PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 2007

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 2007"

Transkripsi

1 PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT A PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 2007 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jalan Urip Sumoharjo No.269 Telp.(0411) Makassar Kode Pos Bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan 2007 (i)

2 DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 5 BAB II RUANG LINGKUP... 9 BAB III ASAS, TUJUAN DAN PRIORITAS... 9 BAB IV PENETAPAN BATAS WILAYAH BAB V KEWENANGAN PROVINSI BAB VI PERENCANAAN BAB VII PEMANFAATAN BAB VIII PERIZINAN BAB IX JAMINAN LINGKUNGAN BAB X MITIGASI BENCANA BAB XI KEMITRAAN BAB XII PENGHARGAAN BAB XIII MONITORING, EVALUASI DAN PENGAWASAN BAB XIV LEMBAGA KOORDINASI PENGELOLA WILAYAH PESISIR BAB XV KERJASAMA ANTAR DAERAH BAB XVI PEMBIAYAAN BAB XVII LARANGAN BAB XVIII PENYELESAIAN SENGKETA (i)

3 BAB XIX KETENTUAN PENYIDIKAN BAB XX KETENTUAN PIDANA BAB XXI KETENTUAN PERALIHAN BAB XXII KETENTUAN PENUTUP RANCANGAN PENJELASAN (ii)

4 PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SEATAN NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa Wilayah Pesisir sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia, memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang tinggi sehingga dapat memberikan manfaat secara optimal bagi pengembangan ekonomi, sosial-budaya masyarakat. oleh karena itu harus dikelola dengan adil dan bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara berdaya guna, berhasil guna bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang dan sebesarbesarnya kemakmuran bangsa Indonesia; Mengingat : b. bahwa pengelolaan Wilayah Pesisir memiliki arti strategis dan potensi ekonomi, sosial budaya dengan keanekaragaman hayati sumberdaya alam yang khas dan jasa lingkungan yang berpotensi ekonomi, namun rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga perlu dikendalikan agar tercipta keseimbangan antara pemanfaatan dan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta perlindungan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan; c. bahwa eksploitasi dalam pengelolaan Wilayah Pesisir cenderung semakin tidak terkendali dan tanpa perencanaan yang terkoordinasi secara efektif dan terpadu, sehingga menimbulkan dampak lingkungan hidup yang merugikan bagi Wilayah Pesisir; d. bahwa upaya pemanfaatan, pengembangan dan pelestarian Sumberdaya Pesisir yang merupakan bagian dalam pengelolaan Wilayah Pesisir, perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dalam mendorong peningkatan kesadaran dan Pemberdayaan Masyarakat yang produktif dan berwawasan lingkungan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c dan d, perlu membentuk Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir. 1. Undang-undang Nomor 47 Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 No. 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102) juncto Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan (1)

5 Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3299); 5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493); 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); 8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3669); 11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872); 12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310); (2)

6 13. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 14. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) 15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 16. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 17. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Udang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republlik Indonesia Nomor 4548); 18. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 19. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2943); 20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 21. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3550); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); (3)

7 24. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 8132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lambaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838) 27. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3907); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4782, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 30. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 31. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4211); 32. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4230); 33. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan Budidaya Laut di Perairan Indonesia; 34. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 35. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 61); 36. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11); 37. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat; (4)

8 38. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 10/Men/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu; 39. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 34/Men/2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir.; 40. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 10/Men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan; 41. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah 42. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 1987 Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tahun 1987 Nomor 01, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 50). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN dan GUBERNUR SULAWESI SELATAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Sulawesi Selatan 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyeleggara Pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 5. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Selatan 6. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Sulawesi Selatan 7. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan 8. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut, yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut ke arah darat sampai batas wilayah kecamatan pesisir dan ke arah laut sampai sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut/laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. (5)

9 9. Pengelolaan Wilayah Pesisir adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian Sumberdaya Pesisir secara berkelanjutan yang mengintegrasikan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan antar sektor, antara pemerintah dengan Pemerintah Daerah, antara Ekosistem darat dan laut, antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 10. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berkelanjutan adalah pengelolaan yang tidak melebihi kemampuan regenerasi sumberdaya hayati atau laju substitusi inovasi dari sumberdaya nirhayati pesisir, dimana pemanfaatan Sumberdaya Pesisir saat ini tidak boleh mengorbankan (kualitas dan kuantitas) kebutuhan generasi yang akan datang. 11. Sumberdaya Pesisir adalah sumberdaya alam hayati, sumberdaya non-hayati; sumberdaya buatan dan jasa-jasa lingkungan. 12. Sumberdaya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove serta biota laut lain; sumberdaya non-hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut, dan sumberdaya buatan meliputi infrastruktur laut; serta jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air dan energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir. 13. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas sama atau lebih kecil dari km 2 beserta kesatuan Ekosistemnya yang terletak di Wilayah Pesisir. 14. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuaria, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna. 15. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait dengannya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. 16. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antar berbagai Pemangku Kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya. 17. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem pesisir. 18. Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. 19. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arahan penggunaan sumberdaya dari masing-masing satuan disertai penetapan kisi-kisi tata ruang di dalam zona yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. 20. Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab dalam rangka pengkoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi mengenai kesepakatan penggunaan sumberdaya atau kegiatan pembangunan di dalam zona. (6)

10 21. Rencana Aksi adalah rencana yang memuat penataan waktu dan anggaran untuk 3 (tiga) tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi-instansi pemerintah, guna mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya dan pembangunan di kawasan perencanaan. 22. Kawasan adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. 23. Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. 24. Kawasan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Selatan adalah kawasan konservasi di wilayah laut Provinsi Sulawesi Selaan untuk menjamin keberlanjutan keanekaragaman hayati laut seperti habitat, Ekosistem, dan sumberdaya laut. 25. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang peruntukkannya ditetapkan bagi berbagai sektor kegiatan. 26. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan dan organisme lainnya serta proses yang menghubungkan satu sama lain dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas. 27. Rehabilitasi adalah proses pemulihan dan perbaikan kondisi Ekosistem atau populasi yang telah rusak, agar dapat kembali pada kondisi semula. 28. Budidaya laut meliputi tahapan kegiatan pembenihan, pengembangan dan pemanenan hasil berupa budidaya ikan, teripang, rumput laut dan mutiara. 29. Masyarakat Pesisir adalah kesatuan sosial yang bermukim di Wilayah Pesisir dan mata pencahariannya berkaitan dengan pemanfaatan Sumberdaya Pesisir, meliputi Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal, termasuk nelayan, bukan nelayan dan pembudidaya ikan. 30. Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat pesisir yang secara turuntemurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena ikatan pada asal-usul leluhur, mempunyai hubungan yang kuat dengan Sumberdaya Pesisir yang memiliki sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum. 31. Masyarakat Lokal adalah kelompok masyarakat pesisir yang memperlihatkan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah terima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya tergantung terhadap Sumberdaya Pesisir tertentu. 32. Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dalam penguatan kapasitas sumberdaya manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan, penelitian terapan dan pengembangan rekomendasi kebijakan. 33. Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam maupun karena perbuatan manusia yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan/atau perubahan sumberdaya hayati pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta benda, dan/atau kerusakan lingkungan Wilayah Pesisir. 34. Dampak Besar adalah terjadinya perubahan negatif lingkungan dalam skala yang luas dan intensitas lama yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan di Wilayah Pesisir. (7)

11 35. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 36. Penyelesaian Sengketa adalah penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. 37. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 38. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 39. Daerah Perlindungan Laut adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang dilindungi dari pemanfaatan umum untuk tujuan pemulihan dan perlindungan habitat, perlindungan plasma nutfah, dan perlindungan induk. 40. Daya Dukung adalah kemampuan Sumberdaya Pesisir untuk meningkatkan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya dalam bentuk kegiatan ekonomi yang serasi dalam Ekosistem pesisir. 41. Jaminan Lingkungan adalah biaya yang harus dibayarkan oleh pihak ketiga sebagai jaminan terhadap pelaksanaan kelestarian lingkungan dalam pengelolaan sumberdaya Wilayah Pesisir. 42. Konservasi adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi ekologis Sumberdaya Pesisir agar senantiasa tersedia dalam kondisi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya, pada waktu sekarang dan yang akan datang. 43. Konservasi Ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan dan memanfaatkan fungsi Ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan biota perairan pada waktu sekarang dan yang akan datang. 44. Konsultasi Publik adalah upaya memperoleh masukan dari Pemangku Kepentingan, lembaga swadaya masyarakat, Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal, serta perguruan tinggi mengenai berbagai hal berkenaan dengan pengelolaan Wilayah Pesisir. 45. Kerusakan Pesisir adalah perubahan sifat fisik dan/atau hayatinya yang melampaui kriteria baku kerusakan laut dan pesisir. 46. Orang adalah setiap orang perseorangan dan/atau badan hukum. 47. Organisasi Pengelola Wilayah Pesisir selanjutnya disebut organisasi pengelola adalah suatu badan, dewan, komisi atau lembaga dengan sebutan lain yang dibentuk untuk menjalankan fungsi koordinasi antara berbagai Pemangku Kepentingan. 48. Pemangku Kepentingan adalah para pengguna Sumberdaya Pesisir yang mempunyai kepentingan langsung, seperti nelayan tradisional dan/atau modern, pembudidaya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan dan masyarakat pesisir. 49. Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya Wilayah Pesisir. 50. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada masyarakat pesisir agar mampu menentukan pilihan dalam meningkatkan pemanfaatan Sumberdaya Pesisir secara lestari. (8)

12 51. Pencemaran Pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan pesisir tidak sesuai dengan baku mutu dan/atau fungsinya. 52. Perlindungan Sumberdaya Ikan adalah upaya untuk untuk melindungi Ekosistem, jenis, dan genetika ikan dari gangguan, ancaman, kerusakan, dan kepunahan yang ditimbulkan baik oleh manusia maupun alam. 53. Reklamasi Kawasan Pesisir selanjutnya disebut Reklamasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara penimbunan dan pengeringan laut di perairan laut. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Peraturan Daerah ini diberlakukan di seluruh Wilayah Pesisir Provinsi sesuai batas kewenangan Provinsi; (2) Penyelenggaraan kewenangan provinsi yang berimplikasi pada kewenangan otonomi Kabupaten/Kota adalah bersifat koordinasi, pembinaan dan fasilitasi. BAB III ASAS, TUJUAN DAN PRIORITAS Pasal 3 Pengelolaan Wilayah Pesisir berlandaskan pada asas: a. keberlanjutan; b. konsistensi; c. keterpaduan; d. kepastian hukum; e. kemitraan; f. pemerataan; g. peran serta masyarakat; h. keterbukaan; i. desentralisasi; j. akuntabilitas; k. keadilan; dan l. kearifan lokal Pasal 4 Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan tujuan untuk : a. menciptakan sistem dan mekanisme pengelolaan Sumberdaya Pesisir untuk guna menjamin pemanfaatan secara rasional, dan berkelanjutan; b. menciptakan pemerataan manfaat ekonomi Sumberdaya Pesisir guna peningkatan kesejahteraan masyarakat. (9)

13 c. melindungi Wilayah Pesisir dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatankegiatan di dalam dan di luar wilayah provinsi; d. memelihara kelestarian fungsi-fungsi Ekosistem pesisir agar tetap dapat menunjang pembangunan secara berkelanjutan. e. meningkatkan kapasitas, kemampuan dan kemandirian masyarakat pesisir dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya Wilayah Pesisir. Pasal 5 Prioritas pengelolaan Wilayah Pesisir adalah : a. terlindungi, terkonservasi dan termanfaatkannya Sumberdaya Pesisir secara berkelanjutan; b. terciptanya mekanisme pengelolaan Wilayah Pesisir yang terintegrasi, terkoordinasi, dan konsisten baik antar sektor dan antar kabupaten/ kota atau antara masyarakat, pengusaha dan pemerintah; c. dikembangkannya pengelolaan Wilayah Pesisir yang berbasis masyarakat; d. tercapainya keseimbangan antara pemanfatan sumberdaya antara provinsi, Kabupaten/Kota, dan masyarakat hukum adat; dan e. terciptanya ketaatan dan kepastian hukum bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya Wilayah Pesisir. BAB IV PENETAPAN BATAS WILAYAH LAUT Pasal 6 (1) Penetapan batas wilayah laut kewenangan provinsi dilakukan bersama-sama dengan provinsi tetangga. (2) Batas wilayah laut kewenangan provinsi berupa titik koordinat geografis yang dihubungkan dengan garis lurus dan menunjukkan batas luar wilayah laut kewenangan provinsi. (3) Dalam hal wilayah laut provinsi berbatasan langsung dengan wilayah laut provinsi tetangga yang letaknya saling berhadapan yang lebar lautnya kurang dari 24 (dua puluh empat) mil laut, batas luar wilayah laut masing-masing provinsi ditetapkan melalui penarikan garis tengah. (4) Batas wilayah laut kewenangan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam peta yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. Pasal 7 (1) Penetapan batas wilayah laut kewenangan Kabupaten/Kota dilakukan setelah batas wilayah laut kewenangan provinsi ditetapkan secara definitif. (2) Batas wilayah laut kewenangan Kabupaten/Kota ditetapkan dengan persetujuan bersama antara unsur pemerintahan daerah masing-masing yang disahkan dengan Keputusan Gubernur. (10)

14 BAB V KEWENANGAN PROVINSI Pasal 8 Kewenangan provinsi dalam pengelolaan Wilayah Pesisir, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9 Kewenangan provinsi dalam pengelolaan Wilayah Pesisir lintas Kabupaten/Kota meliputi: a. pengaturan dan pengendalian lingkungan hidup lintas Kabupaten/Kota; b. pengaturan tentang pengamanan dan pelestarian sumber daya air lintas Kabupaten/Kota; c. penilaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup bagi kegiatan-kegiatan yang potensial berdampak besar dan penting pada masyarakat luas yang dampaknya meliputi lebih dari satu Kabupaten/Kota; dan d. pengawasan pelaksanaan konservasi lintas Kabupaten/Kota. Pasal 10 Kewenangan lain dari Provinsi dalam pengelolaan Wilayah Pesisir meliputi : a. kewenangan atas bagian tertentu dari kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota dengan kesepakatan antara Kabupaten/Kota dan Provinsi; b. kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang secara tegas menunjuk kewenangan tersebut sebagai kewenangan Provinsi; c. kewenangan dalam rangka melaksanakan tugas sebagai wilayah administrasi dan tugas pembantuan. Pasal 11 Pelaksanaan kewenangan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 12 Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dan kerjasama untuk mendapatkan informasi tentang usaha dan/atau kegiatan dari luar Wilayah Provinsi yang dapat memiliki dampak berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. BAB VI PERENCANAAN Bagian Pertama Umum Pasal 13 (1) Pengelolaan Wilayah Pesisir disusun menurut tahap-tahap perencanaan yang terdiri atas: Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi. (2) Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen perencanaan sebagai pedoman dalam pengelolaan Wilayah Pesisir. (11)

15 (3) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur. Bagian Kedua Rencana Strategis Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah menetapkan visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi perencanaan dengan melibatkan Pemangku Kepentingan. (2) Rencana Strategis memuat indikator kinerja untuk mengukur tingkat keberhasilan pengelolaan Wilayah Pesisir. (3) Rencana Strategis disusun secara konsisten, sinergis dan terpadu serta merupakan alat pengendali pengelolaan Wilayah Pesisir. Pasal 15 Masa berlaku Rencana Strategis selama 20 (dua puluh) tahun dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Bagian Ketiga Rencana Zonasi Pasal 16 (1) Penyusunan dan penetapan Rencana Zonasi berpedoman pada Rencana Strategis. (2) Rencana Zonasi mengindikasikan alokasi penggunaan Sumberdaya Pesisir berdasarkan daya dukungnya. (3) Rencana Zonasi digunakan untuk memandu pemanfaatan dan mencegah konflik pemanfaatan Sumberdaya Pesisir. Pasal 17 Rencana Zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) berisi: a. kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan; b. kegiatan-kegiatan yang dilarang; dan c. kegiatan yang memerlukan izin. Pasal 18 (1) Rencana Zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) terdiri dari: a. zona konservasi; b. zona pemanfaatan umum; c. zona pemanfaatan khusus; dan d. zona alur. (2) Zona-zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih lanjut dijabarkan dalam Rencana Sub-Zona. (12)

16 Pasal 19 Masa berlaku Rencana Zonasi selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Bagian Keempat Rencana Pengelolaan Pasal 20 Rencana Pengelolaan merupakan bagian dari tahap perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dengan tujuan: a. membangun kerjasama antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat; b. menjadi dasar yang disepakati untuk melakukan peninjauan secara sistematik terhadap usulan pembangunan; c. menetapkan prosedur dalam proses perizinan; d. menciptakan tertib administrasi; dan e. menyelaraskan koordinasi dalam pengambilan keputusan di antara instansi terkait dalam pemberian izin. f. merumuskan tata cara pengawasan, evaluasi dan perbaikan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir secara terpadu; dan g. mengkoordinasikan inisiatif-inisiatif perencanaan. Pasal 21 Rencana Pengelolaan disusun berdasarkan: a. kebijakan-kebijakan dan orientasi di dalam Rencana Strategis dan Rencana Zonasi; dan b. aspirasi para Pemangku Kepentingan. Pasal 22 Rencana Pengelolaan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam setahun. Bagian Kelima Rencana Aksi Pasal 23 a. Rencana Aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) disusun bersama antara pemerintah daerah dan pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran serta masyarakat b. Rencana Aksi memuat jenis kegiatan, lokasi, jadwal kegiatan, dan penganggarannya. c. Jenis kegiatan yang dimaksud pada ayat (b) ditemukenali dari issu-issu yang relevan dari Rencana Strategis. (13)

17 BAB VII PEMANFAATAN Bagian Pertama Pemanfaatan Bukan untuk Tujuan Usaha dan untuk Tujuan Usaha Pasal 24 Kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan sumberdaya di Wilayah Pesisir secara tradisional dan hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga tidak diwajibkan untuk memiliki izin. Pasal 25 (1) Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk kegiatan usaha diwajibkan memiliki izin. (2) Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. (3) Pengusahaan Sumberdaya Pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada perorangan dan badan hukum. (4) Tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang menjadi kewenangan provinsi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Bagian Kedua Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Pasal 26 (1) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24 dan Pasal 25. (2) Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil diselenggarakan untuk kepentingan: a. konservasi; b. penelitian dan pengembangan; c. pendidikan dan pelatihan; d. budidaya laut; e. kepariwisataan; f. usaha perikanan yang tidak memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan Ekosistem. g. industri teknologi tinggi non-ekstraktif h. pertanian organik dan peternakan skala rumah tangga i. industri manufaktur dan pengelolaan yang tidak merusak serta sesuai dengan daya dukung lingkungan (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur. Pasal 27 Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil yang kemungkinan menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan hidup, harus dilakukan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). (14)

18 Pasal 28 Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil untuk kepentingan usaha harus memperhatikan kepentingan dan hak-hak tradisional masyarakat pesisir dan perlindungan hukum atas hak masyarakat pesisir. Bagian Ketiga Kepariwisataan Pasal 29 (1) Penyelenggaraan pengusahaan pariwisata di Wilayah Pesisir dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, perorangan dan badan hukum pada zona pemanfaatan terbatas. (2) Pengusahaan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa usaha sarana pariwisata alam. (3) Jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi usaha: a. akomodasi pemondokan; b. makanan dan minuman; c. sarana wisata tirta; d. angkutan wisata; e. cinderamata; f. sarana wisata budaya. Pasal 30 Pengusahaan pariwisata sebagaimana dimaksud pada pasal 29 ayat (1) melibatkan masyarakat pesisir dengan memperhatikan hak-hak tradisional dan adat istiadat masyarakat pesisir serta perlindungan hukum atas hak masyarakat pesisir. Pasal 31 (1) Usaha sarana pariwisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut : a. luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam maksimum 10% (sepuluh perseratus) dari luas zona pemanfaatan terbatas wisata alam yang bersangkutan; b. bentuk bangunan bergaya arsitektur budaya setempat; c. tidak mengubah bentang alam yang ada. (2) Izin pengusahaan pariwisata alam diberikan setelah mendapat pertimbangan dan kajian lingkungan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. (15)

19 Bagian Keempat Sempadan Pantai Pasal 32 (1) Penetapan batas sempadan pantai disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi, kebutuhan ekonomi dan budaya. (2) Penetapan batas sempadan pantai mengikuti ketentuan: a. perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami; b. perlindungan pantai dari erosi, intrusi dan abrasi; c. perlindungan sumberdaya buatan dari bahaya badai, banjir dan bencana alam lainnya; d. perlindungan terhadap Ekosistem pesisir; e. pengaturan ruang untuk saluran air limbah dan air kotor; dan f. perlindungan hak akses publik. (3) Penetapan batas sempadan pantai sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2), dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Kelima Konservasi Pasal 33 (1) Konservasi diselenggarakan dengan tujuan: a. menjaga kelestarian Ekosistem pesisir; b. melindungi alur migrasi ikan, biota laut dan habitatnya; dan c. melindungi situs budaya tradisional. (2) Kawasan Konservasi Perairan Provinsi yang mempunyai ciri khas sebagai satu kesatuan Ekosistem dengan tujuan antara lain untuk melindungi: a. sumberdaya ikan; b. jalur migrasi ikan dan spesies langka; c. tempat pemijahan, dan pengasuhan ikan; d. daerah tertentu yang diatur oleh adat istiadat; dan e. ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan. (3) Pengusulan status kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok masyarakat dan/atau oleh Pemerintah Daerah berdasarkan ciri khas kawasan yang ditunjang dengan data dan informasi ilmiah. Pasal 34 Kawasan Konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dibagi atas 3 (tiga) Zona, yaitu: a. Zona Inti; b. Zona Penyangga; dan c. Zona Pemanfaatan Terbatas. (16)

20 Pasal 35 Daerah menetapkan Kawasan Konservasi Perairan Provinsi, yang meliputi: a. Suaka Perikanan; dan b. Kawasan Konservasi Perairan Provinsi yang bersifat lintas batas Kabupaten/Kota. Pasal 36 Kawasan Konservasi Perairan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan dengan tujuan: a. menjamin kelangsungan fungsi-fungsi Ekosistem; b. melindungi terumbu karang dan biota laut secara berkelanjutan; c. menjamin pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan; d. menjamin pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai objek pendidikan, penelitian, budidaya laut, dan pariwisata; dan e. melindungi keberadaan lokasi kearifan lokal dan/atau hak-hak tradisional laut. Pasal 37 Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Provinsi mengikuti tata cara: a. pengusulan dilakukan melalui Konsultasi Publik; dan b. perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian dilakukan oleh instansi yang berwenang. Pasal 38 Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36 dan Pasal 37, Daerah dapat menetapkan bagian tertentu dari Wilayah Pesisir sebagai Kawasan Konservasi Perairan Provinsi dengan Peraturan Gubernur. Bagian Keenam Kawasan Budidaya Pasal 39 Penetapan kawasan budidaya bertujuan untuk: (1) menjamin kelangsungan pembangunan sosial-ekonomi dan pemanfaatan Sumberdaya Pesisir secara berkelanjutan; (2) melindungi fungsi-fungsi ekologis, keanekaragaman hayati dan kelangsungan proses-proses alamiah; (3) memanfaatkan objek penelitian, pendidikan, dan pariwisata; (4) mengembangkan model pengelolaan Wilayah Pesisir terpadu kota/kabupaten pelabuhan; (5) mengembangkan model pengelolaan Wilayah Pesisir berbasis masyarakat secara kolaboratif; (6) mempertahankan budaya atau kearifan lokal yang berwawasan lingkungan. (17)

21 Pasal 40 (1) Proses pengusulan dan penetapan kawasan budidaya dilakukan oleh institusi masing-masing disertai dengan batas-batas geografis melalui tahapan identifikasi calon kawasan, usulan calon kawasan, seleksi calon kawasan, penilaian potensi kawasan, rekomendasi/persetujuan kawasan melalui Konsultasi Publik. (2) Pengelolaan kawasan budidaya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh instansi yang berwenang. (3) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 41 (1) Pengelolaan kawasan budidaya yang berwawasan lingkungan dilaksanakan berdasarkan kebijakan institusi masing-masing. (2) Pemanfaatan kawasan budidaya yang dapat menimbulkan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan, termasuk pemanfaatan sempadan pantai dan sempadan sungai diatur dengan Peraturan Gubernur. (3) Pengelola kawasan budidaya wajib memperhatikan fungsi kawasan lainnya yang berada di dalam satu sistem koordinasi. Bagian Ketujuh Reklamasi Pasal 42 (1) Reklamasi kawasan pesisir dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan daya dukung lingkungan Wilayah Pesisir dan Sumberdaya Pesisir ditinjau dari aspek teknis, lingkungan dan sosial ekonomi. (2) Pelaksanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib : a. menjaga keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir; b. menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir; c. memperhatikan persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material. (3) Perencanaan dan pelaksanaan Reklamasi berpedoman pada peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagian Delapan Rehabilitasi Pasal 43 (1) Rehabilitasi Ekosistem di Wilayah Pesisir wajib dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan Ekosistem dan/atau keanekaragaman hayati setempat. (18)

22 (2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. pengkayaan sumberdaya hayati; b. perbaikan habitat; c. perlindungan spesies biota laut untuk tumbuh dan berkembang secara alami; d. penghentian pemberian izin; (3) Rehabilitasi sumberdaya non-hayati dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan. Pasal 44 Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang termasuk badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung memperoleh manfaat bagi pemulihan sumberdaya Wilayah Pesisir. BAB VIII PERIZINAN Bagian Pertama Pengendalian Pasal 45 (1) Kegiatan pemanfaatan sumberdaya Wilayah Pesisir di dalam zona dikendalikan dengan sistem perizinan. (2) Zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengindikasikan jenis dan jumlah izin yang akan diberikan. (3) Sistem dan mekanisme perizinan harus mengacu pada dokumen perencanaan. Bagian Kedua Sistem dan Mekanisme Pasal 46 (1) Sistem dan mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) harus disesuaikan dengan: a. Rencana Zonasi dan Rencana Pengelolaan; b. Persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; dan (2) Permohonan izin harus ditolak apabila kegiatan yang dimohonkan: a. Tidak sesuai dengan ketentuan dalam Rencana Zonasi dan Rencana Pengelolaan; b. Mengandung ancaman yang serius terhadap kelestarian Wilayah Pesisir ; c. Tidak didukung bukti ilmiah; d. Menimbulkan kerusakan yang diperkirakan tidak dapat dipulihkan; atau e. Memanfaatkan Sumberdaya Pesisir secara berkelebihan. (3) Ketentuan mengenai sistem dan mekanisme perizinan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. (19)

23 Bagian Ketiga Persyaratan Pasal 47 (1) Setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya Wilayah Pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 wajib memenuhi persyaratan teknis dan administrasi. (2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kesesuaian dengan Rencana Zonasi dan/atau Rencana Sub-zona; b. besaran dan volume pemanfaatan sesuai dengan hasil Konsultasi Publik; dan (3) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. dokumen administrasi sesuai dengan Rencana Pengelolaan; b. rencana dan pelaksanaan pemanfaatan sumberdaya Wilayah Pesisir; dan c. sistem pengawasan dan sistem pelaporan. (4) Proses pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengumuman secara terbuka. Pasal 48 Ketentuan mengenai persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur BAB IX JAMINAN LINGKUNGAN Pasal 49 (1) Setiap orang yang hendak melakukan pengusahaan di Wilayah Pesisir wajib: a. menyiapkan izin pengusahaan; b. membuat kajian lingkungan; c. membuat rencana rehabilitasi dan perlindungan lingkungan hidup; d. membuat rencana pelibatan dan upaya Pemberdayaan Masyarakat pesisir; (2) Pemerintah Daerah memberikan hak pengusahaan di Wilayah Pesisir setelah dipenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (3) Dalam hal kegiatan pengusahaan Wilayah Pesisir menimbulkan dampak yang merugikan bagi pihak-pihak tertentu wajib memberikan ganti rugi kepada pihakpihak tertentu yang terkena dampak; (4) Jumlah ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (3) ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang terkena dampak dengan penanggung jawab kegiatan yang difasilitasi oleh Organisasi Pengelola Wilayah Pesisir bersama Pemerintah Daerah; (5) Dalam hal pengusahaan Wilayah Pesisir yang berdampak merusak lingkungan pesisir, pelaku usaha wajib memberikan jaminan pemulihan lingkungan yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah. (20)

24 Pasal 50 (1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 diwajibkan untuk: a. membuat kajian lingkungan; b. membuat rencana rehabilitasi dan perlindungan lingkungan; dan c. membuat rencana pelibatan dan pemberdayaan masyarakat pesisir. (2) Setiap usaha yang dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan dan bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan usaha yang dapat merusak Ekosistem Wilayah Pesisir. BAB X MITIGASI BENCANA Pasal 51 (1) Pemerintah Daerah wajib menyusun perencanaan mitigasi yang memuat prosedur pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kerusakan akibat bencana alam di Wilayah Pesisir. (2) Dalam keadaan yang membahayakan, Pemerintah Daerah mengambil tindakan darurat guna keperluan pencegahan dan penanggulangan Bencana Pesisir. (3) Penetapan keadaan yang membahayakan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2), dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Pimpinan DPRD. BAB XI KEMITRAAN Pasal 52 (1) Dalam upaya peningkatan kapasitas pemangku kepentingan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dibentuk Mitra Bahari sebagai forum kerja sama antara Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, tokoh Masyarakat, dan/atau dunia usaha. (2) Mitra Bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, dan/atau dunia usaha. (3) Kegiatan Mitra Bahari difokuskan pada: a. pendampingan dan/atau penyuluhan; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian terapan; serta d. rekomendasi kebijakan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Mitra Bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. (21)

25 BAB XII PENGHARGAAN Pasal 53 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada perorangan dan/atau kelompok masyarakat yang telah menunjukkan dedikasi dan prestasi dalam pengelolaan Wilayah Pesisir. (2) Syarat dan tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur BAB XIII MONITORING, EVALUASI DAN PENGAWASAN Pasal 54 Monitoring dan/atau evaluasi diselenggarakan untuk pengendalian dan menjamin pengelolaan Sumberdaya Pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Pasal 55 Pengawasan terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan Sumberdaya Pesisir dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi terkait bersama Organisasi Pengelola Wilayah Pesisir. Pasal 56 Pengawasan oleh masyarakat dilakukan melalui penyampaian laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang. BAB XIV LEMBAGA KOORDINASI PENGELOLA WILAYAH PESISIR Bagian Pertama Pembentukan Organisasi Pengelola Pasal 57 (1) Pengelolaan Wilayah Pesisir dikoordinir oleh Pemerintah Daerah. (2) Untuk mendukung pelaksanaan sebagaimana yang diatur pada ayat (1) dapat dibentuk Organisasi Pengelola Wilayah Pesisir yang disebut Lembaga Koordinasi Pengelola Wilayah Pesisir, yang bersifat independen untuk melaksanakan tugas, fungsi dan peran koordinasi dimaksud. (3) Keanggotaan Lembaga Koordinasi yang dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas instansi terkait, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat, dunia usaha dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu. (4) Struktur organisasi, tugas dan fungsi lembaga yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota. (22)

26 Bagian Kedua Kedudukan dan Tugas Pokok Pasal 58 (1) Lembaga Koordinasi Pengelola Wilayah Pesisir merupakan lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. (2) Lembaga Koordinasi Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas pokok membantu penyusunan dan perumusan kebijakan serta strategi pengelolaan Wilayah Pesisir. Bagian Ketiga Fungsi Lembaga Koordinasi Pengelola Wilayah Pesisir Pasal 59 Pada tahap perencanaan, Lembaga Koordinasi Pengelola berfungsi untuk: a. mengkoordinasikan perencanaan dan pemanfaatan ruang Sumberdaya Pesisir; b. memfasilitasi peran serta masyarakat dalam perumusan kebijakan pengelolaan Wilayah Pesisir; c. mengupayakan transparansi penyusunan dokumen perencanaan; dan d. memfasilitasi pelaksanaan mitigasi bencana di Wilayah Pesisir. Pasal 60 Pada tahap pelaksanaan, Lembaga Koordinasi Pengelola berfungsi: a. mengkoordinasikan pelaksanaan pemanfaatan ruang dan Sumberdaya Pesisir; b. menyebarluaskan informasi mengenai kebijakan Pemerintah/Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan Wilayah Pesisir; c. mengkoordinasikan bantuan teknis dalam rangka pengelolaan Wilayah Pesisir; d. memfasilitasi pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pengawasan khususnya terhadap kegiatan yang mempunyai izin; e. memfasilitasi Penyelesaian Sengketa dalam pemanfaatan ruang dan/atau Sumberdaya Pesisir; f. menyiapkan dan menjalankan Pusat Informasi Pesisir; g. melakukan pengkajian terhadap kondisi lingkungan pesisir, yang berkaitan dengan rencana pemanfaatan ruang dan Sumberdaya Pesisir; h. melakukan monitoring dan evaluasi terhadap dampak pemanfaatan ruang dan Sumberdaya Pesisir; BAB XV KERJASAMA ANTAR DAERAH Pasal 61 (1) Dalam rangka pengelolaan Wilayah Pesisir dapat dilakukan kerjasama antar provinsi, provinsi dan Kabupaten/Kota serta antar Kabupaten/Kota. (2) Program kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi eksploitasi, eksplorasi, pendayagunaan Sumberdaya Pesisir, penanggulangan Bencana Pesisir, pendidikan dan penelitian serta pengembangan sumberdaya manusia. (23)

27 BAB XVI PEMBIAYAAN Pasal 62 Pemerintah Daerah mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk melaksanakan Peraturan Daerah ini secara optimal. BAB XVII LARANGAN Pasal 63 Dalam pemanfaatan sumberdaya di Wilayah Pesisir, setiap orang dilarang untuk: 1. menambang terumbu karang; 2. mengambil biota terumbu karang di kawasan konservasi laut dan/atau kawasan konservasi lainnya; 3. menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan/atau bahan lain yang dapat merusak Ekosistem terumbu karang; 4. menggunakan peralatan, cara dan metode lain yang merusak Ekosistem terumbu karang; 5. menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik pesisir; 6. melakukan konversi Ekosistem mangrove di kawasan/zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir; 7. menebang mangrove untuk kegiatan industri, pemukiman dan/atau kegiatan lain tanpa izin; 8. menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun; 9. melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya tanpa izin; 10. melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya tanpa izin; 11. melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya tanpa izin; 12. melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya tanpa izin; BAB XVIII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 64 (1) Penyelesaian Sengketa pemanfaatan sumberdaya di Wilayah Pesisir diupayakan melalui alternatif Penyelesaian Sengketa berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal upaya Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian melalui pengadilan; (24)

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR, LAUT DAN PULAU PULAU KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR, LAUT DAN PULAU PULAU KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR, LAUT DAN PULAU PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2011 NOMOR 04

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2011 NOMOR 04 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2011 NOMOR 04 B U P A T I T O L I T O L I PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang: a. bahwa wilayah pesisir Kota Kupang memiliki keanekaragaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2010 No. Urut: 02 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2014 WILAYAH. Kepulauan. Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang : a. bahwa wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL 1 of 65 8/29/2007 12:06 PM 28/08/07 - Program Khusus: RUU Pesisir UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 [ kembali ] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PARIGI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 2TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SUKAMARA TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa Daerah Aliran Sungai merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERIZINAN REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 Menimbang : a. Mengingat PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENIMBUNAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.862, 2013 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Wilayah Pesisir. Pulau-Pulau Kecil. Pengelolan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG SALINAN PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci