BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah memberikan angurah kepada masyarakat Aceh yang kaya dengan hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah memberikan angurah kepada masyarakat Aceh yang kaya dengan hasil"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah memberikan angurah kepada masyarakat Aceh yang kaya dengan hasil bumi yang memiliki kualitas yang khas. Alam Aceh memiliki anugerah sumber daya alam yang beraneka ragam sehingga sektor pertaniannya kaya akan berbagai hasil produk pertanian seperti Kopi Gayo, Pala, Nilam, Lada, Cengkeh, Pinang, Kelapa Sawit, Jagung, rotan, tebu, cacao dan Pisang Siem. Produk pertanian yang dihasilkan di setiap wilayah juga memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang menjadi keunggulan produk pertanian dari masing-masing daerah, baik dari sisi aroma, cita rasa, warna, ukuran maupun tekstur yang khas yang merupakan keunggulan daya saing produk tersebut. Kekhususan karakteristik produk tersebut dihasilkan dari pengaruh kondisi alam setempat dan interaksinya dengan masyarakat sekitarnya. Dalam kerangka hukum hak kekayaan intelektual barang atas hasil bumi yang khas tersebut dapat dimohonkan pendaftaran indikasi geografisnya. Berdasarkan data dan informasi di lapangan, komoditas pertanian yang sudah mendapatkan sertifikasi indikasi geografis masih terfokus pada produk kopi dan baru dimiliki oleh 2 (dua) wilayah/daerah yakni Kopi Kintamani yang berasal dari Provinsi Bali dan Kopi Gayo yang berasal dari Provinsi Aceh. Padahal, kita mengetahui bahwa cukup banyak komoditas pertanian asal Indonesia yang memiliki karakteristik khas dan menjadi keunggulan daya saing dari 1

2 2 komoditas sejenis yang dihasilkan oleh negara lain. Dengan sertifikasi indikasi geografis, diharapkan akan diperoleh manfaat yang luas dan cukup. Secara signifikan berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan kelompok tani/masyarakat, percepatan pengembangan wilayah, serta peningkatan daya saing produk dimaksud dipasar domestik maupun internasional. Untuk memperkuat upaya peningkatan daya saing komoditas kopi, pada tahun 2012 fasilitasi terkait dialokasikan kegiatan pengembangan sertifikasi indikasi geografis akan dilaksanakan pada 11 (sebelas) provinsi dengan 13 (tiga belas) lokasi penghasil produk pertanian. 1 Potensi alam tersebut menjadi anugerah bagi bangsa Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi, jikalau potensi tersebut dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai aset perdagangan. Dalam konteks ini, apabila potensi tersebut masuk ke dalam kategori aset bisnis atau perdagangan, maka aturan hukum harus dapat menjamin agar hak-hak pihak yang memanfaatkan potensi tersebut dapat terlindungi. Apalagi jika potensi tersebut sudah diperdagangkan ke dunia internasional (export dan import). Indikasi Geografis adalah salah satu rezim dari Hak Kekayaan Intelektual selain Paten, Hak Cipta, Informasi Rahasia/Rahasia Dagang dan beberapa jenis HaKI lainnya. IG merupakan sebuah nama dagang yang dikaitkan, dipakai atau dilekatkan pada kemasan suatu produk dan berfungsi menunjukkan asal tempat produk tersebut. Asal tempat itu mengisyaratkan bahwa kualitas produk tersebut amat dipengaruhi 1 diakses tanggal 21 November 2013

3 3 oleh tempat asalnya, sehingga produk itu bernilai unik di benak masyarakat, khususnya konsumen, yang tahu bahwa tempat asal itu memang punya kelebihan khusus dalam menghasilkan suatu produk. 2 Perlindungan hukum terhadap berbagai macam produk yang mencirikan indikasi geografis di Indonesia harus bisa menjawab tantangan global (perdagangan bertaraf internasional) yakni dengan memberikan aturan hukum yang memadai sehingga dapat memberikan kepastian hukum terhadap produk asli Indonesia di luar negeri. Pasalnya perlindungan terhadap produk IG-nya Indonesia masih jauh dari harapan meskipun Indonesia sudah meratifikasi berbagai perjanjian Internasional seperti Persetujuan TRIPs melalui Keppres No. 7 Tahun 1994 dan The Paris Conevntion for the Protection of Industrial Property 1883 (Konvensi Paris 1883). 3 Hal tersebut dibuktikan dengan adanya contoh dua kasus mengenai pelanggaran indikasi geografis yang dapat menjadi pelajaran, yaitu kasus pelanggaran Kopi Toraja dan Kopi Gayo. Kasus pendaftaran merek Kopi dengan nama Toraja oleh Key Coffee Co. dimulai pada saat pemilik merek Toarco Toraja tersebut mengajukan permohonan perlindungan atas merek kopi yang mulai populer di Jepang. Ancaman adanya pesaing yang menggunakan merek dagang dengan nama yang sama menjadi dasar permohonan perlindungan mereknya pada 1974 dan kemudian pendaftarannya dikabulkan pada Miranda Risang Ayu, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual,Indikasi Geografis, (Bandung: Alumni, 2006), hal 1 3 indrarahmataullah.wordpress.com/2013/10/25/perlindungan-indikasi-geografis-dalam-hakkekayaan-intelektual-hki-melalui-ratifikasi-perjanjian-lisabon/diakses tanggal 1 Desember Damian, Eddy. dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Bandung, Alumni, 2002) hal 15

4 4 Indonesia merupakan negara megadeversit dengan keragaman budaya dan sumber daya alami. Dari segi sumberdaya alami banyak produk daerah yang telah lama dikenal dan mendapatkan tempat di pasar internasional sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Keterkenalan produk tersebut seharusnya diikuti dengan perlindungan hukum yang bisa untuk melindungi komoditas tersebut dari praktek persaingan curang dalam perdagangan. 5 Di Indonesia, indikasi geografis telah diatur dan disesuaikan dengan beberapa perjanjian internasional meskipun secara subtansi tidak mutlak sama. Indikasi geografis diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, untuk selanjutnya disebut UU Merek pada Pasal 56 ayat (1) yang menyebutkan: Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut sehingga memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Indikasi Geografis untuk selanjutnya disebut IG ini TRIPs telah mengaturnya pada Section 3 Article Untuk memastikan adanya perlindungan terhadap IG di negara-negara anggota perjanjian TRIPs ini adalah setiap negara anggota diharuskan untuk menyediakan legal means atau cara-cara atau upaya hukum untuk melindungi IG dalam hukum nasional mereka. 7 5 Saky Septiono, Perlindungan Indikasi Geografis (Jakarta, 2012), hal. 1 6 F. Scott Kieff and Ralph Nack, 2008, International, United States and European Intellectual Property Selected Source Material , Aspen Publisher, USA, page 56 7 Miranda Risang Ayu, Op.Cit., hal. 33

5 5 Sebagai respon dari pasal IG di dalam UU Merek, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2007 yang mengatur secara teknis tentang IG. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HAKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain termotivasi untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HAKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu sistem HAKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi. 8 Perubahan sosial ini berdampak dalam bidang ekonomi yakni dengan terbentukya perdagangan bebas. Salah satu isu yang menyerukan pada era perdagangan bebas ini adalah dalam bidang Hak Kekayaan intelektual. Permasalahan ini mengemuka dikarenakan Hak Kekayaan Intelektual merupakan bidang yang tidak terpisahkan dari persetujuan pendirian organisasi perdagangan dunia. 9 8 Hak Kekayaan Intelektual www. Dirjen HKI, diakses pada tanggal 10 Maret Budi Agus Riswadi dan Siti Sumartiah, Masalah-masalah Hak Kontemporer (Yogyakarta: Gita Nagari, 2006), hal 1

6 6 Indikasi Geografis berdasarkan UU Merek No. 15 Tahun 2001, IG adalah indikasi-indikasi atau tanda yang karena faktor lingkungan geografis, faktor alam, faktor manusia atau kombinasinya, dapat mengidentifikasikan bahwa suatu barang berasal dari suatu daerah, di mana mutu yang dihasilkan, reputasi atau sifat-sifat lain barang tersebut dapat dicirikan secara mendasar terhadap asal geografisnya. Dalam pengaturan UU Merek 2001, obyek indikasi geografis tidak dibatasi secara tegas hanya berupa hasil alam. Karena UU tersebut mengatur bahwa dari tiga kelompok masyarakat yang berhak mengajukan permohonan indikasi geografis, salah satunya adalah pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri. Itu berarti bahwa obyek indikasi geografis dapat mencakup hasil budaya. Pengaturan demikian menjadi membingungkan, karena obyek hasil budaya masyarakat lokal sesungguhnya dapat pula dianggap sebagai folklor. Persoalannya adalah pengaturan untuk folklor tidak menggunakan UU Merek, tetapi menggunakan UU Hak Cipta. Obyek indikasi geografis seharusnya dibatasi pada hasil alam saja. Karena sesuatu seharusnya disebut sebagai indikasi geografis jika keunikan, keistimewaan, atau keunggulan dari produk tersebut dibandingkan dengan produk sejenis lain lahir dari bumi (geo) tempat produk tersebut berasal. Jika yang hendak ditonjolkan adalah manusianya, maka folk adalah kata yang lebih tepat. Oleh karena itu, di masa mendatang sebaiknya pengaturan tentang indikasi geografis ini dirubah Brian Prastyo. diakses tanggal 21 Januari 2014

7 7 Persoalan lain dari pengaturan mengenai indikasi geografis adalah inkonsistensi. Dalam sistem hukum merek, perlindungan hukum pada pemilik merek baru efektif jika yang bersangkutan telah mendaftarkan mereknya tersebut. Artinya, tanpa pendaftaran maka ditinjau dari segi hukum merek kedudukan hukum dari pemilik merek dalam mengantisipasi kompetitor atau lawan bisnisnya menjadi agak lemah. Terlepas dari kekurangan yang ada, policy dari pengaturan tersebut jelas. Tetapi dalam konteks indikasi geografis, apa yang dikehendaki oleh pembuat UU menjadi tidak jelas. Karena mereka menyatakan bahwa indikasi geografis yang tidak didaftarkan disebut indikasi asal; dan pemegang atas hak indikasi asal punya hak yang sama dengan pemegang hak atas indikasi geografis, karena indikasi geografis masalah yang baru bagi Bangsa Indonesia. Terdapat kekhasan yang ditonjolkan dari dua pengertian tersebut. Merek yang lebih menonjolkan simbol dan IG yang lebih menonjolkan kepada hasil alam yang dihasilkan oleh suatu daerah. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Sudaryat, dalam bukunya Hak Kekayaan Intelektual yang menerangkan bahwa IG digunakan dalam hubungannya dengan produk barang adalah: Tempat dan daerah asal 2. Kualitas dan karakteristik produk 3. Keterkaitan antara kualitas atau karakteristik produk dengan kondisi geografis dan karakteristik masyarakat daerah/tempat asal barang. 11 Sudaryat, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Oase Media, 2010), hal. 178

8 8 Sehingga dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa IG lebih menonjolkan kepada produk yang dihasilkan oleh faktor lingkungan geografis yang merupakan kombinasi dari faktor alam dan faktor manusia. Secara tidak langsung, pendaftaran IG akan memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan, dengan adanya produk IG, dengan sendirinya reputasi suatu kawasan IG akan ikut terangkat, di sisi lain IG juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati, dan ini akan berdampak pada pengembangan agrowisata, dengan IG juga akan merangsang timbulnya kegiatankegiatan lain yang terkait seperti pengolahan lanjutan suatu produk. Demikian pula pengembangan teori di bidang kebijakan dan hukum dalam pemerintahan untuk melindungi perwujudan traditional knowledge, Industri yang banyak berkembang di wilayah Aceh kebanyakan masuk dalam kategori Usaha Kecil dan Menengah. Berdasarkan Undang-Undang Usaha Kecil Nomor 9 Tahun 1995 kriteria-kriteria dari usaha kecil adalah sebagai berikut: 12 a. Memiliki kekayaan (aset) bersih paling banyak Rp. 200,000,000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan, tempat usaha: b. Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak Rp. 1 milyar. c. Milik warga negara Indonesia; d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung 12 Sutrisno Iwantono, Kiat Sukses Berwirausaha, Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah, (Jakarta: Grasindo, 2002), hal. 4

9 9 oleh usaha besar atau usaha menengah, berbentuk badan usaha perseorangan, badan usaha tidak berbadan hukum, atau usaha berbadan hukum, termasuk koperasi. 13 Kesadaran hukum masyarakat Aceh terhadap inventarisasi barang yang berpotensi untuk didaftarkan IG-nya di Provinsi Aceh, saat ini mulai muncul keinginan tersebut, salah satunya contoh saat Pendaftaran Gayo Mountain Coffee Community Trade Merk (CTM) No sebagai merek dagang di Eropa (yang sebenarnya tidak bisa didaftarkan sebagai merek) telah memicu pemilik merek yang juga eksportir kopi untuk melakukan persaingan curang, dengan melakukan pelarangan terhadap salah satu eksportir kopi Indonesia. CV. Arvis Sanada salah satu perusahaan eksportir kopi arabika asal Gayo Aceh dilarang mengeksport kopi ke daratan Eropa dengan menggunakan kata Gayo dalam kemasannya, padahal biji kopi tersebut memang berasal dari Gayo Aceh yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum sangat banyak jumlahnya yaitu Seperti: 14 : 1. Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya 2. Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik; 3. Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta. Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai induknya yang memiliki dua cabang besar yaitu : 13 O. K. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004), hal Sumber Dirjen Hak kekayaan Intelektual Kemenkumham, 13 Desember 2012

10 10 1. Hak milik perindustrian/hak atas kekayaan perindustrian. 2. Hak cipta beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta. 15 Jika kita perhatikan, Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam berupa hasilhasil pertanian, barang-barang kerajinan tangan dan hasil industrinya, sangat banyak sekali potensi IG yang perlu segera di daftarkan ke kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Masyarakat dan perusahaan sering ingin menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari barang atau jasa yang mereka tawarkan kepada masyarakat. Istilah IG atau Geographical Indications telah banyak digunakan dalam beberapa kali negosiasi antar negara-negara peserta WTO, sehingga pada akhirnya disepakati dimasukkan dalam persetujuan TRIPs. Sebelum perjanjian TRIPs berhasil disepakati, istilah yang digunakan untuk IG ada beberapa macam. 16 Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyusun dalam bentuk sebuah tesis dengan judul: Pendaftaran Indikasi Geografis atas Barang-Barang Hasil Pertanian/Perkebunan di Aceh B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang merupakan permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah: 1. Bagaimana keberadaan barang berpotensi untuk dilindungi indikasi geografis sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Aceh? 15 LPK HI FH UI bekerjasama dengan Ditjen HKI, Kepentingan Negara Berkembang terhadap Hak atas Indikasi Geografis, Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan Tradisional, LPKHI FH- UI, Bogor, 2005, hal Tomi Suryo Utomo, 2010,Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global Sebuah Kajian Kontemporer,Graha Ilmu,Yogyakarta, hal 219

11 11 2. Bagaimana pendaftaran indikasi geografis atas barang-barang yang memiliki berpotensi untuk didaftarkan indikasi geografis di Aceh? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui keberadaan barang berpotensi untuk dilindungi indikasi geografis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Aceh. 2. Untuk mengetahui pendaftaran indikasi geografis atas barang-barang yang memiliki berpotensi untuk didaftarkan indikasi geografis di Aceh. D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis a. Sebagai bahan untuk menambah khasanah keilmuan bagi para akademisi dan dunia pendidikan pada umumya, khususnya di bidang mengenai Hukum Hak Kekayaan Intelektual. b. Memberikan sumbangan pemikiran didalam usaha dibidang ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum mengenai hak kekayaan intelektual tepatnya indikasi geografis di Indonesia. 2. Secara Praktis a. Sebagai sumber informasi ilmiah dibidang hukum, guna mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang sudah diperoleh, memberikan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang

12 12 terkait dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan mengenai hak kekayaan intelektual terhadap Inventarisasi barang yang berpotensi menjadi Hak Kekayaan Intelektual menurut IG. b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak terkait yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan perlindungan IG di Indonesia, misalnya pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan pengusah/pengrajin yang memiliki karakteristik khas yang dipengaruhi faktor geografis. E. Keaslian Penelitian Penelusuran kepustakaan, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum dan pada Program Pascasarjana Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara penelitian tentang Pendaftaran Indikasi Geografis atas Barang-barang Hasil Pertanian dan Perkebunan di Aceh tidak ditemukan judul penelitian yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat disebut asli dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka, dengan demikian ini keaslian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu

13 13 disertai dengan pemikiran teoritis 17 Permasalahan mengenai HaKI akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan berbagai aspek lainnya. Akan tetapi, aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan HaKI tersebut. Teori yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah merujuk pada 3 (tiga) teori yaitu; teori perundang-undangan, teori utilitas dan teori kesadaran hukum yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam pembahasan penelitian ini. 1. Teori Perundang-undangan Dalam dunia ilmu, teori menenpati kedudukan yang penting, ia memberikan sarana untuk menerangkan dan memahami masalah yang berkaitan, dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematiskan masalah yang dibicarakan. Teori perundang-undangan bukan berarti pendapat tentang cara melakukan sesuatu, bukan pula berarti pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa, misalnya teori tentang terjadinya bumi, teori tentang evolusi asal usul manusia, dan sebagainya. Secara umum dan abstrak kata "teori" ialah sistem pernyataan-pernyataan, pendapat-pendapat, dan pemahaman-pemahaman yang logik dan saling berkaitan mengenai suatu bidang kenyataan, yang dirumuskan demikian rupa sehingga memungkinkan penarikan hipotesa-hipotesa yang dapat diuji padanya Ronny H. Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum (Jakarta: 1992), hal A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia Suatu Sisi Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan Indonesia yang Menjelaskan dan Menjernihkan Pemahaman, (Perpustakaan UI, Jakarta, 2008), hal 1

14 14 Menurut A. Hamid S. Attamimi, asas pembentukan peraturan perundangundangan yang patut, meliputi: 19 a. Asas tujuan yang jelas b. Asas perlunya pengaturan c. Asas organ/lembaga dan muatan materi yang tepat d. Asas dapatnya dilaksanakan e. Asas dapatnya dikenali f. Asas perlakuan yang sama dalam hukum g. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individu. Mengacu pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut, dapat diharapkan terciptanya peraturan perundang-undang yang baik dan dapat mencapai tujuan secara optimal dalam pembangunan hukum di Indonesia. Pemerintah juga seharusnya berdasarkan asas pembentukan peraturan perundangundangan di atas untuk menghasilkan peraturan perundang-undangan yang baik mengenai indikasi geografis. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Salah satu isu yang menarik dan saat ini dan saat ini tengah berkembang dalam lingkup kajian hak kekayaan intelektual (HKI) adalah perlindungan hukum baik secara preventif maupun secara represif terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli atau masyarakat tradisional. 19 A. Hamid S. Attamimi dalam Maria Indrati S., Ilmu Perundang-undangan (1) Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, (Yogyakarta: Kansius, 2007), hal. 256

15 15 Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 pada tanggal 4 September 2007 sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 yang mengatur perlindungan IG maka hal tersebut telah membuka jalan untuk bisa didaftarkannya produk-produk IG di tanah air. Berdasarkan UU Merek No. 15 Tahun 2001, IG dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan Pasal 56 ayat (1). Upaya hukum secara logis, produk bermuatan IG dimiliki oleh masyarakat yang memiliki kepentingan langsung dengan IG bersangkutan. Namun dalam kerangka perlindungan hukum, perlindungan IG memerlukan upaya yang proaktif dari pihak yang berkepentingan (komunitas pemilik) berupa pendaftaran dalam rangka alas kepemilikannya Mengingat luasnya arti hukum, maka dalam pembahasan ini hukum yang dipakai adalah hukum sebagai kaidah yang positif atau yang disebut hukum positif, yaitu seperangkat kaidah yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat di suatu wilayah tertentu (Indonesia) pada waktu sekarang. Pandangan hukum semacam ini dalam studi hukum termasuk aliran hukum positivisme, yaitu pandangan bahwa hukum adalah perintah penguasa, memaksa dan bersanksi. Aliran positivisme

16 16 mengandung bahwa hukum lebih berurusan dengan bentuk daripada isi, maka hukum hampir identik dengan undang-undang. 20 Hukum menjadi pedoman tingkah laku anggota masyarakat terdiri dari sekumpulan kaidah-kaidah yang merupakan satu kesatuan sehingga merupakan suatu sistem kaidah atau sistem hukum. Sistem hukum seringkali juga memiliki arti yang sama dengan tata hukum. Pengertian yang terkandung dalam sistem adalah : 1. Sistem berorientasi pada tujuan; 2. Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian (wholism); 3. Suatu sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, yaitu lingkungannya (open system); 4. Bekerjanya bagian- bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang berharga; 5. Masing-masing bagian harus cocok satu sama lain; 6. Ada kekuatan yang mengikat sistem itu (mekanisme kontrol). 21 Lawrence M. Friedman mengemukakan tentang 3 unsur sistem hukum (three elements of legal system). Ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut adalah: 1. Struktur Hukum (Legal Structure) diibaratkan sebagai mesin. 2. Substansi Hukum (Legal Substance) adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu. 3. Kultur Hukum (Legal Culture) adalah apa saja dan siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskkan bagaimana mesin itu digunakan. 22 Untuk mengenal hukum sebagai sistem maka menurut Fuller harus dicermati apakah ia memenuhi 8 (delapan) prinsip legalitas atau yang disebut dengan principles of legality, yaitu : 20 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung: Alumni, 2008), hal Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1982), hal Lawrence M. Friedman dalam Esmi Warasih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis (Semarang: Suryandaru Utama 2005), hal. 30

17 17 1. Harus ada peraturan-peraturan terlebih dahulu, hal ini berarti, bahwa tidak ada tempat bagi keputusan-keputusan secara ad-hoc, atau tindakan-tindakan yang bersifat arbiter; 2. Peraturan-peraturan itu dibuat harus diumumkan secara layak; 3. Peraturan-peraturan itu tidak boleh berlaku surut; 4. Perumusan-perumusan peraturan-peraturan itu harus jelas dan terperinci, ia harus dapat dimengerti oleh rakyat; 5. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin; 6. Di antara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain; 7. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah; 8. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan peraturan-peraturan yang telah dibuat. 23 Radbruch hukum harus mempunyai 3 (tiga) nilai idealis atau nilai dasar yang merupakan konsekuensi hukum yang baik, yaitu : 1. Keadilan; 2. Kemanfaatan/kegunaan; 3. Kepastian hukum. Selain itu, ada 3 (tiga) dasar berlakunya hukum atau undang-undang, yaitu berlaku secara : 1. Filosofis, artinya memuat nilai-nilai tertentu di dalam muatan atau isi peraturannya. 2. Sosiologis, artinya sesuai dengan permasalahan yang ada di masyarakat. 3. Yuridis, artinya mengandung asas-asas tertentu di dalam isi peraturannya. 24 Perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) pada dasarnya mempunyai urgensi tersendiri. Urgensinya, bahwa seluruh hasil karya intelektual akan dapat 23 Satjipto Rahardo, Op Cit, hal Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung Alumni, 1994), hal. 87.

18 18 dilindungi. Arti kata dilindungi disini akan berkorelasi pada tiga tujuan hukum, yakni; 1. Kepastian hukum artinya dengan dilindunginya HKI akan sangat jelas siapa sesungguhnya pemilik atas hasil karya intelektual (HKI); 2. Kemanfaatan, mengandung arti bahwa dengan HKI dilindungi maka akan ada manfaat yang akan diperoleh terutama bagi pihak yang melakukan perlindungan itu sendiri, semisal; dapat memberikan lisensi bagi pihak yang memegang hak atas HKI dengan manfaat berupa pembayaran royalti (royalty payment); 3. Keadilan, adalah dapat memberikan kesejahteraan bagi pihak pemegang khususnya dalam wujud peningkatan pendapatan dan bagi negara dapat menaikan devisa negara. 2. Teori Sistem Hukum Teori sistem hukum dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman. Lawrence M. Friedman sebagaimana dikutif Otje Salman dan Anton F. Susanto, sistem hukum meliputi : Pertama, struktur hukum (legal structure), yaitu bagian-bagian yang bergerak di dalam suatu mekanisme sistem atau fasilitas yang ada dan disiapkan dalam sistem. Misalnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Kedua, Substansi Hukum (Legal Substance), yaitu hasil aktual yang diterbitkan oleh sistem hukum, misal putusan hakim berdasarkan Undang-undang. Ketiga, Budaya Hukum (Legal Culture), yaitu sikap publik atau nilai-nilai komitmen moral dan kesadaran yang mendorong bekerjanya sistem hukum, atau keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana

19 19 sistem hukum memperoleh tempat yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat. 25 Dengan demikian untuk dapat beroperasinya hukum dengan baik, hukum itu merupakan satu kesatuan (sistem) yang dapat dipertegas sebagai berikut : 1. Struktural mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang, mencakup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajiban. 2. Substansi mencakup isi norma-norma hukum serta perumusannya maupun cara penegakannya yang berlaku bagi pelaksanaan hukum maupun pencari keadilan. 3. Kultur pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang di anggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus diserasikan. Dalam proses penegakan hukum, sub sistem budaya hukum (legal culture), tergolong sangat menentukan berjalan tidaknya aplikasi penegakan hukum. Letak legal culture dalam suatu sistem hukum dikategorikan Lawrence Friedman, 26 sebagai mesin untuk memproduksi suatu barang sementara sub sistem diibaratkan dengan barang yang hendak diproduksi, sedangkan sub sistem struktur (kelembagaan hukum) dipersamakan dengan orang yang menjalankan mesin produksi. Tugas-tugas dari orang yang menjalankan mesin seperti kewajiban menghidupkan mesin, 25 Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. (Bandung: Refika Aditama, 2004), hal Lawrence M. Friedman, Op.Cit., hal 17-21

20 20 menjalankan dan atau mematikan mesin tersebut diidentikan dengan tugas pada aparat hukum kepentingan tertentu. Jika yang tampak justru kesadaran yang dimobilisir, maka itu berarti hanya sub legal culture seperti: kepentingan penguasa, kepentingan pembangunan, telah dinobatkan sebagainya symbol-simbol legal culture. Konsekuensi logisnya adalah sebagaimana tampak dalam mekanisme penegakan hukum merek di Indonesia, yang dominan menampakan kesadaran pejabat hukum, semata bagi penegakan hukum merek. Sepintas lalu kesadaran yang demikian ini pun tampak sebagai akibat sub legal culture, yakni sekedar hendak melindungi kepentingan Negara pemilik merek terkenal dan/atau penghindaran diri dari ancaman GSP dari organisasi perdagangan dunia. Terkait dengan sistem hukum tersebut, Otje Salman mengatakan perlu ada suatu mekanisme pengintegrasian hukum, bahwa pembangunan hukum harus mencakup tiga aspek di atas, yang secara ilmuan berjalan melalui langkah-langkah strategis, mulai dari perencanaan pembuatan aturan (Legislation Planing). Proses pembuatannya (law making procces), sampai kepada penegakan hukum (law inforcement) yang dibangun melalui kesadaran hukum (law awareness) masyarakat. 27 Implementasi penegakan hukum Soerjono Soekanto juga mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi berlakunya hukum. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor hukumnya sendiri 27 Otje Salman dan Anton F. Susanto, Op.Cit hal 154

21 21 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakkan hukum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 28 Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegak hukum, juga merupakan tolok ukur dari pada efektivitas penegakan hukum. Berdasarkan dengan faktor-faktor tersebut, Gunnar Myrdal sebagaimana di kutip oleh Soerjono Soekanto, menulis sebagai Sof Development dimana hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan diterapkan, ternyata tidak efektif. Gejala-gejala semacam itu akan timbul. Apabila ada factor-faktor tertentu menjadi halangan faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan (Jastitabeken) maupun golongan-golongan lain di dalam masyarakat. 29 Agar sistem hukum dapat berfungsi dengan baik, dapat menjadi semacam alternatif, ada 4 (empat) hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu: 1. Masalah legitimasi (yang menjadi landasan bagi penataan kepada aturanaturan). 28 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2004), hal Ibid., hal 127

22 22 2. Masalah interprestasi (yang menyangkut soal penetapan hak dan kewajiban subyek, melalui proses penerapan aturan tertentu). 3. Masalah sanksi (menegaskan sanksi apa, bagaimana penertapannya dan siapa yang menerapkannya). 4. Masalah yuridis yang menetapkan garis kewenangan bagi yang berkuasa menegakkan norma hukum, dan golongan apa yang berhak diatur oleh perangkat norma itu Teori Utilitas Menurut Jeremy Bentham, alam telah menampatkan manusia di dalam pemerintahan dua penguasa, yaitu suka dan duka. Hukum sebagai tatanan hidup bersama, harus diarahkan untuk mendukung suka dan mengekang duka. Hukum harus berbasis manfaat bagi kepentingan manusia atau bertujuan mewujudkan apa yang sesuai dengan daya guna. 31 Pendekatan utilitas yang telah lama mengalami teorisasi menjadi teori umum (general theory) yang sangat mudah dipahami. Teori umum seperti analisis kurva tak acuh (indifference curve), dalam dirinya sendiri telah sangat mudah difahami tanpa merujuk analisis utilitas, kendati sesungguhnya teori tentang kurva ini merupakan konsekuensi dari adanya konsep utilitas yang melatarbelakangi terjadinya konsumsi. Oleh karena itulah pembahasan tentang konsep utilitas sering kali diabaikan Ibid.,.hal Ibid. 32 Budi Agus Riswandi, M. Syamsuddin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 87.

23 23 Pada saat diperlukan pemahaman yang lebih mendetail tentang watak konsumen (consumer behavior), pembahasan konsep utilitas memiliki relevansi yang lebih nyata. Teori utilitas, atau sering pula disebut teori tentang nilai subyektif (subjective value theory), telah lama berkembang. Dasar-dasar teorisasi utilitas ini telah muncul ke permukaan sejak tahun 1870-an, yang pada saat itu dicetuskan hampir dalam waktu yang bersamaan oleh tiga orang ahli ekonomi yang bekerja dalam kemandirian masing-masing. Mereka adalah Williom Stanley Jevons dari Great Britain, Karl Menger seorang warganegara Austria dan Leon Walras ahli ekonomi berkewarganegaraan Perancis. Kepada merekalah, perkembangan teori utilitas yang dewasa ini banyak dibicarakan pada dasarnya berakar. 33 Istiliah Utilitas itu sendiri sering diartikan sebagai: the satisfaction that a consumer receives from the goods and services that he or she consumes. Kepuasan dalma konsumsi ini sudah barang tentu syarat nilai dan sangat subyektif yang tidak mudah dilakukan pengukuran-pengukuran. Namun demikian, para ekonomis telah banyak yang berikhtiar bagimana teorisasi ini bisa dilakukan untuk analisis lebih memadai terhadap perilaku konsumen, dan pada gilirannya perilaku permintaan, level individu. 34 Menurut Jeremy Bentham, alam menempatkan manusia di dalam pemerintahan dua penguasa, yaitu suka dan duka. Hukum sebagai tatanan hidup bersama, harus diarahkan untuk mendukung suka dan mengekang duka. Hukum harus hal Ibid. 34 Green Mind Community, Teori dan Politik Tata Negara (Yogyakarta: Total Media, 2009),

24 24 berbasis manfaat bagi kepentingan manusia atau bertujuan untuk mewujudkan apa yang sesuai dengan daya guna. 35 Adagium teori Jeremy Bentham adalah the greatest happiness for the greates number. Oleh karena itu hukum harus mengusahakan kebahagian maksimum bagi sebanyak mungkin orang. Sehingga tujuan akhir dari perundang-undangan adalah untuk melayani kebahagian paling besar dari jumlah terbesar rakyat. Dengan demikian hukum diorientasikan pada kegunaannya, yaitu memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya sebagaimana prinsip yang dikemukan Jeremy Bentham yaitu the happiness for the greratest happiness 36 Begitu juga peraturan perundangundangan mengenai indikasi geografis haruslah memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia serta mempunyai kedayagunaan. Sekurang-kurangnya telah dikenal tiga kelompok pemikiran yang melandasi pengukuran utilitas ini: a. Ordinalitas utilitas, yang beranggapan bahwa utilitas bisa diperbandingkan akan tetapi tidak sepenuhnya bisa diukur perbandingannya dengan ukuran-ukuran yang jelas; b. Pengukuran Cardinal yang beranggapan bahwa utilitas itu bisa diukur dan diperbandingkan; dan 35 Ibid. 36 Ibid

25 25 c. Konsep lexicographic yang melihat asumsi bahwa ordinalitas utilitas sekelompok barang atau jasa dalam konsumsi itu bisa berubah setelah suatu titik jenuh konsumsi terlampaui. 2. Teori Kesadaran Hukum Kesadaran hukum menunjuk pada kategori hidup kejiwaan pada individu, sekaligus juga menunjuk pada kesamaan pandangan dalam lingkungan masyarakat tertentu tentang apa hukum itu, tentang apa yang seyogyanya dilakukan atau perbuat dalam menegakkan hukum atau apa yang sebaiknya dilakukan untuk terhindar dari perbuatan melawan hukum 37 Kesadaran hukum, terkait dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum, dalam arti kesadaran hukum menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tersebut di patuhi atau tidak dalam masyarakat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum, faktor- faktor tersebut adalah : Compliance, di artikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukum atau sanksi yang mungkin di kenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan ini sama sekali tidak di dasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih di dasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibat kepatuhan hukum 37 Andi Nuzul, 2009, Kesadaran Hukum: Landasan Memperbaiki Sistem Hukum, Serial Online (Cited on 2009 Nov. 30), available from: URL: 38 Otje Salman dan Anton F. Susanto,Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. (Bandung :Refika Aditama,2004) hal

26 26 akan ada apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidahkaidah hukum tersebut. 2. Identification, terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut sehingga kepatuhan tergantung pada baik buruknya interaksi tadi. 3. Internalization, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum di karenakan secara instrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidahkaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilai diri pribadi yang bersangkutan atau oleh karena dia mengubah nilai-nilai yang semula dianutnya. 4. Kepentingan-kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh wadah hukum yang ada. Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan manusia. Bukankah hukum itu merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia? Karena jumlah manusia itu banyak, maka kepentingannyapun banyak dan beraneka ragam pula serta bersifat dinamis. Oleh karena itu tidak mustahil akan terjadinya pertentangan antara kepentingan manusia. Kalau semua kepentingan manusia itu dapat dipenuhi tanpa terjadinya sengketa atau pertentangan, kalau segala sesuatu itu

27 27 terjadi secara teratur tidak akan dipersoalkan apa hukum itu, apa hukumnya, siapa yang berhak atau siapa yang bersalah. Kalau terjadi seseorang dirugikan oleh orang lain, katakanlah dua orang pengendara sepeda motor saling bertabrakan, maka dapatlah dipastikan bahwa, kalau kedua pengendara itu masih dapat berdiri setelah jatuh bertabrakan, akan saling menuduh dengan mengatakan Kamulah yang salah, kamulah yang melanggar peraturan lalu lintas atau Saya terpaksa melanggar peraturan lalu lintas karena kamu yang melanggar peraturan lalu lintas lebih dulu. Kalau tidak terjadi tabrakan, kalau tidak terjadi pertentangan kepentingan, sekalipun semua pengendara kendaraan mengendarai kendaraannya simpang siur tidak teratur, selama tidak terjadi tabrakan, selama kepentingan manusia tidak terganggu, tidak akan ada orang yang mempersoalkan tentang hukum. Kepentingan-kepentingan manusia itu selalu diancam oleh segala macam bahaya: pencurian terhadap harta kekayaannya, pencemaran terhadap nama baiknya, pembunuhan dan sebagainya, oleh karena itulah manusia memerlukan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingannya. Salah satu perlindungan kepentingan itu adalah hukum. Dikatakan salah satu oleh karena disamping hukum masih ada perlindungan kepentingan lain: kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan dan kaedah kesopanan. Hukum itu pada hakekatnya ialah karena terjadinya bentrok atau konfik antara kepentingan manusia atau conflict of human interest. Kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

28 28 diharapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan. 39 Sudikno Mertokusumo juga mempunyai pendapat tentang pengertian Kesadaran Hukum. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. 40 Kesadaran masyarakat daerah masih minim dalam melakukan pendaftaran indikasi geogrfais sebagai bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual. Sebagian besar Masyarakat kita tidak mengetahui pentingnya HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) karena sebagian besar masyarat Indonesia adalah Masyarakat Agraris, sedangkan HaKI hanya banyak diperjuangkan oleh Masyarakat Perdagangan yang sebagian besar tinggal di daerah perkotaan, 41 Kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang di harapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan 39 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta: Edisi Pertama, Rajawali, 1982), hal, Sudikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Cetakan Pertama, Edisi Pertama, (Yogyakarta, Liberty, 1981), hal Agus Sardjono, Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual terhadap Karya Industri Ekonomi Kreatif makalah seminar pada acara Justice, Art, Music on Stage(JAMS) 9 th, tanggal 16 Mei 2013.

29 29 suatu penilaian hukum kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan. 42 Melindungi kepentingannya masing-masing, maka manusia di dalam masyarakat harus mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghormati kepentingan manusia lain, jangan sampai terjadi pertentangan atau konflik yang merugikan orang lain. Tidak boleh kiranya dalam melindungi kepentingannya sendiri, dalam melaksanakan haknya, berbuat semaunya, sehingga merugikan kepentingan manusia lain (eigenrichtig). Jadi kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap tepo sliro atau toleransi. Kalau saya tidak mau diperlakukan demikian oleh orang lain, maka saya tidak boleh memperlakukan orang lain demikian pula, sekalipun saya sepenuhnya melaksanakan hak saya. Kalau saya tidak suka tetangga saya berbuat gaduh di malam hari dengan membunyikan radionya keras-keras, maka saya tidak boleh berbuat demikian juga. Tepo sliro berarti bahwa seseorang harus mengingat, memperhatikan, memperitungkan dan menghormati kepentingan orang lain dan terutama tidak merugikan orang lain. Penyalahgunaan hak atau abus de droit seperti misalnya mengendarai sepeda motor milik sendiri yang diperlengkapi dengan knalpot yang 42 Soerjono Soekanto, Kesadaran dan Kepatuhan Hukum. (Jakarta: Rajawali, 1982), hal.. 152

30 30 dibuat sedemikian sehingga mengeluarkan bunyi yang keras sehingga memekakan telinga jelas bertentangan dengan sikap tepo sliro. Kesadaran akan kewajiban hukum tidak semata-mata berhubungan dengan kewajiban hukum terhadap ketentuan undang-undang saja, tidak berarti kewajiban untuk taat kepada undang-undang saja, tetapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Bahkan kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang nyata. Kalau suatu peristtiwa terjadi secara terulang dengan teratur atau ajeg, maka lama-lama akan timbul pandangan atau anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hal ini akan menimbulkan pandangan atau kesadaran bahwa demikianlah hukumnya atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum. Suatu peristiwa yang terjadi berturut-turut secara ajeg dan oleh karena itu lalu biasa dilakuan dan disebut kebiasaan, lama-ama akan mempunyai kekuatan mengikat (die normatieve Kraft des Faktischen). 2. Konsepsi Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah sebagai berikut : Indikasi geografis adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya

31 31 kualitas, reputasi dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut. 43 Barang adalah benda-benda yang berwujud, yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya atau untuk menghasilkan benda lain yang akan memenuhi kebutuhan masyarakat 44 G. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode merupakan unsur paling utama dan didasarkan pada fakta dan pemikiran yang logis sehingga apa yang diuraikan merupakan suatu kebenaran. Metodologi penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang akan digunakan dalam melakukan suatu penelitian. Penelitian hukum pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu penelitian, normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan, sedangkan yang dimaksud dengan penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di masyarakat ada yang melalui questioner (daftar pertanyaan) ataupun wawancara langsung. Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian normatif. Penelitian ini nanti merupakan suatu proses yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang diharapkan berguna untuk memperoleh pemecahan permasalahan yang ada. Oleh sebab itu, langkah-langka tersebut harus sesuai dan saling mendukung antara peraturan hukum yang ada dengan kenyataan yang ada sehingga tercapai suatu 43 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2001 tentang Merek Pasal diakses tanggal 1 Desember 2013

32 32 data yang akurat dan nyata, yang kemudian data ini diolah untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik dan benar serta memberikan kesimpulan tidak meragukan. maka dalam penulisan membutuhkan data yang akurat, baik data primer maupun data sekunder. Adapun data tersebut diperoleh dengan melakukan pendekatan sebagai berikut : 1. Sifat Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif, yaitu pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di dalam masyarakat, yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer yang ada di lapangan. Yuridis empiris adalah penelitian yang berusaha menghubungkan antara norma hukum yang berlaku dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Penelitian berupa studi yuridis normatif berusaha menemukan proses bekerjanya hukum 45 Yuridis empiris ini bertujuan untuk memahami bahwa hukum itu tidak semata-mata sebagai satu perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, akan tetapi hukum dipahami sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dan membentuk pola dalam kehidupan masyarakat, selalu berinteraksi dan berhubungan dengan aspek kemasyarakatan seperti aspek ekonomi, sosial, dan budaya. 2. Metode Pendekatan Berdasarkan dengan permasalahan yang dikemukakan maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empirik, karena dalam penelitian ini 45 Soerjono Soekanto, Penganntar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press 1984), hal 52

33 33 tekanannya pada aspek hukum sebagai suatu sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum sebagai contoh nilai-nilai, ide-ide, kepercayaan ataupun harapanharapan yang pada akhirnya dengan kekuatan-kekuatan sosial akan dapat menentukan bagaimana hukum tersebut tersebut ditaati, dilanggar ataupun disimpangi, atau dapat dikatakan dengan yuridis sosiologis, hukum tak hanya dipandang sebagai peraturanperaturan atau kaidah-kaidah saja akan tetapi juga meliputi bekerjanya hukum dalam masyarakat Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan, yaitu penelitian normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 46 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti bagaimana pendaftaran indikasi geografis di Kota Banda Aceh, yang pada ketentuan Pasal tentang IG pada UU Merek dan Peraturan Pemerintah IG dimana dalam pengaturannya masih terdapat hal penting yang tidak diatur secara jelas, serta apa upaya hukum yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk mendorong tumbuhnya perlindungan indikasi geografis terhadap produk potensi IG di Indonesia khususnya di Aceh. 3. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Para pelaku usaha /petani Inventarisasi barang yang berpotensi menjadi Hak Kekayaan Intelektual di Kota 46 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kenca na Prenada Group, 2005), hal 93

34 34 Banda Aceh dan pihak Pemerintah Daerah setempat, Departemen Perdagangan dan Perindustrian Aceh serta Kanwil Depkum HAM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4. Populasi dan sampel penelitian a. Populasi Penelitian Adapun Populasi terdiri dari para pelaku usaha/petani, Pihak Pemerintah Daerah, Masyarakat, Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. b. Sampel Penelitian Penentuan Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara kelayakan (purposive sampling) dan diperkirakan dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti. Sampel tersebut juga diperkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi yang terlibat dalam penelitian ini. Responden adalah : 1) Pimpinan/Pemilik Usaha/Petani 2) Pihak Pemerintah Daerah 3) Departemen Perdagangan dan Perindustrian Aceh 4) Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh 5. Teknik pengumpulan data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data primer dan data sekunder adalah sebagai berikut

DAFTAR PUSTAKA. A. Hamid S. Attamimi dalam Maria Indrati S., Ilmu Perundang-undangan (1) Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kansius, 2007

DAFTAR PUSTAKA. A. Hamid S. Attamimi dalam Maria Indrati S., Ilmu Perundang-undangan (1) Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kansius, 2007 105 DAFTAR PUSTAKA A. Buku A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia Suatu Sisi Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan Indonesia yang Menjelaskan dan Menjernihkan Pemahaman, Jakarta: Perpustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan salah satu instansi pemerintah yang bertugas melayani masyarakat dalam hal pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul dari kemampuan intlektual manusia. Permasalahan HKI adalah permasalahan yang terus berkembang. Pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Samosir, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : pada pertumbuhan produk Andaliman.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Samosir, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : pada pertumbuhan produk Andaliman. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan terhadap penulisan yang berjudul Upaya Pelindungan Hukum Terhadap Andaliman (Merica Batak) sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang yang dilandasi akan kesadaran tentang pentingnya dinamika pertumbuhan ekonomi yang akan meningkat, dimana pertrumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property BAB II TINJAUAN PUSTAKA Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional bahkan internasional tidak lepas dari

Lebih terperinci

PENDAFTARAN INDIKASI GEOGRAFIS ATAS BARANG-BARANG HASIL PERTANIAN/PERKEBUNAN DI ACEH PUJI TRI NUZZULI

PENDAFTARAN INDIKASI GEOGRAFIS ATAS BARANG-BARANG HASIL PERTANIAN/PERKEBUNAN DI ACEH PUJI TRI NUZZULI P u j i T r i N u z z u l i 1 PENDAFTARAN INDIKASI GEOGRAFIS ATAS BARANG-BARANG HASIL PERTANIAN/PERKEBUNAN DI ACEH PUJI TRI NUZZULI ABSTRACT Allah has endowed grace to the Acehnese with abundant agricultural

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. satu kondisi yang tidak mengenal lagi batas-batas wilayah. Aspek ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi diartikan sebagai suatu proses transformasi sosial yang membawa kondisi umat manusia yang berbeda, terpencar di seluruh dunia ke satu kondisi yang

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. informasi keunggulan produk dari merek tertentu sehingga mereka dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek dagang di Indonesia semakin banyak macam pilihannya. Teknologi informasi dan komunikasi mendukung perkembangan macammacam merek yang dikenal oleh masyarakat.

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan hukum hak cipta terhadap produk digital. Hak cipta terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan hukum hak cipta terhadap produk digital. Hak cipta terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah sistem hukum yang melekat pada tata kehidupan modern terutama pada perkembangan hukum hak cipta terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hak kekayaan intelektual sanagt penting bagi pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang dilindungi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam upayanya memperbaiki nasib atau membangun segala

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam upayanya memperbaiki nasib atau membangun segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gelombang globalisasi tidak terbendung lagi memasuki setiap negara. Indonesia dalam upayanya memperbaiki nasib atau membangun segala potensinya perlu memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK I. UMUM Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PRODUK UMKM MELALUI HAK MEREK SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING BERBASIS KREATIVITAS Dr. Abdul Atsar, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO. Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO. Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Secara operasional Peraturan Daerah 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C. PROSES PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIAGUNKAN ATAU DIJAMINKAN DI BANK SWASTA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (STUDI DI WARUNG MAKAN BEBEK GORENG H. SLAMET DI KARTOSURO SUKOHARJO) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang dengan pesat. HKI dari masyarakat tradisional, termasuk ekspresinya, cenderung dijadikan pembicaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk barang maupun jasa yang ditemukan di pasaran. Barang dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. produk barang maupun jasa yang ditemukan di pasaran. Barang dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan teknologi dan perdagangan dewasa ini, menyebabkan kegiatan di sektor perdagangan meningkat dengan beragamnya produk barang maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan strategi pemberdayaan ekonomi di negaranya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan strategi pemberdayaan ekonomi di negaranya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjalanan peradaban suatu bangsa terus berkembang mengikuti arus perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya pola pikir, intelektual,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keanekaragaman dalam hal seni maupun budaya. Hal ini sejalan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai keanekaragaman dalam hal seni maupun budaya. Hal ini sejalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki berbagai keanekaragaman dalam hal seni maupun budaya. Hal ini sejalan dengan adanya keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank Pembangunan Daerah dengan fungsinya meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah, sebagai perantara pihakpihak yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dan pembangunan di bidang ekonomi yang pelaksanaannya dititikberatkan pada sektor industri. Salah satu kendala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek sebagai salah satu bentuk dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai peranan yang penting dalam hal perdagangan terutama dalam menghadapi era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan peradaban suatu bangsa terus berkembang mengikuti arus perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya pola pikir, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional di Indonesia ternyata selain membawa dampak yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia, juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perdagangan global seiring berjalannya waktu selalu menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk sebelumnya yang memiliki kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN MEREK OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMEGANG LISENSI

AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN MEREK OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMEGANG LISENSI AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN MEREK OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMEGANG LISENSI Oleh : Indriana Nodwita Sari I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This study, entitled "Effects

Lebih terperinci

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERBIT SEBAGAI PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU BERDASARKAN UNDANG-

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERBIT SEBAGAI PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU BERDASARKAN UNDANG- Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERBIT SEBAGAI PEMEGANG HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU BERDASARKAN UNDANG- UNDANG No.19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA (Studi pada P. T Tiga Serangkai Pustaka Mandiri) Disusun

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang saat ini dijalankan menjadikan kebutuhan akan lembaga pendidikan sebagai wadah pencerdasan dan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. 1 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum

Lebih terperinci