INDUKSI HORMONAL, PENAMBAHAN SPIRULINA DAN KUNYIT DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA REPRODUKSI IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI HORMONAL, PENAMBAHAN SPIRULINA DAN KUNYIT DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA REPRODUKSI IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii"

Transkripsi

1 INDUKSI HORMONAL, PENAMBAHAN SPIRULINA DAN KUNYIT DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA REPRODUKSI IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii TUTI PUJI LESTARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Hormonal, Penambahan Spirulina dan Kunyit dalam Pakan untuk Meningkatkan Kinerja Reproduksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Tuti puji lestari NIM C

4 RINGKASAN TUTI PUJI LESTARI. Induksi Hormonal, Penambahan Spirulina dan Kunyit dalam Pakan untuk Meningkatkan Kinerja Reproduksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan TATAG BUDIARDI. Ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis. Budidaya ikan tengadak mulai dikembangkan pada tahun 2010 tetapi masih kesulitan dalam pengadaan benih apalagi diluar musim pemijahan. Hal ini disebabkan pematangan gonad (maturasi) ikan tengadak masih sangat dipengaruhi oleh musim yaitu pada akhir bulan Oktober sampai awal bulan Maret, dan membutuhkan waktu yang lama dalam proses rematurasi yaitu sekitar dua bulan. Agar ketersediaan benih dapat mencukupi kebutuhan kegiatan budidaya sepanjang tahun maka diperlukan upaya manipulasi secara hormonal terhadap pematangan gonad dan ovulasi pemijahan ikan tengadak. Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi kematangan gonad ikan tengadak menggunakan hormon, penambahan spirulina dan kunyit dalam pakan untuk meningkatkan kinerja reproduksi. Penelitian terdiri dari dua tahap pertama, tahap induksi maturasi untuk mengetahui peran kombinasi Spirulina platensis dan tepung kunyit yang ditambahkan dalam pakan dan penyuntikan Oodev yang merupakan premix hormon Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) + anti dopamin (AD) terhadap proses maturasi dan rematurasi ikan tengadak. Kedua mengetahui peran kombinasi Ovaprim (Leutinizing Hormone Releasing Hormoneanalogue (LHRHa) + AD), Spawnprim (aromatase inhibitor (AI) + oksitosin + LHRHa + prostaglandin F2α (PGF2α) + AD) terhadap proses ovulasi dan pemijahan ikan tengadak. Penelitian tahap pertama induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor (pakan dan hormon) dengan 12 kombinasi perlakuan dan lima ulangan, berupa ulangan individu. Faktor pakan terdiri dari empat jenis pakan yaitu: pakan kontrol (KT), pakan ditambah tepung kunyit 3 %.kg -1 (KN), pakan ditambah tepung spirulina 3 %.kg -1 (SP) dan kombinasi kunyit 3 %.kg -1 dengan tepung spirulina 3 %.kg -1 (SK). Faktor hormon terdiri dari tiga dosis Oodev (ml.kg -1 induk) yaitu: 0,0 (1), 0,25 (2) dan 0,50 (3). Ikan yang digunakan sebanyak 60 ekor ikan betina dengan bobot g yang berasal dari ikan koleksi Balai Budidaya Ikan Sentral Anjongan (BBIS) Kalimantan Barat. Selama pemeliharaan ikan diberi pakan dua kali sehari (pukul dan 17.00) secara at satiation selama 14 minggu. Sedangkan penyuntikan Oodev dilakukan secara intra muscular setiap dua minggu sekali. Penelitian tahap kedua induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan kombinasi hormon yaitu LHRHa + AD (LA/Ovaprim), AI + oksitosin + LHRHa + PGF 2α + AD (AOP/Spawnprim), (NaCl 0.9%) (KT/larutan fisiologi). Ikan yang digunakan merupakan induk matang gonad yang berasal dari penelitian tahap pertama dan ikan jantan dengan bobot berkisar g.ekor -1 sebanyak lima ekor per perlakuan. Penyuntikan dilakukan secara intra muscular dan diberikan satu kali penyuntikan.

5 Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa penambahan kombinasi suplemen dalam pakan dan penyuntikan Oodev dapat mempercepat waktu pematangan gonad, meningkatkan tingkat kematangan gonad serta meningkatkan jumlah induk matang gonad, nilai indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), diameter telur, konsentrasi plasma 17β-estradiol, progesteron, dan spawned eggs. Induk mencapai matang gonad % terjadi pada dua minggu pertama. Jumlah induk matang gonad sempurna 100% tercapai dalam periode waktu 4-9 minggu. Pada tahap maturasi nilai konsentrasi 17βestradiol tertinggi pada SK.3 (493,91 pg.ml -1 ) dan SP.3 (484,51 pg.ml -1 ), tahap rematurasi SP.3 (445,60 pg.ml -1 ), SP.2 (439,06 pg.ml -1 ) dan SK.3 (411,85 pg.ml -1 ). Konsentrasi progesteron tertinggi pada perlakuan SP.3 (214 pg.ml -1 ), nilai IGS tertinggi SK.3 (12,39%), nilai IHS berkisar antara 1,67-2,34%, nilai spawned eggs berdasarkan tahap maturasi berkisar butir.g -1 dan rematurasi butir.g -1. Berdasarkan jenis suplemen yang diberikan, spawned eggs tertinggi pada perlakuan SK sebanyak 57344±21971 butir.g -1 dan dosis penyuntikan hormon tertinggi pada 0,50 ml.kg -1 sebanyak 64474±12529 butir.g -1. Hasil pada tahap kedua induksi ovulasi dan pemijahan menunjukkan bahwa induksi hormon pada ikan tengadak dapat meningkatkan nilai spawned eggs, fertilisasi, hatching rate, abnormalitas dan survival rate serta menghasilkan induk tengadak yang dapat memijah secara semi alami. Nilai fertilisasi, hatching rate, abnormalitas tertinggi pada perlakuan Spawnprim. Nilai fertilisasi 77,30±8,38, hatcing rate 79,58±0,64 b, abnormalitas 7,46±0,99 b, survival rate 76,56±2,40 b dan pemijahan dilakukan secara semi alami. Pada parameter spawned eggs nilai tertinggi pada perlakuan ovaprim 7597±1073 butir.g -1, sedangkan pada perlakuan kontrol tidak terdapat induk yang ovulasi. Pemberian suplemen spirulina 3%.kg -1 dan tepung kunyit 3%.kg -1 dalam pakan yang dikombinasi penyuntikan hormon Oodev dengan dosis 0,50 ml.kg -1 induk pada tahap maturasi dan rematurasi dapat menginduksi 2,2 kali lebih cepat dibandingkan penyuntikan dengan dosis 0-0,25 ml.kg -1 serta dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan tengadak diluar musim pemijahan dalam masa pemeliharaan 4-14 minggu. Kemudian pada tahap ovulasi dan pemijahan induksi Spawnprim dapat menginduksi pemijahan semi alami dan menghasilkan kinerja lebih baik pada parameter hatching rate, abnormalitas dan survival rate. Kata kunci: Barbonymus schwanenfeldii, Curcuma longa, maturasi, Oodev, Ovaprim, ovulasi, pemijahan, rematurasi, Spawnprim, Spirulina platensis

6 SUMMARY TUTI PUJI LESTARI. Hormonally induce, spirulina and turmeric dietary additions to improved reproduction performance of tinfoil barb Barbonymus schwanenfeldii. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and TATAG BUDIARDI. Tinfoil barb (Barbonymus schwanenfeldii) is the one of freshwater aquaculture species which is high of economical value. It s developed since 2010 but till now are difficult to fulfill juvenile supplies out of spawning season. This is due to tinfoil barb gonadal maturation strongly influenced by the season which is from late October to early March, but it usually takes a long time for maturation process at least for two months. In order to provide the availability of juveniles for aquaculture activities through the years, it s need an effort by hormonal manipulation of tinfoil barb gonadal maturation and spawning ovulation. This research aimed to induced a gonadal maturations of tinfoil barb hormonally, spirulina and turmeric dietary additions to increased reproduction performance. The study consisted of two stage: first, the induction stage of maturation was aimed to determined the role of nutrients in Spirulina platensis and turmeric powder combination in diet and Oodev, injection hormone premix (containing PMSG and anti dopamine) which Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) + anti dopamine (AD) hormone premix at maturation process for tinfoil barb rematuration. Second, was to determined the role of combination of Ovaprim (Leutinizing Hormone Releasing Hormone-analogue (LHRHa) + AD), Spawnprim (aromatase inhibitor (AI) + oxytocin + LHRHa + prostaglandin F2 α (PGF2α) + AD) in tinfoil barb ovulation process and spawning induction. The first stage of the study, use two factors Randomized Block Design (RBD) consists of 12 treatment with five individual as replication. Treatment diets were four types: control diet, diet with 3%.kg -1 of turmeric meal supplementation, diet with 3%.kg -1 spirulina supplementation and combination supplementation of 3%.kg -1 turmeric and 3%.kg -1 spirulina meal. The hormonal factors consist of three Oodev doses were. 0.0 ml.kg -1 broodstock fish (1), 0.25 ml.kg -1 broodstock fish (2) and 0.50 ml.kg -1 broodstock fish (3). The fishes used were 60 female fish with weight g from Fish Farming Center for Central Anjongan (FFCC) West Borneo collection. Fish were fed twice a day with at satiation (07.00 am and pm) during 14 weeks. While the hormone injection did onced every two weeks by intra muscular. The experiment stage two, ovulation and spawning induction, was designed using Randomized Design (CRD) with three treatment of hormones combination such as LHRHa + AD (LA/Ovaprim), AI + oxytocin + LHRHa + PGF2α + AD (AOP/Spawnprim), NaCl 0.9% (KT/ physiologicalsolution). The fishes that used in this experiment from experiment one, with completed gonadal maturation and the male fish was g.fish -1 were used for each treatment. While the hormone injection did onced by intra muscular. The first experiment result showed that treatment with combination of supplement adding in fish diet and Oodev injections could speed up gonadal maturations timing, maturity stage of gonadal and increased the number of matured broodfish, gonadosomatic index value (GSI), hepatosomatic index (HSI),

7 eggs diameter, plasma concentration of 17β-estradiol, progesterone, and spawned eggs. Broodfish mature gonads reaches % occurred in the first two weeks. Total mature gonads broodfish 100% reached of 4-9 weeks. The value of the highest 17β-estradiol concentrations at maturation phase was SK pg.ml - 1 and SP pg.ml -1 stage rematuration SP.3 ( pg.ml -1 ), SP.2 ( pg.ml -1 ) and SK.3 ( pg.ml -1 ). The highest concentration of progesterone in the treatment of SP pg.ml -1, the highest GSI value SK %, HSI values ranges between %, the of spawned eggs value by maturation stage ranging from eggs.g -1 and rematuration ranging from eggs.g -1. While based on the type of supplement given, the highest spawned eggs in the treatment of SK ± eggs.g -1 and at the highest dose of hormone injections is 0.50 ml.kg -1 as much as 64474±12529 eggs.g -1. The second experiment result showed that hormonally induction should be increase the of spawned eggs, fertilization, hatching rate, abnormality and the survival rate, and also induced the fish spawn as semi-natural spawning. The highest fertilization, hatching rate and abnormalities get from Spawnprime treatmen fertilization value is 77.30±8.38, hatching rate is 79.58±0.64, abnormalities is 7.46±0.99, the survival rate is 76.56±2.40 with semi-natural spawning. Mean while at the other parameter swith Ovaprime treatment showed the highest results for eggs spawned 7597±1073 eggs.g -1. While in control treatment there are no ovulation. In conclution, 3%.kg -1 spirulina and 3%.kg -1 turmeric powder supplementation in dietary with injection hormone combined as dose of 0.50 ml.kg -1 Oodev for maturation and rematuration stage of broodfish may induced 2.2 times faster than injection at dose of ml.kg -1. That combinations was also could improve the reproductive performance of tinfoil barb outside of spawning season in 4-14 week of rearing period. The result of the seconds experiment showed that Spawnprime could be induce semi-natural spawning for better performance to others parameters of hatching rate, abnormality and the survival rate. Keywords: Barbonymus schwanenfeldii, Curcuma longa, maturation, Oodev, Ovaprim, ovulation, rematuration, spawning, Spawnprim, Spirulina platensis

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 INDUKSI HORMONAL, PENAMBAHAN SPIRULINA DAN KUNYIT DALAM PAKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA REPRODUKSI IKAN TENGADAK Barbonymus schwanenfeldii TUTI PUJI LESTARI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Daniel Djokosetiyanto, DEA

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Induksi Hormonal, Penambahan Spirulina dan Kunyit dalam Pakan untuk Meningkatkan Kinerja Reproduksi Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii dan karya ilmiah dengan judul yang sama telah submit pada Jurnal Iktiologi Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc dan Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran, arahan dan bimbingannya. Terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Daniel Djokosetiyanto, DEA sebagai dosen penguji tamu dan dan Ibu Dr Ir Widanarni, MSi sebagai komisi program studi yang telah memberikan saran dalam ujian sidang tesis. Penghargaan penulis sampaikan atas bantuan dana pendidikan magister yang diperoleh dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN), Direktorat Jendral PendidikanTinggi, serta kepada Bapak Donatus, SPi dan staf Balai Budidaya Ikan Sentral (BBIS) Anjongan Kalimantan Barat, yang telah mengijinkan dan menyediakan tempat penelitian bagi penulis. Selanjutnya kepada seluruh dosen dan segenap pegawai Departemen Budidaya Perairan atas bimbingan, dukungan dan bantuannya. Ungkapan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua yang saya cintai Bapak Alm. Suparyo dan Alm. Ibu Nur Umi Kulsum. Terimakasih untuk mas Sugi, kang Agus, kang Dodo, mba Ning, Asih, Ay, dan mba Kus tersayang yang telah menjadi pelindung dan selalu memberikan do a, kasih sayang perhatian, dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi S2 ini, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih juga untuk teman seperjuangan, senasib dan sepenanggungan yang sudah menjadi keluarga kedua Yacha, Ibonk, Rina, Wiwik, Tira, Tiara, Aisyah, Sophi, Ika, Windu, Radhi, Herja, Cwui, Erni, Rudi, Sopian, Andre, Fahrul dan Kak Mutha ibu hebat yang menginspirasi serta teman-teman Pascasarjana Ilmu Akuakultur 2013 atas kebersamaan, bantuan tenaga, fikiran dalam studi maupun penyelesaian penulisan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2016 Tuti Puji Lestari

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Hipotesis 4 2 METODE 4 Waktu dan Tempat Penelitian 4 Prosedur Penelitian 4 Tahap Satu: Maturasi dan Rematurasi 5 Parameter Penelitian 6 Analisis Data 8 Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan 8 Parameter Penelitian 9 Analisis Data 10 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Hasil 10 Tahap Satu: Induksi Maturasi dan Rematurasi 10 Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan 23 Pembahasan 26 4 SIMPULAN DAN SARAN 30 Simpulan 30 Saran 30 DAFTAR PUSTAKA 30 LAMPIRAN 34 RIWAYAT HIDUP 40 vi vi vi

14 DAFTAR TABEL 1. Perlakuan induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak 4 2. Proksimat (% bobot kering) pakan yang diberi suplemen (tepung spirulina dan tepung kunyit) 6 3. Presentase tingkat dan waktu maturasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi hormon Oodev selama masa pemeliharaan Prensentase tingkat dan waktu rematurasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi Oodev selama masa pemeliharaan Pertambahan bobot induk tengadak selama masa pemeliharaan Rata-rata SE ikan tengadak selama masa pemeliharaan Spawned eggs ikan tengadak berdasarkan jenis pakan dan dosis Oodev tahap maturasi selama masa pemeliharaan Performa reproduksi berdasarkan nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak selama masa pemeliharaan Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan pertama Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan kedua Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan ketiga Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak selama delapan hari dan keberhasilan pemijahan Kisaran nilai kualitas air pada saat maturasi, rematurasi, ovulasi, pemijahan, penetasan dan perawatan larva ikan tengadak 26 DAFTAR GAMBAR 1. A. Gambar ikan betina dan B. Gambar ikan jantan 5 2. Konsentrasi plasma 17 β-estradiol ikan tengadak Konsentrasi plasma progesteron ikan tengadak Nilai indeks gonadosomatik ikan tengadak Nilai indeks hepatosomatik ikan tengadak Histologi perkembangan gonad ikan tengadak Histologi hati ikan tengadak Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan Tahapan embriogenesis ikan tengadak 25 DAFTAR LAMPIRAN 1. Pembuatan pakan uji tahap maturasi dan rematurasi Prosedur kerja tahap ovulasi dan pemijahan ikan tengadak Ciri-ciri abnormalitas larva ikan tengadak Sebaran diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan 36

15

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan tengadak merupakan jenis ikan air tawar yang termasuk dalam famili Cyprinidae, genus Barbonymus, spesies Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1853 dan merupakan salah satu spesies endemik yang berasal dari Kalimantan Barat (Huwoyono et al. 2010). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan potensial yang mempunyai nilai ekonomis penting dengan harga jual berkisar Rp Rp /kg. Budidaya ikan tengadak mulai dikembangkan pada tahun 2010, akan tetapi masih sangat sulit dalam pengadaan benih diluar musim pemijahan karena pematangan gonadnya (maturasi) sangat dipengaruhi oleh musim pemijahan yaitu pada akhir bulan Oktober sampai dengan awal bulan Maret (musim penghujan). Selain itu, proses rematurasi setelah pemijahan pada ikan ini membutuhkan waktu cukup lama yaitu kurang lebih dua bulan, oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mempercepat proses maturasi, rematurasi, ovulasi dan pemijahan ikan tengadak untuk mendukung penyediaan benih pada kegiatan budidaya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi reproduksi ikan sangat kompleks seperti hujan, perubahan suhu, substrat, petrichor dan kombinasi dari faktor-faktor lainya (Zairin 2003). Kesesuaian sinyal-sinyal lingkungan tersebut akan direspon oleh ikan melalui regulasi hormonal yang terhubung antara otakhipotalamus-pituitari dan gonad. Sinyal lingkungan akan diterima oleh sistem saraf pusat (otak) dan diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus merespon dengan melepaskan hormon Gonadotropin-Releasing Hormon (GnRH) dan dopamine. Dopamin yang bekerja pada kelenjar hipofisa akan menghambat GnRH. Kemudian, hormon gonadotropin Follicle-Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing-Hormone (LH) yang bekerja pada organ target gonad. FSH merangsang proses vitelogenesis sedangkan LH akan merangsang proses maturasi hingga ovulasi (Sudrajat 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka induksi secara hormonal merupakan salah satu cara untuk mempercepat proses maturasi, ovulasi dan pemijahan pada tengadak. Induksi maturasi telah dilakukan oleh Nagahama et al. (1991) menggunakan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) yang dicobakan pada ikan medaka Oryzias latipes secara in vitro dengan dosis 100 IU.mL -1 dapat memacu produksi 17β-estradiol oleh folikel. Penggunaan Oodev yang merupakan premix hormon PMSG dan anti dopamin (AD) oleh Farastuti (2014) sebanyak 1 ml.kg -1 dapat mempercepat tingkat kematangan gonad ikan tor dan induksi aromatase inhibitor (AI) + oksitosin dapat memberikan pengaruh yang nyata pada proses ovulasi serta pemijahan ikan tor secara semi alami. Kemudian dilaporkan bahwa induksi PMSG (20 IU) + AD (10 ppm) memberikan pengaruh positif pada nilai indeks gonadosomatik (IGS) sebesar 100% dan mempercepat perkembangan gonad belut hingga tingkat kematangan gonad (TKG) IV dengan diameter telur 3,19 mm (Putra 2013). PMSG merupakan hormon sintetis glikoprotein yang disekresikan dari sel-sel tropoblas kuda yang didalamnya mengandung FSH dan LH (Moore dan Ward 1980), berfungsi dalam proses pematangan gonad dan perkembangan folikel untuk mencapai ukuran pematangan akhir hingga siap

18 2 untuk diovulasikan. Anti dopami merupakan bahan kimia yang menghambat kerja dopamin sehingga dapat meningkatkan sekresi GnRH. Selain faktor hormonal, faktorlain yang berperan penting dalam menentukan keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup benih yang dihasilkan adalah nutrisi yang diberikan ke induk (Izquierdo et al. 2001). Telah dilaporkan bahwa suplemen yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja reproduksi ikan adalah Spirulina platensis dan Curcuma longa. Spirulina memiliki kandungan protein sebesar 60-70%, vitamin B1, B2, E, asam amino esensial, mineral dan asam lemak esensial seperti gamma-linolenic acid (GLA), alpha linolenic acid (ALA), linoleic acid (LA), dan arachidonic acid (ARA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaeonic acid (EPA), dan docosahexaenoic acid (DHA) (Takeuchi et al. 2002; Giovanni et al. 2005; Diraman et al. 2009; Rahmatia 2013). Asam-asam lemak esensial tersebut akan mempengaruhi metabolisme, pematangan gonad dan steroidogenesis (Izquierdo et al. 2001). Kemudian Curcuma longa mengandung curcumin, minyak atsiri, vitamin B1, B2, B6, B12, vitamin E, fitosterol, asam lemak dan karoten. Curcumin bersifat fitoestrogen dan hepatoprotektor dari golongan flavonoid yang mampu berperan sebagai estrogen yang dapat menstimulasi hati untuk mensintesis vitelogenin (Ravindran et al. 2007; Saraswati 2013). Penambahan S. platensis 2% pada pakan dan penyuntikan PMSG + AD 10% dapat meningkatkan hasil reproduksi ikan nila sebesar 300% tanpa menurunkan kualitas (komposisi kimia) telur dan larva (Rahmatia 2013). Selain itu penggunaan Oodev dengan dosis 15 IU.kg -1 bobot tubuh dan pakan yang mengandung S. platensis sebanyak 3% dapat meningkatkan kadar estradiol sebesar 621μg.mL -1 (Nainggolan et al. 2014). Penambahan bubuk kunyit pada pakan burung puyuh jepang Cortunix cortunix japonica sebanyak 54 mg.ekor - 1.hari -1 dapat meningkatkan kadar vitelogenin darah, bobot telur awal, indeks kuning telur, selanjutnya dosis 405 mg.ekor -1.hari -1 dapat memperpendek siklus ovulasi 5 jam 35 menit dan meningkatkan fekunditas telur melalui pemberian pakan dengan kadar protein 22,67% yang diberikan sebelum kelamin terbentuk (Saraswati 2013). Pada penelitian ini, selain melakukan induksi maturasi, rematurasi secara hormonal menggunakan Oodev dan penambahan suplemen (Spirulina platensis dan Curcuma longa), juga dilakukan induksi ovulasi dan pemijahan secara hormonal menggunakan Ovaprim (Leutinizing Hormone Releasing Hormoneanalogue (LHRHa) + AD), Spawnprim (aromatase inhibitor (AI) + oksitosin + LHRHa + prostaglandin F2α (PGF2α) + AD) untuk mempercepat ovulasi dan pemijahan. Ankley et al. (2002) melaporkan bahwa aromatase mengandung enzim kompleks yang merupakan anggota dari sitokrom P450. Enzim ini mengkatalisis tahap akhir proses pembentukan estrogen yaitu menghidroksilaksi androstenedion menjadi estron dan testosterone menjadi 17β-estradiol (Sudrajat 2010). Hormon oksitosin merupakan hormon yang terdapat pada mamalia berfungsi merangsang kontraksi kuat pada dinding uterus untuk mempermudah dalam membantu proses kelahiran (Hidayat 2008). Induksi ovulasi dan pemijahan telah dilakukan oleh Mahdaliana (2014), menggunakan AI 50 ppm + oksitosin 1 IU + Ovaprim 0.3 ml + PGF2α 500 μg pada ikan patin dapat menghasilkan derajat penetasan sebesar 98,60% dan kelangsungan hidup 99.39%.

19 Berdasarkan uraian tersebut, aplikasi induksi Oodev dan penambahan suplemen dalam pakan diharapkan dapat berpengaruh terhadap aktivitas hormon reproduksi pada ikan tengadak sehingga dapat memacu proses maturasi dan rematurasi, sedangkan induksi kombinasi hormon dapat memberikan pengaruh pada proses ovulasi dan pemijahan sehingga diharapkan ikan dapat memijah secara semi alami, tidak bergantung pada musim pemijahan dan dapat meningkatkan keberhasilan pemijahan ikan tengadak 3 Perumusan Masalah Pada tahun 2010, budidaya ikan tengadak sudah mulai dikembangkan tetapi tingkat keberhasilannya masih sangat rendah, dikarenakan sulit dalam pengadaan benih, ovulasi dan pemijahan serta membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses maturai dan rematurasinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mempercepat pematangan gonad, ovulasi dan pemijahan ikan tengadak. Hal tersebut dapat dilakukan melalui manipulasi hormonal dan penambahan suplemen pada pakan ikan tengadak. Hormon yang dapat digunakan untuk mempercepat pematangan gonad adalah Oodev, sedangkan hormon untuk mempercepat ovulasi serta pemijahan adalah kombinasi AI, oksitosin, LHRHa + AD dan PGF 2α kemudian bahan tambahan pakan yang dapat digunakan sebagai suplemen adalah tepung spirulina dan tepung kunyit. Penggabungan hormon dan nutrisi diharapkan dapat mempercepat proses maturasi dan rematurasi, sedangkan penggunaan kombinasi hormon pada pemijahan diharapkan dapat mempercepat proses ovulasi dan pemijahan ikan tengadak secara semi alami, sehingga menghasilkan benih yang berkualitas serta jumlahnya dapat mencukupi kebutuhan pada kegiatan budidaya untuk menjadikan ikan tengadak sebagai salah satu komoditas endemik penting. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi induksi PMSG + AD (Oodev), dan peran nutrient dalam spirulina, tepung kunyit yang ditambahkan dalam pakan tehadap proses maturasi dan rematurasi ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii, serta tipe pemijahan yang dihasilkan, dan juga mengevaluasi peran AI, oksitosin, LHRHa, AD dan PGF 2α (Spawnprim) terhadap induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu upaya untuk mempercepat proses maturasi, rematurasi, ovulasi dan pemijahan ikan tengadak.

20 4 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu induksi Oodev serta penambahaan spirulina dan kunyit dalam pakan pada penelitian tahap satu dapat mempercepat dan memperbaiki proses vitelogenesis, sehingga dapat mempercepat proses maturasi dan memperbaiki kualitas telur dan larva. Penyuntikan kombinasi hormon LHRHa + AD dan AI + oksitosin + LHRHa + AD + PGF 2α pada tahap dua dapat mempengaruhi proses pematangan akhir gonad sehingga menginduksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak secara semi alami, serta memperbaiki kualitas benih. 2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Februari sampai Juni 2015, di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Anjongan, Jl. Raya Anjongan Mandor km 70 Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan yang terdiri dari kegiatan induksi maturasi dan rematurasi gonad serta induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak Prosedur Penelitian Rancangan Penelitian Rancangan penelitian induksi maturasi dan rematurasi pada ikan tengadak menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas dua faktor sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan dan 5 ulangan, ulangan yang digunakan berupa ulangan individu pada penelitian induksi maturasi. Faktor pertama yaitu perlakuan dosis Oodev dan faktor kedua yaitu kelompok penambahan suplemen dalam pakan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perlakuan induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak Perlakuan Oodev (0,0 ml.kg -1 ) Oodev (0,25 ml.kg - Oodev (0,5 ml.kg -1 ) Kelompok (1) 1 ) (2) (3) Pakan komersil protein 22,02 % (KT) KT.1 KT.2 KT.3 P. komersil protein 22,02 % + tepung kunyit KN.1 KN.2 KN.3 3% (KN) P. komersil protein 22,02 % + spirulina 3 % SP.1 SP.2 SP.3 (SP) P. K. protein 22,02 % + spirulina 3% + tepung kunyit 3% (SK) SK.1 SK.2 SK.3 Rancangan penelitian induksi ovulasi dan pemijahan akhir ikan tengadak menggunakan Rancangan Acak Lengkap berupa kombinasi hormon yang terdiri

21 atas tiga perlakuan dengan menggunakan masing-masing lima ekor ikan tengadak. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Perlakuan LHRHa + AD atau Ovaprim (LA). 2. Perlakuan AI + oksitosin + LHRHa + AD + PGF 2α atau Spawnprim (AOP). 3. Perlakuan tanpa hormon atau larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (KT) 5 Tahap Satu: Maturasi dan Rematurasi Persiapan hewan uji Ikan tengadak yang digunakan dalam kegiatan tahap pertama (induksi maturasi dan rematurasi) berupa induk tengadak yang berasal dari Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Anjongan dengan ukuran cm dan bobot g yang belum matang gonad. A B Gambar 1. A. Gambar ikan betina dan B. Gambar ikan jantan Perkembangan ovari ikan tengadak sebagai indikator tingkat kematangan gonad berdasarkan Setiawan (2007) sebagai berikut: Tingkat I: gonad seperti sepasang benang yang memanjang pada sisi lateral rongga peritoneum bagian depan, berwarna bening dan permukaan licin. Tingkat II: gonad berukuran lebih besar, berwarna putih kekuningan, telur belum bisa dilihat satu persatu. Tingkat III: gonad mengisi hampir setengah rongga peritoneum, telur-telur mulai terlihat dengan mata telanjang berupa butiran halus, gonad berwarna kuning. Tingkat IV: gonad mengisi sebagian besar ruang peritonemun, warna menjadi hijau kecokelatan dan lebih gelap, telur-telur jelas terlihat dengan butiran-butiran yang jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat III. Tingkat V: gonad kempis karena telur telah mengalami oviposisi (mijah). Adaptasi ikan Ikan yang telah diseleksi, terlebih dahulu diadaptasikan di waring pemeliharaan sebelum diberi perlakuan selama kurang lebih satu minggu, untuk menghindari ikan stres sehingga ikan dapat hidup dengan baik di tempat

22 6 pemeliharaan pada saat percobaan berlangsung. Saat adaptasi ikan tengadak diberi pakan komersil dengan kadar protein 28-30%, sebanyak 3% dari biomassa dengan frekuensi pemberian sebanyak dua kali sehari pada pukul dan Tagging ikan uji Tagging pada ikan uji dilakukan setelah ikan sudah beradaptasi pada wadah pemeliharaan. Tagging yang digunakan berupa plastik berlebel yang diikat pada sirip punggung ikan sesuai perlakuan. Sebelum ikan ditagging ikan terlebih dahulu dipingsankan menggunakan anastesi MS222 (tricaine melathanesulfonate) dengan dosis mg.l -1 (Kathleen 2011), agar tidak menimbulkan stres pada ikan uji. Pemberian tagging bertujuan untuk mempermudah pengontrolan pada saat pemeliharaan berlangsung. Persiapan hormon dan pakan Uji Hormon uji yang digunakan adalah Oodev yang mengandung PMSG dan AD. Oodev 107 inovasi IPB merupakan merek dagang yang dikembangkan oleh Laboratorium Reproduksi dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Pakan uji yang digunakan berupa pakan komersil dengan kandungan protein 28-30%. Pakan tersebut ditepungkan terlebih dahulu, kemudian ditambahkan suplemen berdasarkan perlakuan. Selanjutnya pakan dicetak menjadi pelet dan dikering anginkan hingga kering (Lampiran 1). Hasil proksimat pakan perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 2). Tabel 2. Proksimat (% bobot kering) pakan yang diberi suplemen (tepung spirulina dan tepung kunyit) Jenis Pakan Protein Lemak Serat Kasar Kadar Air Kadar Abu BETN Pakan KT 22,02 9,15 5,96 8,33 10,28 44,25 Pakan KN 22,75 9,52 5,93 7,89 10,63 43,28 Pakan SP 22,37 9,54 5,27 8,56 11,91 42,36 Pakan SK 23,77 8,10 6,32 8,70 10,45 42,66 Pakan KT: pakan komersil tanpa penambahan suplemen, pakan KN: pakan komersil + C. longa 3%, pakan SP: pakan komersil + S. platensis 3% dan pakan SK : pakan komersil + C. longa 3% + S. platensis 3% Pemeliharaan ikan tengadak Ikan tengadak dipelihara dalam waring ukuran 1 1,5 2 m sebanyak empat buah yang dipasang di dalam kolam beton, dengan kepadatan 15 ekor perwaring. Selama pemeliharaan, induk diberi pakan perlakuan secara at satiation sebanyak dua kali sehari pada pukul dan serta diinduksi Oodev setiap dua minggu sekali dengan dosis sesuai perlakuan selama 14 minggu. Selama masa pemeliharaan berlangsung dilakukan pengamatan pada beberapa parameter. Parameter Penelitian Tingkat dan waktu maturasi Pengamatan tingkat dan waktu maturasi dilakukan dengan cara menjumlahkan dan mempersentasikan induk ikan tengadak yang telah terdapat

23 gamet (telur) serta menghitung jarak hari dari dilakukan induksi hormon dan pemberian pakan uji hingga terjadinya maturasi akhir. Metode pengamatan tingkat dan waktu maturasi yang digunakan berdasarkan metode Farastuti (2013). Profil hormon 17β-estradiol dan progesteron Pengukuran konsentrasi 17β-estradiol dan progesteron dalam darah dilakukan pada awal penelitian, minggu ke-4 dan minggu ke-14 menggunakan metode ELISA. Analisis estradiol dan progesteron dilakukan di Balai Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok. Histologi gonad dan hati Histologi gonad dan hati dilakukan pada awal penelitian dan minggu ke-4. Histologi gonad dilakukan berdasarkan metode Gunarso (1989). Analisi histologi dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner (BALIVET) Bogor. Indeks gonadosomatik (IGS) Pengamatan IGS dilakukan pada awal dan akhir penelitian dengan cara membedah ikan dan mengukur bobot badan serta gonad yang dihasilkan. Nilai IGS dapat menggunakan rumus berikut: Bobot gonad IGS (%) = x 100 Bobot tubuh ikan Indeks hepatosomatik (IHS) Pengamatan IHS dilakuakan pada awal dan akhir penelitian dengan cara membedah ikan dan mengukur berat badan serta hati yang dihasilkan selama pemeliharaan pada kegiatan maturasi. Nilai IHS dapat dihitung menggunakan rumus berikut: bobot hati HSI (%) = x 100 Bobot tubuh ikan Pertambahan bobot induk tengadak Pertambahan bobot ikan tengadak selama masa pemeliharaan diamati setiap dua minggu sekali untuk mengetahui perubahan bobot induk selama masa pemeliharaan. Nilai pertambahan bobot induk dapat dihitung menggunakan rumus berikut: Pertambahan bobot = bobot akhir bobot awal Jumlah telur yang diovulasikan (spawned eggs) Pengamatan jumlah telur yang diovulasikan dilakukan setiap enam jam sekali pasca penyuntikan hormon dengan cara pemijahan buatan (dialin), setelah itu dilakukan penghitungan seluruh telur yang diovulasikan oleh induk ikan tengadak. Diameter telur Pengamatan diameter telur dilakukan bersamaan dengan pengamatan tingkat maturasi setiap satu minggu sekali dengan cara kanulasi. Telur yang diperoleh diambil 30 butir dan diukur menggunakan mikroskop binokuler Olympus tipe SZX16 perbesaran lensa objektif 10 kali. 7

24 8 Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasikan menggunakan program MS. Office Excel 2007 selanjutnya dianalisis menggunakan uji ANOVA pada parameter pertambahan bobot dan diameter telur. Data spawned eggs dianalisis nonparametrik yaitu uji Kruskal Wallis (p<0,10) menggunakan program SPSS Uji nonparametrik dilakukan karena adanya perbedaan jumlah ulangan dan asumsi-asumsi untuk uji parametrik tidak terpenuhi. Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan dianalisis lebih lanjut dengan uji Tukey. Data IGS, IHS, profil hormon, histologi gonad dan hati, waktu maturasi fertilisasi, hatching rate, abnormalitas, serta survival rate dianalisis secara deskriptif eksploratif. Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan Persiapan ikan uji Ikan tengadak yang digunakan berupa ikan jantan ukuran g.ekor -1 yang telah matang dengan ciri-ciri jika dialin (stripping) mengeluarkan sperma, tubuh terasa kasar di bagian perut. Kemudian ikan betina yang digunakan merupakan hasil dari kegiatan induksi maturasi dan rematurasi yang telah matang gonad dengan ciri-ciri perut membuncit dan terasa lembek serta jika dikanulasi terdapat telur berwarna hijau kecokelatan. Induksi ovulasi dan pemijahan dilakukan untuk mengetahui kinerja reproduksi, tingkat keberhasilan pemijahan dan kualitas larva hasil percobaan tahap pertama serta respon induk ikan tengadak terhadap hormon pemijahan. Persiapan hormon uji Hormon yang digunakan dalam kegiatan ovulasi dan pemijahan adalah Ovaprim, mengandung LHRHa + AD yang merupakan produk dari Syndel Canada. Kemudian Spawnprim yang mengandung AI, oksitosin, LHRHa, AD, dan PGF 2α merupakan merek dagang yang dikembangkan oleh Laboratorium Reproduksi dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Pemijahan induk ikan tengadak Ikan tengadak yang telah matang gonad disuntik menggunakan Ovaprim dengan dosis 0,5 ml.kg -1, Spawnprim 1,0 ml.kg -1, dan NaCl 0,9% 1,0 ml.kg -1. Induksi diberikan satu kali penyuntikan secara intra muscular yaitu pada bagian otot di bawah sirip punggung (Lampiran 2). Setelah penyuntikan, dilakukan pengecekan setiap 3 jam sekali selama 24 jam. Setelah 24 jam induksi hormon tidak memberikan respons terhadap pemijahan semi alami dilakukan pemijahan buatan (dialin). Proses pemijahan ikan tengadak dilakukan menggunakan wadah berupa bak semen ukuran 2,5 0,5 1,5 m yang dipasang waring dengan ukuran 2 0,6 1 m dengan ketinggian air 0,3 m (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak semen terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan, kemudian bak diisi air tawar yang telah diendapkan terlebih dahulu dalam tandon penampungan.

25 Setelah induk berhasil memijah, kemudian dilakukan inkubasi telur dan pemeliharaan larva menggunakan akuarium berukuran cm yang diisi air setinggi 25 cm. Pemeliharaan tersebut dilakukan selama delapan hari. Larva yang telah menetas tidak diberi pakan karena masing mengandung kuning telur. 9 Parameter Penelitian Keberhasilan pemijahan Pengamatan tingkat keberhasilan pemijahan diperoleh melaui perhitungan jumlah ikan yang mengalami ovulasi dan memijah secara semi alami maupun buatan (dialin). Jumlah telur yang diovulasikan (spawned eggs) Pengamatan spawned eggs dilakukan setiap 6 jam sekali pasca penyuntikan hormon. Pengamatan dilakukan dengan cara pemijahan buatan (dialin), setelah itu, dilakukan penghitungan seluruh telur yang diovulasikan oleh induk ikan tengadak. Fertilisasi (FR) Fertilisasi diamati dengan menghitung jumlah persentase telur yang dibuahi dibagi jumlah total telur. Presentase FR dapat dihitung menggunakan rumus berikut: Jumlah telur yang dibuahi Fertilisasi (%) = x 100 Jumlah telur yang diovulasikan Hatching rate (HR) Hatching rate diamati dari jumlah telur yang menetas dibagi dengan jumlah telur yang dibuahi. Presentase HR dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Jumlah telur yang menetas Hatching rate (%) = x 100 Jumlah telur yang dibuahi Survival rate (SR) Survival rate larva setelah masa pemeliharaan larva selama delapan hari dapat dihitung berdasarkan jumlah larva pada hari kedua setelah menetas dibagi jumlah total larva yang menetas. Presentase SR larva tengadak dapat dihitung dengan rumus berikut: Jumlah larva hidup setelah 8 hari Survival rate (%) = x 100 jumlah total larva yang menetas Tingkat abnormalitas larva (Abn) Pengamatan tingkat abnormalitas larva dilakukan untuk mengetahui berapa banyak larva yang tidak normal perkembangan dan pertumbuhannya. Pengamatan dapat dilakukan dengan cara melihat perkembangan larva ikan tengadak secara langsung melalui pengamatan terhadap pergerakan dan bentuk tubuh larva ikan tengadak (Lampiran 3) yang dipelihara dalam wadah sampling sebanyak tiga unit perlakuan yang berisi 100 ekor larva selama masa pemeliharaan. Tingkat Abn larva dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

26 10 Tingkat abnormalitas larva (%) = jumlah larva abnormal x 100 jumlah total larva yang hidup Analisis kualitas air Analisis kualitas air dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Parameter kualitas air yang diamati yaitu: suhu, ph dan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO). Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasikan dengan program MS. Office Excel 2007 dan dianalisis secara statistik menggunakan uji T dengan program SPSS Versi Penggunaan uji T dilakukan karena pada perlakuan kontrol tidak menunjukkan keberhasilan pemijahan, sehingga diasumsikan pada penelitian tahap dua ini hanya terdiri dari dua perlakuan. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan hasil pengamatan induksi maturasi dan rematurasi ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) menggunakan hormonal dan penambahan suplemen Spirulina platensis dan Curcuma longa pada pakan, serta induksi ovulasi dan pemijahan secara hormonal maka diperoleh data berdasarkan beberapa parameter yang diamati. Tahap Satu: Induksi Maturasi dan Rematurasi Ikan Tengadak Tingkat kebuntingan dan waktu maturasi ikan tengadak Hasil pengamatan menunjukkan bahwa induksi maturasi ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii secara hormonal dan penambahan suplemen pada pakan, menyebabkan hampir semua induk dapat matang gonad, ovulasi dan menghasilkan telur koleksi. Waktu yang dibutuhkan induk untuk bunting ± dua minggu dan matang gonad 4-7 minggu, persentase induk matang gonad dan dipijahkan mencapai 100% pada perlakuan KT.2, KT.3, KN.2, KN.3, SP.2, SP.3, SK.2 dan SK.3 (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pada setiap perlakuan mencapai matang gonad dan dapat memijah lebih dari 100% terkecuali pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1, dan induk mulai matang gonad pada minggu keempat. Sedangkan pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1 induk matang gonad dan dapat dipijahkan hingga akhir penelitian hanya mencapai 40-60% serta matang gonad pertama pada minggu ketujuh.

27 11 Tabel 3. Presentase tingkat dan waktu maturasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi hormon Oodev selama masa pemeliharaan Perlakuan Ikan awal Pertamakali bunting Minggu ke- ikan bunting (%) Maturasi Akhir siklus matang gonad Minggu ke- ikan bunting (%) Jumlah induk matang dan dipijahkan (%) KT KT KT KN KN KN SP SP SP SK SK SK KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. Berdasarkan hasil pengamatan induksi rematurasi ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii secara hormonal dan penambahan suplemen pada pakan, menyebabkan hampir semua induk dapat matang gonad, ovulasi dan menghasilkan telur koleksi. Waktu yang dibutuhkan untuk pertama kali induk bunting kembali pada minggu keenam dan matang gonad pada minggu ke 9-14, presentase induk matang gonad dan dipijahkan mencapai 220% pada perlakuan KT.3, KN.3, SP.3, SK.2 dan SK.3 (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pada setiap perlakuan mencapai matang gonad dan dapat memijah lebih dari 100% terkecuali pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1, dan induk mulai matang gonad pada minggu kesembilan. Sedangkan pada perlakuan KT.1, SP.1 dan SK.1 induk matang gonad dan dapat dipijahkan hingga akhir penelitian hanya mencapai 60-80% serta matang gonad pertama pada minggu ke-11.

28 12 Tabel 4. Prensentase tingkat dan waktu rematurasi ikan tengadak yang diberi perlakuan kombinasi penambahan suplemen dan induksi Oodev selama masa pemeliharaan Perla kuan Ikan awal Pertama kali bunting kembali Min ggu ke- ikan bun ting (%) Rematurasi I Akhir siklus matang gonad Min ggu ke- ikan bun ting (%) Total ikan dipijah kan (%) Pertamakali bunting kembali Rematurasi II Akhir siklus matang gonad Kosentrasi 17β-estradiol Konsentrasi plasma 17β-estradiol ikan tengadak yang diberi pakan dengan penambahan suplemen dan induksi hormon Oodev mengalami peningkatan pada setiap pengambilan sampel. Konsentrasi tertinggi pada pengambilan sampel ke satu (minggu keempat) pada perlakuan SK.3 (493,91 pg.ml -1 ) diikuti perlakuan SP.3 (484,51 pg.ml -1 ) dan KT.3 (476,13 pg.ml -1 ). Pada pengambilan sampel ke dua (minggu ke-14) nilai tertinggi terdapat pada SP.3 (445,60 pg.ml -1 ), SP.2 (439,06 pg.ml -1 ) dan SK.3 (411,85 pg.ml -1 ), sedangkan kosentrasi terrendah pada pengambilan sampel pertama dan kedua terdapat pada perlakuan KT.1 (85,38 pg.ml -1 dan 131,83 pg.ml -1 ) (Gambar 2). Mi ng gu ke- ikan bun ting (%) Min g gu ke- ikan bun ting (%) Total ikan dipijahk an (%) KT bm KT bm KT ** KN bm KN * bm KN ** SP bm SP bm SP * ** SK bm SK * ** SK * ** * (mijah semi alami), ** (ikan dua kali matang gonad), bm (belum matang gonad) KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml.

29 Konsentrasi Progesteron (pg/ml) Konsentrasi Estradiol 17β (pg/ml) Pengambilan sampel minggu ke- KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Gambar 2. Konsentrasi plasma 17 β-estradiol ikan tengadak. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. (- - -) nilai kosentrasi 17β-estradiol awal sebesar 67,59 pg.ml -1 Konsentrasi progesteron Konsentrasi plasma progesteron selama pemeliharaan induk ikan tengadak mengalami kenaikan pada pengambilan sampel akhir, kenaikan tertinggi terdapat pada perlakuan SP.3 (214 pg.ml -1 ), diikuti perlakuan SP.2 (176 pg.ml -1 ), KN.2 (160 pg.ml -1 ), SK.3 (85 pg.ml -1 ), KT.3 (67 pg.ml -1 ), KT.2 (57 pg.ml -1 ), SK.3 (45 pg.ml -1 ), KN.3 (35 pg.ml -1 ), SK.1 (31 pg.ml -1 ) (Gambar 3) Akhir penelitian KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Gambar 3. Konsentrasi plasma progesteron ikan tengadak KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml.

30 Indeks Gonadosomatik Ikan Tengadak (%) 14 Indeks gonadosomatik (IGS) ikan tengadak Nilai IGS pada ikan tengadak dapat dilihat pada Gambar 4. Pengamatan IGS dilakukan pada awal dan akhir penelitian, rata-rata nilai IGS pada akhir penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai, nilainya berkisar antara 4,18 12,39%. Nilai indeks gonadsomatik yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan berkisar antara 4,18 12,39%. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan SK.3 12,39%, sedangkan terrendah pada perlakuan KT.1 4,36% dan SK.1 4,18% Gambar 4. Nilai indeks gonadosomatik ikan tengadak. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. (- - -) nilai indeks gonadosomatik awal sebesar 1.27% Indeks Gonadosomatik Akhir KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Indeks Hepatosomatik (IHS) Ikan Tengadak Nilai IGS pada induk ikan tengadak dapat dilihat pada Gambar 5, pengamatan dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Rata-rata nilai IHS pada akhir penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai, nilainya berkisar antara 1,67-2,34%. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan SP.1 2,34 dan yang terendah pada perlakuan KN %.

31 Indeks hepatosomatik (%) Indeks Hepatosomatik Akhir KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 15 Gambar 5. Nilai indeks hepatosomatik ikan tengadak. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. (- - -) nilai indeks hepatosomatik awal sebesar 0,75%. Pertambahan bobot induk ikan tengadak Pertambahan bobot ikan tengadak selama masa pemeliharaan menunjukkan bahwa penambahan suplemen (spirulina dan tepung kunyit) dalam pakan tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot ikan tengadak, sedangkan induksi Oodev memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot ikan (p<0,05). Pertambahan bobot tersebut meliputi pertambahan bobot somatik maupun gonad. Persentase peningkatan bobot gonad tertinggi pada perlakuan KT.3, KN.3, SP.3 dan SK.3 dengan nilai rata-rata berkisar 50,37-65,94% dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pertambahan bobot induk tengadak selama masa pemeliharaan Perlakuan Pertambahan bobot Presentase (%) (gram) Daging Gonad KT,1 73,38±27,96 ax 83,92 16,08 KT,2 31,02±17,57 ay 73,89 26,11 KT,3 29,98±29,80 ay 49,63 50,37 KN,1 45,62±39,02 ax 66,24 33,76 KN,2 26,62±21,22 ay 54,73 45,27 KN,3 32,28±10,97 ay 41,45 58,55 SP,1 36,60±23,02 ax 61,20 38,80 SP,2 43,32±24,39 ay 46,23 53,77 SP,3 37,62±27,18 ay 34,88 65,12 SK,1 55,84±27,91 ax 79,94 20,06 SK,2 29,26±24,73 ay 48,22 51,78 SK,3 31,14±30,09 ay 34,06 65,94 Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05), Pada huruf pertama (a) menunjukkan perbedaan pada perlakuan pakan dan huruf kedua (x,y) menunjukkan perbedaan pada dosis hormon, KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan + Oodev 0,50 ml KN.1: pakan + T.kunyit 3%, KN.2: pakan + T.kunyit Histologi 3% Gonad + Oodev Ikan 0,25 Tengadak ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan + spirulina 3%, SP.2: pakan + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml.

32 16 Histologi gonad ikan tengadak selama masa pemeliharaan Berdasarkan perlakuan pemberian suplemen dalam pakan dan induksi Oodev, diperoleh hasil bahwa gonad ikan tengadak mengalami kematangan hingga TKG IV dan siap diovulasikan serta dipijahkan, pada semua perlakuan. Pada Gambar 6 menunjukkan adanya stadia oosit yang berbeda-beda pada satu ovarium hal ini mengindikasi bahwa ikan tengadak memiliki tipe pemijahan parsial atau asinkronous. GA 0g 100 μm KT μm KT μm KT μm yg KN μm KN μm KN μm ot SP μm SP μm SP μm SK μm SK μm SK μm Gambar 6. Histologi perkembangan gonad ikan tengadak. Yg=yolk globules, n= nucleus. og= oogonia. ot= ootid, panah hitam= dinding folikel, panah kuning=zona radiate, KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan + Oodev 0,50 ml KN.1: pakan + T.kunyit 3%, KN.2: pakan + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml.

33 Histologi hati ikan tengadak selama masa pemeliharaan Analisis histologi hati dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Analisis hati dilakukan untuk mengetahui kondisi hati pada saat proses vitelogenesis. Berdasarkan pemberian suplemen dalam pakan yang dikombinasi dengan induksi hormon Oodev pada hati mengalami akumulasi prekusor kuning telur dalam sitoplasma yang ditunjukkan dengan banyaknya vakuola dalam sitoplasma hepatosit (Gambar 7). 17 HA KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Gambar 7. Histologi hati ikan tengadak. Keterangan: tanda panah kuning = sinusoid, tanda panah hitam= vakuola, BD = bile duct. og= oogonia. ot= ootid, panah hitam= dinding folikel, panah kuning=zona radiate. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina, SP.2: pakan kontrol + spirulina + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit + spirulina, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit + spirulina + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit + spirulina + Oodev 0,50 ml. Spawned eggs ikan tengadak yang dihasilkan selama masa pemeliharaan Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spawned eggs (SE) relatif yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara butir.g -1 induk. Induksi

34 18 hormon dan penambahan suplemen pada pakan maupun kombinasinya berdasarkan uji nonparametrik (Kruskal-Wallis) dengan selang kepercayaan 90% (p>0.10) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap SE yang dihasilkan (Tabel 6). Namun berdasarkan perlakuan penyuntikan Oodev, jumlah spawned eggs menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan (p<0.05) dengan nilai spawned eggs terbaik terdapat pada dosis Oodev 0.50 ml.kg -1 induk (64474±12529 butir.g - 1 induk). Berdasarkan jenis suplemen dalam pakan tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai spawned eggs (p>0.05) (Tabel 7). Tabel 6. Rata-rata SE ikan tengadak selama masa pemeliharaan Perla kuan Maturasi Rematurasi Ovaprim Ovaprim Spawnprim NaCl N n Rata-rata SE N n Rata-rata SE n Rata-rata SE n Ket KT To KT ± To KT ± To KN To KN ± To KN ± To SP To SP ± To SP ± ± To SK ±620 0 To SK ± ± To SK ± To SE = Spawned eegs, To (tidak ovulasi), N = jumlah sampel ikan n= jumlah ikan yang berhasil ovulasi dari lima ekor ikan sampel setiap perlakuannya, KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. Tabel 7. Spawned eggs ikan tengadak berdasarkan jenis pakan dan dosis Oodev tahap maturasi selama masa pemeliharaan Parameter Perlakuan Jenis suplemen dalapakan KT KN SP SK Spawned eggs (SE) 42022±33838a 46782±20252a 44579±6384a 57344±21971a Dosis hormon Oodev 0,0 0,25 0,5 Spawned eggs (SE) 28535±12405a 50036±18400ab 64474±12529b Nilai dengan huruf superscript yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) Performa reproduksi ikan tengadak terbaik selama masa pemeliharaan (14 minggu) terdapat pada perlakuan SK.2 dan SK.3 yaitu terdapat induk yang mijah sebanyak tiga kali dengan survival rate larva 80,91±8,02% dan 81,39±8,52% (Tabel 8). Performa reproduksi terbaik untuk siklus pemijahan pertama terdapat pada perlakuan SK.2 dan SK.3 dengan nilai survival rate larva 90,28% dan

35 90.68%, abnormalitas 8.13% dan 8.36%, serta hatching rate 11,00% dan 10.75% (Tabel 9). Kemudian performa reproduksi pada siklus pemijahan ke dua dapat ditingkatkan melalui pemberian suplemen dalam pakan dan induksi Oodev berdasarkan nilai spawned eggs, hatching rate, abnormalitas dan survival rate larva ikan tengadak. Peningkatan terbaik terdapat pada perlakuan SK.2 dan SK.3 (Tabel 10). Pada siklus pemijahan ketiga menunjukkan hasil yang sama dengan siklus pemijahan pertama dan kedua yaitu pada perlakuan SK.2 dan SK.3 yang dapat menghasilkan nilai fertilisasi tertinggi berkisar 73,50-75,20% dan abnormalitas 7,89-8,62% (Tabel 11). 19 Tabel 8. Performa reproduksi berdasarkan nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak selama masa pemeliharaan Perla kuan Rata-rata SE Rata-rata FR Rata-rata HR Rata-rata Abn Rata-rata SR Frekuensi pemijahan KT * KT ± ,62±40,41 34,12±35,88 9,49±0,49 77,47±10,27 2 KT ± ,50±28,08 42,52±29,30 9,15±1,83 79,02±9,08 3 KN ,00 69,01 7,79 83,37 1 KN ±305 69,63±5,83 75,53±14,11 9,17±0,44 71,13±0,83 2 KN ± ,44±8,75 41,50±43,48 8,58±0,86 82,96±9,80 2 SP ,00 64,69 8,12 73,52 1 SP ± ,38±2,30 61,26±15,56 8,64±2,47 70,86±2,66 2 SP ± ,59±14,44 46,17±31,91 8,70±0,84 79,71±6,05 3 SK ±620 68,15±1,91 49,44±0,28 9,00±1,41 70,94±2,41 2 SK ± ,44±20,54 48,80±32,73 8,27±0,47 80,91±8,03 3 SK ± ,77±13,57 52,13±36,47 8,46±0,14 81,39±8,52 3 * induk tidak dapat ovulasi. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml.

36 20 Tabel 9. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan pertama Perla kuan Rata-rata SE (butir.g -1 ) Rata-rata FR (%) Rata-rata HR (%) Rata-rata Abn (%) Rata-rata SR (%) Kete rangan KT * KT ± ,05±1,80 8,75±1,06 9,84±1,00 84,73±1,9 KT ±381 26,25±5,30 9,75±0,35 10,14±0,37 85,97±3,11 KN * KN * KN ±228 42,25±6,72 10,75±0,35 9,18±0,60 89,89±0,69 SP * SP * SP ,71 9,50 8,50 86,53 SK * SK ,77 11,0 8,13 90,28 SK ± ,10±4,14 10,75±1,06 8,36±0,50 90,68±0,0 * induk tidak dapat ovulasi. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. Tabel 10. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan kedua Perlakuan Rata-rata SE (butir.g -1 ) Rata-rata FR (%) Rata-rata HR (%) Rata-rata AB (%) Rata-rata SR (%) Keter angan KT * KT ,0 59,49 9,15 70,21 KT ,50 51,61 10,27 68,75 KN * KN ±265 73,75±6,72 65,55±19,94 9,48±0,71 71,71±3,81 KN * SP * SP ± ,00±4,95 50,26±6,99 10,39±0,21 68,98±1,22 SP ± ,55±13,44 67,55±17,61 7,97±1,95 74,99±4,79 SK ,80 49,24 10,00 69,23 SK ± ,05±3,0 67,36±16,0 8,79±2,0 76,55±3,0 SK ±120 76,00±3,54 79,61±0,02 8,39±0,83 73,95±0,64 * induk tidak dapat ovulasi. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml.

37 21 Tabel 11. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva ikan tengadak pada pemijahan ketiga Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Perlakuan Keterangan SE (butir/g) FR (%) HR (%) AB (%) SR (%) KT * KT * KT ± ,75±0,35 66,19±4,59 7,05±2,71 82,34±6,13 KN ± ,00±9,19 69,01±2,11 7,79±0,14 83,37±18,14 KN ,50 85,50 8,86 70,54 KN ± ,63±3,01 72,24±9,63 7,97±0,39 76,03±3,22 SP ± ,00±0,71 64,69±19,27 8,12±1,55 73,52±7,99 SP ±421 62,75±1,77 72,26±10,48 6,89±1,30 72,74±6,18 SP ,50 61,47 9,62 77,61 SK ,50 49,64 8,00 72,64 SK ,50 68,03 7,89 76,00 SK ,20 66,03 8,62 79,54 * induk tidak dapat ovulasi KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. Waktu dan diameter telur ikan tengadak Sebaran diameter telur yang diperoleh selama masa pemeliharaan terbagi menjadi tiga kelas yaitu <0,55, antara 0,55-0,65 dan >0,65 mm (Lampiran 4). Berdasarkan pengamatan sebaran diameter telur dari pengambilan sampel pada minggu ke-2 sampai minggu ke-14 (M2-M14) menunjukkan peningkatan diameter telur dengan kisaran rata-rata 0,47-0,67 mm (Gambar 8).

38 Waktu dan Diameter telur (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Perlakuan M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M12 M13 M14 Gambar 8. Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan. KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. Angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14 adalah waktu pengamatan (minggu).

39 Berdasarkan hasil analisis ragam penambahan suplemen dalam pakan (spirulina, kunyit dan spirulina + kunyit) dan penyuntikan Oodev (0.25 dan 0.50 ml.kg -1 ) secara tunggal maupun kombinasi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap diameter telur ikan tengadak (p<0,05) (Tabel 12). Kemudian berdasarkan hasil pengambilan sampel, diperoleh stadia ukuran diameter telur yang berbeda pada tiap gonad. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tengadak memiliki pemijahan parsial atau asinkronus. Tabel 12. Rata-rata diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan Pengamatan Minggu Ke- Perla kuan KT.1 0,51±0,08ax 0,58±0,08abx 0,61±0,10bx 0,56±0,09x KT.2 0,60±0,07ay 0,55±0,08abxy 0,63±0,09by 0,63±0,05y KT.3 0,60±0,07ay 0,55±0,09aby 0,65±0,08by 0,63±0,05y KN.1 0,51±0,07abx 0,58±0,09abx 0,63±0,09bx 0,54±0,08x KN.2 0,62±0,07aby 0,55±0,08abxy 0,63±0,09by 0,63±0,06y KN.3 0,62±0,07aby 0,57±0,09aby 0,64±0,09by 0,64±0,05y SP.1 0,53±0,07abx 0,60±0,09bx 0,51±0,07ax 0,53±0,07x SP.2 0,63±0,08aby 0,64±0,09bxy 0,64±0,09ay 0,61±0,09y SP.3 0,64±0,08aby 0,55±0,09by 0,63±0,09ay 0,62±0,06y SK.1 0,55±0,07bx 0,56±0,08ax 0,62±0,10bx 0,54±0,08x SK.2 0,62±0,08by 0,55±0,09axy 0,63±0,10by 0,61±0,07y SK.3 0,64±0,08by 0,55±0,09ay 0,65±009by 0,62±0,06ay Nilai dengan huruf superscript yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Huruf a,b dibaca untuk membandingkan perlakuan antar jenis pakan yang ditambahkan suplemen dan huruf x,y,z membandingkan antar dosis induksi hormon Oodev KT.1: pakan kontrol, KT.2: pakan kontrol + Oodev 0,25 ml, KT.3: pakan kontrol + Oodev 0,50 ml, KN.1: pakan kontrol + T.kunyit 3%, KN.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,25 ml, KN.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + Oodev 0,50 ml, SP.1: pakan kontrol + spirulina 3%, SP.2: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SP.3: pakan kontrol + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml, SK.1: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3%, SK.2: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,25 ml, SK.3: pakan kontrol + T.kunyit 3% + spirulina 3% + Oodev 0,50 ml. 23 Tahap Dua: Induksi Ovulasi dan Pemijahan Hasil pengamatan tahap induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii, berdasarkan perlakuan penyuntikan Ovaprim (LA), Spawnprim (AOP) dan tanpa hormon atau larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (KT) diketahui bahwa pada perlakuan tanpa hormon tidak diperoleh ikan tengadak yang ovulasi. Nilai spawned eggs berdasarkan perlakuan penyuntikan LA dan AOP pada induk ikan tengadak tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (p>0.05). Telur tersebut diperoleh dengan dua cara yaitu pemijahan buatan (striping atau dialin) untuk perlakuan LA dan semi alami untuk AOP. Telur yang telah diperoleh, kemudian diinkubasi dengan waktu inkubasi kurang lebih selama jam. Selama masa inkubasi diamati beberapa parameter yaitu: fertilisasi, hatching rate, abnormalitas dan survival rate. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai fertilisasi tidak menunjukkan perbedaan pada perlakuan LA dan AOP (p>0.05), sedangkan pada parameter hatching rate, abnormalitas dan survival rate larva menunjukkan nilai terbaik pada perlakuan AOP (p<0,05) (Tabel 13).

40 24 Tabel 13. Nilai rata-rata SE, FR, HR, Abn, SR larva dan keberhasilan pemijahan ikan tengadak Perlak Rata-rata Rata-rata Rata-rata HR Rata-rata Rata-rata SR uan SE FR Abn (%) (%) Keterangan LA 7597± ,82±4,63 5,06±2,12 a 9,97±0,66 a 70,11±1,54 a Dialin AOP 7536± ,30±8,38 79,58±0,64 b 7,46±0,99 b 76,56±2,40 b Semi alami KT Tidak ovulasi Nilai dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Berdasarkan pengamatan diperoleh tahapan embrogenesis ikan tengadak yang secara umum meliputi pembelahan sel, morula, blastula, grastula, organogenesis hingga telur menetas menjadi larva (Gambar 9). Perkembangan embrio pada pemijahan eksternal ikan terdiri dari serangkaian peristiwa morfologi dan pembelahan sel yang berujung pada penetasan larva (Perini et al. 2012). Proses fertilisasi ikan bersifat monospermik yaitu hanya satu spermatozoa yang akan melewati mikrofil dan membuahi sel telur. Tahapan perkembangan embrio ikan tengadak berdasarkan tahapan embriogenesis ikan torsoro, Curimatella lepidura dan Steindachnerina elegans (Perini et al. 2012; Farastuti, 2013): 1. Cleavage: proses pembelahan zygote secara cepat menjadi unit unit sel kecil yang disebut blastomer yang membelah menjadi 2 sampai 64 blastomer membutuhkan waktu selama menit. 2. Blastulasi: proses membentuk blastula yaitu campuran sel-sel blastoderm yang membentuk rongga penuh cairan sebagai blastokoel. Pada akhir proses blastulasi selsel blastoderm akan terdiri atas neural, epidermal, notokhordal, mesodermal dan entodermal yang merupakan bakal pembentukan organ-organ tubuh, membutuhkan waktu selama 1 jam 30 menit sampai 2 jam 30 menit. 3. Grastulasi: proses pembelahan bakal organ yang sudah terbentuk pada saat blastulasi dan merupakan pergerakan epiboly yaitu: pembentukan dua lapisan embrionik (epiblast dan hypoblast) membutuhkan waktu selama 7 jam 15 menit sampai 7 jam 30 menit 4. Somitogenesis: Somit menjadi jelas mulai dari detakan jantung, pembentukan mata dan rongga kupffer membutuhkan waktu selama 10 jam 30 menit sampai 12 jam. 5. Organogenesis: proses pembentukan berbagai organ tubuh secara berturut-turut antara lain susunan saraf, notokorda, mata, somit, rongga kupffer, olfaktorin sac, subnotokorda, linea literalis, jantung aorta, insang, infundibulum dan lipatan-lipatan sirip membutuhkan waktu selama 12 jam sampai 14 jam 15 menit. 6. Larva menetas: korion pecah dan larva menetas membutuhkan waktu selama 20 jam sampai 25 jam 30 menit.

41 25 Gambar 9. Tahapan embriogenesis ikan tengadak. a). fertilisasi (1 jam 03 menit); b). 1 Sel (3 menit); c). 2 sel (4 menit 10 detik); d). morula (3 jam 36 menit); e-f). Blastula (2 jam 24 menit) ; h-i). Grastula (4 jam 17 menit); j-l). penutupan blastopor (5 jam 50 menit); m), lapisan embriogenik mulai berkembang (6 jam 35 menit); n), somitogenesis (9 jam); o), ekor rilis (10 jam 30 menit); p) larva menetas (12 jam 49 menit); q). larva ikan (24 jam setelah larva menetas), B=blastomer, m= miomeres, y= kuning telur. Kualitas air Parameter kualitas air diamati pada tahap satu (induksi maturasi dan rematurasi), tahap dua (induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak), penetasan dan juga perawatan larva. Nilai kualitas air yang diperoleh selama masa pemeliharaan, baik pada saat maturasi, rematurasi, ovulasi dan pemijahan, maupun penetasan dan perawat larva dapat dilihat pada Tabel 14.

42 26 Tabel 14. Kisaran nilai kualitas air pada saat maturasi, rematurasi, ovulasi, pemijahan, penetasan dan perawatan larva ikan tengadak Parameter Kisaran Keterangan lokasi Oksigen terlarut(mg.l -1 ) 4,5-5,5 Suhu ( o C) Kolam pemeliharaan ph 5,5-6,5 Oksigen terlarut (mg.l -1 ) 5,0-5,5 Suhu ( o C) 28 Bak pemijahan ph 6,5 Oksigen terlarut (mg.l -1 ) 5,0-5,5 Suhu ( o C) ph 6,5 Akuarium penetasan dan perawatan larva Kualitas air selama masa pemeliharaan baik pada masa pemeliharaan induk, pemijahan dan perawatan larva ikan tengadak pada Tabel 14 menunjukkan nilai masih dalam kisaran toleransi. Kisaran nilai kualitas yang dapat ditoleransi ikan tengadak nilai ph 6,5-7,0 dan suhu 20,4-33,7ᵒC (Isa et al. 2012). Selanjutnya Boyd dan Tucker (1998) menyatakan ph < 5 ikan tidak dapat bereproduksi, suhu optimum berkisar 28-32ᵒC dan DO >5 ppm merupakan kondisi oksigen yang diharapkan dalam ikan budidaya. Pembahasan Tahap satu: induksi maturasi dan rematurasi Penambahan suplemen Spirulina platensis dan Curcuma longa serta kombinasi induksi Oodev dapat menghasilkan induk tengadak bunting 100% dan induk matang gonad % pada setiap perlakuan dalam masa pemeliharaan 4-14 minggu. Hal ini sesuai dengan hasil yang dilaporakan oleh Farastuti (2014) induksi Oodev pada dosis 0,5-1,5 ml.kg -1 induk dapat menghasilkan induk ikan torsoro bunting sebesar % dengan masa pemeliharaan lima minggu. Selanjutnya induksi Oodev yang dikombinasi S.plantesis pada ikan lele mampu mempercepat pertumbuhan oosit, meningkatkan kualitas dan kuantitas telur serta larva (Nainggolan et al. 2014). Kemudian hasil penelitian yang dilakukan Dewi (2015), pemberian suplemen berupa tepung kunyit pada ikan patin dengan dosis mg.100g -1 pakan dapat menghasilkan induk matang gonad 100% selama 42 hari. Percepatan kematangan gonad tersebut disebabkan pada suplemen S.platensis dan C.longa dan juga Oodev yang digunakan mengandung bahan aktif yang mampu mempercepat perkembangan gonad. Kandungan Oodev yaitu FSH dan LH yang berfungsi dalam proses perkembangan oosit, selain mengandung hormon gonadotropin, juga mengandung anti dopamin yang berfungsi menghambat kerja dopamin pada kelenjar hipofisa (Moore dan Ward 1980). Spirulina menggandung gamma-linolenic acid yang merupakan prekusor prostaglandin tubuh (PGE1), hormon utama yang mengontrol banyak fungsi tubuh termasuk sintesis kolestrol, inflasi dan poliferasi sel dan pengatur tekanan darah. Asam-asam lemak esensial yang terkandung dalam pakan sangat mempengaruhi metabolisme, pematangan gonad dan steroidogenesis, serta mempercepat proses reproduksi terutama asam lemak n 6 dan n 3 (Izquierdo et al, 2001; Mayasari 2012; Nainggolan 2014). Kunyit mengandung fitosterol, karotein, vitamin E dan curcumin yang bersifat menyerupai fitoestrogen dan hepatoprotektor dari

43 golongan flavonoid mampu berperan sebagai estrogen yang menstimulasi hati untuk mensintesis vitelogenin (Ravindran et al. 2007; Saraswati 2013). Sintesis vitelogenin diangkut dalam darah menuju oosit, lalu diserap dan disimpan menjadi kuning telur (vitelogenesis). Vitelogenesis dalam pertumbuhan oosit yang merupakan proses sirkulasi 17β-estradiol dalam darah yang merangsang hati untuk mensintesis dan mensekresikan vitelogenin. Vitelogenin diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang tumbuh, vitelogenin akan ditangkap oleh reseptor dalam endositosis (Nainggolan 2014), dan terjadi translokasi sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan dengan pembelahan proteolitik dari vitelogenin menjadi sub unit lipoprotein kuning telur, lipovitelin dan fosvitin, selanjutnya penambahan suplemen spirulina dan tepung kunyit serta kombinasi induksi Oodev juga dapat meningkatkan plasma 17β-estradiol dan progesteron dalam darah. Berdasarkan Gambar 2 dan 3 nilai 17β-estradiol tertinggi perlakuan SP.3, SK.3 dan KT.3 pada pemijahan ke-1 dan SP.3, SP.2 dan SK.3 pada pemijahan ke-2, sedangkan peningkatan tertinggi progesteron pada perlakuan SP.3. Peningkatan konsentrasi 17β-estradiol dan progesteron ini menunjukkan bahwa oosit pada induk ikan tengadak sedang berkembang hingga mencapai nilai optimum setelah itu oosit siap diovulasikan. Pertumbuhan oosit yang semakin membesar menyebabkan 17β-estradiol semakin meningkat, 17β-estradiol mensintesis vitelogenesis di hati, vitelogenin dibawa oleh aliran darah menuju gonad dan akan terjadi penyerapan oleh lapisan folikel oosit (Yaron 1995; Nagahama and Yamasitha 2008; Sudrajat 2010) akibat proses penyerapan ini oosit akan tumbuh membesar hingga mencapai ukuran maksimum, sedangkan progesteron berfungsi sebagai maturation promoting factor (MPF) dan membantu internalisasi protein vitelogenesis ke dalam oosit hingga terjadinya pertumbuhan dan pematangan oosit. Pematangan oosit terjadi pada periode akhirnya profase I dan berhentinya metaphase II, secara morfologi yaitu terjadinya berpindah inti sel telur (nukleus) ke tepi dekat mikrofil (germinal vesicle migration), dan meleburnya membran inti sel telur (germinal vesicle break down), hal ini menyebabkan nilai IGS dan IHS ikan meningkat. Peningkatan IHS dikarenakan hati berfungsi dalam proses vitelogenesis untuk mensintesis vitelogenin. Sintesis vitelogenin di hati dipengaruhi 17β-estradiol yang merupakan stimulator dalam biosintesis vitelogenesis (Dewi 2015). Pengukuran IHS dilakukan pada awal dan akhir pengamatan. Nilai IHS yang diperoleh berkisar 1,86-2,34%. Peningkatan IHS disebabkan adanya akumulasi prekursor kuning telur dalam sitoplasma yang ditunjukkan dengan banyaknya vakuola dalam sitoplasma hepatosit dan juga semakin banyaknya hepatosit yang terdapat pada hati (Gambar 7). Selain peningkatan IHS, IGS yang diperoleh juga mengalami peningkatan. Peningkatan IGS pada beberapa jenis ikan selama masa perkembangan oosit terjadi peningkatan sebesar 1-20% (Tyler 1991). Nilai rata rata IGS yang diperoleh seluruh perlakuan berkisar 4,18-12,39%, nilai yang tertinggi terdapat pada perlakuan SK.3, SK.2, KT.3, KN.3, SP.2 dan SP.3. Peningkatan IGS ini dikarenakan tingginya nilai 17β-estradiol pada perlakuan tersebut. Peningkatan kadar plasma 17β-estradiol dan testosteron terjadi pada tahap kortikal alveolus dan berlangsung selama masa vitelogenesis (Heidari et al. 2011). Perkembangan gonad disaat proses vitelogenesis berlangsung granula kuning telur bertambah ukuran dan jumlah sehingga volume oosit membesar kemudian menyebabkan meningkatnya nilai indeks gonadosomatik (Yaron 1995; Darwisito et al. 2008). 27

44 28 Nilai spawned eggs relatif yang diperoleh dalam tahap maturasi berkisar antara butir.g -1, sedangkan tahap rematurasi butir.g -1. Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan terhadap spawned eggs yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan suplemen dalam pakan tidak memberikan pengaruh, sedangkan induksi hormon memberikan pengaruhi spawned egg yang dihasilkan, dengan nilai tertinggi pada induksi hormon Oodev 0,50 mg.kg -1 sebanyak 64474±12529 butit.gram -1. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmatia (2013), bahwa penambahan suplemen spirulina tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada fekunditas telur. Hal ini dikarenakan fekunditas memiliki hubungan yang lebih kuat dengan bobot tubuh dan diameter telur dari pada pakan yang dikonsumsi (Kamler 1992 dalam Rahmatia 2013). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada minggu ke dua hingga minggu ke- 14 penambahan suplemen dalam pakan dan induksi hormonal mempengaruhi perkembangan diameter telur (p<0.05). Rata-rata diameter telur terbesar terdapat pada semua jenis pakan perlakuan yang dikombinasi dengan induksi Oodev 0,25-0,50 ml.kg - 1 induk. Peningkatan diameter telur ini disebabkan oosit berkembang, perkembangan oosit terjadi karena penimbunan kuning telur. Penimbunan kuning telur terdiri dari dua fase yaitu vitelogenesis endogen (sintesis kuning telur di dalam oosit) dan eksogen (penimbunan prekusor kuning telur yang disintesis di luar oosit). Diameter telur yang dihasilkan terbagi menjadi 3 kelas yaitu < 0,55 antara 0,55-0,65 dan > 0,65 mm (Lampiran 4), pada setiap pengukuran diameter terdapat semua ukuran sehingga sifat pemijahan ikan tengadak termasuk dalam parstial spawning. Hal ini sesuai yang dikemukakan Setiawan (2007), bahwa diameter telur ikan tengadak pada TKG IV berkisar antara 0,3-0,68 mm. Peningkatan diameter telur ini sejalan dengan peningkatan 17β-estradiol pada proses vitelogenesis disaat perkembangan oosit. Perkembangan oosit dari suplementasi dalam pakan yang dikombinasi dengan induksi Oodev menunjukkan adanya perkembangan oosit. Berdasarkan histologi pada Gambar 6 setiap perlakuan pakan yang diinduksi Oodev sebesar 0,25 dan 0,50 ml.kg -1 menunjukkan oosit sudah dalam tahap pematangan akhir, pematangan akhir ditandai dengan nukleus terletak pada bagian sentral dibungkus oleh lapisan sitoplasma, dan adanya penumpukan butir-butir lemak pada sitoplasma bersamaan muncul cortical aveoli, selain itu terdapat juga globula kuning telur dan ukuran oositnya lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa induksi Oodev. Hal ini sesuai yang dikemukanan Genten (2009) bahwa gonad yang sedangkan perkembangan, ditandai dengan ukuran oogonia terlihat masing kecil berbentuk bulat dengan intisel yang sangat besar dibandingkan sitoplasma dan masih terlihat berkelompok-kelompok. Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan bahwa oosit ikan tengadak pada tingkat kematangan gonad yang sama memiliki stadia perkembangan yang beragam, keberagaman stadia ini merupakan indikasi bahwa ikan tengadak memiliki tipe pemijahan parsial. Pemijahan parsial atau asinkronisme yaitu perkembangan oosit pada ovarium yang terdiri dari semua stadia oosit (Farastuti 2014). Telur yang berkembang dan matang gonad selanjutnya akan dibuahi secara buatan maupun semi alami. Kemudian diamati fertilisasi, hatching rate, abnormalitas dan survival rate. Berdasarkan Tabel 8 diperoleh hasil fertilisasi berkisar 48,44-71,00%, hatching rate 34,12-75,53%, abnormalitas 7,79-9,49%, survival rate 70,86-83,37% dan frekuensi pemijahan 1-3 kali di luar musim pemijahan. Nilai yang dihasilkan ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai survival rate larva ikan tengadak hasil para pembudidaya ikan tengadak sebesar 52,55%. Berdasarkan hal ini faktor penambahan

45 suplemen berupa S. platensis dan C. longa dalam pakan induk serta induksi Oodev dapat meningkatkan performa reproduksi ikan tengadak. Hal ini sesuai yang dikemukakan Nainggolan (2014) bahwa nutrien penting yang terkandung dalam pakan seperti asam lemak esensial dapat meningkatkan perkembangan morfologi telur dalam pembentukan struktur membran sel serta sebagai prekursor prostaglandin sehingga telur tidak rentan terhadap kerusakan yang menyebabkan hatching rate meningkat. Nilai abnormalitas yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Nainggolan (2014), presentasenya sebesar 1,33-11,74% (Tabel 8). Perbedaan ini diduga disebabkan karena pemberian dosis suplemen, jenis pakan dan dosis hormon, serta ukuran dan jenis induk yang digunakan, selain itu peningkatan presentase telur normal dan sehat juga dipengaruhi kandungan dan komposisi asam lemak dalam pakan serta telur itu sendiri (Nainggolan 2014; Hossen et al. 2014). Menurut Mattos et al. (2000) kandungan asam lemak tak jenuh ganda seperti linoleat, linolenat, eicosapentaenoic dan docosahexaenoic dalam pakan pada awal kebuntingan menekan sintesis PGF 2α dengan menurunkan asam arakidonat untuk mengurangi kematian embrio sehingga asam lemak yang terkandung dalam pakan mengintegrasi nutrisi sebagai pembentukan embrio dan meningkatkan produktivitas hewan. Tahap dua: induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak Hasil pengamatan induksi hormonal pada proses ovulasi dan pemijahan ikan tengadak, menunjukkan bahwa tidak semua induk bisa ovulasi dan memijah. Pada tahap ini hormon yang digunakan berupa Ovaprim, Spwanprim dan NaCl 0,9%. Penggunaan Ovaprim dan Spwanprim yang mengandung LHRHa, AD, AI, oksitosin dan PGF 2α ini berfungsi untuk mempercepat proses pematangan oosit hingga terjadi proses ovulasi. Ovulasi merupakan proses keluarnya oosit yang telah matang dari sel folikel untuk dibuahi (Nagahama dan Yamashita 2008). Hasil induksi ovulasi dan pemijahan ikan tengadak, induksi Spawnprim merupakan perlakuan yang terbaik dibandingkan induksi Ovaprim dan NaCl 0,9%. Waktu yang dibutuhkan untuk inkubasi telur sampai menetas ± jam setelah telur diovulasikan terbuahi pada suhu 28 o C. Berdasarkan analisis statistik induksi Ovaprim dan Spawnprim dalam proses pemijahan ikan tengadak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05), nilai hatcing rate yang dihasilkan induksi Ovaprim sebesar 54,06±2,12% dan induksi Spawnprim sebesar 79,58±0,64%. Hasil ini sesuai yang dikemukakan Oyen et al. (1991) dalam Farastuti (2014), bahwa presentase daya tetas telur selalu ditentukan oleh pesentase fertilisasi, semakin tinggi presentse fertilisasi maka semakin tinggi pula presentase daya tetas telur, kecuali jika terdapat faktor lingkungan yang mempengaruhi proses inkubasi seperti perubahan suhu yang tiba tiba, oksigen dan ph. Proses inkubasi merupakan proses setelah telur terbuahi sampai menetas dimana selama waktu tersebut di dalam telur terjadi proses proses embriologis (Effendi 2002). Pengamatan embriogenesis larva ikan tengadak dilakukan hingga larva menetas. Embriogenesi merupakan tahap pembentukan organ-organ tubuh dari tiga lapisan yaitu: ektoderm, metoderm, dan entidrem Gambar 9. Larva yang telah menetas dipelihara kurang lebih delapan hari pemeliharaan, selama masa pemeliharaan larva tidak diberi pakan tambahan, dikarenakan masih memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Selain itu juga dilakukan pengamatan abnormalitas larva. Berdasarkan analisis statistik terhadap tingkat abnormalitas larva diperoleh hasil bahwa induksi hormonal tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0.05). Nilai abnormalitas pada setiap perlakuan berkisar antara 7,46-29

46 30 9,97%. Nilai abnormalitas yang dihasilkan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Mayasari (2012), yaitu 0,00-0,9%. Akan tetapi lebih rendah, jika dibandingkan dengan hasil penelitian Nainggolan (2014), persentasenya sebesar 1,33-11,74%, perbedaan ini diduga disebabkan karena pemberian dosis suplemen, jenis pakan, perbedaan jenis dan dosis hormon, serta ukuran dan jenis induk yang digunakan. Presentase survival rate larva tengadak antar perlakuan menunjukkan ada berbeda nyata. Peresentase survival rate larva hasil induksi Ovaprim 70,11±1,54% dan induksi Spawnprim 76,56±2,40%. Perbedaan kelangsungan hidup pada larva ikan tengadak ini disebabkan ada sebagian induk ikan tengadak dapat memijah secara semi alami dan sebagian lagi dipijahkan secara buatan (dialin). 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada berbagai parameter pada tahap maturasi dan rematurasi maupun pada tahap ovulasi dan pemijahan ikan tengadak dapat disimpulkan: 1. Penambahan suplemen S.platensis 3%.kg -1 + C. longa 3%.kg -1 dalam pakan yang dikombinasi dengan penyuntikan Oodev 0,50 ml.kg -1 dapat meningkatkan kinerja reproduksi ikan tengadak di luar musim pemijahan, serta menginduksi 2,2 kali lebih cepat dibandingkan induksi Oodev 0,25 ml.kg -1 dan kontrol dalam masa pemeliharaan 4-14 minggu. Kemudian berdasarkan histologi gonad yang diamati ikan tengadak memiliki tipe pemijahan parsial atau asinkronus. 2. Induksi Spawnprim pada ikan tengadak dapat menginduksi pemijahan semi alami dan menghasilkan kinerja reproduksi lebih baik pada parameter hatching rate, abnormalitas dan survival rate larva. Saran Pada upaya peningkatkan kinerja reproduksi ikan tengadak baik pematangan gonad awal maupun akhir dapat menggunakan penambahan suplemen berupa tepung Spirulina platensis dan Curcuma longa pada pakan yang dikombinasi dengan induksi Oodev 0,50 ml.kg -1, kemudian pada tahap pemijahan untuk menginduksi pemijahan semi alami ikan tengadak dapat menggunakan Spawnprim. DAFTAR PUSTAKA Ankley GT, Khal MD, Jensen KM, Hornung MW, Korte JJ, Makynen EA, Leino RL Evaluation of the aromatase inhibitor Fadrozole in a short-therm reproduction assay with the fathead minnow Pimephales promelas. Society of Toxycology. Toxicological Science. 67:

47 Boyd CE, Tucker CS Pond aquaculture water quality management. Kluwer Academic Publishers. 101 Philip Drive, Assinippi Park, Norwell, Massachusetts hlm 33. Darwisito S, Zairin MJr, Sjafei DS, Manalu W, Sudrajat AO Pemberian pakan mengandung vitamin e dan minyak ikan pada induk memperbaiki kualitas telur dan larva ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(1):1-10. Dewi CD Khasiat tepung kunyit Curcuma longa dalam pakan untuk meningkatkan performa reproduksi ikan patin siam Pangasius hypopthalmus. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Diraman H, Koru E, Dibeklioglu Fatty acid profile of Spirulina platensis used as a food supplement. The Israel Journal of Aquaculture-Bamidgeh. 61(2), Effendi MI Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. hlm Farastuti ER Induksi maturasi gonad, ovulasi dan pemijahan pada ikan torsoro Tor soro menggunakan kombinasi hormon. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Genten F, Terwinghe E, Danguy A Atlas of Fish Histologi. Departemen of Histology and Biophatology of Fish Fauna Laboratory Of Functionnal Morphology. Universitas Libre de Bruxelles (ULB) Brussels Belgium. Science Publishers. Caphter 14 hlm Giovanni BP, Elisabetta A, Gilberto F, Francesco G, Laura G, Elisabetta R, Benedetto S, Ivo Z Spirulina as a nutrient source in diets for growing sturgeon Acipenser baeri. CNR Institute of Science of Food Production, Department of Pharmacological Sciences. University of Milano. Aquaculture Research. 36: Heidari B, Roozati SA, Yavari L Changes in plasma levels of steroid hormones during oocyte development of caspian kutum Rutilus frisii kutum, Kamensky, Department of Biology, Faculty of Science, the University of Guilan, Rasht, Iran. Anim. Reproduction. Vol 7. No 4. p Hidayat Hormon hipofisa dan hipothalamus. bahan ajar. farmakologi dan terapeutik. Fakultas Kedokteran. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Hossen MDS, Reza AHMM, Rakhi SF, Takahashi K, Hossain Z Effects of polyunsaturated fatty acids (PUFAs) on gonadal maturation and spawning of striped gourami, Colisa fasciatus. Int Aquat Res. 6:65. Huwoyono GH, Kusmini II, Kristanto AH Keragaman pertumbuhan ikan tengadak alam (hitam) dan tengadak budidaya (merah) Barbonymus schwanenfeldii dalam pemeliharaan bersama pada kolam beton. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor Indonesia. Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Isa MM, Md-Shah AS, Mohd-Sah SA, Baharudin N, Halim MAA Population dynamics of tinfoil barb, Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker, 1853) in pedu reservoir kedah. School of Biological Sciences, University of Scince Malaysia. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. Vol 2. No 5. Izquierdo MS, Ferna ndez-palacious H, Tacon AGJ Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish. Jurnal Aquacultur. 197: Kathleen M, Carter, Christa M. Woodley, Richard S. Brown A review of tricaine methanesulfonate for anesthesia of fish. Fish Biological Fisheriess. 21:

48 32 Mahdaliana Induksi ovulasi dan pemijahan semi alami pada ikan patin Pangasianodon hypopthalmus menggunakan kombinasi hormon aromatase inhibitor dan oksitosin. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mattos R, Staples RC, Thatcher WW Review of reproduction; effects of dietary fatty acids on reproduction in ruminants. Department of Dairy and Poultry Sciences, University of Florida, Gainesville, FL 32611, USA. Journals of Reproduction and Fertility. 5: Mayasari N Pemacuan kematangan gonad ikan lele dumbo Clarias sp. betina dengan kombinasi hormon PMSG dan Spirulina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Moore WT, Ward DN Pregnant mare serum gonadotropin rapid chromatographic procedures for the purification of intact hormone and isolation of subunit. Journal of Biological Chemistry. 17(4): Nagahama Y, Matsuhisa A, Iwamatsu T, Sakai N, Fukada S A mechanism for the action of pregnant mare serum gonadotropin on aromatase activity in the ovarian follicle of the medaka Oryzias latipes. Journal of Experimental Zoology. 259: Nagahama Y. and Yamashita M Regulation of oocyte maturation in fish. Journal Japanese Society of Developmental Biologists. 50: S195-S219. Nainggolan A, Sudrajat AO, Priyo UB and Enang H Ovarian maturation in asian catfish Clarias sp.by combination Oodev and nutrition addition Spirulina plantesis. International Journal of Science: Basic and Applied Research (IJSBAR) Vol 15. No I. pp Nainggolan A Peningkatan mutu reproduksi induk betina lele (Clarias sp.) melalui pemberian kombinasi pakan bersuplemen Spirulina platensis dan Oodev. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Perini, VR, Sato Y, Rizzo E, Bazzoli N Comparative analysis of the oocytes and early development of two species of curimatidae teleost fish. anatomia histologia embryologia. Journal of veterinary medicine. 42: Putra WKA Induksi maturasi belut sawah Monopetrus albus secara hormonal. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmatia F Kajian kombinasi penambahan spirulina platensis pada pakan dan penyuntikan Oodev terhadap kinerja reproduksi ikan nila. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ravindran PN, Babu KN, Sivaraman K Turmeric: The Genus Curcuma. Medical and Aromatic Plants Industrial Profils. CRC Press. hlm , 278. Saraswati TR Optimalisasi kondisi fisiologis puyuh jepang Coturnix coturnix japonica dengan suplementasi serbuk kunyit Curcuma longa. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiawan B Biologi reproduksi dan kebiasaan makan ikan lampam Barbonymus schwanenfeldii di Sungai Musi Sumatera Selatan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sudrajat AO Pengantar Endokrinologi. Materi mata kuliah endokrinologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Takeuchi T, Jun LU, Goro Y, Shuichi S Effect on the growth and body composition of juvenile tilapia Oreochromis niloticus fed raw Spirulina. Department of Aquatic Biosciences, Faculty of Fisheries, Tokyo University of Fisheries, Minato, Tokyo Japan. Fisheries Science of Journal.68:

49 Tyler C Viteollogenesis in salmonid. In Scott AP, Sumpter JP, Kime DE and Rolfe MS (Eds). Proceedings of the fourth International symposium on the reproductive physiology of fish. University of East Anglia. Norwich. hlm Yaron Z Endocrinologi control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture.129: Zairin MJr Endokrinologi dan peranannya bagi masa depan perikanan Indonesia [orasi ilmiah]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 33

50

51 LAMPIRAN 33

52 34 Lampiran 1. Pembuatan pakan uji tahap maturasi dan rematurasi A B C E D Keterangan: A: Penambahan suplemen kedalam pakan komersil yang sudah direpeleting B: Penambahan minyak ikan kedalam pakan komersil yang sudah direpeleting C: Pencampuan semua bahan baik suplemen maupun pakan komersil D: Pencetakan pakan uji E: Pengeringan pakan uji yang telah dicetak

53 35 Lampiran 2. Prosedur kerja tahap ovulasi dan pemijahan ikan tengadak A B C F E D Keterangan: A: Penyuntikan induk tengadak matang gonad B: Pemijahan semi alami ikan tengadak C: Inkubasi telur ikan tengadak D: Pengamatan perkembangan telur (embriogenesis) E: Telur tengadak yang terbuahi F: Larva ikan tengadak yang telah menetas Lampiran 3. Ciri-ciri abnormalitas larva ikan tengadak Keterangan: tanda panah menunjukkan adanya keabnormalan (bengkok) bagian ekor dan tulang pada larva ikan tengadak

54 Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) 36 Lampiran 4. Sebaran diameter telur ikan tengadak selama masa pemeliharaan Minggu ke < >0.65 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Minggu ke < >0.65 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Minggu Ke-4 Minggu Ke < > < >0.65 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3

55 Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) 37 Minggu Ke-6 Minggu ke < > < >0.65 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Minggu ke-8 KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Minggu ke < > < >0.65 Kelas ukuran diameter antar perlakuan (mm) Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3

56 Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) Presentase diameter telur (%) Minggu Ke-10 < >0.65 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) Minggu Ke-11 < >0.65 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK Minggu ke-12 < > Minggu Ke-13 < >0.65 kelas ukuran diameter telur antar perlakuan KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3

57 Presentase diameter telur (%) 39 Minggu ke < >0.65 Kelas ukuran diameter telur antar perlakuan (mm) KT.1 KT.2 KT.3 KN.1 KN.2 KN.3 SP.1 SP.2 SP.3 SK.1 SK.2 SK.3

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011. 2.1.1 Persiapan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

Jurnal Iktiologi Indonesia 16(3):

Jurnal Iktiologi Indonesia 16(3): Jurnal Iktiologi Indonesia 16(3): 299-308 Kombinasi penambahan suplemen spirulina Spirulina platensis dan kunit Curcuma longa dalam pakan dan induksi hormonal untuk meningkatkan kinerja reproduksi tengadak

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

KINERJA REPRODUKSI DENGAN INDUKSI OODEV DALAM VITELOGNESIS PADA REMATURASI INDUK IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DI DALAM WADAH BUDIDAYA

KINERJA REPRODUKSI DENGAN INDUKSI OODEV DALAM VITELOGNESIS PADA REMATURASI INDUK IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DI DALAM WADAH BUDIDAYA Fish Scientiae, Volume 3 Nomor AgusTinus 5, Juni 2013 : Kinerja Reproduksi Dengan Induksi OODEV... KINERJA REPRODUKSI DENGAN INDUKSI OODEV DALAM VITELOGNESIS PADA REMATURASI INDUK IKAN PATIN (Pangasius

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

REKAYASA REMATURASI IKAN BETOK (Anabas testudieus) MENGGUNAKAN HORMON OODEV PADA DOSIS BERBEDA MELALUI PENYUNTIKAN DENGAN RENTANG WAKTU 6 HARI

REKAYASA REMATURASI IKAN BETOK (Anabas testudieus) MENGGUNAKAN HORMON OODEV PADA DOSIS BERBEDA MELALUI PENYUNTIKAN DENGAN RENTANG WAKTU 6 HARI REKAYASA REMATURASI IKAN BETOK (Anabas testudieus) MENGGUNAKAN HORMON OODEV PADA DOSIS BERBEDA MELALUI PENYUNTIKAN DENGAN RENTANG WAKTU 6 HARI ERMINA SARI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur 2.1.1 Persiapan Wadah Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah kolam pemeliharaan induk berukuran 20x10x1,5 m. Kolam disurutkan, lalu dilakukan pemasangan patok-patok

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

KOMBINASI PENYUNTIKAN HORMON HCG DAN OVAPRIM TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii)

KOMBINASI PENYUNTIKAN HORMON HCG DAN OVAPRIM TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii) KOMBINASI PENYUNTIKAN HORMON HCG DAN OVAPRIM TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii) COMBINATION OF HORMONES INJECTION HCG AND OVAPRIM TO OVULASI AND HATCHING RATE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr. PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Ediwarman SEKOLAH PASACASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus

EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus EFEK SUPLEMENTASI Spirulina platensis PADA PAKAN INDUK TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TELUR IKAN NILA Oreochromis niloticus Firsty Rahmatia 1, Yudha Lestira Dhewantara 1 Staf Pengajar Jurusan Budidaya Perikanan,

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) DISUSUN OLEH : TANBIYASKUR, S.Pi., M.Si MUSLIM, S.Pi., M.Si PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 22 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT), Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai sejak Juni sampai Desember

Lebih terperinci

PRODUKSI LARVA PADA INDUK PATIN Pangasianodon hypophthalmus BETINA PASCA INDUKSI REMATURASI DENGAN OODEV DAN KUNYIT Curcuma longa MELALUI PAKAN

PRODUKSI LARVA PADA INDUK PATIN Pangasianodon hypophthalmus BETINA PASCA INDUKSI REMATURASI DENGAN OODEV DAN KUNYIT Curcuma longa MELALUI PAKAN PRODUKSI LARVA PADA INDUK PATIN Pangasianodon hypophthalmus BETINA PASCA INDUKSI REMATURASI DENGAN OODEV DAN KUNYIT Curcuma longa MELALUI PAKAN DEWI PURWATI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya, IPB. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), uji glukosa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By:

USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By: USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By: Rozi Ramadhani Putra 1), Netti Aryani 2), Mulyadi 2) ABSTRACT This research was

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Kombinasi Penambahan Spirulina platensis pada Pakan dan Penyuntikan Oodev

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG MENDAPAT TAMBAHAN MINYAK IKAN DAN VITAMIN E DALAM PAKAN YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS MEDIA BERBEDA SURIA DARWISITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus SECARA HORMONAL MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PAKAN SELAMA 4 MINGGU ARMAN DEA NUGRAHA

INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus SECARA HORMONAL MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PAKAN SELAMA 4 MINGGU ARMAN DEA NUGRAHA INDUKSI PEMATANGAN GONAD IKAN PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus SECARA HORMONAL MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PAKAN SELAMA 4 MINGGU ARMAN DEA NUGRAHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

Wisnu Prabowo C SKRIPSI

Wisnu Prabowo C SKRIPSI PENGARUH DOSIS BACITRACINE METHYLE DISALISILAT (BMD) DALAM EGG STIMULANT YANG DICAMPUR DENGAN PAKAN KOMERSIL TERHADAP PRODUKTIVITAS IKAN LELE SANGKURIANG Clarias sp Wisnu Prabowo C14102006 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) 1. PENDAHULUAN Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract The research was conducted from Februari to April 2013

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, kecamatan Purbolinggo, kabupaten Lampung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

INDUKSI PEMATANGAN GONAD BELUT SAWAH Monopterus albus DENGAN KOMBINASI HORMON DAN ANTIDOPAMIN. RICO WISNU WIBISONO

INDUKSI PEMATANGAN GONAD BELUT SAWAH Monopterus albus DENGAN KOMBINASI HORMON DAN ANTIDOPAMIN. RICO WISNU WIBISONO INDUKSI PEMATANGAN GONAD BELUT SAWAH Monopterus albus DENGAN KOMBINASI HORMON DAN ANTIDOPAMIN. RICO WISNU WIBISONO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS AROMATASE INHIBITOR DALAM PEMATANGAN GONAD DAN STIMULASI OVULASI PADA IKAN SUMATRA Puntius tetrazona DODI PERMANA SKRIPSI

EFEKTIVITAS AROMATASE INHIBITOR DALAM PEMATANGAN GONAD DAN STIMULASI OVULASI PADA IKAN SUMATRA Puntius tetrazona DODI PERMANA SKRIPSI 1 EFEKTIVITAS AROMATASE INHIBITOR DALAM PEMATANGAN GONAD DAN STIMULASI OVULASI PADA IKAN SUMATRA Puntius tetrazona DODI PERMANA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERFORMA REPRODUKSI IKAN PATIN SIAM

PENINGKATAN PERFORMA REPRODUKSI IKAN PATIN SIAM PENINGKATAN PERFORMA REPRODUKSI IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypophthalmus) PADA MUSIM KEMARAU MELALUI INDUKSI HORMONAL* [Reproduction Improvement on Female Striped Catfish Pangasianodon hypophthalmus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA BBPBAT Sukabumi 2007 Daftar Isi 1. Penduluan... 1 2. Persyaratan Teknis... 2 2.1. Sumber Air... 2 2.2. Lokasi...

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus

PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus PENGARUH KADAR VITAMIN C DALAM BENTUK L-ASCORBYL-2-PHOSPHATE MAGNESIUM DALAM PAKAN TEHADAP KUALITAS TELUR IKAN PATlN Pangasius hypophthalmus Oleh : Khaidir Ahmady Us IImu Perairan 99466 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU

PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU PENGARUH PADAT TEBAR TINGGI DENGAN PENGUNAAN NITROBACTER TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN LELE (Clarias sp.) FENLYA MEITHA PASARIBU 110302072 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : 2303-2960 MASKULINISASI IKAN GAPI (Poecilia reticulata) MELALUI PERENDAMAN INDUK BUNTING DALAM LARUTAN MADU DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA Masculinitation

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8 No. 1, Maret 2014 ISSN : 1978-225X PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI The Effect of Pituitary

Lebih terperinci

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal** Daya Tetas Telur dan Sintasan Larva Dari Hasil Penambahan Madu pada Bahan Pengencer Sperma Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Egg Hatching Rate and Survival of Larvae produced from Supplementation of Honey

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SPAWNPRIM SEBAGAI PEMERCEPAT OVULASI PADA IKAN KOMET Carassius auratus auratus FIRMAN RAMDHANI

EFEKTIVITAS SPAWNPRIM SEBAGAI PEMERCEPAT OVULASI PADA IKAN KOMET Carassius auratus auratus FIRMAN RAMDHANI EFEKTIVITAS SPAWNPRIM SEBAGAI PEMERCEPAT OVULASI PADA IKAN KOMET Carassius auratus auratus FIRMAN RAMDHANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel

Lebih terperinci

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract Pengaruh Penambahan Probiotik EM-4 (Evective Mikroorganism-4) Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Gurame (Osprhronemus gouramy) Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan hike adalah nama lokal untuk spesies ikan liar endemik yang hidup pada perairan kawasan Pesanggrahan Prabu Siliwangi, Desa Pajajar, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio

PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Oleh: NUR BAMBANG PRIYO UTOMO B661020011 SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN HIAS BOTIA

PEMIJAHAN IKAN HIAS BOTIA PEMIJAHAN IKAN HIAS BOTIA (Chromobotia macracanthus Bleeker) SECARA BUATAN DENGAN INJEKSI HORMON HCG (HUMAN CHORIONIC GONADOTHROPIN) DAN LHRH-A (LUTEINIZING HORMONE RELEASING HORMONE ANALOG) The Artificially

Lebih terperinci

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) BY FITRIA RONAULI SIHITE 1, NETTI ARYANI 2, SUKENDI 2) ABSTRACT The research

Lebih terperinci

JURNAL. PENGARUH PEYUNTIKAN OVAPRIM DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SILIMANG BATANG (Epalzeorhynchos kalopterus).

JURNAL. PENGARUH PEYUNTIKAN OVAPRIM DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SILIMANG BATANG (Epalzeorhynchos kalopterus). JURNAL PENGARUH PEYUNTIKAN OVAPRIM DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SILIMANG BATANG (Epalzeorhynchos kalopterus). OLEH TARULI SIHOMBING FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

The effect of HCG injection and ovaprim towerd ovulation and egg quality of katung (Pristolepis grooti) Abstract

The effect of HCG injection and ovaprim towerd ovulation and egg quality of katung (Pristolepis grooti) Abstract The effect of HCG injection and ovaprim towerd ovulation and egg quality of katung (Pristolepis grooti) By Marwanto 1 ), Nuraini 2 ) and Sukendi 2 ) Abstract The research was conducted from February to

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: selenium, growth, viability, Cromileptes altivelis, grouper

ABSTRACT. Keywords: selenium, growth, viability, Cromileptes altivelis, grouper ABSTRACT MUHAIMIN HAMZAH. The Growth Performance and Viability Enhancement of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) Fed on Selenium Supplementation. Under direction of M. AGUS SUPRAYUDI, NUR BAMBANG

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.)

KEBUTUHAN ASAM LEMAK N-6 DAN N-3 DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Kebutuhan Jurnal Akuakultur asam lemak Indonesia, induk 6(1): ikan baung 7 15 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 7 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id KEBUTUHAN ASAM LEMAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN HORMON alh-rh MELALUI EMULSI W/O/W LG (C-14) PADA PERKEMBANGAN GONAD INDUK IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hypophthalmus)

PENGARUH PEMBERIAN HORMON alh-rh MELALUI EMULSI W/O/W LG (C-14) PADA PERKEMBANGAN GONAD INDUK IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hypophthalmus) Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(3): 15-21 (2004) 15 PENGARUH PEMBERIAN HORMON alh-rh MELALUI EMULSI W/O/W LG (C-14) PADA PERKEMBANGAN GONAD INDUK IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hypophthalmus) Effect of LH-RHa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Materi penelitian berupa larva dari nilem umur 1 hari setelah menetas, yang diperoleh dari pemijahan induksi di Laboratorium Struktur Perkembangan Hewan Fakultas

Lebih terperinci

THE EFFECT OF OVAPRIM AND PROSTAGLANDIN (PGF 2 α) COMBINATION ON OVULATION AND EEG QUALITY OF KISSING GOURAMY (Helostoma temmincki C.

THE EFFECT OF OVAPRIM AND PROSTAGLANDIN (PGF 2 α) COMBINATION ON OVULATION AND EEG QUALITY OF KISSING GOURAMY (Helostoma temmincki C. THE EFFECT OF OVAPRIM AND PROSTAGLANDIN (PGF 2 α) COMBINATION ON OVULATION AND EEG QUALITY OF KISSING GOURAMY (Helostoma temmincki C.V) By M. Fikri Hardy 1), Nuraini 2) and Sukendi 2) Abstract This research

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. RINGKASAN Nur Aini. D24103025. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama

Lebih terperinci

Domestikasi Ikan Liar Sungai Sebagai Upaya Konservasi Biota Perairan : Suatu Pendekatan Bio-Reproduksi, Tantangan & Harapan

Domestikasi Ikan Liar Sungai Sebagai Upaya Konservasi Biota Perairan : Suatu Pendekatan Bio-Reproduksi, Tantangan & Harapan Buku Monograf Domestikasi Ikan Liar Sungai Sebagai Upaya Konservasi Biota Perairan : Suatu Pendekatan Bio-Reproduksi, Tantangan & Harapan Oleh : Drs. Priyo Susatyo, M.Si UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Lebih terperinci

FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH

FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH UTILIZATION OF ESTRADIOL-17β HORMONE FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) By Herlina Mahriani Siagian 1), Netti Aryani 2), Nuraini 2) ABSTRACT The research was conducted from April

Lebih terperinci