cardiology Foundation : European Society Cardiology. Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation. European Heart Journal, (2010) 31, Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed IV Kardiologi hal Mei Capodanno D, Capranzano P, Giachhi G, et al Novel oral anticoagulants versus warfarin in non-valvular atrial fibrillation: A meta-analysis of 50,578 patients. From : International Journal of Cardiology 19. Spinler S, Shafir V American Heart Association : New Oral Anticoagulants for Atrial Fibrillation. From : Heidbutchel H, et al EHRA Practical Guide on the Use of New Oral Anticoagulants in Patients with Non-Valvular Atrial Fibrillation : executive Summary. From :European Heart Journal

33 21. Kosar L, Jin M, Kamrul R, Schucter B Oral Anticoagulation in Atrial Fibrillation : Balancing the Risk of Stroke with The Risk of Bleed. From : You J, et al. Antithrombotic Therapy for Atrial Fibrillation. Antithrombotic Therapy and Prevention of Thrombosis, 9 th ed : ACCP Guidelines. Feb From : Lip G, Blann A. ABC of Antithrombotic Therapy : An overview of Antithrombotic Therapy pg BMJ Publishing Group : Mei From :

34

35

36

37

PENGGUNAAN ORAL ANTIKOAGULAN PADA PASIEN ATRIAL FIBRILASI

PENGGUNAAN ORAL ANTIKOAGULAN PADA PASIEN ATRIAL FIBRILASI PENGGUNAAN ORAL ANTIKOAGULAN PADA PASIEN ATRIAL FIBRILASI Abdul Majid, Ayu Nurul Zakiah Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Atrial

Lebih terperinci

ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo

ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo ANTICOAGULANT Quick Outlook To Guideline Review Widya Istanto Nurcahyo RSUP DR KARIADI-FK UNDIP Klasifikasi ANTIKOAGULAN Cara Pemberian Parenteral Oral Target Thrombin Thrombin, FXa FXa Thrombin FXa Others

Lebih terperinci

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme Pembekuan Darah Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat

Lebih terperinci

MANAGEMENT OF ATRIAL FIBRILLATION IN PATIENTS WITH HEART FAILURE EUROPEAN HEART JOURNAL (2007) 28, Ferry Sofyanri

MANAGEMENT OF ATRIAL FIBRILLATION IN PATIENTS WITH HEART FAILURE EUROPEAN HEART JOURNAL (2007) 28, Ferry Sofyanri MANAGEMENT OF ATRIAL FIBRILLATION IN PATIENTS WITH HEART FAILURE EUROPEAN HEART JOURNAL (2007) 28, 2568 2577 Ferry Sofyanri Kejadian AF disebabkan oleh berbagai keadaan, salah satunya adalah pada pasienpasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai antikoagulan oral untuk terapi tromboembolisme vena dan untuk mencegah emboli sistemik

Lebih terperinci

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pada lumen arteri koroner akibat arterosklerosis, atau spasme, atau gabungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

MODUL FIBRILASI ATRIUM PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND

MODUL FIBRILASI ATRIUM PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND MODUL FIBRILASI ATRIUM PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALASFAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka a. Kardiovaskuler Penyakit kardiovaskular adalah penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Karena sistem kardiovaskular sangat vital, maka penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

0.1% kasus di rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan lakilaki

0.1% kasus di rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan lakilaki 1. Definisi Atrial flutter merupakan bentuk aritmia berupa denyut atrium yang terlalu cepat akibat aktivitas listrik atrium yang berlebihan ditandai dengan denyut atrial rata-rata 250 hingga 350 kali per

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia.

Lebih terperinci

Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan dengan Warfarin dalam Mencegah Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi

Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan dengan Warfarin dalam Mencegah Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan dengan Warfarin dalam Mencegah Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi Alvin Nursalim,* Edwin Setiabudi**

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi mengakibatkan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskular seperti stroke (Nufus, 2012). Stroke menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa yang membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat di ICU memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama di negaranegara maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan diseluruh dunia, penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang dapat menyebabkan gangguan kualitas hidup dan memperpendek harapan hidup (Wong, 2014). Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang BAB I 1.1 Latar Belakang Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada negara maju antara lain heart failure, ischemic heart disease, acute coronary syndromes, arrhythmias,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks (sekumpulan tanda dan gejala) akibat kelainan struktural dan fungsional jantung. Manifestasi gagal jantung yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer & Suzane, 2001). Hal ini dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta

I. PENDAHULUAN. berkembang. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunya terdapat 10 juta 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyakit multifaktoral dengan berbagai penyebab disertai manifestasi mayor, dan penyebab kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang menyumbang angka kematian terbesar di dunia. Disability-Adjusted Life Years (DALYs) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH (CLOTTING TIME) Oleh : KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2015 PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN ( CLOTTING TIME ) A. Faal Hemostasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

sebagai denyut jantung yang bermula dari lokasi normal yakni bukan bermula dari SA node 2. Atrial flutter merupakan salah satu jenis aritmia yang

sebagai denyut jantung yang bermula dari lokasi normal yakni bukan bermula dari SA node 2. Atrial flutter merupakan salah satu jenis aritmia yang BAB I PENDAHULUAN Jantung merupakan organ muskular berongga yang berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii. HALAMAN PERNYATAAN... iv

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii. HALAMAN PERNYATAAN... iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit

Lebih terperinci

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia 4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab individu harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab individu harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fibrilasi Atrium 2.1.1. Definisi Fibrilasi Atrium Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian di negara maju. Di negara yang sedang berkembang diprediksikan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konseptual BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual 3.1.1 Skema Kerangka Konseptual Pola Penggunaan Angiotensin Reseptor Bloker pada Pasien Stroke Iskemik Etiologi - Sumbatan pembuluh darah otak - Perdarahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Stroke atau yang sering disebut juga dengan CVA (Cerebrovascular Accident) merupakan gangguan fungsi otak yang diakibatkan gangguan peredaran darah otak,

Lebih terperinci

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 1 NOMOR 3, AGUSTUS 2014 TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 1 NOMOR 3, AGUSTUS 2014 TINJAUAN PUSTAKA JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 1 NOMOR 3, AGUSTUS 2014 TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Perioperatif pada Pasien dengan Penyakit Jantung Valvular dr. Sylvana Martina Kolibonso SpAn, KAKV Instalasi Anestesiologi

Lebih terperinci

Informed Consent Penelitian

Informed Consent Penelitian 62 Lampiran 1. Lembar Kerja Penelitian Informed Consent Penelitian Yth. Bapak/Ibu.. Perkenalkan saya dr. Ahmad Handayani, akan melakukan penelitian yang berjudul Peran Indeks Syok Sebagai Prediktor Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke atau cerebrovascular accident (CVA) didefinisikan sebagai gangguan neurologis fokal yang terjadi mendadak akibat proses patofisiologi dalam pembuluh darah (Brashers,

Lebih terperinci

Kelainan Jantung Sebagai Faktor Resiko Stroke.

Kelainan Jantung Sebagai Faktor Resiko Stroke. Kelainan Jantung Sebagai Faktor Resiko Stroke. T. Bahri Anwar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN. Stroke dapat terjadi sekunder akibat adanya kelainan jantung dan sirkulasi demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs, I. PENDAHULUAN Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular masih menduduki peringkat yang tinggi. Menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung

Lebih terperinci

Pola pengobatan antitrombotik pada pasien stroke iskemik dengan fibrilasi atrium berdasarkan skor CHA2DS2-VASc dan skor HAS BLED

Pola pengobatan antitrombotik pada pasien stroke iskemik dengan fibrilasi atrium berdasarkan skor CHA2DS2-VASc dan skor HAS BLED Pharmaciana Vol.7, No.1, Mei 2017, Hal. 63-70 DOI: 10.12928/pharmaciana.v7i1.4716 63 Pola pengobatan antitrombotik pada pasien stroke iskemik dengan fibrilasi atrium berdasarkan skor CHA2DS2-VASc dan skor

Lebih terperinci

CARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR

CARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR CARDIOMYOPATHY dr. Riska Yulinta Viandini, MMR CARDIOMYOPATHY DEFINISI Kardiomiopati (cardiomyopathy) adalah istilah umum untuk gangguan otot jantung yang menyebabkan jantung tidak bisa lagi berkontraksi

Lebih terperinci

DIAGNOSIS ARITMIA DEFINISI

DIAGNOSIS ARITMIA DEFINISI DIAGNOSIS DEFINISI ARITMIA Deviasi abnormal dari irama sinus yaitu suatu gangguan pembentukan impuls dan atau gangguan sistem konduksi listrik jantung. Gangguan Pembentukan Impuls. 1. Gangguan Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan

Lebih terperinci

Farmakoterapi Obat pada Gangguan Kardiovaskuler

Farmakoterapi Obat pada Gangguan Kardiovaskuler Farmakoterapi Obat pada Gangguan Kardiovaskuler Alfi Yasmina Obat Jantung Antiangina Antiaritmia Antihipertensi Hipolipidemik Obat Gagal Jantung (Glikosida jantung) Antikoagulan, Antitrombotik, Trombolitik,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk PENDAHULUAN Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme, dengan kata lain diperlukan peningkatan tekanan yang abnormal pada

Lebih terperinci

MODUL GAGAL JANTUNG AKUT

MODUL GAGAL JANTUNG AKUT MODUL GAGAL JANTUNG AKUT PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALASFAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi secara paralel, transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengubah pola penyebaran penyakit dari penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral secara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral secara fokal maupun global, yang berlangsung cepat, lebih dari 24 jam, atau berakhir kematian, tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia (Mansjoer, 2000). Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital dr Jetty RH Sedyawan SpJP K FIHA FAsCC Sindroma koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu spektrum penyakit jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh MONITORING EFEKTIVITAS TERAPI DAN EFEK-EFEK TIDAK DIINGINKAN DARI PENGGUNAAN DIURETIK DAN KOMBINASINYA PADA PASIEN HIPERTENSI POLIKLINIK KHUSUS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh YUANITA

Lebih terperinci

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman : 1. Pengertian Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Prevalensi stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Prevalensi stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke dan penyakit jantung adalah penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia. Prevalensi stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, stroke

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

Sodiqur Rifqi. Bagian kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Sodiqur Rifqi. Bagian kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi Semarang. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Kardiovaskular dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Menurunkan Kematian Ibu Sodiqur Rifqi Bagian kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi, Klasifikasi dan Komplikasi Sindroma Koroner Akut SKA adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan simptom yang disebabkan oleh iskemik miokard akut. SKA yang

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 11 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 1. Hemostasis (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Evaluasi hemostasis di laboratorium. b. Interpretasi hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heparin Heparin adalah salah satu jenis obat golongan antikoagulan yang mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia

BAB I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2012, diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler dan 85% di antaranya meninggal karena serangan jantung dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum melanda dunia. Hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat, karena dapat mempengaruhi resiko penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit kardiovaskular merupakan gangguan pada jantung dan pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark miokardium, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pembentukan bekuan darah adalah proses fisiologis yang lambat tapi normal terjadi sebagai akibat dari aktivasi jalur pembekuan darah. Respon alamiah yang timbul untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard merupakan perkembangan yang cepat dari nekrosis miokard yang berkepanjangan dikarenakan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Koroner Akut (SKA) 2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA) Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci