II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 2.1. Taman Wisata Alam II. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam terdiri dari kawasan cagar alam dan kawasan suaka marga satwa. Sedangkan kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional (TN), taman hutan rakyat (TAHURA) dan taman wisata alam (TWA). Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Selain fungsi pokok tersebut, taman wisata juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan pengembangan, pendidikan, serta kegiatan penunjang budidaya yang dikelola secara lestari. Suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem, gejala alam serta formasi geologi yang menarik; b. Mempunyai luas kawasan yang cukup guna menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam dan rekreasi alam. Taman wisata terdiri dari taman wisata alam (TWA) daratan dan taman wisata alam laut. Papua memiliki 7 (enam) taman wisata alam, yang terdiri dari enam taman wisata alam daratan dan satu taman wisata alam laut, yaitu TWA Gunung Meja di Kabupaten Manokwari, TWA Teluk Yotefa di Kabupaten Jayapura, TWA Sorong di Kabupaten Sorong, TWA Beriat di Kotamadya Sorong, TWA Klamono di Kabupaten Sorong Selatan, TWA Nabire di Kabupaten Nabire, dan satu-satunya taman wisata alam laut di Papua adalah TWA Laut Kepulauan Padaido di Kabupaten Biak-Numfor (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 28/Kpts-II/2003).

2 Hidrologi dan Hidrologi Hutan Hidrologi adalah ilmu yang membahas tentang air di bumi, cara terjadi, sirkulasi dan agihannya, sifat-sifat fisik dan kimianya, reaksi dan lingkungannya, termasuk reaksinya terhadap benda-benda hidup (Lee, 1990). Pengertian lain hidrologi menurut Asdak (2004) merupakan ilmu yang mempelajari air dalam segala bentuknya (cairan, gas dan padat) pada, dalam dan di atas permukaan tanah, termasuk di dalamnya adalah penyebaran, daur dan perilakunya, sifat-sifat fisik dan kimianya serta hubungannya dengan unsur-unsur hidup di dalam air itu sendiri. Lebih lanjut menurut Arsyad (2006), hidrologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang proses penambahan, penampungan dan kehilangan air di bumi. Hidrologi mencakup bidang ilmu yang luas dan beragam, meliputi gatra agronomi, ekologi, geomorfologi, glasiologi dan fisiologi tanaman, termasuk hidrologi pertanian, perkotaan dan marga satwa, hidrologi medis, hidrologi keteknikan dan hidrologi hutan. Istilah-istilah di atas merupakan hidrologi terapan. Ada beberapa ilmu lainnya yang sangat terkait dengan hidrologi, yaitu : 1. Hidrometeorologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena air yang terjadi di atmosfir. 2. Hidrogeologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena air yang terjadi di bumi. 3. Oseanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena air yang terjadi di lautan (air laut). 4. Limnologi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena air yang terjadi pada badan-badan air di daratan (air tawar). Cabang ilmu hidrologi lainnya yang sangat terkait dengan hubungan hidrologi dan kawasan hutan adalah ilmu hidrologi hutan dan hidrologi daerah aliran sungai (DAS). Menurut Lee (1990) hidrologi hutan adalah suatu ilmu fenomena yang berkaitan dengan air yang dipengaruhi oleh penutupan hutan. Sedangkan Asdak (2004) mengemukakan bahwa hidrologi DAS adalah cabang ilmu hidrologi yang mempelajari pengaruh pengelolaan vegetasi dan lahan di daerah tangkapan air bagian hulu (upper catchment) terhadap daur air, termasuk pengaruhnya terhadap erosi, kualitas air, banjir dan iklim di daerah hulu dan hilir. Hidrologi hutan merupakan ilmu pengetahuan yang interdisiplin,

3 7 penyatuan antara ilmu kehutanan dan ilmu hidrologi yang terpusat pada masalah air dengan lingkup operasionalnya pada lahan hutan. Menurut Asdak (2004) daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem utama yang mengatur tata air, dimana DAS merupakan wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Kawasan DAS disebut juga daerah tangkapan air (DTA) atau catchment area merupakan ekosistem dengan unsur utama berupa tanah, air dan vegetasi serta manusia sebagai pemanfaatnya. Pendapat ini juga didukung oleh Agus et. al. (2004), bahwa hutan memiliki siklus hidrologi yang spesifik yang dikendalikan oleh interaksi antara vegetasi, tanah, landscape, iklim dan faktor-faktor lainnya. Jika interaksi ini terganggu, berbagai faktor dalam siklus hidrologi (seperti : evapotranspirasi, intersepsi, curah hujan antar tajuk dan infiltrasi) akan berubah dan responnya akan berbeda terhadap curah hujan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kunci dari perilaku hidrologi suatu hutan adalah keberadaan tajuk dan lantai hutan dengan serasah dedaunannya serta terkonsentrasinya akar. Tajuk (melalui intersepsi air hujan, evaporasi dan transpirasi) bersama dengan serasah di atas tanah (berpengaruh terhadap infiltrasi) sangat penting di dalam lingkaran hidrologi hutan. Sebagai akibat dari penggundulan hutan, tanggap lahan terhadap hujan akan berubah bergantung pada tingkat kerusakan hutan, iklim wilayah, kondisi geologi dan curah hujan selama dan sesudah pengerusakan tersebut terjadi. Satu faktor paling penting yang akan berubah ketika terjadinya penggundulan hutan dan gangguan terhadap tanah adalah menurunnya kemampuan tanah menyerap air (penurunan kapasitas infiltrasi) Siklus Air (Hidrologi) Air dibutuhkan oleh semua mahluk hidup di bumi, baik manusia, hewan, tumbuhan maupun mikro-organisme lainnya, juga berfungsi sebagai sarana transportasi, sumber energi, pelarutan, dan berbagai keperluan hidup manusia lainnya. Namun demikian bila tidak dikelola dengan baik, air juga dapat bersifat merusak dan membinasakan makhluk hidup di sekitarnya, misalnya dengan hujan lebat dan banjir, tanah longsor, dan erosi.

4 8 Air yang jatuh ke bumi terjadi dalam bentuk hujan, salju atau embun (precipitation). Bila telah memasuki atmosfir dan berada di bumi akan mengalami berbagai proses dan peristiwa, kemudian akan menguap kembali ke udara menjadi awan dan dalam bentuk hujan, salju dan embun akan kembali jatuh ke bumi. Peristiwa ini terjadi secara berulang dangan siklus tertutup disebut siklus air (Arsyad, 2006). Gambar 2. Siklus Air Yang Terjadi Di Alam (Sumber: Enger, 2004) Sebagian air hujan yang jatuh ke bumi dalam peristiwa kondensasi menguap di atmosfir sebelum tiba di bumi. Pada daerah tanpa vegetasi dan benda lainnya, air hujan akan langsung jatuh ke permukaan tanah. Pada tempat-tempat yang ada tumbuhtumbuhan atau benda-benda lainnya, air hujan yang jatuh akan ditahan dan melekat di permukaan tumbuhan atau benda tersebut. Air yang tertahan dan melekat di permukaan tumbuhan atau benda disebut air intersepsi (interception), sebagian akan menguap ke udara (transpirasi) dan sebagian lagi akan jatuh ke permukaan tanah atau melalui lolosan tajuk (through fall). Sedangkan sebagian lagi yang mengalir mengikuti ranting, cabang dan batang sampai ke permukaan tanah disebut aliran batang (stem flow).

5 9 Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah disebut suplai air permukaan tanah dan akan mengalir di permukaan tanah (aliran permukaan atau runoff) atau terserap dan masuk ke dalam tanah (air infiltrasi atau infiltration). Runoff akan terkumpul di badan-badan air permukaan (sungai, danau, waduk, dan sebagainya) dan dialirkan ke laut melalui sungai-sungai utama. Sedangkan air infiltrasi sebagian akan menguap ke udara, diserap tumbuhan dan kembali ke udara (transpiration) dan sebagian akan terperkolasi masuk lebih dalam ke tanah menjadi air bawah tanah (ground water) dan melalui aliran bawah tanah (ground water flow) kembali ke badan-badan air permukaan. Besarnya aliran sungai yang mengalir dan dapat terukur ini disebut debit aliran. Debit aliran adalah laju aliran air dalam bentuk volume air yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, umumnya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik atau m 3 /dtk (Asdak, 2004). Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang penting dalam pengelolaan air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir, sedangkan debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi atau pemanfaatan air bagi berbagai macam keperluan terutama pada musim kemarau panjang. Debit aliran rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai (DAS). Secara singkat proses siklus air di atas yang terjadi berdasarkan jumlah air yang jatuh ke bumi, baik dalam bentuk hujan, embun dan salju. Besarnya jumlah air hilang kaitan dengan jumlah air tersimpan (yang dapat dimanfaatkan) secara sederhana dijelaskan dengan persamaan berikut : (Air yang diterima) (Air hilang) = (Air tersimpan) Tinjauan singkat mengenai fase-fase siklus air menunjukkan pentingnya peranan tanah dan baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh vegetasi sekitarnya. Tanah merupakan peubah yang kompleks dalam seluruh masalah tata air.

6 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegera dan Indrawan, 2005). Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan yang meliputi mempelajari tegakan hutan yaitu tegakan tingkat pohon dan permudaannya (tingkat tiang, pancang dan semai) dan mempelajari tegakan tumbuhan bawah yaitu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan selain permudaan pohon, padang rumput/ilalang dan belukar. Selanjutnya Indriyanto (2006) mengatakan bahwa, berdasarkan analisis vegetasi tersebut dapat ditentukan beberapa besaran yang dapat memberikan gambaran tentang keseluruhan kondisi kawasan pengamatan, yaitu : 1. Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR) Kerapatan adalah perbandingan jumlah individu suatu jenis terhadap luas petak contoh yang digunakan. Berdasarkan kerapatan suatu individu dapat ditentukan pula Kerapatan Relatif masing-masing jenis individu, yaitu kerapatan individu suatu jenis dibanding dengan kerapatan seluruh jenis yang ditemukan. 2. Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) Frekuensi adalah jumlah petak yang berisi suatu spesies dibandingkan dengan jumlah seluruh petak contoh. Berdasarkan frekuensi suatu individu dapat ditentukan pula Frekuensi Relatif masing-masing jenis individu, yaitu frekuensi individu suatu jenis dibanding dengan frekuensi seluruh jenis. 3. Luas Penutupan atau Dominansi (D) dan Dominansi Relatif (DR) Luas penutupan atau dominansi (coverage) adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk atau luas bidang dasar (basal area). Sedangkan luas penutupan atau dominansi relatif merupakan perbandingan antara dominansi suatu jenis terhadap dominansi jenis yang lain. Indeks nilai penting atau importance value index (INP) adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi atau penguasaan spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Indeks ini diusulkan oleh Curtis & Mc. Intosh (1950); Gopal & Bhardwaj (1979) dalam Indriyanto (2006). Berdasarkan

7 11 Soerianegara dan Indrawan (2005), jumlah nilai maksimal INP pada tingkat pohon dewasa adalah 300 %, yaitu jumlah parameter KR, FR dan DR. Sedangkan jumlah nilai maksimal INP pada tingkat permudaan adalah 200 %, yaitu jumlah parameter KR dan FR. Spesies kunci adalah spesies yang berperan besar dalam komunitas karena aktifitasnya menentukan struktur komunitas. Sedangkan spesies dominant menunjukkan superior numeric dibanding perannya dan merupakan hasil dari proses kompetisi (Leksono, 2007). Indeks-indeks lainnya yang dapat menggambarkan kondisi suatu kawasan, antara lain : Perbandingan Nilai Penting (Summed Dominance Ratio), Indeks Dominansi (Index of Dominance), Indeks Keanekaragaman (Index of Diversity) yang biasa ditentukan dengan Indeks Shannon dan/atau Indeks Margalef (Indriyanto, 2006) Statifikasi Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara vertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Pada tipe ekosistem hutan hujan tropis, stratifikasi biasanya tersusun secara lengkap terdiri dari lima strata (storey). Tiap lapisan di dalam stratifikasi disebut stratum atau strata. Menurut Soerianegera dan Indrawan (2005), stratifikasi yang terbentuk di dalam masyarakat tumbuhan disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1. Persaingan Persaingan terjadi akibat adanya kompetisi yang berlangsung di dalam suatu masyarakat tumbuhan antar spesies pohon yang ada. Akibat kompetisi ini akan muncul pohon yang mampu bersaing, memiliki pertumbuhan yang kuat dan menjadi spesies yang dominan atau lebih berkuasa dari individu yang lain. Individu pohonpohon dominan yang terbentuk tersebut akan mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan. Contoh spesies tersebut antara lain jenis Shorea spp. yang dominan di hutan-hutan Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera yang menyusun stratum teratas (A) sehingga membentuk kelompok hutan Dipterocarpaceae. 2. Sifat toleransi spesies Sifat toleransi spesies ini sangat dipengaruhi oleh intensitas matahari. Spesies-spesies pohon yang intoleran mendapatkan kesempatan ruang tumbuh dengan radiasi

8 12 matahari penuh, sehingga proses pertumbuhannya akan lebih cepat dan menjadi lebih tinggi. Jenis individu intoleran tidak tahan bertada di bawah naungan, karena menyebabkan pertumbuhannya menjadi lambat bahkan dapat mengakibatkan kematian. Pada individu pohon dengan sifat toleran akan bertahan di bawah naungan jenis intoleran. Pertumbuhan individu pohon dengan sifat-sifat di atas akan membentuk lapisan tajuk (kanopi) yang berkesinambungan secara vertikan maupun horisontal. Berdasarkan susunan dan sifat-sifat individu tersebut secara vertikal yang dipengaruhi oleh tinggi pohon dan ukuran tajuk akan membentuk beberapa lapisan (stratum) tajuk. Soerianegera dan Indrawan (2005) menyatakan bahwa stratifikasi yang terbentuk pada hutan hujan tropis (Tropical Rain Forest) terdiri dari lima stratum tajuk, yaitu : a. Stratum A (A-storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 meter, umumnya memiliki tajuk pohon yang lebar dan secara horisontal tidak bersentuhan dengan tajuk lainnya dalam stratum yang sama (discontinu). Tipe tegakan pada stratum ini umumnya berbatang lurus, batang bebas cabang tinggi dan tidak tahan naungan (intolerant) serta merupakan penciri tegakan atau hutan di kawasan tersebut. b. Stratum B (B-storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya m. Bentuk tajuk pada stratum B membualat atau memanjang dan tidak melebar seperti tajuk pohon pada stratum A. Jarak antar tegakan lebih dekat sehingga tajuk-tajuknya cenderung membentuk lapisan yang kontinyu. Tegakannya bersifat toleran terhadap naungan stratum A atau kurang memerlukan cahaya. Batangnya cenderung banyak percabangan dengan bebas cabang yang rendah. c. Stratum C (C-storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m. Tajuk yang terbentuk pada stratum C mempunyai bentuk yang berubah-ubah dan membentuk lapisan tajuk yang tebal serta memiliki banyak percabangan yang tersusun dengan rapat, sehingga tajuk menjadi padat. Menurut Vickery (1984) dalam Indriyanto (2006) tegakan pada stratum ini

9 13 biasanya berasosiasi dengan berbagai populasi epifit, tumbuhan memanjat (liana) dan parasit. d. Stratum D (D-storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada stratum ini juga terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase permudaan (semai dan pancang), berbagai jenis palem, herba dan paku-pakuan. e. Stratum E (E-storey), yaitu lapisan tajuk terbawah atau kelima dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan penutup tanah yang tingginya kurang dari 1 meter. Keragaman jenis pada stratum E biasanya lebih rendah dibandingkan stratum lainnya di atasnya. Spesies-spesies yang umumnya menempati strata ini dari family Commelinaceae, Zingiberaceae, Acanthaceae, Araceae dan Marantaceae Pengaruh Penutupan Vegetasi Terhadap Fungsi Hidrologi Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dikatakan bahwa hutan memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Pemanfaatan hutan yang tidak sesuai dengan fungsinya dapat menyebabkan penurunan fungsi dan perannya bagi kesejahteraan manusia dan terutama bagi organisme lain yang hidup di dalamnya. Peranan hutan dalam fungsi lindung, berfungsi sebagai perlindungan terhadap sistem penyanggah kehidupan untuk mengatur tata air atau hidrologi, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut ke daratan dan memelihara kesuburan tanah (Departemen Kehutanan, 2006). Penutupan vegetasi dalam skala luas sangat berpengaruh terhadap kelangsungan sumberdaya air dari suatu kawasan penyimpanan air atau daerah aliran sungai (DAS), dimana sangat mempengaruhi curah hujan dan aliran air tahunan terutama berkaitan dengan jumlah air tersimpan dan distribusinya. Berdasarkan kajian Roberth (2000) dalam Raison et al. (2006) di hutan hujan Kericho-Kenya terjadi peningkatan sebesar 40 persen aliran air terhadap pembukaan penutupan hutan sebsar 10 persen. Besarnya curah hujan tahunan berbanding lurus dengan besarnya aliran permukaan dan proses evaporasi. Menurut Agus et al. (2004), bila kawasan hutan dikonversi menjadi areal penggunaan lahan lainnya, maka tanah, tanaman dan juga siklus hidrologi yang ada di dalamnya akan terpengaruh, hal ini disebabkan karena dampak yang ditimbulkan oleh terjadi perubahan

10 14 secara fisik, biologi dan kimiawi pada lahan maupun makhluk hidup yang berada di atasnya. Dengan keanekaragaman tumbuhan dan hewannya yang unik, hutan tropis menyediakan makanan, serat, kayu, obat-obatan, dan bahan bakar dalam jumlah besar bagi petani lokal, pemburu, dan penduduk kota (meskipun secara tidak langsung). Hutan juga begitu penting bagi komunitas dunia secara keseluruhan, karena merupakan unsur yang sangat penting dalam keseimbangan dan penambatan karbon global serta menyimpan sebagian besar keanekaragaman hayati. Lebih lanjut Agus et al. (2004) mengemukakan bahwa luas areal hutan yang dikonversikan bagi pengguanaan lahan lainnya semakin meningkat, sehingga hutan kehilangan ciri dan fungsinya yang unik bagi kebutuhan manusia. Beruntunglah, di negara-negara tropis dan negara-negara beriklim sedang para ahli konservasi dan masyarakat perkotaan memberikan perhatian terhadap kesejahteraan penduduk asli dan pengaruh lingkungan yang buruk akibat kerusakan hutan. Metode yang digunakan dalam alihguna lahan hutan menjadi lahan konversi perlu diperhatikan. Selain itu perlu diperhatikan sistem pengelolaan lahan yang digunakan karena beberapa fungsi hutan dapat dipertahankan pada landscape konversi tersebut, sementara fungsi lainnya (terutama keanekaragaman hayati) kemungkinan besar akan hilang akibat alihguna lahan hutan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan (Agus et al., 2004) untuk mempertahankan fungsi hutan di daerah tropik basah dengan beberapa konsekuensi terhadap produktifitas, keanekaragaman hayati, dan jasa lingkungan, yaitu: Mempertahankan hutan dengan sedikit atau tanpa gangguan dari manusia, sebagai hutan lindung Pengelolaan hutan secara lestari bagi kelanjutan produksi kayu dan komoditas serta jasa lingkungan seperti konservasi tanah dan air, kehidupan hewan liar, serta rekreasi Pembukaan hutan untuk tanaman pangan yang selanjutnya diikuti dengan penanaman tanaman tahunan komersial, dan tetap membiarkan tumbuhnya kembali spesies hutan dalam konteks agroforestri Pembukaan hutan dan mempergunakannya secara permanen untuk pertanian dan padang gembala, perkebunan atau agroforestri.

11 15 Konsekuensi terhadap hasil air dan erosi akibat cara yang dipilih seperti tersebut di atas dapat dipahami dengan mempelajari ilmu hidrologi dasar pada daerah hutan. Hutan merupakan penggunaan lahan yang paling baik dalam fungsinya sebagai pengatur proses hidrologi dan melindungi tanah. Penggundulan hutan menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi tanah, sehingga terjadi peningkatan aliran permukaan dan percepatan erosi tanah, bahkan dapat menyebabkan perubahan karakterikstik pasokan air. Total hasil air (water yield) yang keluar dari suatu DAS meningkat dalam jangka waktu pendek, begitu juga dengan perbedaan hasil air antara musim kering dan musim penghujan (fluktuasi debit) semakin meningkat (Agus at al., 2004) Mekanisme Perbaikan dan Perlindungan Lahan dengan Vegetasi Berdasarkan Departemen Kehutanan (1994), kondisi sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah di daerah tropis sangat mudah terganggu, bahkan rusak apabila penutup tanah yang berupa vegetasi hutan ditebang atau dilakukan pembukaan tajuk atau lahan. Oleh karena itu, pendekatan terhadap masalah pemulihan kawasan terdegradasi, melalui penanaman berbagai jenis pohon dan tumbuhan lainnya sangat efektif jika dilaksanakan dengan mencontoh alam, sehingga serasi dan selaras dengan hukum alam. Peranan vegetasi hutan dalam mencegah dan mengurangi erosi tanah (soil erotion) serta aliran permukaan (run off) ditunjukkan dengan sifat-sifat berikut (Departemen Kehutanan, 1994) : 1. Tajuk vegetasi dan serasahnya akan menahan pukulan air hujan sehingga pukulannya jauh berkurang dan melemah. 2. Serasah merupakan bahan organik di lapisan atas tanah dan membentuk lapisan humus yang akan meningkatkan daya meresapkan air (infiltrasi), serta menyimpannya dalam bentuk air tanah dan terus mengisi air bumi. 3. Pohon dan semak belukar di bawahnya merupakan hambatan terhadap laju aliran permukaan air yang mengangkut butir-burtir tanah. 4. Aliran air di bawah permukaan tanah (sub surface flow) akan bertambah, sehingga menghasilkan air berkualitas jernih secara teratur menurut waktu. 5. Sungai-sungai yang mengalirkan airnya yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) berhutan, akan menghasilkan debit sungai yang kecil fluktuasinya antara debit musim hujan dan debit musim kemarau.

12 16 Semakin beranekaragam komposisi jenis dan struktur vegetasi, semakin baik pengaruhnya terhadap lingkungan, tanah dan air. Pembentukkan serasah hutan merupakan mata rantai penting dalam menjaga kesuburan dan sifat fisik tanah hutan. Serasah merupakan salah satu pendukung siklus hidrologi yang berlangsung pada Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu pengaturan debit air dan peningkatan kualitas airnya (Departemen Kehutanan, 1994) Sistem Informasi Geografis (Geographycal Information System) Sistem informasi geografi (SIG) tidak hanya berfungsi sebagai alat pembuat peta, tetapi juga merupakan alat analitik (analitycal tool) yang mampu mengolah dan memecahkan masalah spasial secara cepat dan akurat. Berdasarkan perkembangannya, Sistem informasi geografi (SIG) telah menjadi kebutuhan mendasar bagi bidang ilmu dan pekerjaan yang terkait dengan informasi keruangan (spatial), seperti kehutanan, pertanian, perikanan, lingkungan, transportasi, arsitektur dan sebagainya. Menurut Jaya (2007) analisis spasial sering disebut juga sebagai pemodelan atau modelling, merupakan proses pemodelan, pengujian dan interpretasi terhadap hasil model. Analisis spasial ini merupakan proses ekstraksi atau membuat informasi mengenai feature geografi. Analisis spasial berguna dalam melakukan peramalan (prediction), pendugaan (estimation) dan penyelesaian masalah tertentu. Model mengandung dua pengertian, yaitu : 1. Model adalah abstaksi dari suatu kenyataan yang ada di permukaan bumi. Model tersusun secara terstruktur sebagai suatu rangkaian aturan dan prosedur untuk mendapatkan informasi yang dapat dianalisis dalam memecahkan suatu permasalahan dan perencanaan lanjutan. Letak perbedaan antara analisis dan modelling adalah : a. Analisis adalah proses identifikasi permasalahan atau isu yang disajikan, pemodelan isu, investigasi hasil model dan membuat interpretasi hasil termasuk rekomendasi tentang isu yang akan dikemukakan. b. Modelling adalah lebih terbatas pada lawasa yang merupakan proses simulasi, prediksi dan deskripsi. 2. Representasi data realitas, contohnya model-model data spasial, geo-rasional, raster dan grid.

13 Penyebaran (Dispersion) Penyebaran menggambarkan posisi suatu spesies di biosfer berdasarkan pergerakan dan perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lain. Dalam hal ini kemampuan berpindah (mobility) spesies sangat berpengaruh terhadap kemampuan penyebarannya. Spesies dengan mobilitas tinggi lebih berpeluang besar untuk berpindah dan melakukan kolonisasi daerah baru (Leksono, 2007). Menurut Leksono (2007) terdapat tiga model penyebaran organisme, yaitu : 1. Penyebaran difusi, yaitu: penyebaran spesies secara lambat melalui daerah yang kondusif selama beberapa generasi. Contohnya penyebaran ngengat gypsi dan pepohonan. 2. Penyebaran meloncat, yaitu: penyebaran spesies secara cepat melalui daerah yang kurang kondusif. Contohnya penyebaran beberapa jenis hama. 3. Penyebaran sekuler, yaitu: penyebaran geologis diiringi perubahan evolusi dalam prosesnya. Contohnya penyebaran flora dan fauna secara geografis Pola Penyebaran Spasial (Spatial Dispersion Pattern) Informasi kerapatan, frekuensi, dominansi dan indeks nilai penting ternyata belum cukup memberikan informasi dan gambaran yang lengkap mengenai keadaan suatu populasi yang ditemukan dalam suatu kawasan. Dua atau lebih populasi mungkin saja mempunyai kerapatan dan/atau frekuensi dan/atau dominansi dan/atau indeks nilai penting yang sama, tetapi kemungkinan mempunyai perbedaan yang nyata dalam pola penyebaran spasialnya (Soegianto, 1990). Pola penyebaran spasial suatu populasi adalah suatu karakteristik yang penting dari suatu komunitas ekologi. Hal ini menjadi perhatian utama dalam observasi suatu komunitas dan sesuatu yang mendasar dalam pengelompokkan organisme (Connel, 1963 dalam Ludwig dan Reynolds, 1988). Pola sebaran individu-individu di dalam populasi mengalami penyebaran pada habitatnya yang disebut distribusi internal. Berdasarkan Ludwig dan Reynolds (1988), Odum (1996), serta Indriyanto (2006) secara umum terdapat 3 (tiga) pola sebaran alami, yaitu pola acak (random), pola seragam (uniform), dan pola bergerombol (cluster).

14 18 a b c Gambar 3. Pola Sebaran Spasial Organisme : a. acak (random); b. berkelompok (cluster); dan seragam (uniform) Luas Tutupan (Coverage) Luas penutupan tajuk atau coverage adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh suatu spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Dalam pengukuran luas penutupan, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Pengukuran luas tutupan tajuk (aerial coverage): Penutupan tajuk merupakan pengukuran luas proyeksi tajuk secara tegak lurus terhadap bidang datar atau lantai hutan. 2. Pengukuran luas penampang batang (basal coverage) Luas penampang diukur pada diameter penampang melintang batang setinggi 1,3 meter di atas permukaan tanah (diameter breast high). Persentasi penutupan tajuk merupakan hasil perbandingan atau rasio proyeksi luasan tajuk (berdasarkan diameter tajuk) terhadap bidang datar atau lantai hutan secara tegak lurus dengan luas tertentu. Hasil proyeksi kedua bidang tersebut akan saling tumpang tindih (overlay) dan luasan perpotongan (intersect) tersebut bila diperbandingkan dengan luasan keseluruhan areal, maka akan menghasilkan persentasi tutupan tajuk (crown coverage persentage).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN SPASIAL DAN KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA DAERAH TANGKAPAN AIR TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA HANS FENCE ZAKEUS PEDAY

KAJIAN POLA SEBARAN SPASIAL DAN KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA DAERAH TANGKAPAN AIR TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA HANS FENCE ZAKEUS PEDAY KAJIAN POLA SEBARAN SPASIAL DAN KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA DAERAH TANGKAPAN AIR TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA HANS FENCE ZAKEUS PEDAY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air ini merupakan sumber daya yang sangat penting untuk pemenuhan kehidupan makhluk hidup (Indriatmoko

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hutan merupakan suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tumbuhan kecil lainnya seperti lumut, paku-pakuan semak belukar, dan herba. Pohon yang paling dominan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada ekosistem PHBM, ekosistem hutan dan ekosistem tanpa tegakan seperti dijelaskan pada Lampiran 1, 2 dan 3, didapatkan secara

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off 7 TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS Aliran permukaan, yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan

I. PENDAHULUAN. Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siklus hidrologi dimulai dari proses penguapan pada permukaan tanah dan permukaan air (evaporasi) serta vegetasi (transpirasi) hingga menghasilkan uap air. Uap air kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. URAIAN UMUM Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100 km x 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengah danau terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR..... ii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL..... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN.... 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah. 7 C. Tujuan Penelitian......

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan adalah suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. Pohon merupakan bagian yang dominan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 :!,1G():5kr'W:5 JURnAl EKOlOGI DAn SAlns PUSAT PENELITIAN LlNGKUNGAN HIDUP a SUMBERDAYA ALAM (PPLH SDA) UNIVERSITAS PATTIMURA VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 POTENSI FLORA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Si Sc 2 0 1 3 Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila SEJARAH HIDROLOGI Manusia menanyakan keberadaan air di mata air, danau, sungai,dll??

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam berupa suatu ekosistem. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak sungai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci