BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini akan dibingkai oleh beberapa pemikiran para ahli/tokoh yang berupa penggunaan konsep maupun teori yang relevan dengan kajian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kebijakan publik, dimana dalam siklus pembuatan kebijakan publik terdapat beberapa tahapan diantaranya adalah tahap implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini akan memfokuskan kepada tahap implementasi untuk mengetahui proses pelaksanaan kebijakan pembangunan pariwisata dalam peningkatan sektor UMKM. Selain itu penelitian ini juga menggunakan konsep implementasi kebijakan, pembangunan pariwisata dan pemberdayaan masyarakat serta beberapa penelitian yang dijadikan gambaran dalam penelitian. 2.1 Kajian Pusataka Penelitian tentang Implementasi Pembangunan Pariwisata Dalam Peningkatan Sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah Kabupaten Banyuwangi belum pernah dikaji sebelumnya. Namun, penulis mengambil beberapa contoh penelitian yang memiliki teori maupun konsep yang sama. Berikut ini merupakan beberapa penelitian terkait dengan penelitian ini, yaitu : Pertama, penelitian oleh Maksimilianus Maris Jupir, dalam Journal of Indonesia Tourism and Development Studies, E-ISSN: FIA UB, yang berjudul Implementasi Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal (Studi di Kabupaten Manggarai Barat). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

2 10 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat yang memiliki legitimasi untuk membuat berbagai kebijakan termasuk di bidang pariwisata. Persamaan penelitian oleh Maksimilianus Maris Jupir dengan penelitian Implementasi Kebijakan Bupati Banyuwangi dalam Pembangunan Pariwisata adalah sama-sama memiliki tujuan untuk memaparkan implementasi kebijakan yakni kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengembangkan pariwisata daerah dengan menggunakan model implementasi Edward III. Yang membedakan kedua penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berbeda. Selain itu, jika penelitian oleh Maksimilianus, implementasi kebijakan pariwisata berbasis pada kearifan lokal, sedangkan penulis lebih condong kepada implementasi kebijakan pembangunan pariwisata dalam rangka memberdayakan masyarakat melalui peningkatan UMKM.. Kedua, penelitian oleh Adityo Hardiyanto, FISIP UMRAH yang berjudul Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 6 tahun 2008 tentang Usaha Pariwisata Kota Tanjungpinang Oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Tanjungpinang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Usaha Pariwisata Kota Tanjungpinang dalam menciptakan iklim usaha dibidang kepariwisataan didaerah yang sehat, dinamis serta menjunjung tinggi nilai nilai budaya, moral/religi dan kesusilaan masyarakat daerah. Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang implementasi kebijakan pariwisata, dengan menggunakan beberapa konsep yang sama seperti konsep implementasi kebijakan. Hal berbeda kedua penelitian ini

3 11 adalah lokasi penelitian. Yang kedua adalah model implementasi, jika penelitian oleh Adityo Herdiyanto menggunakan model implementasi kebijakan Van Meter Van Horn, sedangkan dalam penelitian Implementasi Kebijakan Pembangunan Pariwisata dalam Peningkatan Sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah menggunakan model implementasi Edward III. Ketiga, penelitian oleh Rohmania Alkadrie, FISIP UNTAN yang berjudul Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata Berbasis Komunitas. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan implementasi kebijakan pengembangan objek pariwisata pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pontianak. Persamaan kedua penelitian ini adalah dalam penggunaan konsep serta model implementasi yang sama, yaitu konsep kebijakan publik dan model implementasi kebijakan Edward III. Sedangkan, yang membedakan antara kedua peneltian ini adalah lokasi penelitian yang tentunya berbeda. Selain itu basis yang digunankan dalam penelitian oleh Rahmania adalah pengembangan berbasis komunitas. Sedangkan dalam penelitian Implementasi Kebijakan Pembangunan Pariwisata Dalam Peningkatan Sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah Kabupaten Banyuwangi, menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dalam mendukung pembangunan pariwisata itu sendiri. Beradasarkan tiga penelitian terdahulu yang digunakan penulis sebagai dasar untuk mengkaji penelitian yang berjudul Implementasi Pembangunan Pariwisata Dalam Peningkatan Sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah Kabupaten Banyuwangi (Tinjauan Implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2012 tentang RIPKK) belum pernah diteliti sebelumnya, namun teori dan

4 12 konsep dari beberapa penelitian terdahulu yang juga menganalisis tentang kebijakan ini dapat menjadi model acuan dalam mengkaji penelitian ini. 2.2 Landasan Teori Kebijakan Publik Menurut Suradinata (1993:19) kebijakan publik sebagai kebijakan negara atau pemerintah adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan atau lembaga dan pejabat pemerintah. Kebijakan negara dalam pelaksanaannya meliputi beberapa aspek, berpedoman pada ketentuan yang berlaku, berorientasi pada kepentingan umum dan masa depan, serta strategi pemecahan masalah yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan menurut William Dunn dalam bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik (2000), kebijakan publik merupakan suatu daftar pilihan tindakan yang saling berhubungan yang disusun oleh institusi atau pejabat pemerintah. Dari definisi-definisi yang dipaparkan oleh para ilmuwan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu keputusan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pemerintah yang berwenang, untuk kepentingan rakyat (public interest). Sehingga, dalam pembangunan pariwisata di Kabupaten Banyuwangi dalam peningkatan sektor UMKM dengan mengacu pada suatu pedoman yang mempunyai kekuatan hukum yang berupa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di tingkat Nasional dan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Banyuwangi (RIPKK), hal tersebut guna meningkatkan sektor UMKM untuk menunjang pariwisata itu sendiri.

5 Kebijakan Pariwisata Nasioanal Pariwisata merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta kepentingan nasional. Oleh karena itu diperlukan suatu pengaturan dalam pelaksanaanya dalam hal ini Pemerintah membuat suatu kebijakan yang berupa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sebagai dasar dalam pembangunan pariwisata nasional. Sekaligus sebagai pedoman untuk berbagai daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan pariwisata daearah yang sesuai dengan arah pembangunan pariwisata nasional. Sehingga diharapakan akan menjadi pembangunan yang terintegrasi dari nasional hingga ke pelosok daerah di Indonesia Kebijakan Pariwisata di Kabupaten Banyuwangi Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 pasal 8 tentang Kepariwisataan bahwa pembangunan pariwisata dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Oleh karena itu, Pemerintah Dearah Kabupaten Banyuwangi memiliki tugas untuk merumuskan suatu kebijakan guna mengatur pembangunan pariwisata di Kabupaten Banyuwangi itu sendiri. Kebijakan tersebut berupa Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Banyuwngi (RIPKK).

6 14 Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan adalah Dokumen yang memuat rencana menyeluruh pembangunan kepariwisataan. Dokumen tersebut merupakan pedoman pengembangan pariwisata secara komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan. Dalam RIPKK pasal 17 mengamantkan bahwa Pemerintah Kabupaten wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara menetapkan kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dan memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan usaha skala besar Tipe-Tipe Kebijakan Publik Ditinjau dari tipenya, menurut Rendall B. Ripley dalam bukunya yang berjudul Policy Implementation and Bureaucracy (1986:20) mengelompokkan kebijakan publik ke dalam empat tipe, yaitu: 1. Tipe Kebijakan Distributif, merupakan tipe kebijakan yang dimaksudkan untuk meningkatkan atau mendorong aktivitas masyarakat tanpa adanya intervensi atau dorongan dari pemerintah. Pada tipe ini semua tingkatan organisasi pemerintah memiliki peran yang sama pentingnya dan secara umum konflik antar organisasi pelaksana rendah. 2. Tipe kebijakan Redistributive, tipe ini bertujuan untuk menata kembali alokasi kekayaan, hak-hak atau kepentingan antar kelompok sosial. 3. Tipe Kebijakan Regulative Protective, tipe ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dengan menetapkan kondisi atau syarat bagi kegiatan-kegiatan masyarakat yang hendak dilaksanakan.

7 15 4. Tipe Kebijakan Regulative Kompetitive, tipe ini bertujuan untuk menjaga agar terdapat kompetisi yang adil. Dengan kata lain, kebijakan tipe ini bertujuan untuk menghindari terjadinya monopoli oleh kelompok masyarakat atau suatu bidang dan akses tertentu. Berdasarkan beberapa tipe kebijakan tersebut, tinjauan Implementasi Pembangunan Pariwisata Dalam Peningkatan Sektor UMKM di Banyuwangi ini dikategorikan dalam tipe kebijakan Redistributive, hal ini dikarenakan kebijakan ini merupakan kebijakan penataan kembali hak-hak atau kepentingan kelompok masyarakat khususnya kelompok masyarakat lemah untuk dilindungi, dibantu untuk mengembangkan usahanya dalam rangka menunjang pembangunan pariwisata dan dalam rangka perbaikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di Banyuwangi Siklus Kebijakan Publik Kebijakan publik sebagaimana yang telah dijelaskan tidak begitu saja ada, namun melalui proses atau tahapan. Menurut William Dunn (2000) membagi siklus pembuatan kebijakan dalam lima tahap, yaitu: 1. Tahap Penyusunan Agenda; Pada tahap ini masalah tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain tetap menjadi fokus, sedangkan ada pula masalah karena alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

8 16 2. Tahap Formulasi Kebijakan; Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-masing aktor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 3. Tahap Adopsi Kebijakan; Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan. 4. Tahap Implementasi Kebijakan; Pada tahap ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa hal yang lain akan ditentang oleh para pelasana. 5. Tahap Evaluasi Kebijakan; Dalam tahap ini sebuah kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yamg diinginkan yaitu untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.

9 17 Siklus Pembuatan Kebiajakan Menurut William N. Dunn Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakam Adopsi Kebijakan Implementasi Kebijakan Penilian/Evaluasi Kebijakan Sumber : Pengantar Analisis Kebijakan Publik; William N. Dunn (1994). Pada penelitian ini, penulis lebih terfokus pada tahap implementasi. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui proses pengimplementasian dalam mencapai tujuan dan target yang ditentukan. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana kebijakan ini dikomunikasikan agar para implementor, stakeholder, dan target sasaran mampu memahami dan menerima kebijakan ini. Selanjutnya, penulis akan menggunakan konsep implementasi kebijakan publik dengan model implementasi kebijakan Edward III yang dianggap paling sesuai untuk digunakan membedah secara mendalam terhadap kebijakan pembangunan pariwisata di Banyuwangi.

10 Kerangka Konsep Implementasi Kebijakan Model implementasi kebijakan George C. Edward III (1984:10) mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Empat variabel atau faktor yang dimaksud antara lain meliputi : 1. Variabel Komunikasi (communication). Komunikasi kebijakan berarti merupakam proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy implementor). Menurut Edward III, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Komunikasi kebijakan memiliki tiga dimensi, pertama transformasi (transmission), yang meghendaki agar kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Kedua adalah dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana, target group, dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima dengan jelas sehingga di antara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ketiga adalah dimensi konsistensi (consistency) menghendaki agar dalam pelaksanaan

11 19 kebijakan haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan dan dijalankan), karena jika perintah yang diberikan berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi para pelaksana lapangan. 2. Variabel Sumberdaya (Resources) Edward III (1980:11) mengemukakan bahwa faktor sumberdaya ini juga mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Dalam implementasi kebijakan, sumberdaya terdiri dari empat variabel, yaitu: a. Sumberdaya Manusia, merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pelaksana kebijakan. Edward III (1980,53) menegaskan bahwa Probably the most essential resources in implementing policy is staff. Sumberdaya manusia (staff), harus cukup (jumlah) dan cakap (keahlian). Oleh karena itu, sumberdaya manusia harus ada ketepatan dan kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang ditanganinya. b. Sumberdaya Anggaran, yang dimaksud adalah dana (anggaran) yang diperlukan untuk membiayai operasionalisasi pelaksana kebijakan. Sumberdaya keuangan (anggaran) akan mempengaruhi kebehasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak dapat dilaksanakan dengan optimal, terbatasnya anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah, bahkan akan terjadi goal displacement yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan terhadap pencapaian tujuan. Maka dari itu, perlu ditetapkan suatu sistem insentif dalam sistem akuntabilitas.

12 20 c. Sumberdaya Peralatan (facility), merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan saranayang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan (Edward III, 1980:11). d. Sumberdaya Informasi dan Kewenangan, yang dimaksud adalah informasi yang relevan dan cukup tentang berkaitan dengan bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan. Kewenangan yang dimkasud adalah kewenangan yang digunakan untuk membuatkeputusan sendiri dalam bingkaimelaksanakan kebijakan yang menjadi kewenanganya. 3. Variabel Disposisi (Dispotition) Disposisi merupakan sikap dari pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Sikap yang bisa mempengaruhi berupa sikap menerima, acuh tak acuh, atau menolak. Hal ini dipengaruhi oleh pengetauan dari seorang implementor akan kebijakan tersebut mampu menguntungkan organisasi atau dirinya sendiri. Pada akhirnya, intensitas disposisi implementor dapat mempengaruhi pelaksana kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan. 4. Variabel Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure) Menurut Edward III (1980:125), implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena adanya ketidak efisien struktur birokrasi. Struktur birokrasi mencakup aspek-aspek seperti pembagian kewenangan, hubungan antar unitunit organisasi, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar. Terdapat dua

13 21 karakteristik utama birokrasi yaitu Standart operational Procedure (SOP) dan fragmentasi. Model implementasi kebijakan Edward III, memiliki keterkaitan dengan penelitian tentang Implementasi Pembangunan Pariwisata Dalam Peningkatan Sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah Kabupaten Banyuwangi. Penulis menganggap model ini bisa digunakan sebagai alat untuk membedah implementasi kebijakan pembangunan pariwisata dengan menggunakan keempat faktor diatas Pembangunan Pariwisata Menurut peraturan pemerintah tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan tahun , definisi pariwisata dan pembangunan dalam Peraturan Pemerintah ini adalah: 1. Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. 2. Pembangunan adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan pengendalian, dalam rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang dikehendaki. Jadi dapat disimpulkan, Pembangunan Pariwisata adalah suatu proses perubahan untuk menciptakan nilai tambah dalam segala aspek bidang pariwisata, mulai dari Sarana - Prasarana, Objek Daya Tarik Wisata (ODTW), dan aspek -

14 22 aspek lainnya dengan melibatkan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Pariwisata diyakini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan menambah pendapatan daerah. Dalam konteks otonomi daerah, banyak daerah yang menempatkan pariwisata sebagai sektor andalan. Begitu pula yang ingin diwujudkan oleh Kabupaten Banyuwangi. Namun, pada dasarnya pembangunan pariwisata harus memperhatikan serta menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini guna mencegah dampak negatif yang akan ditimbulkan dari pembangunan pariwisata di masa depan. Menurut United Nation (2002) prinsipprinsip tersebut adalah : 1. Pembangunan pariwisata harus dapat dibangun dengan melibatkan masyarakat lokal. Visi pembangunan pariwisata mestinya dirancang berdasarkan ide masyarkat lokal dan untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Pengelolaan pariwisata juga harus melibatkan masyarakat lokal, sehingga muncul kepedulian terhadap keberlanjutan pariwisata itu sendiri. 2. Menciptakan keseimbangan antara kebutuhan wisatawan dan masyarakat. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud jika semua pihak dapat berkerjasama dalam satu tujuan sebagai suatu komunitas yang solid. Komunitas yang dimaksud adalah masyarakat lokal, pemerintah lokal, industri pariwisata, dan organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat. 3. Pembangunan harus melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) dan melibatkan lebih banyak pihak akan mendapatkan input yang lebih baik.

15 23 Pelibatan para stakeholder harus dapat menampung pendapat organisasi kemasyarakatan lokal, melibatkan kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan dan asosiasi perempuan, asosiasi pariwisata dan kelompok masyarakat lainya yang berpotensi mempengaruhi jalanya pembangunan. 4. Memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam skala kecil dan menengah. 5. Pariwisata harus dikondisi untuk tujuan membangktkan bisnis lainya dalam masyarakat, artinya pariwisata harus memberikan dampak pengganda pada sektor lainya, baik usaha baru maupun usaha yang telah berkembang. 6. Pembangunan pariwisata harus mampu menjamin keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi yang akan datang. 7. Pariwisata harus bertumbuh dalam prinsip optimalisasi bukan pada eksploitasi. 8. Pembangunan pariwisata harus ada pengawasan dan evaluasi secara periodik untuk memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan berkelanjutan. 9. Harus ada keterbukaan terhadap penggunaan sumberdaya seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumberdaya lainya agar tidak disalah gunakan. 10. Melakukan program peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata.

16 Pemberdayaan Masyarakat Empowerment Concept atau Konsep Pemberdayaan menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary (dalam Luthfan, 2012) mengandung dua pengertian : 1. Empowerment is to give power or authority to. Pemberdayaan adalah bagaimana pendelegasian sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memberikan keputusan yang paling tepat terhadap masalah yang dihadapi atau pelaksanaan suatu program. 2. Empowerment is to give ability or enable to. Pemberdayaan diharapkan mampu memberikan kemampuan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan suatu kewenangan dengan menggunakan apa yang dimiliki baik untuk tujuan pribadi maupun secara masyarakat. Dalam pengertian ini memiliki unsur ekonomi dimana setelah diberdayakan masyarakat mampu untuk berusaha meningkatkan harkat dan martabat dan melepaskan diri dari kondisi kemiskinan. Menurut Sumodiningrat dalam Rachmawan (2012), mengatakan bahwa kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipilah dalam tiga kelompok yaitu : 1. Kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. 2. Kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran. 3. Kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin melalui upaya khusus.

17 25 Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, menurut Rachmawan (2012), harus dilakukan melalui beberapa kegiatan : 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Dalam tinjaun ini, pemberdayaan diberikan dalam bentuk kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi kelompok sasaran. Dimana pemerintah mengadakan pelatihan-pelatihan dalam kelompokkelompok UMKM untuk membuat kerajinan khas Banyuwangi yang nantinya akan dijual kepada wisatawan. Hal ini merupakan bentuk keterlibatan masyarakat dalam parwisata sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar Objek Wisata Pulau Merah.

18 Kerangka Pemikiran Kabupaten Banyuwangi selama ini hanya dianggap sebagai tempat perlintasan bukan tempat persinggahan pariwisata Semenjak kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Annas muncul gebrakan dibidang pariwisata. Salah satunya adalah kebijakan pembangunan pariwisata dalam peningkatan UMKM di Objek Wisata Pulau Merah Dengan mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Banyuwangi (RIPKK) Bagaimana Implementasi Kebijakan Pembangunan Pariwisata dalam Peningkatan Sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah Untuk Mengetahui Implementasi Kebijakan Pembangunan Pariwisata dalam Peningkatan Sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah Menganalisis Implementasi Kebijakan Publik dengan menggunakan Model George C. Edward III Variabel Komunikasi Variabel Sumberdaya Variabel Disposisi Variabel Struktur Birokrasi Implementasi Kebijakan yang sudah berjalan selama ini membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar objek wisata. Namun, pada tingakatan praktik implementasi kebijakan, muncul fakta-fakta yang menunjukkan bahwa program serta inovasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan optimal Ananlisis Deskriptif

19 27 Jadi, Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten yang strategis karena letaknya dekat dengan Bali. Akan tetapi, selama ini Kabupaten Banyuwangi hanya dianggap sebagai tempat perlintasan bukan tempat persinggahan pariwisata. Namun, semenjak Abdullah Azwar Annas menjabat sebagai bupati, beliau membuat gebrakan dibidang pariwisata. Salah satunya kebijakan pembangunan pariwisata dalam peningktan sektor UMKM di Objek Wisata Pulau Merah. Diharapkan dari kebijakan tersebut mampu membuka peluang terhadap peningkatan pendapatan, pengusaha lemah menjadi pengusaha tersupport dengan mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan pasal 17 bahwa Pemerintah Kabupaten wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah dalam bidang usaha pariwisata. Oleh karena itu, guna mendukung kepariwisataan di Objek Wisata Pulau Merah, Pemerintah Daerah membuat program-program sifatnya memberdayakan masyarakat. Berdasarkan kondisi inilah maka perlu suatu kajian guna mengetahui implementasi kebijakan tersebut. Untuk menganalisis kebijakan tersebut, penulis menggunakan model implemnentasi kebijakan Edward III dimana komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur biokrasi mampu mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Data yang sudah dianalisis tersebut kemudian dideskripsikan sehingga diperoleh kesimpulan bahwa implementasi kebijakan yang sudah berjalan selama ini membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar objek wisata. Namun, pada tingakatan praktik implementasi kebijakan, muncul fakta bahwa program serta inovasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan optimal.

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat 70 dari 140 negara di dunia (sumber : Tribunenews.com 13

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat 70 dari 140 negara di dunia (sumber : Tribunenews.com 13 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keindahan alam dan daya tarik pariwisata. Daya tarik serta daya saing pariwisata Indonesia sendiri kini menduduki peringkat

Lebih terperinci

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan Tahap penyusunan agenda Masalah kebijakan sebelumnya berkompetisi terlebih

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana ABSTRACT

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana ABSTRACT IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DALAM PENINGKATAN SEKTOR USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DI OBJEK WISATA PULAU MERAH KABUPATEN BANYUWANGI Bella Novitasari 1), Bandiyah 2), Kadek Wiwin Dwi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Bab ini berisikan visi misi Kabupaten Banyuwangi tahun 2010-2015, berikut penjelasannya. Visi misi ini merupakan perwujudan dari visi misi pasangan H. Abdullah Azwar

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan strategis organisasi adalah suatu rencana jangka panjang yang bersifat menyeluruh, memberikan rumusan ke mana organisasi akan diarahkan, dan bagaimana pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 78 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA CAMAT. Choiri Didik Hariyanto

IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 78 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA CAMAT. Choiri Didik Hariyanto IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 78 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI KEPADA CAMAT Choiri Didik Hariyanto (Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga 22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1 Visi 2014-2018 adalah : Visi pembangunan Kabupaten Bondowoso tahun 2014-2018 TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP Rillia Aisyah Haris Program Studi Administrasi Publik, FISIP Universitas Wiraraja Sumenep Email: rilliaharis@gmail.com

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam literatur-literatur politik. Masing-masing definisi memberi penekanan yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Terdapat banyak definisi mengenai apa yang maksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur politik. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memberdayakan daerah dan mengurangi ketergantungan. daerah terhadap pemerintahan pusat. Dengan demikian pemerintah

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memberdayakan daerah dan mengurangi ketergantungan. daerah terhadap pemerintahan pusat. Dengan demikian pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah sebagai bentuk reformasi pemerintahan daerah bertujuan untuk memberdayakan daerah dan mengurangi ketergantungan daerah terhadap pemerintahan pusat. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

Pemerintah Kabupaten Wakatobi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Wakatobi memiliki potensi kelautan dan perikanan serta potensi wisata bahari yang menjadi daerah tujuan wisatawan nusantara dan mancanegara. Potensi tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Bertitik tolak dari dasar filosofi pembangunan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi a. Visi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) sebagai bagian integral dari Pemerintah Kuantan Singingi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan regional, juga bermakna sebagai pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PNPM Mandiri merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang pada dasarnya merupakan jawaban

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi birokrasi dengan tekad mewujudkan pemerintah yang transparan dan akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk mewujudkan

Lebih terperinci

NANI NUR AENI ABSTRAK

NANI NUR AENI ABSTRAK STRATEGI PEMBERDAYAAN GABUNGAN KELOMPOK TANI OLEH BALAI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (BP3K) KECAMATAN CIJEUNGJING DI DESA CIHARALANG KECAMATAN CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS NANI NUR AENI

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 4.1 VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJM-D) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir barat-selatan Provinsi Aceh. Kabupaten yang terbentuk secara

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI Bahwa kemiskinan adalah ancaman terhadap persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa, karena itu harus dihapuskan dari bumi Indonesia. Menghapuskan kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata bergerak dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat (komunitas lokal) yang berperan sebagai informal business unit, sektor swasta sebagai formal business unit,

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya pengelolaan faktor kependudukan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, agar upaya pengelolaan tersebut dapat berhasil maka aspek pemanfaatan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pembangunan ekonomi yang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau, yang menjadi salah satu pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi pada dasarnya merupakan penentuan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi, pemilihan cara bertindak yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan upaya membangun sistem manajemen

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Untuk dapat mewujudkan Visi Terwujudnya Sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa Berbasis Masyarakat yang Berakhlak dan Berbudaya sangat dibutuhkan political will, baik oleh

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N 2 0 1 5 Puji dan syukur kami panjatkan ke Khadirat Allah SWT, atas Rahmat

Lebih terperinci

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menjadikan sektor pertanian yang iiandal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan, perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah faktor kualitas sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Penafsiran para ahli administrasi publik terkait dengan definisi kebijakan publik, secara umum memberikan penafsiran

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 115 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KAMPUNG WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci