SYINTYA HANUM WIDAYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SYINTYA HANUM WIDAYANTI"

Transkripsi

1 i EVALUASI KINERJA MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI PADA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN MELALUI PENDEKATAN BALANCE SCORECARD SYINTYA HANUM WIDAYANTI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangang Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard adalan benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institur Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Syintya HanumWidayanti NIM H

4 iv

5 v ABSTRAK SYINTYA HANUM WIDAYANTI. Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard. Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan program yang dirilis oleh Kementerian Pertanian sejak tahun 2011 dalam rangka memenuhi ketersediaan pangan melalui optimalisasi lahan pekarangan. Untuk mengetahui kinerja m-krpl yang telah berjalan diperlukan suatu evaluasi, sehingga dapat diketahui bagaimana kinerja m-krpl selama ini. Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) dan survey terhadap lokasi Rumah Pangan Lestari (RPL) di Kabupaten dan Kota Bogor. Setelah melakukan pengukuran dengan pendekatan Balanced Scorecard program KRPL menunjukkan bahwa nilai sasaran hasil perspektif pelanggan dan proses bisnis internal memiliki pencapaian bobot paling tinggi yaitu persen. Selanjutnya disusul oleh perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar persen, kemudian perspektif keuangan memiliki total bobot sasaran pencapaian t paling rendah yaitu persen, itu disebabkan karena kegiatan ini merupakan program dari Pemerintah untuk membantu mensejahterakan masyarakat. Kata kunci: balanced scorecard, program m-krpl ABSTRACT SYINTYA HANUM WIDAYANTI. Evaluation Sustainable Food Reserved Garden Program at Indonesia Center for Agricultural Technologi Assesment and Development throught the balanced scorecard approach. Revisid by HENY K S DARYANTO. Sustainable Food Reserved Garden Program (SFRG) is a program that was released by the ministry of agriculture since 2011 in compliance with food availability through the the optimalization a home-lot. In order to know the performance of m-krpl which has been running an evaluation is needed, in order to know how the performance of m-krpl so far the research was done in Indonesia Center for Agricultural Technologi Assesment and Development and survey on the location of Food Reserved Garden ( FRG ) in district and the city of bogor. After making measurements with the approach balanced scorecard krpl program had planted customers perspective and internal of business process having achievement of highest namely percent. Followed by perspective of learning and the growth as much as percent and the financial perspective reaching the target was the lowest namely percent. That because this activity is programmed by the government to assist prosper the community. Keywords: balanced scorecard, m-krpl program

6 vi

7 vii EVALUASI KINERJA MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI PADA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN MELALUI PENDEKATAN BALANCED SCORECARD SYINTYA HANUM WIDAYANTI Skripsi Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Depertemen Ekonomi dan Manajemen DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8 viii

9

10 x

11 xi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K S Daryanto MEc selaku pembimbing skripsi, Bapak Dr Ir Amzul Rifin selaku dosen penguji utama dan Ibu Dra. Yusalina, M.Sc selaku dosen penguji komisi akademik yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir Maesti Mardiharini, M Si selaku penanggjung jawab program m-krpl, serta seluruh ketua Kelompok Tani dan anggota RPL yang telah membantu selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Bapak, Suami, Anak serta seluruh keluarga dan temen-temen, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, April 2015 Syintya Hanum Widayanti

12 xii

13 xiii DAFTAR ISI DAFTAR ISI xii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 6 TINJAUAN PUSTAKA 6 Model Kawasan Rumah Pangan Lestari 6 Konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari 6 Strategi Pengembangan m-krpl 7 Perencanaan dan Pelaksanaan 8 Studi Empiris Terkait Pengukuran Evaluasi Kinerja 11 KERANGKA PEMIKIRAN 12 Kerangka Pemikiran Teoritis 12 Model Balanced Scorecard 12 Konsep Kinerja 12 Pengendalian dan Kinerja 13 Tujuan Pengukuran Kinerja 13 Penilaian Kinerja 13 Tujuan Penilaian Kinerja 14 Manfaat Pengukuran Kinerja 14 Manfaat Penilaian Kinerja 14 Pengukuran Kinerja 15 Konsep Balanced Scorecard 16 Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard 17 Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard 21 Kerangka Operasional 22 METODE PENELITIAN 25 Lokasi dan Waktu Penelitian 25 Jenis dan Sumber Data 25 Metode Pengumpulan Data 26 Metode Pengolahan dan Analisis Data 26 Analisis Visi, Misi dan Tujuan ke dalam Empat Perspektif Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard 26 Menentukan sasaran strategi, indikator atau ukuran kinerja 27 Metode Perbandingan Berpasangan (Paired Comparison) 28 GAMBARAN UMUM 29 Sejarah m-krpl 29 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 30 Karekteristik Responden 32 Visi dan Misi m-krpl 34 Aspek Sumberdaya Manusia 34

14 xiv Struktur Organisasi 35 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 Evaluasi dan Implementasi m-krpl 37 Pengukuran Kinerja Kegiatan m-krpl 45 Pengukuran Kinerja Kegiatan m-krpl 45 Perspektif Keuangan 45 Perpektif Pelanggan 49 Perspektif Proses Bisnis Internal 50 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 52 Pembobotan Perspektif Balanced Scorecard 56 Perspektif Keuangan 56 Perspektif Pelanggan 56 Perspektif Proses Bisnis Internal 57 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 57 SIMPULAN DAN SARAN 60 SIMPULAN 60 SARAN 60 DAFTAR PUSTAKA 61 RIWAYAT HIDUP 75 DAFTAR TABEL 1 Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL 10 2 Perspektif balanced scorecard 17 3 Matrik perbandingan berpasangan 29 4 Keadaan anggota KRPL berdasarkan mata pencaharian 32 5 Gambaran usia anggota KRPL di 6 sampel Desa 33 6 Gambaran tingkat pendidikan anggota KRPL di 6 sampel Desa 33 7 Pengalaman mengikuti kegiatan/program KRPL di 6 sampel Desa 33 8 Kemitraan para pihak terkait dalam tahap pengembangan KRPL 35 9 Implementasi dan evaluasi program KRPL Penghematan pengeluaran rumah tangga dari hasil pekarangan yang dikonsumsi Kelompok Wanita Tani Bogor, periode desember 2013 sampai dengan juni Presentase penghematan pengeluaran kebutuhan rumah tangga Nilai penjualan sayuran yang tidak dikonsumsi di KWT pada 6 (Enam) Kecamatan Di Bogor 1 (Satu) Siklus Tanam ( Januari-Mei 2014) Jenis Bibit/Benih yang Diproduksi pada Kegiatan m-krpl di 6 Wilayah Bogor Rancangan matriks balanced scorecard kegiatan m-krpl Hasil pembobotan perspektif balanced scorecard kegiatan m-krpl 59 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian evaluasi kinerja model kawasan rumah pangan lestari pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian melalui pendekatan balanced scorecard 24 2 Struktur Organisasi kegiatan m-krpl

15 xv DAFTAR LAMPIRAN 1 Panduan penilaian mapping KRPL 63 2 Sampel anggota KRPL pada 6 Desa di Bogor 67 3 Kuisioner perbandingan berpasangan 69

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan jumlah 250 juta jiwa pada tahun Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan terus bertambah hingga mencapai jumlah 350 juta jiwa pada tahun 2020, (BPS 2014). Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan ekonomi akan semakin meningkat. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pangan merupakan hak asasi setiap manusia yang harus dipenuhi. Di sisi lain, lahan pertanian banyak yang beralih fungsi menjadi perumahan, jalan, industri dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengatasi hal ini. Secara nasional terdapat sekitar 10 juta ha lahan pekarangan di Indonesia yang sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal sebagai areal pertanaman komoditas pangan. Fungsi pekarangan tersebut bukan hanya sebagai sumber pangan yang bergizi, tetapi sebagai penyedia pangan murah karena selalu tersedia saat dibutuhkan. Pemanfaatan pekarangan untuk pertanaman sebenarnya sudah berlangsung lama, terutama di wilayah pedesaan, akan tetapi belum mempertimbangkan aspek pemenuhan pangan dan gizi serta keberlanjutannya. Pada tahun 2011 Kementerian Pertanian menginisiasi konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) sebagai upaya untuk mengoptimalisasi lahan pekarangan. Justifikasi dari program KRPL adalah bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan keluarga. Pada awal tahun 2012, Presiden RI memperkenalkan program Rumah Pangan Lestari (RPL) untuk dikembangkan diseluruh rumah tangga di Indonesia. KRPL dirancang dalam rangka meningkatkan potensi lahan pekarangan untuk ketersediaan pangan murah yang berkelanjutan bagi keluarga. Melalui konsep KRPL, praktek tersebut dikembangkan untuk lebih meningkatkan nilai guna dan manfaat dari luasan pekarangan sempit hingga yang sangat luas. Implementasi model KRPL berdasarkan luasan pekarangan dibagi dalam tiga strata, yaitu : strata 1 (sempit), strata 2 (sedang), dan strata 3 (luas). KRPL adalah suatu himpunan rumah yang mampu mewujudkan kemandirian pangan keluarga melalui pemanfaatan pekarangan, agar dapat melakukan upaya diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, sekaligus konservasi tanaman pangan untuk masa depan, serta tercapai pula upaya peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat pada umumnya. Model KRPL (m-krpl) dibangun di 33 provinsi melalui peran Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, sebagai upaya mempercepat dan memperluas implementasi konsep KRPL. Pengembangan model dimaksudkan sebagai centre of learning untuk menerapkan prinsip-prinsip KRPL. Dalam Pedoman Umum Badan Litbang Pertanian (2011) disebutkan bahwa KRPL mempunyai tujuan : (1) memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan; (2) Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan baik di perkotaan maupun di pedesaan; (3) mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melestarikan tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan (4) mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu

18 2 meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Hingga Oktober 2013, implementasi model KRPL (m-krpl) telah mencapai unit yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di 33 provinsi di Indonesia. Model KRPL tersebut kemudian direplikasi oleh berbagai instansi, terutama Badan Ketahanan Pangan (BKP) yaitu sekitar unit KRPL pada tahun Instansi terkait dan lembaga/organisasi (perempuan, pendidikan, sosial, dsb.) juga sangat antusias dalam mengembangkan atau mereplikasi KRPL. Akhir tahun 2013 diperkirakan lebih dari unit KRPL telah terbangun, atau telah melibatkan lebih dari rumah tangga (Rumah Pangan Lestari/RPL). Kegiatan yang memiliki kemampuan untuk melipatgandakan kinerja akan mampu bertahan dan tumbuh dalam lingkungan bisnis yang kompetitif (Mulyadi 2001). Evaluasi kinerja diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan strategi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi (LAN RI 1999). Proses evaluasi kinerja organisasi mengkombinasikan evaluasi kinerja dari sumber daya yang berwujud (tangible resources) dan sumber daya tak berwujud (intangible resources). Untuk mengetahui bagaimana keadaan suatu kegiatan ataupun kinerja kegiatan diperlukan suatu sistem evaluasi yang terpadu. Kaplan dan Norton (2000) mengusulkan sistem evaluasi kinerja yang disebut dengan Balanced Scorecard, yang memiliki keistimewaan dalam cakupan evaluasinya yang komprehensif, dimana selain mempertimbangkan kinerja finansial (tolak ukur keuangan) juga mempertimbangkan kinerja non finansial (tolak ukur operasional). Pengukuran kinerja yang baik oleh pihak manajemen dapat menentukan tingkat keberhasilan dari suatu strategi umum yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh kegiatan atau program. Suatu kegiatan juga harus memperhatikan kendala terbesar dari ketidakberhasilan suatu strategi umumnya yang sudah ditetapkan sebelumnya. Menurut Mulyadi (2001), kesalahan yang terjadi pada identifikasi lingkungan, maka hal ini akan lebih mudah diketahui dan diperbaiki dengan melakukan identifikasi lingkungan internal dan eksternal kegiatan/program, baik yang akan dilakukan oleh pihak manajemen kegiatan atau dilakukan dengan cara menggunakan jasa konsultan. Menurut Kaplan dan Norton (2000), ukuran kinerja finansial relatif tidak terlalu mencerminkan indikator keberhasilan, karena ukuran finansial hanya menunjukkan apa yang telah dicapai perusahaan dan dimana posisi perusahaan saat ini berada. Ukuran kinerja finansial tidak dapat menunjukkan akan kemana kegiatan (tujuan kegiatan) dan bagaimana cara memperbaiki kinerja kegiatan. Hal ini disebabkan ukuran keuangan cenderung melihat apa yang telah dialami pada masa lalu Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dirancanglah suatu sistem pengukuran kinerja melalui Balanced Scorecard yang merupakan merupakan Contemporary management tool yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dengan menterjemahkan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategi perusahaan kedalam empat perspektif yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif proses pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini akan memberi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta hasil yang diinginkan dengan

19 3 faktor pendorong tercapainya hasil tersebut (Kaplan dan Norton, 2000). Balanced Scorecard memiliki kelebihan sebagai sistem pengukuran kerja yang komperhensif, koheran, terukur dan seimbang. Perumusan Masalah Merujuk pada latarbelakang yang telah diuraikan di atas bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam mata rantai nilai yang ada pada perusahaan. Sistem pengukuran yang efektif akan dapat mendorong seluruh karyawan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Tanpa pengukuran yang efektif, perusahaan tidak dapat mengevaluasi seberapa baik kinerja perusahaan dalam merekomendasikan tindakan korektif yang bersifat visioner. KRPL yang telah berjalan selama 3 tahun ( ) perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui bagaimana kinerjanya selama ini dan bagaimana prospek program tersebut di masyarakat, terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan dan penghematan pengeluaran rumah tangga, tingkat partisipasi masyarakat, jumlah annggota RPL yang terlibat, manajemen Kebun Bibit Desa (KBD) dan dukungan Pemerintah. Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lesatari merupakan program Kementerian Pertanian, adapun sistem penelian kinerjanya berbeda dengan sistem penilaian kinerja perusahaan. Sistem evaluasi kinerja perusahaan menitik beratkan pada keuntungan perusahaan tersebut Pada sistem penilaian evaluasi kinerja pada kegiatan KRPL ini menggunakan sistem evaluasi pelaksanaan program. Adapun definisi dari Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan Pengukuran kinerja program m-krpl yang telah dilakukan selama ini dengan menggunakan pemetaan dan pengelompokan (klastering) yang dilakukan pada lokasi KRPL di seluruh Indonesia, dengan indikator dan parameter yang telah dirumuskan oleh Tim Posko Penggerak dan Pengolah KRPL, yang mengacu pada 7 (tujuh) pilar keberlanjutan, yaitu: (a) Infrastruktur; (b) Peran tokoh masyarakat (local champion); (c) Ketersediaan benih (pengelolaan Kebun Bibit Desa/KBD); (d) Dukungan Pemerintah; (e) Kelembagaan pasar; (f) Partisipasi aktif masyarakat; dan (g) Rotasi tanaman. Ketersediaan maupun kesiapan infrastruktur dan potensi sumberdaya alam terutama terkait dengan ketersediaan air, media tanam dan sarana produksi (input) lainnya, sangat penting diperhatikan untuk pengembangan KRPL. Oleh karena itu identifikasi awal di calon lokasi perlu dilakukan untuk menilai potensi dan masalah bagi pengembangan KRPL ke depan, serta akses masyarakat terhadap infrastruktur tersebut. Partisipasi masyarakat terutama peran aktif tokoh masyarakat (local champion) atau kelembagaan pengelola KRPL juga perlu ditumbuhkan. Tokoh masyarakat, baik pamong desa maupun ketua atau pengurus: kelompok tani atau kelompok keagaman, yang dituakan atau sesepuh adat,

20 4 penggerak PKK, dan Posyandu dapat berfungsi sebagai penggerak atau motinator dalam pengembangan KRPL. Ketersediaan benih atau bibit yang dibutuhkan masyarakat perlu diperhatikan dalam pengembangan KRPL. Untuk itu Kebub Bibit Desa atau Kelurahan (KBD/KBK) wajib dibangun atau ditumbuhkan dan dikelola dengan baik. Dukungan Pemerintah Daerah (Pemda), baik berupa kebijakan maupun alokasi anggaran atau bentuk natur, juga menjadi pilar keberlanjutan KRPL. Kebijakan Pemda, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), tentang pentingnya pengembangan KRPL untuk ketahanan dan kemandirian pangan wilayah perlu diimplementasikan dalam bentuk gerakan, atau himbauan kepada segenap jajarannya, baik di tingkat provinsi, kabupaten hingga tingkat desa. Alokasi anggaran, dukungan dalam bentuk natur seperti benih/bibit tanaman, ternak maupun ikan serta pendampingan juga sangat diperlukan dalam pengembangan dan keberlanjutan KRPL. Suatu program pemberdayaan masyarakat seperti pengembangan KRPL ini, dapat berhasil atau berkelanjutan apabila dapat dirasakan manfaatnya dan mempunyai nilai ekonomis bagi pelaksana maupun masyarakat sekitarnya. Dalam pengembangan KRPL, produk yang dihasilkan oleh setiap RLP berpeluang untuk dijual. Setelah tujuan pertama (pemenuhan pangan dan gizi keluarga) terpenuhi. Pembentukan kawasan dalam pengembangan KRPL bertujuan agar produk yang dihasilkan oleh setiap RPL juga mempunyai nilai atau manfaat ekonomi. Produk yang dihasilkan dalam KRPL ini sangat khas, karena berupa komoditas segar dan sehat (organik), sehingga segmen pasarnyapun dapat dibedakann. Kelembagaan pendukung lainnya sebagai pilar keberhasilan pengembangan KRPL antara lain adalah kelembangaan input dan kelembagaan pengolahan hasil. Kelembagaan tersebut otomatis akan tercipta apabila produk yang dihasilkan KRPL ini telah berkembang dan berseninambungan (lestari). Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, telah disusun strategi pendampingan maupun upgrading untuk masing-masing klaster di masing-masing provinsi. Dengan analisis tersebut, peneliti bisa mendapatkan gambaran metode pengukuran kinerja yang dilakukan oleh program KRPL selama ini dan hasilnya. Akan tetapi, pengukuran kinerja tersebut tidak dapat melihat secara detail bagaimana kinerja tersebut jika dilihat dari perspektif keuangan, perspektif bisnis internal, perspektif pelanggan, maupun perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Klaster (kategori) yang digunakan ada 3 (tiga) klaster, yaitu berwarna hijau adalah lokasi m-krpl yang telah memenuhi nilai baik (infrastruktur mudah diskes, KBD telah mandiri, jumlah rumah tangga/rpl terus bertambah, telah mengintegrasi tanaman-ikan-ternak, kelembagaan pengelolaan hasil dan pasar telah berjalan). Sementara klaster kuning sedang ( KBD belum mandiri karena belum mampu menyediakan sumber benih dan media tanam, motivator ada tapi kurang aktif), sedangkan klaster merah adalah buruk (KBD tidak berjalan baik bahkan sudah tidak ada lagi, jumlah RPL semakin berkurang, motivator lokal tidak ada, dan kelembagaan lainnya lemah atau tidak berjalan baik). Sistem pengukuran kinerja keuangan tersebut tidak mengukur sejauh mana keberhasilan program KRPL dalam melaksanakan strategi program/kegiatan. Padahal pengukuran dalam pencapaian strategi penting dilakukan untuk menjaga kesinambungan kegiatan dalam jangka panjang. Balanced Scorecard merupakan alternatif sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya menitikberatkan pada

21 5 perspektif keuangan saja namun juga perspektif pelanggan, bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini akan memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta hasil yang diinginkan dengan tercapainya hasil tersebut. Balanced Scorecard memiliki kelebihan sebagai sistem pengukuran kinerja yang komperhensif, koheran, terukur dan seimbang. Sejauh ini program KRPL belum menerapkan Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja. Padahal kebutuhan akan suatu manajemen strategis yang memiliki metode penilaian yang komperhensif, koheran, terukur, dan seimbang mutlak diperlukan suatu kegiatan atau program untuk mencapai kesuksesan dalam persaingan di masa mendatang. Dengan demikian, program dapat terus berkembang dan mampu mencapai visi melalui misinya. Proses pengambilan keputusan manajemen dalam lingkungan usaha yang semakin kompleks dan kompetitif, yang perlu didukung dengan sistem tolak ukur kinerja yang integratif, secara internal konsisten dengan visi, misi, tujuan dan strategi program disertai umpan balik yang cepat, serempak, dan simultan. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran dengan konsep Balanced Scorecard agar keempat aspek tersebut dapat evaluasi. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana evaluasi kinerja pada program KRPL selama ini? 2. Bagaimana kinerja program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari berdasarkan konsep Balanced Scorecard yang meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan? Tujuan Penelitian Konsisten dengan permasalahan yang dirumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menilai dan meninjau evaluasi kinerja yang diterapkan pada Program KRPL selama ini. 2. Mengetahui kinerja Program m-krpl berdasarkan konsep Balanced Scorecard yang meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai bahan masukkan, informasi dan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Sebagai masukkan dan informasi dalam penentuan kebijakan bagi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian, dan diharapkan dengan Balanced Scorecard sebagai strategi peningkatan dalam pengembangan m-krpl dapat diukur, terarah, berdaya guna, dan berhasil guna. 3. Sebagai referensi bagi peneliti yang berminat terhadap masalah sejenis dalam penelitian ini.

22 6 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lesatari pada Balai Besar Pengkajian dan Pengemabangan Teknologi Pertanian melalui Pendekatan Balanced Scorecard yang di laksanakan pada Kantor BBP2TP dan 6 KRPL yang berada di Bogor. Data kegiatan selama penelitian diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada penanggungjawab dan anggora RPL. Program KRPL belum menerapkan Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja. Padahal kebutuhan akan suatu manajemen strategis yang memiliki metode penilaian yang komperhensif, koheran, terukur, dan seimbang mutlak diperlukan suatu kegiatan atau program untuk mencapai kesuksesan dalam persaingan di masa mendatang. Dengan demikian, program dapat terus berkembang dan mampu mencapai visi melalui misinya. TINJAUAN PUSTAKA Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Rumah Pangan Lestari adalah rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. Sedangkan penataan pekarangan ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya melalui pengelolaan lahan pekarangan secara intensif dengan tata letak sesuai dengan pemilihan komoditas. Terkait dengan program pemanfaatan lahan pekarangan, pada dasarnya intensifikasi pekarangan merupakan usaha peningkatan produktivitas sumberdaya lahan pekarangan dengan menggunakan teknologi tepat guna dan pemanfaatan input produksi modern dengan tujuan meningkatkan produksi pertanian guna mencukupi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam Pedoman Umum Pemanfaatan Pekarangan yang dibuat Departemen Pertanian (2002), juga disebutkan kriteria kelompok peserta program (wanita tani-nelayan) menggunakan pendekatan kelompok secara partisipatif. Dengan berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dengan prinsip keserasian dan keminpinan dari peserta program. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-krpl) yang dikembangkan oleh Badan Libang Pertanian (2011), meliputi: (1) rumah pangan lestari, (2) penataan pekarangan, (3) pengelompokan lahan pekarangan terdiri atas lahan pekarangan perkotaan dan pedesaan, dengan strata luasan (sempit, sedang, dan luas), (4) pemilihan komoditas, (5) diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan (6) pengembangan kawasan. Sedangkan pengembangan Kebun Bibit Desa (KBD) adalah sebagai entry point agar program ini terus berkesinambungan (lestari). Konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL) yang merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu rumah tangga dengan prinsip

23 7 pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan,serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah (Kementerian Pertanian 2011). Beberapa faktor lain yang mendukung keberlanjutan KRPL adalah ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan pengolahan, dan pasar bagi produk yangdihasilkan. Untuk itudiperlukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan KBD, pengolahan hasil, dan pemasaran. Selanjutnya untuk mewujudkan kemandiriankawasan, maka dilakukan pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak. Untuk memenuhi Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi keluarga. Model ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Prinsip m-krpl adalah (1)Ketahanan dan kemandirian pangan rumahtangga, (2) Diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (3) Konservasi sumberdaya genetik (tanaman, ternak, ikan) untuk masa depan, (4) Peningkatan kesejahteraan rumahtangga dan masyarakat, (5) Pendidikan dan pelatihan, (6) Kesehatan dan gizi masyarakat, dan (7) Antisipasi perubagan iklim. Model pendekatan m-krpl adalah (1) Optimalisasi ruang/tempat atau karang kantri dan pekarangan rumahtangga, (2) Penataan pekarangan untuk perkotaan dan di pedesaan, (3) Pengelompokan luas lahan pekarangan (strata): tanpa pekarangan, pekarangan sempit, pekarangan sedang dan pekarangan luas, (4) Pemilihan komoditas yang diusahakan (memenuhi PPH 93,3 tahun 2014): tanaman pangan (non padi), hortikultura (sayuran dan buah-buahan), tanaman obat keluarga (toga), budidaya ternak dan ikan, yang terintegrasi dan berkesinambungan, dan (5) Pengambangan kebun bibit desa (KBD). Strategi Pengembangan m-krpl Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) dilaksanakan selama ini menggunakan strategi sebagai berikut: 1. Melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pihak: Mengadakan pelatihan KRPL bagi rumah tangga atau kelompok rumah tangga yang berada pada kawasan yang dikembangkan oleh Kementerian/lembaga lain, BUMN, Swasta, Pemda, LSM, Perguruan Tinggi dan pihak terkait lainnya. 2. Membangun dan memperluas m-krpl sebagai percontohan di setiap kabupaten/kota diseluh wilayah Indonesia. 3. Membentuk Posko Penggerak dan Pengelola KRPL yang mencakup tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. 4. Membangun dan mengembangkan Kebun Bibit Desa (KBD) disetiap kawasan dan Kebun Bibit Inti (KBI) disetip provinsi untuk menyediakan bibit bagi setiap rumah tangga pada kawasan yang dikembangkan.

24 8 5. Membentuk Bapak Asuh KRPL khususnya di kalangan BUMN dan Swasta yang didukung dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR). 6. Kerjasama dengan Kementerian/lembaga untuk mengembangkan keseluruhan kabupaten/kota. 7. Replikasi RPL oleh Ditjen Teknis dan Badan Lingkup Kementerian Pertanian. 8. Replikasi RPL oleh pemerintah daerah. Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi 4 yaitu pekarangan pada: (1) Rumah Tipe 21 dengan total lusa tanah sekitar 36 m 2 atau tanpa halaman, (2) Rumah Tipe 36, luas tanah sekitar 72 m 2 atau halaman sempit, (3) Rumah Tipe 45, luas tanah sekitar 90 m 2 atau halaman sedang, dan (4) Rumah Tipe 54 atau 60, luas tanah sekitar 120 m 2 atau halaman luas. Pekarangan pedesaan dikelompokkan menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan sempit (<120 m 2 ), (3) pekarangan sedang ( m 2 ), dan (4) pekarangan luas (>400 m 2 ). Perencanaan dan Pelaksanaan Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan Model KRPL, dibutuhkan 9 (sembilan) tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam pedoman umum model KRPL (Kementerian Pertanian 2011), yaitu: 1. Persiapan (1) pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan kelompok sasaran, (2) pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas terkait lainnya di Kabupaten/Kota, (4) memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. 2. Pembentukan Kelompok Kelompok sasaran adalah rumah tangga atau kelompok rumah tangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri. 3. Sosialisasi Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait. 4. Penguatan Kelembagaan Kelompok Dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok: (1) mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang

25 9 telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompokkelompok masyarakat lainnya. 5. Perencanaan Kegiatan Melakukan perencanaan/rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat keluarga, ikan dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, kebun bibit desa, serta pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu dilakukan penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan dinas instansi terkait. 6. Pelatihan Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan yang dilakukan diantaranya teknik budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikan dan ternak, pembenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan. 7. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi oleh peneliti dan pendampingan antara lain oleh Penyuluh dan Petani Andalan. Secara bertahap, dalam pelaksanaanya menuju pada pencapaian kemadirian pangan rumah tangga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit desa, dan peningkatan kesejahteraan. 8. Pembiayaan Bersumber dari kelompok, masyarakat, partisipasi pemerintah daerah dan pusat, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta dan dana lain yang tidak mengikat. 9. Monitoring dan Evaluasi Dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan menilai kesesuaian kegiatan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan. Evaluator dapat dibentuk oleh kelompok. Evaluator dapat juga berfungsi sebagai motivator bagi pengurus, anggota kelompok dalam meningkatkan pemahaman yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya yang tersedia di lingkungannya agar berlangsung lestari. Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait pusat dan daerah, yang masing-masing bertanggung jawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan.

26 10 Tabel 1 Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL No Pelaksana Tugas / Peran dalam Kegiatan 1 Masyarakat - Kelompok sasaran - Pamong Desa (RT, RW, Kadaus), Tokoh Masyarakat - Pelaku Utama - Pendamping 2 Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan dan lembaga terkait lainnya) - Pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang - Penanggung jawab keberlanjutan kegiatan - Replikasi kegiatan ke lokasi lainnya 3 Koordinator lapangan - PKK, Pokja 3 - Kantor Ketahanan Pangan 4 Ditjen Komoditas/Badan lingkup Kementecrian Pertanian - Pengembangan model sesuai tupoksi instansi 5 Pengembangan model sesuai tupoksi instansi - Narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan 6 PerguruanTinggi/Swasta/LSM - Dukungan dan pengawalan 7 Pengembang perumahan - Fasilitasi pemanfaatan lahan kosong di kawasan perumahan Sumber: Pedum m-krpl, Litbang (2012) Diversifikasi pangan merupakan salah satu kunci sukses pembangunan pertanian tahun dan merupakan butir penting dari kontrak kinerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden. Sasaran pelaksanaan penganekaragamam konsumsi pangan (P2KP) adalah terwujudnya pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman, dengan indikator skor PPH naik dari 75.7 persen menjadi 93.3 persen pada 2014 dan konsumsi beras menurun 1.5 persen per tahun, dan diimbangi peningkatan konsumsi per kapita hasil-hasil ternak, ikan, umbi-umbian, buah-buahan dan sayuran (Kementerian Pertanian 2012). Monitoring dan evaluasi, dilaksanakan secara partisipatif untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan yang sedang dilakukan, dan menilai apakah kegiatan yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini utamanya melibatkan Tim Posko Penggerak dan Pengolah KRPL terutama Bidang Evaluasi.

27 11 Studi Empiris Terkait Pengukuran Evaluasi Kinerja Konsep Balanced Scorecard semakin luas digunakan di berbagai belahan dunia seperti Eropa, Australia, dan Asia sejak lahirnya diawal era 90-an. Pada abad 21 ini, Balanced Scorecard sering didiskusikan di Indonesia. Penelitianpeneltian mengenai Balanced Scorecard telah banyak dilakukan. Pada dasarnya metode Balanced Scorecard merupakan alat untuk mengukur kinerja perusahaan dan sebagai sistem manajemen strategis komprehensif. Metode Balanced Scorecard melihat kinerja perusahaan dari berbagai aspek perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Dalam melakukan penelitian mengenai kinerja suatu kegiatan, ada beberapa penelitian yang berhasil merumuskan kinerja perusahaan yang mereka teliti dan ada pula yang tidak berhasil karena perusahan tersebut berfokus pada persepktif keuangan. Hasil-hasil penelitian berikut akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai konsep Balanced Scorecard beserta lembaga-lembaga yang menerapkannya. Pengukuran evaluasi kinerja yang telah dilakukan oleh Reza (2010), Ika (2009) dan Sahputra (2006) mempunyai bobot paling tinggi pada perspektif pelanggan yaitu dengan sasaran strategi berupa kepuasan, kepercayaan dan aquality relationship pelanggan. Hal ini berdasarkan hasil verifikasi yang menunjukkan skor survei yang baik pada indikator kepuasan pengunjung, jumlah anggota, dan jumlah sponsor. Penelitian yang dilakukan oleh Anggoro (2007) memiliki bobot yang tinggi pada perspektif keuangan serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Kedua perspektif tersebut memberikan kontribusi yang tinggi kepada perusahaannya. Saputra (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pengukuran kinerja Dinas Pertanian memiliki pembobotan lebih tinggi pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan sasaran strategis yang dipilih yaitu tercapainya pegawai profesional dan pegawai disiplin. Sebelum melakukan evaluasi kinerja dengan Balanced Scorecard kelima peneliti terdahulu memberi pembobotan terhadap masing-masing ukuran perspektif untuk mendapatkan nilai tingkat kepentingan. Proses pembobotan dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Meskipun pengukuran kinerja telah memperluas aspek non keuangannya namun informasi yang diberikan hanya penilaian kinerja perusahaan tanpa memberikan informasi mengenai sebab akibat dari pencapaian nilai tersebut. Hasil kinerja dari empat perspektif di atas menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 80 persen sampai 90 persen dari nilai optimal 100 persen. Berdasarkan penelitian terdahulu, penulis menggunakan pengukuran evaluasi kinerja yang mengacu pada penelitian Ika (2009), karena pada penelitian tersebut meninjau evaluasi kinerja yang diterapkan pada KPBS selama ini dan mengetahui kinerja berdasarkan konsep Balanced Scorecard.

28 12 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Dalam membahas penelitian ini penulis mengemukakan berbagai teori yang berkaitan dengan judul penelitian sebagai berikut : Model Balanced Scorecard Yuwono dkk (2007) menyatakan bahwa ide tentang Balanced Scorecard pertama kali dipublikasikan dalam artikel Kaplan dan Norton di Harvard Business Review tahun 1992 dalam sebuah artikel yang berjudul Balanced Scorecard Measures that Drive Performance Intinya scorecard terdiri atas tolak ukur keuangan yang menunjukkan hasil dari tindakan yang diambil sebagaimana ditunjukkan pada tiga perspektif tolak ukur operasional lainnya: kepuasan pelanggan, proses internal dan kemampuan berorganisasi untuk belajar dan melakukan perbaikan. Pengukuran menjadi suatu hal yang vital sebelum kita melakukan evaluasi atau pengendalian terhadap suatu objek. Balanced di depan kata score maksudnya adalah bahwa angka (grade) atau score tersebut harus mencerminkan keseimbangan antara sekian banyak elemen penting dalam kinerja. Menurut Kaplan dan Norton (2007) Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Perspektif Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton 2007) dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Perspektif Keuangan, mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan kepada organisasi. Finansial dibutuhkan untuk memberikan ringkasan dari konsekuensi ekonomi akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah diambil. 2. Perspektif Pelanggan, fokus terhadap kebutuhan dan kepuasan pelanggan termasuk pangsa pasar. Pelanggan dibutuhkan untuk mengetahui keadaan pasar. 3. Perspektif Internal, memfokuskan perhatian pada kinerja dalam proses internal yang mendorong kemajuan perusahaan. 4. Pembelajaran dan Berkembang, memperhatikan langsung seluruh kemungkinan untuk berhasil. Belajar dan pertumbuhan dibutuhkan untuk mengidentifikasi infrastruktur dari organisasi yang harus dibangun untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Konsep Kinerja Dalam berbagai literatur istilah performance saat ini popular digunakan, Amstrong dan Baron (2007) mengatakan bahwa : pengertian performance sering diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga

29 13 bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan konstribusi ekonomi. Dalam konteks penelitian ini pengertian di atas dianggap cukup karena Balanced Scorecard juga menyangkut teknik pengukuran terhadap kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi dalam perspektif keuangan. Namun demikian kinerja dalam rangka pengembangan karyawan memerlukan pengukuran, dan dalam penelitian ini pengukuran yang dimaksud adalah pengukuran dengan menggunakan Model Balanced Scorecard dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang akurat dan sahih tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota organisasi. Pengukuran kinerja melalui Balanced Scorecard akan menghasilkan kesimpulan apakah kesejahteraan karyawan dapat dipertimbangkan peningkatannya, apakah perspektif keuangan dapat meningkatkan perkembangan fisik organisasi atau apakah proses internal dalam organisaasi dapat memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan diri, dan terakhir apakah proses belajar dapat menunjang kinerja sehingga organisasi eksis dan mampu bersaing dengan organisasi sejenis. Pengendalian dan Kinerja Pengendalian adalah proses mengarahkan sekumpulan variabel yang meliputi manusia, benda, situasi dan organisasi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan atau kegiatan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan atau kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Tujuan Pengukuran Kinerja Tujuan dari pengukuran kinerja menurut Samimora (2006), adalah untuk menghasilkan data, yang kemudian apabila data tersebut dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat bagi pengguna data tersebut. Berdasarkan tujuan pengukuran kinerja, maka metode pengukuran kinerja harus dapat menyelaraskan tujuan organisasi perusahaan secara keseluruhan tujuan organisasi keseluruhan (goal congruence). Penilaian Kinerja Mulyadi (2002), mendefinisikan mengenai penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui penilaian kinerja, manajer dapat menggunakannya dalam mengambil keputusan penting dalam rangka bisnis perusahaan, seperti menentukan tingkat gaji karyawan dan sebagainya, serta langkah yang akan diambil untuk masa depan. Sedangkan bagi pihak luar, penilaian kenerja sebagai alat pendeteksi awal dalam memilih alternatif investasi yang digunakan untuk meramalkan kondisi perusahaan atau kegiatan yang akan datang.

30 14 Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan utama penilaian kinerja (Samimora 2006), adalah untuk memotivasi personil dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan berhasil yang diinginkan oleh organisasi. Manfaat Pengukuran Kinerja Suatu pengukuran kinerja akan menghasilkan data, dan data yang telah dianalisis akan memberikan informasi tentang manfaat pengukuran kinerja berupa bagi peningkatan pengetahuan para manajer dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Samimora 2006). Manfaat sistem pengukuran kinerja yang terbaik adalah : 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut. 4. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberikan reward atas perilaku yang diharapkan. 5. Membuat suatu tujuan yang biasanya kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat dari penilaian kinerja bagi manajemen (Samimora 2006), adalah sebagai berikut : 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 3. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 4. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. 5. Penghargaan digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu : a. Penghargaan intrinisik, berupa rasa puas diri yang diperoleh seseorang yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan telah mencapai sasaran tertentu dengan menggunakan berbagai teknik seperti pengayaan pekerjaan, penambahan tanggungjawab, partisipasi dalam pengambilan keputusan. b. Penghargaan ekstrisik, terdiri dari kompensasi yang diberikan kepada karyawan, baik yang berupa kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung dan kompensasi keuangan. Dimana ketiganya memerlukan data kinerja karyawan agar penghargaan tersebut dirasakan adil oleh karyawan.

31 Pengukuran Kinerja Pengertian kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi (Moeheriono 2009). Menurut Oxford Dictionary (Moeheriono 2009), kinerja (Performance) merupakan suatu tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi. Sedangkan menurut Robbins dalam Moeheriono (2009), mengatakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu Kinerja = f (A x M x O); artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Pengukuran kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan sesuatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono 2009). Menurut Yuwono (2007), pengukuran kinerja merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen yang mencakup baik tindakan yang mengimplikasikan keputusan perencanaan maupun penilaian kinerja pegawai dan operasinya. Untuk Pengukuran kinerja kita perlu menetapkan ukuran indikator kinerja. Menurut Moeheriono (2009), pada umumnya, ukuran indikator kinerja dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori berikut ini. Namun, organisasi tertentu dapat mengembangkan kategori masing-masing yang sesuai dengan misinya yaitu: 1. Efektif, indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektifitas ini menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang sudah benar. 2. Efisien, indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output dengan menggunakan biaya serendah mungkin. Indikator mengenai efektifitas ini menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu dengan benar. 3. Kualitas, indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen. 4. Ketepatan waktu, indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan secara benar dan tepat waktu. Oleh karena itu, perlu ditentukan kriteria yang dapat mengukur berapa lama waktu yang seharusnya diperlukan untuk menghasilkan suatu produk. Kriteria ini biasanya didasarkan pada harapan konsumen. 5. Produktivitas, indikator ini mengukur tingkat produktivitas suatu organisasi. Pada bentuk ilmiah, indikator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses dibandingkan dengan nilai yang dikonsumsi untuk biaya modal dan tenaga kerja. 6. Keselamatan, indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta lingkungan kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan. 15

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2 KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2 PENDAHULUAN Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii

Lebih terperinci

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR Ir. PETER TANDISAU, MS., dkk. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat

Lebih terperinci

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yaitu dibangun dari kumpulan rumah tangga agar mampu mewujudkan kemandirian pangan melalui pemanfaatan pekarangan dengan berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,

Lebih terperinci

KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU

KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU Ir. Abdul Fattah, MP, dkk I.Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Presiden RI pada acara Konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Jakarta International Convention Center (JICC) bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan baik pada tingkat rumah tangga, nasional, regional, maupun global merupakan salah satu wacana yang sering muncul dalam pembahasan dan menjadi sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari

Lebih terperinci

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam.berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi 2.1.1 Pengertian partisipasi Menurut Rodliyah (2013) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi dalam situasi kelompok sehingga dapat dimanfaatkan sebagai motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia selain sandang dan papan. Ketersediaan pangan yang cukup menjadi isu nasional untuk mengentaskan kerawanan pangan di berbagai daerah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. No.397, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 43/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN

Lebih terperinci

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja Manajemen kinerja adalah sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan perusahaan (Bacal,1999). Sebuah

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS A. TUJUAN PEMBELAJARAN. Adapun tujuan pembelajaran dalam bab ini, antara lain : 9.1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem pertanggungjawaban

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Rakhmat, dkk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kinerja Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dicapai pada suatu periode tertentu dan mengukur seberapa jauh terjadinya

BAB II LANDASAN TEORI. dicapai pada suatu periode tertentu dan mengukur seberapa jauh terjadinya BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Kinerja Pengukuran merupakan upaya mencari informasi mengenai hasil yang dicapai pada suatu periode tertentu dan mengukur seberapa jauh terjadinya penyimpangan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kemiskinan dan pengangguran yang meningkat menjadi ketimpangan masyarakat merupakan tantangan dalam pembangunan, Masyarakat miskin umumnya lemah dalam

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH Ungaran, Januari 2017 ASPEK KONSUMSI PANGAN DALAM UU NO 18/2012 Pasal 60 (1) Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis di Indonesia menunjukkan kemajuan pesat seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis di Indonesia menunjukkan kemajuan pesat seiring BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di Indonesia menunjukkan kemajuan pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, antar lembaga atau organisasi saling berkompetisi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN MELALUI KONSEP RUMAH PANGAN LESTARI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia menuju era globalisasi memungkinkan kegiatan perekonomian berkembangan sedemikian rupa sehingga melewati batas-batas wilayah dan antar

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada masyarakat belum memiliki indikator kinerja memadai, sehingga sulit untuk menentukan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KABUPATEN PURWOREJO Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu sub sistem pembangunan nasional harus selalu memperhatikan dan senantiasa diupayakan untuk menunjang pembangunan wilayah setempat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dari pembangunan nasional, karena berkaitan erat dengan pembangunan industri, perbaikan pangan dan kesehatan, perbaikan

Lebih terperinci

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Neneng Ratna, Erni Gustiani dan Arti Djatiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkumpulan yang beranggotakan orang atau badan-badan yang memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkumpulan yang beranggotakan orang atau badan-badan yang memberikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian koperasi Menurut Sumarni dan Soeprihanto (1995) koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD KINERJA Kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Karena itu, sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib menjalankan

Lebih terperinci

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi ini, keberhasilan dan kegagalan suatu perusahan tidak dapat diukur

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi ini, keberhasilan dan kegagalan suatu perusahan tidak dapat diukur BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengukuran kinerja perusahaan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan tersebut telah tercapai. Pengetahuan mengenai kondisi yang terjadi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota Bukittinggi, Maret 2016 BIDANG PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP)

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO Cahyati Setiani, Iswanto, dan Endang Iriani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Email: cahyati_setiani@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja. dihasilkan oleh suatu perusahaan atau organisasi dalam periode tertentu

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja. dihasilkan oleh suatu perusahaan atau organisasi dalam periode tertentu BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian dari pelaksanaan suatu program/kegiatan/kebijakan dalam

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL BUPATI BARITO UTARA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAPORAN SPEKTRUM DISEMINASI MULTI CHANEL (SDMC) MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) BPTP BENGKULU

LAPORAN SPEKTRUM DISEMINASI MULTI CHANEL (SDMC) MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) BPTP BENGKULU LAPORAN SPEKTRUM DISEMINASI MULTI CHANEL (SDMC) MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) BPTP BENGKULU Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Bengkulu dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif

Lebih terperinci

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 SAMBUTAN DAN ARAHAN KEPALA DINAS KETAHANAN PROVINSI JAWA TENGAH SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 Ungaran, Januari 2017 TUJUAN Menyamakan persepsi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Di samping itu, tingkat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menghadapi perubahan perkembangan bisnis yang semakin kompetitif, suatu organisasi dituntut untuk melakukan suatu adaptasi yang cepat terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah serta perusahaan milik pemerintah dan organisasi sektor publik

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan haruslah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan haruslah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan haruslah mempunyai strategi agar tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Selain

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD KINERJA Kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah tangga. Menurut (Hanafie, 2010) ketahanan pangan bagi suatu negara

I. PENDAHULUAN. rumah tangga. Menurut (Hanafie, 2010) ketahanan pangan bagi suatu negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga secara normatif sumber utama pasokan pangan harus dapat diproduksi sendiri hingga tingkat rumah tangga. Menurut (Hanafie,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan merancang suatu sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard yang sesuai dengan visi dan misi

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian, Manfaat dan Tujuan Balanced Scorecard. Balanced Scorecard adalah pendekatan terhadap strategi

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian, Manfaat dan Tujuan Balanced Scorecard. Balanced Scorecard adalah pendekatan terhadap strategi 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian, Manfaat dan Tujuan Balanced Scorecard Pengertian Balanced Scorecard Balanced Scorecard adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Robert

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki cadangan. lahan sangat luas berupa hutan konversi yang dapat dimanfaatkan sebagi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki cadangan. lahan sangat luas berupa hutan konversi yang dapat dimanfaatkan sebagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki cadangan lahan sangat luas berupa hutan konversi yang dapat dimanfaatkan sebagi perkebunan kelapa sawit. Lahan yang

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui M-KRPL di Kabupaten Cianjur

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui M-KRPL di Kabupaten Cianjur Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui M-KRPL di Kabupaten Cianjur Arti Djatiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat E-mail: artidjatiharti@gmail.com Abstrak Model Kawasan Rumah Pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akses pangan merupakan salah satu sub sistem ketahanan pangan yang menghubungkan antara ketersediaan pangan dengan konsumsi/pemanfaatan pangan. Akses pangan baik apabila

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan Indonesia, yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas lapangan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 257 BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menindaklanjuti ketentuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Farah Esa B

Farah Esa B ALTERNATIF PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI SISTEM PENILAIAN KINERJA (Studi Kasus pada RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kab. Wonogiri) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

Taryana Suryana. M.Kom

Taryana Suryana. M.Kom Performance Management Taryana Suryana. M.Kom taryana@yahoo.com http://kuliahonline.unikom.ac.id 1 Pendahuluan Scorecard, Merupakan sebuah metrik kinerja yang digunakan dalam manajemen strategis untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah Pendahuluan Indonesia memiliki potensi sumber daya lahan hayati yang sangat kaya dengan berbagai jenis tanaman pangan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja menurut Hansen dan Mowen (2006:6), Tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja menurut Hansen dan Mowen (2006:6), Tingkat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengukuran Kinerja Pengertian kinerja menurut Hansen dan Mowen (2006:6), Tingkat konsitensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk. Kinerja merupakan penentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi di mana setiap manusia mampu mengkonsumsi pangan dan gizi secara seimbang untuk status gizi baik. Menurut UU Pangan No 7 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu organisasi dikatakan berhasil apabila visi, misi dan tujuannya tercapai. Untuk dapat mencapainya,

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan lingkungan bisnis di dunia saat ini begitu dinamis. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan lingkungan bisnis di dunia saat ini begitu dinamis. Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan lingkungan bisnis di dunia saat ini begitu dinamis. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor sosiologis, teknologi, ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini pengukuran kinerja menjadi suatu komponen penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini pengukuran kinerja menjadi suatu komponen penting bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pengukuran kinerja menjadi suatu komponen penting bagi pihak manajemen dalam menilai performa perusahaannya. Hal ini dilakukan oleh pihak manajemen agar

Lebih terperinci

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN BALANCED SCORECARD Disusun OLEH Bobby Hari W (21213769) Muhamad Deny Amsah (25213712) Muhammad Rafsanjani (26213070) Roby Aditya Negara (28213044) Suci Rahmawati Ningrum (28213662)

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat perkembangan yang saat ini terjadi dimana era globalisasi telah menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat perkembangan yang saat ini terjadi dimana era globalisasi telah menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Melihat perkembangan yang saat ini terjadi dimana era globalisasi telah menyebabkan iklim kompetisi antar perusahaan semakin tajam dan ketat, juga ditambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Untuk menghadapi persaingan bisnis yang sangat kompetitif, kinerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh suatu organisasi. Kinerja dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Menurut Robbins dalam Rai (2008:40), kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E BUPATI BANJARNEGARA PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER

Lebih terperinci