BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KONSEP GANTI RUGI Sebab-sebab ganti rugi dalam konsep Perdata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KONSEP GANTI RUGI Sebab-sebab ganti rugi dalam konsep Perdata"

Transkripsi

1 27 BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KONSEP GANTI RUGI 2. 1 Sebab-sebab ganti rugi dalam konsep Perdata Dalam konsep perdata ganti rugi dapat diberikan dengan dua alasan; pertama adalah disebabkan wanprestasi, kedua; perbuatan melawan hukum. Perbedaan antara kedua sebab ganti rugi tersebut adalah jika wanprestasi diawali dengan adanya perjanjian, dimana pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi tidak memenuhi prestasinya, baik sebagain maupun seluruhnya, ataupun prestasi yang dipenuhi tidak sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian baik dalam hal waktu maupun kesesuaian objek yang diperjanjikan. Sedangkan ganti rugi yang disebabkan akibat perbuatan melawan hukum tidak diawali dengan adanya suatu perjanjian, namun karena adanya perbuatan disatu pihak yang melawan hukum, melawan hukum disini tidak hanya melawan undang-undang tapi sudah ada pergeseran makna melawan hukum yakni melanggar kepatutan, ketelitian, kehati-hatian, melanggar hak subjektif orang lain, melanggar kewajiban hukum si pelaku. 20 a. Wan Prestasi Wanprestasi diartikan bila seseorang yang berhutang lalu tidak memenuhi kewajibannya atau prestasi yang diperjanjikan. 21 Dalam undang-undang yang dimaksud dengan prestasi adalah; Perkuliahan Kapita Selekta Hukum Perdata oleh Rosa Agustina semester genap tahun 21 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003).,hal Ibid.

2 28 1. Menyerahkan suatu barang 2. Melakukan suatu perbuatan 3. Tidak melakukan suatu perbuatan. Akibat dari tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur maka dapat menimbulkan hak bagi kreditur untuk menuntut debitur yang berupa: 1. Pemenuhan perjanjian 2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi 3. Ganti rugi saja 4. Pembatalan perjanjian 5. Pembatalan disertai ganti rugi Adapun dasar penuntutan ini adalah pasal KUHPer. Bila salah satu pihak tidak memenihi kewajibannya, maka pihak yang lain berhak menuntut dimuka hakim. Sedang mengenai apa yang dapat dituntut ditentukan oleh pasal KUHPer. Dengan demikian wanprestasi ini tidak membebaskan debitur dari tanggung jawabnnya. 23 Pasal 1266 KUHPer ayat (1) Syarat batal perlu dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang timbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. ayat (2) Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hokum., tapi pembatalan harus dimintakan didepan hakim. Ayat (3) Permintaan ini juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak terpenuhinya kewajiban dinyatakan dalam perjanjian. Ayat (4) Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk,menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangla waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan. 24 Pasal 1267 KUHPer Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.

3 29 b. Perbuatan Melawan Hukum Tiap Perbuatan Melawan Hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut (pasal 1365 KUHPer) 2.2 Perbuatan Melawan Hukum Pengertian PMH Perbuatan melawan hukum berasal dari kata onrechtimatigedaad yang diatur dalam pasal 1365 KUHPer. Untuk kata onrechmatigedaad diaritikan bermacam, ada yang mengartikannya sebagai perbuatan melanggar hukum ada juga yang mengartikannya sebagai perbuatan melawan hukum. Wirdjono Projodikoro menggunakan kata melanggar sedangkan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, M.A. Moegni Djojodirdjo, dan Mariam Darus Badrulzaman memilih menggunakan kata melawan karena kata melawan lebih bersifat aktif dan pasif atau positif dan negative. 25 Selain itu, kata melawan memiliki makna yang lebih luas baik perbuatan yang didasarkan pada kesengajaan maupun kelalaian. Sebelum tahun 1919 dalam menyelesaikan kasus, pengadilan mengartikan melawan hukum hannya yang melanggar dari pasal-pasal yang tertulis dalam perundang-undangan yang berlaku. 26 Namun, sejak tahun 1919 terjadi perkembangan mengenai istilah perbuatan melawan hukum. Perkembangan makna perbuatan melawan hukum ini diawali di negeri Belanda. Perkembangan awal dari makna perbuatan melawan hukum sebagai perbuatan yang melanggar terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan 26 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum, 2003).,hal 35

4 30 bermasyarakat. 27 Hal ini dapat dilihat dalam putusan Hoge Raad negeri Belanda tanggal 31 Januari 1919 dalam kasus Lindenbaum versus Cohen sejak saat itu perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas, tidak lagi hanya mencakup perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan tapi perbuatan melawan hukum diartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik kesusilaan maupun dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat perbutannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar ganti kerugian. 28 Menurut Meyers, perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban yang timbul dari perjanjian, tidak dapat dimasukan dalam pengertian onrechtmatige daad (perbuatan melawan hukum). Perikatan yang karena undang-undang yang juga mencakup perikatan karena perbuatan melawan hukum, berada disamping perikatan karena perjanjian. Kedua bidang ini adalah dua hal yang berbeda. 29 Maka dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa suatu perbuatan dikatakan melawan hukum kalau : 27 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum; pendekatan kontemporer, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2005).,hal Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1979)., hal. 29 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum, 2003),. Hal. 43 lihat E.M Maijers, Verzamelde Privatrechtelijke Opstellen van Prof. Mr. E.M. Meijers 2 e. Deel, Verbintenissenrecht, ( Universitaire Pers: Leiden, 1955), hal.3 dikutip oleh H.M. Asril, SH dalam majalah Badan Pembinaan Hukum Nasional No. 4 tahun 1981 (Jakarta: Binacipta, 1981)., hal. 65

5 31 Bertentangan dengan hak Subjektif orang lain Bertentangan dengan hak subjektif orang lain adalah bertentangan dengan subjektief recht orang lain, dimana arti subjektief recht berarti kewenangan yang bersal dari suatu kaidah hukum. 30 Sifat Hakekat daripada subjecktief recht menurut Meyers adalah adalah wewenang khusus yang diberikan oleh hukum pada seseorang yang memperolehnya demi kepentingannya. Hak-hak yang paling penting yang diakui oleh yurisprudensi adalah hak-hak pribadi, seperti hak-hak atas kebebasan, hak-hak atas kehormatan, dan nama baik dan hak-hak kekayaan (vermogensrechten) 31. Dari vermogensrechten yang paling penting adalah hak-hak kebendaan dan lain-lain hak absolute, karena pelanggaran atas hak kekayaan pribadi, yakni hak menuntut, hak-hak relatif kebanyakan menimbulkan wanprestasi, yang akibatnya diatur tersendiri dalam undang-undang. Pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain merupakan perbutan melawan hukum apabila perbuatan itu secara langsung melanggar hak subjektif orang lain, dan menurut pandangan dewasa ini diisyaratkan adanya pelanggaran terhadap tingkah laku, berdasarkan hukum tertulis maupun tidak tertulis yang seharusnya tidak dilanggar oleh pelaku dan tidak ada alasan pembenar menurut hukum. 32 Jika dilihat dari putusan Hoge Raad tanggal 10 maret 1972, kasus yang diputus adalah kasus penutupan tempat berair dengan sampah kota Vermeulen dekat pertamanan dari pihak Lekkerkerker di Mastwijkerplas, yang menyebabkan datangnya burung-burung perusak dalam jumlah besar sehingga merusak pertamanan tersebut. Dalam kasus ini Hoge Raad memutuskan bahwa tindakan Vermeulen 30 Moegni Djojodirjo, Op. Cit,. hal Ibid.

6 32 tersebut merupakan perbuatan melwan hukum dengan pertimbangan hal-hal sebagai berikut : 1. Mempertimbangkan sifat dan tempat perbuatan tersebut. 2. Besarnya kerugian yang diderita. 3. Tidak ada alasan pemaaf. 4. Mekipun tergugat telah berusaha mencegah kedatangan burung-burung tersebut, tetapi tidak berhasil mencegahnya. Dalam kasus tersebut, Hoge Raad memutuskan bahwa pihak tergugat telah melanggar hak milik orang lain, sehingganya karenanya merupakan suatu perbuatn melawan hukum. 33 Bertentangan dengan Kewajiban hukum si pelaku Perbuatan dengan melalaikan atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan undangundang. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum bila perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. Kewajiban hukum yang berasal dari kata rechtpllicht yang diartikan sebagai kewajiban yang berdasarkan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis (termasuk dalam arti ini adalah perbuatan pidana pencurian, penggelapan, penipuan, dan pengerusakan). 34 Sesuai dnegan perkembangan makna perbuatan melawan hukum 33 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005)., hal 7 34 Rosa Agustina, Perbuatan melawan hukum., hal. 54 yang dikutp dari Djuhaenah Hasan, Istilah dan Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dalam Laporan Akhir Kompendium Bidang Perbuatan melawan hukum, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1996/1997), hal 24

7 33 maka hukum mencakup keseluruhan norma yang hidup di masyarakat termasuk adatistiadat yang masih berlaku. Melanggar Kesusilaan Baik Melanggar kesusilaan baik adalah salah satu perbuatan yang dianggap perbuatan melawan hukum. Kesusilaan baik yang dimaksud merupakan norma-norma kesusilaan, sepanjang norma-norma tersebut oleh masyarakat atau pergaulan hidup diterima sebagai peraturan-peraturab hukum tidak tertulis. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1335 dan 1337 bahwa suatu perjanjian akan batal jika melalaikan sesuatu atau bertentangan dengan kesusilaan baik karena hal tersebut disebut sebagai melawan hukum. Mengenai kesusilaan baik, perkembangan makna perbuatan melawan hukum dalam putusan Hoge Raan dalam kasus Lindebum versus Cohen, Cohen dikatakan bersalah karena telah membujuk salah satu karyawan untuk membocorkan rahasia perusahaan Lindebum, apa yang telah dilakukan Cohen tersebut termasuk dalam melanggar kesusilaan yang baik. 35 Bertentangan dengan Keharusan yang Harus Diindahkan dalam Pergaulan Masyarakat Mengenai Benda Atau Orang Lain. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai benda atau orang lain bilamana perbuatan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu, yang menurut hukum tidak tertulis harus diindahkan dalam lalulintas masyarakat. Kriterium bertentangan dengan kesusilaan baik 35 Ibid.,hal. 45

8 34 kiranya tercakup dalam kriterium zorgvuldigheid, yang harus dilakukan dalam pergaulan masyarakat mengenai benda atau orang lain. Norma zorgvuldigheid, tersebut sekalipun nampak merupakan kriterium yang tidak penting dibandingkan kriterium lain dalam onrechtmatigdaad, sering diterapkan dalam keputusan pengadilan, hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya kriterium zorgvuldigheid. Seringkali ditegaskan, bahwa sejak diterapkannya norma zorvulidigheid ketiga kriteria lainnya tidak diperlukan lagi. Suatu perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik atau dengan mana dilanggar hak orang lain, selalu merupakan perbuatan yang bertenanagan dengan sikap kehati-hatian yang seyogyanya dilakukan dalam pergaulan masyarakat Norma zorgvuldigheid tersebut tidak selalu dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan melawan hukum yang memenuhi salah satu kriterium lainnya. 36 Penyalahgunaan Hak Penyalahgunaan hak atau yang disebut sebagai istilah misbruik van recht merupakan juga perbuatan melawan hukum. Penyalahgunaan hak adalah suatu tindakan atau perbuatan yang didasarkan pada kewenangan yang sah dari seseorang sesuai dengan hukum yang berlaku, namun tindakan atau perbuatan tersebut dilakukan secara menyimpang atau dengan maksud yang lain dari tujuan hak tersebut diberikan. Perbutan penyalahgunaan hak tersebut dikatakan termasuk perbutan melawan hukum berdasarkan pengertian pada pasal 1365 KUHPer karena memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang dimaksud pasal tersebut. Seperti 36 Ibid., hal.46-47

9 35 kerugian bagi orang lain, melanggar kepantasan, kepatutan dan kehati-hatian serta adanya hubungan antara kesalahan dan kerugian yang disebabkan Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum Untuk dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, berdasarkan pasal 1365 KUHPer haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : Adanya suatu perbuatan. 2. Perbuatan tersebut melawan hukum. 3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku. 4. Adanya kerugian bagi korban. 5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian Adanya Suatu Perbuatan Suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum jelas sebagai unsur utama harus terpenuhinya unsur perbuatan oleh salah satu pihak (pelaku). Perbuatan disini yang dimaksud adalah baik perbuatan dalam bentuk aktif (melakukan suatu perbuatan) atau dalam bentuk pasif (tidak dengan melakukan suatu perbuatan) dimana si pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, dengan tidak dilakukannya perbuatan yang menjadi kewajibannya maka itu sebagai pemenuh perbuatan dalam unsur perbuatan melawan hukum. Dengan penekanan bahwa kewajiban tersebut tidak didasarkan pada suatu kesepakatan 37 Munir Fuady, Op. Cit., hal 9 38 Ibid., hal

10 36 (kontrak), karena jika kewajiban hukum tersebut bersumber dari suatu kesepakatan (kontrak) maka perbuatan tersebut termasuk pada wanprestasi bukan perbuatan melawan hukum Perbuatan tersebut Melawan Hukum Suatu perbuatan yang dilakukan haruslah melawan hukum. Sebelum tahun 1919 melawan hukum hanya terbatas pada pasal-pasal yang tertulis dalam perundangundangan, namun setelah tahun 1919 unsur melawan hukum diartikan dalam arti seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku. 2. Perbutan yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau 4. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goedezeden), atau 5. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalma bermasyarakat untuk meperhatikan kepentingan orang lain Adanya Kesalahan dari si Pelaku Berdasarkan pasal 1365 KUHPer tentang Perbuatan Melawan Hukum, Undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan bahwa pada pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan (schudelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut, karena itu konsep tangggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab berdasarkan pasal 1365 KUHPer. Maka untuk memperjelasan kesalahan seperti apa yang dapat memenuhi unsur kesalahan dari

11 37 suatu perbuatan untuk dikatakan perbutan melawan hukum maka harus memenuhi unsur-unsur berikut : 1. Adanya unsur kesalahan, atau 2. Adanya unsur kesengajaan (negligence, culpa), dan 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrind), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain. Mengenai diperlukannya suatu unsur kesalahan disamping unsur melawan hukum ada beberapa aliran yang menjelaskan mengenai kedudukan unsur kesalahan dan melawan hukum serta keterikatan keduanya: Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melawan hukum saja Aliran ini berkembang di Negeri Belenda yang dianut oleh Van Oven, menurut aliran ini unsur kesalahan sudah termasuk dalam unsur melawan hukum. Namun, pengertian melawan hukum dalam arti yang luas yang dimaksud sudah mencakup unsur kesalahan. Sehingga unsur kesalaha tidak lagi dibutuhkan, cukup dengan melawan hukum. 39 Aliran yang menyatakan cukup hanya dengan unsur kesalahan saja. Penganut aliran ini adalah Van Goudever, aliran ini dikembangkan di Negeri Belanda. Aliran ini mengatakan bahwa dengan unsur kesalahan sudah termasuk juga 39 Ibid., hal 12

12 38 unsur melawan hukum di dalamnya, sehingga tidaklah lagi diperlukan unsur melawan hukum terhadap suatu perbuatan melawan hukum. 40 Aliran yang menyatakan diperlukan, baik unsur melawan hukum maupun unsur kesalahan. Aliran mengajarkan bahwa suatu perbuatan melawan hukum dan unsur kesalahan sekaligus, karena dalam unsur melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Kesalahan yang disyaratkan oleh hukum dalam perbuatan melawan hukum, baik kesalahan dalam arti kesalahan hukum maupun kesalahan sosial. Dalam hal ini hukum menafsirkan kesalahan sebagai suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yakni sikap yang biasa dan normal dalam suatu pergaulan masyarakat. Hal tersebut yang kemudian hidup dalam masyarakat dan dikenal sebagai standar manusia yang normal dan wajar Adanya Kerugian Bagi Korban Untuk memenuhi unsur dalam pasal 1365 KUHPer suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut menimbulkan kerugian bagi korban. Kerugian yang dapat digugat atas dasar perbuatan melawan tidak hanya kerugian materil namun juga dimungkinkan berdasarkan yursprudensi bahwa kerugian yang mungkin digugat selain kerugian materil juga kerugian immaterial. Hal ini lah salah satu yang membedakan gugatan ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi. 40 Ibid. 41 Ibid.

13 Adanya Hubungan Kausal antara Perbuatan dengan Kerugian Sebagai salah satu syarat suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum adalah adanya hubungan kausal atau sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku dengan kerugian yang disebabkan. Dalam hubungan sebab akibat (kausal) ini ada dua teori, yaitu ; 42 Teori hubungan factual Hubungan sebab akibat factual (causation in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara factual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara factual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak pernah teradapat tanpa adanya penyebab.untuk teori ini salah satu tokohnya adalah Von Buri dari Eropa Kontinental. Teori penyebab kira-kira atau proximate cause Dirumuskan agar lebih praktis dan mencakup semua elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil. Teori ini banyak sekali pertentangan pendapat hukum mengenai perbuatan melawan hukum. Dalam teori penyebab kira-kira (proximate cause) dalam menetapakan sejauh mana perilaku perbuatan melawan hukum harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Karena adalah layak dan adil jika seseorang diberikan tanggung jawab hanya terhadap akibat yang dapat diperkirakan akan terjadi (foressen), maka untuk itu, dalam proximate cause menempatkan elemen sepatutnya dapat diduga (forseeability) sebagai faktor utama. Dalam teori proximate cause ini terdapat banyak sekali teori yang terkait yang pada intinya apapun teori yang diterapkan, minimal ada enam factor yang harus dipertimbangkan dalam hal menetapkan tentang ada atau tidaknya elemen proximate cause, yaitu sebagai berikut : 42 Ibid.,hal. 118.

14 40 1. Kerugian adalah terlalu jauh dari kelalaian. 2. Kerugian di luar profesi dari kelalaian pihak pelaku. 3. Adalah terlalu luar biasa bahwa kelalaian tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. 4. Membenarkan adanya pemberian ganti rugi akan merupakan beban yang sangat tidak reasonable atas pihak pelaku. 5. Membenarkan adanya pemberian ganti rugi akan menimbulkan kemungkinan timbulnya fraudulent claims. 6. Adalah tidak masuk akal jika dibenarkan adanya pemberian ganti rugi tersebut Perbuatan Melawan Hukum karena unsur Kesengajaan Pasal 1365 KUH perdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuld ) terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Dan sudah merupakan tafsiran umum dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut dianggap ada jika memenuhi salah satu di antara tiga syarat sebagai berikut; 1. Ada unsur kesengajaan, atau, 2. ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain lain. Hukum yang di lakukan dengan unsur kelalaian, maka perbuatan melawan hukum yang di lakukan dengan unsur kesengajaan derajat kesalahannya lebih tinggi. Maka fakta sekarang menunjukkan kuantitas dari kasus kasus perbuatan melawan hukum

15 41 dalam bentuk kesengajaan semakin berkurang dan sebaliknya kuantitas perbuatan melawan hukum dalam bentuk kelalaian semakin bertambah banyak. Hal ini di sebabkan; 1. Perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan umumnya dilakukan hanya oleh orang orang yang terbelakang perkembangan logika /emosinya atau kurang berperadaban. 2. Terhadap perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan umumnya tidak diasuransikan. Pemisahan perbuatan melawan hukum ke dalam perbuatan dengan; 1. Kesengajaan 2. Kelalaian 3. Tanggung jawab mutlak baru gencar dilakukan oleh hukum dalam fase perkembangan yang modern. Hukum tradisional, baik hukum Eropa Kontinental, Hukum AngloSaxon, ataupun hukum adat, tidak terlalu membeda bedakan jenis jenis perbuatan melawan hukum tersebut. (a) Pengertian Kesengajaan Dalam perbuatan melawan hukum, unsur kesangajaan baru di anggap ada manakala dengan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja tersebut telah menimbukan konsekuensi tertentu terhadap fisikdan/atau mental atau property dari korban, meskipun belum merupakan kesangajaan untuk melukai(fisik atau mental) dari korban tersebut.

16 42 Unsur kesengajaan tersebut dianggap eksis dalam suatu tindakan manakala memenuhi elemen elemen sebagai berikut; 1. Adanya kesadaran (state of mind) untuk melakukan 2. Adanya konsekuensi dari perbuatan, jadi, bukan hanya adanya perbuatan saja 3. Kesadaran untuk melakukan, bukan hanya untuk menimbulkan konsekuensi, melainkan juga adanya kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut pasti dapat menimbulkan konsekuensi tersebut. Suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja jika terdapat maksud (intent) dari pihak pelakunya Dalam hal ini, perlu dibedakan antara istilah maksud dengan motif. Dengan istilah maksud diartikan sebagai suatu keinginan untuk menghasilkan suatu akibat tertentu. Jika kita menyulut api ke sebuah mobil, tentu tindakan tersebut mempunyai maksud untuk membakar mobil tersebut, akan tetapi, motif dari membakar mobil tersebut bisa bermacam macam, misalnya motifnya adalah sebagai tindakan balas dendam, protes, menghukum, membela diri dan lain lain. Dalam hubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh adanya tindakan kesengajaan tersebut rasa keadilan memintakan agar hukum lebih memihak kepada korban dari tindakan tersebut sehingga dalam hal ini, hukum lebih menerima pendekatan yang objektif artinya hukum lebih melihat kepada akibat dari tindakan. Penggunaan pendekatan yang objektif membawa konsekuensi konsekuensi yuridis sebagai berikut: 1. Maksud sebenarnya untuk Melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang Lain dari yang Terjadi. Meskipun maksud yang sebenarnya adalah melakukan sesuatu perbuatan yang sebenarnya termasuk juga perbuatan melawan hukum, tetapi kemudian yang terjadi

17 43 adalah perbuatan melawan hukum yang lain, maka pelaku secara hukum bertanggung jawab juga terhadap perbuatan melawan hukum yang lain tersebut. 2. Maksud Sebenarnya untuk Melakukan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Orang Lain, Bukan terhadap Korban Demikian juga halnya jika pelaku sebenarnya bermaksud untuk melakukan perbuatan melawan hukum terhadap seseorang tetapi ternyata yang menjadi korban adalah orang lain lagi, maka oleh hukum pelaku dianggap bertanggung jawab juga terhadap korban (orang lain) tersebut. Dalam hal ini berlaku doktrin Peralihan Maksud (Transferred Intent Doctrin) 3. Tidak Perlu Punya Maksud untuk Merugikan atau Maksud yang Bermusuhan Dalam hal pelaku melakukan sesuatu perbuatan tanpa maksud untuk merugikan korban, bahkan tanpa maksud yang bermusuhan, oleh hukum tetap dianggap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan. 4. Tidak Punya Maksud, tetapi Tahu Pasti Bahwa Akibat Tertentu akan Terjadi Adakalanya seorang pelaku perbuatan melawan hukum melakukan sesuatu perbuatan tanpa maksud untuk merugikan pihak korban tetapi akibatnya korban benar benar dirugikan. Dan pelaku tahu pasti atau patut sekali menduga bahwa akibat tersebut akan terjadi karena perbuatannya itu. Maka dalam hal ini, dengan menggunakan doktrin kepastian yang subtansial (substantial certainty rule) pelaku dianggap telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, Kepastian yang subtansial yang dimaksudkan adalah bahwa pelaku mengetahui dengan pasti atau dengan subtansial pasti (patut sekali menduga ) bahwa tindakanya itu akan membawa akibat tertentu kepada pihak lain

18 44 (b) Konsekuensi Unsur Kesengajaan terhadap Masalah Ganti Rugi. Sebagaimana diketahui bahwa perbuatan melawan hukum dengan unsur kesengajaan mempunyai derajat kesalahan yang lebih berat ketimbang perbuatan melawan hukum denagn unsur kelalaian, karean itu, khususnya dalam hal gantirugi kepada korbannya hukum memberlakukannya secara berbeda beda, untuk itu, dapat di jelaskan sebagai berikut; 1. Ganti rugi Aktual 2. Ganti rugi Penghukuman 3. Ganti rugi Nominal ancaman untuk penyerangan dan pemukulan terhadap Manusia (assault) tersebut adalah suatu maksud untuk melukai atau menyerang dari pelaku yang akan dilakukannya kepada korban yang disampaikan atau dipertunjukkan kepada korban, sehingga merupakan ancaman terhadap korban dan akibatnya korban menderita rasa takut atau terganggu haknya untuk merasa bebas dari setiap gangguan. Perbuatan ancaman untuk menyerang atau memukul ini tidak cukup hanya sekedar dilakukan dengan kata kata saja, tetapi mesti diikuti dengan tindakan atau keadaan sedemikian rupa, sehingga benar benar dapat menimbulkan rasa takut bagi pihak korban dan yang dimaksud dengan pemukulan terhadap orang lain (battery) tersebut adalah tindakan untuk memukul/melukai atau mengakibatkan kontak secara ofensif terhadap tubuh seseorang, sehingga menyebabkan timbulnya kerugian atau bahaya bagi tubuh, mental atau kehormatan dari pihak korban. Unsur unsur dari suatu perbuatan melawan hukum berupa pemukulan terhadap orang lain (battery) adalah sebagai berikut: 1. Adanya tindakan oleh pelaku 2. Adanya maksud (keinginan)

19 45 3. Adanya sentuhan yang ofensif atau berbahaya 4. Adanya hubungan sebab akibat 5. Tidak dengan persetujuan korban Penyerobotan adalah salah satu jenis dari perbuatan melawan hukum dengan unsur kesengajaan,.yang di maksud dengan Perbuatan Melawan Hukum berupa penyerobotan Tanah Milik Orang Lain (Trespase to Land) tersebut adalah suatu tindakan kesengajaan yang secara tanpa hak masuk ketanah milik orang lain, atau menyebabkan orang lain atau benda lain untuk masuk ke tanah milik orang lain, ataupun menyebabkan seseorang atau orang lain atau benda tertentu, tetap tinggal ditanah milik orang lain.beberapa model perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan tanah milik orang lain, yaitu sebagai berikut: a. Perbuatan melawan hukum karena masuk ke tanah orang lain b. Perbuatan melawan hukum karena menyebabkan seseorang masuk ke tanah milik orang lain c. Perbuatan melawan hukum karena menyebabkan sesuatu benda (misalnya hewan piaraannya) masuk ke tanah milik orang lain d. perbuatan melawan hukum karena seseorang secara melawan hukum tetap tinggal di atas tanah milik orang lain misalnya, penyewa tanah/rumah yang sudah habis masa kontrakkannya tetapi masih tetap tinggal di tempat tersebut (hold over) e. perbuatan melawan hukum karena menyebabkan orang lain secara tanpa hak tetap tinggal di atas tanah milik orang lain f. perbuatan melawan hukum karena menyebabkab suatu benda secara tanpa hak tetap tinggaldi atas tanah milik orang lain

20 46 g. perbuatan melawan hukum karena kegagalan seseorang untuk memindahkan sesuatu benda dari tanah milik orang lain padahal dia mempunyai kewajiban hukum untuk memindahkan benda tertentu dari tanah milik orang lain tersebut. Unsur unsur dari suatu perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan tanah milik orang lain adalah ssebagai berikut: a) Adanya tindakan oleh pelaku b) Adanya maksud (keinginan) c) Masuk atau berada di tanah milik orang lain d) Pihak korban adalah pihak yang berwenang menguasai tanah tersebut e) Adanya hubungan sebab akibat f) Tidak dengan persetujuan korban Ada beberapa factor dominan dalam tindakan pelaku yang dapat di pertimbangkan apakah termasuk intervensi barat terhadap orang lain sehingga sudah tergolong ke dalam pemilikan secara tidak sah terhadap milik orang lain Faktor dominan tersebut adalah sebagai berikut: a) Apakah pelaku beritikad baik b) Sejauh mana dominasi penguasan pelaku atas benda orang lain tersebut c) Sejauh mana dominan penguasaan pelaku atas benda orang lain tersebut d) Sejauh mana kerugian material dan ketidaknyamanan terhadap korban Intervensi berat yang mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum dalam bentuk kepemilikan harta orang lain secara tidak sah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, bentuk bentuk utama dari intervensi adalah sebagai berikut:

21 47 a) Pengambilalihan kepemilikan atas barang milik orang lain b) Tidak mau mengembalikan barang orang lain c) Memindahkan barang orang lain ke tempat lain d) Memberikan barang orang lain kepada pihak ketiga e) Memakai secara tidak berhak barang milik orang lain f) Merusak atau mengubah barang milik orang lain Akibat Perbuatan Melawan Hukum Perbuatan Melawan hukum yang menyebabkan kerugian dapat digugat beberapa pengganti kerugian : Sejumlah uang sebagai bentuk ganti atas kerugian materil maupun imateril dan dapat dengan uang paksa. 2. Pemulihan pada keadaan semula, hal ini biasanya juga dapat dengan uang paksa. 3. Larangan untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi. 4. Dapat dimintakan putusan hakim bahwa perbuatannya adalah perbuatan melawan hokum 43 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, yang dikutip dari Mariam Darus Badrulzaman

22 Faktor- Faktor Penghapus PMH atau Dasar Pembenar Suatu perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur dan sifat perbuatan melawan hukum tidak selalu serta merta dapat dugugat atas dasar perbuatan melawan hukum dan berkonsekwensi ganti rugi karena ada beberapa dasar pembenar atau penghapus yang menyebabkan perbuatan tersebut lenyap sifat melawan hukumnya. Dasar-dasar pembenar tersebut adalah keadaan memaksa, pembelaan terpaksa, ketentuan undang-undang dan perintah jabatan. Walaupun dalam KUHPer hal ini tidak tertuang dalam pasal-pasal namun dalam praktiknya hal-hal tersebut diakui, dan dasar-dasar pembenar tersebut diadopsi dari konsep hukum pidana (pasal 48, 49, 50 dan 51 KUHP). Hal-hal khusus yang meniadakan sifat melawan hukum yang disebut sebagai dasar pembenar, selalu mengandung sifat eksepsional dan karenanyalah hanyalah sebagai pengecualian membenarkan penyimpangan terhadap norma umum yang melarang perbuatan yang bersangkutan. Sesuatu dasar pembenar meniadakan sifat melawan hukum daripada suatu perbuatan yang tercela, sehingga karenanya pertanggung-gugat si pelaku sama sekali hilang dan tidak ada persoalan tentang pembagian kerugian. Dasar-dasar pembenar dapat dibagi dalam golongan utama yakni: Dasar pembenar yang berasal dari undang-undang yakni keempat jenis dasar-dasar peniadaan hukuman tersebut. 2. Dasar pembenar yang tidak berasal dari undang-undang yang karenanya juga disebut dasar-dasar pembenar tidak tertulis. Dasar-dasar tidak tertulis ini berdiri sendiri, namun dapat juga merupakan perluasan dari dasar-dasar yang tertulis dalam undang-undang. 44 Moegni. Op. Cit.,Hal. 59

23 Keadaan Memaksa (Overmacht) Overmacht adalah bukannya hanya paksaan [dwang] terhadap mana orang tidak dapat memberikan perlawanannya, melainkan juga tiap paksaan, terhadap mana tidak perlu dilakukan perlawanan Overmacht adalah salah satu dasar pembenar yang tertulis dalam undangundang, tepatnya dalam pasal 48 KUHP, dalam pasal ini ditentukan bahwa tiada boleh seseorang dihukum, bila ia melakukan suatu perbuatan pidana karena terdesak oleh keadaan memaksa (overmacht). Sehingga dalam pengertian keadaan memaksa (overmacht) tersebut selalu dikaitkan dengan konsep hukum pidana. Jika dikaitkan dengan perbuatan melawan hukum maka suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagit perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut dilakukan atas dasar keadaan memaksa. Maka jika melihat pasal 1245 KUHPer menentukan bahwa si berhutang tidak akan diharuskan membayar ganti-kerugian bilamana ia karena keadaan memaksa terhalang untuk memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu, yang diharuskan kepadanya atau sebagai akibat daripada overmacht telah melakukan sesuatu yang dilarang. Dari pasal tersebut adalah untuk meniadakan pertanggung-gugat dalam hal yang dialami overmacht Pembelaan terpaksa (noodweer) Barang siapa melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukannya untuk membela dirinya atau orng lain, untuk membela kehormatan diri atau orang lain atau untuk membela harta benda miliknya sendiri atau orang lain terhadap serangan dengan sengaja yang datangnya dengan tiba-tiba (Pasal 49 KUHP) 45 Ibid., hal. 60

24 50 Seorang dibebaskan dari tuduhan perbuatan melawan hukum jika dia dapat membuktikan bahwa dia melakukan perbuatan tersebut untuk membela diri (noodwear) dalam melakukan pembelaan tersebut, agar seseorang terbebas dari perbuatan melawan hukum, berlaku asas proposionalitas. Maksudnya adalah bahwa dalam melakukan pembelaan dirinya, tindakan yang dilakukannya haruslah proporsional dengan perbuatan yang dilakukan oleh pihak lawan dan proporsional pula dengan situasi dan kondisi saat itu, (misalnya dengan kondisi yang dapat menimbulkan kemarahan yang luar biasa.) Tentang hakikat dari ancaman tindakan berbahaya oleh pelaku kepada korban, sehingga korban melakukan pembelaan diri, ada 2 (dua) sebagai berikut 1. Teori Objektif Teori ini menyatakan bahwa seseorang baru terbebas dari perbuatan melawan hukum dengan alasan membela diri jika secara nyata dan factual memang ada ancaman yang benar benar terjadi terhadap pihak yang membela diri tadi Teori ini tidak banyak pengikutnya. 2.Teori Subjektif Teori Subjektif ini mengajarkan bahwa seseorang dapat membela diri dan membebaskan dari tanggung jawabnya sebagai pelaku perbuatan melawan hukum meskipun yang terjadi sebenarnya bukan ancaman. Melaikan dinyakini secara rasional (reasonably believe) bahwa ada ancaman tersebut. Teori Subjektif ini banyak diikuti saat ini. Jadi, jika ada seseorang secara bercanda menodongkan pistol mainan kepada orang lain, tetapi oranglain tersebut menyangka dia benar benar di todong, maka jika dia memukul penodong sampai mati, menurut Teori Subjektif ini, dia dapat terhindar dari perbuatan melawan hukum dengan alasan membela diri, sebab ketika dia ditodong, dia tidak mengetahui bahwa pelaku hanya bercanda dan tidak pula mengetahui bahwa pistol tersebut adalah pistol mainan, dan dia menyakini secara rasional bahwa dia memang sedang ditodong.

25 Mempertahankan Harta Bendanya Ketentuan tentang prinsip-prinsip tentang membela diri / mempertahankan diri juga berlaku jika seseorang mempertahanka harta bendanya, baik benda bergerak ataupun benda tidak bergerak. Jadi, jika ada seseorang yang mengambil barang bergerak dari kekuasaan pihak yang menguasainya atau jika ada seseorang yang menyerobot tanah/rumah yang dikuasainya, maka dia dapat membela harta bendanya itu dengan cara yang sama seperti membela diri, tetapi dengan syarat tidak melakukanya secara berlebihan Menguasai Harta Bendanya Prinsip membela harta milik sebagai pembelaan atas perbuatan melawan hukum juga dapat dibenarkan oleh hukum. Membela harta benda termasuk juga menguasai kembali harta benda (barang bergerak) yang telah lepas dari kekuasaannya Luasnya kekuasaan untuk mengambil kembali barang yang secara tidak sah lepas dari kekuasaan seseorang bervariasi bergantung bagaimana caranya barang tersebut lepas dari kekuasaannya. Untuk dapat di kategorikan sebagai berikut. 1. Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain karena kesalahan orang lain tersebut, misalnya karena dicuri, maka kekuasaan untuk mengambil kembali sangat besar. 2. Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain bukan karena kesalahan orang lain tersebut, misalnya karena di tiup angin kencang, maka kekuasaan untuk mengambil kembali tidak begitu besar. 3. Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain karena kesalahan pihak pemilik sendiri, misalnya karena kelalaiannya maka sampannya di bawa air masuk ketempat orang lain, maka kekuasaan untuk mengambil kembali sampan tersebut sangat kecil.

26 Masuk Kembali ke Rumah/Tanahnya Menguasai kembali barang tidak bergerak (tanah dan atau rumah) dapat juga di lakukan dan hal tersebut tidak dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, Misalnya jika ada penyewa rumah yang sudah habis masa sewa, tetapi pihak penyewa tidak mau meninggalkan rumah tersebut. Maka pemilik rumah tersebut tentunya dapat masuk kembali ke rumahnya, asal tidak sampai menimbulkan kegaduhan (breaking the peace), Apabila diperbolehkan oleh perjanjian sewa untuk masuk dengan kekuatan paksa, maka menggunakan kekuatan paksa tersebut cukup beralasan untuk dilakukan, sejauh dilakukan secara layak dan tidak berlebihan. Akan tetapi hal yang perlu di ingat bahwa tindakan untuk mengambil kembali harta bergerak maupun harta tidak bergerak, tidaklah boleh sampai menimbulkan kegaduha ataupun sampai dianggap melakukan tindakan main hakim sendiri, Karena itu, jika ada persengketaan, maka pengadilanlah yang berhak memutuskan Melaksanakan Disiplin Adakalanya seorang karena jabatannya atau karena pekerjaannya ditugaskan untuk menjaga disiplin tertentu. Dalam hal ini, tindakan mendisiplinkan pihak pihak tertentu tersebut tidak dianggap perbuatan melawan hukum, asal saja dilakukan sampai batas batas yang layak. Misalnya, seseorang guru yang demi mendisiplinkan muridnya sampai memukul muridnya hingga cacat, mak tindakan yang demikian oleh hukum dianggap sudah melampaui penegakan disiplin yang di haruskan kepada seorang penegak disiplin, Akan tetapi jika tindakan guru dalam mendisiplinkan murid muridnya tersebut normal normal saja, maka dia terbebas dari tindakan perbuatan melawan hukum.

27 Ada Persetujuan Korban Persetujuan dari pihak korban (concent) merupakan alasan bagi pelaku untuk mengelak dari tuduhan perbuatan melawan hukum jika pihak korban sudah setuju atas tindakan yang di lakukan oleh pelakunya. Dan perbuatan tersebut memang dilakukan yang berakibat timbulnya kerugian bagi pihak korban, maka pihak korban tidak dapat menuntut ganti rugi dari pelaku perbuatan tersebut. Persetujuan dari pihak korban layak diberlakukan untuk kasus kasus perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan, bukan kasus kasus kelalaian atau tanggung jawab mutlak, Sebagai gantinya untuk kasus kasus kelalaian dan tanggung jawab mutlak, yang pantas diberlakukan adalah doktirn asumsi resiko. Suatu persetujuan dapat di berikan sendiri oleh korban, tetapi dapat juga di berikan oleh orang lain Orang lain yang dapat memberikan persetujuan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pihak keluarga korban jika korban tidak dapat memberikan perstujuan, misalnya jika korban sakit tidak sadarkan diri padahal dokter harus mengoperasinya. 2. Orang tua atau wali untuk anak di bawah umur. 3. Kurator untuk orang sakit ingatan. Bahkan dalam keadaan emergensi. Persetujuan tersebut tidak diperlukan sama sekali. Misalnya, seorang dokter yang harus mengoperasi pasien yang tidak sadarkan diri dan tidak ada keluarganya. Namun hukum modern cenderung untuk melakukan teori objektif. Menurut teori objektif ini, jika ada pertentangan antara apa yang kelihatan (objektif) dengan apa yang ada dalam benak korban yang bersifat subjektif, maka yang berlaku adalah apa yang kelihatan di luar tersebut. Karena hukum tidak mungkin untuk membebankan tugas kepada orang biasa untuk mengetahui pikiran orang lain. Maka ditetapkanlah criteria umum yaitu, Manusia yang normal (reasonable man) pada

28 54 posisi pelaku perbuatan tersebut akan menyimpulkan bahwa korban telah setuju atas perbuatan yang kemidian menimbulkan kerugian tersebut. Disamping persetujuan secara tegas tegas, suatu persetujuan mungkin juga di lakukan secara tersirat. Persetujuan secara tersirat ini dapat terjadi dengan mempertimbangkan factor factor sebagai berikut: 1. Sikap tindak dari korban 2. Kebiasaan setempat 3. Situasi dan kondisi di sekitar perbuatan dilakukan Asumsi Resiko Oleh Pihak Korban Doktrin Asumsi Resiko (Assumption Of Risk ) mengajarkan bahwa jika seorang korban dari perbuatan melawan hukum. Tetapi korban tersebut telah setuju (secara tegas atau tersirat ) secara sukarela untuk menanggung sendiri resiko yang mungkin timbul sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum, maka pihak korban tersebut tidak berhak sama sekali atas ganti rugi atas kerugian karena perbuatannya melawan hukum tersebut. Asumsi resiko tidak lagi melarang secara total perolehan ganti rugi oleh korban, tetapi perolehan ganti rugi menjadi berkurang berdasarkan prinsip kelalaian komparatif (comparative negligence ) Dalam hal ini, pihak korban dinggap ikut mengkontribusi terhadap terjadinya kerugian tersebut.: Asumsi risiko secara tegas Asumsi risiko secara tegas adalah bahwa pihak korban perbuatan melawan hukum dengan tegas menyatakan kepada pelaku perbuatan melawan hukum bahwa jika terjadi risiko apapun, pihak korban siap untuk menanggung sendiri risiko tersebut. Asumsi risiko ini tidak berlaku jika hal tersebut bertentangan dengan ketertiban umum ( Public Policy)

29 55 Asumsi risiko secara tersirat Asumsi risiko tersirat (Implied assumption of risk ) adalah asumsi risiko yang dapat di lihat dari sikap tindak pihak korban dari perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini pihak yang mengasumsikan risiko sadar akan risiko yang akan di hadapinya, tetapi tetap dengan secara sukarela ingin mengasumsikan risiko tersebut. Asumsi risiko secara tersirat ini hanya untuk risiko risiko yang normal atau biasanya terjadi dalam peristiwa yang serupa, bukan untuk risiko yang tidak biasanya atau luarbiasa. Untuk dapat dikatakan adanya suatu asumsi risiko yang tersirat haruslah dipenuhi sekurang kurangnya tiga syarat berikut. 1. Persetujuan dengan informasi yang cukup 2. Manifestasi persetujuan 3. Sukarela menanggung risiko. Persetujuan dengan informasi yang cukup Persetujuan dari korban, meskipun dilakukan secara tersirat haruslah diberikan setelah dia memperoleh informasi yang cukup. Inilah yang disebut informed consent. Dalam hal ini berbeda dengan dalam kelalaian kontribusi, maka sebagai criteria yang pantas digunakan adalah apakah korban benar benar mengetahui, bukan apa yang seharusnya telah dilakukan. Manifestasi persetujuan Meskipun secara tersirat, maka persetujuan haruslah dimanifestasikan, dalam halini dimanifestasikan dari perbuatan dan sikap dari korban. Jadi, jika misalnya, seorang sekedar bermain main di jalan raya sehingga terjadi tabrakan, belum ada

30 56 manifestasi persetujuan kepada risiko, tetapi dia mungkin telah ikut melakukan kelalaina kontribusi. Sukarela menanggung risiko. Dalam mengasumsi risiko, ketika dia akan menerima risiko yang timbul, haruslah dilakukannya secara sukarela tanpa unsur keterpaksaan. Asumsi risiko secra tersirat ini dapat di lihat dari beberapa factor sebagai berikut. 1. Korban masuk masuk ketempat tertentu. 2. Korban tetap tinggal di tempat tertentu. 3. Korban menggunakan alat atau sarana tertentu. Doktrin asumsi risiko sebagai alasan mengelak dari tuduhan perbuatan melawan hukum umumnya dapat dibenarkan dalam kasus kasus kelalaian dan tanggung jawab, mutlak. Dan jarang dipakai untuk kasus kasus dengan unsur kesengajaan, sebagai gantinya, untuk kasus kasus dengan unsur kesengajaan, umumnya yang dipakai adalah alasan adanya persetujuan dari korban Menjalankan Perintah Jabatan Menurut Prof.Wirjono Prodjodikoro, soal berlaku atau tidaknya pembelaan terhadap perbuatan melawan hukum atas dasar perintah jabatan harus dilihat kepada kepatutan sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat ( Wiryono prodjodikoro, 2000: 46 ) Di samping itu persoalan ini harus juga dianalisa berdasarkan teori tanggung jawab pengganti (vicarious liability ), karena ada kemungkinan, justru atasannya yang harus bertanggung jawab eskipun perbuatan tersebut dilakukan oleh bawahannya.

31 57 KUH Pidana menentukan bahwa suatu perintah yang di berikan oleh atasan yang tidak berwenang untuk memberikan perintah itu, tidak dapat menghilangkan kemungkinan dihukumnya orang yang menerima perintah itu, kecuali apabila orang yang menjalankan perintah itu secara jujur mengira bahwa atasannya tersebut berwenang melakukan perintah itu, dan hal melaksanakan perintah tersebut masuk kedalam lingkungan tugasnya pada umumnya Macam-Macam Ganti rugi 46 Dari segi kacamata yuridis konsep ganti rugi dalam hukum dikenal dalam 2 (dua) bidang hukum sebagai berikut: 1. Konsep ganti rugi karena wanprestasi kontrak 2. Konsep ganti rugi karena perikatan berdasarkan undang undang termasuk ganti rugi karena perbuatan melawan hukum. Terdapat juga konsep ganti rugi yang dapat diterima dalam sistem ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, namun terlalu keras jika diberlakukan terhadap ganti rugi karena wanprestasi kontrak misalnya ganti rugi yang menghukum (punitive damages ) yang dapat di terima dengan baik dalam ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, Tetapi pada prinsipnya sulit diterima dalam ganti rugi karena wanprestasi kontrak. Ganti rugi dalam bentuk menghukum ini adalah ganti rugi yang harus diberikan kepada korban dalam jumlah yang melebihi dari kerugian yang sebenarnya,ini dimaksudkan untuk menghukum pihak pelaku perbuatan melawan hukum tersebut.ganti rugi menghukum ini sering disebut juga dengan istilah uang cerdik (smart money) Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum. ( Bandung:Cutra Aditya Bakti, 2005).,hal-133-

32 58 Kedudukan dari korban dari perbuatan melawan hukum berbeda dengan pihak dalam kontrak yang terhadapnya telah dilakukan wanprestasi oleh lawannya dalam kontrak tersebut. Pihak yang telah berani menandatangani kontrak, berarti dia sedikit banyaknya sudah berani mengambil resiko risiko tertentu, termasuk risiko kerugian yang terbit dari kontrak tersebut. Sehingga ganti rugi yang diberikan kepadanya tidaklah terlalu keras berlakunya. Akan tetapi, lain halnya bagi korban dari perbuatan melawan hukum, yang sama sekali tidak pernah terpikir akan risiko dari perbuatan melawan hukum, yang kadang kadang datang dengan sangat mendadak dan tanpa diperhitungkan sama sekali. Karena pihak korban dari perbuatan melawan hukum sama sekali tidak siap menerima risiko dan sama sekali tidak pernah berpikir tentang risiko tersebut, maka seyogyanya dia lebih dilindungi, sehingga ganti rugi yang berlaku kepadanya lebih luas dan lebih tegas berlakunya Sistem Pengaturan Ganti Rugi Oleh KUHPer 47 Kerugian dan ganti rugi dalam hubungannya dengan perbuatan melawan hukum dengan 2 (dua) pendekatan sebagai berikut: 1. Ganti rugi umum 2. Ganti rugi khusus Yang dimaksud ganti rugi umum dalam hal ini adalah ganti rugi yang berlaku untuk semua kasus baik untuk kasus kasus wanprestasi kontrak, maupun kasus kasus yang berkenaan dengan perikatan lainnya termasuk karena perbuatan melawan hukum. Diatur dalam pasal KUH-per. Dalam hal ini untuk ganti rugi tersebut, KUH Perdata secara konsisten untuk ganti rugi digunakan istilah: 1. Biaya 2. Rugi dan 47 Ibid.,hal.142

33 59 3. Bunga. Biaya adalah setiap cost atau uang, atau apapun yang dapat dinilai dengan uang yang telah dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan, sabagi akibat dari wanprestasi dari kontrak atau sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena adanya perbuatan melawan hukum. Rugi atau kerugian ( dalam arti sempit ) adalah keadaan berkurang (merosotnya) nilai kekayaan kreditur karena adanya wanprestasi dari kontrak atau sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena adanya perbuatan melawan hukum. Bunga, adalah suatu keuntungan yang seharusnya diperoleh, tetapi tidak jadi diperoleh oleh pihak kreditur karena adanya wanprestasi dari kontrakatau sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena adanya perbuatan melawan hukum. Dengan begitu, pengertian bunga dalam pasal 1243 KUH Perdata lebih luas dari pengertian bunga dalam istilah sehari hari, yang hanya berarti bunga uang (interst), yang hanya di tentukan dengan presentasi dari hutang pokoknya.pasal 1243 KUH Perdata, ganti rugi khusus, yakni ganti rugi khusus terhadap kerugian yang timbul dari perikatan perikatan tertentu. Dalam hubungan dengan ganti rugi yang terbit dari suatu perbuatan melawan hukum, selain dari ganti rugi dalam bentuk yang umum, KUH Perdata juga menyebutkan pemberian ganti rugi terhadap hal hal sebagai berikut: a) Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (pasal 1365). b) Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1366 dan Pasal 1367 ) c) Ganti rugi untuk pemilik binatang (Pasal 1368) d) Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk ( Pasal 1369)

34 60 e) Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal 1370) f) Ganti rugi karena orang telah luka atau cacat anggota badan (Pasal 1371) g) Ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 sampai dengan Pasal 1380 ) Disamping itu dilihat dari jenis konsekuensi dari perbuatan melawan hukum khususnya perbuatan melawan hukum terhadap tubuh orang maka ganti rugi dapat diberikan jika terdapat salah satu dari unsur unsur sebagai berikut: 1. Kerugian secara ekonomis, misalnya pengeluaran biaya pengobatan dari rumah sakit 2. Luka atau cacat terhadap tubuh korban 3. Adanya rasa sakit secara fisik 4. Sakit secara mental seperti stress, sangat sedih, rasa bermusuhan yang berlebihan, cemas, dan berbagai gangguan mental Persyaratan-persyaratan terhadap ganti rugi menurut KUH Perdata, khususnya ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut: 1. Komponen Kerugian Komponen dari suatu ganti rugi terdiri dari: a) Biaya, b) Rugi, dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jasa Konstruksi 1. Pengertian Jasa Konstruksi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dijelaskan, Jasa Konstruksi adalah layanan jasa

Lebih terperinci

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA (PMHP/OOD) disampaikan oleh: Marianna Sutadi, SH Pada Acara Bimbingan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI Tanggal 9 Januari 2009 Keputusan Badan/Pejabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum keperdataan yang adil dan koheren kiranya penting bagi kelancaran lalu lintas hukum dan sebab itu pula menjadi prasyarat utama bagi tumbuhkembangnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus 1 BAB I PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, baik dalam segi sosial maupun segi ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten)

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) I WANPRESTRASI 1. Prestasi adalah pelaksanaan sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum Perkembangan sejarah hukum tentang perbuatan melawan hukum di negeri Belanda sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang. BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Titel 3 Pasal 1365-1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

Kontrak Tersamar, Unconscionability dan Doktrin Undue Influence

Kontrak Tersamar, Unconscionability dan Doktrin Undue Influence Kontrak Tersamar, Unconscionability dan Doktrin Undue Influence 1. Kontrak Tersamar (implied contract). Tidak semua kontrak dapat terlihat dengan jelas adanya kata sepakat. Namun sampai batas-batas tertentu,

Lebih terperinci

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta Prosiding Seminar Nasional ISBN: 978-602-361-036-5 PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi

Lebih terperinci

KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI

KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI Harumi Chandraresmi (haharumi18@yahoo.com) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Pranoto (maspran7@gmail.com) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) A. DASAR-DASAR PERIKATAN 1. Istilah dan Pengertian Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah Perikatan.

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA Level Kompetensi I Sesuai Silabus Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. Pengertian perikatan diberikan oleh ilmu pengetahuan Hukum

Lebih terperinci

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH*

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Dalam arti Formil: Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah salah satu jenis kualifikasi gugatan dalam hukum perdata berdasarkan Rangkuman Jurisprudensi

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

(Suyadi & Susilo Wardani, 2001: 47).

(Suyadi & Susilo Wardani, 2001: 47). 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Satrio dalam bukunya berpendapat bahwa perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan pihak

Lebih terperinci

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI

BAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI BAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Dasar hukum mengenai perjanjan diatur dalam buku III KUHPerdata tentang perikatan. Didalam KUHPerdata

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

HUKUM PERIKATAN (VAN VERBINTENISSEN) BAB I PERIKATAN PADA UMUMNYA. Bagian 1 Ketentuan-ketentuan Umum

HUKUM PERIKATAN (VAN VERBINTENISSEN) BAB I PERIKATAN PADA UMUMNYA. Bagian 1 Ketentuan-ketentuan Umum HUKUM PERIKATAN (VAN VERBINTENISSEN) BAB I PERIKATAN PADA UMUMNYA Bagian 1 Ketentuan-ketentuan Umum 1233. Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. 1234. Perikatan ditujukan

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana

BAB V PENUTUP. pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat oleh penulis dari penyelesaian sengketa pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK

BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK 1. Karakteristik Klausul Pinjam Pakai dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Perjanjian pinjam pakai merupakan salah satu perjanjian

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM Oleh : Ni Made Astika Yuni I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat hukum yang timbul dari kelalaian

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tinjauan Hukum Mengenai Ganti Rugi Sebagai Pertanggung Jawaban Dalam Perbuatan Melawan Hukum (Studi Kasus Mengenai Kasus Filiana Andalusia Melawan PT. Telekomunikasi Selular) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

Silakan kunjungi My Website

Silakan kunjungi My Website Silakan kunjungi My Website www.mnj.my.id PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH HUKUM PERIKATAN Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi. HUKUM PERIKATAN 1. Definisi Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

PEMBELAAN TERHADAP TUDUHAN MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Fatmah Paparang 1

PEMBELAAN TERHADAP TUDUHAN MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Fatmah Paparang 1 PEMBELAAN TERHADAP TUDUHAN MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUH PERDATA Oleh : Fatmah Paparang 1 A. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami kemajuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Prestasi & Wan Prestasi Dalam Hukum Kontrak

Prestasi & Wan Prestasi Dalam Hukum Kontrak Prestasi & Wan Prestasi Dalam Hukum Kontrak A. Pengertian Prestasi, Wan Prestasi dan Model Model Prestasi Dalam Kontrak Performance pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam kontrak oleh pihak yang telah

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Pengantar Ilmu Hukum Pengertian Pokok dalam Sistem Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Subjek Hukum Adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci