KEABSAHAN NIKAH DI KUA; Studi Kasus Jamaah Rifa iyah Kabupaten Kendal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEABSAHAN NIKAH DI KUA; Studi Kasus Jamaah Rifa iyah Kabupaten Kendal"

Transkripsi

1 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal KEABSAHAN NIKAH DI KUA; Studi Kasus Jamaah Rifa iyah Kabupaten Kendal Ikhsan Intizam STIT Muh. Kendal Abstrak: Kesempurnaan saksi dan wali nikah di pernikahan jamaah Rifa`iyah merupakan hal yang sangat penting. Meskipun pernikahan di KUA dianggap sah secara hukum, jamaah Rifa`iyah tetap menyelenggarakan pernikahan ulang di rumah mempelai puteri. Permasalahan penelitian ini: Bagaimanakah praktik akad nikah di kalangan jamaah Rifa iyah, mengapa jamaah Rifa iyah melaksanakan akad nikah dua kali di KUA dan di rumah mempelai puteri, dan bagaimanakah pandangan jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal terhadap keabsahan nikah di KUA?. Penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus ini dilaksanakan di Kabupaten Kendal. Teknik pengumpulan data: Observasi, dokumentasi dan interview. Analisis data deskriptif meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Hasil penelitian ini sebagai berikut: 1) Praktik akad nikah di kalangan jamaah Rifa iyah dilaksanakan dua kali yakni di Kantor Urusan Agama dan di rumah mempelai puteri. Akad nikah dua kali ini merupakan tradisi pernikahan yang telah dilaksanakan sejak jaman KH. Ahmad Rifa`i selaku pendiri jamaah Rifa`iyah sampai sekarang. 2) Alasan jamaah Rifa iyah melaksanakan pernikahan dua kali untuk menyempurnakan pernikahan pada prosesi pernikahan di KUA; 3) Pandangan jamaah Rifa`iyah menganggap pernikahan yang dilaksanakan di KUA dianggap sudah sah dan telah memenuhi syarat dan rukun pernikahan. Adapun prosesi pernikahan di rumah mempelai puteri dilakukan untuk menyempurnakan syarat dan rukun yang mungkin dijumpai kurang sempurna seperti saksi dan wali nikah yang mungkin kurang sempurna. Alasan lainnya untuk menyempurnakan prosesi walimahan pernikahan. Kata Kunci: Nikah di KUA, Nikah di Rumah Mempelai Puteri, Jamaah Rifa`iyah, Kesempurnaan Nikah. JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 17

2 Ikhsan Intizam Pendahuluan Realiatas kehidupan di masyarakat pasti terdapat perbedaan pendapat dan perbedaan tata cara melaksanakan pernikahan, sebagai contoh pada jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal cara-cara sebelum pernikahan dan berlangsungnya pernikahan ada perbedaan dengan masyarakat umum. Pada jamaah Rifa`iyah, menjelang pernikahan kurang satu bulan calon pengantin laki-laki atau perempuan disuruh mengkaji kitab Tabyīn al-islāh terlebih dahulu, (perempuan mengkaji bersama ustadzah, sedangkan laki-lakinya mengkaji bersama ustadnya), walaupun salah satu calon pengantin itu bukan Rifa`iyah tetap disuruh mengkaji kitab Tabyin al-islah terlebih dahulu. Agar calon pengantin mengetahui hukum, syarat dan rukun nikah, dan syarat ijab qabul, serta ilmu nikah lainnya seperti; kewajiban-kewajiban melaksanakan ibadah, hak-hak menjadi suami dan isteri, mengetahui larangan-larangan yang di benci oleh Allah SWT, contoh: talaq, nuzuz, dan sebagainya. Syarifuddin menjelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, oleh karena itu perceraian, nuzuz dan sebagainya hendaknya harus dihindari. 1 Sebelum menikah, calon pengantin ditanya kesiapannya menjadi sumai atau isteri. Jika sudah siap, kemudian disuruh membaca dua kalimah syahadatain dan surat al-fatikhah dilanjutkan bacaan-bacaan shalat sampai akhir dan disaksikan banyak ulama Rifa`iyah. Karena sebagai wali harus seorang yang mursyid, artinya terjaga dari perbuatan yang fasik, baik fasik duniawiyah maupun ukhrawiyah, karena orang fasik itu mahjur dibatasi kehidupannya oleh hukum. Dan supaya pernikahan tersebut benar-benar sah dan mendapat berkah dari para ulama. 2 Masyarakat Rifa`iyah menjalankan prosesi akad nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) dengan alasan untuk mematuhi peraturan pemerintahan yang sudah ada di Indonesia, supaya pernikahan tersebut sah dalam pandangan pemerintah. Jamaah Rifa`iyah di Kabupaten Kendal dalam menjalankan prosesi akad nikah di KUA sengaja tidak mengajak para ulama yang alim dan adil untuk saksi. Hal ini disebabkan alasan mengajak para ulama ke KUA kurang pantas. Alasan tersebut berkaitan tradisi pelaksanaan prosesi pernikahan jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal 1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm Maslahul Huda, Perkawinan Ulang bagi Penganut Aliran Rifaiyah di Kelurahan Pagerkukuh Kabupaten Wonosobo, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Press, 2010), hlm. v. 18 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

3 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal selama ini mengundang ulama-ulama Rifa`iyah dari Pekalongan, Batang, dan dari Cirebon. 3 Alasan lainnya jamaah Rifa`iyah mengadakan perkawinan ulang adalah pemenuhan syarat dan rukun nikah serta tidak tercampurnya antara laki-laki dan perempuan dalam satu majelis pertemuan. Hal tersebut dikemukakan K.H. Nakmatullah, salah seorang tokoh Rifaiyah di Kabupaten Kendal, bahwa pernikahan kurang satu saja rukun dan syaratnya dianggap sudah batal pernikahanya. Prosesi pernikahan yang dihadiri tamu undangan yang bercampur laki-laki dan perempuan dalam satu majelis tanpa hijab dapat menyebabkan mungkar dan pernikahan menjadi rusak. 4 Jamaah Rifa`iyah yang melaksanakan akad di KUA, pernikahan tersebut harus di ulang lagi. Konsep ini sejalan dengan pandangan Kyai Ahmad Rifa i bahwa pernikahan yang dilaksanakan oleh penghulu itu tidak sah, sebab masih banyak kekurangan, maka untuk mengabsahkan pernikahan tersebut harus diulang kembali. Kekurangan-kekurangannya itu, berkisar pada masalah status wali, saksi dan bahasa, dan wali diwakilkan kepada ulama yang alim dan adil bertujuan mengalap berkah dari para ulama tersebut. 5 Penyelenggaraan prosesi pernikahan di rumah mempelai isteri berjalan tertib. Pada acara resepsian, laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur dalam satu ruangan. Pengantin laki-laki dan perempuan tidak boleh duduk berdampingan di hadapan orang-orang banyak. Walaupun sudah ijab qabul sah dan sudah menjadi suami-isteri, pengantin tersebut dipisah terlebih dahulu dan belum dapat berdampingan mengikuti jalannya resepsi sampai selesai. Pengantin laki-laki tidak di rias (hanya memakai sarung, kemejan putih, jas hitam dan peci). Adapun yang duduk dihadapan orang-orang yang mengiring dari pengantin laki-laki, yang di tempat ruang tamu perempuan itu hanya pengantin perempuan dan didampingi pengantin kecil untuk teman pengantin perempuan. Adapun yang bertempat tamu laki-laki itu pengantin laki-laki dan pendamping lakilaki, tidak boleh bercampur dalam satu ruangan. 6 3 Wawancara dengan K.H. Abu Su`ud, selaku tokoh Rifa`iyah Kabupaten Kendal di rumahnya tanggal 24 Pebruari 2015 jam WIB. 4 Wawancara dengan K.H. Nakmatullah, selaku tokoh Rifa`iyah Kabupaten Kendal, di Rumahnya tanggal 14 Pebruari 2015, jam WIB. 5 Hasil wawancara dengan ibu Arina Hikmah, S.H.I (seorang ustadzah yang cukup disegani jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal) tanggal 4 Maret 2015 di rumahnya, jam WIB. 6 Ibid. JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 19

4 Ikhsan Intizam Deskripsi yang lebih unik lagi pada jamaah Rifa`iyah di Kabupaten Kendal adalah tidak boleh mengambil gambar (foto) pengantin disaat pelaksaan penikahan berlangsung. Pengambilan foto pada saat resepsi pun tidak boleh karena adanya gambar atau foto itu mungkar. Fenomena pernikahan jamaah Rifa`iyah di Kabupaten Kendal di atas adalah salah satu fragmen unik dalam semesta pemikiran Hukum Islam di negeri ini. Berdasarkan fenomena tersebut dapat menyatakan bahwa konklusi hukum ini tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang melatarbelakangi dan mendukung tercapainya konklusi ini. Dan perbedaan dalam pemikiran keagamaan (tafkir ad-dini) menjadi hal yang wajar dan absah keberadaannya. Warga jamaah Rifa`iyah dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga juga terpengaruh oleh ajaran dan pemahaman yang diajarkan oleh KH. Ahmad Rifa'i selaku pendiri jamaah Rifa`iyah melalui kitab-kitabnya yang jumlahnya mencapai puluhan. 7 Peraturan dalam bidang munakahat (perkawinan) dan kekeluargaan terpengaruh oleh ajaran yang diketengahkan dalam kitab Tabyin al-islah. Sedangkan kitab Tabyin al-islah sendiri berisi aturan yang menyangkut konteks keberagamaan masyarakat. Kitab-kitab yang dijadikan pegangan tidak akan lepas dari latar belakang KH. Ahmad Rifa'i (sebagai penulis), yang mengedepankan sifat ikhtiyat dalam memutuskan suatu perkara umat. Melalui sifat ikhtiyat tersebut terkadang muncul beberapa masalah yang dianggap berbeda dengan golongan ormas Islam yang lain. Salah satunya adalah masalah Pernikahan, dalam praktiknya jamaah Rifa`iyah sekarang ini, telah terjadi suatu kesenjangan artinya ada perbedaan dalam teknis akad nikah. Jamaah Rifa`iyah telah melangsungkan akad nikah sebanyak dua kali yaitu di KUA (Kantor Urusan Agama) dan di rumah. Berbeda dengan yang ada pada masyarakat umumnya artinya biasanya untuk pelaksannaan akad nikah cuma satu kali yaitu memilih antara pelaksanaan akad nikah di KUA atau pelaksanaan akad nikah di rumah. Perbedaan tersebut menurut masyarakat umum dinilai kontroversial banyak hal atau asumsi yang mengatakan hal tersebut tidak beralasan atau tidak memiliki sumber hukum. Adanya perbedaan-perbedaan cara melaksanakan pernikahan yang sangat menonjol akhirnya menimbulkan gesekan di masyarakat umum. Faktor utama yang menjadi sebabnya adalah bahwa perkawinan pada jamaah Rifa`iyah banyak perbedaan dengan masyarakat umum. 7 Jamaah Rifa iyah adalah organisasi sosial keagamaan yang melestarikan fatwafatwa K.H. Ahmad Rifa i. 20 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

5 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal Sedangkan kehidupan jama`ah Rifa`iyah itu berabaur atau berada di lingkungan masyarakat umum seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain. Bagaimanakah Rifa`iyah menyikapi perbedaan pernikahan yang sudah berjalan sejak dulu? Apakah Rifa`iyah membolehkan menikah dengan orang non Rifa`iyah? Karena dulu orang tua dari perempuan menikah di KUA bagaimana menurut jamaah Rifa`iyah? pernikahan tersebut sah apa tidak? Siapa yang berhak menjadi wali? Berdasarkan dari uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian berjudul Pandangan Jamaah Rifa`iyah Terhadap Keabsahan Akad Nikah di KUA (Studi Kasus di Kabupaten Kendal Batang). Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah praktik akad nikah di kalangan jamaah Rifa`iyah di Kabupaten Kendal? 2. Mengapakah jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal melaksanakan akad pernikahan dua kali di KUA dan di rumah mempelai puteri? 3. Bagaimanakah pandangan jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal Batang terhadap keabsahan akad nikah di KUA? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Mendiskripsikan praktik akad nikah di kalangan jamaah Rifa`iyah di Kabupaten Kendal. 2. Mendiskripsikan latar belakang jamaah Rifa`iyah di Kabupaten Kendal melaksanakan akad pernikahan dua kali di KUA dan di rumah mempelai puteri. 3. Mendiskripsikan pandangan jamaah Rifa`iyah di Kabupaten Kendal terhadap keabsahan akad nikah di KUA. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoritis dan Praktis: 1. Manfaat Teoritis Penilitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang hukum perkawinan, utamanya memberikan gambaran mengenai praktik akad nikah di kalangan jamaah Rifa`iyah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti terdahulu JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 21

6 Ikhsan Intizam 1) Mendukung temuan penelitian terdahulu dan menyempurnakan metode penelitian yang digunakan terkait tema penelitian ini. 2) Menyusun teori baru berdasarkan hasil temuan di lapangan yang mungkin berbeda disebabkan disiplin metode penelitian yang digunakan peneliti terdahulu dengan penulitian ini. b. Bagi Jamaah Rifa`iyah 1) Memberikan deskripsi terkait keabsahan praktik akad nikah pada jamaah Rifa`iyah. 2) Sebagai bahan rujukan dalam melaksanakan akad nikah dua kali yang selama ini di jalankan jamaah Rifa`iyah. c. Bagi Jamaah Non Rifa`iyah 1) Memberikan informasi/alasan jamaah Rifa`iyah melaksanakan akad nikah dua kali di KUA dan di rumah mempelai puteri. 2) Memberikan referensi praktik jamaah Rifa`iyah melaksanakan akad nikah dua kali di KUA dan di rumah mempelai puteri. d. Bagi peneliti Sebagai sumber referensi mengenai praktik akad nikah dua kali di KUA dan di rumah mempelai puteri pada jamaah Rifa`iyah. Landasan Teori 1. Konsep Pernikahan Secara etimologi nikah dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata,, yang berarti bergabung dan berkumpul. Disebut demikian karena salah satu dari pasangan suami isteri berkumpul satu sama lain baik dengan cara berhubungan intim maupun pada saat akad. 8 Makna nikah juga dikenal dalam bahasa Arab dengan kata - yang berarti ganda atau berpasangan atau lawan kata dari tunggal sama halnya jika dikatakan genap lawan kata dari pada ganjil, bersih lawan dari kotor. Setiap dari keduanya yakni suami isteri disebut " " dan " " artinya dua atau sepasang. Jika dikatakan, orang itu mempunyai sepasang sandal. Sepasang yang dimaksud adalah sandal kiri dan kanan. Atau jika dikatakan seseorang mempunyai sepasang merpati maka itu berarti orang tersebut mempunyai merpati jantan dan betina. Konsep tersebut ditegaskan Allah SWT dalam al-quran: 8 al-fairuz Abadi, al-qamus al-muhit, (Beirut: Dar al-fikr, t.th), Jilid 1, hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

7 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan (Q.S. al-najm: 45). 9 Kata " " dimaksudkan juga untuk pasangan suami isteri. Pada kalimat " " berarti seorang pria telah menikahi seorang wanita. 10 Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kata nikah dan zawaj adalah merupakan kata sinonim yang mengandung arti yang sama. Karena jika dikatakan berarti yang artinya wanita itu telah menikah. 11 Meskipun kedua kata di atas mengandung arti yang sama, namun jika diperhatikan tulisan-tulisan para ulama tentang masalah ini, akan di dapatkan kata yang banyak dipakai adalah kata nikah dibanding dengan kata zawaj. Oleh sebab itu, dalam beberapa kitab klasik, para ulama sering menulis tentang masalah ini dengan sebutan nikah, misalnya adalah kitab al-nikah dan bukan kitab al-zawaj. Adapun pegertian nikah secara terminologi dikemukakan berdasarkan pendapat para ulama fikih sebagai berikut : Pengertian nikah menurut Ghandur, dikutip Syarifuddin, yaitu akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki laki dan perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hak-hak dan kewajiban-kewajiban. 12 Menurut ulama Hanafiah, nikah adalah akad yang memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-senang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dengan seorang wanita, terutama guna mendatkan kenikmatan biologis. Pengertian ini didasarkan pada pendapat sebagian ulama Hanafiyah dalam mendefinisikan nikah sebagai akad yang diadakan dan bertujuan memiliki hak resmi untuk melakukan hubungan intim. 13 Maksud dari memiliki hak berhubungan di sini menurut ulama Hanafiyah adalah seorang suami mempunyai hak sepenuhnya untuk 9 Soenarjo, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 2003), hlm Ibnu Manzur, Jamal al-din Muhammad bin Mukram, Lisan al- Arab, (Beirut: Dar Lisan al- Arab, t.th), Jilid 2, hlm Ibrahim Mustafa dkk, al-mu jam al-washit, (Istanbul: al-maktabah al-islamiyah, t.th), jilid 2, hlm Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Jilid 1, hlm. 17. Lihat juga Muhammad bin Abd al-wahid al-siwasi, Ibnu al-humam, atau sering disebut Ibnu al-humam, Syarh Fath al-qadir, (Mesir: Matba ah Mustafa al-babi al-halabi 1970 M/1389 H) Cet.ke-1, Jilid 3 hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 23

8 Ikhsan Intizam melakukan hubungan dan menikmati kesenangan dengan isterinya berupa pisik tetapi bukan berarti seorang suami memiliki hak penuh terhadap isterinya sehingga suami seenaknya memperlakukan isterinya sesukanya seperti harta benda. Oleh karena itu setiap dari keduanya mempunyai hakhak yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dijalankan. Sedangkan menurut sebagian mazhab maliki, nikah merupakan sebuah ungkapan (sebutan) atau titel bagi suatu akad yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan (seksual) semata-mata. Pengertian ini didasarkan pada pendapat ulama Malikiyah dalam mendefinisikan nikah sebagai akad yang diadakan yang bertujuan untuk memperoleh hak resmi berhubungan dan mendapatkan kesenangan dengan seorang wanita tanpa harus menjelaskan maharnya terlebih dahulu dan suami tidak harus tahu terlebih dahulu siapa isterinya. 14 Berdasarkan pengertian tersebut, artinya nikah dalam pengertian ini hanya sebatas pada kebolehan bersenang-senang semata. Adapun menurut ulama Syafi iyah, nikah dirumusan dengan akad yang menjamin kepemilikan (untuk) bersetubuh dengan menggunakan redaksi (lafal) inkah atau tazwij; atau turunan (makna) dari keduanya. Definisi nikah tersebut dapat disimak pendapat ulama Syafi`iyah, yakni Khatib dalam menjelaskan tentang pengertian nikah sebagai akad diadakan yang bertujuan mendapatkan hak resmi melakukan hubungan badan setelah mengucapkan lafaz nikah atau semisalnya. 15 Berdasarkan definisi tersebut, artinya akad yang membolehkan seseorang memperoleh manfaat berupa mendapatkan hak bersenang-bersenang yang lazim didapatkan setelah menikah. Sejalan dengan pendapat ulama Syafi`iyah tentang pengertian nikah, ulama Hanabilah mendefinisikan nikah tangan akad (yang dilakukan dengan menggunakan) kata inkah atau tazwij guna mendapatkan kesenangan (bersenang). Definisi ini sejalan dengan pendapat salah satu ulama Hanabilah bahwa nikah adalah akad diadakan dengan lafaz nikah yang diucapkan untuk memperoleh hak resmi melakukan hubungan dengan tujuan mendapatkan kesenangan Beni Ahmad Saebani, Op.Cit, hlm. 17. Lihat juga al-nafrawi, Ibnu Gunaim, al- Fawaqih al-diwani, (Mesir: Mustafa al-bajial-halabi, 1955 M/1374 H), Cet. ke-3, Jilid 2, hlm Beni Ahmad Saebani, Op.Cit, hlm. 17. lihat juga al-khatîb, Muhammad al-syirbini, Mughni al-muhtaj, (Beirut: Dar Ihya al- Turats, t.th.), Jilid 3, hlm Beni Ahmad Saebani, Op.Cit, hlm. 17. Lihat juga Ibrahim bin Muhammad bin Muflih, al-mubdi Syarh al-muqni,(t.t, al-maktab al-islamî, 1977 M/1397 H, t.th.), Jilid 7, hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

9 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 (pasal 1), perkawinan itu ialah ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. 17 Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan Pancasila di mana sila yang pertama ialah ketuhanan yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai perhubungan yang erat sekali dengan agama/keruhanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani, tetapi unsur batin atau ruhani juga mempunyai peranan yang penting. Menurut kompilasi Islam, perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. 18 Syarifuddin menegaskan Nikah ialah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong serta memberi batas hak bagi pemiliknya dan pemenuhan kewajiban masing-masing. 19 Dalam hal ini Syarifuddin mendefinisikan akad nikah sebagai perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang berakad dalam bentuk ijab dan qabul. Iijab merupakan bentuk penyerahan dari pihak pertama sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Setelah menyimak beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama mazhab dan para pakar di bidang ilmu Fiqh di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun masing-masing berbeda di dalam menjelaskan dan memberikan pengertian tentang nikah, namun pada dasarnya pendapat itu mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Karena akad nikah adalah aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT., supaya seorang suami bisa mendapatkan hak melakukan hubungan dan memperoleh kesenangan dengan isterinya. Begitu pula dengan akad nikah suami atau isteri mendapat hak resmi terhadap isteri atau suaminya dalam bentuk hubungan intim atau yang lainnya. Definisi tersebut di atas begitu pendek dan sederhana dan hanya mengemukakan hakikat utama dari suatu perkawinan, yaitu kebolehan melakukan hubungan kelamin setelah berlangsungnya perkawinan itu. Negara-negara muslim merumuskan undang-undang perkawinannya hlm. 3. hlm Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 1996), 18 Ibid., hlm Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT. Kencana Press, 2007), JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 25

10 Ikhsan Intizam dengan melengkapi penambahan hal-hal yang berkaitan kehidupan perkawinan itu. Undang-undang perkawinan yang berlaku di negara Indonesia merumuskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita (suami dan isteri) dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. 20 Berdasarkan definisi dalam undang-undang perkawinan di atas, ada beberapa unsur yang menurut pandangan penulis bisa melahirkan pernikahan bagi umat Islam di Indonesia, yaitu: a. Pernikahan tentu harus diawali dengan terjadinya akad perkawinan antara laki-laki dan pihak mempelai wanita. Begitu pula menyebutkan kata antara laki-laki dan perempuan berarti menafikan akan terjadinya perkawinan satu jenis, baik laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Ini merupakan penegasan definisi terhadap fenomena yang telah menjadi tradisi, bahkan di beberapa wilayah Eropa dan Amerika mendapatkan legalitas di atas payung hukum negara yang sah. b. Pernikahan memiliki asas bahu-membahu membangun keluarga harmonis dan dinamis. Keduanya harus menjadi penyempurna atas yang lain, sebagaimana Allah menggunakan perumpaman pasangan suami isteri layaknya pakaian yang dikenakan menutupi badan. c. Pernikahan merupakan bentuk dari pada pelaksanaan hak dan kewajiban antara suami dan isteri. Hal-hal yang menjadi hak dari suami merupakan kewajiban terhadap isteri. Begitu pula hal-hal yang menjadi hak isteri merupakan kewajiban terhadap suami. Ada pesan egaliter, kesetaran serta kesejajaran dalam menempatkan hak-dan kewajiban pasangan dalam Islam. Tidak hanya suami yang bisa menuntut hak, tetapi isteri juga dapat menuntut haknya jika tertindas dan teraniaya. Jika isteri dianggap nusyuz ketika tidak memenuhi kehendak suami, sehingga berdosa, maka suami pun dapat di kategorikan nusyuz jika suami mengingkari atas kewajiban-kewajiban terhadap anak dan isterinya. Berdasarkan uraian di atas diharapkan bisa menepis klaim golongan yang menilai bahwa perkawinan dalam Islam hanya mengedepankan dimensi hubungan badan semata dan memposisikan wanita sebagai objek. Sebaliknya Islam menempatkan posisi wanita kepada tempat yang terhormat dalam konteks pernikahan Islam dan bukan media semata, sebagaimana yang diyakini oleh agama lain. 20 Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

11 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal Perkawinan sebagai sunnah Rasul dan penyempurna agama seseorang, sejatinya tidak dilihat dan dipahami secara terbatas hanya pada tema penyaluran hawa nafsu dan kebutuhan biologis. Sesungguhnya pernikahan itu memiliki tujuan dan hikmah yang sepatutnya tidak dapat kita kesampingkan. Nilai-nilai sosial yang mencakup atau terkandung dalam nikah/perkawinan juga merupakan sisi yang diperhitungkan dalam Islam sebagai pengejawantah dari maqashid as-syariah. Ketenangan, cinta dan saling menyayangi merupakan nilai universal yang ditanamkan dan sekaligus menjadi tujuan dalam perkawinan. Firman Allah: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Q.S. ar-rum: 21). 21 Ayat ini memberikan makna bahwa perkawinan yang ideal dan dianjurkan adalah sebuah ikatan yang akan melahirkan ketenangan hidup, media untuk saling berbagi dalam suka dan duka serta timbulnya kasih sayang antara anggota keluarga. Saling mengasihi dan hidup dalam ketenangan merupakan kebutuhan fitrah manusia sebagai mahluk Allah. Dengan disyariatkannya perkawinan, diharapkan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Pernikahan memiliki tujuan melangsungkan keturunan dan ikatan kekerabatan, karena kebahagiaan hidup bagi manusia adalah memiliki anak sebagai generasi penerus bagai harapan dan cita-cita suami dan isteri. Secara umum, landasan akad nikah harus didasarkan pada tiga hal yang akan dijelaskan secara garis besar berikut ini : a. Keyakinan atau keimanan Pengertian keimanan menurut Junaid al-baghdadi, merupakan keyakinan yang mutlak dan tertanam dalam diri seseorang terhadap Allah SWT yang Maha Tunggal yang menciptakan dan mengatur alam semesta yang dimanifestasikan menjadi tujuan dan sandaran hidup dan 21 Soenarjo, dkk, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 2003), hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 27

12 Ikhsan Intizam ibadahnya, karena Allah merupakan pusat doa terangkat, tidak ada bapak dan anak, serta tidak ada yang menyerupai-nya. 22 Pengertian iman tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Iman akan menentukan seseorang bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Iman yang menjadi syarat diterimanya amal perbuatan manusia. Berdasarkan kedudukan iman yang sangat penting dalam konfigurasi syariat Islam (iman-islam-ihsan), maka amal perbuatan manusia (termasuk akad nikah) bagaimanapun baiknya, tidak akan diterima Allah SWT apabila tidak dilandasi oleh keimanan. b. Al-Islam Dasar kedua ialah Islam. Menurut Syukur, Islam merupakan risalah yang dibawa nabi Muhammad saw. sebagai agama yang universal, rahmatan li al-`alamin berbentuk sunnah yang sahih, hukum yang benar dan diterima di sisi Allah SWT. 23 Ajaran Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, yang meliputi keimanan atau peribadatan bersifat vertikal; dan yang mengatur hubungan antar manusia dengan manusia dan dengan lingkungannya, disebut muamalah yang bersifat horizontal. Berdasarkan penjelasan tersebut Islam menjadi dasar pernikahan. Maksudnya akad nikah merupakan suatu aktivitas ibadah yang telah dicontohkaan Rasulullah saw. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan ajaran-ajaran dan norma- norma Islam yang bersumber pada al-quran dan Sunnah Rasulullah, serta ijtihad, terutama dalam bentuk ijma dan qiyas. Kitab-kitab fiqih dari berbagai mazhab, meskipun yang terbanyak adalah dari mazhab Syafi iy. Dari daftar kitab figh yang ditelaah untuk perumusan KHI itu kelihatannya kitab-kitab tersebut berasal dari mazhab Syafi iy, Hanafi, Maliki, Hanbali, dan Zhahiri. Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hukum asal dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dalam melihat kepada sifatnya sebagai sunah Allah dan sunah Rasul, tentu tidak mungkin dikatakan bahwa hukum asal perkawinan itu hanya semata mubah. Perkawinan merupakan suatu perbuatan yang diperintahkan Allah SWT dan Nabi Muhammad saw. 22 Imam Abu Qasim al-junaid, Rasail al-junaid, (Tahqiq : Ali Hasan Abdul Qadir, t.th), hlm Muhammad Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: LemBkota bekerjasama dengan Pustaka Nun, 2010), hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

13 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal Nikah sangat dianjurkan dalam Islam karena nikah mengandung banyak manfaat yang berguna bagi setiap individu, ummat secara keseluruhan serta manusia pada umumnya. Di antara hikmah nikah sebagai berikut: a. Hasrat seksual yang dimiliki oleh setiap orang memiliki pengaruh sangat kuat dan menjadi kebutuhan yang menuntut untuk selalu dipenuhi, dan ketika hasrat itu tidak dipenuhi maka hal itu akan berpengaruh dan mempunyai efek yang tidak baik pada diri seseorang seperti rasa galau, jiwa tidak tenang dan bahkan cenderung mempengaruhi untuk berbuat keji. Maka untuk menghindar dari pengaruh seperti itu maka solusinya adalah menikah karena menikah adalah sebaik-baik jalan keluar dan alami dilakukan. b. Menikah adalah cara yang tepat dalam hidup untuk memenuhi hasrat seksual dan menekan penagruhnya, sebagaimana nikah juga berfungsi sebagai sarana mendapatkan anak dan memperbanyak keturunan serta berguna untuk menjaga keberlangsungan populasi manusia. c. Salah satu manfaat nikah adalah orang tua sejak kecil terhadap anaknya akan menumbuhkan rasa cinta, kasih dan sayang, yang dengan manfaat-manfaat dan cara-cara seperti ini akan membuat sempurna unsur kemanusiaan bagi setiap individu. d. Rasa kepedulian terhadap pernikahan setelah menikah serta rasa tanggung jawab dan peduli terhadap anak-anak akan memotivasi seseorang untuk giat dan memaksimalkan potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk memenuhi rasa kepedulian tersebut. e. Nikah mempunyai kontribusi membentuk pribadi disiplin seperti disiplin membagi waktu dan pekerjaan, karena unsur kedisiplinan ini seseorang dapat mengatur urusan-urusan rumah tangganya sebagaimana disiplin dalam mengatur urusan di luar rumah. Tentu saja keduanya dispilin dan tanggung jawab berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing. f. Keharmonisan rumah tangga, ikatan cinta yang kuat antar keluarga, dan hubungan sosial masyarakat sebagai manfaat pernikahan merupakan sesuatu yang sangat dihargai dan diperhatikan Islam karena masyarakat yang rukun dan harmonis adalah masyarakat yang kuat dan sejahtera. g. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporannya, yang dimuat Koran al-sya b yang terbit Sabtu, 1 juni 1959 melaporkan bahwa pasangan suami isteri akan bertahan hidup lebih lama jika dibandingkan yang bukan pasangan suami-isteri (hidup sendiri tanpa pasangan) Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah, (Beirut: Dar al-kitab al- Arabi, 1397), juz 2, hlm. 15. JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 29

14 Ikhsan Intizam Adapun syarat nikah menurut undang-undang pernikahan yang berlaku di negara Indonesia pasal 7 No 1 Th 1974, menjelaskan sebagai berikut : a. Pernikahan harus berdasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. b. Untuk melangsungkan pernikahan seorang yangbelum mencapai 21 tahun harus mendapat ijin kedua orang tua. c. Dalam hal selah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat 2 (dua) pasal ini cukup diperoleh dari orang yang mampu menyatakan kehendaknya. d. Dalam hal perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut nomor 2, tiga dan empat pasal ini atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatu pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum atas permintaan seorang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat 2,3 dan 4 dalam pasal ini. e. Ketentuan tersebut ayat 1 s/d 5 pasal ini berlaku sepanjang hokum masing-masing agamanya dan kepercayaan yaitu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. f. Dikemukakan secara tegas bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. 25 Mengenai syarat sah pernikahan Jumhur mengatakan terdapat sepuluh hal yang harus dipenuhi yaitu; Pertama, kedua pasangan harus berstatus halal untuk menikah dalam arti bukan muhrim berdasarkan kekerabatan atau Musoharoh (karena sebab pernikahan). Kedua, Shigat dalam akad harus bersifat muabad yakni tanpa adanya batasan waktu. Ketiga, terdapat dua orang laki-laki sebagai saksi. Keempat, perkawinan harus berdasarkan ridho dari kedua belah pihak yang melangsungkan. Kelima, menyebutkan pasangan mempelai secara jelas dalam lafadz akad. Keenam, tidak sedang melakukan ihram. Ketujuh, adanya mahar (maskawin). Kedelapan, Saksi tidak merahasiakan pernikahan dari masyarakat luas. Kesembilan, kedua pasangan tidak sedang sekarat atau dalam sakit yang kritis. Kesepuluh, hadirnya wali sebagai tanda memberi persetujuan. 26 Adapun mazhab Hanafi membagi syarat ke dalam empat macam yakni: Pertama; Syuruth Al-in`iqâd yaitu syarat yang menentukan 25 Undang-undang Perkawinan, (Surabaya: Pustaka Tata Masa, 2009), cet. XI, hlm Ibid. 30 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

15 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal terlaksananya akad perkawinan. Terdiri dari: 1) Kecocokan antara Ijab dan Kabul; 2) Bersatunya Majlis (tempat) antara yang melaksanakan ijab dan kabul; 3) Saling mendengar dan memahami dari pelaksana akad; dan 4) Tidak terdapat penolakan dari yang menerima (kabul). Kedua, Syuruth Asshihhah merupakan syarat yang menentukan keberlangsungan sah dan tidaknya perkawinan. Terdiri dari 1) Mempelai wanita halal untuk dinikahi; dan 2) Dua orang saksi. Ketiga; Syuruth An-nufûdz yaitu syarat yang menentukan kelangsungan sahnya perkawinan, yaitu 1) Sempurnanya (ahliyah) kedua orang yang melangsungkan aqad (berakal dan baligh); 2) Kedua orang yang melaksanakan akad memiliki kewenangan untuk melangsungkan perkawinan Keempat; Syurûth Al-luzûm yaitu syarat yang menentukan kepastian perkawinan sehingga tidak mungkin dibatalkan atau terdapatnya Faskh (pisah) dikemudian hari, yaitu 1) Wanita yang dikawini Ahliyah (dalam keadaan baligh dan sehat mental); dan 2) Pria yang menikahi sekufu (starata yang sama). 27 Adapun rukun pernikahan menurut pendapat para ulama sebagai berikut: Menurut Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa rukun nikah hanya dua hal saja yaitu Ijab dan Kabul. Sementara jumhur ulama mengatakan rukun nikah terdiri dari Sighat (ijab dan kabul), mempelai wanita, mempelai pria dan Wali. Selain dari empat hal tersebut, Imam Malik menambah satu rukun sehingga menjadi lima yaitu mahar (maskawin). Pendapat yang sama juga dilakukan Syafi`iyah dengan menambahkan rukun yang kelima yaitu dua orang saksi yang adil. 28 Pendapat jumhur ulama bahwa rukun perkawinan itu terdiri empat hal di atas dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: a. Adanya calon suami dan isteri yang akan melakukan perkawinan. b. Adanya wali dari pihak dari calon wanita. Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkanya. c. Adanya dua orang saksi. Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut. d. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki. Berdasarkan ketentuan rukun pernikahan di atas, ada perbedaan para ulama tentang jumlah rukun nikah tersebut. Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu : a. Wali dari pihak perempuan. b. Mahar (maskawin). 27 Ibid. 28 Ahmad Rifa`i, Fiqh Islam Lengkap, (Semarang: as-syifa`, 2007), hlm. 89 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 31

16 Ikhsan Intizam c. Calon pengantin laki-laki. d. Calon pengantin perempuan. e. Sighat akad nikah. Imam Syafi i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu: a. Calon pengantin laki-laki. b. Calon pengantin perempuan. c. Wali. d. Dua orang saksi. e. Sighat akad nikah. Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki). Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu : a) Sighat (ijab dan qabul) b) Calon pengantin perempuan c) Calon pengantin laki-laki d) Wali dari pihak calon pengantin perempuan. Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun, seperti terlihat di bawah ini. a. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. b. Adanya wali. c. Adanya dua orang saksi d. Dilakukan dengan sighat tertentu. 29 Rukun dan syarat menentukan suatu hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan suatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mengujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan tidak merupakan unsurnya. 30 Beda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakekat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkanya, sedangkan syarat adalah sesuatu 29 Undang-undang Perkawinan, (Surabaya: Pustaka Tata Masa, 2009), hlm Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Islam Indonesia, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2007), hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

17 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal yang berada di luarnya dan tidak merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan rukun dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun. Pandangan Rifa`iyah Terhadap Pernikahan a. Biografi KH. Ahmad Rifa`i Nama lengkapnya Ahmad Rifa i, dilahirkan pada tanggal 9 Muharam 1200H/1786 M, di Desa Tempuran Kendal dan meninggal pada sekitar 1870 di Minahasa, Sulawesi Utara. 31 Ayahnya bernama Muhammad Marhum, anak penghulu Landeraad Kendal R.K.H. Abu Sujak alias Sutjowidjojo. 32 Menurut sumber dari kalangan Rifai'yah, sejak kecil Ahmad Rifa`i telah ditinggalkan oleh ayahnya dan kemudian dipelihara oleh kakeknya bernama K.H. Asy'ari, seorang ulama terkenal di wilayah Kaliwungu yang kemudian membesarkannya dengan pendidikan agama. 33 Dengan demikian, masa remajanya berada dalam lingkungan kehidupan agama yang kuat karena Kaliwungu merupakan wilayah yang sejak dulu terkenal sebagai pusat perkembangan Islam di wilayah Kendal dan sekitarnya. 34 Di lingkungan ini Ahmad Rifa`i belajar bermacam-macam ilmu pengetahuan agama Islam yang lazim dipelajari dunia pesantren seperti ilmu Nahwu, Sharaf, Fiqh, Badi', Bayn, Ilmu Hadits, dan Ilmu Al-Qur'an. 35 Riwayat pendidikan Ahmad Rifa`i sangat panjang dan spektakuler. Hal ini bisa dilihat dari sejarah yang ditulis para sejarawan Islam yang mengisahkan bahwa setelah sekian lama digodok dalam tempaan guru Asy ari, maka pada tahun 1816 M, di usianya yang ke-30 tahun, memutuskan sendiri untuk menunaikan haji dan umroh ke Makah al- Mukaromah. Seperti pada umumnya hujjaj (jamaah haji), terutama yang 31 Desa Tempuran yang dahulunya adalah sebuah desa, sekarang menjadi sebuah dukuh Tempuran yang berada di Kelurahan Pegulon Kecamatan Kendal Kota Kabupaten Kendal. Lokasi dusun Tempuran berda di sebeleh Selatan Masjid Agung Kendal. 32 Abdul Jamil, Perlawanan Kyai Ndeso; Pemikiran dan Gerakan Islam KH.Ahmad Rifa i Kalisalak, LKIS, Yogyakarta, 2001, hlm. 13, 33 K.H. Asyari, dikenal sebagai wali guru oleh penduduk setempat. Berkat jasa-jasa dan perjuangannya, setiap tahun tepatnya satu minggu setelah hari raya Idhul Fitri, umat Islam di Kabupaten Kendal dan sekitarnya memperingati syawalan dan mengunjungi makamnya di petilasan desa Pungkuran Kecamatan Kaliwungu. 34 Kaliwungu dikenal sebagai Kota Santri, karena di wilayah ini ribuan santri dari berbagai daerah di Indonesia dan manca negara, menimba ilmu agama di pondok pesantren yang berada di 25 tempat, baik pondok pesantren besar seperti PP. Aspik dan sebagainya maupun pondok pesantren kecil seperti Apik, dan sebagainya. 35 Ahmad Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarajumah Shaikh H. Ahmad Rifa i, (Pekalongan: Yayasan al-insaf, 1999), hlm. 9 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 33

18 Ikhsan Intizam benar-benar mencintai ilmu pengetahuan, selalu berkeinginan untuk menetap (mukim) untuk beberapa lama di Jazirah Arab untuk mendalami ilmu pengetahuan agama Islam. Demikian juga halnya dengan Ahmad Rifa i, selama delapan tahun menetap di Mekah dan Madinah, berguru kepada sejumlah ulama terkenal di sana, seperti Syaikh Isa Al-Barowi (1235 H.), dan Syaikh Fakih Muhammad ibnu Abdul Aziz al-jaizi. Ahmad Rifa i berguru kepada kedua ulama tersebut tentang berbagai macam cabang ilmu pengetahuan agama Islam, disamping belajar dengan ulama-ulama besar lainnya. Sekalipun demikian, Ahmad Rifa i tidak lepas dari pengaruh perkembangan Islam yang terjadi di Jazirah Arab sekitar abad XVII yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab yaitu penegasan kembali kepada otoritas fikih atau aspek-aspek lain dari kehidupan keagamaan Islam yang bersumber kepada al-quran dan Sunnah Rasul. 36 Setelah menuntut ilmu agama selama delapan tahun di Mekah dan Madinah, Ahmad Rifa i melanjutkan studinya ke negeri yang terkenal kental dengan pemikiran-pemikiran mazhab Syafi i yaitu Mesir, karena fatwa Imam Syafi i Qoul Jadid yang terbanyak ada di sana. Koleksi kitabkitab bermazhab Syafi i sementara yang belum sempat terbitkan juga tersimpan di perpustakaan Darul Kutub di kota tersebut. Kepindahan Ahmad Rifa i ke Mesir ini juga mempunyai maksud ingin memperluas ilmu agama kepada guru-guru yang berafiliasi kepada mazhab fikih Imam Syafi i, karena dia juga sadar bahwa sebagian besar masayarakat Islam di Indonesia, terutama di Jawa adalah penganut faham tersebut. Selama dua belas tahun bermukim di Mesir, Ahmad Rifa i berguru kepada ulama-ulama kenamaan di sana. Di antara gurunya adalah Syaikh Ibrahim al-bajuri. Sebenarnya banyak muslim Indonesia yang belajar di Mekah waktu itu. Akan tetapi kemudian terkenal sebagai ulama besar, khususnya di Jawa tersebut nama-nama besar seperti Syaikh Nawawi al-banteni dan Syaikh Kholil Bangkalan al-maduri. Kedua orang ini menjadi teman akrab Ahmad Rifa i hingga kepulangannya di Jawa terutama dalam menyebarkan agama Islam, selepas bermukim di Mesir selama dua belas tahun. 37 Sebagai pemeluk Islam yang taat tentu tidak mengabaikan perintahperintah agamanya yang dianut. Untuk menjaga dirinya agar selamat dari perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang dilakukan leluhurnya, Ahmad Rifa i menikah dengan seorang gadis pilihan di Kendal. Dari pernikahan yang sakinah, terjalin kasih sayang itu kemudian membuahkan hasil keturunan sebanyak lima orang anak, masing-masing bernama: K.H 36 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-fiqh, (Kuwait: Dar al-kalam, 1978), hlm Abdul Razak, Manaqib Syaikh H. Ahmad Rifa i al-jawi,(tp., tth.), hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

19 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal Khabir, K.H Junaidi, Nyai Zaenab, Kiai Jauhari, Nyai Fatimah alias Umrah. Sedang pernikahannya dengan Sujainah di Kalisalak Batang membuahkan keturunan seorang anak laki-laki. Setelah pulang dari Mekah pada tahun 1833, Ahmad Rifa`i banyak melakukan penerjemahan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa yang kemudian disebut sebagai kitab Tarajumah. Pemikiranpemikiran Ahmad Rifa`i, selama di Mekah menjadi inspirasi yang mendorong dirinya untuk berjuang dalam dakwah Islam. Pada waktu itu, kota Mekah memiliki arti tersendiri sebagai kota yang menjadi penghubung jaringan ulama dari berbagai kawasan yang telah berlangsung sejak abad-abad sebelumnya. 38 Salah satu unsur terpenting yang dijadikan dasar pertimbangan dalam menilai bobot keilmuan seseorang, terutama masa-masa terakhir ini, ialah berapa banyak dan sejauh mana kualitas karya ilmiahnya yang telah di hasilkannya. Di lihat dari sisi ini Kiyai Ahmad Rifa i termasuk ulama pengarang yang produktif dalam menulis kitab berbahasa Jawa dengan nilai sastra tinggi. 39 Kiyai Ndesa (meminjam istilah Abdul Jamil) yang unik dari pesisir Utara Jawa Tengah ini memang melahirkan banyak karya tulis, walupun ia sendiri kurang populer di banding dengan sahabat kentalnya yaitu Kiai Nawawi dari Banten. Namun demikian ia banyak dikenal terutama di kalangan ilmuan sejarah dan sastra. Hasil karyanya berupa kitab Tarajumah mengundang nilai sejarah dan sastra tinggi. Tercatat sejarawan Sartono Kartodirdjo menyatakan, Kiyai Ahmad Rifa i termasuk ulama produktif dalam menulis kitab berbahasa Jawa dengan nilai sastra sangat tinggi. Di kalangan ilmuwan pengikut jamaah Rifa iyah belum 38 Azra menggambarkan bahwa pada abad ke-17 terdapat adanya hubungan saling silang para ulama yang menciptakan komunitas intelektual internasional yang saling berkaitan satu sama lain. Hubungan di antara mereka pada umumnya tercipta dalam kaitan dengan upaya pencarian ilmu melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti masjid, madrasah, dan riba. Hal ini mengambil bentuk hubungan guru dengan murid (hubungan vertikal), guru dengan guru atau murid dengan murid (hubungan horizontal). Mobilitas guru-guru dan murid yang relatif tinggi memungkinkan pertumbuhan jaringan ulama sehingga mengatasi batas-batas wilayah, perbedaan asal etnis, dan kecenderungan keagamaan dalam hal madzhab dan sebagainya. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung: Mizan, 2004), hlm Ahmad Syadzirin Amin, salah seorang pemimpin jamaah Rifaiyah memberi rincian tentang jumlah kitab karangan Ahmad Rifa i, baik yang sekarang ada dan dapat dijadikan rujukan maupun yang masih dalam pencarian karena alasan hilang atau yang lainnya, tidak kurang dari 65 judul. Lihat Ahmad Syadirin Amin, Gerakan Syaikh Ahmad Rifa i dalam Menentang Kolonial Belanda, (Jakarta: Jama ah Masjid Baiturrahman, 1996), hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 35

20 Ikhsan Intizam ditemui kesepakatan mengenai berapa jumlah karya-karya Kiyai Ahamad Rifa i ini, baik yang di karangnya ketika bermukim di Kalisalak Pekalongan maupun ketika diasingkan di Ambon. Kuntowijoyo merinci karya-karya Kiyai Ahmad Rifa i tersebut berjumlah 55 buah kitab. 40 Karya-karya ilmiah yang dihasilkan dari kecerdasan dan kemahiran Kiyai Ahmad Rifa i di Kalisalak tersebut, adalah: 1) Surat Undang-undang Biyawara (Maklumat), tahun 1254 H. 2) Nasihatul Awam (Nasehat Untuk Kaum Awam), tahun1254 H. 3) Syarihul Iman,(Penjelasan Tentang Iman), selesai tahun 1255 H. 4) Taisir (Kemudahan), selesai tahun 1256 H. 5) Bayan (Penjelasan), selesai tahun 1257 H. 6) Targib (Kegemaran Beribadah),selesai tahun 1257 H. 7) Thariqat (Jalan Kebenaran), selesai tahun 1257 H. 8) Inayah (Pertolongan), selesai tahun 1256 H. 9) Athlab (Menuntut), selesai tahun 1259 H. 10) Husnul Mithalab (Kebaikan Ilmu yang dianut), tahun 1259 H. 11) Thullah (Pencari kebenran), selesai tahun 1259 H. 12) Absyar (Mengupas), selesai tahun 1259 H. 13) Tatriqah (Pemisahan Hak dengan Batil), selesai tahun 1260 H. 14) Asnal Miqosad (Ketetapan yang Harus dikerjakan), tahun 1261 H. 15) Tatshilah (Perincian), selesai tahun 1261 H. 16) Imdad (Pertolongan),selesai tahun 1261 H. 17) Irsyad (Petunjuk), selesai tahun 1261 H. 18) Irfaq (Memberi Manfaat), selesai tahun 1261 H. 19) Nadzam Arja (Penghargaan), selesai tahun 1261 H. 20) Jam ul Masail I (Kumpulan Masalah-masalah), tahun 1261 H. 21) Jam ul Masail II (Kumpulan Masalah-masalah), tahun 1261 H. 22) Jam ul Masail III (kumpulan Masalah-masalah), tahun 1261 H. 23) Qowa id (Pilar-pilar Agama),selesai tahun 1261 H. 24) Tahsin (Memperbaiki), selesai tahun 1261 H. 25) Shawalih (Perdamaian),selesai tahun 1262 H. 26) Miqashad (Tujuan), selesai tahun 1262 H. 27) As ad (Membahagiakan), selesai tahun 1262 H. 28) Fauziyah (Keberuntungan), selesai tahun 1262 H. 40 Perbedaan di atas memang wajar jika muncul di permukaan. Hal tersebut dikarenakan kitab-kitab Kiai Ahmad Rifa i masih banyak tersimpan dalam musium di Negeri Kincir Angin (Belanda), karena dipandang bahwa ajaran Kiai Ahmad Rifa i meresahkan masyarakat, sehingga kitab-kitab karyanya ikut disita sebagai barang bukti. Kitab-kitab tarajumah (nama kitab tarjumah karya Kiai Ahmad Rifa i) mulai ditulis ketika menetap di Kalisalak, Batang yaitu mulai tahun 1254 H sampai tahun 1275 H. Lihat Ibid. 36 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA

21 Keabsahan Nikah di KUA Perspektif Jamaah Rifa`iyah Kabupaten Kendal 29) Hasaniyah (Kebagusan), selesai tahun 1262 H. 30) Fadhiliyah (Keutamaan), selesai tahun 1263 H. 31) TabyinalIslah (Perbaikan Hubungan), selesai tahun 1264 H. 32) Abyān al-hawaij (Penjelasan Beberapa Hajat Pokok), tahun ) Tasyrihatal Mubtaj (Penguraian bagi yang Membutuhkan), 1265 H 34) Takhyirah Mukhtasyar (Pilihan Akidah yang Diringkas), 1265 H. 35) Kaifiyah (Metode atau Tata cara), selesai tahun 1265 H. 36) Mushbahah (Lampu Petunjuk), selesai tahun 1266 H. 37) Riayatul Himmah (Penjagaan Mengerjakan Ibadah), 1266 H. 38) Ma uniyah (Bantuan atau Pertolongan), selesai tahun 1266 H. 39) Uluwiyah (Kemuliaan atau Ketinggian), selesai tahun 1266 H. 40) Rujumiyah (Pelemparan), selesai tahun 1266 H. 41) Muthamah (ditanamkan), selesai tahun 1266 H. 42) Basthiyah (Kekuasaan Dalam Ilmu), selesai tahun 1267 H. 43) Tahsinah (Memperbaiki bacaan), selesai tahun 1268 H. 44) Tazkiyah (Penyembelihan Binatang), selesai tahun 1269 H. 45) Fatawiyah (fatwa-fatwaagama), selesai tahun 1269 H. 46) Samhiyah (kemurahan Hati), selesai tahun 1269 H. 47) Maslahah (Reformasi), selesai tahun 1270 H. 48) Wadlilah (Yang Tampak Jelas), selesai tahun 1272 H. 49) Munawirul Himmah (Lampu Penerang Cita-Cita), tahun 1272 H. 50) Tasyrihatal (Penyiaran, Penyebaran Berita), selesai tahun 1273 H. 51) Mahabbatullah (Cinta Pada Allah), selesai tahun 1273 H. 52) Mirghabut Tha at (Yang Menimbulkan Keinginan Patuh), 1273 H. 53) Hujajiyah (Menyalahkan), selesai tahun 1273 H. 54) Tashfiyah (Penjernihan), selesai tahun 1273 H. 55) Sibhatun Nikah (Keabsahan Nikah). 56) Nadzam Wiqoyah (Pemeliharaan, Penjagaan), tahun 1273 H. 57) Tanbih Rejeng 58) Kitab Tajwid 59) Sebanyak 700 B Nadzam Dan Jawabannya, selesai tahun 1273 H. 60) Sebanyak 500 Tanbih bahasa Jawa, selesai tahun 1273 H. 61) Surat-surat berisi fatwa-fatwa yang ditujukan kepada penghulu Pekalongan dan daerah lainnya. 62) Puluhan lembar tulisan Ahmad Rifa i dengan bahasa Krama Inggil. 63) Ada lagi kitab tanpa judul yang berisi fatwa-fatwa Agama Ahmad Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarajumah Shaikh H. Ahmad Rifa i, (Pekalongan: Yayasan al-insaf, 1999), hlm JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA 37

BAB I PENDAHULUAN. pertama hijriyah yang dibawah langsung para pedagang dari Timur Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. pertama hijriyah yang dibawah langsung para pedagang dari Timur Tengah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, sebagian besar warganya menganut agama Islam. Agama Islam telah berkembang semenjak abad pertama hijriyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mîtsâqan ghalîdhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan kepada umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan 1 BAB I PENDAHULUAN Pada hakekatnya manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan melangsungkan perkawinan. Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN Menurut Imam Asy-Syathibi jika aturan/hukum itu membawa kepada kemaslahatan, maka aturan /hukum itu harus dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mau seorang manusia haruslah berinteraksi dengan yang lain. Agar kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang akan saling membutuhkan satu sama lain sampai kapanpun, hal tersebut dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan. Maka dari itu mau

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 Firmah Allah SWT dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

Perkawinan dengan Wali Muhakkam FIQIH MUNAKAHAT Perkawinan dengan Wali Muhakkam Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email : sumarto.manajemeno@gmail.com

Lebih terperinci

Khaerul Khakim, S.Pd.I. Modul Kerifa iyahan. Studysinau Publishing

Khaerul Khakim, S.Pd.I. Modul Kerifa iyahan. Studysinau Publishing Khaerul Khakim, S.Pd.I Modul Kerifa iyahan Studysinau Publishing Modul Kerifa iyahan Penulis: Khaerul Khakim Editor: M Najib Arsyada Tata Bahasa: Nur Farizah Tata Letak: Nadhif Design Sampul: Studysinau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. dari kata وكاحا, یىكح, وكح yang berarti bergabung dan berkumpul.

BAB II LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. dari kata وكاحا, یىكح, وكح yang berarti bergabung dan berkumpul. BAB II LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Deskripsi Teori 1. Pernikahan a. Pengertian Pernikahan Secara etimologi nikah dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata وكاحا, یىكح,

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: ANDRIYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling BAB 1 PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia dari dua jenis yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 Samuji Sekolah Tinggi Agama Islam Ma arif Magetan E-mail: hajaromo@yahoo.co.id Abstrak Perkawinan di bawah tangan

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN 63 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN A. Analisis Tentang Latarbelakang Tradisi Melarang Istri Menjual Mahar Di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUIKUM ISLAM TERHADAP NIKAH SIRRI ONLINE

BAB IV ANALISIS HUIKUM ISLAM TERHADAP NIKAH SIRRI ONLINE BAB IV ANALISIS HUIKUM ISLAM TERHADAP NIKAH SIRRI ONLINE A. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelaksanaan Nikah Sirri Online Setelah mengetahui praktek pelaksanaan nikah sirri online yang marak terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fitrah manusia adalah adanya perasaan saling suka antara lawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sisi keistimewaan agama Islam adalah memberikan perhatian terhadap fitrah manusia dan memperlakukan secara realistis. Salah satu fitrah manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, adat istiadat serta tradisi. Jika dilihat, setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab di

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya.

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan yang indah ini, Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan berkasih-kasihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa perkawinan yang oleh masyarakat disebut sebagai peristiwa yang sangat penting dan religius. Arti perkawinan sendiri ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan pada Bagian ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan pada Bagian ke-empat BAB I PENDAHULUAN Pekih iku nek rupek yo diokeh-okeh (Fikih itu kalau sempit ya diupayakan agar longgar). (Pernyataan KH. Wahab Hasbullah Jombang, dalam Kata Pengantar KH. Sahal Mahfudh di Buku Solusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik 2 Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinaan.

Lebih terperinci

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM ANDINI GITA PURNAMA SARI / D 101 09 181 ABSTRAK Tulisan ini berjudul Status Hukum Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

Apakah Kawin Kontrak Itu?

Apakah Kawin Kontrak Itu? KOPI- Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali Imran [3] : 14). Hanya saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

Lingkungan Mahasiswa

Lingkungan Mahasiswa Lingkungan Mahasiswa Pernikahan Apa Hubungannya ya Lingkungan Mahasiswa dengan Pernikahan????? Pernikahan Dini Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang mempersatukan dua insan yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup bersama, hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya Allah menciptakan manusia di dunia ini tidak lain tugasnya hanya ibadah kepadanya. Dalam ekosistemnya, Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan Islam, perkawinan itu merupakan suatu ibadah, di samping ibadah, perkawinan juga merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Sunnah Allah, berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring waktu berjalan, dunia semakin berkembang dari zaman klasik menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan zaman di mana terdapat begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

SKRIPSI. BATAS KEMAMPUAN MENIKAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Telaah Analitis Terhadap Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974)

SKRIPSI. BATAS KEMAMPUAN MENIKAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Telaah Analitis Terhadap Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974) SKRIPSI BATAS KEMAMPUAN MENIKAH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Telaah Analitis Terhadap Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Syarat-Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan lembaga yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Awalnya perkawinan bertujuan untuk selamanya. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah Saw kepada umatnya. Beliau menganjurkan agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan ada kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN

WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN NAMA ALAMAT : Siti (Nama Samaran) : Desa Boja Kecamatan Boja 1. Apakah ibu pernah di talak oleh suami ibu? Iya, saya pernah di talak suami saya 2. Berapa

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Rahman I. Doi, penjelasan lengkap hukum-hukum allah (syariah), PT Raja Grafindo persada, Jakarta, 2002, hal.

BAB I PENDAHULUAN. A.Rahman I. Doi, penjelasan lengkap hukum-hukum allah (syariah), PT Raja Grafindo persada, Jakarta, 2002, hal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang paling sakral dalam hidup ini.pernikahan ataupun Nikah merupakan sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Allah baik itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH 75 BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Pendapat Hakim Tentang Status Istri Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci