BAB VI PENUTUP. Hasil penelitian ini telah menggambarkan tentang ritual barong ider bumi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI PENUTUP. Hasil penelitian ini telah menggambarkan tentang ritual barong ider bumi"

Transkripsi

1 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Hasil penelitian ini telah menggambarkan tentang ritual barong ider bumi yang masih bertahan dalam kehidupan masyarakat Using Desa Kemiren yang modern dan mengglobal. Dalam kondisi masyarakat seperti itu, ritual difungsikan sebagai sarana untuk mengatasi krisis dalam siklus hidupnya. Krisis tersebut disebut dengan pagebluk, yaitu: suatu keadaan patologis, penuh kebencanaan yang menyengsarakan, dan mematikan seluruh sumber penghidupan, termasuk mematikan warga masyarakat. Menurut sistem kepercayaan masyarakat, krisis tersebut dipercaya berulang (bersiklus) dalam setiap tahunnya dan ritual tersebut diselenggarakan untuk mencegah keberulangan siklus tersebut. Dalam setiap penyelenggaraan ritual tersebut, memperlihatkan sifat dan ciriciri yang spesifik. Seperti yang diperlihatkan dalam keseluruhan prosesinya, ritual tersebut dinilai bersifat sakral, diselenggarakan setiap tanggal 2 Syawal (setiap hari kedua di Hari Raya Idul Fitri) dan dilaksanakan tepat pada jam dua siang (14.00WIB). Keseluruhan prosesi diawali dengan selametan bukaan di makam Buyut Cili (roh penjaga desa), dilanjutkan dengan arak-arakan pembersihan (mengarak Topeng Barong Using bersayap keliling desa) dan diakhiri dengan selametan tutupan (tumpeng pecel pitik) yang bersifat massal. Sifat dan ciri ritual seperti ini dapat dikatakan khas dalam kehidupan masyarakat Using di Desa Kemiren.

2 285 Sedikit berbeda dengan prosesi ritual sakral pada umumnya, dalam ritual tersebut, antara simbol sakral dengan simbol profan dikombinasikan menjadi satu kesatuan ritual secara bersamaan. Tujuannya adalah untuk menyelaraskan simbolsimbol profan dengan simbol-simbol sakral. Simbol-simbol profan yang diselaraskan di antaranya adalah meliputi sebagai berikut: atraksi kesenian Using (gandrung, kuntulan, angklung), parade tokoh masyarakat (adat, desa, RT/RW, pejabat), pawai kesenian (hadrah, seni barong, macan-macanan, pitik-pitikan), pawai hiburan (pelucon, buto-butoan, busana adat, egrang), arak-arakan kuda, delman, sepeda onthel dan kelompok motor Tril. Simbol-simbol tersebut diselaraskan dengan simbol-simbol sakral yang di antaranya adalah mencakup sebagai berikut: Topeng Barong Using bersayap, makam Buyut Cili, sembur otékoték, dan tumpeng pecel pitik. Kombinasi dan penyelarasan simbol-simbol tersebut, menghasilkan tingkah laku sakral dan tingkah laku profan secara bersamaan, sehingga ritual tersebut, memberikan gambaran seperti sebuah pertunjukan kultural yang khidmat, sekaligus juga penuh kemeriahan. Bagi orang luar, gambaran ritual seperti ini terkesan ambigu, tidak konsisten, dan membingungkan, tetapi bagi mereka semua itu justru yang dikehendakinya. Ini bukan berarti masyarakat Using tidak agamis (Islamis) tetapi dalam komunitas mereka yang padat dan campuran tersebut, sebuah doktrin (dogma) yang berbahaya sengaja dihindari. Dengan kata lain, watak sinkretis masih dijalankan dengan penuh toleran di dalamnya, sehingga berbagai praktik akomodasi (berbagai simbol), kontes (pertunjukkan religius), indigenisasi (keaslian sebagai budaya Using), dan fungsi kewadahan (sarana pengusir pagebluk), dapat

3 286 berintegrasi ke dalam satu kesatuan ritual yang dinilai sakral sekaligus penuh kemeriahan. Dalam pandangan mereka, semua itu bisa terjadi dalam penyelenggaraan ritualnya karena mereka menganut cara berpikir lêmêsan, suatu prinsip berpikir yang terbuka, demokratis, dan fleksibel terhadap pengaruh-pengaruh yang ada di luarnya. Sebagaimana pengalaman masa lalunya yang juga terbuka terhadap pengaruh Jawa lama, Hindu-Budha, maupun Islam yang ekspansionis, maka prinsip ini (lêmêsan) akhirnya mendasari dirinya untuk memaknai ritualnya, bukan hanya sebagai tindakan religius yang sakral, tetapi juga sebagai penegas identitas dirinya sebagai kaum cêmêngan (warga Using), pedoman dari cara hidupnya, dan ruang bagi revitalisasi nilai-nilai kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) yang menjadi sendi-sendi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, pandangan kaum cêmêngan tersebut sedikit berbeda dengan kaum santri yang juga menjadi identitas dari sebagian besar warga masyarakatnya. Dalam pandangan kaum santri, ritual yang khidmat penuh kemeriahan itu, dimaknai sebagai ruang toleran (toleransi) demi terwujudnya kebersamaan dan kerukunan. Kemudian, juga dijadikan sebagai media dakwah ajaran agama (Islam) melalui kesenian keislamannya (hadrah dan kuntulan), dan penegas sikap lêmêsan demi terciptanya kebersamaan dan kerukunan. Jika, kaum cêmêngan memandang ritual tersebut bersifat sakral dan keramat, maka dalam pandangan kaum santri, semua itu hanya seremonial dan tidak memiliki nilai kesakralan sama sekali. Bahkan dalam beberapa prosesi yang dilakukannya dinilai bertentangan dengan ajaran agama Islam.

4 287 Berbeda dengan cara pandang kaum cêmêngan dan kaum santri di atas, dalam pandangan pemerintah, keseluruhan ritual tersebut dimaknai sebagai sebuah keunggulan yang potensial. Penyelenggaraan ritual ini dimaknai sebagai kearifan budaya dari masyarakat Using, kemudian sebagai aset dan kekayaan desa, dan sebagai atraksi unggulan (ikon) bagi pengembangan pariwisata desa. Ritual ditempatkan sebagai keunggulan yang bernilai ekonomis sekaligus berdaya guna untuk mempromosikan potensi budayanya sebagai daya tarik wisata yang komersial. Meskipun belum sampai pada tahap komersialisasi ritualnya tetapi geliat untuk mewujudkan semua itu telah mampu dibaca oleh sebagian besar warga masyarakat. Namun, semua itu bukanlah sesuatu yang paling dirisaukan dalam kehidupan masyarakat Using karena prinsip berpikir lêmêsan yang dimiliki tersebut, membuat semua itu bisa diakomodasi dan ditoleransi. Satu hal yang menjadi catatan adalah asalkan keberadaanya tidak sampai merusak sendi-sendi kehidupan yang paling dasar, yaitu kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng). Kedua sendi kehidupan tersebut merupakan simpul penyatu yang paling hakiki dalam kehidupan bermasyarakat dan bentuk-bentuk pemaknaan ritual seperti itu, di antaranya dilandasi dan bertumpu pada kedua prinsip yang menjadi sendi dalam kehidupan tersebut. Pentingnya nilai kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) tersebut, pada akhirnya menjadikan fungsi ritualnya tidak tunggal dan dominan untuk pemenuhan kebutuhan satu kelompok tetapi juga berfungsi beragam dan untuk pemenuhan banyak tujuan. Dari keseluruhan pemenuhan kebutuhan tersebut terdapat fungsi dominan yang menjadi tujuan pokok dari penyelenggaraan ritual tersebut, di

5 288 antaranya adalah ritual tersebut difungsikan sebagai perekat ikatan kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) antar warga sesama Using, sebagai sarana penyelesaian ketegangan sosial, dan pemberi kepastian bebas bencana (pagebluk). Selanjutnya, fungsi dominan ini telah menimbulkan efek-efek sosial dalam kehidupan masyarakat seperti ritual tersebut telah berefek sebagai wadah bagi revitalisasi integrasi sosial masyarakat, penegasan identitas diri dan sosial sebagai warga Using dan ruang perayaan massal yang bernilai wisata. Dampak lanjut dari fungsi dominan ini di antaranya adalah ritual tersebut telah mampu memberi peluang sumber pendapatan bagi warga masyarakat dan menjadi ruang promosi bagi pengembangan desa wisata (Desa Wisata Using) yang telah di tetapkan sejak tahun Seperti bentuk-bentuk sosial yang melayani banyak tujuan, fungsi ritual tersebut juga terlihat mampu melayani banyak tujuan. Ini bukan semata-mata karena watak lêmêsan dan sinkretis yang dianutinya tetapi semua itu lebih merupakan model dari kepercayaanya dan juga model bagi dirinya untuk memperlihatkan kepercayaannya tersebut. Bentuk-bentuk pemaknaan dan pemungsian di atas di antaranya untuk menegaskan tentang pentingnya hal itu dalam kehidupan bersama. Seperti diketahui, prinsip kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng), sangat didambakan dan diperjuangkan keterwujudannya. Demi prinsip ini, sebuah sikap toleran, kompromi, dan lêmêsan di atas, harus tetap menjadi landasan bagi diri mereka, agar kondisi equilibrium (keharmonian) dan keteraturan sosial yang khas kehidupan warga Using tetap mampu terjaga dan dipelihara keberlanjutannya. Kondisi-kondisi yang memungkinkan dapat merusak keharmonian, seperti pagebluk,

6 289 konflik, ketegangan sosial, akan dengan cepat dipulihkan, dan penyelenggaraan ritual barong ider bumi merupakan salah satu bentuk respon kepentingan bersama dalam upaya untuk pemulihan itu. Ritual tersebut telah dipercaya mampu memenuhi dan mengembalikan kepentingan bersama dalam harmoni sosial yang diinginkan, yaitu cara hidup yang dinaungi oleh rasa dan semangat kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng). Arus globalisasi yang berwujud industri pariwisata, gaya hidup modern dan komersialisasi ritual, telah ikut mewarnai dinamika ritual tersebut dalam konteks dunia global sekarang ini. Arus global tersebut telah membuat eksistensi ritual mengalami penyesuaian-penyesuaian bersama kehendak dan tuntutan global yang melingkupinya. Pada satu sisi, penyesuaian tersebut telah membawa dampak pada semakin menguatnya praktik ritual, tetapi di sisi yang lain semakin melemahkannya. Penguatan posisi tersebut ditunjukkan dengan semakin semarak, meriah, dan besarnya penyelenggaraan prosesi ritual, sedangkan kelemahaanya, terletak pada semakin menurunya kualitas nilai kesakralan di dalamnya. Kondisi ini telah berefek lanjut pada lahirnya keresahan-keresahan sosial, meskipun keresahan tersebut tidak sampai berakibat pada konflik horisontal yang merugikan. Eksistensi ritualnya tetap mampu bertahan bersama dinamika global yang merasukinya, walaupun daya tahan tersebut banyak melahirkan kekhawatiran-kekhawatiran. Keseluruhan fenomena yang ditunjukkan dalam ritual barong ider bumi di atas telah memperlihatkan bila ritual tersebut mampu menjaman. Pemaknaan dan pemungsian ritual yang selalu direvitalisasi mengikuti dinamika jaman, membuat ritual tersebut masih mampu bertahan sampai sekarang. Seperti terlihat dalam

7 290 deskripsi sebelumnya, pemertahanan ritual tersebut di antaranya disebabkan oleh beberapa alasan seperti antara lain: ritual tersebut dipandang sebagai simbol dari perwujudan nilai-nilai kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng), nilai pentingnya silahturahmi (persaudaraan), semangat kerja keras, identitas bersama (kolektif) sebagai orang Using (laré Using), dan kepercayaan adanya tuah dalam ritual sebagai pencegah bencana dan pemberi kesejahteraan warga masyarakat. Dengan kata lain, ritual tersebut merupakan simbol dari sendi-sendi kehidupan masyarakat Using yang hidup dengan cara Using. Ritual tersebut telah merekam seluruh nilai-nilai kehidupannya, yang difungsikan sebagai kerangka acuan dalam bertindak maupun berperilaku yang seharusnya sebagai orang dan masyarakat Using. Oleh karena itu, sikap untuk terus memertahankan, melestarikan dan menyesuaikan dengan kebutuhan jaman, menjadi dapat dipahami dalam konteks kehidupan yang modern seperti sekarang ini. Apabila mengacu pada makna dan fungsi yang diberikan oleh masyarakat Using pada ritualnya, maka ritual yang diselenggarakan tersebut masih berfungsi sebagai sarana integrasi sosial dan sebagai simbol ikatan kebersamaan di antara warga masyarakatnya. Walaupun demikain, bentuk integrasi dan kebersamaan yang ditunjukkan tersebut, dalam banyak hal tidak terlepas dengan keresahan-keresahan sosial di dalamnya. Dengan kata lain, integrasi dan kebersamaan yang tercipta di dalamnya bukan bersifat utuh tanpa perselisihan, tetapi selalu diiringi dengan perselisihan-persilihan. Untuk menghindari perselisihan (keresahan sosial) mengerucut menjadi konflik, maka masyarakat Using di Desa Kemiren memberikan ruang yang lebar kepada semua kelompok untuk menyatukan simbol-simbol kolektif

8 291 ke dalam satu kesatuan ritual yang disebut ritual barong ider bumi. Apabila mengacu pada alternatif fungsional 1, maka akomodasi simbol-simbol kolektif diluar simbol ritual tersebut merupakan upaya masyarakat Using Desa Kemiren untuk tetap menjaga terwujudnya integrasi dan kerukunan dalam kehidupan sosialnya. Dalam konteks globalisasi sekarang ini, cara masayarakat Using Desa Kemiren menambah item-item simbol (kesenian, parade orang, karnaval hiburan, egrang, dan lain-lain) ke dalam praktik ritual tersebut, dapat dipandang sebagai upaya dirinya untuk tetap mengadaptasikan ritualnya dengan tuntutan jaman. Apabila diperhatikan, cara-cara seperti ini memang kurang lazim dalam proses ritual, karena penambahan item dari luar kebutuhan ritual, dalam kebanyakan praktik ritual, dipandang dapat merusak nilai kesakralan. Akan tetapi dalam praktik ritual barong ider bumi, pandangan seperti itu tidak berlaku. Dalam pandangannya, seluruh item tambahan tersebut, justru akan ikut memiliki nilai sakral karena berpadu dengan simbol-simbol sakral yang digunakan dalam ritualnya. Simbol sakralnya dipandang mampu melebur simbol profan di luarnya untuk menjadi simbol sakral setelah menyatu dalam satu kesatuan prosesi ritual. Cara pandang ini, tentu merupakan cara pandang yang dapat dikatakan baru, karena dalam kebanyakan praktik ritual, apa yang sakral dengan aps yang profan dipisahkan secara tegas. Namun, dalam ritual barong ider bumi keduanya dipadukan untuk sama-sama disakralkan. 1 Alternatif fungsional (fungsional alternatives) yang dimaksud di sini adalah suatu item fungsional dapat diganti dengan unsur lain, dengan tetap menjaga terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sistem hingga tetap bekerja secara fungsional. Penggantian ini dapat berupa tindakan penambahan atau pengurangan sehingga pilihan dari tindakan tersebut menjadikan kebutuhan fungsional secara keseluruhan tetap dapat terpenuhi.

9 292 Dalam konteks global sekarang ini, kenyataan ini bukan hanya dapat dilihat sebagai cara masyarakat mengadaptasikan ritual itu ke dalam tuntutan jaman, tetapi juga sebagai upaya dirinya untuk tetap memertahankan sesuatu yang jauh lebih penting dari semua itu, yaitu nilai-nilai yang menjadi sendi-sendi dalam kehidupan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai-nilai itu di antaranya: prinsip kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng), semangat kerja keras, identitas bersama (kolektif) sebagai orang Using (laré Using), dan kepercayaan adanya tuah dalam ritualnya. Dengan kata lain, pemaknaan dan pemungsian terhadap ritual selama ini, telah memiliki arti yang penting dalam kehidupan sosial, terutama dalam menjaga dan mewujudkan integrasi dan kerukunan sosial dalam kehidupan masyarakat Using. Dengan demikian dapat dipahami, kenapa pemaknaan dan pemungsian ritual barong ider bumi tersebut penting dalam kehidupan masayarakat Using? Hal ini bukan saja mampu memenuhi kebutuhan sosial masyarakatnya, tetapi juga mampu menjadi pelebur bagi berbagai kepentingan yang profan ke dalam satu kesatuan kepentingan dirinya, yaitu mewujudkan kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) dalam tatanan kehidupan masyarakatnya. Kemampuan inilah yang dapat menjadi salah satu alasan sekaligus jawaban terhadap ritual ini masih mampu eksis dalam era global dan modern sekarang ini. Ritual tersebut telah mampu melebur kepentingan-kepentingan profansakral ke dalam satu tujuan bersama dan bukan memisahkannya. Jika mengacu kepada kemampuan simbol dalam memadatkan arti dan makna, maka cara masyarakat Using meleburkan berbagai simbol yang berlawanan tersebut, bukan saja memiliki arti memadatkan saja, tetapi juga mentransformasi

10 293 (alih ubah) bentuk, sifat, fungsi, dan arti dari simbol yang bernilai profan menjadi simbol yang bernilai sakral. Praktik ritual seperti ini, dapat dikatakan masih cukup tergolong unik (bahkan tidak lazim), apabila dibandingkan dengan kebanyakan praktik ritual lain yang berlaku. Selain itu, peleburan (pentransformasian) tersebut juga bukan untuk maksud menaikkan status sosial seperti dalam ritual potlatch, ritual pemotongan kerbau di Toraja, atau ritual tajen di Bali. Seperti telah diketahui sebelumnya, semua itu ditujukan oleh masyarakat Using, untuk menjaga terwujudnya kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) dalam kehidupan sosialnya. Satu hal lagi, wujud kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêngbarêng) seperti itu, juga tidak harus diwujudkan dalam bentuk praktik ritual yang diam tertegun penuh dengan kekhusukan dan kekhidmatan, tetapi justru diekspresikan dengan cara yang meriah penuh kegembiraan. Ritual barong ider bumi diselenggarakan dengan penuh kemeriahan yang menjadikan bentuk ritualnya menyerupai sebuah pertujukkan kultural. Namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah praktik ritual tersebut bukan merupakan pesta kesenian atau hiburan, tetapi semua itu harus dipandang sebagai cara masyarakat Using menunjukkan dari apa yang dipercayai dan ekspresi dari bentuk-bentuk yang dipercayainya. Apabila kembali pada arti simbol, maka praktik ritual seperti itu menunjukkan adanya polarisasi simbol, yang berarti ritual tersebut mengandung banyak makna dan banyak tujuan, sebagaimana simbol juga memiliki arti dan fungsi seperti itu. Kenyataan seperti ini memperlihatkan bila ritual sakral tidak selamanya harus terekspresi atau dipahami dalam bentuknya yang diam, khusuk, dan khidmat,

11 294 tetapi ekspresi ritual dalam wujudnya yang lain juga perlu untuk diperhatikan. Kajian ini, telah melihat fakta seperti itu sesuai kenyataan yang diperlihatkan dan memberikan penafsiran sesuai yang dikehendakinya. Dengan demikian kajian ini, sekurang-kurangnya telah mampu memberi gambaran lain dari bentuk praktik ritual yang lazim diekspresikan dengan cara yang diam penuh dengan kekhusukan dan kekhidmatan. Meskipun gambaran ini bukan hal yang baru, tetapi hal ini cukup mampu memberi warna dari sekian banyak praktik ritual yang diselenggarakan secara khusuk dan khidmat tersebut. Inilah barangkali salah satu sumbangan yang cukup bernilai penting dalam studi ini, terhadap bentuk-bentuk praktik ritual pada umumnya. 6.2 Saran Pentingnya aspek kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) dalam kehidupan masyarakat Using di tengah-tengah arus globalisasi, membuat aspek ini wajib dipertahankan dan terus diperjuangkan keberadaannya. Oleh karena itu, cara berpikir lêmêsan yang menjadi pondasi bagi kokohnya aspek kerukunan dan kebersamaan tersebut, hendaknya tidak dilihat dan dimanfaatkan untuk tujuan dan kepentingan di luar untuk memenuhi dan memperjuangkan terciptanya kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng). Hal ini karena dalam pengaruh global sekarang ini, belakangan banyak pihak yang mulai melihat bahwa cara berpikir lêmêsan ini dipandang sebagai satu peluang yang dapat digunakan sebagai pintu masuk untuk mewujudkan kepentingan kelompoknya, sehingga keteganganketegangan sosial di dalam masyarakat Using juga semakin meninggi intensitasnya. Persoalan komersialisasi ritual barong ider bumi, kemudian semakin tergesernya

12 295 makna ritual oleh kepentingan komersial dan global merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan yang dirasa mulai menggoyahkan pentingnya nilai dan semangat kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) dalam kehidupan mereka. Tindakan revitalisasi terhadap pentingya nilai-nilai kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) ditengah-tengah penetrasi arus global seperti sekarang ini, hendaknya terus dilaksanakan dan dipelihara kelestariannya. Terlepas dari adanya sebuah bentuk kepercayaan religius di dalamnya, praktik ritual ini telah membuktikan diri mampu sebagai simpul perekat semua warga masyarakat Using yang beragam, dalam ideologi umum yang dimilikinya, yaitu kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng). Selain itu, telah difungsikannya ritual ini sebagai ajang silahturahmi, peredam konflik, penguat semangat gotong-royong (kebersamaan) dan pengembalian keharmonian dengan damai, maka tindakan revitalisasi ini harus dipandang sebagai tindakan yang sangat dibutuhkan untuk terjaganya kelestarian nilai kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) dan bukan sebagai beban yang memberatkan. Terakhir, semakin menguatnya semangat mengkomersilkan terhadap prosesi ritual melalui ruang pariwisata, sepatutnya tetap diselaraskan dengan sendi-sendi kehidupannya yang berlandaskan pada prinsip kerukunan (kêmroyok) dan kebersamaan (barêng-barêng) dan bukan menggesernya kepada pembentukan karakter-karakter individual yang semakin menjauhkan dirinya dari cara hidup yang rukun dan bersama. Pengadopsian nilai-nilai wisata bagi ritualnya, seyogyanya tetap meletakkan posisi ritual itu sebagai sesuatu yang sakral dan bersifat menuntun, dan

13 296 bukan menggesernya ke arah ruang yang semakin profan, penuh dengan nilai tontonan yang komersial. Inilah beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam upaya meletakkan kekuatan dan kearifan sebuah nilai budaya sebagai kekuatan pendorong terwujudnya dinamika perkembangan masyarakat yang tidak keluar dari jatidirinya dan semangat kebudayaan yang dimilikinya. Seperti yang ditunjukkan dalam kehidupan kepercayaan masyarakat Using, ritual barong ider bumi yang dipercayainya dapat dikatakan hanyalah sebuah wadah yang terlihat dari luar. Lebih jauh lagi, jika isinya tidak mampu dipahami dan dilihat secara jernih seperti melihat kerikil di dalam air yang jernih, maka akan sangat mudah bagi wadah tersebut dicampakkan atau retak karena pandangan-pandangan yang tidak diselaraskan dengan isinya. Inilah barangkali sebuah keinginan, sekaligus kekhawatiran dari masyarakat Using di Desa Kemiren terhadap eksistensi ritualnya yang berada dalam bayang-bayang komodernan gaya hidup, globalisasi, dan penetrasi-penetrasi ajaran-ajaran dogmatis di luarnya.

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya cara berfikir masyarakat pada masa sekarang ini. Ternyata tak jarang juga dapat menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat Sunda beranggapan

Lebih terperinci

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan PERTEMUAN KE 2 1 Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

NGOPI SEPULUH EWU. Ide festival ini terinspirasi dari kebiasaan minum kopi warga Kemiren, yakni tradisi ngopi bareng.

NGOPI SEPULUH EWU. Ide festival ini terinspirasi dari kebiasaan minum kopi warga Kemiren, yakni tradisi ngopi bareng. BARONG IDER BUMI Anda mungkin lebih mengenal Barong sebagai pertunjukan tari dari Bali. Dalam mitologi Bali, Barong adalah perlambang kebaikan, roh pelindung. Musuhnya ialah Rangda si tukang sihir jahat.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012 Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN TAHUN BARU IMLEK 2563 TINGKAT NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA 4.1. Pengantar Masyarakat Yalahatan secara administratif merupakan masyarakat dusun di bawah pemerintahan Negeri Tamilouw

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. melalui tiga hal, yaitu satu identitas beragama Islam, dau identitas. bentuk, yaitu slametan dan nyadran.

BAB IV PENUTUP. melalui tiga hal, yaitu satu identitas beragama Islam, dau identitas. bentuk, yaitu slametan dan nyadran. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Seluruh uraian di atas pada akhirnya bisa kita ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekspresi sintesis mistik masyarakat Panggungkalak bisa dilihat melalui tiga hal, yaitu satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013 Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PESTA KESENIAN BALI KE-35 DI ART CENTRE, ARDHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

Maukuf, S,Pd. M.Pd. Pertemuan ke:

Maukuf, S,Pd. M.Pd. Pertemuan ke: Pertemuan ke: Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Salah satu upaya negara membangun nasionalisme rakyatnya yakni melalui sarana pendidikan, dalam hal ini dengan memprogramkan Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini penulis akan mengemukakan simpulan dan rekomendasi hasil penelitian yang dirumuskan dari hasil deskrifsi temuan penelitian dan pembahasan hasil penelitian pada

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan tentang sejarah / latar belakang munculnya kesenian dongkrek, khususnya pada bentuk topeng, unsur unsur rupa/visual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki makna sesuatu yang beragam, sesuatu yang memilik banyak perbedaan begitupun dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI REKOMENDASI 5.1 Simpulan Berdasarkan temuan penelitian dan analisis yang telah diterapkan dalam bab sebelumnya, maka dalam Bab V ini peneliti akan menarik kesimpulan terkait penelitian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi yang dirumuskan dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian. A. Kesimpulan Umum Masyarakat Desa Cisaat Kecamatan Ciater Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu. Tari juga merupakan ekspresi jiwa

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Tato merupakan salah satu karya seni rupa dua dimensi yang layak untuk dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan 1 BAB VI KESIMPULAN Sebagaimana proses sosial lainnya, proselitisasi agama bukanlah sebuah proses yang berlangsung di ruang hampa. Ia tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik yang melingkupinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PESTA KESENIAN BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PESTA KESENIAN BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PESTA KESENIAN BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa kesenian Bali sebagai bagian integral kebudayaan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan secara umum diakui sebagai unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Lebih-lebih suatu bangsa yang sedang membangun watak dan kepribadiannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HIBAH BERSAING MODEL PENGEMBANGAN PERAN LEMBAGA SOSIAL DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MASYARAKAT SUKU USING BERBASIS KEARIFAN LOKAL Ketua/Anggota Peneliti: Dra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Sunda dan bambu (awi) adalah dua hal yang sangat erat kaitannya. Mulai dari rumah, perkakas, bahkan hingga alat-alat kesenian dan ritual pun banyak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak

BAB VII KESIMPULAN. dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak 302 BAB VII KESIMPULAN 7.1. Kesimpulan Kemajemukan (pluralitas) etnis, bahasa, budaya dan agama yang tumbuh dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak terbantahkan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu wajib bagi generasi muda untuk melestarikan dan menjaganya agar tidak. hilang terkena arus globalisasi dan modernisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. itu wajib bagi generasi muda untuk melestarikan dan menjaganya agar tidak. hilang terkena arus globalisasi dan modernisasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman kebudayaannya dari sabang sampai merauke dan setiap kebudayaannya memiliki ciri khas dan karakter yang

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni pertunjukan dan kehidupan berkesenian pada umumnya merupakan salah satu perilaku budaya manusia, baik secara individu maupun sebagai sebuah kelompok masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat pada tahun menunjukkan hasil yang positif bagi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. masyarakat pada tahun menunjukkan hasil yang positif bagi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Upaya-upaya peningkatan daya tarik yang telah dilakukan pemerintah dan masyarakat pada tahun 2008-2010 menunjukkan hasil yang positif bagi pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan

Lebih terperinci

Pancasila Nilai Karakter Bangsa

Pancasila Nilai Karakter Bangsa PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 10 Pancasila Nilai Karakter Bangsa Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil www.mercubuana.ac.id Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pendahuluan Desain Induk Pembangunan Karakter

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak ada masyarakat yang tidak berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Tidak jarang dalam perubahan tersebut terdapat nilai yang ditransformasikan. Bahkan, seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Padahal, kehidupan masyarakat di Desa Munggu tampak tergolong

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik. Padahal, kehidupan masyarakat di Desa Munggu tampak tergolong 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa di Desa Munggu, Badung terdapat suatu tradisi budaya masih lestari yang melibatkan seluruh warga masyarakatnya. Bahkan, hingga kini tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya. Kemajemukan bangsa yang terbangun dari perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin pada bagian budayabudaya lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak ada begitu saja, tetapi juga karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuyun Yuniati, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan tidak akan tercipta jika tidak ada manusia yang melestarikanya, karena manusia

Lebih terperinci

SAKRALITAS BARONG USING DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT USING KEMIREN BANYUWANGI-JAWA TIMUR. Oleh Ketut Darmana Prodi Antropologi, FSB-Unud, Bali.

SAKRALITAS BARONG USING DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT USING KEMIREN BANYUWANGI-JAWA TIMUR. Oleh Ketut Darmana Prodi Antropologi, FSB-Unud, Bali. SAKRALITAS BARONG USING DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT USING KEMIREN BANYUWANGI-JAWA TIMUR Oleh Ketut Darmana Prodi Antropologi, FSB-Unud, Bali Abstrak Persoalan sakralitas memiliki keterkaitan dengan unsur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Fokus Penelitian, Penegasan Istilah. A. Latar Belakang Di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah suatu Negara yang berbentuk Republik, dengan banyak Pulau di dalamnya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan di dalamnya tumbuh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk ungkapan kehidupan atau pernyataan diri masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk ungkapan kehidupan atau pernyataan diri masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni tradisional merupakan hasil ekspresi jiwa yang bersifat indah, yang merupakan bentuk ungkapan kehidupan atau pernyataan diri masyarakat pendukungnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banten sebagai bagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki keanekaragaman bentuk dan jenis seni pertujukan. Seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d

-2- lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, d TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 104) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

2. Kesimpulan Khusus Adapun kesimpulan secara khusus akan dijabarkan sebagai berikut:

2. Kesimpulan Khusus Adapun kesimpulan secara khusus akan dijabarkan sebagai berikut: BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Kesimpulan Umum Upacara adat nyangku merupakan upacara adat warisan dari raja-raja Panjalu yang masih menjadi tradisi turun temurun masyarakat desa Panjalu. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta sebagai Ibukota Negara, sehingga eksistensi kebudayaannya juga

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta sebagai Ibukota Negara, sehingga eksistensi kebudayaannya juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya suatu daerah berkembang dari adat kebiasaan setempat, perilaku khusus etnis bersangkutan yang terus menerus dipupuk dan dipelihara dalam jangka panjang sehingga

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. a. Upaya pemertahanan bahasa Bali dalam keluarga. Hal ini tampak dalam situasi 126 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Tulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1). Upaya-upaya pemertahanan bahasa Bali dalam masyarakat multikultural di Kota Denpasar adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati

BAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Pengadaan Proyek Paus Benediktus XVI dalam pidatonya pada Hari Penutupan Orang Muda Sedunia (World Youth Day) yang diselenggarakan di Sidney pada 20 Juli 2006 mengingatkan

Lebih terperinci

2016 DAMPAK KEBIJAKAN SUMEDANG PUSEUR BUDAYA SUNDA TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI KESUNDAAN

2016 DAMPAK KEBIJAKAN SUMEDANG PUSEUR BUDAYA SUNDA TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI KESUNDAAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Budaya Sunda (dalam Ekadjati, 1993, hlm. 8) merupakan budaya yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya berdomisili di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia fashion terus mengalami kemajuan sehingga menghasilkan berbagai trend mode dan gaya. Hal ini tidak luput dari kemajuan teknologi dan media sehingga

Lebih terperinci