PRESERVASI KOLEKSI DI RUANG PENYIMPANAN MUSEUM NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRESERVASI KOLEKSI DI RUANG PENYIMPANAN MUSEUM NASIONAL"

Transkripsi

1 PRESERVASI KOLEKSI DI RUANG PENYIMPANAN MUSEUM NASIONAL Aninda Renata Tiurma dan Dr. Ali Akbar S.Hum M.Hum Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16431, Indonesia ABSTRAK Preservasi merupakan salah satu bentuk pelestarian benda-benda bersejarah yang mempunyai nilai kebudayaan yang sebagian menjadi koleksi Museum. Koleksi Museum ini sebagai benda untuk mengkomunikasikan informasi yang terkandung dalam benda tersebut. Keaslian benda tidak dapat tergantikan dengan foto ataupun dokumentasi film. Oleh karena itu, preservasi yang merupakan salah satu cara untuk merawat benda tersebut untuk mengurangi pelapukan yang memang sudah dialami oleh benda tersebut. Koleksi yang berada di Museum tidak hanya berada di ruang koleksi, tetapi juga berada di ruanga penyimpanan. Ruang penyimpanan tersebut merupakan salah satu lingkungan koleksi yang harus dijaga pelestariannya melalui standart preservasi yang juga menjadi kewajiban Museum. Kata Kunci : Preservasi, Ruang Penyimpanan Koleksi, Museum Nasional ABSTRACT Preservation is a form of preservation of historical objects that have cultural values that most them is a collection of the Museum. The museum collection as an object to communicate the information contained in the object. Authenticity of the object can not be replaced with a photo or documentary. Therefore, the preservation of which is one way to treat these objects to reduce weathering that had been experienced by the object. Museum collections are not only located in the collection, but also in the storage room views. The storage space is one of a collection of environmental preservation must be maintained through preservation standards also become a liability Museum. Keywords: Preservation, Collection Storage Room, Museum Nasional Pendahuluan Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan masa lampau dari benda-benda peninggalannya. Bendabenda tersebut terkadang sulit untuk didapatkan karena telah terkubur di dalam tanah. Setelah ditemukan tidak selalu dalam bentuk yang untuh, terkadang hanya pecahan atau potongan dari keseluruhan benda tersebut. Arkeolog melakukan penelitian untuk mengumpulkan benda-benda tersebut. Benda-benda tersebut menjadi data yang penting bagi arkeolog untuk diteliti. Dari benda-benda tersebut, arkeolog dapat merekonstruksi kebudayaan masa lampau. Kumpulan benda-benda yang ditemukan dalam bentuk utuh ataupun yang tidak utuh menjadi bukti yang penting. Sebagian benda yang dikumpulkan menjadi masterpiece biasanya disimpan menjadi koleksi Museum. Museum seperti yang kita lihat pada umumnya adalah tempat umum yang sering dikunjungi oleh masyarakat untuk rekreasi dan juga menambah ilmu pengetahuan. Definisi museum menurut Burcaw (1983: 11 12) adalah, Institusi yang permanen, umum, bersifat mendidik, dan memelihara koleksinya secara sistematis. Hal yang dimaksud

2 dengan perawatan sistematis adalah dokumentasi yang menyeluruh, catatan yang permanen dan baik (registrasi dan pengatalogan), pemeliharaan dan penjagaan keamanan yang terus menerus, dan penempatan objek yang terorganisir (gudang) yang masuk akal dan dapat diakses. Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan diatas, koleksi memegang peranan penting dari sebuah Museum. Setiap museum memiliki berbagai macam koleksi yang terdapat di ruang pameran dan juga terdapat di ruang penyimpanan. Dalam pengelolaan koleksi museum, ruang penyimpanan koleksi seringkali disebut sebagai gudang. Mengingat koleksi adalah inti dari sebuah museum, setiap museum mempunyai kewajiban untuk merawat koleksinya sehingga perawatan koleksi yang berada di dalam ruang penyimpanan (storage) atau gudang harus mendapatkan perlakuan yang setara dengan koleksi yang dipamerkan. Pengaturan penyimpanan koleksi merupakan bagian dari preservasi yang merupakan salah satu cara untuk melestarikan koleksi. Preservasi adalah kegiatan perawatan koleksi yang dilakukan dengan cara menanggulangi pengaruh faktor lingkungan yang dapat mengancam kondisi keberadaan koleksi. Preservasi mencakup pengertian pemeliharaan fisik maupun administrasi dari koleksi, termasuk di dalamnya masalah manajemen koleksi yang terdiri dari pengumpulan, pendokumentasian, konservasi, dan restorasi koleksi (Magetsari, 2008: 13). Koleksi dengan bahan yang berbeda tentunya memiliki metode perawatan yang berbeda pula. Material yang berada di sekitar benda dan yang digunakan dalam perawatan sangat mempengaruhi keawetan benda. Oleh karena itu, perawatan berkala dan informasi lengkap tentang hubungan antara koleksi dan lingkungan koleksi dibutuhkan untuk memelihara koleksi tersebut, termasuk pula perubahan orientasi pelestarian. Pengelolaan pelestarian bukan hanya terhadap bendanya saja, tetapi juga termasuk lingkungannya. Adanya perubahan paradigma pelestarian dari benda saja menjadi benda dan situs yang mendasari perubahan pengaturan cagar budaya dari MO, Nomor 238/1931 menjadi Undang-Undang RI, Nomor 5, Tahun 1992 tentang benda cagar budaya (Mujahid, 2008: 85). Lingkungan koleksi merupakan tempat koleksi ditempatkan, yaitu penyangga/mounting dan wadah, showcase/vitrin, ruangan museum, gedung, kota, negara, dan regional (Yunita, 2008: 55). Hal-hal tersebut sangat berpengaruh pada kelestarian koleksi, sebagai contoh bila ada perubahan pada lingkungan koleksi seperti suhu dan kelembapan ruangan maka suhu dan kelembapan di dalam vitrin yang berada dalam ruangan tersebut juga akan berubah suhu dan kelembapanya. Museum adalah salah satu tempat untuk menjaga, merawat dan mengkomunikasikan benda cagar budaya. Museum sebagai lembaga pemilik koleksi yang merupakan masterpiece dan benda cagar budaya. Menurut Goode, museum adalah sebuah institusi pemeliharaan objek-objek yang menggambarkan dengan baik fenomena alam dan karya manusia dan pemanfaatan objek-objek ini adalah untuk peningkatan pengetahuan dan kebudayaan masyarakat serta pencerahan masyarakat (Goode, 1895). Melalui pameran di museum, koleksi tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat, yaitu dengan menyampaikan informasi yang terkandung dalam benda tersebut sehingga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat. Masyarakat tidak hanya mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi juga dapat melihat bukti dari ilmu pengetahuan yang mereka pelajari. Informasi yang terkandung dalam koleksi ini harus dilestarikan karena setiap koleksi pada waktu ditemukan tidak dalam keadaan sempurna dan tidak dalam kondisi yang baik. Perawatan ruang penyimpanan adalah suatu bentuk preservasi koleksi, preservasi juga mencakup ruang yang ditempati oleh benda dan juga museum. Seperti yang dijelaskan sebelumnya mengenai standar yang telah ditetapkan oleh ICOM dan peraturan pemerintah terhadap benda cagar budaya, preservasi adalah hal yang wajib dilakukan oleh sebuah museum untuk mengurangi dan mencegah kerusakan benda cagar budaya dan juga sebagai suatu bentuk pelestarian dari benda cagar budaya. Selain itu, preservasi penting untuk dilakukan mengingat salah satu tujuan arkeologi menurut Brian Fagan (2006: 63) bahwa arkeologi memiliki tujuan dan satu prioritas utama: menjaga dan merawat peninggalanpeninggalan yang tersisa untuk generasi seterusnya. Dengan mengacu ke hal tersebut, arkeolog berkewajiban untuk menjaga koleksi, salah satunya dengan melakukan preservasi di museum. Dengan melakukan preservasi yang dilakukan di museum, koleksi tersebut akan dapat terus dinikmati dan oleh masyarakat umum melalui pameran di museum dan juga menjadi suatu bukti fisik untuk mengomunikasikan perkembangan ilmu pengetahuan, dan dapat diteliti lebih dalam oleh peneliti selanjutnya. Koleksi di museum harus mendapatkan pemeliharaan dan perawatan yang baik agar kelestarian benda tersebut bisa terjaga. Hal tersebut termasuk salah satu tugas museum

3 seperti yang telah disebutkan di atas karena bila kelestarian koleksi tersebut tidak terjaga akan menyebabkan koleksi hilang, rusak, dan lapuk yang dengan pengelolaan yang baik seperti cara menyimpan dan juga menangani koleksi, baik di ruang pameran maupun ruang penyimpanan. Mengingat hal yang telah disebutkan diatas, Bagaimanakah pengelolaan perawatan koleksi di Museum Nasional? Lalu kemudian, kondisi koleksi yang berada di ruang penyimpanan tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan koleksi: kondisi alam, gedung, ruangan, dan juga perawatan ruang penyimpanan dan koleksi itu sendiri. Kondisi koleksi yang berada di ruang koleksi atupun ruang penyimpanan museum menunjukan bagaimana pemeliharaan dan perawatan koleksi tentunya harus dilakukan. Perawatan koleksi itu sebagai bentuk preservasi yang harus dilakukan oleh museum agar tidak merusak atau mempercepat perusakan benda itu. Mengingat banyak faktor lingkungan yang akan mempengaruhi kerusakan tersebut, bagaimana kondisi ruangan penyimpanan koleksi di Museum Nasional? Karena koleksi tersebut berada di museum dan dinikmati oleh masyarakat umum maka faktor-faktor dari alam ataupun manusia harus dipertimbangkan sebagai faktor pendukung rusaknya koleksi tersebut selain faktor dari proses pelapukan yang sudah ada dari koleksi itu sendiri. menyebabkan koleksi tidak bisa digunakan lagi. Pelestarian koleksi ini dapat dimulai Kemudian, keadaan gedung museum atau ruang penyimpanan, dalam hal ini ruang penyimpanan koleksi, juga sangat mempengaruhi kualitas pemeliharaan dan perawatan benda tersebut. Lalu, apakah perawatan yang dilakukan sudah sesuai standar yang ada. Penelitian ini dilakukan agar preservasi yang dilakukan oleh museum sebagai pihak yang berkewajiban untuk merawat koleksi sesuai dengan standar yang berlaku di dunia internasional, yakni untuk tidak mempercepat pelapukan benda tersebut. Penelitian ini juga menunjukkan betapa pentingnya preservasi terhadap koleksi. Preservasi yang dimaksudkan juga mencakup ruangan tempat meletakkan koleksi tersebut. Koleksi tersebut harus dilestarikan agar dapat terus dimanfaatkan oleh masyarakat luas, sebagai bukti dari ilmu pengetahuan dan dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah rekomendasi bagi Museum untuk pertimbangan perbaikan dalam perawatan koleksi yang telah dilakukan. Hasil penelitian dapat menjadi saran bagi museum bila ada kekurangan dalam hal perawatan koleksi agar koleksi bisa terus terjaga dan mengkomunikasikan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam koleksi tersebut. Metode Penelitian Penelitian tentang preservasi koleksi di gudang Museum Nasional ini menggunakan tiga tahap (Deezt 1967: 8) sebagai berikut: Tahap pengumpulan data (observation) yaitu dilakukan dengan menelisik data kepustakaan hasil kajian terdahulu, juga data yang masih berada di lapangan, Tahap analisis data (description) yaitu merupakan kegiatan pengolahan data yang telah diperoleh baik dari sumber pustaka ataupun juga sumber data lapangan dan Tahap eksplanasi (explanation) yaitu merupakan tahap integrasi yang telah valid untuk menghasilkan interpretasi dan eksplanasi terhadap permasalahan yang ada. Tahap pengumpulan data, pengumpulan data dibagi ke dua tahap, yaitu pengumpulan data kepustakaan dan pengumpulan data lapangan. Pengumpulan data pada awalnya dilakukan dengan mengumpulkan literatur mengenai standar-standar ruang penyimpanan koleksi dan preservasi. Standar-standar tersebut digunakan sebagai acuan untuk meneliti ruang penyimpanan Museum Nasional. Pengumpulan data lapangan di Museum Nasional dimulai dengan pengajuan surat izin penelitian yang ditujukan kepada Kepala Museum dari Universitas Indonesia. Tujuh hari setelah surat diberikan, izin penelitian di Museum tersebut disetujui. Lalu setelah itu ada beberapa tahap pengumpulan data di lapangan. Tahap pertama yang dilakukan di Museum Nasional adalah melakukan pengamatan terhadap bagian konservasi, pengamatan tentang bagaimana sistem perawatan koleksi yang telah dilakukan selama ini oleh Museum lalu kemudian apa saja kekurangan atau kelebihan dari sistem tersebut, apakah sistem tersebut sudah berjalan dengan baik dan memenuhi standart yang berlaku. Lalu kemudian pengamatan ke bagian terhadap bagian koleksi yang terkait juga dilakukan untuk mengetahui pembagian dan penempatan koleksi-koleksi yang tersimpan di ruang penyimpanan dan ruang pameran. Lalu tahap berikutnya adalah melakukan pengamatan fisik ke ruang penyimpanan secara langsung. Pada saat melakukan pengamatan fisik ini diperlukan beberapa tahapan, yaitu membuat janji dengan beberapa staff seperti bagian koleksi yang terkait, keamanan dan bagian konservasi. Prosedur tersebut ditetapkan museum agar penelitian koleksi selalu aman dan tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu.

4 Pengamatan fisik tahap pertama dilakukan ke tiga ruang penyimpanan, yaitu Ruang Penyimpanan Emas, Ruang Penyimpanan Tekstil, dan Ruang Transit. Ruang penyimpanan ini dipilih untuk mewakili tipe-tipe ruang penyimpanan yang ada pada Museum Nasional. Pada tahap ini, pengumpulan data mengenai deskripsi ruangan beserta ruang penyimpanannya, alat-alat yang berada di ruangan tersebut, kemudian bagaimana sistem penyimpanan dan keamanan di ruangan tersebut. Karena pada saat penelitian, ruangan tersebut masih dalam waktu operasional, maka pada saat melakukan penelitian di ruangan tersebut ditutup sementara untuk menjamin keamanan. Pengamatan fisik tahap kedua adalah melakukan pengukuran di ruang penyimpanan yaitu dengan menggunakan Data logger, Light meter, dan Uv meter. Data logger diletakan di setiap ruang penyimpanan dalam jangka waktu tertentu untuk merekam data yang digunakan di ruangan tersebut. Light meter digunakan untuk mengukur cahaya pada saat lampu dinyalakan ataupun dimatikan di ruangan tersebut. Kemudia UV meter digunakan untuk mengukur sinar ultraviolet di ruangan tersebut. Pengamatan fisik tahap ketiga dilakukan untuk mengambil data logger yang telah merekam suhu dan kelembapan ruangan selama jangka waktu tertentu. Lalu pengamatan keadaan ruangan dari material-material yang digunakan untuk menyimpan koleksi di ruangan tersebut, kebersihan ruangan. Kemudian pengambilan dokumentasi yang dibutuhkan dari ruangan-ruangan tersebut dengan menggunakan kamera, baik ruangan, tempat penyimpanan dan beberapa dokumentasi yang dibutuhkan untuk menjadi bukti dari penelitian yang dilakukan. Data yang didapatkan dari Data Logger yang telah diletakan dalam jangka waktu tertentu kemudian diunduh melalui komputer. Unduhan data tersebut akan menjadi grafik-grafik yang menunjukan suhu dan kelembapan yang telah direkam selama beberapa waktu dalam ruangan tersebut. Data tersebut juga menunjukkan suhu dan kelembapan minumum, maksimum dan rata-rata dari sebuah ruangan. Beberapa data dari Museum Nasional mengenai suhu dan kelembapan juga dipakai untuk menjadi perbandingan. Setelah pengumpulan data mengenai keadaan ruangan, kemudian data mengenai tata letak ruangan penyimpanan juga dikumpulkan dari bagian tata usaha. Tahap pengolahan data, pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang sesuai dengan standar tempat penyimpanan koleksi dengan keadaan tempat penyimpanan koleksi yang ada di Museum Nasional. Kemudian, dilakukan analisis perbandingan antara standar yang berlaku dan keadaan sebenarnya. Pemakaian tabulasi juga digunakan untuk mempermudah perbandingan antara standart dan keadaan museum tersebut. Tahap penafsiran data, pada tahap ini dilakukan penafsiran analis dari tahap sebelumnya untuk menarik sebuah kesimpulan dan saran untuk mengatasi masalah yang dialami oleh museum sehingga bisa berguna untuk museum tersebut. Hasil Penelitian Seperti yang telah disebutkan di latar belakang, bahwa ruang penyimpanan di Museum Nasional terbagi atas beberapa jenis, yaitu ruang penyimpanan yang menjadi satu dengan ruang pamer seperti ruangan terakota, ruang etnografi, ruang emas, lalu kemudian ruang penyimpanan yang biasa disebut storage yang berdiri sendiri seperti ruang penyimpanan tekstil, dan ruang transit yang digunakan untuk perpindahan koleksi dari suatu tempat ke tempat lain atau menjadi tempat penyimpanan sementara. Jumlah koleksi Museum Nasional sendiri mencapai sekitar lebih, tetapi yang dipamerkan hanya 10% dari jumlah koleksi. Di gedung lama yang disebut juga Gedung Arca atau Gedung A terbagi atas beberapa ruang untuk memamerkan koleksi yaitu ruang pameran koleksi sejarah, ruang pameran koleksi etnografi, ruang pameran koleksi geografi, ruang pameran koleksi prasejarah, ruang pameran koleksi arkeologi, dan ruang pameran numistik dan keramik asing. Sementara itu, gedung baru atau Gedung B terbagi atas empat lantai, yaitu manusia dan lingkungan, ilmu pengetahuan, ekonomi dan teknologi, organisasi sosial dan pola pemukiman, dan koleksi emas dan keramik asing. Sebagian dari koleksi-koleksi tersebut tersimpan di ruang penyimpanan, jumlah koleksi yang disimpan mencapai 90% dari jumlah koleksi. Museum Nasional mempunyai beberapa jenis ruang penyimpanan, Perawatan koleksi yang dilakukan oleh Museum Nasional dilaksanakan secara berkala dalam jangka waktu setahun oleh bagian konservasi. Jumlah tim untuk bagian konservasi berjumlah 12 orang. Perawatan juga dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan dan apabila koleksi yang sudah rusak. Lalu, akan ditangani lebih lanjut di bagian konservasi. Akses untuk masuk ke dalam tempat penyimpanan dipegang oleh setiap kepala divisi koleksi dan setiap akan mengakses tempat penyimpanan harus didampingi oleh salah satu dari pihak museum dan juga sekuriti. Izin untuk memasuki ruangan penyimpanan ini harus mendapat persetujuan dari semua pihak yang bersangkutan, seperti bagian koleksi, konservasi dan juga keamanan. Sistem ini diterapkan oleh Museum Nasional

5 untuk menjamin keamanan dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Pengukuran akan dilakukan untuk melihat bagaimana keberadaan ruang penyimpanan di Museum Nasional. Dari tiga jenis ruang penyimpanan di Museum Nasional, akan diambil beberapa satu ruangan untuk setiap jenis, yaitu ruang penyimpanan koleksi emas yang ruang penyimpanannya menjadi satu dengan ruang pamer, ruang penyimpanan koleksi tekstil yang disebut juga gudang koleksi tekstil dan ruang transit yang dipergunakan untuk menyimpan barang sementara atau perpindahan barang. Ruang penyimpanan koleksi emas berada di ruang koleksi emas itu sendiri. Ruangan ini terletak di lantai dua Gedung A. Ruangan ini terdiri dari vitrin-vitrin yang terbuat dari besi. Vitrin-vitrin tersebut mengelilingi ruangan dan tertempel di tembok yang membatasi ruangan.vitrin-vitrin yang ada di dalam ruangan ini adalah buatan Jepang yang merupakan bantuan dari pemerintahan Jepang, bantuan itu termasuk bahan-bahan pembuat lemari dan juga sistem keamanan yang dibuatkan oleh pemerintahan Jepang. Bantuan ini diberikan karena adanya kehilangan koleksi emas di Museum Nasional. Setelah kejadian tersebut, pemerintahan Jepang ikut membantu mengatasi kasus kehilangan tersebut. Bentuk bantuan yang diberikan adalah membuatkan sistem keamanan ruang emas tersebut. Koleksi-koleksi yang dipamerkan dan disimpan terkunci rapat di dalam vitrin yang terbagi atas dua bagian. Bagian atas yang berlapis kaca untuk memamerkan koleksi dan bagian bawah, belakang, atau samping yang terkunci untuk menyimpan koleksi. Vitrin di dalam ruangan emas terdiri dari 8 vitrin besar yang mempunyai lemari-lemari menempel di bawah, belakang, atau samping vitrin tersebut. Di dalam lemari yang menempel tersebut terdapat lemari yang berisi rak-rak terkunci untuk menyimpanan koleksi. Ruang Emas ini memiliki 3 jenis pintu pada waktu kita akan memasuki ruangan tersebut. Pintu yang berputar yang bisa terkunci, pagar geser yang terbuat dari besi yang digembok, dan pintu besi yang dapat dikunci yang dilengkapi dengan sensor untuk mengidentifikasi orang yang masuk apabila ruangan terkunci. Untuk mendukung keamanan ruangan tersebut, terdapat CCTV dan sensor di tengah ruangan untuk mengidentifikasi apabila ada orang yang memasuki ruangan tersebut ketika ruangan sudah terkunci. Sensor untuk mengantisipasi kebakaran juga terdapat di ruangan itu berjumlah 1. Sensor tersebut akan berbunyi apabila ada api ataupun asap di ruangan tersebut. Ruangan tersebut memiliki ventilasi di sekeliling tembok bagian atas ruangan yang berjumlah 10 ventilasi. Pencahayaan di ruangan tersebut didapatkan dari lampulampu biasa dan lampu sorot untuk membantu pencahayaan pameran. Untuk menjaga suhu ruangan terdapat humidifier untuk menjaga kelembapan ruangan tersebut dan air conditioner yang menyala pada saat jam operasional museum buka. Lalu ruangan berikutnya, yaitu ruangan penyimpanan koleksi tekstil ini memiliki dua pintu, pintu pertama menghubungkan ruangan pameran tekstil dengan lorong yang menuju ruangan penyimpanan tekstil tersebut. Kedua pintu ini terbuat dari besi. Pintu pertama dilengkapi dengan sensor yang dapat dibuka dengan kartu akses dan kunci, sementara pintu yang kedua dilengkapi dengan kunci. Ruangan tersebut dilengkapi dengan satu humidifer, air conditioner, dan exhaust untuk menjaga suhu dan kelembapan ruangan. Ventilasi di ruangan ini hanya berasal dari jendela yang tertutup rapat. Bagian luar jendela tersebut dilengkapi oleh penangkap rayap agar tidak menggerogoti jendela tersebut dan juga merusak koleksi. Pencahayaan di ruangan ini hanya dari lampu bohlam yang berada di langit-langit ruangan. Ruang penyimpanan koleksi tekstil ini terletak di belakang ruang pameran tekstil yang berada di lantai satu gedung A. Ruangan tersebut terdiri dari dua lantai. Ruang penyimpanan koleksi tekstil ini adalah ruangan yang hanya digunakan untuk menyimpan. Ruang ketiga yang diukur adalah ruang transit ini berguna untuk menyimpan barang-barang yang sifatnya sementara. Ruangan ini terletak di lantai 5 Gedung B Museum Nasional. Ruang penyimpanan koleksi tekstil ini terdiri dari 46 lemari, setiap lemari memiliki 4 laci. Ada dua jenis laci, yaitu laci geser dan laci gulung. Lemari-lemari tersebut terbuat dari aluminium agar tidak mengontaminasi kain. Pintu ruang transit dilengkapi oleh sensor akses card dan kunci yang hanya dimiliki oleh karyawan Museum Nasional. Ruangan ini tidak hanya berisi beberapa lemari dan rak-rak. Koleksi yang berada di ruangan tersebut adalah koleksi yang akan dipindahkan sementara ke ruangan selanjutnya ataupun koleksi yang akan dipinjam dan dipindahkan dari museum ke tempat lain. Koleksi-koleksi yang berada di ruangan itu hanya diletakkan dan tersebar di ruangan tersebut. Penerangan di ruangan ini hanya memakai lampu bohlam yang berada di langit-langit ruangan tersebut.

6 Nama Ruangan Ruang Emas Penguk uran Pertama Min Pengukuran Pertama Maks Penguku ran Kedua Min Penguku ran Kedua Maks 24,3 31, ,1 yang tidak terpakai dan rusak bercampur dengan bendabenda yang akan dipindahkan ke tempat lain. Untuk pengukuran suhu dalam derajat celsius dan kelembapan dalam persentase RH, hasilnya sudah dijabarkan ke dalam tabel di bawah ini: Ruang Tekstil Ruang Transit 28,5 30, ,6 24, ,3 27,6 Sistem preservasi di Museum Nasional dikelola oleh Bagian Konservasi Museum Nasional yang berjumlah 12 orang untuk menangani koleksi yang berjumlah lebih dari 140,000. Hanya 10% koleksi yang dipamerkan dan 90% koleksi disimpan dalam ruang penyimpanan yang berbeda-beda yang terdapat di dalam Gedung A dan Gedung B. Pembagian ruangan berdasarkan material benda sudah mengikuti standar yang berlaku seperti ruang penyimpanan tekstil dan ruang penyimpanan koleksi emas seperti yang disebutkan. Pengukuran sercara berkala dilakukan pihak museum selama satu tahun sekali. Sementara itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, setiap ruangan harus dimonitor setiap satu bulan sekali dengan disertakan laporan seperti formulir. Ruang penyimpanan di Museum Nasional dibagi menjadi tiga tipe, yaitu ruang penyimpanan yang menjadi satu dengan ruang pamer, ruang penyimpanan yang berdiri sendiri, dan ruang transit. Ruang penyimpanan tipe pertama yang menjadi satu dengan ruang pamer sangat riskan untuk diakses oleh pengunjung. Ruang penyimpanan adalah ruangan yang berdiri sendiri yang berhubungan dengan ruangan lain, bukan ruangan yang menjadi satu dengan ruangan lain, dalam hal ini adalah ruang pamer. Akses petugas untuk memasuki ruang penyimpanan jadi terbatas karena ada pengunjung yang juga memasuki ruangan itu pada jam operasional. Ruang penyimpanan tipe kedua, yaitu ruang penyimpanan yang berdiri sendiri, sudah mengikuti standar yang berlaku, tetapi jumlah ruangan ini sangat sedikit karena terbatasnya jumlah ruangan yang ada. Ruang penyimpanan tipe ketiga yaitu ruang transit sebenarnya digunakan untuk ruang penyimpanan barang sementara atau ruang sementara untuk memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Namun, pada penggunaannya ruang transit tersebut berisi benda-benda Nama Ruangan Penguku ran Pertama Min Pengu kuran Pertam a Maks Pengu kuran Kedua Min Seperti yang dapat dilihat pada hasil pengukuran dari ruang penyimpanan emas, tekstil, dan transit, suhu yang direkomendasikan untuk standar suhu ruangan di museum adalah c. Dapat dilihat hasil pengukuran pertama ruang emas, batas suhu minimumnya yaitu 24,3 c melebihi standar suhu yang berlaku. Demikian juga pada pengukuran kedua, yaitu batas suhu minimumnya mencapai 25 c sehingga pada dua kali pengukuran suhu minimum dan maksimum melewati standar yang telah direkomendasikan. Kemudian, pada pengukuran pertama di ruang tekstil, batas suhu minimumnya mencapai 28,5 c melebihi standar suhu. Demikian juga pada pengukuran kedua, batas suhu minimumnya mencapai 29 c sehingga pada dua kali pengukuran, suhu minimum dan maksimum melewati standar yang telah direkomendasikan. Pada pengukuran pertama di ruang transit, batas suhu minimumnya mencapai 24,3 c, melebihi standar suhu. Demikian juga pada pengukuran kedua, batas minimum suhunya mencapai 22,3 c yang mencapai standar suhu yang ditentukan, tetapi suhu maksimumnya melebihi standar yang telah ditetapkan, yaitu 27,6 c. Lalu kemudian tabel ini adalah hasil dari pengukuran kelembapan adalah hasil pengukuran kelembapan untuk ruang emas, tekstil, dan transit yang telah diambil dari dua kali pengukuran. Untuk standar kelembapan yang direkomendasikan untuk ruangan di museum adalah 45%--60% RH, pertambahan atau pengurangan sebanyak 5% adalah masih dalam tahap toleransi yang wajar. Pengukur an Kedua Maks Ruang Emas 62,7% 71,4% 61,6% 72,7% Ruang Tekstil 66% 93,5% 70,3% 99,3% Ruang Transit 62,7% 71,4 % 88% 100%

7 Untuk ruang emas, pada pengukuran pertama kelembapan minimum adalah 62,7% RH yang sesuai standar. Kemudian, pada pengukuran kedua kelembapan minimum mencapai 61,6% RH yang sesuai standar. Jadi, pada pengukuran pertama ataupun kedua, suhu minimum sesuai standar dan suhu maksimum pada pengukuran pertama, yaitu 71,4% RH, dan pada pengukuran kedua, yaitu 72,7% RH, melebihi standar kelembapan. Untuk ruang tekstil, pada pengukuran pertama kelembapan minimum adalah 66% RH yang melebihi standar. Kemudian, pada pengukuran kedua kelembapan minimum mencapai 70,3% RH yang juga melebihi standar. Jadi, pada pengukuran pertama ataupun kedua, suhu minimum dan maksimum melebihi standar kelembapan. Untuk ruang transit, pada pengukuran pertama kelembapan minimum adalah 62,7% RH yang sesuai standar. Kemudian, pada pengukuran kedua kelembapan minimum mencapai 88% RH yang juga melebihi standar. Jadi, pada pengukuran pertama suhu minimum sesuai standar, tetapi pada pengukuran kedua suhu minimum dan maksimum melebihi standar kelembapan. Untuk pengukuran cahaya yang memakai satuan lux, ruang emas bisa mencapai lebih dari 150 lux, ruang tekstil dan ruang transit mencapai 50 lux. Untuk pengukuran UV, paling tinggi 5 microwatt/cm 2. Untuk ruang emas, pengukuran cahaya mencapai 3 lux yang sesuai standar dan untuk UV mencapai 3 microwatt/cm 2 yang juga memenuhi standar. Untuk ruang tekstil, pengukuran cahaya mencapai 1 lux yang sesuai standar dan untuk UV mencapai 1 microwatt/cm 2 yang juga memenuhi standar. Untuk ruang transit, pengukuran cahaya mencapai 4 lux yang sesuai standar dan untuk UV mencapai 2 microwatt/cm 2 yang juga memenuhi standar. Terlihat perbedaan sistem keamanan di setiap ruang penyimpanan, pada ruang emas memakai gembok dan kunci, pada ruang tekstil memakai kartu akses dan kunci, dan pada ruang transit memakai kartu akses dan kunci. Sesuai standar yang berlaku, setiap ruangan seharusnya mempunyai sistem keamanan yang sama, dimulai dari alat-alat yang digunakan untuk sistem keamanan, seperti kunci gembok yang dipilih atau kartu akses ataupun keduanya. Sistem keamanan tersebut merupakan bagian terpenting dari sistem preservasi ruang penyimpanan karena ruang penyimpanan adalah ruangan yang terbatas akses masuknya. Apabila ruangan tersebut bisa diakses oleh siapa saja atau mudah dimasuki oleh siapa saja, keamanan koleksi juga tidak akan terjamin. Selain keamanan di pintu masuk, adanya CCTV atau kamera perekam juga harus ada di setiap ruangan. Pada Bab III telah dijelaskan bahwa kamera perekam hanya terdapat di ruang penyimpanan emas. Seharusnya, kamera tersebut ada di setiap ruangan untuk mengetahui kegiatan apa saja yang terjadi di ruangan tersebut. Sistem pencegah kebakaran yang merupakan bagian dari sistem keamanan koleksi juga hanya ada di ruang penyimpanan koleksi emas dan ruang transit. Pada saat pengukuran, untuk menjaga kemanan koleksi, pengunjung atau peneliti yang mengakses ruang penyimpanan selalu didampingi dan diminta surat untuk penelitian. Setiap ruangan tidak memiliki kelengkapan yang sama. Di ruang emas dan ruang tekstil terdapat humidifier, tetapi di ruang transit tidak terdapat humidifier dan air conditioner. Ketidaklengkapan di setiap ruangan tersebut merupakan keadaan yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Setiap ruangan yang menyimpan koleksi harus mempunyai alat-alat untuk menjaga agar ruangan tersebut dalam kondisi yang tetap terjaga agar tidak mempercepat kondisi perusakan yang bisa dialami akibat ketidaklengkapan alat-alat tersebut. Kelengkapan setiap ruangan masih berbeda-beda, tidak dalam satu standar yang sama. Kesimpulan Nama Ruangan Cahaya dalam Lux UV dalam Microwatt/cm 2 Ruang Emas 3 3 Ruang Tekstil 1 1 Ruang Transit 4 2 Setelah melakukan perbandingan antara standar dan keadaan di Museum Nasional telah didapatkan beberapa poin sebagai kesimpulan. Poin pertama adalah mengenai letak ruang penyimpanan yang menjadi satu dengan ruang pameran seperti tipe pertama ruang penyimpanan. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hal tersebut harusnya dihindari karena akses untuk memasuki ruang penyimpanan biasanya sangat terbatas. Hanya beberapa orang tertentu yang

8 mempunyai akses tersebut dan juga didampingi oleh beberapa orang lainnya, yaitu dari bagian koleksi yang bersangkutan, bagian konservasi (bila melakukan penelitian), dan juga bagian keamanan. Ruang penyimpanan dalam hal ini adalah ruangan yang sangat terbatas aksesnya, bukan termasuk ruangan yang bisa dimasuki oleh pengunjung. Hal tersebut dapat membahayakan keamanan koleksi yang berada di ruangan tersebut bila ruangan bisa secara bebas dimasuki oleh siapa saja. Lalu, poin kedua adalah standar suhu, kelembapan dan cahaya yang telah ditetapkan untuk museum tidak semuanya memenuhi standar yang berlaku. Untuk suhu dan kelembapan, hampir sebagian tidak sesuai standar. Padahal, suhu dan kelembapan adalah hal yang paling mempengaruhi perubahan material benda. Hal tersebut mencerminkan bahwa tidak adanya pengawasan yang berkala pada setiap ruang penyimpanan. Pengukuran suhu dan kelembapan ruangan juga hanya dilakukan setahun sekali, baiknya pengukuran tersebut dilakukan setiap bulan sekali untuk memonitor keadaan ruangan tersebut. Pengawasan berkala menghasilkan laporan untuk setiap ruangan yang dapat dimonitor dan disesuaikan untuk suhu dan kelembapannya. Penyesuaian suhu dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu untuk memperkecil kemungkinan kerusakan benda. Penyesuaian suhu biasanya dilakukan dengan menempatkan air conditioner (AC), humidifier, dan pengukur suhu di setiap ruangan. Poin ketiga adalah adanya perbedaan kelengkapan alatalat dari setiap ruang penyimpanan. Hal tersebut menandakan belum adanya standar yang pasti untuk ruang penyimpanan. Kelengkapan ruangan seperti humidifier, air conditioner, dan alat pencegah kebakaran harus sama di setiap ruangan. Poin keempat adalah kebersihan di setiap ruangan yang kurang terjaga dari debu. Debu yang menumpuk akan menyebabkan kerusakan walaupun tidak dalam waktu yang singkat. Penumpukan barang dalam satu ruangan juga memicu adanya debu seperti yang terlihat di ruang transit. Poin kelima adalah pengukuran yang dilakukan oleh museum selama setahun sekali yang menyebabkan suhu dan kelembapan tidak sesuai standar. Laporan hanya diterima setahun sekali, sementara dalam setahun ada beberapa kali perubahan suhu yang signifikan, seperti pada musim hujan dan panas yang kemudian harus disesuaikan juga ke dalam ruangan tersebut. Melihat sistem preservasi yang melibatkan staf dan manajemen dari museum itu sendiri, koordinasi antardivisi sangat penting untuk dilakukan, mulai dari kurator yang mempunyai akses atas koleksinya dan museum untuk memamerkannya sampai dengan bagian konservasi yang memang mempunyai wewenang untuk menangani koleksi tersebut. Karena preservasi bertujuan untuk merawat benda sebelum mengalami kerusakan, perawatan berkala adalah salah satu hal yang harus dilakukan oleh pihak museum dan seluruh karyawan yang bersangkutan dengan koleksi, yaitu semua pihak dalam museum tersebut, baik dari pihak koleksi, keamanan, dan juga kebersihannya. Daftar Acuan Agrawal, O.P Care and Preservation of Museum Objects. New Delhi: National Research Laboratory for Conservation of Cultural Property. Arbi, Yunus Museum Dewasa Ini, SebuahFenomena. Temu Ilmiah Antarmuseum. Arby, Yunus. (2002). Museum dan Pendidikan. Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Proyek Pengembangan Kebijakan Kebudayaan Akbar, Ali Museum di Indonesia: Kendala dan Harapan. Jakarta: Papas Sinar Sinanti. Amborse, Thimoty dan Crispin Paine Museum Basics Second Edition. New York: Routledge. Burcaw, Ellis G Intruduction to Museum Work. Nashville: The American Association for state and Local History. Deezt, James Invitation to Archaeology. New York: The Natural History Press. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Petunjuk Teknis Tata Ruang Gudang Koleksi Museum. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Buku Pintar Bidang Permuseuman. Jakarta:---. Direktorat Museum Pengelolaan Koleksi Museum. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Fagan, M. Brian In The Beginning: An

9 Introduction to Archaeology (Edisi ke-7). New Jersey: Pearson Prentice Hall. Fagan, M. Brian Archaelogy: A Brief Introduction (Edisi ke-9). New Jersey: Pearson Prentice Hall. Friedman, Renee Museum Management ( Museum People ). London: Routledge. Getty Conservation Institute Care of Collection ( Preventive Conservation ). London: Routledge. Harkantiningsih, Naniek, Dkk Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Hilberry, John. D dan Susan K. Weinberg Museum Collection Storage, Care of Collection. London: Routledge Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI tentang BCB. Dirjen Sejarah Purbakala. Hodder, Ian Theory and Practice in Archaeology. London: Routledge. International Council of Museum ICOM Code of Ethics for Museum. Perancis: Nory. Keene, Suzanne Managing Conservation in Museum. Oxford: Butterworth-Heinemann. Liston, David Museum Security and Protection: a Handbook for Cultural Heritage Institutions. London: Routledge. Mujahid, Saiful Pengelolaan Museum dari Perspektif Perundang-Undangan, Museografia Vol. II No. 2. Jakarta: Dinas Permuseuman. Sharer, J. Robert dan Wendy Ashmore Archeology: Discovering Our Past. New York: Mc. Graw Hill. Stephen. E, dkk The Well-Managed Museum, Museum Management. London: Routledge. Sumadio, Bambang Bunga Rampai Permuseuman. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutaarga, Mochamad Amir. (1981). Museografi dan Museologi 1. Jakarta: Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutaarga, Mochamad Amir. (1983). Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum. Jakarta: Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutaarga, Moh. Amir Museum sebagai Instrumen bagi Pengelolaan Proyek Permuseuman, Studi Musiologia. Jakarta: Proyek Pengembangan Permuseuman. Yunita, Ita Konservasi Prefentif di Museum, Museografia Vol. II No. 2. Jakarta: Dinas Permuseuman. Magetsasi, Noerhadi FilsafatMuseologi, Museografia Vol. II No. 2. Jakarta: Dinas Permuseuman Malaro, Marie Collection Management Policies, Collection Management. New York: Routledge.

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum

MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum MUSEUM BATIK YOGYAKARTA Oleh : Pinasthi Anindita, Bharoto, Sri Hartuti Wahyuningrum Kerajinan batik merupakan kerajinan khas Indonesia yang merupakan warisan budaya lokal dan menjadi warisan budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan dan merawat Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan dan merawat Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Benda Cagar Budaya merupakan benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan sosial budaya. Jenis pariwisata ini dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat lokal,

Lebih terperinci

MUSEUM BATIK INDONESIA DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR KONTEMPORER DI TMII

MUSEUM BATIK INDONESIA DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR KONTEMPORER DI TMII MUSEUM BATIK INDONESIA DENGAN PENEKANAN DESAIN MUSEUM BATIK INDONESIA DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR KONTEMPORER DI TMII Oleh : Luthfan Alfarizi, Titien Woro Murtini, R. Siti Rukayah Museum merupakan

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM

BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM Wawan Yogaswara A. Apakah itu museum? Museum menurut International Council of Museums (ICOM) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani

Lebih terperinci

Pengendalian Iklim Pasif di Museum Sebagai Antisipasi Perubahan Iklim

Pengendalian Iklim Pasif di Museum Sebagai Antisipasi Perubahan Iklim Pengendalian Iklim Pasif di Museum Sebagai Antisipasi Perubahan Iklim Ita Yulita Museum Nasional Jakarta Email : itayulitas@gmail.com Abstrak: Perubahan iklim (climate change) akhir-akhir ini menjadi banyak

Lebih terperinci

KONSEP DESAIN Konsep Organisasi Ruang Organisasi Ruang BAB III

KONSEP DESAIN Konsep Organisasi Ruang Organisasi Ruang BAB III BAB III KONSEP DESAIN Sebagaimana fungsinya sebagai Museum Budaya Propinsi Jawa Barat, museum ini mewakili kebudayaan Jawa Barat, sehingga tema yang diangkat adalah Kesederhanaan Jawa Barat dengan mengadaptasi

Lebih terperinci

PERALATAN & PERLENGKAPAN DALAM KEARSIPAN OLEH: PANDIT ISBIANTI, M.PD.

PERALATAN & PERLENGKAPAN DALAM KEARSIPAN OLEH: PANDIT ISBIANTI, M.PD. PERALATAN & PERLENGKAPAN DALAM KEARSIPAN OLEH: PANDIT ISBIANTI, M.PD. Mengapa perlatan perlu digunakan dalam manajemen kearsipan? KRITERIA PEMILIHAN PERALATAN (1) (1) BENTUK ALAMI ARSIP YANG AKAN DISIMPAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TATA PAMER MUSEUM KONPERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG. Museum Konperensi Asia Afrika merupakan sarana edukasi serta

BAB III TINJAUAN TATA PAMER MUSEUM KONPERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG. Museum Konperensi Asia Afrika merupakan sarana edukasi serta BAB III TINJAUAN TATA PAMER MUSEUM KONPERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG Museum Konperensi Asia Afrika merupakan sarana edukasi serta hiburan bagi masyarakat untuk memperoleh segala informasi mengenai sejarah

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2. Bahan Ajar 2. Ruang Lingkup dan Pengertian Museologi, Museum Dan Permuseum

PERTEMUAN 2. Bahan Ajar 2. Ruang Lingkup dan Pengertian Museologi, Museum Dan Permuseum PERTEMUAN 2 Bahan Ajar 2. Ruang Lingkup dan Pengertian Museologi, Museum Dan Permuseum A. PENDAHULUAN Dalam sejarah museum dapat dilihat terjadinya perubahan-perubahan yang bersifat perluasan fungsi museum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu industri yang berdiri semenjak beberapa tahun terakhir ini. Namun rupanya ada pendapat yang menganggap

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

SEKRETARIAT NEGARA RI RUMAH TANGGA KEPRESIDENAN ISTANA CIPANAS

SEKRETARIAT NEGARA RI RUMAH TANGGA KEPRESIDENAN ISTANA CIPANAS SEKRETARIAT NEGARA RI RUMAH TANGGA KEPRESIDENAN ISTANA CIPANAS STANDAR PELAYANAN PENGELOLAAN MUSEUM DAN PEMELIHARAAN BENDA-BENDA SENI DI ISTANA CIPANAS NOMOR 18/SP/RTK/D-1/I-Cps/08/2009 BAGIAN KESATU PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERTEMUAN 10. Bahan Ajar 10. Metode penanganan koleksi permuseuman)

PERTEMUAN 10. Bahan Ajar 10. Metode penanganan koleksi permuseuman) PERTEMUAN 10 Bahan Ajar 10. Metode penanganan koleksi permuseuman) A. Pendahuluan Mengelola atau penanganan museum adalah tugas pokok seorang kepala museum. Dari uraian modul-modul terdahulu, kita sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta adalah kota yang sedang mengalami perkembangan pada sektor perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun dimana-mana. Akan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA AWAL PROYEK

BAB 2 DATA AWAL PROYEK 2.1 Data Umum Proyek BAB 2 DATA AWAL PROYEK Nama Proyek : Perpustakaan Umum di Kota Bandung Pemilik Proyek : Pemerintah Kota Bandung Sumber Dana : Pemerintah Kota Bandung Lokasi : Taman Maluku Bandung

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala bisa digolongkan ke dalam jenis museum militer karena koleksi yang dimiliki. Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala (Muspusdirla) sempat

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

5. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Model Penentuan Skala Prioritas Konservasi Koleksi Lukisan

5. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Model Penentuan Skala Prioritas Konservasi Koleksi Lukisan 5. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Model Penentuan Skala Prioritas Konservasi Koleksi Lukisan Penelitian ini menitik-beratkan pada tindakan konservasi fisik pada koleksi lukisan sehingga pembobotan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1. Alasan Pemilihan Lokasi Lokasi yang tepat untuk merancang Museum Ciliwung berada di Jalan Condet Raya, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. LOKASI TAPAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) ini mengambil judul Museum Telekomunikasi di Surakarta. Berikut ini adalah pengertian dari judul tersebut. 1.2 Pengertian

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Museum Bank Mandiri adalah salah satu museum perbankan yang memiliki nilai histori tinggi. Terletak di Area Cagar Budaya Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ICOM), museum mengemban tugas yang tidak ringan. Museum berkewajiban

BAB I PENDAHULUAN. (ICOM), museum mengemban tugas yang tidak ringan. Museum berkewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan definisi museum menurut International Council of Museum (ICOM), museum mengemban tugas yang tidak ringan. Museum berkewajiban melayani masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB 3 SRIWIJAYA ARCHAEOLOGY MUSEUM

BAB 3 SRIWIJAYA ARCHAEOLOGY MUSEUM BAB 3 PENYELESAIAN PERSOALAN PERANCANGAN Pada bab kali ini akan membahas penyelesaian persoalan perancangan dari hasil kajian yang dipaparkan pada bab sebelumnya. Kajian yang telah dielaborasikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis pariwisata yang memanfaatkan perkembangan potensi hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya. Jenis wisata ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Museum merupakan lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi kebudayaan dan ilmu

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN BAHAN PUSTAKA PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI. Perpustakaan merupakan sumber belajar yang amat

PEMELIHARAAN BAHAN PUSTAKA PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI. Perpustakaan merupakan sumber belajar yang amat PEMELIHARAAN BAHAN PUSTAKA PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI A. Pendahuluan Perpustakaan merupakan sumber belajar yang amat penting dan wajib dimiliki oleh semua perguruan tinggi untuk mendorong proses

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13. Bahan Ajar 13. Registrasi, Inventarisasi dan Penelitian koleksi

PERTEMUAN 13. Bahan Ajar 13. Registrasi, Inventarisasi dan Penelitian koleksi PERTEMUAN 13 Bahan Ajar 13. Registrasi, Inventarisasi dan Penelitian koleksi REGISTRASI, INVENTARISASI DAN PENELITIAN KOLEKSI Pengertian registrasi dan inventarisasi koleksi adalah suatu kegiatan pencatatan

Lebih terperinci

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 195) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

4. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah mengenai kerja sama luar negeri di bidang kebudayaan skala daerah.

4. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah mengenai kerja sama luar negeri di bidang kebudayaan skala daerah. W. BIDANG KEBUDAYAAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kebijakan Bidang 1. 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan skala 2. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN Bab 7 Kesimpulan dan Saran 7-1 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Fasilitas Fisik Sekarang 1. Meja Kasir Ukuran ketinggian meja kasir saat ini sudah ergonomis, namun tinggi monitor ke lantai

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM 2.1 Pengertian dan Sejarah Museum Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang dewasa ini, peranan museum sangat diharapkan untuk mengumpulkan, merawat,

Lebih terperinci

TATA PAMERAN DAN KONSERVASI KOLEKSI DI GEDUNG BULELENG MUSEUM BALI

TATA PAMERAN DAN KONSERVASI KOLEKSI DI GEDUNG BULELENG MUSEUM BALI 1 TATA PAMERAN DAN KONSERVASI KOLEKSI DI GEDUNG BULELENG MUSEUM BALI Dwi Nugraha Kertayasa Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ABSTRACT This study gives an overview of

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kebudayaan

Lebih terperinci

PERANAN ARSIPARIS DALAM PRESERVASI ARSIP Rusidi

PERANAN ARSIPARIS DALAM PRESERVASI ARSIP Rusidi PERANAN ARSIPARIS DALAM PRESERVASI ARSIP Rusidi I. PENDAHULUAN Arsip sangat penting sehingga dikatakan sebagai minyak pelumas organisasi. Pada saat dinamis arsip adalah salah satu data yang berfungsi sebagai

Lebih terperinci

LAMPIRAN XVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010

LAMPIRAN XVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 LAMPIRAN XVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 Q. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DOKUMENTASI KOLEKSI ARKEOLOGI DI MUSEUM NASIONAL SKRIPSI FENNY MEGA VANANI

UNIVERSITAS INDONESIA DOKUMENTASI KOLEKSI ARKEOLOGI DI MUSEUM NASIONAL SKRIPSI FENNY MEGA VANANI UNIVERSITAS INDONESIA DOKUMENTASI KOLEKSI ARKEOLOGI DI MUSEUM NASIONAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana humaniora FENNY MEGA VANANI 76279326 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

GALERI FOTOGRAFI TERPADU DI SEMARANG

GALERI FOTOGRAFI TERPADU DI SEMARANG GALERI FOTOGRAFI TERPADU DI SEMARANG Oleh : Dandy Armando P, Dhanoe Iswanto, Djoko Indrosaptono Perkembangan fotografi di Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan yang baik dari segi industri maupun komunitasnya

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN MUSEUM ETNOBOTANI INDONESIA

BAB IV PERANCANGAN MUSEUM ETNOBOTANI INDONESIA BAB IV PERANCANGAN MUSEUM ETNOBOTANI INDONESIA DI BANDUNG 3.1. Konsep Perancangan Museum Etnobotani Indonesia merupakan tempat untuk memamerkan benda koleksi berupa hasil pemanfaatan tumbuhan yang ada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Diagram 6 : skema hubungan fasilitas

BAB IV ANALISIS. Diagram 6 : skema hubungan fasilitas BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Bangunan IV.1.1 Organisasi Ruang Berdasarkan hasil studi banding, wawancara, dan studi persyaratan ruang dan karakteristik kegiatan di dalamnya, hubungan fasilitas dapat dilihat

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang besar adalah bangsa yang yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah berarti belajar dari pengalaman tentang hal yang telah terjadi di masa lalu. Keberhasilan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Museum Nasional. Rincian Tugas. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Museum Nasional. Rincian Tugas. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA No.496, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Museum Nasional. Rincian Tugas. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Gray Literature, dan Pengawasan Bibliografi

Gray Literature, dan Pengawasan Bibliografi Dokumen Nontekstual, Tekstual, Gray Literature, dan Pengawasan Bibliografi Dasar-Dasar Dokumentasi : Modul 2 by Yuni Nurjanah Page 1 I. Dokumen Nontekstual, Tekstual, Gray Literature, dan Pengawasan Bibliografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Evaluasi konservasi memegang peranan penting dalam sebuah alur penelitian konservasi. Dengan evaluasi tersebut akan dapat ditemukan metode yang tepat dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aria Wirata Utama, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aria Wirata Utama, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perpustakaan adalah sebuah ruang yang di dalamnya terdapat sumber informasi dan pengetahuan. Sumber-sumber informasi dan pengetahuan yang berada di perpustakaan

Lebih terperinci

Upaya Penanganan Kayu Secara Tradisional Studi Kasus: Tradisi Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah

Upaya Penanganan Kayu Secara Tradisional Studi Kasus: Tradisi Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah Upaya Penanganan Kayu Secara Tradisional Studi Kasus: Tradisi Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah A. Pengantar Tinggalan Cagar Budaya berbahan kayu sangat banyak tersebar di wilayah

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN MAGANG

BAB III PELAKSANAAN MAGANG BAB III PELAKSANAAN MAGANG 3.1 Pengenalan Lingkungan Kerja Penulis memulai praktek pelaksanaan kerja atau magang pada Kantor Pusat Perum BULOG selama satu bulan yang dimulai dari tanggal 01 sampai dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban HOUSEKEEPING Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban Penerapan housekeeping yang baik dapat mendukung terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman. Housekeeping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Antara Penataan Ruang Perpustakaan Dengan Minat Belajar Siswa Di Perpustakaan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Antara Penataan Ruang Perpustakaan Dengan Minat Belajar Siswa Di Perpustakaan BAB I PENDAHULUAN Bab I membahas mengenai latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi dari penelitian yang berjudul Hubungan

Lebih terperinci

- 458 - 2. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang kebudayaan.

- 458 - 2. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang kebudayaan. - 458 - Q. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan 1. Kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III STUDI LAPANGAN

BAB III STUDI LAPANGAN BAB III STUDI LAPANGAN A. Museum Purbakala Sangiran 1. Lokasi Salah satu objek wisata menarik yang berada di kabupaten Sragen adalah Museum Sangiran, yang terletak di kaki Gunung Lawu (±17km dari Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

Penjelasan Skema : Konsep Citra yang diangkat merupakan representasi dari filosofi kehidupan suku Asmat yang berpusat pada 3 hal yaitu : Asmat sebagai

Penjelasan Skema : Konsep Citra yang diangkat merupakan representasi dari filosofi kehidupan suku Asmat yang berpusat pada 3 hal yaitu : Asmat sebagai BAB V KONSEP DESAIN 5.1 Konsep Citra Konsep merupakan solusi dari permasalahan desain yang ada. Oleh karena itu, dalam pembuatan konsep harus mempertimbangkan mengenai simbolisasi, kebutuhan pengguna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpanan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan

BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan 17. BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA - 73-1. Kebijakan Kebudayaan 1. Kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan skala 2. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah

Lebih terperinci

PEDOMAN MUSEUM SITUS CAGAR BUDAYA DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

PEDOMAN MUSEUM SITUS CAGAR BUDAYA DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA K ONSEP P EDOMAN M USEUM S ITUS C AGAR B UDAYA DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 2006 DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN A. Dasar B. Maksud C.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 75 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Perpustakaan BPHN merupakan perpustakaan khusus dalam bidang hukum. Namun, keberadaannya sebagai sebuah lembaga pembinaan hukum nasional dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 22

Lebih terperinci

Struktur Organisasi Museum Nasional

Struktur Organisasi Museum Nasional Struktur Organisasi Museum Nasional Permendikbud No. 48 Tahun 2012 KEPALA MUSEUM Bagian Tata Usaha Subbagian Perencanaan dan Tata Laksana Subbagian Keuangan dan Kepegawaian Seksi Dokumentasi Seksi Perpustakaan

Lebih terperinci

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Analisis pada BAB IV, dapat disimpulkan pada dasarnya seluruh elemen perilaku, elemen fungsional dan elemen teknik pada ruang pamer museum H. Widayat ada yang sudah memenuhi

Lebih terperinci

3.6. Analisa Program Kegiatan Sifat Kegiatan Konsep Rancangan Konsep Perancangan Tapak Konsep Tata Ruang 75

3.6. Analisa Program Kegiatan Sifat Kegiatan Konsep Rancangan Konsep Perancangan Tapak Konsep Tata Ruang 75 2.1.4. Persyaratan Museum 12 2.1.5. Standar Fasilitas Museum Internasional 13 2.1.6. Kajian Teoritis 15 2.1.7. Literatur Museum 26 2.2. Potensi Museum Sonobudoyo Terkait Pariwisata di Yogyakarta 27 2.3.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG RUANG FILING BERDASARKAN ILMU ERGONOMI DI RUMAH SAKIT PANTI RINI KALASAN

PERANCANGAN ULANG RUANG FILING BERDASARKAN ILMU ERGONOMI DI RUMAH SAKIT PANTI RINI KALASAN Rahmi, dkk. Perancangan Ulang Ruang Filing Berdasarkan Ilmu PERANCANGAN ULANG RUANG FILING BERDASARKAN ILMU ERGONOMI DI RUMAH SAKIT PANTI RINI KALASAN FILING ROOM RE-DESIGN SCIENCE BASED ERGONOMICS IN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Museum Taman Prasasti adalah salah satu museum di Jakarta yang mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Daya tarik tersebut berupa lokasi museum yang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 15 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 15 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. maka dapat disimpulkan sebagai berikut: pariwisata telah didukung oleh regulasi, dana, jumlah Sumber Daya

BAB III PENUTUP. maka dapat disimpulkan sebagai berikut: pariwisata telah didukung oleh regulasi, dana, jumlah Sumber Daya BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengelolaan museum berkenaan dengan upaya untuk menjadikan museum

Lebih terperinci

Q. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI

Q. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI - 346 - Q. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan 1. Kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM

BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM 102 BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM 5.1 Museum dan Pembelajaran Tenun NTT Saat ini museum mulai berkembang dari hanya memamerkan koleksi hingga dapat memberikan kesempatan pengunjung

Lebih terperinci

MUSEUM GEOLOGI BLORA

MUSEUM GEOLOGI BLORA TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM GEOLOGI BLORA Diajukan sebagai Pelengkap dan Syarat Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya

BAB I PENDAHULUAN. Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya mengandung makna bahwa warisan budaya juga ditampilkan oleh museum kepada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bentuk kesenian keramik sampai saat ini. 1. Menurut The Concise Colombia Encyclopedia (1995) kata keramik berasal

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bentuk kesenian keramik sampai saat ini. 1. Menurut The Concise Colombia Encyclopedia (1995) kata keramik berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah sebuah negara yang dikenal dengan keanekaragaman tradisi dan kebudayaan, salah satu keragaman yang dimiliki oleh Indonesia adalah tradisi pembuatan

Lebih terperinci

Kebijakan Preservasi Bahan Pustaka dan Arsip BPAD DIY

Kebijakan Preservasi Bahan Pustaka dan Arsip BPAD DIY PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 29 Yogyakarta. website: bpad.jogjaprov.go.id e-mail: bpad_diy@yahoo.com Jogja Istimewa, Jogja

Lebih terperinci

TIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum

TIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum TIPOLOGI MUSEUM, fachrimuhammadabror A. Definisi Museum Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam pemasaran. Menurut Carl I. Hovland 1, Ilmu komunikasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam pemasaran. Menurut Carl I. Hovland 1, Ilmu komunikasi adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses penting dalam segala proses kehidupan, termasuk dalam pemasaran. Menurut Carl I. Hovland 1, Ilmu komunikasi adalah upaya yang

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN MUSEUM MARITIM NUSANTARA. pada pemberian informasi seputar sejarah kemaritiman nusantara masa lalu

BAB IV KONSEP PERANCANGAN MUSEUM MARITIM NUSANTARA. pada pemberian informasi seputar sejarah kemaritiman nusantara masa lalu BAB IV KONSEP PERANCANGAN MUSEUM MARITIM NUSANTARA IV. 1. Konsep dan Tema Perancangan Museum maritim nusantara merupakan museum khusus yang terfokus pada pemberian informasi seputar sejarah kemaritiman

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BABV ADAPTIVE RE-USE. Upaya yang akan dilakukan untuk perencanaan perubahan fungsi bangunan Omah Dhuwur Gallery adalah sebagai berikut:

BABV ADAPTIVE RE-USE. Upaya yang akan dilakukan untuk perencanaan perubahan fungsi bangunan Omah Dhuwur Gallery adalah sebagai berikut: BABV ADAPTIVE RE-USE Dengan melihat kondisi eksisting Omah Dhuwur Gallery pada Bab III dan analisa program pada Bab IV, maka pembahasan-pembahasan tersebut di atas digunakan sebagai dasar pertimbangan

Lebih terperinci

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA PROBLEMATIKA Aktualita: Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng Pembangunan wisata budaya betawi yang mengharuskan Perencanaan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB III GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN KAMPUS LP3I GAJAH MADA SUMATERA UTARA 3.1 Sejarah Perpustakaan Kampus Politeknik LP3I Gajah Mada Sumatera Utara Berdirinya Perpustakaan Kampus Politeknik LP3I I Gajah

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah industri yang memiliki jaringan yang luas. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi.

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi. PENDAHULUAN BAB 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Museum Negeri Provinsi Papua telah dirintis sejak tahun 1981/ 1982 oleh Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Departemen Pendidikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGHEMATAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan merupakan salah satu pengelola informasi yang. bertugas mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan merawat koleksi

BAB I PENDAHULUAN. Perpustakaan merupakan salah satu pengelola informasi yang. bertugas mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan merawat koleksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perpustakaan merupakan salah satu pengelola informasi yang bertugas mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan merawat koleksi untuk dapat dimanfaatkan oleh pengguna

Lebih terperinci

DINAS KEBUDAYAAN. Tugas Pokok dan Fungsi :

DINAS KEBUDAYAAN. Tugas Pokok dan Fungsi : DINAS KEBUDAYAAN Tugas Pokok dan Fungsi : KEPALA DINAS Kepala Dinas mempunyai tugas: 1. menyusun rencana dan program kerja Dinas; 2. mengkoordinasikan penyusunan rencana dan program kerja Dinas; 3. merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi museum berasal dari berbagai kelompok pendidikan. Siswa baik dari

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi museum berasal dari berbagai kelompok pendidikan. Siswa baik dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan salah satu tempat belajar yang bisa dikunjungi oleh siapa pun baik pengunjung yang masih sekolah maupun orang dewasa. Pengunjung yang mengunjungi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. Keberadaan Museum Nasional Indonesia diawali dengan berdirinya lembaga

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. Keberadaan Museum Nasional Indonesia diawali dengan berdirinya lembaga BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Museum Nasional Indonesia Keberadaan Museum Nasional Indonesia diawali dengan berdirinya lembaga Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, alam dan sejarah peninggalan dari nenek moyang sejak zaman dahulu, terbukti dengan banyaknya ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PEMANFAATAN MAJALAH ILMIAH DI UPT PERPUSTAKAAN UNSRAT OLEH MAHASISWA UNSRAT MANADO

STUDI TENTANG PEMANFAATAN MAJALAH ILMIAH DI UPT PERPUSTAKAAN UNSRAT OLEH MAHASISWA UNSRAT MANADO STUDI TENTANG PEMANFAATAN MAJALAH ILMIAH DI UPT PERPUSTAKAAN UNSRAT OLEH MAHASISWA UNSRAT MANADO Oleh: Anthonius M. Golung e-mail: tonygolung@yahoo.com Abstract Target of this research is to know student

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci