BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ` Frozen shoulder ditinjau dari segi bahasa dimana frozen adalah kaku, sedangkan shoulder adalah bahu. Frozen shoulder merupakan gejala untuk semua gangguan gerakan sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan gerak. Akan tetapi penderita frozen shoulder biasanya menganggap kondisi ini sesuatu hal biasa saja. Artinya dapat sembuh dengan sendirinya, hanya dengan meminum obat penurun nyeri tanpa latihan yang khusus, tetapi jika dibiarkan terus menerus akan dapat mengakibatkan hal yang lebih buruk yaitu keterbatasan gerak pada sendi bahu. Insiden frozen shoulder lebih banyak menyerang wanita daripada laki-laki, usia tahun dan sekitar 10%-20% dari penderita diabetik. Frozen shoulder merupakan reaksi autoimmobilisasi yang berhubungan dengan faktor degenarasi, dan adanya patologi lain pada bahu. Menurut Priguna Sidharta (1994) Frozen shoulder merupakan wadah semua gangguan sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan lingkup gerak. Sedangkan menurut Callient (1997), berpendapat bahwa frozen shoulder identik dengan capsulitis atau periarthritis yang ditandai dengan keterbatasan gerak baik secara aktif maupun pasif, pada seluruh pola gerak sendi glenohumeral yang pada umumnya terjadi pada usia tahun. Penyakit-penyakit pada muskuloskeletal saat ini banyak diderita oleh populasi usia produktif dan usia tua. Salah satu diantaranya adalah penyakit kaku sendi pada bahu yang dikenal dengan frozen shoulder. Dipandang secara anatomis, sendi bahu merupakan salah satu sendi yang paling mobile pada tubuh kita. Mobilitas sendi bahu yang luas sangat membantu posisi lengan dan tangan untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Karena besarnya mobilitas pada sendi bahu maka tidak mengherankan banyak keluhan-keluhan yang dijumpai, berupa nyeri, kekakuan, gangguan gerak dan fungsi lainnya. Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dan memelihara, meningkatkan dan memperbaiki kemampuan gerak dan fungsi, beberapa 1

2 diantaranya kasus yang sering terjadi pada lingkungan masyarakat yaitu frozen shoulder yang mengalami gangguan gerak dan fungsi. I.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi darri frozen Shoulder? 2. Apa saja etiologi dari frozen shoulder? 3. Bagaimana cara melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik serta diagnose dari kasus frozen shoulder? 4. Bagaiman penatalaksanaan pada kasus frozen shoulder? I.3 Tujuan 1. Mengetahui dan memahami definisi serta etiologi frozen shoulder. 2. Mengatahui dan memahami diagnosis frozen shoulder. 3. Mengatahui dan memahami penatalaksanaan frozen shoulder. I.4 Manfaat 1. Menambah pengetahuan serta wawasan pada para pembaca tentang frozen shoulder 2

3 BAB II TELAAH KASUS A. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny.S Umur : 52 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku : Jawa Pekerjaan : Pedagang Alamat : kademangan, Blitar Status : Menikah Tanggal Periksa : 6 April 2013 No. RM : 353 B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Bahu kanan terasa nyeri 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan bahu kanan terasa nyeri ± 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien hanya merasa sedikit nyeri namun lama kelamaan bahu bertambah nyeri dan tidak dapat diangkat sampai maksimal. Nyeri pada bahu tidak menjalar, namun nyeri dirasakan disekitar bahu belakang, dan ketiak. Karena bahu tidak dapat digerakkan dengan maksimal, oleh karena itu pasien menjadi sulit untuk melakukan pekerjaannya sehari-hari. Pada saat bangun tidur pasien tidak merasakan nyeri tetapi pasien mengaku sakit pada bahu kanan pada saat tangan diangkat. Pasien juga mengaku tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien tidak merasakan kesemutan maupun perasaan tebal pada bahu maupun tangannya. 3

4 3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma : disangkal Riwayat sakit gula : + Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat alergi : disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit gula : + (bapak) Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat alergi : disangkal 5. Riwayat Kebiasaan Riwayat olahraga : (-) Aktivitas sehari-hari :jualan dodol, dan sering mengangkat beban berat yang berjarak 2-3 meter 6. Riwayat Gizi Penderita makan 3 kali sehari. Nafsu makan baik. Lauk pauk yang dimakan seperti tempe, ikan, daging dan juga sayur. 7. Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah pedagang yang setiap hari berjalan dipasar II. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis E 4 V 5 M 6, gizi kesan cukup. Tanda Vital Tekanan Darah : 120/70 mmhg Nadi : 76 x/menit Respirasi : 18 x/menit Suhu : dalam batas normal 2. Kulit Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-) 3. Kepala 4

5 Bentuk kepala mesochepal, rambut warna hitam, kedudukan kepala simetris, luka (-) 4. Mata Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak lansung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-) 5. Hidung Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-) 6. Telinga Membran timpani intak, deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-). 7. Mulut Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-). 8. Leher Simetris, trakea di tengah, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-) 9. Thorax Bentuk normochst, retraksi (-), simetris, spider nevi (-) regio infra clavicula, pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar (-), perbesaran kelenjar getah bening axilla (-/-). Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-) Paru Depan Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri Perkusi : Sonor/Sonor 5

6 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-) Belakang Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri Perkusi : Sonor/Sonor Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-) 10. Trunk Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-) Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-) Perkusi : nyeri ketok kostovertebrae (-) 11. Abdomen Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada Auskultasi : Peristaltik (+) normal Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Tympani, pekak beralih (-) 12. Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), nyeri (-). 13. Ektremitas Superior dekstra pada wrist joint tampak eritem (-), oedem (-), nyeri tekan Shoulder (-), kaku (+) pada bahu, pada perabaan terasa panas (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-), peteki (-), spoon nail (-), flat nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-) Superior sinistra pada wrist joint tampak eritem (-), oedem (-), nyeri (-), kaku (-), pada perabaan terasa panas (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-), peteki (-), spoon nail (-), flat nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-) Inferior dekstra pada knee joint tampak eritem (-), oedem (-), nyeri tekan (-), pada perabaan terasa panas (-), sianosis (-), 6

7 pucat (-), akral dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-), peteki (-), spoon nail (-), flat nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-). Inferior sinistra pada knee joint tampak eritem (-), oedem (-), nyeri (- ), pada perabaan terasa panas (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (- ), peteki (-), spoon nail (-), flat nail (-), kuku pucat (- ), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-). 14. Status Psikiatri Deskripsi Umum 1. Penampilan : tampak sesuai umur, perawatan diri cukup 2. Kesadaran : Kuantitatif : Composmentis (GCS E4V5M6) Kualitatif : Tidak berubah 3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif 4. Pembicaraan : Koheren 5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup Afek dan Mood Afek : Appropriate Mood : Normal Gangguan Persepsi Halusinasi : (-) Ilusi : (-) Proses Pikir Bentuk : realistik Isi : waham (-) Arus : koheren Sensorium dan Kognitif Daya konsentrasi : baik Orientasi : Orang : baik Waktu : baik Tempat : baik Daya Ingat : Jangka panjang : baik 7

8 Jangka pendek : baik Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik Insight : Baik Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya 15. Pemeriksaan neurologis Reflek Fisiologis Bisep : 2+/2+ Triseps : 2+/2+ Patella : 2+/2+ Achilles : 2+/2+ Reflek patologis: Babinski -/- Sensorik : Normal /Normal sesuai dermatom. 16. Status Lokalis a. Shoulder Inspeksi : bahu kanan dan kiri simetris, tidak ada odem pada bahu kanan, tidak ada atropi bahu kanan dan kiri serta warna kulit tidak hiperemi. Palpasi : Tidak didapatkan nyeri tekan maupun odem, suhu lokal sendi bahu kanan dan kiri normal. Pemeriksaan khusus : quick test - Touching the scapula from the neck : Not full, Nyeri (+) - Touching the scapula from the back : full, Nyei (+) Codman sign -/- Bursitis sign tes -/- Drop arm tes -/- Hawkin impingement test -/- Speed test -/- Apprehension test -/- 8

9 17. Range of Motion Ektremitas Superior ROM Aktif ROM Pasif MMT Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Fleksi 120º 180º 120º 180º 5/5 Ektensi 180º 180º 180º 180º 5/5 Abduksi 90º 180º 90º 180º 5/5 Shoulder Elbow Adduksi 170º 320º 170º 320º 5/5 Eksternal 90º 90º 90º 90º 5/5 Rotasi Internal Rotasi 90º 70º 90º 70º 5/5 Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º 5/5 Ekstensi 0º 0º 0º 0º 5/5 Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º 5/5 Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º 5/5 18. Status Ambulasi : Mobilisasi independent, Gait (N) 19. Diagnosis Working Diagnosa : Frozen Shoulder Dextra Diagnosis fungsional : limitation function 20. Follow-up Tgl S O A P 6/4/2013 Nyeri pada bahu kanan dan tidak dapat mengangkat tangannya secara maksimal Shoulder sinistra: ROM Shoulder : - Flexi Extensi Abduksi M.int.rotasi M.ext.rotasi MMT 5/5 Frozen shoulder dekstra - Medikamentosa - SWD & TENS - Terapi latihan - Edukasi 9

10 - Quick tes (+/-) Nyeri 9/4/2013 Nyeri bahu Shoulder sinistra: Frozen - Medikamentosa kanan masih ROM Shoulder : shoulder - SWD & TENS seperti kemarin. - Flexi 90 0 dekstra - Terapi latihan - Extensi Abduksi M.int.rotasi M.ext.rotasi MMT 5/5 - Quick tes (+/-) Nyeri 11/4/2013 Nyeri bahu Shoulder sinistra: Frozen - Medikamentosa kanan masih ROM Shoulder : shoulder - SWD & TENS sakit seperti - Flexi dekstra - Terapi latihan kemaren, tetapi - Extensi sudah sedikit - Abduksi berkurang. - M.int.rotasi M.ext.rotasi MMT 5/5 - Quick tes (+/-) Nyeri 15/4/2013 Nyeri bahu Shoulder sinistra: - Medikamentosa kanan masih, ROM Shoulder : - SWD & TENS tetapi sudah - Flexi Terapi latihan sedikit - Extensi berkurang. - Abduksi M.int.rotasi M.ext.rotasi MMT 5/5 - Quick tes (+/-) Nyeri 10

11 III. DAFTAR MASALAH Problem Medis: Nyeri dan keterbatasan gerak bahu Problem Rehabilitasi Medik: 1. Mobilisasi : tidak ada masalah 2. Activity Daily Living (ADL) : gangguan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari yang melibatkan bahu kanan 3. Komunikasi : tidak ada masalah 4. Psikologi : beban pikiran pasien karena pasien memikirkan penyakit nyeri bahu yang diderita tak kunjung sembuh. 5. Sosial ekonomi : Meningkatnya pengeluaran untuk biaya pengobatan dan terapi 6. Vokasional : Gangguan dalam melakukan pekerjaan hasil tidak maksimal 7. Lain-lain : nyeri dan keterbatasan gerak bahu. IV.PLANNING TERAPI Masalah Medis : Na diclofenak 2 x 50mg pc Penatalaksanaan Rehabilitasi Medik Fisioterapi o Program - WSD shoulder dextra - TENS shoulder dextra - Stretching shoulder seperti : towel exercise, pendulum exercise, forward flexion stretch, dan overhead stretch dll. 11

12 - ROM excersice ( aktif untuk anggota gerak atas) o Evaluasi - ROM bahu kanan - Nyeri pada bahu Okupasi Terapi o Program : latihan ADL o Evaluasi - Nyeri bahu dan lutut - ROM bahu dan lutut Ortosis Prostesis/alat bantu lainnya o Program : - o Evaluasi : - Psikologi o Program - Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga bahwa proses rehabilitasi memerlukan waktu. - Memberikan motivasi agar penderita rajin melakukan latihan dirumah seperti yang telah di ajarkan dan dianjurkan untuk kontrol secara teratur dalam melakukan terapi o Evaluasi - Kontak, komunikasi dan motivasi keluarga untuk berobat dan latihan Sosial Medik o Program - Memberikan motivasi, edukasi, bimbingan kepada penderita untuk tetap semangat dalam berobat dan berlatih secara teratur. o Evaluasi - Kontak dan kemauan untuk berobat dan latihan. KIE terhadap pasien dan keluarga - Pengetahuan pasien terhadap penyakit - Minum obat secara teratur. 12

13 - Melakukan home exercise secara rutin - Mengurangi aktivitas yang memperberat nyeri pada bahu. V. PROGNOSIS Quo ad sanam : Dubia ad bonam Quo ad vitam : Dubia ad bonam Quo ad functionam : Dubia ad bonam 13

14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi Shoulder Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu. Gambar 3.1 Anatomi shoulder Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu: scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal Berbeda dengan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang kompleks, yaitu: 14

15 Gambar 3.2 Sendi dan ligament pada shoulder 1. Sendi Sendi Glenohumerale Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya. Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral dan ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum anatomicum humeri. a.) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah cranial b.) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah ventral. c.) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation sebelah inferius. 15

16 Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint: 1.) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon latisimus dorsi. 2.) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositashumeri. 3.) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot pectoralis mayor. 4.) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot deltoideus. 5.) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum coracoclaviculare. 6.) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan otot subscapularis. 7.) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement. Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral. Sendi sterno claviculare Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus 16

17 articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas,sehingga kemungkinan gerakan luas. Ligamentum yang memperkuat: 1.) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis. 2.) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama sampai permukaan bawah clavicula. 3.) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis claviculare. Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45 dan gerak depresi 70, serta protraksi 30 dan retraksi 30. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10 (sampai fleksi 90 ) terjadi gerak elevasi berkisasr 4, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial. Sendi acromioclaviculare Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar. Ligamentum yang memperkuatnya: 1.) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran ventral sampai dataran caudal clavicula. 2.) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu: a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare. 17

18 b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare, Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula. Sendi subacromiale Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi. Sendi scapulo thoracic Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula terhadap dinding. Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi. 2. Otot Otot merupakan stabilisator dan penggerak aktif sendi. Pada sendi glenohumeralis diperkuat oleh otot-otot rotator cuff (otot supraspinatus, infraspinatus, subscapularis dan teres minor), otot pectoralis mayor, teres mayor dan tendon biceps caput longum. Bagian atas diperkuat oleh otot supraspinatus dan biceps caput longum, ke bawah oleh otot triceps caput longum, di depan diperkuat oleh otot subscapularis dan perpanjangan fibrous di kedua otot pectoralis mayor dan teres mayor dan dibelakang diperkuat oleh otot infraspinatus dan teres minor. Otot supraspinatus bersama-sama dengan otot deltoid middle berfungsi sebagai penggerak utama saat gerakan abduksi. Otot deltoid anterior, pectoralis major yang dibantu oleh otot coracobrachialis berfungsi pada saat gerakan fleksi. Sedangkan pada saat gerakan adduksi dilakukan oleh otot latissimus dorsi dan dibantu oleh otot teres major. Otot infraspinatus dan teres minor berfungsi pada saat gerak rotasi eksternal. Otot subscapularis (prime mover) yang dibantu oleh otot teres major, otot pectoralis major berfungsi pada saat gerak rotasi internal. 18

19 Gambar 3.3 Struktur otot dari shoulder Otot-otot Penggerak Shoulder : 1. Fleksi a. M. Coracobrachialis Otot ini berorigo pada processus coracodeus scapula, berjalan pada permukaan depan humerus sampai apda pertengahan humerus bagian ventromedial b. M. Biceps Terdiri dari caput longum dan caput brevis. Caput logum berorigo pada supraglenoidalis scapula dan caput brevis pada processus scapula, berjalan dari sulcus intertubercularis dan berinsertio pada tubersitas radii. c. M. Brachialis Berorigo pada ½ distal dataran anterior os humeri dan berinsertio pada tubersitas ulna. d. M. Deltoid Otot ini terbagi 3 : 1) Pars Anterior : Berorigo pada extremitas acromioclavicula 1/3 lateral 2) Pars Posterior : Berorigo pada scapula bagian bawah 3) Pars Medial : Berorigo pada acromion bagian lateral Otot ini berinsertio pada tubersitas deltoidea os humeri 19

20 2. Ekstensi a. M. Teres Mayor Berorigo pada permukaan belakang angulus inferior scapula Insertio melekat pada crista tuberculi minoris humeri. b. M. Lasitimus Dorsi Berorigo pada processus transversus vertebra Th 5 Th 11 Insertio berjalan convergen ke lateral atas dengan 1 tendo yang melekat pada crista tuberculi minor humeri c. M. Triceps Caput longum berorigo pada Tubersitas infraglenoidalis scapula. Caput medial berorigo 1/3 medial distal facies posterior humeri. Caput lateral berorigo pada facies posterior dan lateral 1/3 proksimal humeri 3. Abduksi a. M. Deltoideus b. M. Supraspinatus Origo 2/3 medial dari fossa supraspinatus Insertio melekat pada tubersitas Mayor Humeri c. M. Seratus Anterior - Upper Part Berorigo pada permukaan satu dan dua costa Insertio angulus medialis scapula - Midle Part Berorigo pada costa 2 dan costa 3 Insertio pada Margo Vertebralis scapula - Lower Part Berorigo pada costa 4 dan costa 6 Insertio angulus inverior pada bagian yang menghadap ke costa. 4. Adduksi a. M. Pectoralis Mayor c. M. Teres Mayor b. M. Lasitimus Dorsi 20

21 5. Endorotasi a. M. Infraspinatur Berorigo pada 2/3 medial fossa infraspinatus Insertio tubersitas mayus humeri b. M. Teres Minor Berorigo pada permukaan dorsal scapula (2/3 atas margo axillaris scapula). Insertio pada crista mayor humeri 6. Exorotasi a. M. Supraspinatus Berorigo pada 2/3 medial facies costalis scapula Insertio pada tuberculum minus humeri dan permukaan depan scapula articulatio b. M. Latissimus Dorsi c. M. Pectoralis Mayor d. M. Deltoideus 3. Innervasi Sedangkan sendi bahu dipersarafi oleh plexus brachialis, plexus brachialis merupakan anyaman serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya keseluruh bagian lengan atas dan bawah. Plexus brachialis dimulai dari rami ventral saraf spinal, dimana rami bergabung membentuk 3 truncus, yaitu trunkus superior (C5-C6), trunkus inferior (C7), trunkus medialis(c8-t1). 4. Vaskularisasi Peredaran darah arteri yang memelihara sendi bahu adalah arteri axillaris yang merupakan lanjutan dari arteri subslavia lalu bercabang-cabang, antara lain : arteri subscapularis, dan arteri brachialis. Sedangkan pembuluh darah vena pada sendi bahu anatara lain vena axillaris yang bercabang-cabang menjadi vena cephalica, vena brachilica. 21

22 3.2 Definisi Frozen Shoulder Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakait yang sudah diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif bahu yang berlangsung 18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis tapi perubahan-perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan capsul. Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketandinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu : A. Primer/ idiopetik frozen shoulder Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang. B Sekunder frozen shoulder Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya. 22

23 3.3 Etiologi Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit cardiovascular,clinical depression dan Parkinson. Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen shoulder, teori tersebut adalah : a. Teori hormonal. Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause. b. Teori genetik. Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama. c. Teori auto immuno. Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasilhasil rusaknya jaringan lokal. d. Teori postur. Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu. 3.4 Tanda dan gejala Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva adalah : a. Nyeri Pasien berumur antara tahun, dapat memiliki riwayat trauma, sering kali ringan, diikuti rasa sakit pada bahu dan lengan. Nyeri berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak bisa tidur pada posisi yang terkena, setelah beberapa bulan nyeri mulai berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin menjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan. Setelah itu beberapa bulan kemudian nyeri mulai berkurang, tetapi kekakuan semakin menjadi. Setelah berapa bulan kemudian pasien dapat bergerak, tetapi tidak normal. 23

24 Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering dijumpai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kesulitan penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi dengan mengangkat bahu pada saaqt gerakan mengangkat lengan yang sakit, yaitu saat flexi dan abduksi sendi bahu diatas 90º atau di sebut dengan shrugging mechanism. Juga dapay dijumpai adanya atrofi otot gelang bahu. b. Keterbatasan LGS Frozen sholder karena capsulitis adhesiva ditandai dengan adanya keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua gerakanyang nyata, baik gerakan yang aktif maupun pasif. Sifat nyeri dan keterbatasan gerak sendi bahu terjadi pada semua gerakan sendi bahu, tetapi sering menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler. Pola gerak sendi bahu ini adalah gerak exorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih terbatas dari gerak adduksi. c. Penurunan kekuatan otot dan arofi otot Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya, sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi dengan shrugging mechanism. d. Gangguan Aktifitas fungsional Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yanmg ditemukan pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara langsung akan mempengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani. 3.5 Komplikasi Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama maka akan timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan saendi bahu, (2) Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu, (3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu, (4) Atrofi otot-otot sekitar sendi bahu, (5) adanya gangguan aktifitas sehari-hari. 24

25 3.6 Prognosis Apabila dilakukan tindakan sendiri mungkin secara tepat maka prognosis gerak dan fungsi dari kasus frozen sholder adalah baik. Penderita sebaiknya diberitahu bahwa akan dapat menggerakkan bahu kembali tanpa rasa nyeri tetapi memerlukan waktu beberapa bulan Diagnosis banding a. Tendinitis bicipitalis Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri, meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya merupakian reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi. Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali. Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya aduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan pada samping medial tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberkulum. b. Bursitis Subacromialis Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis, keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot deltoideus di tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub acromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan penekanan pada tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri rujukan. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya Panfull arc sub acromialis , tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 90 0 terjadi rasa nyeri. c. Tendinitis Supraspinatus Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum mayus humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh kaput humeri (dengan pembungkus kapsul sendi glinohumeral) sebagai alasnya, dan 25

26 acromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan saling bertumpang tindih dengan tendon dari otot bisep kaput longum. Adanya gesekan berulang-ulang serta dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada tendo otot supraspinatus dan berlanjut sebagai tendonitis supraspinatus. 3.8 Pemeriksaan pada Shoulder a.yergason test - Tes ini dilakukan untuk menentukan apakah tendon otot biceps dapat mempertahankan kedudukannya di dalam sulkus intertuberkularis atau tidak. - Pemeriksaan ini dilakukan dengn meminta pasien untuk memfleksikan elbow sampai 90 dan supinasi lengan bawah dan stabilisasi pada thoraks yang berlawanan dengan pronasi lengan bawah. Pasien diminta untuk melakukan gerakan lateral rotasi lengan melawan tahanan. - Hasil positif jika ada tenderness di dalam sulkus bicipitalis atau tendon ke luar dari sulcus, ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis. Gambar 3.4 yergason test b. Speed test - Pemeriksa memberikan tahanan pada shoulder pasien yang berada dalam posisi fleksi, secara bersamaan pasien melakukan gerakan supinasi lengan bawah dan ekstensi elbow. - Tes ini positif apabila ada peningkatan tenderness di dalam sulcus bicipitalis dan ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis. 26

27 Gambar 3.5 speed test c. Apprehension test - Pemeriksa memfleksikan kedepan shoulder pasien disertai medial rotasi, lalu pemeriksa menekan kearah posterior elbow pasien - Hasil positif indikasi akan terlihat atau tampak kecemasan pada wajah pasien dan pasien akan mempertahankan gerakan selanjutnya. Gambar 3.6 Apprehension tes d. Supraspinatus tes - ABD shoulder pasien sampai 90 dalam posisi netral dan pemeriksa memberikan tahanan dalam posisi tersebut. Medial rotasi shoulder sampai 30, dimana thumb pasien menghadap ke lantai. Tahanan terhadap ABD diberikan oleh pemeriksa sambil melihat apakah ada kelemahan atau nyeri, yang menggambarkan hasil tes positif. - Jika hasil tes positif indikasi ada kerobekan / cidera otot atau tendon supraspinatus. 27

28 Gambar 3.7 Supraspinatus tes 3.9 Problematika Fisioterapi. Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah sebagai berikut : 1. Impairment. Pada kasus- kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesive Permasalahan yangditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan otot di sekitar bahu. 2. Functional limitation. Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan keluhan-keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan sendi bahu. 3. Participation restriction. Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk melakukan aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan. III.10 Teknologi Interfensi Fisioterapi 1. Diatermi gelombang pendek (Short Wave Diathermy/ SWD) Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang gelombang 11m. 28

29 Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan dosis.intensitas ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya. Besar kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi panas yang diterima pasien oleh karena itu antara orang satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda intensitas SWD yang diberikan. Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi empat tingkat yaitu : (a) Intensitas submitis (penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas mitis (penderita merasakan sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita merasakan hangat yang nyaman), (d) Intensitas fortis (Penderita merasakan panas yang kuat, tapi masih bisa ditahan). Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD ini adalah: a) Mengurangi nyeri Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal. Jaringan tersebut merupakan sumber nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan iritasi kepada reseptor nyeri. Stimulus tadi selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut C tanpa myelin (nyeri tumpul, lamban, diffuse) atau serabut A delta bermielin (nyeri tajam, cepat). Panas yang diberikan akan memberikan efek sedative karena adanya kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya vasodilatasi akan memperlancar pembuangan zat pain producing substance. b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa spasme otot- otot sekitar bahu. Ini dimaksudkan untuk memfiksir sendi bahu agar tidak bergerak, yang selanjutnya akan terhindar rasa nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem peredaran darah setempat yang mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan dan pain producing substance. Hal ini akan menambah nyeri, sehingga siklus yang tidak menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan bengkak dan nyeri oleh pengaruh medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang pulsa SWD, sel-sel abnormal dapat dinormalkan. Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD: 1) Stadium dari penyembuhan luka 2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan 29

30 3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan 2. Terapi Manipulasi Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba- tiba, amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu menghentika gerakan yang terjadi. Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dan tanpa nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play movement dan dengan demikian memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif. Terapi manipulasi harus diakhiri apabila sendi telah mencapai LGS maksimal tanpa nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal. Gerakan translasi (traksi dan gliding) dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi gerakan ini ditentukan berdasarkan tingkat kekendoran (slack) sendi yang dirasakan fisioterapis saat melakukan gerakan pasif seperti yang ditunjukkan pada Grade I Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga tidak sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang diberikan sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi. Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di sekitar persendian meregang. Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi gaya lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang. Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi: Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena dapat meregang (streatch) jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-mobilisasi dipertahamkan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesuai dengan toleransi pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi tidak perlu dilepaskan total keposisi awal melainkan cukup diturunkan kegrade II dan kemudian lakukan traksi grade III lagi. 2. Terapi Latihan. Adapun metode yang digunakan adalah : a. Active exercise 30

31 Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak sendi (LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan menggunakan metode free active exercise.gerakan dilakukan oleh kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.latihan ini bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun penderita berada. b. Overhead pulley Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak sendi dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya gerakan yang berulang-ulang maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta menjaga dan menambah kekuatan otot jika diberi beban. c. Codman pendulum exercis. Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut. 1) Tujuan : Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang dilakukan pasien secara aktif. Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi & mencegah pelengketan permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah untuk mencegah terjadinya kontraksi otot- otot rotator cuff & abductor bahu. 2) Cara melakukan: Pasien membungkukkan badan dan lengan yang sakit tergantung vertical. Posisi ini menyebabkan lengan fleksi 9 pada bahu tanpa adanya kontraksi otototot deltoid maupun rotator cuff. Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan sendi glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang. Lutut pasien dalam keadaan fleksi untuk mencegah timbulnya gangguan pada pinggang. 31

32 32

33 33

34 34

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada usia di bawah 40 dan 65 tahun. Frozen shoulder sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada usia di bawah 40 dan 65 tahun. Frozen shoulder sering dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Frozen shoulder biasanya terjadi pada dekade kelima atau keenam, jarang dijumpai pada usia di bawah 40 dan 65 tahun. Frozen shoulder sering dijumpai pada wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma, over use, repetitive injury, operasi pada sendi, hypertiroidisme,

BAB I PENDAHULUAN. trauma, over use, repetitive injury, operasi pada sendi, hypertiroidisme, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Frozen shoulder merupakan suatu istilah untuk semua gangguan pada sendi bahu. Dengan karakteristik nyeri dan keterbatasan gerak, penyebabnya ideopatik yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia dituntut untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dewasa ini meliputi seluruh aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dewasa ini meliputi seluruh aspek kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali bidang kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan pada hakekatnya adalah membangun

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DI RSUD SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DI RSUD SUKOHARJO Disusun oleh : Arif Setiyawan J100100040 Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu negara, seperti pada kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glenohumeral joint merupakan sendi joint yang paling luas gerakannya di tubuh kita. Glenohumeral joint termasuk sendi peluru dengan mangkok sendi yang sangat dangkal.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MUSCLE OF UPPER EXTREMITY DEPARTEMEN ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA OTOT-OTOT EKSTREMITAS SUPERIOR 1. Kelompok otot pada gelang bahu 2. Kelompok otot regio brachii (lengan atas)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tolak Peluru Tolak peluru termasuk nomor lempar dalam olahraga atletik yang memiliki kriteria tersendiri dari alat hingga lapangan

Lebih terperinci

Oleh: NURUL SAKINAH J KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: NURUL SAKINAH J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DENGAN MENGGUNAKAN SHORT WAVE DIATHERMY (SWD) DAN TERAPI MANIPULASI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA Oleh: NURUL SAKINAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder.

BAB I PENDAHULUAN. itu gerak dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. tersebut, salah satu diantaranya adalah frozen shoulder. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan bebas dari penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit mental dan juga bebas dari kecacatan, sehingga keadaan tubuh secara biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tugas-tugasnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. dan tugas-tugasnya dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. sendi bahu dan mengakibatkan gangguan aktivitas fungsional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Dengan kondisi yang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA Disusun oleh : WURI RAHMAWATI NIM : J100 070 O26 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Cita cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam. pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa BAB I PENDAHULUAN Cita cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER e / c Ca MAMAE DI RSUP. Dr SARDJITO YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER e / c Ca MAMAE DI RSUP. Dr SARDJITO YOGYAKARTA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER e / c Ca MAMAE DI RSUP. Dr SARDJITO YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : EKO PRASETYO J100100050 PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRACTURE CAPUT HUMERI DISERTAI DISLOKASI SHOULDER DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : U. DIANA J 100 100 076 KARYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam melakukan aktivitasnya sehari hari manusia harus bergerak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam melakukan aktivitasnya sehari hari manusia harus bergerak, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melakukan aktivitasnya sehari hari manusia harus bergerak, karena gerak menentukan seberapa kemampuan manusia melakukan aktifitas fungsionalnya dan kualitas

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain olahraga dan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Dalam olahraga

BAB I PENDAHULUAN. lain olahraga dan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Dalam olahraga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahu merupakan salah satu sendi yang sering digunakan untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang banyak melibatkan sendi bahu antara lain olahraga dan pekerjaan maupun

Lebih terperinci

SURAKARTA. Di susun oleh: J

SURAKARTA. Di susun oleh: J NASKAH PUBLIKASI ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LANSIA DENGAN FROZEN SHOULDER SINISTRA (KIRI) DI RUMAH SAKIT DR.MOEWARDI SURAKARTA Di susun oleh: EKO SETYAWAN J100141103 Diajukan Guna Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh umur, psikis dan keadaan lingkungan sosial individu. Banyak. terhadap gerak dan fungsi tubuh. (Depkes RI, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh umur, psikis dan keadaan lingkungan sosial individu. Banyak. terhadap gerak dan fungsi tubuh. (Depkes RI, 1999). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Republik Indonesia menetapkan kebijakan nasional mengenai pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi nasional menuju Indonesia sehat 2010

Lebih terperinci

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan 1301-1210-0072 Abednego Panggabean 1301-1210-0080 Pembimbing: Vitriana, dr., SpKFR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungannya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungannya. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. gerakannya, dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan aktifitas atau

BAB l PENDAHULUAN. gerakannya, dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan aktifitas atau BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota gerak atas merupakan anggota gerak tubuh yang paling luas gerakannya, dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan aktifitas atau pekerjaannnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam memasuki era globalisasi, khususnya di bidang kesehatan semakin

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam memasuki era globalisasi, khususnya di bidang kesehatan semakin BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam memasuki era globalisasi, khususnya di bidang kesehatan semakin berkembang pula dampak semakin beragam penyakit yang timbul, kini masyarakat sudah mulai mengenal

Lebih terperinci

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80)

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80) Teksbook reading Tessa Rulianty (Hal 71-80) Tes ini sama dengan tes job dimana lengan diputar ke arah yang berlawanan. Jika terdapat nyeri dan pasien mengalami kesulitan mengatur posisi mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya untuk memajukan bangsa dan negara didukung oleh. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta faktor ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya untuk memajukan bangsa dan negara didukung oleh. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta faktor ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam upaya untuk memajukan bangsa dan negara didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta faktor ekonomi mendorong manusia untuk dituntut mengikuti

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK A. Identitas Pasien Nama : Ny. F Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 51 tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pekerjaan : Pedagang Pakaian Alamat : Bojonegoro

Lebih terperinci

BAB I REKAM MEDIS I. IDENTIFIKASI

BAB I REKAM MEDIS I. IDENTIFIKASI BAB I REKAM MEDIS I. IDENTIFIKASI Nama : Tn. A Umur : 28 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status : Belum Menikah Bangsa : Indonesia Alamat : Luar Kota Pekerjaan : Pedagang MRS : 1 Agustus

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI TENDINITIS SUPRASPINATUS DEXTRA DI RS. AL. DR. RAMELAN SURABAYA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI TENDINITIS SUPRASPINATUS DEXTRA DI RS. AL. DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI TENDINITIS SUPRASPINATUS DEXTRA DI RS. AL. DR. RAMELAN SURABAYA Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

Oleh: ARIF FI AM J KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: ARIF FI AM J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER CAPSULITIS ADHESIVE SINISTRA DENGAN MENGGUNAKAN MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI MANIPULASI Oleh: ARIF FI AM J 100 050 020 KARYA TULIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kulit di daerah bahu beruk ditutupi oleh rambut yang relatif panjang dan berwarna abu-abu kekuningan dengan bagian medial berwarna gelap. Morfologi tubuh beruk daerah bahu

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DENGAN MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMI DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DENGAN MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMI DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD SRAGEN PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DENGAN MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMI DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD SRAGEN Disusun Oleh : KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perlu mendapat perhatian adalah masalah kesehatan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan perlu mendapat perhatian adalah masalah kesehatan. Pembangunan 15 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan memiliki beberapa bidang sasaran, salah satu yang penting dan perlu mendapat perhatian adalah masalah kesehatan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR Diajukan guna melengkapi tugas Komuda Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI. dilakukan pada tanggal 5 Februari 2016 secara auto anamnesis yaitu

BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI. dilakukan pada tanggal 5 Februari 2016 secara auto anamnesis yaitu BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI A. Pengkajian Fisioterapi 1. Anamnesis Pada kasus fraktur collum humerus dekstra ini, anamnesis dilakukan pada tanggal 5 Februari 2016 secara auto anamnesis yaitu anamnesis

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH INTERVENSI SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI MANIPULASI DENGAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN LATIHAN PENDULUM

PERBEDAAN PENGARUH INTERVENSI SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI MANIPULASI DENGAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN LATIHAN PENDULUM PERBEDAAN PENGARUH INTERVENSI SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI MANIPULASI DENGAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN LATIHAN PENDULUM DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI GLENOHUMERAL PENDERITA ADHESIVE CAPSULITIS

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER CAPSULITIS ADHESIVE DEXTRA DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER CAPSULITIS ADHESIVE DEXTRA DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER CAPSULITIS ADHESIVE DEXTRA DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG Oleh : ANARTYA IKA PRAFITRI J 100 070 036 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Menyelesaikan

Lebih terperinci

CASE REPORT SESSION LOW BACK PAIN OLEH : Dani Ferdian Nur Hamizah Nasaruddin PRESEPTOR: Tri Damiati Pandji,dr.,Sp.

CASE REPORT SESSION LOW BACK PAIN OLEH : Dani Ferdian Nur Hamizah Nasaruddin PRESEPTOR: Tri Damiati Pandji,dr.,Sp. CASE REPORT SESSION LOW BACK PAIN OLEH : Dani Ferdian 130112110127 Nur Hamizah Nasaruddin 130110082001 PRESEPTOR: Tri Damiati Pandji,dr.,Sp.KFR (K) BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI RSUP DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis. Pemelihara kesehatan

Lebih terperinci

GANGGUAN MANSET ROTATOR SENDI BAHU Suatu tinjauan anatomik

GANGGUAN MANSET ROTATOR SENDI BAHU Suatu tinjauan anatomik GANGGUAN MANSET ROTATOR SENDI BAHU Suatu tinjauan anatomik George N. Tanudjaja Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email: george_tanudjaja@yahoo.co.id Abstract:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggitingginya

BAB I PENDAHULUAN. maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggitingginya BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggitingginya yang meliputi sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Bahu (Shoulder Joint) Tim Penyusun :

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Bahu (Shoulder Joint) Tim Penyusun : MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Bahu (Shoulder Joint) Tim Penyusun : Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Wismanto, SSt.Ft, S.Ft, M. Fis Abdul Chalik Meidian,

Lebih terperinci

Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint) Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol

Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint) Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint) Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi, gambar 2. 2. Cavitas sendi bahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk hidup, salah satu ciri makhluk hidup. dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk hidup, salah satu ciri makhluk hidup. dan fungsi dari sendi bahu harus dijaga kesehatannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup, salah satu ciri makhluk hidup adalah bergerak. Manusia bergerak untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melakukan aktifitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS: PENATALAKSANAAN LOW BACK PAIN e.c SPONDYLOSIS LUMBALIS DENGAN SWD DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE

LAPORAN KASUS: PENATALAKSANAAN LOW BACK PAIN e.c SPONDYLOSIS LUMBALIS DENGAN SWD DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI RSSA LAPORAN KASUS: PENATALAKSANAAN LOW BACK PAIN e.c SPONDYLOSIS LUMBALIS DENGAN SWD DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE KALAICHELVI REGUNATHAN 0710714014

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna Anatomi antebrachii 1. Os. Radius Adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus dan membentuk sendi siku. Radius merupakan os longum yang terdiri atas epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOTERAPI

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOTERAPI MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN FISIOTERAPI Namaa : Nim : Kelas : Kelompok : FAKULTAS FISIOTERAPI UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Bahu (Shoulder Joint) Tim Penyusun : Muh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 6,7% hingga 66,7%. Keluhan tentang keluhan bahu juga sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 6,7% hingga 66,7%. Keluhan tentang keluhan bahu juga sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluhan pada bahu merupakan masalah yang paling sering terjadi di masyarakat luas. Keluhan tentang masalah pada bahu tercatat dirasakan 0,9% hingga 2,5% yang dialami

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER DEXTRA AKIBAT CAPSULITIS ADHESIVE DI RSUD KARANGANYAR

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER DEXTRA AKIBAT CAPSULITIS ADHESIVE DI RSUD KARANGANYAR PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER DEXTRA AKIBAT CAPSULITIS ADHESIVE DI RSUD KARANGANYAR Naskah Publikasi Ilmiah Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG. Anggota gerak atas merupakan bagian dari anggota gerak yang cukup banyak di fungsikan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari, seperti membawa tas, menulis, mengangkat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Di susun oleh : ALFIAN RUDIANTO J 100 090 049 NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

SHOULDER INJURY. Disusun oleh : : Arius Suwondo : 07/250602/KU/12185

SHOULDER INJURY. Disusun oleh : : Arius Suwondo : 07/250602/KU/12185 SHOULDER INJURY NAMA NIM Disusun oleh : : Arius Suwondo : 07/250602/KU/12185 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009 1 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER SINISTRA AKIBAT CAPSULITIS ADHESIVE DI RSUD Dr. HARJONO PONOROGO

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER SINISTRA AKIBAT CAPSULITIS ADHESIVE DI RSUD Dr. HARJONO PONOROGO PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER SINISTRA AKIBAT CAPSULITIS ADHESIVE DI RSUD Dr. HARJONO PONOROGO Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perilaku hidup sehat, sehingga tuntunan masyarakat akan layanan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perilaku hidup sehat, sehingga tuntunan masyarakat akan layanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai bidang sasaran pembangunan, salah satu yang penting dan perlu mendapat perhatian adalah masalah kesehatan. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan optimal

Lebih terperinci

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.

BED SITE TEACHING. Dani Dania D Siti Fatimah Lisa Valentin S Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp. BED SITE TEACHING Dani Dania D - 12100113044 Siti Fatimah - 12100113045 Lisa Valentin S - 12100113001 Perceptor dr. Octo Indradjaja, Sp.PD SMF ILMU PENYAKIT DALAM P3D FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA RS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertebra memiliki struktur anatomi paling kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting bagi fungsi dan gerak tubuh. Patologi morfologi seperti HNP, spondyloarthrosis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Beraktivitas merupakan hal yang mutlak dilakukan semua makhluk hidup. Terlebih lagi bagi manusia yang aktivitasnya lebih beragam dibandingkan makhluk hidup yang lain. Tulang, otot, dan

Lebih terperinci

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot OTOT DAN SKELET Tujuan. Mengidentifikasi struktur otot. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi. Mengetahui macam-macam otot berdasarkan lokasi 4. Mengetahui macam-macam kerja otot yang menggerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang terbentuk antara ventral rami (akar) dari empat nervus cervical (C5-C8) dan nervus thoracal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat banyak. cidera atau gangguan sendi yang cukup besar. (Kuntono 2003).

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat banyak. cidera atau gangguan sendi yang cukup besar. (Kuntono 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keadaan sehat merupakan dambaan bagi setiap orang,karena pada tubuh yang sehat seseorang dapat melaksanakan aktifitas fungsionalnya secara optimal, dengan demikian produktifitasnyapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh secara biologis maupun psikologis sehat, dalam arti bahwa tubuh dapat

BAB I PENDAHULUAN. tubuh secara biologis maupun psikologis sehat, dalam arti bahwa tubuh dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu keadaan bebas dari penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit mental dan juga bebas dari kecacatan, sehingga keadaan tubuh secara biologis

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. De Quervain Syndrome Dextra, meliputi: (1) pengkajian data, (2) pelaksanaan

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. De Quervain Syndrome Dextra, meliputi: (1) pengkajian data, (2) pelaksanaan 43 BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS Proses pemecahan masalah yang harus dihadapi oleh fisioterapi pada kasus De Quervain Syndrome Dextra, meliputi: (1) pengkajian data, (2) pelaksanaan terapi, (3) evaluasi

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS KLINIK D III FISIOTERAPI FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL. Program Studi Fisioterapi

LAPORAN STATUS KLINIK D III FISIOTERAPI FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL. Program Studi Fisioterapi LAPORAN STATUS KLINIK D III FISIOTERAPI FISIOTERAPI MUSKULOSKELETAL Program Studi Fisioterapi Nomor Urut: 2/R/2014 NAMA MAHASISWA N.I.M TEMPAT PRAKTEK PEMBIMBING : Triastika Restti Alfiandri : J100110059

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional. Banyak faktor yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. fungsional. Banyak faktor yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan suatu kondisi atau keadaan tubuh yang optimal untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK

LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK LAPORAN KASUS BEDAH PLASTIK SEORANG LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN FRAKTUR SEGMENTAL MANDIBULA DEXTRA TERTUTUP NON KOMPLIKATA Pembimbing dr. Benny Issakh, Sp.B, SpB.Onk Disusun Oleh Hj Mutiara DPR 22010111200152

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari tidak jarang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh kita, misalnya pada saat melakukan aktivitas olahraga, mengangkat barang, mencuci, ataupun aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup produktif secara sosial dan ekonomis. individu untuk memenuhi kebutuhan gerak yang fungsional dalam

BAB I PENDAHULUAN. hidup produktif secara sosial dan ekonomis. individu untuk memenuhi kebutuhan gerak yang fungsional dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO (1946), sehat dapat diartikan suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Kesehatan

Lebih terperinci

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) F6. Upaya Pengobatan Dasar HIPERTENSI STAGE II. Disusun Oleh: dr. Deanita Puspitasari

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) F6. Upaya Pengobatan Dasar HIPERTENSI STAGE II. Disusun Oleh: dr. Deanita Puspitasari Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) F6. Upaya Pengobatan Dasar HIPERTENSI STAGE II Disusun Oleh: dr. Deanita Puspitasari PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA JAWA TENGAH 2014 A. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit pada anggota gerak yang disebabkan oleh traumatik. Trauma merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit pada anggota gerak yang disebabkan oleh traumatik. Trauma merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggota gerak pada manusia merupakan anggota gerak yang sangat penting sepanjang daur kehidupan manusia, baik anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah.

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA

PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh: FITRIA ENDAH WIDYASTUTI J 100 050 022 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalah Dari sekian banyak anggota tubuh yang dimiliki dalam tubuh manusia, kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan keharmonisan aktivitas seseorang

Lebih terperinci

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah

IDENTITAS PASIEN. Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah ACS STEMI IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.T Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 46 tahun Tanggal Lahir : 17 September 1964 Status Perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam Pekerjaan : Pengendara sepeda Alamat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dibidang kesehatan adalah penyelenggaran upaya kesehatan mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Hidup sehat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini semakin banyak ditemukan berbagai penyakit berbahaya yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini tidak mengancam jiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. seumur hidup sebanyak 60% (Demoulin 2012). Menurut World Health BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung merupakan keluhan yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri punggung semasa hidupnya. Nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut mempengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering jumpai seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut mempengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering jumpai seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut mempengaruhi perkembangan fisioterapi, dimana telah disebutkan dalam KEPMENKES 1363 tahun 2001 BAB 1, pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB III PROSES FISIOTERAPI

BAB III PROSES FISIOTERAPI BAB III PROSES FISIOTERAPI A. Pengkajian Fisioterapi Pengkajian fisioterapi merupakan upaya atau tindakan yang dilakukan untuk memperoleh data-data tentang pasien untuk mengetahui permasalahan yang terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

MOBILISASI SHOULDER GIRDLE

MOBILISASI SHOULDER GIRDLE MOBILISASI SHOULDER GIRDLE STIKES Katolik St Vinc a Paulo Surabaya Mobilisasi Shoulder Girdle 1 REVIEW ANATOMI Shoulder kompleks GH joint ST joint AC joint SC joint Mobilisasi Shoulder Girdle 2 Articular

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CAPSULITIVE ADHESIVA SINISTRA DI RSUD SALATIGA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CAPSULITIVE ADHESIVA SINISTRA DI RSUD SALATIGA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CAPSULITIVE ADHESIVA SINISTRA DI RSUD SALATIGA Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Pogram Pendididkan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL Oleh: SURATMAN NIM.J.100.050.005 Diajukan guna untuk melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES DISERTAI DISLOKASI ULNA DEXTRA DI RST Dr.

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES DISERTAI DISLOKASI ULNA DEXTRA DI RST Dr. PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES DISERTAI DISLOKASI ULNA DEXTRA DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG Disusun oleh: FATHIA NURUL RAHMA J 100 090 019 NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH

SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH PRESENTASI KASUS SEORANG LAKI-LAKI USIA 21 TAHUN DENGAN FRAKTUR TERTUTUP CLAVICULA DEXTRA 1/3 TENGAH Oleh : De yang WPP G99141092 Pembimbing: dr. Tito Sumarwoto, Sp. OT (K) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut WHO Sehat

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut WHO Sehat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang rentang kehidupan manusia, kesehatan merupakan salah satu hal yang penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut WHO Sehat adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : No. 1. 2. 3. 4. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap baik dan sopan, serta menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci