BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dalam rangka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dalam rangka"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dalam rangka merealisir tujuan negara harus memiliki dasar hukum atau dasar kewenangan. Dalam kepustakaan Hukum Tata Usaha Negara, setiap aktifitas pemerintah harus berdasarkan hukum dikenal dengan istilah asas legalitas (legaliteitsbeginsel atau wetmatigheid van bestuur), artinya setiap aktifitas pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut maka aparat pemerintah tidak memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya. 2 Asas legalitas menjadi sendi utama dalam suatu negara hukum, akan tetapi keberadaan asas legalitas bukan tanpa masalah. Sebab sering terjadi kesenjangan antara perubahan masyarakat yang cepat dengan peraturan perundang-undangan tertentu. Seringkali pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan maksimal terhadap masyarakat, sementara peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar 1 Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, tersebut merupakan pasal tambahan sesuai dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 tahun Indriharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Sinar Harapan, 1993), hal. 83.

2 bagi tindakan pemerintahan tersebut belum ada. Menurut Bagir Manan bahwa ketentuan tertulis (written rule) atau hukum tertulis (written low) peraturan perundang-undangan mempunyai jangkauan yang terbatas, sekedar moment opname dari unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam yang paling berpengaruh pada saat pembentukan, karena itu mudah sekali Out of Date bila dibandingkan dengan perubahan masyarakat yang semakin cepat atau dipercepat. 3 Oleh karena itu, dalam kondisi tertentu dapat terjadi kontradiksi internal bagi pemerintah. Disatu sisi pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan umum bagi masyarakat yang berkembang pesat, disisi lain pemerintah harus memiliki dasar hukum dalam melakukan tindakan, dimana aparat pemerintah yang tidak memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi negara hukum harus memiliki syarat-syarat essensial, seperti kondisi-kondisi minimum dari suatu sistem hukum dimana hak-hak manusia dan human dignity dihormati. 4 Langgengnya suatu negara hukum, maka penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia ditandai dengan pencantumannya dalam konstitusi. Pemerintah harus memegang teguh konstitusi dan menjalankan segala undang-undang serta peraturan pelaksanaannya dengan benar dan bersama masyarakat menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan tersebut. 5 3 Bagir Manan, Peranan Hukum Administrasi Negara Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, (Ujung Pandang : FH- Universitas Hasanuddin, 1996), Makalah pada Penataran Nasional Hukum Administrasi Negara, hal Ismail Sunny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, (Jakarta : Aksara Baru, 1979), hal Elfachri Budiman, Peradilan Agraria (Solusi Alternatif Sengketa Agraria, Jurnal Hukum, (Medan : Sekolah Pascasarjana USU), 1995), hal. 92.

3 Makna negara hukum adalah apabila segala aktivitas kenegaraan dari lembaga-lembaga negara maupun aktivitas kemasyarakatan dari seluruh warga negara didasarkan pada hukum, yang berarti pengaturan tata kehidupan seluruh warga negara harus dibingkai oleh hukum. Oleh karena itu hukum harus dijadikan sebagai panglima dan menempatkan bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan berada dan tunduk kepada hukum. 6 Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut, antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Sebagai jaminan adanya kepastian hukum dalam setiap kebijaksanaan administrasi negara harus dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berwujud suatu ketetapan. Namun dalam kenyataannya sering terjadi bahwa ketetapan yang dikeluarkan administrasi negara dianggap bertentangan dengan hukum atau merugikan kepentingan warga negara atau badan hukum perdata, akibatnya, perlindungan hukum dan keadilan yang diberikan kepada masyarakat adalah dengan menggugat badan atau pejabat administrasi negara yang mengeluarkan ketetapan itu di muka pengadilan. 7 6 Ibid 7 Supandi, Karakteristik dan Asas-asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara serta perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata, Makalah, (Jakarta : LPP-HAN, 2004), hal. 2.

4 Negara hukum merupakan salah satu tekad pemerintah sebagai konsekuensi logis untuk melaksanakan pembangunan nasional dan sebagai salah satu sarana penegakan keadilan bagi anggota masyarakat. Pembangunan dan pembinaan bidang hukum seperti ditetapkan dalam beberapa ketetapan MPR diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang, sehingga dapat diciptakan ketertiban dan kepastian hukum bagi proses pelaksanaan pembangunan buat kepentingan masyarakat. Salah satu usaha pemerintah untuk menjamin perlindungan keadilan bagi anggota masyarakat ialah dengan cara diwujudkan Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yang diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun Perwujudan dan penyempurnaan Peradilan Tata Usaha Negara ini dimaksudkan bukan hanya untuk perlindungan serta kepastian hukum bagi anggota masyarakat, tetapi untuk kepentingan administrasi negara agar mendapatkan tempat secara wajar sehingga benturan yang timbul akibat keputusan administrasi negara mendapat penyelesaian yang adil dan menyatu. 8 Kemudian salah satu bidang yang mengatur tata kehidupan warga negara yang juga tunduk pada hukum adalah bidang Pertanahan/Agraria. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) telah mengatur masalah pertanahan di Indonesia sebagai salah satu 8 Edy Purnama, Upaya Hukum Pihak Ketiga terhadap Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara dan Proses Pemeriksaannya, ( Kamus Jurnal Hukum Nomor 20 : FH-Unsyiah NAD, 1998), 47.

5 peraturan yang harus dipatuhi. Salan satu tujuan pembentukan UUPA adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, yakni melalui kegiatan pendaftaran tanah untuk seluruh wilayah Indonesia yang produknya adalah pemberian alat bukti kepemilikan hak atas tanah/sertifikat hak milik atas tanah. Mengingat demikian besarnya peranan tanah dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik serta pengaruhnya terhadap laju atau lambannya suatu proses pembangunan maka diperlukan peraturan yang mampu menjamin hak-hak seseorang dan/atau badan hukum terhadap tanah atas miliknya. 9 Namun kenyataannya, landasan yuridis yang mengatur masalah pertanahan tidak sepenuhnya dilaksanakan secara konsekuen dengan berbagai alasan, sehingga menimbulkan masalah/sengketa pertanahan. Sumber masalah/sengketa pertanahan yang ada sekarang antara lain disebabkan : 1. Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata; 2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah non pertanian; 3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah; 4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah (hak ulayat); 9 Eddy Pranjoto, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan Nasional, (Bandung : CV. Utomo, 2006), hal. 9.

6 5. Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah. 10 Permasalahan tersebut di atas memaksa masyarakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa tanah yang dialami melalui lembaga peradilan baik peradilan umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan masalah pertanahan yang terjadi akibat konflik struktural karena kebijakan pemerintah di masa lalu dapat diselesaikan melalui suatu komisi atau badan peradilan khusus yang dibentuk dengan undang-undang. Penyelesaian sengketa pertanahan dengan pendekatan hukum pada dasarnya kembali didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku, maksudnya semua penyelesaian masalah pertanahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis dengan terlebih dahulu diupayakan dengan musyawarah mufakat. Penyelesaian sengketa pertanahan dengan pendekatan hukum hanya dapat dilakukan apabila peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan secara efektif atau dengan kata lain dilakukan penegakan hukum (law enforcement) secara konsekuen, yaitu penegakan hukum dengan memperhatikan unsur kepastian hukum (rechtssiccheit), kemanfaatan (zweckmassigheit) dan keadilan (gerechtigheid). 11 Secara konvensional penyelesaian sengketa tanah biasanya dilakukan secara litigasi atau penyelesaian sengketa di depan pengadilan. Peradilan merupakan 10 Lutfi I Nasution, Menuju Keadilan Agraria 70 Tahun Gunawan Wiradi, (Bandung : Salatiga Bandung, 2002), hal Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1996), hal. 140.

7 tumpuan harapan bagi pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu putusan yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaiknya untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan. 12 Dalam penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pengadilan/litigasi didasarkan kepada objek sengketa tanah, hal ini berkaitan dengan kewenangan untuk mengadili sengketa tanah apakah termasuk kepada kompetensi/kewenangan absolut Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan absolut peradilan/atribusi kompetensi/kewenangan (attributie van rechtsmacht) adalah menyangkut tentang pembagian wewenang antar badanbadan peradilan berdasarkan jenis lingkungan pengadilan, misalnya pembagian antara wewenang Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Menurut Thorbecke dan Buys ukuran untuk menentukan apakah suatu perkara merupakan wewenang Peradilan Tata Usaha Negara adalah tergantung dari pokok sengketanya (objectum litis fundamentum petendi). Apabila hak yang tertindak itu berada dalam kerangka hukum publik, maka perkara tersebut merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dan apabila berada dalam lapangan hukum perdata maka merupakan kewenangan absolut Peradilan Umum. 13 Kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara hanya sebatas mengadili sengketa yang berada dalam hukum publik, yaitu sengketa yang timbul akibat 12 Abdurrahman, Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, (Bandung : Alumni, 1987), hal Djoko Prakoso, Peradilan Tata Usaha Negara, (Yogyakarta : Litbang, 1983), hal. 23.

8 perbuatan pemerintah dalam hukum publik yang bersifat ekstern yang bersegi satu dan bersifat konkrit, individual dan final yang tertuang dalam suatu keputusan Pejabat Tata Usaha Negara. 14 Pada dasarnya kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kompetensi/ kewenangan absolut mengadili sengketa tata usaha Negara (Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1986). Menurut Pasal 1 butir 4 UU Nomor 5 Tahun 1986 Jo UU Nomor 9 Tahun 2004, sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara. Untuk menilai dan menentukan apakah suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu bertentangan dengan hukum atau tidak. Berdasarkan pengertian di atas maka terhadap sengketa tanah dapat diselesaikan penyelesaiannya ke Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal mengenai pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Sedangkan dalam hal pemeriksaan dan pemutusan tentang sengketa tanah yang mengandung aspek keperdataan yang berkaitan dengan perselisihan tentang hak 14 Indroharto, Op cit, hal. 85.

9 milik atau hak-hak yang berasal dari milik, tentang tagihan atau hak-hak perdata semata-mata menjadi kompetensi/ kewenangan kekuasaan Pengadilan Umum. 15 Dengan demikian Peradilan Umum berwenang mengadili sengketa-sengketa pertanahan yang mengandung aspek keperdataan, misalnya kepemilikan atau penguasaan tanah secara melawan hukum, tindakan yang memperkosa hak milik atas tanah, perbuatan ingkar janji, jual-beli, sewa-menyewa, jaminan dan lain-lain hak atas tanah. Jika dilihat secara normatif maka sengketa pertanahan yang memiliki aspek hukum tata usaha negara dan aspek hukum perdata dapat diselesaikan secara dualistis oleh dua peradilan, hal ini disebabkan karena sengketa pertanahan dipandang sebagai sengketa/perkara yang mempunyai karakter khusus/unik, karena adanya titik singgung kewenangan mengadili antara Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Namun dalam prakteknya kewenangan mengadili Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Umum menimbulkan permasalahan dalam pemeriksaan dan pemutusan sengketa pertanahan, sehingga konsekuensi logisnya adalah sering terjadinya putusan pengadilan yang menyatakan permohonan gugatan penggugat tidak dapat diterima atau ditolak dimana dalam pertimbangan hukumnya didasarkan kepada kewenangan mengadili sehingga merugikan pihak yang berselisih khususnya bagi pihak yang menggugat sengketa tanah tersebut, dan permasalahan selanjutnya 15 Baharuddin Lopa, Hamzah, Mengenal Peradlan Tata Usaha Negara, (Jakarta : Sinargrafi, 1993), Hal. 22.

10 adalah tidak bisanya dilakukan eksekusi terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara sehingga memperlambat proses penegakan hukum untuk menuntut hak yang dimilikinya yang akhirnya menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Tata Usaha Negara Medan bahwa sengketa tanah yang masuk tahun 2006 berjumlah 24 (dua puluh empat) perkara, tahun 2007 berjumlah 42 (empat puluh dua) perkara, tahun 2008 berjumlah 40 (empat puluh) perkara, dan sampai pada bulan maret berjumlah 14 (empat belas) perkara. Dari jumlah perkara tersebut membuktikan bahwa masalah/sengketa tanah di kota Medan sangat marak. Dari sejumlah keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara ada kemungkinan diantaranya menimbulkan kerugian di pihak yang dikenakan keputusan, yaitu warga masyarakat. Kemungkinan ini dapat saja disebabkan pemerintah merasa mempunyai kedudukan yang lebih kuat terhadap rakyat yang dikuasainya, 16 sehingga dalam melaksanakan tugasnya melampui batas wewenang (detournament de pouvoir) atau salah menerapkan peraturan perundang-undangan (abuse de droit). Untuk menilai dan menentukan apakah suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu bertentangan dengan hukum atau tidak diperlukan suatu badan yang dapat memberikan putusannya secara adil dan objektif, yang akhirnya dapat memutuskan apakah ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau 16 Rachmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, (Bandung : CV. Eresco, 1987), hal. 3.

11 pejabat administrasi itu batal atau tidak sah dan bagi gugatan yang terbukti tidak berdasar hukum tentunya harus ditolak oleh pengadilan. Kemudian Peradilan Tata Usaha Negara belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan. Masih adanya putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang tidak dipatuhi Pejabat TUN merupakan salah satu hal yang menyebabkan masyarakat masih pesimis terhadap eksistensi Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara dan sebagai alasan utama penyebab dari timbulknya kerugian dimasyarakat. Salah satu permasalahan yang timbul di masyarakat adalah mengenai eksekusi atas putusan Peradilan Tata Usaha Negara, dimana eksekusi ini lebih cenderung hanya berdasarkan pada kesadaran. Pejabat Tata Usaha Negara atau dengan peneguran berjenjang secara hirarki (floating form) sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ternyata tidak cukup efektif memaksa pejabat Tata Usaha Negara melaksanakan putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan-keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan kerugian di pihak masyarakat, merupakan dasar sengketa antara pejabat dengan rakyat. Untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi maka pemerintah sudah menyediakan lembaga yang memiliki wewenang untuk itu, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah di ubah menjadi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

12 Keberadaan lembaga Peradilan Tata Usaha Negara merupakan pelaksanaan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (dahulu Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman), yang menyatakan bahwa peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu hal baru yang terdapat dari pemberlakukan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah pemberlakukan lembaga paksa berupa : uang paksa (dwangsom/ astreinte) dan sanksi administrasi serta publikasi putusan hakim yang diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pemberlakuan Dwangsom/ Uang Paksa dalam proses eksekusi sebenarnya adalah merupakan upaya tekanan (secara psikologis), agar terhukum mau mematuhi atau melaksanakan hukuman pokok. Jadi uang paksa adalah merupakan suatu alat eksekusi secara tidak langsung, dan penerapannya di Peradilan Tata Usaha Negara menyangkut mengenai, jenis putusan apa saja yang dapat dikenai hukuman uang paksa, kepada siapa uang paksa dibebankan dan sejak kapan uang paksa tersebut diberlakukan, hal ini tentunya akan mengurangi pesimisme masyarakat pencari

13 keadilan terhadap eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga kontrol terhadap Pemerintah sekaligus sebagai perlindungan hukum bagi masyarakat. 17 Oleh karena itu Penulis mengambil penelitian untuk memberikan jawaban terhadap ruang lingkup dan pelaksanaan sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Hal inilah yang menjadi latar belakang bagi Penulis untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul penelitian Analisis Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah. B. Permasalahan Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ruang lingkup sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia? 2. Bagaimana pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah? CST Cansil, Modul Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2004), hal.

14 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan gambaran maupun penjelasan tentang ruang lingkup pelaksanaan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia setelah dikeluarkannya UU Peradilan TUN yang baru. 2. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti Badan Pertanahan Nasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli mengenai permasalahan pertanahan dan kepada masyarakat agar mengetahui dan dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam penyelesaian sengketa tanah. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pertanahan, khususnya yang menyangkut mekanisme penyelesaian sengketa tanah dalam masyarakat. 2. Secara Praktis

15 a. Sebagai kajian hukum dan pedoman bagi pemerintah, lembaga peradilan dan lembaga pertanahan dalam menentukan kebijakan dan mengambil tindakan dalam menyelesaikan masalah pertanahan yang terjadi dalam masyarakat. b. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk mengambil tindakan terhadap sengketa pertahanan yang terjadi di masyarakat.. c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi, mahasiswa untuk menambah wawasan ilmu terutama dalam bidang hukum tanah. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU), penelitian tesis mengenai Analisis Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Objek kajian dalam penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang belum mendapatkan kajian komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait dengan data dan analisis dalam penelitian ini.

16 F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam penulisan tesis ini kerangka teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti sebagai pisau analisis adalah teori negara hukum. Secara teoritis, pengertian negara hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja adalah kekuasaan tumbuh pada hukum dan semua orang tunduk kepada hukum. Sedangkan menurut Muhammad Yamin, Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat, government of low) tempat keadilan tertulis berlaku, bukanlah negara polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintahan dan keadilan, bukanlah pula negara kekuasaan (machstaat) tempat tenaga senjata dan kekuatan badan melakukan sewenang-wenang. 18 Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum di anggap sebagai konsep universal, tetapi pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam. Hal ini karena pengaruh-pengaruh situasi kesejarahan dan juga disamping itu baik secara historis dan praktis konsep negara hukum muncul dalam berbagai model, seperti Negara hukum menurut konsep Eropah 18 Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta : Ghalia, 1982), hal. 72

17 Kontinental yang dinamakan rechstaat, negara hukum menutup konsep Anglo Saxon (rule of law), konsep socialist legality dan konsep negara hukum Pancasila. 19 Oleh karena itu berkaitan dengan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dengan konsep negara hukum (rechtstaat) adalah sebagai landasan negara hukum yang melahirkan Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut Stahl unsur-unsur negara hukum adalah sebagai berikut : 1. Perlindungan hak-hak asasi manusia; 2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan 4. Peradilan administrasi dalam perselisihan. 20 Salah satu persoalan pokok negara hukum adalah persoalan kekuasaan, utamanya persoalan kewenangan atau wewenang. Secara historis persoalan kekuasaan (authority) telah muncul sejak Plato, dimana Filosof Yunani tersebut menempatkan kekuasaan sebagai sarana untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sejak itu hukum dan keadilan selalu dihadapkan pada kekuasaan dan hingga sekarang persoalan kekuasaan tetap merupakan persoalan klasik. 21 Kemudian dalam kepustakaan ilmu negara asal-usul kekuasaan selalu dihubungkan dengan kedaulatan (soverregnity atau souvereinteit), kedaulatan merupakan sumber kekuasaan tertinggi bagi negara yang tidak berasal dan tidak 19 Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), hal Mariam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 1982), hal S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, (Yogyakarta : UII Press, 2003), hal. 1.

18 berada di bawah kekuasaan lain. Dalam catatan perjalanan sejarah ditemukan beberapa teori tentang kedaulatan, antara lain teori tuhan, kedaulatan raja, kedaulatan rakyat, kedaulatan negara dan kedaulatan hukum. Paul Scholten mengemukakan paham negara hukum, dengan membedakan tingkatan unsur-unsur negara hukum. Unsur yang dianggap penting disebut asas dan turunannya disebut dengan aspek. Unsur utama (asas) negara hukum paham Scholten adalah, a). Ada hak warga negara yang mengandung 2 (dua) aspek, yaitu : pertama, hak individu pada prinsipnya berada diluar wewenang negara, kedua, pembahasan terhadap hak tersebut hanyalah dengan ketentuan undang-undang, berupa peraturan yang berlaku umum, b). Adanya pemisahaan kekuasaan. Scholten, dengan mengikuti Mostesquieu mengemukakan 3 (tiga) kekuasaan negara yang harus dipisahkan satu sama lain, yaitu kekuasaan pembentuk undang-undang, kekuasaan melaksanakan undang-undang dan kekuasaan mengadili. Berdasarkan uraian di atas, bahwa konsep negara hukum atau negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat atau the rule of law) yang mengandung prinsipprinsip asas legalitas, asas pemisahan kekuasaan dan asas kekuasaan kehakiman yang merdeka, semuanya bertujuan untuk mengendalikan negara atau pemerintah dari kemungkinan bertindak sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam pengertian konsep hukum, negara atau pemerintah (dalam arti luas) harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum dan menjamin tercapainya tujuan hukum. Tertib hukum (rechtsorde) dimaksudkan suatu kekuasaan negara yang

19 didasarkan pada hukum dan keadaan masyarakat yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Konsep hukum lain dari negara berdasarkan atas hukum adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum. Dalam penegakan hukum ada 3 (tiga) unsur yang selalu harus mendapat perhatian, yaitu keadilan, kemanfaatan atau hasil guna (doelmatigheid) dan kepastian hukum. Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atas ketertiban ini syarat pokok untuk suatu masyarakat yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. 22 Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa konkrit. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan justisiable terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan menciptakan ketertiban hukum. Penegakan hukum harus memberi manfaat pada masyarakat, disamping bertujuan menciptakan keadilan. 22 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, (Binacipta), hal. 2.

20 Peradilan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan dan kepastian hukum yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu keputusan yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan. Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih tetap diandalkan sebagai katup penekan (pressure value) atas segala pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat dan pelanggaran ketertiban umum, juga peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai the last resort yakni sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga pengadilan masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan. 23 Khususnya bagi penegakan hukum administrasi negara dan tata usaha negara, untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat diperlukan adanya sarana hukum yaitu Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan tersebut sekaligus sebagai sarana pengawasan yuridis dan legalitas bagi administrasi negara. Peradilan Tata Usaha Negara hanya terbatas pada penyelesaian sengketa yang timbul antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat, 23 Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 237.

21 atau penyelesaian sengketa ekstern administrasi negara, tidak termasuk penyelesaian sengketa interns, yaitu sengketa yang timbul antara sesama administrasi negara. Tujuan dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah agar rasa keadilan di dalam masyarakat terpelihara dan dapat ditingkatkan sebagai bagian dari publik service pemerintahan terhadap warganya, dan agar keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan umum dapat terjamin dengan baik. Prof. Prayudi Atmosudirdjo, merumuskan bahwa tujuan daripada Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mengembangkan dan memelihara administrasi Negara yang tepat menurut hukum (rechmatige) atau tepat menurut undang-undang (wetmatig) dan atau tepat secara fungsional (efektif) dan atau berfungsi secara efisien. 24 Selanjutnya sebagai teori hukum pendukung adalah teori good government yang merupakan prinsip good government (clean) asas-asas umum pemerintahan yang baik (selanjutnya disebut AAUPB). Philipus M. Hadjon mengatakan pendekatan dalam hukum administrasi ada 3 (tiga) pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah, pendekatan hak asasi dan pendekatan fungsionaris. AAUPB pada hakikatnya merupakan norma pemerintahan, yaitu jenis meta norma dan norma hukum publik. Selanjutnya AAUPB merupakan hukum tidak tertulis adalah hasil rechtvinding, tidak identik dengan hukum adat, dan dalam perkembangan bisa saja beralih menjadi hukum tertulis sebagai norma pemerintahan. 24 S. Prajudi Atmosudirdjo, Masalah Organisasi Peradilan Administrasi Negara, Kertas Kerja (Bandung : BPHN, Binacipta, 1977), hal

22 Perbedaan antara AAUPB dengan asas-asas umum sama perbedaan antara norma dan asas umum. Sedangkan AAUPB lahir dari praktek adalah bisa dari praktek pemerintahan dan bisa dari praktek pengadilan (yurisprudensi). Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik terdiri dari : 1. Asas Kepastian Hukum; 2. Asas Keseimbangan; 3. Asas Kesamaan dalam mengambil keputusan pangreh; 4. Asas Bertindak cermat; 5. Asas Motivasi untuk setiap keputusan; 6. Asas Jangan mencampuradukkan kewenangan; 7. Asas Permainan yang layak; 8. Asas Keadilan atau kewajaran; 9. Asas Menanggapi pengharapan yang wajar; 10. Asas Meniadakan akibat suatu keputusan yang batal; 11. Asas Perlindungan atas pandangan (cara) hidup; 12. Asas Kebijaksanaan; 13. Asas Penyelenggaraan kepentingan Umum. 25 Keseluruhan AAUPB yang baik ini bertujuan untuk mendapatkan tujuan negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD Kerangka Konsepsi Konseptual adalah merupakan definisi operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini. Sebagaimana dikemukakan M. Solly Lubis, bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada 25 SF Marbun, Moh Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1987), hal. 56.

23 pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan pustaka. 26 Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk memberikan batasan judul penelitian, yaitu sebagai berikut : Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara adalah kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara menurut objek atau materi atau pokok sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. 27 Sengketa Tata Usaha Negara adalah Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang dan Badan hukum perdata dengan Badan Tata Usaha Negara baik dipusat atau pun diderah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Sengketa Tanah adalah perselisihan antara kedua belah pihak yang berkaitan mengenai surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan 26 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal SF. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1988), hal. 61.

24 perselisihan tentang hak milik atau hak-hak yang berasal dari milik, tentang tagihan atau hak-hak perdata. Sertifikat tanah sebenarnya adalah tidak lain daripada salinan Buku Tanah dan Surat ukur yang telah dijahit menjadi 1 (satu) dengan diberi suatu kertas sampul yang telah ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri/ Dirjen Agraria dan diberikan kepada seseorang yang mempunyai hak atas tanah sebagai bukti hak dan bukti telah dilakukan pendaftaran daripada tanah yang bersangkutan. 28 Keputusan Tata Usaha Negara adalah Suatu Penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 29 Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan hukum normatif (yuridis normative), yakni bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen mewujudkan 28 Abdurrahman, Beberapa Aspekta tentang Hukum Agraria, (Bandung : Alumni, 1980), hal Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

25 penerapan mekanisme penyelesaian sengketa tanah melalui kewenangan mengadili Peradilan Tata Usaha Negara. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif (normative legal research) untuk mengidentifikasi dan menganalisi faktor hukum yang menjadi kendala dalam penerapan peraturan perundang-undanga, dimana penelitian ini mengacu kepada peraturan perundangan-undangan tentang pertanahan dan Undangundang Peradilan Tata Usaha Negara, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, artinya membatasi kerangka studi kepada suatu pemerian, suatu analisis atau klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau teoriteori. Dengan kata lain, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yakni memerikan, menganalisis dan mesistematisasikan hukum yang berlaku dengan penelitian lapangan sebagai penunjang. 2. Sumber Data Adapun sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder, dimana bahan-bahan hukum seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Sehingga Penulisan ini menitik beratkan pada penelitian bahan pustaka atau yang dalam metode penelitian dikenal sebagai data sekunder, yang terdiri dari :

26 a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum yang diperoleh melalui kepustakaan (library research) yaitu sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan perundangundangan, bacaan-bacaan lain yang ada relevansinya dengan Undang-undang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa literatur bahan bacaan berupa buku, artikel, dan kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan. c. Bahan Hukum Tertier Bahan diambil dari majalah, surat kabar untuk penunjang informasi dalam penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder maka pengumpulan data terutama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, yang dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut : a. Menginventarisasi dan menilai dan menganalisis peraturan perundang-undangan yang terkait dan relevan dengan dengan penulisan tesis ini.

27 b. Menginventarisasi dan menilai buku-buku literatur yang pokok pembahasannya berkenaan dengan sengketa pertanahan dan mengenai kompetensi mengadili Pengadilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara. c. Menginventarisasi dan menilai serta memilih secara selektif bahan-bahan bacaan lainnya seperti majalah, surat kabar, bulletin yang menunjang dan memperkaya penulisan tesis ini. 4. Alat Pengumpul Data Bahwa penelitian ini hanya dilakukan dengan studi dokumen yaitu menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan perundangundangan yang berlaku, teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap kualitas dan kesempurnaan tesis ini dari Peradilan Tata Usaha Negeri Medan. 5. Analisis Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu diadakan pengumpulan data, kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan secara logis dan sistematis, terhadap asas-asas hukum sistem-sistem hukum dan sinkronisasi hukum dengan menggunakan metode berpikir deduktif dan induktif. Maksudnya kaidah-kaidah yang benar dan tepat diterapkan menyelesaikan suatu permasalahan dari kasus ke kasus yang akan membantu

28 penelitian ini khususnya dalam taraf konsistensi, serta konseptual dengan prosedur dan tatacara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh asas-asas hukum yang berlaku umum dalam perundang-undangan.

DAFTAR BACAAN. Abdurrahman, Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, Bandung : Alumni, 1987.

DAFTAR BACAAN. Abdurrahman, Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, Bandung : Alumni, 1987. DAFTAR BACAAN A. Buku-Buku Abdurrahman, Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, Bandung : Alumni, 1987. Abdurrahman, Beberapa Aspekta tentang Hukum Agraria, Bandung : Alumni, 1980. Adi Mansar, Hukum Tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Tinjauan Hukum Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah

Tinjauan Hukum Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah Tinjauan Hukum Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Tanah Marten Bunga Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gorontalo email : martenbunga0gmail.com Abstract The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana dinyatakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai konsekuensi dari negara hukum, maka semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan warga negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan negara dengan perantaraan pemerintah harus berdasarkan hukum. 1 Penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu

BAB I PENGANTAR. Administrasi Negara sesuai dengan asas-asas yang berlaku dalam suatu 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Urgensi mengadakan suatu badan peradilan administrasi tidak hanya dimaksudkan sebagai pengawasan ekstern terhadap pelaksanaan Hukum Administrasi Negara sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masa pembangunan, karena tanah merupakan faktor penting yang berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam masa pembangunan, karena tanah merupakan faktor penting yang berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya masalah tanah adalah sangat aktual bagi manusia dimana saja, terutama dalam masa pembangunan, karena tanah merupakan faktor penting yang berpengaruh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty.

DAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty. 124 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku: Andi Hamzah. 1986. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty. Azhary. 1995. Negara Hukum Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI- Press). Bagir Manan. 1996. Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk melaksanakan unsur tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mencapai tujuan pembangunan nasional maka dalam penyelenggaraan negara, pemerintah membutuhkan sarana negara atau sarana tindak pemerintahan. Sarana negara

Lebih terperinci

Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA KEDUDUKAN HAN DALAM ILMU HUKUM Charlyna S. Purba, S.H.,M.H Email: charlyna_shinta@yahoo.com Website:

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konsep hukum tanah nasional, tanah di wilayah Republik Indonesia adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara yang

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan belaka (machstaat), seperti yang dicantumkan dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Agraria Isi dan Pelaksanaannya Jilid I Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2005), hal 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam konsep rule of law terdapat sendi-sendi yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, legalitas dari tindakan Negara/pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI SENGKETA TANAH Oleh Herul Anwar (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI SENGKETA TANAH Oleh Herul Anwar (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) 1 KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMERIKSA DAN MENGADILI SENGKETA TANAH Oleh Herul Anwar (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) ABSTRAK Peradilan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap pencari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 Adjie, Habib,Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana terdapat sekelompok masyarakat maka dapat dipastikan di situ ada sebuah aturan atau hukum yang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Vol. 5 No. 2 Maret 2001, Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dinilai cukup marak, terbukti dengan adanya data Bank Indonesia tahun 2012 mengenai Jaringan Kantor Perbankan Syariah yang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 24 ayat (1) dan (2), dalam rangka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. , 2002, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. , 2002, Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA I. Buku-buku A. Hamid S. Attamimi, 1990, PERANAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi

Lebih terperinci

Perbuatan hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan 2 yaitu: hukum administrasi negara meliputi 4 (empat) macam, penetapan rencana norma jabaran legislasi-semu Perbuatan 2 hukum tersebut dituangkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Sekilas tentang Negara Hukum Negara Hukum yang Demokratis Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENERAPAN ASAS PERADILAN CEPAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Ambrosius Gara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum 1, hal tersebut dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dipertanyakan. Bagaimana. hambatan dari hal-hal yang dapat menggangu kinerja hukum.

I. PENDAHULUAN. menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dipertanyakan. Bagaimana. hambatan dari hal-hal yang dapat menggangu kinerja hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini proses penegakan hukum di dalam masyarakat kembali menjadi topik yang sangat hangat untuk dibicarakan, keberadaan hukum yang seharusnya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita jaga sehingga bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tanah memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci