STUDI PERENCANAAN JARINGAN WIMAX DI WILAYAH KOTA BANDUNG DENGAN MEMANFAATKAN MENARA TELKOMFlexi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PERENCANAAN JARINGAN WIMAX DI WILAYAH KOTA BANDUNG DENGAN MEMANFAATKAN MENARA TELKOMFlexi"

Transkripsi

1 STUDI PERENCANAAN JARINGAN WIMAX DI WILAYAH KOTA DENGAN MEMANFAATKAN MENARA TELKOMFlexi Prasetiyono Hari Mukti Jalur Pilihan Teknik Telekomunikasi Program Studi Teknik Elektro Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha, Bandung harimukti_1984@yahoo.com Pembimbing : 1. Dr. Ir. M. Ridwan Effendi, M.Sc 2. Gunadi Dwi Hantoro, S.T., M.M. Kehadiran WiMAX sebagai salah satu alternatif teknologi akses dari Broadband Wireless Access (BWA) memberikan harapan solusi terhadap perkembangan teknologi dan layanan telekomunikasi saat ini. Dengan hadirnya WiMAX ini mendorong berbagai pihak untuk menyiapkan skenario implementasinya. Pada tugas akhir ini, dibahas mengenai perencanaan Jaringan WiMAX di Wilayah Kota Bandung dengan menggunakan Menara TELKOMFlexi. WiMAX yang akan diimplementasikan di wilayah ini menggunakan spektrum frekuensi 3,3 GHz dengan bandwith 3,5 MHz untuk layanan fixed access. Perencanaan ini diawali dengan identifikasi daerah layanan, baik kondisi wilayah maupun pelanggan untuk kemudian dilakukan dimensioning jaringan. Estimasi pelanggan potensial dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu penghasilan per kapita dan usia, serta pelanggan yang telah ada. Dengan adanya estimasi pelanggan ini akan diketahui kebutuhan trafik yang harus dilayani. Sedangkan dimensioning dilakukan dengan pendekatan kapasitas trafik dan daya jangkau. Dari perhitungan terhadap parameter-parameter di atas, diperoleh kebutuhan kanal pada tahun pertama pembangunan adalah 27 kanal untuk daerah urban dan 5 kanal untuk daerah suburban. Kebutuhan ini diprediksi pula sampai 5 (lima) tahun ke depan dengan faktor perkembangan konstan. Tahap akhir dari perencanaan ini adalah visualisasi hasil dimensioning dan penentuan letak koordinat dari setiap BS. Dari visualisasi ini, diperoleh 3 (tiga) alternatif implementasi. Selain itu, dalam tugas akhir inipun dibahas mengenai hasil pengukuran lapangan pada beberapa titik di wilayah Kota Bandung dan sekitarnya. Kata Kunci : WiMAX, Modulasi Adaptif, SNR, dimensioning. I. PENDAHULUAN Kebutuhan masyarakat akan layanan telekomunikasi yang tidak hanya pada layanan voice maupun data, tapi sudah mengarah pada kebutuhan layanan multimedia menjadikan para penyelenggaran layanan harus mengembangkan teknologi yang dimiliki. Kebutuhan tersebut menuntut tersedianya bandwidth dan bitrate yang besar. Selain itu, kebutuhan akses di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja menjadikan teknologi wireless semakin menjadi perhatian. Sebagai solusi dari kedua kebutuhan tersebut, Teknologi WiMAX hadir sebagai alternatif teknologi akses dari Broadband Wireless Access (BWA). Implementasi dari teknologi ini oleh berbagai operator, mengakibatkan adanya permasalahan yaitu persebaran menara operator yangs semakin tidak terkendali Penelitian ini bertujuan untuk memberi alternatif implementasi dari Teknologi WiMAX tersebut dengan menggunakan Menara BTS CDMA2000 1x yang dimiki oleh TELKOMFlexi. Teknologi WiMAX yang dibahas pada tugas akhir ini menggunakan spektrum frekuensi 3,3 GHz dan bandwidth 3,5 MHz. Dengan tidak mempertimbangkan aspek interferensi dan keamanan sistem. Penelitian ini diawali dengan mempelajari teori-teori yang terkait dengan Teknologi WiMAX dan Seluler. Kemudian menentukan tahapan perencanaan dan pengumpulan data-data yang terkait dengan tahapan perencanaan tersebut. Berdasarkan data-data tersebut, dilakukan dimensioning sebagai dasar untuk menentukan alternatif implementasi yang dapat dilakukan. II. TEKNOLOGI WIMAX Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) adalah merk dagang dari Broadband Wireless Access (BWA) yang dikembangkan dengan standar IEEE []. Metode akses yang dikembangkan dalam teknologi ini adalah fixed, nomadic, dan mobile dengan kemampuan jangkauan sampai 50 km dan kecapatan data sampai 75 Mbps untuk fixed access. Teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa hal, yaitu [7] 1. Sebagai point-to-multipoint backhaul. 2. Sebagai access point 3. Aplikasi enterprises 4. Fitur mobility. Quality of Servicer (QoS) yang dapat dilayani oleh teknologi ini meliputi [7], 1. Unsolicited Grant Service (UGS) 2. Real-Time Polling Service (rtps) 3. Non-Real-Time Polling Service (nrtps) 4. Best Effort (BE) Beberapa keunggulan dari Teknologi WiMAX ini di antaranya adalah penggunaan OFDM dalam multiplexing sehingga dapat memberikan kapasitas yang besar dan modulasi adaptif yang dapat menjaga kualitas sinyal pada kondisi tertentu. Selain itu, terdapat pula kemampuan lain pada teknologi WiMAX ini, yaitu ketahanan sinyal pada baik kondisi LOS maupun NLOS [4]. Institut Teknologi Bandung 1 III. KONSEP TEKNOLOGI SELULER Pada awal perkembangannya, media yang digunakan dalam komunikasi kabel. Namun, hal ini dirasa semakin tidak praktis karena seiring dengan berkembangnya pengguna telekomunikasi, maka semakin panjang kabel yang dibutuhkan. Sebagai sebuah solusi dari layanan ini maka muncul media nirkabel (wireless) sebagai media akses telekomunikasi.

2 JAKARTA KOTA CIMAHI KAB. KOTA CIMAHI KULON Pasteur Holis Pasir Koja Caring KAB. ANDIR in Holis BABAKAN CIPARAI Garuda SUKASARI L.U. Abdura hman Saleh Rajawali Timur Jend. Sudirman Suryani SUKAJADI CICENDO Pagarsih Barat TB Term. Ciroyom Jamika Jamika Kopo Geger Kalong Hilir Cipedes Selatan Pasir Koja Peta Arjuna T Cip BOJONGLOA KALER Baladewa Sindan Kebon Jati Term. Ledeng TB Pajajaran Jend. Sudirman Peta g Sir Term. Leuwi Panjang TB na Kapt. Abdul Hamid Cibadak Pagarsih ASTANA ANYAR Pasir Koja Gardujati Peta BOJONGLOA KIDUL Jurang Stasiun Bandung Kebon Jati takusumah (Cipaganti) Pungkur Pajajaran Jend. Sudirman Cibadak Karang Anyar Kepatihan Cihampelas Pungkur B K R Moh. Toha CIDADAP Siliwangi COBLONG Asia Afrika Dalem Kaum Lengkong Kecil Pungkur Ciateul Ciateul Pungkur REGOL L.L.R.E. Martadinata Lembong Cikawao B K R Gurame Tubagus Ism ail Wirayuda Barat Sunda Sadake ling Ir. H. Haur Mekar Diponegoro Lodaya Suka Ati WETAN SUMUR St. Cikuda Pateuh (Cicadas) LENGKONG Martanegara Cisadea Majalengka KIDUL KAB. Cikutra Timur CIBEUNYING KALER CIBEUNYING KIDUL Jakarta BATUNUNGGAL Cikutra TB Term. Buah Batu KAB. Ciwastra Terusan Jakarta BabakanSari Buah Batu St. Kiaracondong KIARA CONDONG i apa CICADAS Ciwastra Terusan Jakarta LEGENDA Batas Kota Batas Kecamatan Jalan Arteri Primer Jalan Arteri Sekunder TA TB MARGACINTA Jalan Tol Rel Kereta Api Jaringan Listrik Tegangan Tinggi (Jaringan Transmisi) Garis Kontur 750 dpl Sungai Bandar Udara Stasiun Kereta Api Rencana Terminal A Rencana Terminal B TPU Arcamanik ARCMANIK Derwati RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA TAHUN 2013 Kawasan Fungsional Perumahan Perumahan Kepadatan Rendah Jasa Perdagangan Pemerintahan Pendidikan (Perguruan Tinggi) Industri dan Pergudangan (Berwawasan Lingkungan) Pertahanan Keamanan (Hankam) KAB. Wareng Gedebage TA Term. Gedebage (Terminal Terpadu/Induk) Wareng Gede Bage SKALA 1 : UJUNG BERUNG RANCASARI CIBIRU TB Term. Cibiru SURABAYA GAMBAR Cm Ruang Terbuka Hijau (Taman, Lap. Olahraga, Pemakaman) Km Jalur Hijau, Sempadan Sungai Kawasan Pusat Primer Gedebage Fasilitas Kesehatan (Rumah Sakit) PEMERINTAH KOTA GEMAH RIPAH WIBAWA MUKTI Mesjid (Mesjid Utama) KAB. Ringkasan Tugas Akhir Media akses nirkabel ini kemudian digunakan dalam sistem komunikasi seluler. Pada awalnya, komunikasi seluler ini menggunakan daya yang besar untuk dapat menjangkau daerah yang lebih luas, namun tidak mendukung adanya mekanisme handoff dan kapasitas kecil. Maka berkembanglah sistem komunikasi seluler modern yang menggunakan daya pancar kecil, namun memililki kapasitas yang besar karena menggunakan pengulangan frekuensi [8]. Pengulangan frekuensi atau frequency reuse adalah sebuah metode penggunaan frekuensi yang sama untuk beberapa Base Station (BS) yang berbeda. Jarak antara BS yang menggunakan frekuensi yang sama tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak efek interferensi [8]. Efek interferensi dalam komunikasi seluler dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu co-channel interference disebabkan oleh adanya sel menggunakan frekuensi sama, dan adjacent interference disebabkan oleh frekuensi dari sel sebelah akibat tidak sempurnanya filter yang digunakan [8]. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan akan layanan komunikasi, maka kebutuhan akan kapasitas sistem pun terus berkembang. Terdapat 2 (dua) metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas sistem suatu sel yaitu dengan metode splitting (pemecahan) dan sectoring (sektorisasi sel) [8]. Transmisi gelombang radio menjadi permasalahan tersendiri dalam implementasi komunikasi wireless. Kondisi LOS semakin sulit dicapai karena adanya gedung, bukit, gunung, dan penghalang-penghalang lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya pantulan, difraksi, dan hamburan terhadap sinyal radio yang dipancarkan. Kondisi ini disebut dengan kondisi NLOS [9]. Akibat adanya efek multipath karena kondisi NLOS ini, berbagai upaya dilakukan untuk memberikan prediksi yang tepat mengenai propagasi sinyal. Berbagai model propagasi dikembangkan. Salah satunya adalah Model propagasi SUI yang dikembangkan oleh kelompok kerja dari IEEE dan direkomendasikan oleh WiMAX Forum [2]-[6]. Berdasarkan terrain, model SUI membagi 3 jenis, yaitu : Tipe A : path loss terbesar yaitu perbukitan dengan densitas pepohonan sedang sampai tinggi. Tipe B : path loss pertengahan antara tipe A dan C. Tipe C : path loss terkecil yaitu terrain rata dengan pepohonan jarang. Persamaan umum model empirik SUI : PL = A + γ log d d 0, untuk d>d + X f + X h + s 0 (1) d adalah jarak antara antenna BS dan SS dalam meter, d 0 : 0 meter, s adalah peubah acak yang terdistribusi secara lognormal sebagai representasi shadowing oleh pepohonan atau bangunan, dengan nilai berkisar db. A = 20log 4πd 0 λ b (2) c γ = a bh b + (3) h h b adalah tinggi antenna BS dalam meter, a, b, c adalah konstanta perhitungan pangkat path loss yang tergantung jenis terrain. Tabel 1 Parameter Terrain [6] Model Parameter Terrain A Terrain B Terrain C a b (m -1 ) c (m) X f : faktor koreksi untuk penggunaan frekuensi f ( dalam MHz) di atas 2 GHz, yang dirumuskan dengan f X = 6log (4) f 2000 X h : factor koreksi tinggi antenna CPE pada berbagai kondisi terrain dengan h r dalam meter, yang dirumuskan dengan X IV. h = X h hr.8log untuk terrain tipe A & B (5) 2 = hr.8log untuk terrain tipe C (6) 2 STUDI PERENCANAAN JARINGAN WIMAX Dalam melakukan perencanaan jaringan telekomunikasi, tentu diperlukan adanya tahapan yang jelas dan sistematis agar perencanaan jaringan tersebut dapat berjalan dengan baik. Secara garis besar, perencanaan jaringan meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut, yaitu penentuan dan analisis kondisi daerah layanan, penentuan spesifikasi teknis jaringan, penentuan kebutuhan kapasitas sistem, penentuan cakupan layanan sistem, dan visualisasi hasil perencanaan. Daerah pelayanan adalah Wilayah Kota Bandung yang terletak pada koordinat ,91 BT dan ,94 LS dengan luas daerah 167,29 km 2. 70,60% dari wilayah tersebut merupakan wilayah Urban dan sisanya adalah suburban. Sedangkan jumlah penduduk di Kota Bandung adalah jiwa dengan 85,27% di antaranya tinggal di wilayah urban [1]. JAKARTA JAKARTA Terusan Pasir Koja Raya Cijerah Raya Cijerah Ter. Prof. Dr. Sutami Prof. Dr. Sutami SOREANG Prof. Dr. G. Surya Sumantri Terusan Pasir Koja Sukahaji Geger Kalong Girang Cipedes Gerlong Kalong Tengah edes engah Dr. Setiabudi K.H. Hasyim Asyhari (Kopo) K.H. Hasyim Asyhari (Kopo) Raya Cibaduyut Raya Cibaduyut Dr. Setiabudi Dṛ Setiabudi Sukajadi Sukajadi Sukajadi H.O.S. Cokroaminoto (Pasir Kaliki) K.H. Hasyim Asyhari (Kopo) Leuwi Panjang Sederhana Astana Anyar LEMBANG R.A.A. Wirana Inhoftank Mekar Wangi Otto Iskandar Dinata Otto Iskandar Dinata Cihampelas Cicendo Ciumbuleuit Ciumbeluit Wastukencana Moh. Toha Rd. Dewi Sartika Moh. Toha Moh. Toha Merdeka Ir. H. Juanda Lengkong Besar Ir. H. Juanda Moh. Ramdan Moh. Toha PANGALENGAN Dipati Ukur Dipati Ukur Karapitan Karapitan Burangrang Juanda Jend. Gatot Subroto Jend. Gatot Subroto Buah Batu Buah Batu Pasir Luyu Selatan Pelajar Pejuang 45 Suryalaya Sadang Serang Supratman L.L.R.E. Martadinata Jend. Ahmad Yani Brigjen Katamso Supratman Sukabumi Pahlawan Pahlawan Buah Batu Jend. Ahmad Yani Sukabumi Dalam PANGALENGAN Jend. Gatot Subroto Ter. Buah Batu brahim Adjie (Kiara Co dong) I n Ibrahim Adjie (Ter. Kiara Condong) Cikutra Cikutra Ibrahim Adjie (Kiara Condong) Ter. Jend. Gatot Subroto Ant n Ranca Bolang Jalan Kolektor Primer Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Gambar 1 Peta Wilayah Kota Bandung Arcamanik Endah Ranca Cili Cisaranten Kulon Gedebage Rumah Sakit Rumah Sakit Rumah Sakit RENCANA TATA GUNA LAHAN TAHUN 2013 Karakteristik pelanggan internet di wilayah kota Bandung dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu pelanggan perumahan yang biasanya membutuhkan kecepatan data lebih kecil dari 512 kbps, dan pelanggan korporat yang membutuhkan kecepatan data hingga 2 Mbps. Tahap berikutnya adalah menentukan spesifikasi perangkat yang akan diimplementasikan. Pada perencanaan ini, perangkat WiMAX yang digunakan adalah perangkat yang bekerja pada spektrum frekuensi 3,3 GHz dengan bandwidth 3,5 MHz untuk layanan fixed access. Data spesifikasi perangkat yang dijadikan referensi dalam perencanaan ini, data spesifikasi perangkat dari vendor SR Telecom. Gambaran dimensioning dari perencanaan ini, yaitu estimasi jumlah sel yang dibutuhkan untuk meng-cover wilayah Kota Bandung ini dilakukan dengan 2 (dua) jenis pendekatan yaitu, pendekatan trafik yang dihadapkan pada kapasitas sistem, dan pendekatan daerah cakupan yang dihadapkan pada daya jangkau. Pendekatan pertama yaitu pendekatan trafik diawali dengan menentukan jumlah pelanggan potensial yang akan dibidik oleh Cimencrang Cipadung YOGYAKARTA SUMEDANG Institut Teknologi Bandung 2

3 teknologi ini. Estimasi pelanggan potensial ini diasumsikan berada pada kelompok tinggi pendapatan perkapita dan usia produktif pendnduk Kota Bandung. Dengan asumsi itu, diperoleh data bahwa jumlah kelompok tinggi pendapatan perkapita adalah 11,64% [15], sedangkan penduduk usia produktif adalah 64% [1]. Dan dengan asumsi addressable market sebesar 75%, maka diperoleh jumlah pelanggan potensial adalah 5,59%. Kemudian pelanggan potensial tersebut dihadapkan pada kondisi pelanggan existing internet yan dikeluarkan oleh APJII. Menurut data APJII tersebut jumlah pemakai internet Indonesia pada tahun 2006 adalah pemakai dan pelanggan dengan hanya 30% pelanggan-pemakai yang ada di luar wilayah Jakarta dan Sekitarnya [14]. Jawa Barat sebagai bagian dari Indonesia memiliki komposisi 17,8% dari penduduk Indonesia [15]. Dengan presentasi penduduk Kota Bandung sebesar 5,89%, maka diperoleh bahwa jumlah pemakai Internet di Kota Bandung adalah 0,31%. Pada kenyataannya, tidak semua pemakai Intenet berlangganan Internet. Dengan data-data di atas, maka dapat kita peroleh jumlah pelanggan Internet di Kota Bandung pada Tahun 2006 adalah 3515 pelanggan. Jika diasumsikan pertumbuhan pelanggan setiap tahun tetap yaitu 15%, maka jumlah pelanggan pada Tahun 2008 adalah 4648 pelanggan. Jumlah pelanggan ini diprediksi pula sampai dengan tahun ke-5 yaitu 2013, dengan data perkembangan sebagai berikut Tabel 1 Perkiraan Jumlah Pelanggan Pelanggan Tahun Ke Urban SubUrban Total Tahap berikutnya dari metode ini adalah menentukan jenis layanan yang akan ditawarkan kepada pelanggan. Berdasarkan jenis layanan yang direkomendasikan oleh SR Telecom [13], diperoleh kebutuhan trafik, sebagai berikut Tabel 2 Kebutuhan Trafik Tahun ke-0 Parameter Platinum Gold Silver Service Quality VBR VBR BE Bit Rate (Mbps) 1 0,5 1 Over Booking (OSR) 20 % User Share 5,00%,00% 85,00% User Throughput Demand 232,41 232, ,89 Active Throughput (Mbps) 23,24 23,24 197,54 Total Demand (Mbps) 244,03 Kebutuhan trafik ini akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhaan jumlah pelanggan. Jika diasumsi memiliki faktor pertumbuhan yang sama, maka akan diperoleh kebutuhan trafik sampai tahun ke-5, adalah sebagai berikut Tabel 3 Perkiraan Trafik Selama 5 Tahun Tahun ke Urban SubUrban Total 0 208,07 35,96 244, ,28 41,35 280, ,17 47,55 322, ,45 54,69 371, ,91 62,89 426, ,50 72,32 490,82 Berikutnya adalah menentukan kapasitas sistem yang dapat melayani kebutuhan pelanggan tersebut. Karena WiMAX ini menggunakan modulasi adaptif, maka kapasitas sistem pun di dasarkan pada tipe modulasi yang digunakan. Terdapat 2 (cara) dalam menentukan kapasitas sistem ini, yaitu hanya pertimbangkan tipe modulasi yang digunakan di sisi luar sel atau mempertimbangkan seluruh tipe modulasi yang ada di dalam sel tersebut. Cara kedua ini dilakukan dengan menghitung kontribusi setiap tipe modulasi terhadap sistem dengan menggunakan proporsi jangkauan tipe modulasi yang diperoleh [12]. Jika diasumsikan sel terluar menggunakan modulasi QPSK(3/4) maka diperoleh kapasitas sistem untuk daerah Urban adalah 7,940 Mbps dan 7,964 untuk daerah suburban. Dari data kebutuhan trafik dan kapasitas sistem tersebut, diperoleh data sebagai berikut Tabel 4 Estimasi Sel Dengan Metode Trafik Parameter Sel Omni Sel Sektoral 120 Urban Suburban Urban Suburban Kebutuhan Sel Jarak Jangkau (km) 1,3 1,78 2,25 3,08 Pendekatan estimasi sel yang kedua dilakukan dengan metode daerah cakupan. Pada metode ini, perencanaan dihadapkan pada kemampuan jangkauan maksimal dari perangkat. Dengan menggunakan parameter link budget sebagai berikut, Tabel 5 Paramter Link Budget [16] Parameter Dowlink Uplink Frekuensi Tx Power (db) Tx Loss Rx Loss Gain Tx Gain Rx Shadow Fading 3300 MHz 31 dbm 1 db 0 db 17,5 dbi 15 dbi,3 db 3300 MHz 22 dbm 0 db 1 db 15 dbi 17,5 dbi 8,3 db System Gain 154,5 db 146,5 db Dan persamaan (1) sampai dengan (3) pada tinggi BS 30 m dan tinggi SS 2 m, diperoleh data sebagai berikut, Tabel 6 Estimasi Sel Dengan Metode Coverage Parameter Urban Suburban Jarak jangkau 1,97 2,63 Luas Sel,05 17,91 Kebutuhan Sel 12 3 Tahap akhir dari estimasi jumlah sel ini adalah menentukan jumlah sel yang akan dibangun. Jika kita perhatikan Tabel 4 dan Tabel 6, maka diperoleh kebutuhan sel untuk daerah urban sebanyak 27 sel dan 5 sel untuk daerah sub-urban jika menggunakan antena omnidirectional. Sedangkan jika menggunakan antena sektoral 120 diperoleh kebutuhan sel sebanyak 12 sel untuk daerah urban dan 3 untuk daerah suburban. V. SKENARIO IMPLEMENTASI Adanya berbagai kemungkinan tipe modulasi yang diterima oleh pelanggan, klasifikasi layanan yang disediakan, ketinggian antena SS di sisi pelanggan, dan prioritas waktu pembangunan infrastruktur menjadi perencanaan ini tidak mudah diimplementasikan. Perlu diketahui terlebih dahulu pengaruh parameter-parameter di atas terhadap implementasi di lapangan. Skenario pertama yang digunakan dalam implementasi ini adalah skenario yang didasarkan pada jaminan tipe modulasi di pinggir sel. Tujuannya adalah mengetahui pengaruh tipe modulasi Institut Teknologi Bandung 3

4 terhadap kapasitas sel. Sebelum dipaparkan mengetahui hal tersebut, perlu kita ketahui dulu pengaruh daya pancar BS menurut tipe modulasi. Dengan menggunakan data-data pada dari Tabel 5, dengan tinggi antena BS 30 m, Antena SS 2 meter, dan sensitivitas SS [11], [16] seperti di bawah, maka diperoleh Tabel 7 Jarak Jangkau Menurut Tipe Modulasi (a) Untuk daerah Urban Tipe Modulasi RSS Jarak Jangkau (km) QAM(3/4) -80 0,96 0,91 0,87 0,83 0,79 64QAM(2/3) -82 1,06 1,01 0,96 0,91 0,87 16QAM(3/4) -86 1,28 1,22 1,16 1,11 1,06 16QAM(1/2) -89 1,48 1,41 1,34 1,28 1,22 QPSK(3/4) -92 1,71 1,63 1,55 1,48 1,41 (b) Untuk daerah SubUrban Tipe Modulasi RSS Jarak Jangkau (km) QAM(3/4) -80 1,19 1,13 1,07 1,02 0,97 64QAM(2/3) -82 1,32 1,26 1,19 1,13 1,07 16QAM(3/4) -86 1,63 1,55 1,47 1,40 1,32 16QAM(1/2) -89 1,91 1,82 1,72 1,63 1,55 QPSK(3/4) -92 2,24 2,13 2,02 1,91 1,82 Dengan jarak jangkau pada daya pancar 31 dbm untuk setiap tipe modulasi tersebut, maka diperoleh kapasitas sistem, sebagai berikut Tabel 8 Luas dan Kapasitas Sel Menurut Tipe Modulasi Tipe Modulasi Luas Sel (km 2 ) Kapasitas (Mbps) Urban Suburban Urban Suburban 64QAM(3/4) 2,38 3,68 12,000 12,000 64QAM(2/3) 2,89 4,54 11,767 11,747 16QAM(3/4) 4,24 6,92,565,959 16QAM(1/2) 5,65 9,48 9,256 9,435 QPSK(3/4) 7,54 13,00 7,940 7,964 Dengan menghadapkan hasil perhitungan dalam Tabel 8 terhadap Tabel 2, maka diperoleh kebutuhan Sel pada tahun ke-0 adalah sebagai berikut Tabel 9 Kebutuhan Sel Tahun ke-0 Menurut Modulasi Jaminan Omnidirectional Sektoral 120 Modulasi Urban Sub Urban Urban Suburban 64QAM (3/4) QAM (2/3) QAM (3/4) QAM (1/2) QPSK (3/4) Dari tabel tersebut terlihat bahwa kebutuhan sel pada tahun ke-0 menurut trafik terus bertambah seiring dengan semakin rendahnya kualitas modulasi yang digunakan. Hal ini dapat dimaklumi karena seiring dengan menurunnya kualitas modulasi yang digunakan, kapasitas sistem menurun. Lain halnya dengan daya jangkau sistem yang terus meningkat seiring dengan menurunnya kualitas sinyal sehingga kebutuhan sel pun menurun pada daya pancar yang tetap. Kondisi sistem sel dengan modulasi tunggal, 64QAM(3/4), seperti pada alternatif-a rawan terhadap terjadinya permasalahan dalam implementasi. Pada skenario ini, permasalahan akan muncul ketika terjadi peningkatan kepadatan trafik per satuan luas dalam suatu sel yang mengakibatkan overload pada sistem. Solusi yang paling mungkin untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memanfaatkan perubahan daya pancar sehingga daerah jangkau menjadi lebih kecil, akibatnya jumlah kanal per satuan luas menjadi meningkat. Dengan metode ini, kepadatan trafik per satuan luas dalam suatu sel menjadi terdistribusi kembali pada sistem atau sel baru, sehingga kebutuhan trafik dapat dilayani kembali oleh sistem. Kondisi ini dilakukan jika solusi berupa mengubah sel omnidirectional menjadi sel sektoral sudah sangat sulit dilakukan. Dengan solusi di atas, secara coverage dan layanan memang seolah sudah tidak ada masalah. Namun hal ini menimbulkan permasalahan di sisi lain, yaitu meningkatnya biaya pembangunan infrastruktur jaringan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, terdapat alternatif lain dalam melakukan skenario implementasi yaitu menggunakan sistem sel dengan modulasi majemuk. Maksudnya adalah subscriber yang ada dalam sel tersebut menggunakan tipe modulasi yang bervariasi dengan jaminan modulasi terburuk tertentu. Implementasi dengan metode ini dilakukan dengan menggunakan daya pancar di bawah nilai maksimum. Agar ketika dibutuhkan kapasitas yang lebih besar pada luas daerah cakupan yang sama, dapat dicapai dengan meningkatkan daya pancar dari BS. Dengan adanya peningkatan kapasitas dengan tidak mengubah kondisi jaringan, maka metode ini dapat menghemat biaya pembangunan jaringan. Skenario kedua yang digunakan dalam implementasi ini adalah skenario yang didasarkan klasifikasi layanan yang akan ditawarkan kepada pelanggan. Alternatif pertama dari skenario ini telah dijelaskan sebelumnya dalam Tabel 2 dan Tabel 3. Sedangkan untuk alternatif lainnya, kebutuhan trafik dan pertumbuhannya sampai tahun ke-5, adalah sebagai berikut, Tabel Traffic Demand Skenario 2b Tahun ke-0 SME SME Parameter Residential Premium Reguler Service Quality VBR VBR BE Bit Rate (Mbps) 1 0,5 0,384 Over Booking % User Share 3,75% 11,25% 85,00% User Throughput Demand 174,30 261, ,14 Active Throughput (Mbps) 174,30 261,46 75,86 Total Demand (Mbps) 511,62 Tabel 11 Perkembangan Traffic Demand Skenario 2b Tahun ke Urban SubUrban Total 0 436,23 75,38 511, ,67 86,69 588, ,92 99,70 676, ,46 114,65 778, ,97 131,85 894, ,42 151,63 29,05 Institut Teknologi Bandung 4

5 Tabel 12 Traffic Demand Skenario 2c Tahun ke-0 Parameter Kelas A Kelas B Kelas C Service Quality VBR VBR BE Bit Rate (Mbps) 2 1 0,5 Over Booking 5 20 % User Share 5,00%,00% 85,00% User Throughput Demand 464,81 464, ,45 Active Throughput (Mbps) 92,96 46,48 98,77 Total Demand 238,22 Tabel 13 Perkembangan Traffic Demand Skenario 2c Tahun ke Urban SubUrban Total 0 203,12 35, 238, ,58 40,37 273, ,62 46,42 315, ,91 53,38 362, ,25 61,39 416, ,54 70,60 479,14 Seluruh hasil alternatif skenario klasifikasi layanan ini, dengan dihadapkan pada asumsi bahwa pinggir sel dijamin mendapatkan modulasi QPSK(3/4) yang memiliki kapasitas 7,940 Mbps pada daerah urban dan 7,964 Mbps pada daerah suburban, maka diperoleh kebutuhan sel pada tahun ke-0 adalah Tabel 14 Estimasi Traffic Demand dan Kebutuhan Sel Paramter Aternatif a Aternatif b Alternatif c Urban SubUrban Urban SubUrban Urban SubUrban Traffic Demand 208,07 35,96 436,23 75,38 203,12 35, Sel Omni Sektoral Tabel tersebut menunjukkan semakin besar kebutuhan trafik akibat klasifikasi layanan yang ditawarkan, maka pada kondisi puncak akan semakin besar pula jumlah sel yang dibutuhkan untuk memberikan layanan. Selain itu, dengan adanya peningkatan kebutuhan trafik sebagaimana telah dijelaskan pada tabel-tabel di atas, tentu saja akan terjadi peningkatan kebutuhan sel dari tahun-ke-tahun sebagai akibat peningkatan kebutuhan kanal untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan kelas layanan yang akan ditawarkan kepada pelanggan agar sistem jaringan yang dimiliki masih dapat memberikan pelayanan yang optimal meskipun terjadi peningkatan kebutuhan trafik dari pelanggan pada masa mendatang. Skenario terakhir yang dapat digunakan sebagai alternatif implementasi adalah prioritas waktu pembangunan infrastruktur dan variasi ketinggian antena SS di sisi pelanggan. Prioritas waktu pembangunan ini dilakukan dengan mempertimbangkan kepadatan trafik di daerah tertentu dan wilayah yang memiliki potensial pelanggan tinggi. Hal ini dilakukan agar setelah infrastruktur jaringan dibangun, penyelenggara layanan dapat segera memperoleh revenue untuk pembangunan infrastruktur yang lain. Sedangkan variasi tinggi antena SS di sisi pelanggan ini dilakukan bergantung pada kondisi fisik di sisi pelanggan dengan asumsi bahwa tinggi Antena dan daya pancar dari BS dibuat tetap. Hal ini membuka peluang adanya variasi tinggi antena pada semua pelanggan. Tabel 15 menunjukkan pengaruh tinggi Antena SS di sisi pelanggan terhadap daya jangkau sistem pada daya pancar BS maksimum. Tabel 15 Pengaruh Tinggi SS Terhadap Daya Jangkau Tipe Daya Jangkau (km) pada Tinggi SS (m) Modulasi QAM(3/4) 0,96 1,18 1,38 1,51 1,61 1,69 1,76 64QAM(2/3) 1,06 1,30 1,52 1,66 1,77 1,86 1,94 16QAM(3/4) 1,28 1,57 1,84 2,01 2,15 2,26 2,35 16QAM(1/2) 1,48 1,82 2,12 2,33 2,48 2,61 2,72 QPSK(3/4) 1,71 2, 2,45 2,69 2,87 3,01 3,14 Tahap akhir dalam perencanaan jaringan adalah melakukan visualisasi hasil perencanaan sehingga dapat diketahui letak masing-masing BS pada daerah perencanaan yang telah ditentukan. Berdasarkan data geografis tersebut, maka koordinat BS pada perencanaan ini akan berada di dalam daerah tersebut. Dalam tugas akhir ini, dilakukan penempatan BS WiMAX dengan 2 (dua) alternatif, yaitu Membangun menara baru sesuai dengan koordinat hasil penempatan. Memanfaatkan menara existing BTS CDMA2000 1x TELKOMFlexi yang tersebar di Kota Bandung. Alternatif ini dilakukan dengan cara memilih letak-letak BTS CDMA TELKOMFlexi yang mampu memberikan jangkauan optimal di Wilayah Kota Bandung. Simulasi penempatan lokasi BTS ini dilakukan dengan menggunakan software MapInfo. Agar diperoleh visualisasi yang optimal, maka perlu ditentukan terlebih dahulu jumlah sel yang akan digunakan untuk melayani daerah layanan. Jumlah sel ini akan berkaitan dengan jumlah yang dibutuhkan akibat peningkatan kebutuhan trafik pada rentang waktu perencanaan. Tabel 16 menunjukkan peningkatan kebutuhan kanal sebagai akibat peningkatan trafik tersebut. Peningkatan ini berdampak pada meningkatnya pula sel yang dibutuhkan untuk menjangkau daerah layanan tersebut. Data dalam tabel tersebut merupakan hasil kombinasi kombinasi dengan menggunakan skenario jaminan tipe modulasi QSPK(3/4) dan kelas layanan yang direkomendasikan oleh vendor SR Telecom [13]. Tabel 16 Kebutuhan Kanal dan Sel Tahun Kebutuhan Kebutuhan Sel Kanal Omnidirectional Sektoral 120 Daerah Urban Daerah SubUrban Institut Teknologi Bandung 5

6 Dalam kombinasi skenario tersebut, diperoleh bahwa kebutuhan sel untuk daerah urban sebanyak 27 sel dan 5 sel untuk daerah suburban dengan menggunakan antena omnidirectional. Sedangkan jika menggunakan antena sektoral 120 diperoleh kebutuhan sel sebanyak 9 sel untuk daerah urban dan 2 suburban. Secara ekonomi dan layanan, pembangunan 9 BS di daerah urban dan 2 BS di daerah suburban adalah kondisi yang optimal, akan tetapi kondisi ini tidak dapat diterapkan karena keterbatasan daya jangkau dari BS dan SS. Kecuali jika dilakukan perubahan tinggi antena SS di sisi pelanggan. Lihat Tabel 15. Agar dicapai kondisi yang lebih optimal, maka dilakukan perencanaan dengan pendekatan lain, yaitu pendekatan dengan metode daerah cakupan. Dengan metode ini diperoleh 3 skenario untuk visualisasi, yaitu 16 sel urban dan 4 sel suburban dengan daya pancar BS 31dBm. 21 sel urban dengan daya pancar 28dBm dan 4 sel suburban pada daya pancar 31dBm. 21 sel urban dengan daya pancar 28dBm dan 5 sel suburban pada daya pancar 29dBm. Berdasarkan Tabel 8 dengan spesifikasi link bugdet seperti pada Tabel 5, diperoleh bahwa jumlah sel minimum berdasarkan daya jangkau adalah 16 sel untuk daerah urban dan 4 sel untuk daerah suburban. Berikut adalah visualisasi dari sel-sel tersebut, Untuk mencapai kebutuhan tersebut, maka 6 sel yang ada di daerah urban harus diubah dari sel omni menjadi sel sektoral 120, sehingga tersedia 28 kanal. Sedangkan untuk daerah suburban, dilakukan dengan membagi 1 sel omni menjadi sel sektoral 120, sehingga diperoleh jumlah kanal yang tersedia sebanyak 6 kanal. Jika sektorisasi seperti ini dilakukan pada semua sel, maka di masa mendatang dapat tersedia 48 kanal untuk daerah urban dan 12 kanal untuk daerah suburban. Permasalahan dari sektorisasi ini adalah memilih sel yang akan dipecah. Salah satu parameter yang digunakan dalam pemilihan sel ini adalah berdasarkan karakteristik wilayah yang dicakup oleh sel tersebut. Karakteristik wilayah yang dimaksud di sini adalah daerah dengan potensi padat trafik. Daerah tersebut adalah daerah perdagangan, perkantoran, dan perumahan golongan menengah ke atas. Jika kita kembali mengacu pada Gambar 1, akan terlihat lokasi dari daerah-daerah tersebut. Visualisasi dengan daya pancar maksimum ini memiliki kelemahan lain yaitu jika sistem yang tersedia benar-benar sudah overload, maka satu-satunya cara adalah memecah lagi sel menjadi lebih kecil dengan menjadikan daya pancar lebih kecil. Hal ini menyebabkan akan dibutuhkan investasi baru untuk penyediaan infrasttruktur jaringan. Oleh karena itu, agar di masa mendatang kebutuhan untuk investasi baru infrastruktur terminimalisasi, maka pada awal implementasi digunakan daya pancar yang lebih kecil, yaitu alternatif visualisasi 2 dan 3, seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4. Dengan kedua alternatif ini, ketika kapasitas sistem sudah tidak memenuhi lagi, maka dapat dilakukan peningkatan daya pancar BS, sehingga SNR di penerima menjadi lebih besar. Peningkatan SNR ini menjadikan kapasitas sistem menjadi lebih besar karena digunakan modulasi yang lebih baik. Jika di masa mendatang dilakukan pemecahan sel dengan metode sektorisasi 120, maka untuk visulisasi alternatif 2, diperoleh jumlah kanal sebanyak 63 kanal untuk daerah urban dan 12 kanal untuk daerah suburban. Sedangkan untuk alternatif 3, diperoleh jumlah kanal sebanyak 63 kanal untuk daerah urban dan 15 kanal untuk daerah suburban. Kedua kondisi ini dapat memenuhi prediksi kebutuhan sampai pada tahun ke-5 Gambar 2 Visualisasi Perencanaan Alternatif 1 Dalam Gambar 2, terlihat bahwa sebagai daerah di wilayah utara dan barat Kota Bandung tidak ter-cover dengan baik. Hal ini dapat dimaklumi karena berdasarkan Gambar 1, Peta Rencana Tata Ruang Kota Bandung Tahun 2013, terlihat bahwa daerah kosong yang tidak terjangkau sinyal di daerah utara merupakan Kawasan Hijau Terbuka. Sehingga, dapat diasumsikan bahwa daerah tersebut memiliki potensi pelanggan yang rendah. Akan tetapi, daerah utara, di sebelah barat terdapat kawasan perumahan dengan kepadatan penduduk rendah. Pelanggan yang ada di kawasan tersebut masih dapat menangkap sinyal WiMAX dengan catatan menggunakan antena yang lebih tinggi. Visualisasi dengan jumlah sel tersebut belum mencukupi, karena jumlah kanal yang dibutuhkan untuk daerah urban adalah 27 kanal dan 5 kanal untuk daerah suburban. Jumlah sel omnidirectional sebanding dengan jumlah kanal. Namun, karena visualisasi ini dilakukan dengan daya pancar BS maksimum, Tabel 5, maka kita dapat memperkecil daya pancar BS sehingga diperoleh jumlah sel yang memadai. Cara ini disebut sebagai cell splitting. Selain itu, terdapat cara lain yang dapat dilakukan yaitu metode yang disebut dengan sectoring. Sectoring ini dilakukan dengan menggunakan antena sektoral 120. Gambar 3 Visualisasi Perencanaan Alternatif 2 Namun, kedua alternatif visualisasi inipun menimbulkan masalah lain, yaitu kebutuhan investasi yang sangat besar pada awal pembangunan jaringan. Tentu saja hal ini sangat menyulitkan penyelenggara jaringan. Terdapat 2 (dua) alternatif yang dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi masalah ini, yaitu Memilih lokasi yang akan dibangun lebih awal. Dengan alternatif ini, maka perlu dipilih daerah-daerah yang menjadi prioritas pertama dalam pembangunan jaringan. Dasar pertimbangan dalam memilih daerah-daerah tersebut dapat menggunakan pertimbangan seperti yang telah disebutkan di atas. Institut Teknologi Bandung 6

7 Tabel 19 SNR dan Tipe Modulasi Pengukuran Lokasi SNR (UL) Modulasi (DL) Modulasi (UL) QAM(3/4) 16QAM(1/ QAM(2/3) QPSK(3/4) QAM(3/4) 16QAM(3/4) QAM(3/4) 64QAM(2/3) QAM(2/3) QPSK(1/2) 6 N/A N/A N/A Secara umum, kondisi link yang terjadi pada proses pengukuran adalah seperti pada gambar di bawah ini Gambar 4 Visualisasi Perencanaan Alternatif 3 Menggunakan menara yang ada, sebagai alternatif reduksi biaya pembangunan jaringan sehingga dapat menghemat investasi di awal. Pada tugas akhir ini, dilakukan pula analisis terhadap penggunaan menara TELKOMFlexi sebagai alternatif untuk mereduksi biaya tersebut. Pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4 terlihat bahwa tidak semua menara TELKOMFlexi (yang berwarna biru) berada di sekitar titik pusat sel yang akan dibangun. Hanya beberapa menara yang dapat digunakan. VI. HASIL PENGUKURAN DAN ANALISIS Selain aspek perencanaan yang telah dilakukan di atas, terdapat hal lain yang juga berpengaruh, yaitu pengukuran di lapangan. Pengukuran ini dilakukan agar terjadi kesesuaian antara perencanaan dan implementasi di lapangan. Pada tugas akhir ini, dilakukan pengukuran pada beberapa titik di wilayah Kota Bandung dan sekitarnya, yaitu Tabel 17 Titik Lokasi Pengukuran No Lokasi Koordinat 1 Pasteur 06º54 0,48 LS 7º36 3,12 BT 2 Cileunyi 06º56 33,12 LS 7º45 12,25 BT 3 Rancaekek 06º59 54,72 LS 7º51 19,26 BT 4 Setiabudi Regency a 06º50 49,38 LS 7º35 8,22 BT 5 Setiabudi Regency b 06º50 48,66 LS 7º35 7,23 BT 6 Villa Istana Bunga 06º47 56,16 LS 7º34 51,54 BT Gambar 5 Kondisi Umum Path Hasil Pengukuran Garis merah yang ditunjukkan pada gambar di atas menandakan bahwa kondisi path pada link tersebut sangat buruk. Ada beberapa kemungkinan yang dapat muncul yaitu received power yang sangat kecil atau kondisi kontur yang dilalui oleh link gelombang radio yang dibangun. Sedangkan warna hijau, baik. Setelah didapatkan data seperti pada Tabel 18 dan Tabel 19, langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi link pada setiap lokasi. Persamaan-persamaan pendukung yang akan digunakan dalam evaluasi kondisi kanal ini adalah P R = Pt Lt + Gt PL Lr + G (7) PL =, log f ( MHz) + 20.log d( ) (8) 32 km Kondisi link ke daerah Pasteur digambarkan seperti pada gambar di bawah ini. Dan BS diletakkan di Kantor Divisi RDC Telkom dengan koordinat 06º 52 22,38 LS dan 7º 35 18,48 BT. Pada pengukuran ini dilakukan monitoring terhadap RSSI, tipe modulasi, dan SNR di setiap lokasi, baik pada sisi downlink maupun uplink. Data hasil pengukuran di setiap lokasi adalah sebagai berikut, Tabel 18 Hasil Pengukuran Lapangan Paramater Hasil pada lokasi Jarak (km) 3, ,8 2,9 2,9 N/A Bearing N/A RSSI DL (dbm) -74,9-80,9-70,4-69,2-82,9 N/A RSSI UL (dbm) -85,9-90,3-79,6-78,8-90,6 N/A Tipe modulasi yang digunakan pada kedua sisi transmisi di masing-masing titik tersebut adalah Gambar 6 Kondisi Link Telkom RDC dan Pasteur Sepintas lalu, link tersebut berada pada kondisi LOS. Namun, sbenarnya tidak demikian karena di SS terdapat bangunan yang menghalangi koneksi BS-SS, sehingga kondisi nyata yang terjadi adalah kondisi LOS. Jika diasumsikan bahwa daerah tersebut merupakan daerah urban dan dengan spesifikasi konfigurasi perangkat sesuai Tabel 5, Institut Teknologi Bandung 7

8 maka melalui perhitungan matematis dengan menggunakan persamaan (1)-(7), didapat bahwa daya yang diterima oleh SS adalah sebesar -96,84 dbm. Hasil perhitungan tersebut berbeda dengan hasil pengukuran sebesar -74,9 dbm, yaitu sebesar 21,94 dbm. Dari kedua hasil tersebut, terlihat bahwa hasil pengukuran memberikan nilai lebih baik daripada hasil perhitungan. Sebenarnya, masih ada parameter redaman lain yang belum dimasukkan karena sulit untuk diidentifikasi, seperti pointing loss. Namun, jika kita masukkan hal tersebut akan menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih kecil. Sehingga, hal ini paling mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan model yang digunakan untuk melakukan perhitungan. SNR uplink yang diberikan dari hasil monitoring adalah sebesar 16 db. 16 db tersebut berada pada 9 SNR 16 yang merupakan daerah dengan modulasi QPSK atau 16 SNR 22 yang merupakan daerah dengan modulasi 16QAM.. Lokasi berikutnya yang dievaluasi adalah Cileunyi. Pada titik awal pengukuran, SS tidak dapat menerima sinyal komunikasi dengan baik. Hal ini disebabkan oleh besarnya redaman akibat penghalang di depannya yang berupa bukit dengan tumbuhtumbuhan rapat. Lihat Gambar 7. Oleh karena itu, pengukuran kemudian pindah ke arah Barat untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Namun, jika kita perhatikan kondisi fisik yang nyata didapat bahwa daerah di depan SS ini terdapat gedung-gedung tinggi yang bisa jadi masuk dalam daerah Freshnel I. Sehingga kondisi yang terjadi menjadi NLOS. Jika diasumsikan bahwa daerah tersebut merupakan daerah urban dan dengan spesifikasi konfigurasi perangkat sesuai tabel 4., maka melalui perhitungan matematis dengan menggunakan persamaan, (1)-(7) untuk daerah terrain Tipe A, maka didapat bahwa daya yang diterima oleh SS adalah -140,24 dbm. Hasil perhitungan tersebut berbeda dengan hasil pengukuran sebesar -80,9 dbm, yaitu sebesar 59,34 dbm. Dari kedua hasil tersebut, terlihat bahwa hasil pengukuran memberikan nilai lebih baik daripada hasil perhitungan. Sebenarnya, masih ada parameter redaman lain yang belum dimasukkan karena sulit untuk diidentifikasi, seperti pointing loss. Namun, jika kita masukkan hal tersebut akan menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih kecil. Sehingga, hal ini paling mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan model yang digunakan untuk melakukan perhitungan. SNR uplink yang diberikan dari hasil monitoring adalah sebesar 11 db. 11 db tersebut berada pada 9 SNR 16 yang merupakan daerah dengan modulasi QPSK. Lain halnya dengan pengukuran di Rancaekek yang memberikan hasil sangat baik karena SS mampu menerima kuat sinyal sebesar -70,4 dbm pada sensitivitas SS sebesar -86 dbm dan skema modulasi uplink 16QAM(3/4) dan 64QAM(3/4) untuk modulasi downlink. Gambar 7 Kondisi Link Telkom RDC dan Cileunyi (a) Pengukuran pada titik kedua tersebut, diperoleh hasil yang lebih baik. Karena jika kita perhatikan Gambar 8 terlihat bahwa daerah Freshnel I bebas penghalang, sehingga dapat dianggap berada pada kondisi LOS. Pada kondisi ini, dengan menggunakan persamaan (7) dan (8), didapat bahwa daya yang diterima oleh SS adalah sebesar -66,34 dbm. Gambar 8 Kondisi Link Telkom RDC dan Cileunyi (b) Hasil perhitungan tersebut berbeda dengan hasil pengukuran sebesar - 80,9 dbm, yaitu sebesar 14,56 dbm. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh adanya redaman tumbuhan yang berada di sekitar Jalan Tol Cileunyi maupun kondisi atmosfer saat melakukan pengukuran. Selain itu, perbedaan tersebut bisa juga disebabkan oleh ketidaktepatan arah pointing dari kedua antena. Gambar 9 Kondisi Link Telkom RDC dan Rancaekek Jika kita perhatikan Gambar 9, dapat kita simpulkan bahwa kondisi link tersebut sangat baik karena berada pada kondisi Line-of-sight (LOS) dan menggunakan skema modulasi 64QAM(3/4) pada sisi downlink yang merupakan skema modulasi terbaik. Selain itu, dengan skema modulasi tersebut memberikan dapat kapasitas sistem yang sangat besar. Namun, di sisi uplink, SNR di lokasi ini adalah sebesar 21 db. Angka tersebut berada pada 16 SNR 22 yaitu rentang SNR untuk mendapatkan 16QAM. Dari Perhitungan link budget dapat kita peroleh bahwa pathloss atau redaman lintasan dari link tersebut adalah sebesar PL = 31 dbm ( 70,4dBm) + 17, = 132,9 db. Berdasarkan persamaan (8), redaman lintasan sebesar 132,9 db tersebut diperoleh pada frekuensi kerja 3,3 GHz dan jarak 32,8 km. Perbedaan antara sensitivitas antena penerima dengan daya yang diterima oleh SS biasa dinamakan Margin fading. Margin fading ini digunakan untuk mengantisipasi adanya perubahan kondisi link yang drastis. Sehingga jika kita anggap bahwa margin fading yang diberikan nol, maka akan diperoleh jarak jangkau maksimum dari antena BS tersebut dengan kondisi link yang serupa. Institut Teknologi Bandung 8

9 Dengan menggunakan kembali persamaan (7) dan (8) dengan fading margin yang disediakan diubah dengan asumsi sebesar 5 db, maka didapat jarak jangkau berubah menjadi 121,3 km pada sensitivitas receiver yang sama. Ini membuktikan bahwa jarak jangkau dari WiMAX dengan menggunakan feature yang maksimal dapat mencapai puluhan kilometer. Namun, dalam implementasi di lapangan, jarak jangkau maksimum tersebut tidak dapat dicapai karena keterbatasan daya pancar dari SS. Dengan kondisi link yang serupa dengan perhitungan di atas, dan anggap sensitivitas antena BS adalah sama dengan sensitivitas antena SS pada sisi lain, yaitu -87 dbm, maka dengan persamaan (7) dan (8) akan didapat jarak maksimum dari SS ke BS. PL = 22 dbm ( 87dBm) + 17, = 135,5 PL = 32, log 135,5 = 32, log d = 43,05km f ( MHz) + 20.log log d( km) d( km) Walaupun secara hitungan matematis, diperoleh jarak jangkau maksimum antara BS-SS yang sangat jauh, dalam implementasinya hal itu tidak dapat dicapai karena ada pengaruh SNR yang akan menentukan tipe modulasi dalam transmisi sehingga membatasi daya jangkau BS maupun SS. Lokasi berikutnya yang akan dievaluasi adalah Setiabudi Regency yang terletak di daerah utara Kota Bandung. Jika kita perhatikan Gambar, yang merupakan representasi kontur tanah dari link sinyal dan kondisi fisik wilayah (a) terlihat bahwa daerah tersebut bersifat LOS. Hal inipun ditunjang dengan terlihatnya antena BS dari lokasi SS. Dengan menggunakan persamaan (7) dan (8), maka diperoleh daya terima di sisi SS sebesar -49,57 dbm. Gambar Kondisi Link Telkom RDC dan Setiabudi Regency (a) Hasil perhitungan pada kondisi ini memberikan perbedaan sebesar 19,63 db terhadap hasil pengukuran sebesar -69,2 dbm. Dengan kondisi hasil perhitungan lebih baik daripada hasil pengukuran. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh adanya redaman belum dimasukkan karena sulit untuk diidentifikasi, seperti pointing loss.walaupun menara BS terlihat, namun daerah tersebut bersifat NLOS karena terhalang oleh gedung-gedung tinggi dan rumah ke arah BS. Hal ini tentu saja menjadikan sinyal tidak diterima baik oleh SS. Namun, kondisi nyata di lokasi tersebut, koneksi antara BS-SS terhalang oleh perumahan dan menara masjid UPI. Kondisi ini dapat diasumsikan menjadi NLOS. Jika diasumsikan bahwa daerah tersebut merupakan daerah urban dan dengan spesifikasi konfigurasi perangkat sesuai Tabel 5, maka melalui perhitungan matematis dengan menggunakan persamaan (1)-(7), maka diperoleh daya terima SS sebesar -0,03 dbm. Hasil perhitungan tersebut berbeda dengan hasil pengukuran sebesar - 69,2 dbm, yaitu sebesar 30,83 dbm. Dari kedua hasil tersebut, terlihat bahwa hasil pengukuran memberikan nilai lebih baik daripada hasil perhitungan. Sebenarnya, masih ada parameter redaman lain yang belum dimasukkan karena sulit untuk diidentifikasi, seperti pointing loss. Namun, jika kita masukkan hal tersebut akan menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih kecil. Sehingga, hal ini paling mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan model yang digunakan untuk melakukan perhitungan. SNR uplink yang diberikan dari hasil monitoring adalah sebesar 22 db. 11 db tersebut berada pada 16 SNR 22 yang merupakan daerah dengan modulasi 16QAM atau SNR 22 yang merupakan daerah dengan modulasi 64QAM. Selain itu, di lokasi ini pun dilakukan pengukuran tambahan di titik (b). Gambar 11 merupakan profil dari kontur tanah titik (b). Walaupun dari gambar tersebut terlihat bahwa terjadi kondisi LOS, namun dalam kenyataan adalah NLOS. Hal ini disebabkan oleh koneksi BS-SS terhalang oleh tumbuh-tumbuhan, bukit, dan perumahan masyarakat. Gambar 11 Kondisi Link Telkom RDC dan Setiabudi Regency (b) Jika diasumsikan bahwa daerah tersebut merupakan daerah urban dan dengan spesifikasi konfigurasi perangkat sesuai Tabel 5, maka melalui perhitungan matematis dengan menggunakan persamaan (1)-(7) untuk terrain Tipe A, maka diperoleh daya terima SS sebesar -0,03 dbm. Hasil perhitungan tersebut berbeda dengan hasil pengukuran sebesar -82,6 dbm, yaitu sebesar 17,43 dbm. Dari kedua hasil tersebut, terlihat bahwa hasil pengukuran memberikan nilai lebih baik daripada hasil perhitungan. Sebenarnya, masih ada parameter redaman lain yang belum dimasukkan karena sulit untuk diidentifikasi, seperti pointing loss. Namun, jika kita masukkan hal tersebut akan menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih kecil. Sehingga, hal ini paling mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan model yang digunakan untuk melakukan perhitungan. SNR uplink yang diberikan dari hasil monitoring adalah sebesar 11 db. 11 db tersebut berada pada 9 SNR 16 yang merupakan daerah dengan modulasi QPSK. Terakhir adalah lokasi di Villa Istana Bunga, yang juga di daerah utara Kota Bandung. Pengukuran di lokasi ini tidak memberikan hasil sama sekali, baik pada RSSI, skema modulasi, maupun SNR. Hal ini terjadi karena SS tidak dapat menerima sinyal yang dipancarkan oleh BS yang terletak di RDC Telkom. Jika kita perhatikan Gambar 12 berikut, terlihat bahwa di depan SS terdapat sebuah bukit yang menghalangi path sinyal antara BS dan SS sehingga Bidang Freshnel I pada link tersebut terganggu. Institut Teknologi Bandung 9

10 Gambar 12 Kondisi Kontur Telkom RDC dan Villa Istana Bunga Untuk menjamin kualitas sinyal yang baik, disyaratakan bahwa Bidang Freshnel I atau minimal 60% dari Bidang Freshnel I harus bebas penghalang. Sebagai solusi dari kondisi ini, perbaikan kondisi link radio dapat dilakukan dengan menambah tinggi antena, baik di sisi BS ataupun di sisi SS. Gambar 13 berikut menunjukkan kondisi link setelah dilakukan perubahan tinggi antena pada sisi BS dan SS. Tinggi Antena BS diubah menjadi 65 m, sedangkan tinggi antena SS diubah menjadi 75 km. Namun, perubahan tinggi antena menjadi 65 m dan 75 m bukanlah hal yang mudah karena diperlukan konstruksi yang sangat memadai sehingga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Jika dalam perencanaan tidak dapat ditemukan lokasi yang lebih baik (dalam hal tinggi site dan lintasan pandang kedua site), maka perlu dilakukan modifikasi link radio dengan cara memasang repeater di titik yang memungkin. Gambar 13 Kondisi Link Villa Istana Bunga Setelah Perubahan Tinggi Antena VII. PENUTUP Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai perencanaan Jaringan di Wilayah Kota Bandung ini, yaitu 1. Kebutuhan jumlah kanal untuk memberikan pelayanan optimal di Kota Bandung pada tahun pertama adalah 27 kanal untuk daerah urban dan 5 kanal untuk daerah suburban. Sedangkan prediksi kebutuhan sampai dengan tahun ke-5 adalah 53 kanal untuk daerah urban dan kanal untuk daerah suburban. 2. Terdapat beberapa alternatif visualisasi yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan kanal tersebut sampai tahun ke-5, di antaranya biaya awal pembangunan jaringan dan distribusi kepadatan trafik per km2. 3. Jumlah sel optimal yang dapat dibangun memberikan pelayanan tersebut adalah 21 sel untuk daerah urban dan 5 sel untuk daerah suburban. 4. Hasil pengukuran memberikan hasil yang lebih baik daripada hasil perhitungan. Hal ini disebabkan oleh tingkat akurasi dari referensi model propagasi yang digunakan. 5. Komunikasi antara BS dan SS yang dibuat pada kondisi LOS akan memberikan kualitas yang lebih baik sehingga memiliki jarak jangkau yang lebih jauh. Selain itu, sebagai kelanjutan dari penelitian ini, penulis pun mengusulkan beberapa riset lanjutan yaitu 1. Perencanaan Jaringan WiMAX Mobile Access 2. Perencanaan dengan menggunakan model propagasi lain sesuai dengan yang direkomendasikan oleh WiMAX Forum. 3. Perencanaan Jaringan WiMAX dengan mempertimbangkan variasi tinggi Antena SS terhadap kapasitas sistem. 4. Perencanaan Jaringan WiMAX dengan mempertimbangkan distribusi kepadatan trafik per km2. 5. Evaluasi kondisi komunikasi backhaul antar BS untuk memberikan topologi yang optimal. REFERENSI [1] Bandung Dalam Angka Tahun Dinas Penduduk Kota Bandung ( [2] Wimax Forum, "WiMAX Deployment Considerations for Fixed Wireless Access in the 2.5 GHz and 3.5 GHz Licensed Bands," Juni 2005 [3] WiMAX Forum, Mobile WiMAX part 1: A Technical Overview and Performance Evaluation, Agustus [4] WiMAX Forum, WiMAX s Technology for LOS and NLOS Evirontments, Agustus [5] V.S. Abhayawardhana, I.J. Wasell, D. Crosby, M.P. Sellars. M.G. Brown. Comparison of Empirical Propagation Path Loss Model for Fixed Wireless Access Systems. 61st IEEE Vehicular Technology Conference, Stockholm, Sweden, May 2005.comparison [6] V. Erceg, K. V. S. Hari, et al., Channel models for fixed wireless applications, tech. rep., IEEE Broadband Wireless Access Working Group, January [7] Gunawan Wibisono, Gunadi Dwi Hantoro. WiMAX : Teknologi BWA kini dan masa depan. Penerbit Informatika. Bandung [8] Gunawan Wibisono, Gunadi Dwi Hantoro, Uke. Konsep Teknologi Seluler. Penerbit Informatika. Bandung [9] Rappaport, Theodore S. Wireless Communication, Principles and Practices. IEEE Press. New York. Prentice- Hall, Inc [] Sarmonikas, George. WiMAX Deployment Workshop. Telefocal Asia. Singapore March 2006 [11] ABS4000 Techinal Spesification , Issue 1. SR Telecom [12], WiMAX Capacity and Coverage,Features and Factors Affecting Real World NLOS Performance, , Issue 1. SYMMETRY Product. SR Telecom [13], WiMAX Capacity, WHITE PAPER ,ISSUE 1. SR Telecom [14], Draft Road Map Infrastruktur TIK Indonesis, Ditjen Postel [15] Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun BPS Provinsi Jawa Barat [16] Brosur SSU5200 dan CBS5000 ( Institut Teknologi Bandung

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dewasa ini makin cepat dalam pengembagannya dan sangat mempengaruhi kehidupan manusia, hal ini dirasakan oleh masyarakat Timor Leste pada umumya,

Lebih terperinci

ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR

ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR PRO S ID IN G 20 1 2 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ESTIMASI CAKUPAN JARINGAN WIMAX DAN ANALISIS PERFORMANSINYA UNTUK DAERAH MAKASSAR, MAROS, SUNGGUMINASA, DAN TAKALAR Merna Baharuddin 1), Nien Khamsawarni

Lebih terperinci

Prakiraan Kebutuhan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung

Prakiraan Kebutuhan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung Prakiraan Akses Broadband dan Perencanaan Jaringan Mobile WiMAX untuk Kota Bandung Natanael Makarios 1 Institut Teknologi Bandung Email: natanaelmakarios@yahoo.com Abstrak- Makalah ini memiliki bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini akan dibahas tahap dan parameter perencanaan frekuensi dan hasil analisa pada frekuensi mana yang layak diimplemantasikan di wilayah Jakarta. 4.1 Parameter

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) 1 ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX) Siska Dyah Susanti 1, Ir. Erfan Achmad Dahlan, MT. 2, M. Fauzan Edy Purnomo. ST.,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

Perancangan dan Analisis Desain Jaringan Mobile WiMax e di daerah Sub urban (Studi Kasus di Kota Kediri)

Perancangan dan Analisis Desain Jaringan Mobile WiMax e di daerah Sub urban (Studi Kasus di Kota Kediri) 1 Perancangan dan Analisis Desain Jaringan Mobile WiMax 802.16e di daerah Sub urban (Studi Kasus di Kota Kediri) Zikrie Pramudia A., Ali Mustofa, Gaguk Asmungi Abstrak -Pada penelitian ini dilakukan bagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) 802.11b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE Dontri Gerlin Manurung, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE 802.11n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center) Silmina Farhani Komalin 1,*, Uke Kurniawan Usman 1, Akhmad Hambali 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site

Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site Perencanaan Kebutuhan Base Station Jaringan Fixed WiMAX Berdasarkan Demand Site Nurwahidah Jamal, ST. MT Jurusan Teknik Elektronika Politeknik Negeri Balikpapan Jl. Soekarno Hatta KM.8 Balikpapan idajamal05@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih menuntut adanya komunikasi yang tidak hanya berupa voice, tetapi juga berupa data bahkan multimedia. Dengan munculnya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha)

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha) 21 TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT Arni Litha Dosen Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang Abstrak Walaupun banyak teknologi saat

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. 3. Aronoff, S Geographic Information System, A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa, Canada.

Daftar Pustaka. 3. Aronoff, S Geographic Information System, A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa, Canada. 51 Daftar Pustaka 1. Andri, H. 2002, Kajian Pengaruh Tingkat Pelayanan Listrik, Telepon, Air Bersih, dan Jalan terhadap Jual Objek Pajak (Studi Kasus Kota Bandung), Tesis, Program Magister Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Perencanaan jaringan WiMAX akan meliputi tahapan perencanaan seperti berikut: 1. Menentukan daerah layanan berdasarkan data persebaran dan kebutuhan bit rate calon pelanggan

Lebih terperinci

DATA KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG

DATA KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DATA KECAMATAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG (Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2008 Tentang perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2006 Tentang Pemekaran

Lebih terperinci

BAB III JARINGAN BWA WIMAX

BAB III JARINGAN BWA WIMAX BAB III Jaringan BWA WIMAX 58 BAB III JARINGAN BWA WIMAX Sebelum kita membahas mengenai optimalisasi jaringan BWA WiMax yang akan dibahas dalam BAB IV, dibutuhkan pengetahuan dan informasi mengenai jaringan

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 18 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Konsep Perencanaan Sistem Seluler Implementasi suatu jaringan telekomunikasi di suatu wilayah disamping berhadapan dengan

Lebih terperinci

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI Zulkha Sarjudin, Imam Santoso, Ajub A. Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM Kevin Kristian Pinem, Naemah Mubarakah Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departement Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Power control pada sistem CDMA adalah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur daya pancar mobile station (MS) pada kanal uplink, maupun daya pancar base station

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi informasi yang berkembang pesat telah membawa dunia memasuki era informasi yang lebih cepat. Salah satu kemajuan teknologi informasi yang saat ini telah

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan WiMAX di Malang

Penerapan Jaringan WiMAX di Malang 48 Penerapan Jaringan WiMAX di Malang Aisah 1 Abstrak-Meningkatnya kebutuhan terhadap informasi dan komunikasi, pada saat ini berupa layanan internet membutuhkan bandwidth dan kecepatan transfer data yang

Lebih terperinci

Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz di Lingkungan Kampus ITB

Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz di Lingkungan Kampus ITB Prosiding Seminar Radar Nasional 010., Yogyakarta, 8-9 April 010., ISSN : 1979-91 Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX.3GHz di Lingkungan Kampus ITB Arsyad Ramadhan Darlis, Trasma

Lebih terperinci

Daftar Kode Pos Kota Bandung

Daftar Kode Pos Kota Bandung Daftar Kode Pos Kota Bandung Berikut ini adalah daftar kode pos sekaligus nama-nama Kelurahan dan Kecamatan di Kota Bandung 1. Kecamatan Andir - Kelurahan/Desa Kebon Jeruk (Kodepos : 40181) - Kelurahan/Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Layanan 3G komersial telah diluncurkan sejak tahun 2001 dengan menggunakan teknologi WCDMA. Kecepatan data maksimum yang dapat dicapai sebesar 2 Mbps. Walaupun demikian,

Lebih terperinci

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA Analisis Aspek-Aspek Perencanaan pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA Rika Sustika LIPI Pusat Penelitian Informatika rika@informatika.lipi.go.id Abstrak Telah dilakukan analisis terhadap aspek-aspek

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERGERAKAN USER TERHADAP KUALITAS SINYAL SUARA PADA JARINGAN WIMAX IEEE

ANALISIS PENGARUH PERGERAKAN USER TERHADAP KUALITAS SINYAL SUARA PADA JARINGAN WIMAX IEEE ANALISIS PENGARUH PERGERAKAN USER TERHADAP KUALITAS SINYAL SUARA PADA JARINGAN WIMAX IEEE 802.16 ANALYSIS OF USER MOVEMENT INFLUENCED FOR VOICE QUALITY ON WIMAX IEEE 802.16e NETWORK Aris Hartaman 1, Uke

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini jumlah pelanggan seluler dan trafik pengggunaan data seluler meningkat secara eksponensial terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G Maria Ulfah 1*, Nurwahidah Jamal 2 1,2 Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Negeri Balikpapan * e-mail : maria.ulfah@poltekba.ac.id Abstract Wave propagation through

Lebih terperinci

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN. 2 METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Alat Analisis

ABSTRAK 1 PENDAHULUAN. 2 METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Alat Analisis PERENCANAAN JARINGAN AKSES MOBILE WIMAX 2,6 GHz UNTUK WILAYAH KOTA PALEMBANG Deni Erlansyah Universitas Bina Darma Palembang email: moonroe_911@yahoo.com, denilaboy@gmail.com ABSTRAK Standar IEEE 802.16e

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, kebutuhan akan adanya sistem informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, kebutuhan akan adanya sistem informasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, kebutuhan akan adanya sistem informasi yang mendukung kebutuhan bisnis sangat dibutuhkan secara cepat dan akurat. Seiring dengan adanya kemajuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Point to Point Komunikasi point to point (titik ke titik ) adalah suatu sistem komunikasi antara dua perangkat untuk membentuk sebuah jaringan. Sehingga dalam

Lebih terperinci

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler Wireless Communication Systems Modul 14 Perencanaan Jaringan Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Tujuan Mengetahui model perencanaan jaringan yang optimum Dapat memberikan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi di Indonesia menyebabkan semakin banyaknya fasilitas yang ditawarkan seperti video conference, streaming, dan game

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi saat ini sangat pesat, khususnya teknologi wireless (nirkabel). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal yang digunakan oleh berbagai macam teknologi komunikasi seluler. Salah satu fasilitas dalam komunikasi

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Sistem broadband wireless access (BWA) sepertinya akan menjadi metoda akses yang paling fleksibel dimasa depan. Dibandingkan dengan teknologi eksisting, fiber optik

Lebih terperinci

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang) Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang) Subuh Pramono Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang E-mail : subuhpramono@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Posisi Teknologi WiMAX

BAB II DASAR TEORI 2.1 Posisi Teknologi WiMAX BAB II DASAR TEORI WiMAX merupakan evolusi dari teknologi broadband wireless sebelumnya. Teknologi ini didesain untuk mampu memberikan layanan data dengan kecepatan sampai dengan 13 Mbps. Secara teknis

Lebih terperinci

Kata-kunci: WiMAX, SUI, pathloss, terrain. Abstrak I.

Kata-kunci: WiMAX, SUI, pathloss, terrain. Abstrak I. MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR PEMODELAN KANAL SUI PADA SISTEM KOMUNIKASI WiMAX Catur Pramono *, Imam Santoso **, R. Rizal Isnanto ** Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, e-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada sistem CDMA pengendalian daya baik pada Mobile Station (MS) maupun Base Station (BS) harus dilakukan dengan baik mengingat semua user pada CDMA mengggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA 2000-1X ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP

Lebih terperinci

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL) Makalah Seminar Kerja Praktek ANALISIS KEKUATAN DAYA RECEIVE SIGNAL LEVEL(RSL) MENGGUNAKAN PIRANTI SAGEM LINK TERMINAL DI PT PERTAMINA EP REGION JAWA Oleh : Hanief Tegar Pambudhi L2F006045 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX)

Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX) 57 Perencanaan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN) Dengan Menggunakan Worldwide Interoperability For Microwave Access (WIMAX) Endah Budi Purnomowati Abstract - WLAN adalah sebuah jaringan berbasis

Lebih terperinci

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 21 BAB III IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL 3. 1 Sejarah Singkat Wireless Fidelity Wireless fidelity (Wi-Fi) merupakan teknologi jaringan wireless yang sedang berkembang pesat dengan menggunakan standar

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Muhammad Haidar 1, *, Uke Kurniawan Usman 1, Linda Meylani 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas

Lebih terperinci

Analisa Performansi Sinyal EVDO di Area Boundary Pada Frekuensi 1900 MHz

Analisa Performansi Sinyal EVDO di Area Boundary Pada Frekuensi 1900 MHz Analisa Performansi Sinyal EVDO di Area Boundary Pada Frekuensi 100 MHz Hasanah Putri dan Rina Pudji Astuti Institut Teknologi Telkom Bandung hpt@ittelkom.ac.id dan rpa@ittelkom.ac.id Abstrak Saat ini

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA ST014 Komunikasi data nirkabel dan topologi jaringan

KOMUNIKASI DATA ST014 Komunikasi data nirkabel dan topologi jaringan KOMUNIKASI DATA ST014 Komunikasi data nirkabel dan topologi jaringan S1 Teknik Informatika DOSEN PENGAMPU : Ferry Wahyu Wibowo, S.Si., M.Cs Joko Dwi Santoso, M.Kom Naskan, S.Kom Rico Agung F., S.Kom Rikie

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO Jalan MT Haryono 167 Telp & Fax. 0341 554166 Malang 65145 KODE PJ-01 PENGESAHAN PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION MAKSUM PINEM Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan e-mail : maksum.pinem@gmail.com ABSTRAK-

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. ANALISIS KINERJA MODULASI DAN PENGKODEAN ADAPTIF PADA JARINGAN WiMAX ALEX KRISTIAN SITEPU

TUGAS AKHIR. ANALISIS KINERJA MODULASI DAN PENGKODEAN ADAPTIF PADA JARINGAN WiMAX ALEX KRISTIAN SITEPU TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA MODULASI DAN PENGKODEAN ADAPTIF PADA JARINGAN WiMAX Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER 6:59 DTGG Konsep Dasar Sistem Seluler by : Dwi Andi Nurmantris DEFINISI Sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan

Lebih terperinci

Journal of Informatics and Telecommunication Engineering

Journal of Informatics and Telecommunication Engineering JITE, Vol. 1(1) Juli (2017) p-issn : 2549-6247 e-issn : 2549-6255 Journal of Informatics and Telecommunication Engineering Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jite Perancangan Link Komunikasi

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4537

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4537 ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.3 December 2016 Page 4537 ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN METODE OPTIMAL FRACTIONAL FREQUENCY

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA LAYANAN IPTV PADA JARINGAN TESTBED WIMAX BERBASIS STANDAR IEEE

EVALUASI KINERJA LAYANAN IPTV PADA JARINGAN TESTBED WIMAX BERBASIS STANDAR IEEE EVALUASI KINERJA LAYANAN IPTV PADA JARINGAN TESTBED WIMAX BERBASIS STANDAR IEEE 82.16-24 Prasetiyono Hari Mukti 1, Rizki Aris Yunianto 2 dan Achmad Affandi 3 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi 1780-1875 MHz di Provinsi Papua Barat Nurul Hidayah Mt.R 1), Fitriana Istiqomah 2), Muhammad Dickri Primayuda 3) dan Nur Indah 4) Prodi S1 Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima (Receiver / Rx ) pada komunikasi radio bergerak adalah merupakan line of sight dan dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telkom Flexi merupakan salah satu penyedia layanan telekomunikasi yang berkembang dengan pesat dengan memanfaatkan jaringan CDMA 2000 1x yang pada awalnya bekerja di

Lebih terperinci

Perencanaan Jaringan 3G UMTS. Kota Bekasi, Jawa Barat. Aldrin Fakhri Azhari

Perencanaan Jaringan 3G UMTS. Kota Bekasi, Jawa Barat. Aldrin Fakhri Azhari Perencanaan Jaringan 3G UMTS Kota Bekasi, Jawa Barat Diajukan sebagai tugas besar mata kuliah Sistem Komunikasi Nirkabel Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi Oleh : Aldrin Fakhri Azhari 111100167 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Dukungan yang diberikan

Dukungan yang diberikan PERKEMBANGAN KOMUNIKASI DATA NIRKABEL Pertengahan abad 20, teknologi nirkabel berkembang pesat, diimplementasikan dalam bentuk teknologi radio, televisi, telepon mobil, dll. Komunikasi lewat sistem satelit

Lebih terperinci

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO Siherly Ardianta 1, Tri Budi Santoso 2, Okkie Puspitorini 2 1 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA BANDUNG

DEMOGRAFI KOTA BANDUNG DEMOGRAFI KOTA BANDUNG Kondisi dan perkembangan demografi berperan penting dalam perencanaan pembangunan. Penduduk merupakan modal dasar keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Komposisi, dan distribusi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET. Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET. Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja 33 BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja mekanisme QoS dan skema AMC pada kinerja jaringanwimax, semakin kuat

Lebih terperinci

BAB III PROSUDER PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

BAB III PROSUDER PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode 43 BAB III PROSUDER PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Ali (1983:120) yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) WiMAX adalah singkatan dari Worldwide Interoperability for Microwave Access, merupakan teknologi akses nirkabel pita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga harus dikelola secara efisien dan efektif. Kemajuan teknologi telekomunikasi yang

Lebih terperinci

Makalah Seminar Tugas Akhir

Makalah Seminar Tugas Akhir Makalah Seminar Tugas Akhir ANALISIS KINERJA PROTOKOL TCP PADA SISTEM WiMAX Akhmad Sarif, Achmad Hidayatno, ST.,MT., Imam Santoso, ST.,MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI WiMAX DALAM PERKEMBANGAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

ANALISIS IMPLEMENTASI WiMAX DALAM PERKEMBANGAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA ANALISIS IMPLEMENTASI WiMAX DALAM PERKEMBANGAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA Iqbal Izzuddin Mahasiswa Program Magister Manajemen Sistem Informasi Universitas Gunadarma Jl. Ampera Raya Gg. Pengadilan No.

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI YUYUN SITI ROHMAH, ST,.MT //04 OUTLINES A. Pendahuluan B. Frequency Reuse C. Handoff D. Channel Assignment Strategies //04 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jarlokar Adalah jaringan transmisi yang menghubungkan perangkat terminal pelanggan dengan sentral lokal dengan menggunakan media radio

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM Perkembangan sistem komunikasi GSM (Global System for Mobile communication) dimulai pada awal tahun 1980 di Eropa, dimana saat itu banyak negara di Eropa menggunakan

Lebih terperinci

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto Perencanaan Transmisi Pengajar Muhammad Febrianto Agenda : PATH LOSS (attenuation & propagation model) FADING NOISE & INTERFERENCE G Tx REDAMAN PROPAGASI (komunikasi point to point) SKEMA DASAR PENGARUH

Lebih terperinci

SIMULASI PERANCANGAN COVERAGE AREA DAN ANALISA HASIL PENGUKURAN NILAI RSSI MENGGUNAKAN TOPOLOGY MESH WI-FI DALAM IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN WI-FI SMART CITY Stevent Leonard Naibaho / 0522109 Email : steventln2011@gmail.com

Lebih terperinci

Syailendra Dwitama Iskandar 1, Ir. Endah Budi P., MT. 2, Dwi Fadila K.. ST., MT. 3

Syailendra Dwitama Iskandar 1, Ir. Endah Budi P., MT. 2, Dwi Fadila K.. ST., MT. 3 1 PERFORMANSI QUALITY OF SERVICE (QOS) FRAMEWORK ANTARA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING-TIME DIVISION MULTIPLE ACCESS () DAN ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS () PADA IEEE 802.16

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah.

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah. 62 BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET 3.1 Permasalahan Saat ini kita bisa dengan mudah mendapatkan akses internet. Kita bisa berlangganan internet menggunakan modem DSL (Digital

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Putra, T.G.A.S. 1, Sudiarta, P.K. 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz Achmad Reza Irianto 1, M. Fauzan Edy Purnomo. S.T., M.T. 2 Endah Budi Purnomowati,

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA SINGUDA ENSIKOM VOL. 6 NO.2 /February ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA Ari Purwanto, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Dua unit komputer 2. Path Profile 3. Kalkulator 4. GPS 5. Software D-ITG

Lebih terperinci

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR ISTILAH... xi INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB IV Analisa Jaringan Broadband Wifi Pada Bab Ini akan dibahas Hasil evaluasi Pra Perancangan Jaringan Broadband WIFI Commuter Line Jabodetabek dengan jaringan existing ( UMTS ) yang dilaksanakan di

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER

EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER Rudolf Parulian Gurning, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transmisi merupakan suatu pergerakan informasi melalui sebuah media jaringan telekomunikasi. Transmisi memperhatikan pembuatan saluran yang dipakai untuk mengirim

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PERENCANAAN LINK MICROWAVE Tujuan utama dari perencanaan link microwave adalah untuk memastikan bahwa jaringan microwave dapat beroperasi dengan kinerja yang tinggi pada segala

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR: 96/DIRJEN/2008 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI ANTENA BROADBAND WIRELESS ACCESS (BWA) NOMADIC PADA PITA FREKUENSI

Lebih terperinci

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse. I. Pembahasan 1. Frequency Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Jarak

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN Wi-Fi BERBASIS n DENGAN BALON UDARA DI KOTA BANDUNG

ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN Wi-Fi BERBASIS n DENGAN BALON UDARA DI KOTA BANDUNG ANALISIS PERENCANAAN JARINGAN Wi-Fi BERBASIS 802.11n DENGAN BALON UDARA DI KOTA BANDUNG Falih Adan Ma arif 1), Uke Kurniawan Usman 2), Hurianti Vidyaningtyas 3) 1),2),3 ) Prodi S1 Teknik Telekomunikasi,

Lebih terperinci

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS 55 HASIL SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Hasil Simulasi Jaringan IEEE 802.16d Jaringan IEEE 802.16d dalam simulasi ini dibuat berdasarkan pemodelan sistem sehingga akan menghasilkan dua buah model jaringan yaitu

Lebih terperinci

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER 3.1 Struktur Jaringan Transmisi pada Seluler 3.1.1 Base Station Subsystem (BSS) Base Station Subsystem (BSS) terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading. BAB II PROPAGASI SINYAL 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi

Lebih terperinci

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO LINK BUDGET Ref : Freeman 1 LINK BUDGET Yang mempengaruhi perhitungan Link Budget adalah Frekuensi operasi (operating frequency) Spektrum yang dialokasikan Keandalan (link reliability) Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pada bab pertama ini akan dijelaskan mengenai latar belakang studi yang dilakukan, perumusan masalah, metodologi studi, kerangka

BAB I PENDAHULUAN Pada bab pertama ini akan dijelaskan mengenai latar belakang studi yang dilakukan, perumusan masalah, metodologi studi, kerangka BAB I PENDAHULUAN Pada bab pertama ini akan dijelaskan mengenai latar belakang studi yang dilakukan, perumusan masalah, metodologi studi, kerangka pemikiran studi serta sistematika penulisan. 1.1 Latar

Lebih terperinci

TAHUN : 2006 NOMOR : 06

TAHUN : 2006 NOMOR : 06 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2006 NOMOR : 06 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMEKARAN DAN PEMBENTUKAN WILAYAH KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia, Jurusan Teknik Elektro FTI ITS ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN Oleh : Selva Melvarida Simanjuntak

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI WIMAX UNTUK LAYANAN BROADBAND DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI WIMAX UNTUK LAYANAN BROADBAND DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia, 2-4 Desember 2013 PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI WIMAX UNTUK LAYANAN BROADBAND DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN Nurwahidah Jamal 1), Rina Pudji Astuti

Lebih terperinci