BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Arends (2008:17) menyatakan bahwa belajar merupakan sebuah aktivitas sosial dimana siswa membangun makna yang dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya dan pengetahuan dari pembelajaran yang baru dimana belajar bukan merupakan aktivitas pasif siswa untuk menerima informasi dari guru tetapi siswa aktif membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman dan diskusi. Ausubel (1963) mengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi. Pertama, menyangkut cara penyajian materi yang diterima oleh siswa. Melalui dimensi ini, siswa memperoleh materi/ informasi pelajaran dengan penerimaan dan penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengasimilasi materi/ informasi pelajaran dengan penerimaan dan penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana siswa mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Menurut teori konstruktivisme dalam Pritchard dan Wood (2010:19) belajar merupakan upaya pembangunan pengetahuan oleh siswa dengan mengakumulasi informasi dan menginterpretasikannya dalam relasi dari pengalaman sebelumnya. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah aktivitas sosial yang melibatkan kegiatan aktif siswa dalam membangun konsep dengan mengaitkan pengetahuan yang pernah dipelajari dengan pengetahuan yang baru. 2. Tahapan Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Piaget (1896) dalam Slavin (2006:34) mengungkapkan bahwa belajar terjadi dalam empat tahap, yaitu: 8

2 digilib.uns.ac.id 9 a. Tahap sensori-motor (0-2 tahun). Bayi mengenal dunianya melalui tindakan dan informasi inderawi. Dalam tahap ini, kapasitas untuk membentuk representasi mental internal muncul. b. Tahap pra-operasional (2-7 tahun). Pada tahap ini anak mengambil langkah pertama dari bertindak ke berpikir dengan cara menginternalisasikan tindakan. Hal tersebut ditandai dengan kemampuan anak berpikir secara simbolis. Inovasi lain yang mulai terjadi adalah kemampuan memahami percakapan. c. Tahap operasional konkret (7-12 tahun). Karakteristik dasar pada tahap ini adalah: (a) kesadaran mengenai stabilitas logis dunia fisik; (b) kesadaran bahwa elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan tetapi tetap mempertahankan karakteristik aslinya; dan (c) pemahaman bahwa perubahanperubahan itu dapat dibalik. Operasi penting lain yang dikuasai di tahap ini adalah classification (klasifikasi). Klasifikasi bergantung pada kemampuan anak untuk memfokuskan perhatiannya pada karakteristik objek-objek dan kemudian mengelompokkan objek-objek tersebut menurut karakteristiknya. d. Tahap operasional formal (12+). Pada tahap ini, siswa sudah mampu melihat bahwa situasi riil dan benar-benar dialaminya hanyalah salah satu di antara beberapa kemungkinan situasi. 2. Pembelajaran Matematika Pembelajaran menurut Slavin (2006:166) adalah proses aktif yang berfokus pada informasi penting, memperjelas informasi yang tidak penting, dan menggunakan informasi yang telah dimiliki untuk menentukan suatu konsep. Ausubel (1963) dalam Slavin (2006:190) menyatakan pembelajaran yang bermakna bukan hanya belajar sesuka hati tetapi menghubungkan informasi yang baru dengan informasi atau konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Sedangkan Bergstrom dan O Brief (2001) dalam Slavin (2006:246) menyatakan bahwa pembelajaran menurut pendekatan konstruktivisme dimana siswa berusaha menemukan prinsip-prinsip pembelajaran dengan dirinya sendiri dan dalam

3 digilib.uns.ac.id 10 pembelajaran ini siswa berusaha belajar lebih luas melalui lingkungan yang aktif dengan konsep dan prinsip, dan guru menfasilitasi siswa untuk bereksperimen dan mengkonduksikan pengalaman yang menfasilitasi siswa untuk menemukan prinsip-prinsip pembelajaran. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses aktif siswa dalam membangun konsep matematikanya sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator. Pada implementasi pembelajaran matematika di sekolah, guru harus memahami hakikat matematika sekolah. Ebutt dan Straker (1995) dalam Marsigit (2003) mendefinisikan hakikat matematika sekolah sebagai berikut: a. Matematika merupakan penelusuran pola dan hubungan, hal yang termasuk dalam definisi ini adalah memberikan kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan; memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan berbagai cara; mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb; mendorong siswa menarik kesimpulan umum; membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya b. Matematika merupakan kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, hal yang termasuk dalam definisi ini adalah mendorong inisaitif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda; mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah, dan kemampuan memperkirakan; menghargai penemuan yang di luar perkiraan sebagai hal yang bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan; mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika; mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya; mendorong siswa berpikir refleksif; dan tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja c. Matematika merupakan kegiatan pemecahan masalah (problem solving), hal yang termasuk dalam definisi ini adalah menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang commit timbulnya to user persoalan matematika; membantu

4 digilib.uns.ac.id 11 siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan cara mereka sendiri; membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika; mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten sistematis, dan mengembangkan sistem dokumentai atau catatan; mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk memecahkan persoalan; membantu siswa untuk mengetahui kapan dan bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/ media pendidikan matematika d. Matematika merupakan alat berkomunikasi, hal yang termasuk dalam definisi ini adalah mendorong siswa mengenal sifat matematika; mendorong siswa membuat contoh sifat matematika; mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika; mendorong siswa membicarakan persoalan matematika; mendorong siswa membaca dan menulis matematika; dan menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika Karakteristik siswa belajar matematika di sekolah yang wajib dibangun oleh guru adalah motivasi, karakteristik, dan fungsi sosial. Motivasi merupakan sebuah tindakan yang kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan sikap secara umum terhadap suatu pelajaran. Karakteristik merupakan suatu lapisan dari partisipasi suatu kegiatan dimana pengalaman guru dan interpretasi sosial siswa saling menguntungkan. Sedangkan fungsi sosial menurut penelitian yang dilakukan oleh Stenberg (1985) dalam Pritchard dan Wood (2010) menghasilkan suatu simpulan bahwa kecerdasan sosial berbeda dengan kemampuan akademik dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam praktek kehidupan. Apabila uraian di atas digabungkan, maka dalam pembelajaran matematika di sekolah guru harus menggunakan paham konstruktivisme. Pritchard dan Wood (2010:45) menyatakan konstruktivisme sebagai berikut: Pengajaran konstruktivis terkait dengan pembelajaran yang terdiri dari beberapa hal berikut; berpikir kritis, motivasi, kemerdekaan pebelajar, umpan balik, dialog, bahasa, penjelasan, bertanya, belajar melalui pelajaran, kontekstualisasi, eksperimen, dan pemecahan masalah seharihari. Lesh dan Doerr (2003:16) menyatakan bahwa berpikir matematika merupakan cara berpikir tentang mengkonstruksi, mendesripsikan, menjelaskan,

5 digilib.uns.ac.id 12 memperhitungkan mengenai kuantitas dan objek matematika yang lain, membuat pola dan regularitas dalam sistem yang kompleks serta mempresentasikan sistem yang relevan termasuk varisasi dari menulis, berbicara, mengkonstruksi, menggunakan media, dan mempresentasikan makna untuk memahami konstruksi matematika. Prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme menurut Muijs dan Reynolds (2008:99) adalah sebagai berikut: a. Belajar merupakan sebuah proses aktif b. Anak-anak belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai permasalahan kognitif (permasalahan dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain) melalui pengalaman, refleksi, dan metakognisi c. Belajar merupakan pencarian makna. Dengan demikian guru berusaha mengkonstruksikan berbagai kegiatan belajar mengajar di seputar ide-ide besar dan eksplorasi yang memungkinkan murid untuk mengkonstruksi makna d. Konstruksi pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata. Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman sebaya, guru, orangtua, dan sebagainya, sehingga guru mendorong kerja dan diskusi kelompok e. Siswa secara individual maupun kelompok mengkonstruksikan pengetahuan sehingga guru harus memiliki pengetahuan yang baik tentang perkembangan anak dan teori belajar f. Belajar selalu dikonseptualisasikan g. Belajar merupakan kegiatan eksplorasi dan pengaitan makna dengan materi yang lain h. Mengajar adalah tentang memberdayakan pelajar, dan memungkinkan pelajar untuk menemukan dan melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realitis

6 digilib.uns.ac.id 13 Dalam praktek pengajaran matematika secara konstruktivisme harus memperhatikan elemen-elemen yang terdapat di dalamnya, yaitu: 1) mengaitkan ide-ide dengan pengetahuan sebelumnya, dalam hal ini guru wajib mencari tahu apakah murid-muridnya paham tentang topik tersebut sebelum pembelajaran dimulai; 2) Guru memberikan permodelan atau langkah-langkah kunci dalam pencarian makna yang akan dilakukan oleh siswa, permodelan muncul dalam dua bentuk: 1) permodelan tingkah laku untuk penunjukan langkah-langkah yang kasat mata dan permodelan kognitif untuk proses-proses kognitif yang tidak kasat mata. Murid akan semakin mandiri seiring berjalannya waktu, dan permodelan pun berkurang. Proses tersebut disebut dengan scaffolding; 3) Coaching, proses motivasi yang diberikan kepada murid, menganalisis penampilan mereka dan memberikan umpan balik tentang kinerja mereka; 4) Refleksi, kegiatan ini dilakukan untuk membandingkan hasil pekerjaan siswa dengan teman lainnya atau dengan guru; 5) pembelajaran secara kolaborasi; 6) kegiatan eksplorasi dan menyelesaikan masalah; 7) guru harus bersikap adaptif, yaitu pembelajaran individual untuk mengetahu gaya belajar siswa; dan 8) menekankan adanya cara yang baik untuk mengalihkan murid dari konsepsi bahwa selalu ada sebuah jawaban yang benar, dan akan membantu mereka menjadi lebih bijak dan terlibat dalam pembelajaran yang lebih mendalam. Biggs (1996) dalam Prince dan Felder (2006) menyatakan bahwa pendukung dari konstruktivisme dalam model pembelajaran yang efektif adalah sebagai berikut: a. Model pembelajaran harus diawali dengan materi dan pengalaman yang pernah dimiliki siswa, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara informasi yang baru dengan informasi yang telah dimiliki. Konsep baru yang dipresentasikan harus dikemas dalam aplikasi nyata dan saling berhubungan sehingga siswa tidak berpikir abstrak dan keluar dari konsep. b. Siswa belajar pada Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu area diantara apa yang siswa mampu berpikir dengan dirinya sendiri dan apa yang siswa

7 digilib.uns.ac.id 14 mampu lakukan dibawah bimbingan orang dewasa ataupun melalui kolaborasi sebaya. c. Model pembelajaran harus membantu siswa memenuhi celah dan memperhatikan materi yang dipresentasikan oleh guru. d. Model pembelajaran melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok kecil. 3. Model Pembelajaran Permendikbud No. 103 Tahun 2014 menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintaks, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning (pembelajaran berbasis penemuan), project based learning (pembelajaran berbasis proyek), problem based learning (pembelajaran berbasis masalah), dan inquiry learning (pembelajaran inkuiri). Simon (1995) menyatakan bahwa model pembelajaran menekankan pada interaksi antara rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru, guru, dan aktivitas siswa pada proses pembelajaran di kelas. Joyce, et al. (2009:1) menyatakan model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembangunan jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Sedangkan Hiebert, dkk (2003) menyatakan bahwa model pembelajaran menguraikan sebuah sistem yang dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran menggunakan kegiatan pembelajaran yang berkelanjutan berdasarkan rancangan pembelajaran yang melibatkan pengalaman. Arends (2008:259) menyatakan bahwa model pembelajaran memiliki dua karakteristik, yaitu: a. Model pengajaran mencakup pendekatan pengajaran secara keseluruhan, luas, dan bukan strategi atau teknik tertentu. Model pembelajaran memiliki beberapa atribut diantaranya adanya basis teoritis yang koheren, merekomendasikan berbagai perilaku mengajar, dan adanya ketentuan

8 digilib.uns.ac.id 15 tentang struktur kelas yang dibutuhkan untuk mewujudkan berbagai tipe pembelajaran yang berbeda. b. Model pembelajaran merupakan alat komunikasi yang penting bagi guru karena di dalamnya tergambarkan tujuan pengajaran, sifat lingkungan belajar, adanya sintaksis, serta lingkungan belajar yang dipersyaratkan. Tujuan pengajaran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah hasil yang dicapai siswa, sedangkan sintaksis adalah aliran kegiatan belajar secara keseluruhan. Model pembelajaran sangat penting dalam pembentukan karakter siswa. Joyce, et al. (2009:9) menyatakan bahwa model pembelajaran digunakan untuk meningkatkan kekuatan siswa sebagai pembelajar. Terdapat berbagai istilah dalam dunia pendidikan, yaitu pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, prinsip pembelajaran, teknik pembelajaran, dan model pembelajaran. Arends (2008:259) menyatakan batasan untuk model pembelajaran dengan karakteristik sebagai berikut: a. Model pembelajaran mencakup pendekatan pengajaran secara keseluruhan, yang luas, dan bukan strategi atau teknik tertentu. Model pembelajaran memiliki beberapa atribut diantaranya adanya basis teoritis yang koheren, merekomendasikan berbagai perilaku mengajar, dan adanya ketentuan tentang struktur kelas yang dibutuhkan untuk mewujudkan berbagai tipe pembelajaran yang berbeda. b. Model pembelajaran merupakan alat komunikasi yang penting bagi guru karena di dalamnya tergambarkan tujuan pengajaran, sifat lingkungan belajar, adanya sintaksis, serta lingkungan belajar yang dipersyaratkan. Tujuan pengajaran yang dimaksudkan dalam hal ini adalah hasil yang dicapai siswa, sedangkan sintaksis adalah aliran kegiatan belajar secara keseluruhan. Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan serangkaian instruksi kegiatan yang berisi pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik pembelajaran yang dibuat oleh guru dengan menggunakan sintaks-sintaks tertentu yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

9 digilib.uns.ac.id 16 Model yang dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika seharusnya lebih realistis dan mampu membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Tujuan pengembangan model pembelajaran dalam Hiebert (2003) adalah sebagai berikut: a. Menjadikan siswa terampil matematika b. Mengembangkan pengetahuan, kompetensi, dan meningkatkan efektifitas waktu dari pembelajaran matematika untuk menfasilitasi siswa menjadi terampil matematika Joyce, et al. (2009:58) menyatakan bahwa model pembelajaran memiliki unsur-unsur berikut ini: a. Sintaks, yaitu urutan langkah pembelajaran yang menunjukkan fase-fase atau tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru jika ia menggunakan model pembelajaran tertentu. b. Prinsip reaksi, unsur ini berkaitan dengan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon kepada siswa. Prinsip ini memberi petunjuk bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan pembelajaran. c. Sistem sosial, yaitu pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran (situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam penggunaan model pembelajaran tertentu). d. Sistem pendukung, yaitu segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran secara optimal. e. Dampak instruksional dan dampak pengiring, dampak instruksional merupakan hasil belajar yang dicapai atau yang berkaitan langsung dengan materi pelajaran, sementara dampak pengiring adalah hasil belajar sampingan (iringan) yang dicapai akibat dari penggunaan model pembelajaran tertentu. Pada penelitian ini, unsur yang dikembangkan dalam pengembangan model pembelajaran induktif berbantuan Cabri 3D adalah sintaks model pembelajaran yang merupakan perpaduan dari sintaks model pembelajaran induktif dengan pemanfaatan Cabri commit 3D, sedangkan to user prinsip reaksi, sistem sosial,

10 digilib.uns.ac.id 17 sistem pendukung, serta dampak instruksional dan pengiring disusun oleh peneliti sebagai unsur yang diharapkan muncul pada saat implementasi maupun setelah implementasi model pembelajaran induktif berbantuan Cabri 3D. 4. Model Pembelajaran Induktif Pembelajaran Induktif merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Hilda Taba. Prince dan Felder (2007) menyatakan bahwa model pembelajaran induktif dimulai dengan guru memberikan tantangan pada siswa untuk melakukan berbagai kegiatan khusus, seperti melakukan percobaan untuk mendapatkan data kemudian diinterpretasi, analisis permasalahan, dan menyelesaikan permasalahan matematika sehari-hari. Siswa dengan cepat mengenali kebutuhan dari fakta, keterampilan, dan pemahaman konseptual dimana peran guru memberikan fasilitas siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran tersebut mampu membantu guru dalam memberikan tantangan pada siswa sehingga siswa akan mencari tahu bagaimana menyelesaikan tantangan yang diberikan oleh guru. Moor dan Piergiovanni (2003) menyatakn bahwa model pembelajaran induktif dimulai dari bagian terkecil dan membangun ketentuan umum. Model pembelajaran ini berlawanan dengan kebiasaan guru yang mengajar dari ketentuan umum menuju bagian terkecil. Hesketh, et al. (2002) menyatakan bahwa model pembelajaran induktif merupakan model dimana siswa melakukan observasi kemudian memberikan dugaan untuk prinsip umum. Pendekatan saintifik juga dimulai dengan pembelajaran induktif ketika ilmuwan merumuskan keumuman yang menjelaskan observasi mereka. Pada pembelajaran induktif, siswa membutuhkan motivasi untuk materi teoritis. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran induktif adalah suatu kegiatan pembelajaran, dimana guru bertugas menfasilitasi siswa untuk menemukan suatu kesimpulan sebagai aplikasi hasil belajar melalui tahap pembentukan konsep, interpretasi data, dan penerapan prinsip.

11 digilib.uns.ac.id 18 Taba (1965) dalam Joyce, et al. (2002) membangun model pembelajaran induktif dengan pendekatan yang didasarkan pada tiga sumsi, yaitu: a. Proses berpikir dapat dipelajari dan mengajar berarti membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui latihan. b. Proses berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dengan data. Hal tersebut berarti siswa menyampaikan sejumlah data dari beberapa domain pelajaran. Siswa menyusun data ke dalam sistem konseptual, menghubungkan poin-poin data dengan data yang lain, membuat generalisasi dari hubungan yang mereka temukan, dan membuat kesimpulan dengan hipotesis, meramalkan, dan menjelaskan fenomena. c. Mengembangkan proses berpikir dengan urutan yang sah menurut aturan. Postulat Taba menyatakan bahwa untuk menguasai keterampilan berpikir tertentu, pertama seseorang harus menguasai satu keterampilan tertentu sebelumnya, dan urutan tersebut tidak dapat dibalik. Prince dan Felder (2006) menyatakan bahwa dasar dari model pembelajaran induktif adalah paham konstruktivisme, struktur kognitif siswa, perkembangan kecerdasan dan pendekatan pembelajaran, dan model pembelajaran berbasis siklus. Pembelajaran berbasis siklus dalam Prince dan Felder (2006) terdiri dari beberapa langkah, yaitu: 1) Siswa dihadapkan pada kesempatan yang diskenario oleh guru untuk mengetahui materi dan keahlian termasuk pembelajaran objektif. 2) Siswa merumuskan pemikiran awal, refleksi pada apa yang mereka telah ketahui dan membangun konsep dari kesempatan dan menggeneralisasi ide tentang bagaimana siswa menempatkan kesempatan tersebut. 3) Sumber pembelajaran yang beranekaragam 4) Evaluasi pada model pembelajaran ini terdiri dari evaluasi dan diskusi siswa, mengerjakan tugas rumah yang diberikan, menyampaikan rangkuman pembelajaran, dan melaksanakan ujian. 5) Wrap-Up dilaksanakan dengan cara siswa menyampaikan laporan pembelajaran di akhir pembelajaran.

12 digilib.uns.ac.id 19 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bransford (2000), pendukung dari model pembelajaran induktif dan paham konstruktivisme adalah sebagai berikut: 1) Semua pembelajaran melibatkan transfer informasi yang didasarkan pada pembelajaran sebelumnya. Model pembelajaran induktif menjelaskan bahwa informasi baru yang dibangun oleh siswa dimana informasi tersebut memiliki hubungan dengan informasi yang telah dimiliki siswa merupakan struktur kognitif. Pembelajaran induktif merupakan pembelajaran dignostik, yaitu pembelajaran diatur untuk menemukan apa yang siswa pikirkan dalam hubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh siswa, mendiskusikan miskonsepsi siswa, dan memberikan situasi dimana siswa difasilitasi untuk berpikir tentang faktor yang berguna menumbuhkan ide dan pemikiran siswa. Ide dan pemikiran siswa dapat ditumbuhkan dengan cara guru membantu siswa dalam mengorganisasikan ide atau pemikiran mereka. Fraenkel (1992) menyatakan terdapat lima kriteria yang berfungsi untuk mengorganisasi ide atau pemikiran siswa, yaitu: a) Signifikan, faktor ini berarti apakah pemikiran mempresentasikan sebuah hubungan penting antara aspek pembelajaran dengan aspek dalam kehidupan siswa. b) Kekuatan penjelasan, faktor ini berarti apakah pemikiran siswa tersebut membantu siswa memahami dan menjelaskan masalah penting yang dihadapi saat ini. c) Ketepatan, faktor ini berarti apakah pemikiran siswa tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan, menarik, dan kematangan siswa. d) Ketepatan waktu, faktor ini berarti apakah pemikiran siswa tersebut sangat penting. e) Keseimbangan, faktor tersebut berarti akankah ide tersebut meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami fakta dan kejadian. 2) Pembelajaran menjadi lebih termotivasi ketika siswa mampu melihat kebermanfaatan dari apa yang dipelajari dan siswa dapat menggunakannya untuk melakukan sesuatu yang commit memiliki to user pengaruh bagi pengetahuan.

13 digilib.uns.ac.id 20 3) Lingkungan dimana pengetahuan dan keterampilan didapatkan dari suatu pembelajaran dimana akan tertransfer pada setting pekerjaan nyata sebagai fungsi dari kesamaan dua lingkungan. Pengorganisasian pembelajaran melalui masalah autentik, projek, dan kasus membantu siswa untuk menghasilkan perbedaan sehingga membuat lingkungan transfer dengan tujuan guna meningkatkan motivasi belajar siswa seperti yang telah dijelaskan. Memastikan kelompok kecil menampilkan tugas-tugas yang dibutuhkan dalam pembangunan konsep yang berguna untuk membantu mengembangkan keahlian kerja suatu kelompok dan pekerjaan tersebut diorganisasi dengan jalan menjamin akuntabilitas individu untuk semua pembelajaran. 4) Membantu perkembangan metakognisi siswa, yaitu pengetahuan bagaimana siswa belajar, memperbaiki lingkungan transfer informasi yang mereka pelajari. Metode ini menfasilitasi kegiatan pemecahan masalah siswa. Hal tersebut bertujuan membentuk pengertian dari informasi baru yang ditemukan siswa untuk meningkatkan pertanyaan ketika siswa tidap mampu dan sebagai akses untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dan keahlian guna membantu keahlian metakognisi. Felder dan Brent (2004) menyatakan bahwa karakteristik dari tingkat perkembangan intelektual tertinggi dan sebuah pendalaman pendekatan pembelajaran yang melibatkan tanggung jawab dari pembelajaran siswa dan pertanyaan terbimbing daripada hanya menerima penjelasan dan guna memahami pengetahuan yang baru dalam arti pengetahuan priori dan pengalaman. Hal tersebut juga berguna meningkatkan perkembangan kecerdasan. Permasalahan autentik dan pembelajaran dengan menggunakan masalah dapat memotivasi siswa dengan cara membantu siswa menggunakan materi yang sesuai dan memelihara minat dan keaktifan siswa selama pembelajaran. 4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Induktif Kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran induktif adalah sebagai berikut:

14 digilib.uns.ac.id 21 a. Siswa lebih aktif terlibat dalam pembelajaran, sehingga siswa lebih perhatian dan termotivasi terhadap proses pembelajaran. b. Pembelajaran induktif memungkinkan kegiatan diskusi dan kolaborasi siswa. c. Pembelajaran induktif memungkinkan penguatan struktur mental yang ada pada siswa. d. Bay, et al. (1990) menyatakan bahwa melalui pembelajaran induktif, siswa memiliki daya ingat dan pemahaman konsep yang lebih lama dan kuat daripada menggunakan model pembelajaran deduktif. e. Felder (1993) menyatakan bahwa siswa mampu memahami hubungan dan pola antardisiplin ilmu. Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh model pembelajaran induktif adalah sebagai berikut: a. Felder (1993) menyatakan bahwa kelemahan pembelajaran induktif adalah siswa membutuhkan lebih banyak waktu untuk membangun konsep daripada menggunakan model pembelajaran deduktif. b. Fraenkel (1992) menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mengorganisir data, ide, dan pemikiran dalam menyusun kesimpulan. c. Mastropieri, et al. (1997) menyatakan bahwa pembelajaran induktif kurang efektif untuk mengembangakan konsep siswa yang memiliki kesulitan belajar tanpa dukungan struktural dari guru. d. Bay, et al. (1990) menyatakan bahwa pertanyaan open-ended pada pembelajaran induktif memberikan tantangan keras bagi siswa yang memiliki kesulitan belajar. 5. Sintaks Model Pembelajaran Induktif Joyce, et al. (2002) dan Fraenkel (1992) menyatakan bahwa tahapantahapan model pembelajaran induktif meliputi pembentukan konsep, interpretasi, dan penerapan prinsip. Dalam pembelajaran induktif penyajiannya terbagi dalam lima tahap, yaitu fase pengenalan pembelajaran, fase open-ended, fase konvergen, fase penutup, dan fase aplikasi.

15 digilib.uns.ac.id 22 Sintaks model pembelajaran induktif menurut Fraenkel (1992) adalah sebagai berikut: a. Pembentukan Konsep Joyce, et al. (2000) menyatakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah mengidentifikasi dan menyebutkan data satu persatu. Data yang relean dimasukkan ke dalam topik atau masalah, mengelompokkan data dalam kategori yang sejenis, dan mengembangkan label-label dari setiap kategori. Fraenkel (1992) menyatakan bahwa aktivitas guru dalam tahap ini adalah mendemonstrasikan variasi contoh dan bukan contoh dari konsep yang akan dipelajari dan siswa diminta untuk menentukan perbedaan keduanya. b. Interpretasi Data Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap interpretasi data menurut Joyce, et al.. (2000) adalah mengidentifikasi dimensi-dimensi yang saling berhubungan, menjelaskan dimensi-dimensi yang saling berhubungan, dan membuat inferensi atau kesimpulan. Fraenkel (1992) menyatakan tugas guru pada tahap ini adalah guru dapat meminta siswa untuk mengidentifikasikan hubungan dari berbagai macam jenis data. c. Penerapan Prinsip Kegiatan pada tahap penerapan prinsip menurut Joyce, et al. (2000) adalah memprediksi akibat, menjelaskan fenomena yang tidak lumrah dan melakukan hipotesis, menjelaskan temuan yang mendukung hipotesis, dan menguji perkiraan. Tugas guru dalam tahap ini adalah meminta siswa untuk mengaplikasikan konsep yang elah dibangun untuk menyelesaikan dan memprediksi kebermanfaatan konsep dalam menyelesaikan situasi yang baru. Dampak pengiring dari pembelajaran induktif menurut Joyce, et al. (2000) adalah semangat untuk menemukan, adanya kesadaran akan hakikat pengetahuan, dan berpikir logis. Pada proses pembelajaran induktif, kegiatan siswa untuk mengaplikasikan konsep yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang baru adalah diskusi kelompok. (STAR Legacy module; Prince dan Felder (2006)).

16 digilib.uns.ac.id 23 Dalam model pembelajaran induktif, guru berperan bukan hanya sebagai pengajar melainkan sebagai fasilitator dan moderator (Slavin, 2006:233). Hal tersebut berarti guru bertugas untuk menfasilitasi siswa dalam membangun konsep dan kerja kelompok siswa. 6. Intuisi Matematika Siswa Zeev (2002) menyatakan bahwa intuisi merupakan alat yang mampu membantu menfasilitasi pemecahan masalah matematika abstrak yang berkaitan dengan akibat dari psikologi pendidikan. Melalui hakekat intuisi matematika, seseorang mampu membantu mengimprovisasi pemahaman dan keahlian berpikir formal dan informal seseorang serta menghasilkan materi instruksional yang lebih efektif. Hadamard (1954) menyatakan intuisi matematika merupakan sebuah alat untuk memahami pembuktian dan mengkonseptualkan suatu masalah matematika. Berdasarkan pandangan filsafat, Westcott (1968:22) menyatakan classicalintuitionist melihat intuisi sebagai hal spesial dengan realitas prima, menghasilkan sebuah sinyal dari kesatuam pokok, kebenaran keindahan, kepastian sempurna, dan harapan. Berdasarkan pandangan ini, intuisi merupakan pendapat antitesis. Sedangkan menurut pandangan inferential-intuitionist, intuisi merupakan produk dari pengalaman priori dan pendapat seseorang. Fischbein (1987) menyatakn bahwa terdapat dua jenis kognisi yang digunakan untuk memformulasikan pengetahuan matematika, yaitu kognisi formal dan kognisi intuitif. Kognisi formal merupakan proses memformulasikan pengetahuan matematika melalui pengaitan antara notasi dan simbol dengan ideide matematika memerlukan aktivitas mental yang dikontrol oleh logika matematika dan bukti matematika baik melalu induksi maupun deduksi matematika, namun kognisi formal tidak menjelaskan setiap langkah berpikir dalam aktivitas matematika. Sedangkan, kognisi intuitif (intuisi) merupakan kognisi yang dapat diterima langsung tanpa proses pembenaran. Roh (2005) dalam Suslany (2013) menyatakan bahwa terdapat proses mental (kognisi) berbeda selain kognisi formal dalam mengoperasikan kegiatan atau aktivitas matematika yang disebut dengan kognisi commit intuitif to user (intuisi). Sedangkan Budi Usodo

17 digilib.uns.ac.id 24 (2012) menyatakan bahwa hanya menggunakan proses berpikir analitik dan logika saja belum tentu selalu diperoleh jawaban dari masalah, karena dalam memecahkan masalah terkadang diperlukan dugaan atau klaim suatu pernyataan tanpa harus membuktikan, yaitu kognisi intuitif (intuisi). Selain itu, Fischbein (1987) menyatakan bahwa kognisi intuitif (intuisi) tidak bergantung pada pembelajaran tetapi sebagai efek dari pengalaman pribadi. Windu (2011) dalam Suslany (2013) menyatakan bahwa intuisi dapat bekerja ketika alam di bawah sadar menemukan hubungan antara situasi baru yang dihadapi dengan berbagai pola pengalaman di masa lalu. Bruner (1974) dalam Budi Usodo (2012) menyatakan bahwa intuisi merupakan tindakan seseorang menggapai makna atau struktur suatu masalah, yang tidak menggantungkan secar eksplisit pada analisis bidang keahliannya. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa intuisi matematika adalah kognisi yang dapat diterima secara langsung tanpa pembenaran yang merupakaan dugaan dalam memecahkan masalah yang bekerja ketika menemukan hubungan antara situasi baru dengan berbagai pola pengalaman di masa lalu. Intuisi memiliki peranan penting dalam matematika. Pada umumnya intuisi memiliki berbagai makna. Intuisi merupakan dasar dari perkembangan konsep matematika. Zeev (2002) menyatakan peran dari pemikiran intuitif adalah mengembangkan kreativitas, pembuatan keputusan, dan pemecahan masalah. Ketika hal tersebut dihubungkan dengan intuisi geometri dalam hubungannya dengan intuisi yang sensible, sebuah a posteriori, contohnya dalam pengambilan data (dalam menggambar grafik). Mack (1990) dan Resnick (1986) dalam Benzeev dan Star (2002) menyatakan terdapat fokus tertentu dalam mengkover pengetahuan awal siswa dalam tujuannya untuk membentuk hubungan antara pembelajaran sekolah, pengetahuan formal, dan intuisi informal siswa. Menurut Zeev (2002) terdapat beberapa kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan intuisi, yaitu sebagai berikut: 1. Induksi dari pembelajaran berdasarkan contoh, dalam proses pembelajaran ini, guru menggunakan contoh commit to seperti user media nyata yang mampu

18 digilib.uns.ac.id 25 mengilustrasikan konsep dan prosedur. Berkaitan dengan langkah ini, guru dapat menggunakan bantuan media berbasis komputer dalam menkonkritkan bangun ruang tiga dimensi, sebagai contoh Cabri 3D. Hal tersebut dapat dimanfaatkan karena tidak semua permasalahan di matematika mampu dicontohkan dengan kegiatan sehari-hari ataupun dikonkritkan dengan benda nyata. 2. Skema dalam pembelajaran, dalam hal ini Mayer (1982) menyatakan bahwa apabila siswa dihadapkan pada suatu masalah matematika, maka ia akan cenderung mengubah permasalahan tersebut ke dalam bentuk permasalahan umum yang pernah dihadapi sebelumnya. Permasalahan umum tersebut diasosiasikan dengan bentuk skema yang baik. Skema merupakan jaringan terintegrasi dari pengetahuan yang terletak dalam memori jangka panjang dan memungkinkan seseorang untuk memanggilnya kembali, memahami, dan menghasilkan suatu capaian. Lewis dan Anderson dalam Zeev (2002) menyatakan bahwa sekelompok skemata yang termasuk deteksi dari hubungan antara sebuah permasalahan dan suatu algoritma yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah disebut operator-skemata. 3. Fokus pada tindakan, siswa membutuhkan pendekatan khusus pada pembelajaran yang melibatkan simbol-simbol matematika yang berarti matematika bergantung pada intuisi. Hal tersebut merupakan tindakan (himpunan refleksi dari suatu tindakan) prosedur dimana siswa harus mengembangkan prosedur matematika (intuisi). Guru dapat menfasilitasi siswa membangun dan menguatkan intuisi matematika di kelas dengan cara penemuan dan manipulasi pembelajaran (Zeev, 2002). Fischbein (1989) menyatakan bahwa selama proses penemuan, siswa secara siklis melakukan proses eksperimen diikuti dengan refleksi. Nilai dari pendekatan penemuan bukan terletak hanya pada kegiatan penemuannya, melainkan proses berpikir yang dilakukan siswa selama kegiatan penemuan tersebut. Zeev (2002) menyatakan meskipun penemuan berdasar pada kegiatan eksperimen dan refleksi tetapi pendekatan tersebut membutuhkan ketertarikan

19 digilib.uns.ac.id 26 siswa, motivasi, dan reward di dalamnya. Sedangkan manfaat dari kegiatan manipulasi pembelajaran matematika adalah memungkinkan siswa membangun sebuah hubungan dalam proses eksperimen (memanipulasi benda nyata), sebagai contoh, melalui kegiatan pemecahan masalah. Manipulasi memungkinkan siswa untuk membentuk pola, hubungan, dan kuantitas. Melalui pembentukan pola dan hubungan maka matematika mampu lebih abstrak dalam pemikiran siswa. Zeev (2002) menyatakan bahwa intuisi dapat dipelajari. Ia juga menyatakan bahwa pemikiran memiliki peranan penting dalam sebuah intuisi (pandangan inferential-intuisionist). Siswa memasuki sekolah formal dengan berbagai variasi kemampuan matematika dan intuisi dimana siswa tidak hanya membangun pengetahuan matematika dan menguatkan intuisi sebelumnya tetapi juga mengembangkan intuisi lanjut. Fischbein dalam Budi Usodo (2012) menyatakan karakteristik umum dari kognisi intuitif dalam matematika yang merupakan sesuatu yang sangat mendasar dan yang sangat nampak dari suatu kognisi intuitif. Karakteristik intuisi tersebut adalah: 1. Kognisi langsung, kognisi self evident (direct, self evident cognitions) Intuisi merupakan kognisi yang diterima sebagai feeling individu tanpa membutuhkan pengecekkan dan pembuktian lebih lanjut. Sebagai contohnya adalah jarak terdekat antara dua titik adalah garis lurus. 2. Kepastian intrinsik (intrinsic certainty) Intuisi feeling tertentu dari kepastian intrinsik. Pernyataan tentang garis lurus pada item nomor 1 adalah subjektif, terasa seperti sudah suatu ketentuan. Intrinsik bermakna bahwa tidak ada pendukung eksternal yang diperlukan untuk memperoleh semacam kepastian langsung (baik secara formal maupun empiris) 3. Pemaksaan (coerciveness) Intuisi yang menggunakan efek memaksa pada strategi penalaran individual dan pada seleksinya dari hipotesis dan penyelesaian. Hal ini berarti bahwa

20 digilib.uns.ac.id 27 individu cenderung menolak interpretasi alternatif yang akan mengkontradiksi intuisinya. 4. Peramalan (extrapolativeness) Intuisi yang kaitannya dengan kemampuan untuk meramalkan di balik suatu pendukung empiris. Sebagai contohnya adalah pernyataan melalui suatu titik di luar garis hanya digambar satu dan hanya satu garis sejajar dengan garis tersebut. Mengekspresikan kemampuan ekstrapolasi dari intuisi. 5. Keseluruhan (globality) Intuisi yang berlawanan dengan kognisi yang diperoleh secara logika, berurutan dan secara analitis. Fischbein (1987) juga mengemukakan karakteristik intuisi lain disebut karakteristik intuisi antisipatori, yaitu karakteristik intuisi yang berkaitan untuk memecahkan masalah. Karakteristik dari intuisi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Intuisi tersebut muncul selama berusaha keras untuk memecahkan masalah 2. Intuisi tersebut menyajikan karakter global 3. Intuisi tersebut bertentangan dengan dugaan pada umumnya, dan intuisi ini berasosiasi dengan keyakinan, meskipun pembenaran secara rinci atau bukti belum ditemukan Tieszen (1989) intuisi matematika berhubungan dengan kegiatan induksi, yaitu keduanya tidak bergantung pada tanda konfigurasi. Sebagai contoh ketika seseorang ingin mengetahui bahwa suatu kesimpulan yang didapatkan secara induktif benar, ia harus menggunakan intuisinya yang tidak dapat dibuktikan secara praktis. Kant (1783), berpendapat bahwa geometri seharusnya berlandaskan pada intuisi keruangan murni. Jika dari konsep-konsep geometri kita hilangkan konsepkonsep empiris atau penginderaan, maka konsep konsep ruang dan waktu masih akan tersisa; yaitu bahwa konsep-konsep geometri bersifat a priori. Namun Kant menekankan bahwa konsep-konsep geometri hanya akan bersifat sintetik a priori jika konsep-konsep itu hanya menunjuk kepada obyek-obyek yang

21 digilib.uns.ac.id 28 diinderanya. Jadi di dalam intuisi empiris terdapat intuisi ruang dan waktu yang bersifat a priori. Sejauh intuisi yang dipahami Kant, ruang hanya mempunyai dimensi 3, karena tidak lebih dari tiga garis dapat berpotongan sehingga ketiga-tiganya membentuk sudut siku-siku. Kant menyimpulkan bahwa untuk memperoleh konsep garis lurus kita harus menggunakan intuisi murni yang bersifat a priori. Dengan demikian, menurut Kant, geometri merupakan ilmu pengetahuan yang menentukan sifat-sifat keruangan secara sintetik namun a priori. Sintetik berarti bahwa konsep-konsep geometri tidak dapat dikonstruksi hanya dari konsep murni saja, tetapi harus berpijak pada intuisi murni yang terjadi sebelum mempersepsi obyek, sehingga intuisinya memang bersifat murni dan tidak empiris. Menurut Kant (1783), prinsip-prinsip geometri bersifat apodiktik, yaitu dapat ditarik secara deduktif dari premis-premis yang mutlak benar. Pernyataan ruang hanya berdimensi 3 tidak dapat dipahami hanya dengan intuisi empiris. Kant (1783) mempunyai argument yang kuat bahwa proposisi-proposisi geometri bersifat sintetik a priori. Menurutnya jika tidak demikian, yaitu jika proposisi geometri hanya bersifat analitik maka geometri tidak mempunyai validitas obyektif, yang berarti geometri hanya bersifat fiksi belaka. Kant (1783) menyatakan konsep matematika yang diperoleh tidaklah bersifat empiris melainkan bersifat murni. Pengetahuan geometri yang bersifat sintetik a priori menjadi mungkin jika dan hanya jika konsep keruangan dipahami secara transendental dan menghasilkan intuisi a priori. Pada saat siswa dihadapkan pada masalah matematika, yang menuntut untuk segera ditemukan penyelesaiannya, mungkin saja siswa tersebut dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan segera apabila ia telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik mengenai masalah tersebut (Krulik dan Robert, 1980) atau bahkan ia mengalami kebuntuan dalam menyelesaikannya, tentu ia cenderung berusaha menyajikan dengan perantara (gambar, grafik, atau coretan-coretan lainnya) agar secara intuitif mudah diterima dan dipahami (Zeev, 2002). Perantara tersebut biasanya disebut model.

22 digilib.uns.ac.id 29 Model merupakan suatu alat yang esensial untuk membantu seseorang memahami suatu objek atau konsep tertentu. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian intuisi dan model dapat disimpulkan penalaran intuitif dapat diartikan sebagai suatu sarana untuk memudahkan seseorang memahami objek atau konsep secara intuitif, pada saat objek atau konsep tersebut sulit untuk dipahami atau dibayangkan. Pada sisi lain, model intuitif tidak harus berupa refleksi langsung dari realitas konkret, namun bisa juga berdasarkan interpretasi abstrak dari suatu realitas. Sebagai contoh, grafik yang merepresentasikan sebuah fungsi merupakan model intuitif untuk fungsi dan fungsi tersebut merupakan model abstrak dari sebuah fenomena tertentu. Adapun model penalaran intuitif selanjutnya disebut model intuitif. Beberapa klasifikasi tentang metode yang berdasarkan model intuitif yang ditawarkan pada penelitian ini mengacu pada pendapat Fischbein (1987), yaitu model implicit, model analogy, model pragmatic, dan model digrammatic. Model eksplisit sering digunakan oleh seseorang untuk menentkan model untuk memudahkan atau mengarahkan dalam menyelesaikan masalah. Sebagai contoh, seseorang membuat alat peraga untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Model analogi dan paradigmatik yaitu model yang digunakan untuk dua konsep yang berbeda, namun sistem konsep yang satu juga dimiliki oleh sistem yang lain. Model diagrammatik menganggap bahwa diagram atau grafik merupakan representasi dari suatu fenomena dan keterkaitannya. 5. Intuisi dalam Pemecahan Masalah Siswa SMA Fischbein (1987:201) menyatakan intuisi antisipatori (pemecahan masalah) merupakan asumsi atau konjektur yang diklasifikasikan secara eksplisit dalam aktivitas pemcahan masalah. Sebuah intuisi antisipatori merupakan pendahuluan, pandangan global dari sebuah solusi dari suatu permasalahan, yang dilaksanakan untuk mendahului usaha analitis, mengembangkan suatu solusi meskipun solusinya tidak didapatkan secara commit langsung. to user

23 digilib.uns.ac.id 30 Tversky dan Kahneman (1974) menyatakan bahwa terdapat intuisi pemecahan masalah yang didapatkan mulai dari heuristik yang relatif sederhana, sehingga intuisi pemecahan masalah terlibat pada situasi saat ini ditinjau dari kesamaan dan perbedaannya dengan pengalaman masa lalu. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa intuisi antisipatori merupakan intuisi yang dimanfaatkan dalam aktivitas pemecahan masalah dimana dalam penggunaannya intuisi ini muncul ketika seseorang berusaha keras untuk memecahkan memecahkan suatu masalah dengan menghubungkan permasalahan dengan kesamaan dan perbedaanya dengan pengalaman masa lalu meskipun solusinya tidak didapatkan secara langsung. Karakteristik dari intuisi antisipatori menurut Fischbein (1987:62) adalah sebagai berikut: a. Intuisi antisipatori merupakan persiapan dari pandangan global yang mendahului suatu pemikiran yang analitis dan mengembangkan solusi dari suatu permasalahan. b. Intuisi antisipatori tidak hanya membantu mengingat fakta tetapi merupakan sebuah penemuan yang merupakan solusi dari suatu permasalahan dan merupakan usaha dalam pemecahan masalah sebelumnya. c. Intuisi antisipatori merupakan sebuah tahap pada proses pemecahan masalah yang harus diikuti oleh sebuah usaha yang analitis. d. Intuisi antisipatori merupakan sebuah dugaan pasti yang didapatkan setelah dilakukan setelah tahap analisis dilakukan. Usaha pemecahan masalah tersebut muncul sebagai ketentuan, kepercayaan, kepastian, dan secara global dapat dipahami. e. Intuisi antisipatori digunakan sebagai kontrol analitis. Budi Usodo (2012) menyatakan bahwa terdapat karakteristik intuisi dalam memecahkan masalah matematika siswa SMA, yaitu sebagai berikut: a. Siswa menggunakan intuisi afimatori yang bersifat langsung dalam memahami masalah matematika, yaitu langsung memahami dari teks soal b. Siswa menggunakan intuisi antisipatori dalam membuat rencana penyelesaian, yaitu siswa menggunakan rumus yang diperolehnya dari

24 digilib.uns.ac.id 31 pemahaman teks soal secara langsung dan siswa tidak dapat menjelaskan secara rinci mengapa menggunakan rumus tersebut c. Siswa memeriksa jawaban menggunakan intuisi antisipatori yang mempunyai karakteristik bertentangan dengan dugaan pada umumnya dan berupa pemikiran induktif d. Beberapa siswa tidak menggunakan intuisi baik dalam memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, maupun memeriksa jawaban Di lain pihak, Polya (1973) dalam Budi Usodo (2012) menyatakan prosedur memecahkan masalah terdiri dari empat langkah, yaitu menganalisis dan memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah, dan mengecek solusi suatu permasalahan. Meskipun siswa menguasai langkahlangkah penyelesaian masalah, tetapi siswa masih mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, sehingga dibutuhkan intuisi. Berkaitan dengan penggunaan intuisi dalam pemecahan masalah, maka keberadaan intuisi dapat dilacak dari tahap pemecahan masalah. Intuisi yang digunakan siswa pada setiap tahap pemecahan masalah pada penelitian ini dilacak menggunakan wawancara terhadap intuisi yang digunakan siswa pada pemecahan masalah untuk tugas dimensi tiga yang diberikan oleh peneliti. Intuisi antisipatori memiliki hubungan dengan visualisasi. Hal tersebut disebabkan karena visualisasi memiliki peranan penting dalam membentuk kognisi segera, khususnya pada materi dimensi tiga. Suslany (2013) dan Hershkowitz (1989) menyatakan bahwa visualisasi merupakan kemampuan, proses, dan produk dari kreasi, interpretasi, penggunaan, dan refleksi gambar, diagram di dalam pikiran di atas kertas atau dengan teknologi dengan tujuan menggambarkan dan mengkomunikasikan informasi, memikirkan dan mengembangkan ide-ide yang sebelumnya tidak diketahui dan memajukan pemahaman. Alasan yang lain juga diungkapkan oleh Hibert dan Vossen (1983) dan Suslany (2013) mengatakan bahwa dengan menggunakan bantuan imajinasi visual dapat memperjelas fakta yang beragam dari masalah geometri, artinya

25 digilib.uns.ac.id 32 dalam mengkonstruksi pengertian intuitif dibutuhkan visualisasi sebagai dasar dalam penalaran intuitif yang diperlukan dalam pembentukan konsep matematika. Dalam proses pembelajaran, ilustrasi visual merupakan faktor penting pembentukan kognisi segera, tetapi kognisi segera bukan merupakan kondisi yang cukup untuk menghasilkan struktur khusus dari kognisi intuitif. Fischbein (1987:200) menyatakan representasi visual yang konkret melibatkan kerja individu secara umum lebih baik daripada sebuah konsep atau deskripsi formal sehingga ilustrasi mental dan representasi visual memainkan peran penting dalam aktivitas kretif dalam matematika, khususnya dimensi tiga. Visualisasi yang dimaksud tidak hanya berarti melihat akan tetapi ilustrasi merupakan representasi dinamis dan konstruktivis. Selain itu, pentingnya visualisasi juga dikatakan dalam Teori belajar Piaget dalam Suslany (2013) menyatakan bahwa ada beberapa yang dibutuhkan pelajar agar ia mudah memahami matematika, yaitu: a. Melakukan eksperimen dengan tangannya sendiri (konkret), dengan menggunakan manipulasi bentuk-bentuk geometri dengan papan geometri, bentuk kotak-kotak dan lain sebagainya, b. Menggunakan hubungan antara tangan dengan visualisasi gambar atau menggunakan model yang semikonkret misalnya menggambar atau menggunakan sketch software pada komputer, atau untuk menggambar grafik dapat dengan menggunakan kalkulator grafik, c. Memiliki pemahaman yang abstrak terhadap konsep-konsep dengan melihat gambar dan simbol dari konsep matematika. Sedimikian sehingga dalam mengembangkan intuisi antisipatori dibutuhkan media pembelajaran yang mampu meningkatkan visualisasi siswa, yaitu Cabri 3D. 6. Peran Intuisi Pemecahan Masalah dalam Keberhasilan Pembelajaran Matematika Intuisi pemecahan masalah juga disebut sebagai intuisi antisipatori. Intuisi antisipatori juga merupakan asumsi commit tetapi to user diklasifikasikan sebagai aktivitas

26 digilib.uns.ac.id 33 pemecahan masalah. Intuisi antisipatori berarti sebuah tahap pada proses dari pemecahan masalah dimana pada intuisi tersebut harus diikuti usaha yang analitis sehingga intuisi ini digunakan sebagai kontrol analitis. Hosten dan Starikova (2009) menyatakan bahwa peran intuisi dalam pemahaman matematika adalah menginvestigasi perkembangan dalam praktek matematika dan pengetahuan kognitif. Ketika siswa berusaha memecahkan suatu permasalahan, siswa menyusun hipotesis tentang faktor yang memiliki efek terhadap suatu masalah. Asumsi tersebut disebut dengan persepsi. Setelah itu, hipotesis tersebut dianalisis secara sistematis, selama usaha pemecahan masalah, pasti, bersifat subjektif, global. Ini merupakan intuisi antisipatori. Selain itu, dalam pembelajaran geometri Kant dalam Marsigit (2003) menyatakan bahwa dalam pembentukan konsep geometri hanya akan bersifat sintetik apriori jika konsep-konsep tersebut hanya menunjuk pada objek yang diinderanya sehingga dibutuhkan langkah yang bersifat sintetik. Sintetik berarti bahwa konsep-konsep geometri tidak dapat dikontruksi dengan konsep murni, tetapi harus berpijak pada intuisi murni yang terjadi sebelum mempersepsi objek, sehingga intuisinya memang bersifat murni dan tidak empiris. Penelitian yang dilakukan oleh Fischbein (1987) menghasilkan data bahwa intuisi didasarkan pada struktur skemata tertentu. Selain itu ditemukan pula bahwa intuisi sebagai dugaan spontan yang merupakan fakta di balik skemata. Sehingga intuisi pemecahan masalah berfungsi sebagai ide yang mendahului usaha analitis untuk menyelesaikan suatu permasalahan geometri. Pada pembelajaran matematika, ketika siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, siswa akan menggunakan struktur skema yang telah dimiliki, sehingga memungkinkan munculnya intuisi yang merupakan dugaan spontan akibat fakta di balik skemata. 7. Cabri 3D Cabri 3D v2 (Cabri 3D) merupakan suatu program aplikasi komputer untuk matematika dan fisika khususnya materi geometri yang diproduksi oleh

27 digilib.uns.ac.id 34 Jean Marie Laborde dan Max Marcadet, Grenoble, France. Program ini pada awalnya dikembangkan oleh Jean Marie Laborde, Perancis tahun 1986 ( Adapun kriteria software yang baik yang menunjang pembelajaran matematika menggunakan metode inkuiri terbimbing ini adalah sebagai berikut: a. Kejelasan tujuan pembelajaran b. Suatu materi dikatakan bermakna apabila sesuai dengan standar isi yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi, dan evaluasi siswa c. Praktis digunakan dalam pembelajaran matematika d. Efektif digunakan dalam pembelajaran matematika e. Mampu membantu siswa mengingat apa yang telah dipelajari dan menemukan konsep baru. Hal ini diaplikasikan dalam bentuk student worksheets menggunakan metode inkuiri terbimbing yang di dalam media sehingga mampu merangsang siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Cabri 3D v2 (selanjutnya disebut dengan Cabri 3D) bermanfaat untuk membantu mengkonstruksi, menampilkan, dan memanipulasi semua objek dimensi tiga: garis, bidang, kerucut, bola, kubus, prisma, dll. Hasil konstruksi dapat diukur yang diintegrasikan dengan data numerik. Buchori (2010) menyatakan bahwa Cabri 3D merupakan suatu sistem komputasi simbolik. Manfaat dari pemanfaatan program Cabri 3D adalah: a. Dapat mengerjakan komputasi aljabar b. Dapat mengerjakan komputasi analitik c. Dapat mengerjakan berbagai mechanical dan optical d. Mempunyai banyak perintah bawaan dalam library dan paket-paket untuk mengerjakan matematika secara luas e. Mempunyai fasilitas untuk pengerjaan, pengeplotan, dan animasi untuk grafik baik dimensi dua maupun dimensi tiga f. Mempunyai suatu antarmuka commit berbasis to worksheet user

28 digilib.uns.ac.id 35 g. Mempunyai fasilitas untuk membuat dokumen dalam berbagai format h. Mempunyai fasilitas bahasa pemrograman yang mempermudah pemahaman konsep siswa i. Sangat baik untuk melatih kelancaran, keluesan, dan keterperincian siswa j. Hasil sketsanya lebih baik daripada menggunakan Autograph dan Maple Cabri 3D merupakan software yang memiliki banyak ikon menu yang dapat digunakan menjelaskan materi aljabar, analasis, geometri dan trigonometri. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1, Cabri 3D memiliki 6 menu meliputi file, edit, display, document, window dan help. Software tersebut juga mempunyai fasilitas untuk memvisualisasikan bangun geometri, baik untuk dimensi dua maupun dimensi tiga. Gambar 1. Menu pada Cabri 3D 7. Perpaduan Model Pembelajaran Induktif dengan Pemanfaatan Cabri 3D Perpaduan model pembelajaran induktif dengan pemanfaatan Cabri 3D sebagai media bantu pembelajaran sehingga membentuk sintaks model pembelajaran yang baru didasarkan pada teori-teori sebagai berikut: a. Teori Humanistik Teori humanistik sejalan dengan teori pembelajaran konstruktivisme sosial, yaitu belajar merupakan aktivitas aktif siswa untuk membangun pengetahuan dan guru sebagai fasilitator. Alwasilah (1996:23) menyatakan pengalaman siswa adalah penting dan perkembangan kepribadian serta penambahan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran. Purwo (1989:212) menyatakan bahwa dalam teori humanistik, siswa hendaknya dapat membantu dirinya sendiri dalam proses belajar mengajar sehingga siswa bukan sekedar penerima ilmu yang pasif.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan. BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika Menurut KBBI (2007) intuitif berasal dari kata intuisi yang berarti daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dipikirkan atau dipelajari. Resnick (Talia dan Star, 2002) menyatakan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dipikirkan atau dipelajari. Resnick (Talia dan Star, 2002) menyatakan BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika Menurut KBBI (2007) intuitif berasal dari kata intuisi yang berarti daya atau kemampuan mengetahui atau memahami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) kemampuan representasi matematis yaitu kemampuan menyatakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, grafik, tulisan atau simbol-simbol

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Based Learning (PBL) Model Problem Based Learning atau PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Komunikasi merupakan suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, dan di dalamnya terdapat pertukaran informasi dalam rangka mencapai suatu

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match 2.1.1 Teori Vygotski Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama : (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memungkinkan semua orang untuk mengakses dan mendapatkan informasi dengan

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008 PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA Bukti menurut Educational Development Center (2003) adalah suatu argumentasi logis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Representasi Matematis Jones dan Knuth (1991) mengungkapkan bahwa representasi adalah model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR. Proses perubahan perilaku BELAJAR. Diperoleh dari PENGALAMAN. Physics

TEORI BELAJAR. Proses perubahan perilaku BELAJAR. Diperoleh dari PENGALAMAN. Physics BELAJAR DAN PEMBELAJARAN FISIKA Achmad Samsudin, M.Pd. Jurdik Fisika FPMIPA UPI TEORI BELAJAR BELAJAR Proses perubahan perilaku Diperoleh dari Physics PENGALAMAN Lanjutan STRATEGI MENGAJAR STRATEGI Umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH I. KELAYAKAN ISI A. DIMENSI SPIRITUAL (KI-1) Butir 1 Terdapat kalimat yang mengandung unsur spiritual

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS), Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Kemampuan Representasi Matematis, dan Sikap 1. Model Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PEMBAHASAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan membahas dan mendiskusikan hasil penelitian. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan mengenai profil berpikir intuitif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS. Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai BAB II KAJIAN TEORI A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian LKS Untuk memahami maksud LKS, terlebih dahulu diuraikan mengenai bahan ajar. Dalam Prastowo (2015: 17), bahan ajar merupakan segala bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan. Tantangan di bidang pendidikan meliputi kurikulum, metode pembelajaran, media pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika merupakan salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini sangat pesat sehingga informasi yang terjadi di dunia dapat diketahui segera dan waktu serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam lampiran Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Istilah Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan pendidikan. Pendidikan merupakan pilar dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Representasi Matematis Janvier (Kartini, 2009) mengungkapkan bahwa konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang dipakai dalam pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP Mardiana Abstraksi Pembelajaran kooperatif Co-op Co-op. Model pembelajaran ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah. a. Masalah, Pedagogi, dan Permbelajaran Berbasis Masalah. 2) Masalah dan Pedagogi

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah. a. Masalah, Pedagogi, dan Permbelajaran Berbasis Masalah. 2) Masalah dan Pedagogi BAB II LANDASAN TEORI A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Rusman (2012: 187) Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran matematika tentu tidak akan terlepas dari masalah matematika. Pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Asmani (2012:17) merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Terbukti bahwa hampir di setiap negara, pendidikan menjadi prioritas utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Komunikasi Matematis Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dimana individu atau beberapa orang atau kelompok menciptakan dan menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

DALAM MENINGKATKAN MINAT SISWA. Oleh : Marsigit. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNIVERSITAS NEGERI

DALAM MENINGKATKAN MINAT SISWA. Oleh : Marsigit. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNIVERSITAS NEGERI USAHAGURU DALAM MENINGKATKAN MINAT SISWA MEMPELAJARI MATEMATIKA Oleh : Marsigit Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROPOSISI Mengajarkan matematika tidaklah mudah karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

PROBLEM BASED LEARNING. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016

PROBLEM BASED LEARNING. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016 PROBLEM BASED LEARNING R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016 Learning = Pembelajaran Hakikat pembelajaran mengasah atau melatih moral kepribadian manusia proses pembelajaran dituntut untuk selalu menyesuaikan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN IPA. Ida Kaniawati FPMIPA UPI

MODEL PEMBELAJARAN IPA. Ida Kaniawati FPMIPA UPI MODEL PEMBELAJARAN IPA Ida Kaniawati FPMIPA UPI BELAJAR Belajar adalah proses membuat pengertian melalui pengalaman, terjadinya interaksi fikiran, perasaan dan tindakan. Keterampilan mengajar bagi guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Sebagai suatu disiplin ilmu, matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki kegunaan besar dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, konsepkonsep dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam peradaban manusia, sehingga matematika merupakan bidang studi yang selalu diajarkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika I. Aliran Psikologi Tingkah Laku Teori Thorndike Teori Skinner Teori Ausubel Teori Gagne Teori Pavlov Teori baruda Teori Thorndike Teori belajar stimulus-respon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Handayani Eka Putri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Handayani Eka Putri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat proses pembelajaran matematika berlangsung, sebenarnya siswa tidak hanya dituntut untuk mendapatkan informasi serta menghapal berbagai aturanaturan, rumus-rumus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, bidang pendidikan terus diperbaiki dengan berbagai inovasi didalamnya. Hal ini dilakukan supaya negara dapat mencetak Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan menggunakan angka-angka dan rumus-rumus. Dari hal ini muncul anggapan bahwa kemampuan komunikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun 1970-an. Model Problem Based Learning berfokus pada penyajian suatu permasalahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan pemodelan dan abstraksi matematis merupakan hal yang penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan pemodelan matematis merupakan kecakapan siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran matematika di perguruan tinggi membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran matematika di perguruan tinggi membutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika di perguruan tinggi membutuhkan kemampuan kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi, tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental II. TINJAUAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad, 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Berpikir Kritis Berpikir merupakan kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsurunsur yang ada dalam pikiran untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir dapat terjadi pada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci