BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Spektrum Frekuensi dan Bandwith Spektrum frekuensi dari suatu sinyal adalah kumpulan semua komponen frekuensi yang tercakup didalamnya dan ditunjukkan dengan grafik frekuensi domain. Sedang bandwith suatu sinyal adalah lebar dari spectrum frekuensi. Dengan kata lain bandwith mengacu pada range dari komponen frekuensifrekuensi dan frekuensi spektrum mengacu pada elemen-elemen yang ada didalam range. Untuk menentukan bandwith, bisa dilakukan dengan cara menghitung frekuensi tertinggi dikurangi dengan frekuensi terendah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.1. Gambar 2.1 Menghitung bandwidth. 2.2 Bit Interval dan Bitrate Sinyal digital adalah sinyal yang aperiodik, jadi periode ataupun frekuensinya tidak jelas. Untuk menggambarkan sinyal digital digunakan bit interval (seperti periodenya) dan bitrate (seperti frekuensinya). Bit interval adalah waktu yang dibutuhkan untuk untuk mengirim satu bit. Bitrate adalah jumlah bit dalam interval waktu satu detik, yang biasa dinyatakan dengan bits per second. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.2.

2 Gambar 2.2 Bit Rate dan Bit Interval 2.3 Broadcasting Terrestrial (DVB-T) DVB-T lebih dikenal dengan siaran televisi digital menjadi standar yang banyak dipakai di dunia dan juga tengah diadaptasi di Indonesia karena beberapa kelebihannya, terutama karena kehandalan DVB-T yang mampu mengirimkan sejumlah besar data pada kecepatan tinggi secara point-to-multipoint. Sistem DVB-T, merupakan sistem penyiaran langsung dari pemancar bumi (terrestrial) ke pemirsa di rumah. Fungsi pemancar bumi adalah untuk mentransmisikan data digital MPEG-2 yang telah dimodulasi menjadi gelombang VHF/UHF dan L- Band untuk dipancarkan menggunakan antena pemancar. Gambar 2.3 Sistem penerimaan televisi digital (sumber: Training M2V)

3 Pada unit penerima, dibutuhkan sistem penerima digital yang berupa settop box (STB) yang fungsinya menerima sinyal modulasi DVB-T dan mengolahnya sehingga siarannya dapat ditonton melalui televisi biasa. Perangkat STB ini bentuk dan fungsinya mirip seperti penerima satelit/dekoder (semacam milik Indovision atau Astro), hanya saja alat ini cukup dihubungkan ke antena biasa. Nantinya, rangkaian penerima pada televisi masa depan akan dapat langsung mengolah sinyal modulasi DVB-T sehingga tidak lagi dibutuhkan penerima STB terpisah. Sebagai catatan, meski sistem DVB-T tidak ditujukan untuk sistem penerima bergerak, namun kemampuan penerimaan DVB-T dalam kendaraan yang bergerak juga dimungkinkan meski memiliki keterbatasan. 2.4 Struktur Multi-carrier Struktur dari carrier dapat digambarkan dalam fungsi waktu (gambar 2.4). Sumbu horizontal sebagi frekuensi dan sumbu vertikal sebagai waktu. 8 MHz channel terdiri dari banyak carrier, ditempati 4462 Hz atau 1116 Hz dari masingmasing memberi mode modulasi (2k atau 8k). Itu adalah beberapa dipesan, juga dinamakan carier Transmission Parameter Signalling (TPS) yang tidak dapat mengirirm payload. Hanya menyediakan informasi mode transmisi untuk reciever, juga total jumlah dari carrier adalah 1512 dan 6048 masing-masing dalam dua mode transmisi dan jumlah bitrate antara 4,97 sampai 31,66 Mbit/s, tergantung dari modulasi (QPSK, 16-QAM ATAU 64-QAM), mode transmisi (2k dan 8k), code rate yang digunakan untuk error corection, dan Guard Interval (GI) yang dipilih. Guard Interval maksudnya adalah dimana small time diantara masingmasing simbol, sehingga transmisi tidak berlanjut. Guard Interval ini memungkinkan penangkapan sempurna dengan menghapuskan error oleh multipath.

4 Gambar 2.4 Struktur carrier OFDM (sumber: Joszef Biro, and Endre Borbely. DVB-T modulation system) 2.5 Spektrum Frekuensi DVB-T Pada mode 2k, 1705 carrier dimodulasi dalam 8 Mhz channel TV, sehingga masing-masing carrier adalah 4462 Hz dari itu adalah tetangga, Sedangkan pada mode 8k ini jaraknya adalah 1116Hz. Pada penyiaran digital, dimana tidak adanya video dan audio carrier, oleh sebab itu daya untuk masingmasing carrier sama. Maksudnya amplitudo dari spektrum frekuensi pada sinyal DVB-T adalah konstan pada channel TV, dan radiasi daya lebih kecil dari penyiaran analog. Pengukuran seperti terlihat pada gambar 2.5, dimana ada tiga channel TV, dua digital TV (DVB-T), dan satu analog (sinyal PAL). Gambar 2.5 Frekuensi spektrum DVB-T dan sinyal analog (sumber: Joszef Biro, and Endre Borbely. DVB-T modulation system)

5 2.6 DVB-T Carrier Kanal DVB-T mempunyai lebar bandwith 8,7 dan 6 Mhz dengan dengan mengoperasikan 2 mode yaitu 2K mode dengan 2048 titiik dalam IFFT dan 8k dengan 8192 titik dalam IFFT sebagai gelombang pembawa (carier) untuk melakukan transmisi data. Jenis konten dalam gelobang pembawa dalam DVB-T beserta besar kapasitasnya untuk kedua mode ditunjukan dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Perbandingan Mode 2K dan 8K No Mode 2K Mode 8K Keterangan Carrier Used Carrier 3 142/ /524 Scattered Pilots Continual Pilots TPS Carrier Payload Carrier Payload carrier akan digunakan untuk melakukan transmisi data yang sesungguhnya, sedangkan TPS (Transmission Parameter Signaling) carrier akan berada pada frekuensi yang ditentukan TPS mempresentasikan sebagai pembawa informasi kanal sejumlah 68 simbol atau 68 bits, dimana 17 bitnya digunakan sebagai inisialisasi dan sinkronisasi. Simbol-simbol tersebut berisikan informasi tentang jenis mode, panjang guard interval, jenis modulasi, code rate serta penggunaan hierarchical coding. 2.7 DVB-T Modulator Penyiaran TV digital DVB-T menggunakan teknik modulasi OFDM, sehingga data akan didistribusikan menggunakan beberapa frekuensi carrier yang saling orthogonal satu sama lain.

6 DVB-T menerapkan pengkodean teknik Reed Solomon dan Viterbi untuk menyediakan Forward Error Correction dan melakukan penyisipan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan. Setelah dilakukan kontrol kesalahan awal pada paket MPEG Transport Stream (MPEG-TS), selanjutnya TS akan ditingkatkan 16 bytes sebagai proteksi error yang diteruskan dalam block coding. DVB-T modulator mempunyai 2 input untuk MPEG-TS yaitu high priority path (HP) dan low prority path (LP) yang berbeda code rate-nya. Kedua input ini digunakan modulasi hierarchical yang dimanfaatkan ketika terjadi penerimaan yang kurang bagus di sisi penerima. HP melakukan transmisi dengan low data rate dengan kompresi tinggi menggunakan modulasi QPSK, sedangkan LP menggunakan modulasi 16QAM atau 64QAM dengan low data rate dan low error correction. Pada sisi perangkat penerima HP dan LP dengan teknik hirarki yang dipilih sesuai dengan kondisi penerimaan. 2.8 Quadrature Amplitude Modulasi (QAM) Jenis modulasi digital yang digunakan salah satunya adalah QAM, yang digunakan pada aplikasi-aplikasi, seperti radio digital gelombang micro, DVB-C (Digital video Broadcasting-Cable) dan modem. Pada 16-state Quadrature Amplitude Modulasi (16-QAM), ada 4 nilai I dan 4 nilai Q. Sehingga total kondisi sinyal yang mungkin adalah 16. Hal ini dapat transisi dari kondisi apa saja ke 4 kondisi lainnya pada setiap clock symbol. Karena 16 = 2, atau 4 bit per symbol dikirim. Bit-bit ini terdiri dari 2 bit untuk I dan 2 bit untuk Q. Laju simbolnya adalah ¼ dari laju bitnya. Sehingga format modulasi ini menghasilkan suatu transmisi yang secara spektrum lebih efisien, dibandingkan dengan BPSK, QPSK, 4-QAM dan 8-PSK. Variasi lain dari QAM adalah 32-QAM dan 64-QAM. Saat ini batas untuk QAM adalah 256-QAM, dan tahap pengembangan berikutnya adalah agar batas dapat dinaikkan hingga 512 atau 1024 QAM. Sistem 256-QAM menggunakan 16 8 nilai I dan 16 nilai Q yang menyediakan 256 kondisi yang mungkin. Karena 2 = 256, maka setiap symbol dapat mempresentasikan 8 bit. Sinyal 256-QAM yang

7 dapat mengirim 8 bit per simbol adalah sangat efisien. Akan tetapi karena simbol simbol tersebut sangat berdekatan maka dimungkinkan terjadi kesalahan berupa derau atau distorsi. Sinyal-sinyal ini membutuhkan daya yang relatif besar, karena itu akan mengurangi efisiensi dayanya bila dibandingkan dengan skema yang lebih sederhana. Pada semua sistem modulasi digital, apabila sinyal input terdistorsi atau mengalami redaman maka penerima akan mengalami kehilangan clock symbol. Apabila penerima tidak dapat memperbaiki clock symbol, maka penerima tidak akan dapat mendemodulasi sinyal atau tidak dapat menerima informasi apapun. Dengan sedikit penurunan, clock symbol dapat diperbaiki, tetapi akan noisy dan lokasi simbolnya juga noisy. Dalam beberapa kasus, simbol akan turun jauh dari posisi yang diharapkan dan akan menggaggu posisi yang didekatnya. Detektor level I dan Q yang digunakan dalam demodulaor akan diinterpretasikan berbeda yang menyebabkan kesalahan bit. QPSK tidak efisien, tapi pada modulasi ini kondisi saling berjauhan dan sistem dapat mentoleransi lebih banyak derau sebelum mengalami kesalahan simbol. QPSK tidak memiliki kondisi intermediasi antara lokasi 4 simbol sehingga sedikit peluang bagi demodulator salah dalam memginterprestasikan simbol.. QPSK memerlukan daya pemancar lebih rendah dibandingkan dengan QAM untuk memperoleh BER yang sama. 2.9 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah sebuah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Masing-masing sub-carrier tersebut dimodulasikan dengan teknik modulasi konvensional pada rasio symbol yang rendah. Prinsip kerja dari OFDM dapat dijelaskan sebagai berikut. Deretan data informasi yang akan dikirim dikonversikan kedalam bentuk parallel, sehingga bila bit rate semula adalah R, maka bit rate di tiap-tiap jalur parallel adalah R/M dimana M adalah jumlah jalur parallel (sama dengan jumlah sub-carrier). Setelah itu, modulasi dilakukan pada tiap-tiap sub-carrier. Modulasi ini bisa berupa

8 BPSK, QPSK, QAM atau yang lain, tapi ketiga teknik tersebut sering digunakan pada OFDM. Kemudian sinyal yang telah termodulasi tersebut diaplikasikan ke dalam Inverse Discrete Fourier Transform (IDFT), untuk pembuatan simbol OFDM. Penggunaan IDFT ini memungkinkan pengalokasian frekuensi yang saling tegak lurus (orthogonal). Setelah itu simbol-simbol OFDM dikonversikan lagi ke dalam bentuk serial, dan kemudian sinyal dikirim. Gambar 2.6 Blok diagram OFDM modulator Seperti terlihat pada blok diagram dari OFDM Modulator, input MPEG transport stream yang dibawa tidak hanya memuat data program yang sudah dikodekan, tetapi juga informasi tentang isi program, jumlah program dan Conditonal Acces System (CAS). Sebelum OFDM memodulasi sinyal dilakukan dua sistem perlindungan kesalahan dan proses interleaving. Perlindungan kesalahan dan inteleaving membuat kemungkinan dalam banyak situasi untuk menghasilkan sinyal walaupun sinyal telah hilang beberapa saat. Interleaving merupakan sebuah proses dimana Bytes atau beberapa bit yang dipesan ulang dimana informasi yang semula mengikuti satu sama lain terpisah dan kemudian yang disusun kembali. Gangguan dalam proses transmisi disebabkan oleh pantulan atau noise pulsa listrik yang bisa menyebabkan bit-bit hilang selama proses transmisi. Nantinya Byte-Byte diatur kembali secara proses alami. Tingkat kemajuan rata interleaving yang digunakan oleh prinsip OFDM sedikit hilang atau adanya error dan proses begitu luas menyebar memungkinkan rangkaian error protection untuk memperbaiki sinyal. Teknik modulasi OFDM digunakan oleh beberapa standar nirkabel. Seperti TV digital, Wireless LAN, Metropolitan Area Networks, dan selular. Dengan OFDM data yang telah dimodulasi ditransmisikan secara parallel melalui subcarrier-subcarrier. Konsep dasar OFDM ditunjukan pada gambar 2.7.

9 Gambar 2.7 Konsep dasar OFDM (Sumber: Darcy Poulin, Ph.D. and Gord Rabjohn, The future of wireless networks) Dengan cara ini, tiap subcarrier menduduki lebar spectrum yang sempit, dan kondisi kanal hanya mempengaruhi amplitudo dan fasa dari subcarrier. Oleh sebab itu, untuk mengatasi frequency selective fading lebih mudah dilakukan pada OFDM karena hanya diperlukan kompensi dari amplitudo dan fasa dari tiap subcarrier. Pemprosesan sinyal dari OFDM juga relatif mudah karena hanya diperlukan dua FFT (Fast Fourier Transform), masing-masing satu dipemancar (modulator) menggunakan IFFT (Inverse Fast Fourier Transform).dan penerima (demodulator) menggunakan FFT (Fast Fourier Transform). Gambar 2.8 Block diagram Sistem OFDM (sumber: Training M2V)

10 Sinyal carrier dari OFDM merupakan penjumlahan dari banyaknya subcarriers yang orthogonal, dengan data baseband pada masing-masing sub-carriers dimodulasikan secara bebas menggunakan teknik modulasi QAM atau PSK. Pada stasiun penerima, dilakukan operasi yang berkebalikan dengan apa yang dilakukan di stasiun pengirim. Mulai dari konversi dari serial ke parallel, kemudian konversi sinyal parallel dengan Fast Fourier Transform (FFT), setelah itu demodulasi, konversi parallel ke serial, dan akhirnya kembali menjadi bentuk data informasi. Pada OFDM, frekuensi-frekuensi multicarrier tersebut saling tegak lurus, yang berarti bahwa crosstalk di antara sub-channels dihilangkan dan inter-carrier guard bands tidak diperlukan. Istilah orthogonal dalam Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) mengandung makna hubungan matematis antara frekuensi-frekuensi yang digunakan. Pemakaian frekuensi yang saling orthogonal pada OFDM memungkinkan overlap antar frekuensi tanpa menimbulkan interferensi satu sama lain. Ada beberapa kumpulan sinyal yang orthogonal, salah satunya yang cukup sering kita gunakan adalah sinyal sinus, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.9. Gambar 2.9 Sinyal sinus (sumber: Training M2V)

11 Ortogonalitas juga memungkinkan efisiensi spektral yang tinggi, mendekati rasio Nyquist. OFDM secara umum mendekati spektrum white, sehingga terdapat properti interferensi elektromagnetik terhadap pengguna channel yang lain. Satu prinsip kunci dari OFDM adalah dimana skema modulasinya dengan rasio symbol yang rendah sehingga hanya mendapat sedikit pengaruh intersymbol interference dari multipath fading. Oleh karena itu, maka dapat ditransmisikan sejumlah aliran low-rate dalam paralel, bukan aliran high-rate tunggal. Karena durasi dari tiap simbol panjang, maka memungkinkan untuk penyisipan guard interval di antara simbol-simbol OFDM, sehingga dapat menghilangkan intersymbol interference. Pada OFDM, sinyal didesain sedemikian rupa agar orthogonal, sehingga bila tidak ada distorsi pada jalur komunikasi yang menyebabkan ISI (intersymbol interference) dan ICI (intercarrier interference), maka setiap subchannel akan bisa dipisahkan stasiun penerima dengan menggunakan DFT. Tetapi pada kenyataannya tidak semudah itu. Karena pembatasan spektrum dari sinyal OFDM tidak mutlak, sehingga terjadi distorsi linear yang mengakibatkan energi pada tiap-tiap subchannel menyebar ke subchannel di sekitarnya, dan pada akhirnya ini akan menyebabkan interferensi antar simbol (ISI). Solusi yang termudah adalah dengan menambah jumlah subchannel sehingga periode simbol menjadi lebih panjang, dan distorsi bisa diabaikan bila dipandingkan dengan periode simbol. Tetapi cara diatas tidak aplikatif, karena sulit mempertahankan stabilitas carrier dan juga menghadapi Doppler Shift. Selain itu, kemampuan FFT juga ada batasnya.

12 Gambar 2.10 Periode simbol OFDM (sumber: Training M2V) Pendekatan yang relatif sering digunakan untuk memecahkan masalah ini adalah dengan menyisipkan guard interval (interval penghalang) secara periodik pada tiap simbol OFDM. Sehingga total dari periode simbol menjadi : T total = T guard + T symbol Efek dari penyisipan tersebut dapat di lihat pada Gambar Cyclic prefix yang ditransmisikan selama guard interval, terdiri dari akhir dari symbol OFDM yang dikopi ke guard interval, dan guard interval ditransmisikan diikuti dengan symbol OFDM. Alasan guard interval terdiri atas kopi dari akhir simbol OFDM adalah agar receiver nantinya mengintegrasi masing-masing multipath melalui angka integer dari siklus sinusoid ketika proses demodulasi OFDM dengan FFT. Gambar 2.11 Efek penyisipan Guard Interval (sumber: Training M2V)

13 2.10 Jaringan OFDM Sebuah jaringan OFDM seperti terlihat pada Gambar Dalam proses transmisi, program-program dikodekan dalam MPEG 4:2:0 format dan dimultiplek bersama. Sinyal yang di-multiplex dikirim ke Pemancar menggunakan kabel, microwave atau satelit atau mungkin campuran dari semuanya. Di stasiun pemancar transport stream adalah OFDM yang termodulasi sinyal IF carier dalam OFDM modulator dan diberikan ke high power bagian dari transmiter. Didalam high power sinyal diubah ke frekuensi RF dan dikuatkan dengan tahap-tahap penguatan sebelum di kirim ke antena. Dalam jaringan multi frekuensi pemancar dioperasikan pada channel yang berbeda untuk mencegah interferensi. Ditegaskan lagi, proteksi / constellation / guard interval, sinyal carier OFDM menentukan bitrate. Contoh, 16QAM code rate ½ dan guard interval ¼ menghasilkan bitrate 9.9 Mbps. Ketika jaringan Operator sudah memutuskan untuk menentukan konfigurasi OFDM, multiplexer dan encoder harus di-set untuk bitrate. Mengunci clock frekuensi dari OFDM modulator agar multiplexer mencegah overflow atau underflow. Sistem jaringan harus netral sampai pengiriman di antara multiplexer dan modulator. Sistem yang lebih baik bisa diperoleh didalam rangkaian input modulator OFDM pada Transport stream adapter. Gambar 2.12 Jaringan OFDM (sumber: Clauss Wittrock, MSC. E.E. Experiences in establishing a digital C-OFDM transmission network)

14 Modul TSA pertama berfungsi untuk menghilangkan bit-bit dari penerimaan transport stream, Modul TSA yang kedua mengukur bitrate dan membandingkan nilainya dengan kapasitas dari modul COFDM yang dipilih. Jika dibutuhkan modul TSA akan memasukan bit-bit yang baru untuk menyesuaikan antara transport stream dengan bitrate Error Coding ( Pengkodean Kesalahan) Pengkodean kesalahan dalam system digital digunakan untuk mengurangi kesalahan baik pada sisi pengirim maupun penerima pada sistem dengan modulasi carrier tunggal maupun atau modulasi dengan banyak carrier. Pada gambar 2.13 di perlihatkan dua level pendekatan pengkodean FEC ( Forward Error Correction) pada transmisi DVB yaitu suatu pengkodean modulasi inner dan suatu kode perbaikan kesalahan simbol outer. Selain itu juga digunakan interleaver dan deinterleaver untuk mengeksploitasi kemampuan koreksi kesalahan dari kode FEC. Penyedia layanan video kabel, satelit dan terrestrial menggunakan modulator televisi digital (DTV) untuk mengubah program-program video (termasuk video, audio dan data tambahan) kedalam satu format yang dapat dipancarkan melalui media yang ada. Modulator meneriam data sebagai suatu aliran transport program tunggal (Single Program Transport Sream- SPTS) atau banyak program (Multi Program Transport Sream- MPTS), dikirim melalui penyiaran video digital (DVB) ASI (Asynchronous Serial Interface) pada kecepatan 270 Mbps. Aliran transport (Transport Stream - TS) meliputi input audio, video, dan data ancillary yang telah dikodekan dengan skema kompresi seperti MPEG-2. Outer Code Inner Code Source Encoder Signal Reed- Solomon Encoder Convolutional Interlaver Convolutional Encoder Puncturing to rate R Protected Digital Signal Gambar 2.13 Kode-kode FEC pada transmisi DVB

15 Modulator DTV melakukan pengkodean FEC dan memetakan data biner ke dalam skema modulasi yang sesuai untuk disiarkan. Gambar 2.13 menunjukan kode-kode FEC pada transmisi DVB. Semua modulator yang digunakan pada sistem penyiaran digital tersebut harus menyediakan beberapa bentuk pengodean FEC dan selanjutnya memetakan ke dalam skema modulasi yang sesuai untuk penyiaran. Pada siaran terrestrial menggunakan modulasi COFDM seperti yang digunakan pada beberapa negara yang mengimplementasikan DVB-T, data pada COFDM didistribusikan dengan menggunakan beberapa frekuensi carrier yang saling orthogonal satu sama lain. Modulasi COFDM ini mempunyai antarmuka baseband untuk menerima MPEG-TS. Sistem ini menerapkan pengkodean teknikteknik Reed Solomon dan Viterbi untuk menyediakan FEC dan melakukan penyisipan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan. Kemudian data dipetakan QAM ke sinyal dan dikonversikan lagi Coded OFDM - COFDM Coded OFDM atau COFDM merupakan sauatu istilah yang digunakan oleh suatu system dimana pengkodean kontrol kesalahan dan proses modulasi OFDM dilakukan bersamaan. Langkah penting dari suatu OFDM adalah menyisipkan dan mengkodekan bit-bit sebelum masuk ke IFFT. Langkah ini dimaksudkan untuk mengambil bitbit terdekat pada data sumber dan menyebarkannya menggunakan subcarrier yang banyak. Satu atau lebih subcarrier mungkin hilang atau rusak karena nol frekuensi dan kehilangan ini akan menyebabkan satu aliran berdampingan (Contiguous Sream) dari kesalahan- kesalahan bit. Kesalahan-kesalahan ini biasanya akan sulit untuk diperbaiki. Penyisipan pada pemancar akan menyebarkan kesalahankesalahan ini sehingga kesalahan bit menduduki sebagian dari waktu. Spasi ini mempermudah decoder untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan. Langkah penting lainnya pada sistem COFDM adalah menggunakan informasi kanal dari respon ekualiser untuk menentukan keandalan dari bit yang

16 diterima. Nilai-nilai respon ekualiser digunakan untuk memperkirakan kekuatan dari subcarrier yang diterima. Sebagai contoh, jika respon ekualiser akan mempunyai nilai yang besar pada frekuensi tertentu, maka hal ini akan sesuai dengan nol frekuensi pada titik tertentu pada sebuah kanal. Respon ekualiser akan mempunyai nilai yang besar pada titik tersebut karena berusaha untuk mengopensasi sinyal lemah yang diterima. Keandalan informasi ini diteruskan ke blok-blok pengkodean sehingga bit-bitnya yang sesuai ketika melakukan proses pengkodean. Pada kondisi nol frekuensi bit-bit akan ditandai dengan low confidence dan bit-bit ini kandungannya tidak sebesar bit dari subcarrier yang kuat. Sistem COFDM mampu memberikan kinerja yang bagus pada kanal-kanal frekuensi terpilih karena mengkombinasikan kelebihan dari modulasi multicarrier dan pengkodean Bit Error Rate Jika simulasikan semua carrier dalam constellation diagram kita akan mendapat tidak hanya satu titk berlainan, tapi banyak titik, membentuk sebuah awan dan menggambarkan masing-masing wilayah. Kalaupun aditif noise awan jadi lebih besar dan penerima mungkin mengambil keputusan salah, menghasilkan bit-bit error. Gambar 2.14 memperlihatkan pengukuran constellation diagram tanpa dan dengan aditif noise. Untuk menjamin kualitas gambar sempurna, sistem DVB-T menggunakan dua level error corection (Reed-Solomon dan Viterbi). Ini memperbaiki bit-bit 4 jelek di Bit Error Rate (BER) 10 dan memungkinkan data transmisi yang tanpa kesalahan.

17 Gambar QAM constellation diagram a. tanpa aditif noise b. dengan aditif noise (sumber: Joszef Biro, and Endre Borbely. DVB-T modulation system) 2.14 Multipath Efek multipath memanifestasikan diri dalam dua bentuk. Pertama berupa fading atau variasi daya sinyal dalam area yang kecil (cukup kecil untuk bisa dibilang bahwa variasi yang terjadi bukan disebabkan efek jarak maupun shadowing) dan kedua berupa multipath spread yang menyebabkan dispersi atau pelebaran pulsa. Fading menyebabkan variasi kualitas cakupan pada lokasi-lokasi yang berdekatan. Oleh sebab itu pengukuran terhadap efeknya pun dilakukan pada beberapa titik dalam area yang tidak luas, biasanya diambil 100 m x 100 m. Areaarea kecil tersebut dipilh untuk berbagai kondisi, seperti di luar gedung (outdoor) pada jarak dekat, sedang dan jauh, relatif terhadap cakupan nominal, baik untuk kondisi LOS maupun NLOS. Demikian juga dipilih beberapa area untuk kondisi indoor, baik yang mewakili perumahan maupun gedung bertingkat. Dalam setiap area dilakukan pengukuran kuat sinyal atau daya pada minimal 20 titik. Hasilnya

18 digunakan untuk menentukan kualitas cakupan pada area tersebut dalam persen, sesuai dengan kuat sinyal atau daya sinyal minimum yang dikehendaki sebagai kriteria cakupan. Untuk siaran analog, kualitas cakupan per area sebesar 50% biasanya sudah dianggap cukup karena penurunan kualitas gambar berlangsung secara bertahap (graceful degradation). Tetapi pada siaran digital biasanya diharapkan kualitas cakupan setinggi 95% karena sifat penurunan kualitas sinyal yang lebih bersifat tiba-tiba, dapat beruabah menjadi tidak ada gambar sama sekali apabila sinyal melemah. Efek dipersi pulsa dapat menyebabkan fenomena ISI (Inter-Symbol Interference), yaitu bercampurnya pulsa-pulsa yang berurutan pada penerima sehingga dapat mengakibatkan error dalam proses deteksi. Biasanya diterapkan ekualisasi digital untuk mengatsi efek ini. Pada sistem yang berbasis OFDM seperti DVB-T, efek ini diatasi dengan cyclic prefic atau guard interval. Namun multipath spread yang berlebihan, sampai melebihi panjang ekualiser maupun guard interval, berpotensi menyebabkan error yang tidak dapat dihilangkan. Terdapat beberapa teknik yang cukup rumit untuk mengukup multipath spread pada suatu lingkungan. Cara pertama adalah dengan cara menggunakan pemancar pulsa yang kemudian ditangkap oleh penerima dengan osciloskop yang memiliki fasilitas perekaman otomatis untuk melihat pelebaran pulsa yang terjadi. Cara kedua dengan pemancar yang mengirimkan deretan pulsa pseudo-noise yang setelah sampai pada penerima dikorelasikan deret pulsa aslinya. Cara ketiga adalah merespon frekuensi kanal dengan spectrum analyzer dengan menggunakan pemancar yang dapat yang melakukan pemindaian frekuensi. Pada beberapa alat ukur TV digital seperti Pixelmetrix telah terdapat fasilitas pengukuran multipath spread ini yang sebenarnya bekerja dengan memanfaatkan teknik kedua diatas, menggunakan fasilitas estimasi kanal OFDM Pergeseran Doppler Pergeseran Doppler (Doppler Shift) merupakan perubahan frekuensi atau pergeseran frekuensi radio yang disebabkan oleh gerakan MS. Pergeseran

19 frekuensi ini tergantung pada kecepatan dan arah gerak MS yang akan menyebabkan modulasi frekuensi acak pada sinyal radio bergerak, seperti terlihat pada gambar f d v cos Gambar 2.15 Pergeseran Doppler (sumber: Modul STT Telkom. Propagasi - Small Scale Fading) Pada saat MS bergerak relatif terhadap Base Station, MS merasakan bergesernya frekuensi terima dari frekuensi pemancar. Pergeseran frekuensi tersebut sebesar : f d v cos dimana, v = kecepatan pergerakan relatif terhadap Base Station = panjang gelombang frekuensi carrier = sudut antara arah propagasi sinyal datang dengan arah pergerakan antena jika = 0, maka f d max f v m Pergeseran Doppler dipengaruhi propagasi lintasan jamak yang dapat memberikan pergeseran positif atau negatif pada saat yang sama untuk lintasan yang berbeda. Pergeseran positif jika MS bergerak menuju arah datangnya sinyal,

20 sedangkan pergeseran negative jika MS bergerak meninggalkan arah datangnya sinyal Conditional Acces System (CAS) CAS dalam sistem DVB bukan merupakan bagian dari standar. Subsistem ini berfungsi sebagai kontrol akses terhadap program atau layanan sehingga yang dapat menerima layanan hanyalah pengguna yang sudah mendapat otorisasi. CAS terdiri dari beberapa blok diantaranya mekanisme untuk mengacak program atau layanan, subscriber management system (SMS), subscriber authorization system (SAS) dan lainnya. SMS pada dasarnya adalah data base yang berisi informasi pelanggan sauatu layanan, sedangkan SAS berfungsi meng-encrypt dan mengirim code-words yang memungkinkan IRD dapat mendiscrambleer suatu program. DVB membebaskan pengguna jenis CASD yang sesuai dengan kebutuhan operator, namun DVB mengembangkan suatu common scrambling algorithm, yaitu load tools untuk mengacak transport stream dan program elementary streams. Walaupun demikian IRD yang menggunakan teknologi conditional acces yang berbeda mungkin tidak selau dapat saling berinteroperasi. Ada dua pendekatan yang dilakukan DVB untuk terjadinya interoperasi diantara berbagai CAS yang berbeda yaitu: - SimulCrypt, dalam hal ini beberapa program provider melakukan negosiasi komersial sehingga memungkinkan pengguna yang telah memiliki IRD dengan CAS proprietary yang embedded di dalamnya dapat menikmati layanan dari CAS yang berbeda karena adanya supply informasi proprietary yang diperlukan. - MultiCrypt, berbagai teknologi CAS dapat berada pada satu platform IRD yang sama sehingga dapat menerima program yang disiarkan secara simultan dari beberapa program yang CAS-nya berbeda Standar Kompresi MPEG Perkembangan teknologi siaran TV yang mengarah kesiaran TV digital telah menetapkan suatu standar kompresi untuk audio dan video digital yaitu MPEG-2. ISO/IEC dan Motion Picture Experts Group (MPEG) sebagai badan

21 standar video digital yang mempunyai peranan sangat besar dalam memulai dan mengembangkan komunikasi multimedia terutama interoperabilitas anatar jenis aplikasi yang menggunakan standar ini. Perkembangan standar MPEG dapat dijelaskan sebagai berikut: MPEG-1 Standar MPEG-1 atau ISO/IEC yang merupakan generasi pertama dari keluarga MPEG, dikembangkan pada periode Setelah selesainya rekomendasi ITU-T H.261 pada pengkodean video dengan target telefoni video dan konferensi video. Standar MPEG-1 dirancang untuk memeberikan solusi pengodean digital audiovisual secara lengkap untuk media penyimpanan digital seperti CD, DAT, drive optik dan cakram Winchester pada kecepatan < 1.5 Mbps MPEG-2 Standar MPEG-2 atau ISO/IEC ini didefinisikan solusi pengodean audiovisual terbaru dengan memefokuskan pada TV digital dan kualitas penyimpanan menengah dan tinggi (termasuk HDTV). MPEG-2 Video merupakan spesifikasi kerjasama MPEG pertama yang dipublikasikan sebagai ISO/IEC bagian 2 dan pada saat yang sama sebagai rekomendasi ITU-T H.262. Standar MPEG-2 ini pada akhir tahun 1995 ditetapkan sebagai standar pengodean sumber video dan audio untuk standar transmisi DVB-T. Di Amerika Serikat, FCC yang mengesahkan ATSC sebagai standar TV digital negaranya, menggunakan standar ini untuk pengkodean video, sedangkan untuk pengodean audio menggunakan standar kompresi audio digital (AC3). Sedangkan Jepang, yang mengembangkan standar TV Digital sendiri yaitu ISDB-T yang menggunakan standar ini MPEG-4 Standar MPEG-4 atau ISO/IEC yang diluncurkan pada tahun 1994, berkaitan dengan konsep dalam presentasi isi dari audiovisual maju yang ditawarkan yaitu model representasi berbasis objek. Model berbasis objek yang pada standar ini dapat digunakan untuk menutupi kekurangan yang ada pada

22 model berbasis frame yang teah diadobsi oleh standar MPEG-1 dan MPEG-2. Dengan mengadopsi model berbasis objek ini, MPEG-4 mengeluarkan pendekatan baru pada representasi isi multimedia dimana alur audiovisual diambil sebagai suatu komposisi dari objek-objek yang independen dengan pengkodean, fitur dan perilaku sendiri. Asitektur ini memungkinkan tersedianya kemampuan interaksi yang lebih banyak, otomatis atau berdasarkan kebutuhan pengguna. Selain itu standar ini juga mampu beroperasi pada laju bit yang bervareasi dari komunikasi bergerak personal dengan laju bit yang rendah hingga produksi studio dengan kualitas tinggi. Salah satu standar TV digital yang menggunakan standar MPEG-4 adalah DVB-H MPEG-7 Standar MPEG-7 atau ISO/IEC 15938, diluncurkan pada tahun 1996 yang merupakan proyek MPEG yang disebut Multimedia Content Description Interface yang ditunjukan untuk menentukan suatu standar cara menggambarkan berbagai jenis informasi audiovisual. Salah satu tujuan standar ini adalah mengirim informasi latar belakang untuk suatu program siaran dengan bantuan struktur data berbasis XML dan HTML. Sebagi ilustrasi misalnya pada suatu aliran transport MPEG-2 maka dapat direpresentasikan dalam bentuk grafis yang aktraktif ke pengguna dan dilengkapi dengan fungsi-fungsi pencarian dengan suatu set-top box modern. Standar ini pertama kali digunakan pada MHP (multimedia home flatform) sauatu standar untuk set-top box dan dalam SAMBITS MPEG-21 Standar MPEG-21 atau ISO/IEC 21000, dikembangkan pada tahun 2000 dan terkadang disebut Multimedia Framework. Tujuan pengembangan standar ini adalah menyediakan perangkat atau metode untuk mengkapi semua standar MPEG lainya, termasuk didalamnya aplikasi-aplikasi berbasis client-server, peer to peer, Standar MPEG-21 merupakan salah satu standar yang mengacu pada manajemen dan melindungi hak-hak intelektual digital.

23 MPEG-A Standar MPEG-A atau ISO/IEC diluncurkan pada tahun Standar ini sering disebut Multimedia Application Formats (MAF). Target definisi dari MAF ini berdasarkan super-format yang mengkombinasikan tools yang telah didefinisikan sebagai standar-standar MPEG sebagai bagian dari standar ini. Dalam kontek siaran TV digital, standar ini belum begitu memiki andil yang signifikan, tapi mempunyai potensi besar terutama dalam era konvergensi kelak. Karena standar ini mampu mengkombinasi perangkat-perangkat yang telah distandarisasikan pada standar-standar sebelumnya. Salah satu standar MAF yang telah selesai pada tahun 2006 adalah Music Player MAF.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Sistem Modulasi Modulasi (mapping) adalah proses perubahan karakteristik dari sebuah gelombang carrier atau pembawa aliran bit informasi menjadi simbol-simbol. Proses

Lebih terperinci

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing I. Pendahuluan OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah sebuah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi yang saling tegak

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR M. Iwan Wahyuddin Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Komunikasi dan Informatika, Universitas Nasional Jl. Raya Sawo Manila, Pejaten No. 61, Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING F. L. H. Utomo, 1 N.M.A.E.D. Wirastuti, 2 IG.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC 3.1 Pemodelan Sistem Gambar 13.1 Sistem transmisi MIMO-OFDM dengan AMC Dalam skripsi ini, pembuatan simulasi dilakukan pada sistem end-to-end sederhana yang dikhususkan

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T) standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held

BAB II TEKNOLOGI DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T) standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held BAB II TEKNOLOGI DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T) 2.1 Umum Saat ini salah satu pengembangan DVB yang menarik adalah penggunaan standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T)

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING T.B. Purwanto 1, N.M.A.E.D. Wirastuti 2, I.G.A.K.D.D. Hartawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEING (OFDM) 21 Umum OFDM merupakan sebuah teknik transmisi dengan beberapa frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal) Pada prinsipnya, teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber BAB II DASAR TEORI 2. 1 Teknologi Radio Over Fiber Teknologi ROF adalah sebuah teknologi dimana sinyal microwave (elektrik) didistribusikan oleh komponen dan teknik optik [8]. Sistem ROF terdiri dari CU

Lebih terperinci

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak Kusuma Abdillah, dan Ir Yoedy Moegiharto, MT Politeknik Elektro Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh November

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan DVB-T Saat ini perkembangan teknologi digital telah merambah ke segala aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali dalam dunia penyiaran televisi. Digitalisiasi siaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi hingga ke distribusi televisi telah dilakukan secara digital, namun mata rantai terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Dengan semakin berkembangnya kebutuhan akses data berkecepatan tinggi, diperlukan suatu layanan broadband dimana memiliki pita frekuensi yang lebar. Layanan broadband

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang sangat pesat, maka sistem komunikasi wireless digital dituntut untuk menyediakan layanan data

Lebih terperinci

Optimasi Parameter Transmisi OFDM pada DVB-T untuk Penerimaan Tetap dan Bergerak

Optimasi Parameter Transmisi OFDM pada DVB-T untuk Penerimaan Tetap dan Bergerak Optimasi Parameter Transmisi OFDM pada DVB-T untuk Penerimaan Tetap dan Bergerak Teguh Arfianto Magister Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana teguh_arfian@yahoo.com 113 Abstrak Standar Televisi digital

Lebih terperinci

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK Abstrak PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS Jongguran David/ 0322136 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof. Drg.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Layanan komunikasi dimasa mendatang akan semakin pesat dan membutuhkan data rate yang semakin tinggi. Setiap kenaikan laju data informasi, bandwith yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA Ruliyanto, Rianto ugroho Program Studi Teknik Elektro, Fakukultas Teknik dan Sains, Universitas asional Jakarta Korespondensi: Rully_33@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis Nezya Nabillah Permata dan Endroyono Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Perancangan dan Implementasi Mapper dan Demapper untuk DVB-T

Perancangan dan Implementasi Mapper dan Demapper untuk DVB-T Perancangan dan Implementasi Mapper dan Demapper untuk DVB-T Suyoto 1, Agus Subekti 2, Arif Lukman 3 1,2,3 Research Center for Informatics, Indonesia Institute of Sciences Jl. Cisitu No. 21/154 Bandung

Lebih terperinci

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri / Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN Warta Qudri / 0122140 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri, MPH 65, Bandung, Indonesia, Email : jo_sakato@yahoo.com ABSTRAK Kombinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaringan wireless menjadi salah satu sarana yang paling banyak dimanfaatkan dalam sistem komunikasi. Untuk menciptakan jaringan wireless yang mampu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau 7 BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau komponen yang digunakan, antara lain teori tentang: 1. Sistem Monitoring Ruangan 2. Modulasi Digital

Lebih terperinci

BAB II DIGITAL VIDEO BROADCASTING DENGAN TRANSMISI TERRESTRIAL

BAB II DIGITAL VIDEO BROADCASTING DENGAN TRANSMISI TERRESTRIAL BAB II DIGITAL VIDEO BROADCASTING DENGAN TRANSMISI TERRESTRIAL 2.1 PENGENALAN PENYIARAN DIGITAL Pada era 1980-an, teknologi televisi berwarna konvensional mulai digantikan dengan perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat, waktu, dan kondisi (statis dan bergerak) menyebabkan telekomunikasi nirkabel (wireless) berkembang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada pengerjaan Tugas Akhir ini penelitian dilakukan menggunakan bahasa pemograman matlab R2008b. Untuk mendapatkan koefisien respon impuls kanal harus mengikuti metodologi

Lebih terperinci

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM : KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM : 132 03 017 Program Studi : Teknik Elektro SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2] 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan komunikasi suara, data, dan multimedia melalui Internet dan perangkat-perangkat bergerak semakin bertambah pesat [1-2]. Penelitian dan pengembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Radio Over Fiber (RoF) merupakan teknologi dimana sinyal microwave (listrik) didistribusikan menggunakan media dan komponen optik. Sinyal listrik digunakan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SFN

BAB III PERANCANGAN SFN BAB III PERANCANGAN SFN 3.1 KARAKTERISTIK DASAR SFN Kemampuan dari COFDM untuk mengatasi interferensi multipath, memungkinkan teknologi DVB-T untuk mendistribusikan program ke seluruh transmitter dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kehadiran siaran televisi digital di Indonesia sudah merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolak lagi keberadaannya. Televisi digital merupakan etape akhir

Lebih terperinci

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM Pada bab tiga ini akan membahas mengenai seluk beluk DFTS-OFDM baik dalam hal dasar-dasar DFTS-OFDM hingga DFTS-OFDM sebagai suatu sistem yang digunakan pada

Lebih terperinci

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon

Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon Simulasi Channel Coding Pada Sistem DVB-C (Digital Video Broadcasting-Cable) dengan Kode Reed Solomon Ruliyanto, Idris Kusuma Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan akan komunikasi nirkabel sangat pesat. Gedung-gedung perkantoran, perumahan-perumahan, daerah-daerah pusat perbelanjaan menuntut akan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD Anjar Prasetya - 2207 100 0655 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan hasil simulasi pengaruh K - factor pada kondisi kanal yang terpengaruh Delay spread maupun kondisi kanal yang dipengaruhi oleh frekuensi

Lebih terperinci

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM 111, Inovtek, Volume 4, Nomor 2, Oktober 2014, hlm. 111-115 KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM Arifin, Yoedy Moegiharto, Dhina Chandra Puspita Prodi Studi D4 Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)

BAB II KONSEP DASAR. 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) BAB II KONSEP DASAR 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) OFDM merupakan sebuah teknik transmisi dengan beberapa frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya,

Lebih terperinci

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi

Rijal Fadilah. Transmisi & Modulasi Rijal Fadilah Transmisi & Modulasi Pendahuluan Sebuah sistem komunikasi merupakan suatu sistem dimana informasi disampaikan dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya tempat A yang terletak ditempat yang

Lebih terperinci

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2 Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2 1,2 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Intitut Teknologi Bandung 2 id.fizz@s.itb.ac.id Abstrak Artikel

Lebih terperinci

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan

Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Teknik Pengkodean (Encoding) Dosen : I Dewa Made Bayu Atmaja Darmawan Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan suatu cara berpikir yang di mulai dari menentukan suatu permasalahan, pengumpulan data baik dari buku-buku panduan maupun studi lapangan, melakukan

Lebih terperinci

BAB 4 MODULASI DAN DEMODULASI. Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan mengenai sistem modulasi-demodulasi

BAB 4 MODULASI DAN DEMODULASI. Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan mengenai sistem modulasi-demodulasi BAB 4 MODULASI DAN DEMODULASI Kompetensi: Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan mengenai sistem modulasi-demodulasi (modem). Mendesain dan merangkai contoh modulasi dengan perpaduan piranti elektronika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu : Nopember 2009 - Maret 2010 Tempat : Laboratorium Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung. B. Metode Penelitian Metode

Lebih terperinci

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA) 6.2. Time Division Multiple Access (TDMA) Pada sistem FDMA, domain frekuensi di bagi menjadi beberapa pita non-overlaping, oleh karena itu setiap pesan pengguna dapat dikirim menggunakan band yang ada

Lebih terperinci

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016 ANALISIS MULTIUSERORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) BASIS PERANGKAT LUNAK Widya Catur Kristanti Putri 1, Rachmad Saptono 2, Aad Hariyadi 3 123 Program Studi Jaringan Telekomunikasi Digital,

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI DVB-H

BAB II TEKNOLOGI DVB-H BAB II TEKNOLOGI DVB-H 2.1. Pendahuluan Mobile TV adalah pengiriman kanal TV ke terminal pelanggan baik terminal berupa handset, PDA atau sejenisnya. Mobile TV terminal didesign untuk digunakan sesuai

Lebih terperinci

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL

PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL PERENCANAAN AWAL JARINGAN MULTI PEMANCAR TV DIGITAL BERBASIS PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DARI PEMANCAR TUNGGAL Yanik Mardiana 2207 100 609 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB IV PEMODELAN SIMULASI BAB IV PEMODELAN SIMULASI Pada tugas akhir ini akan dilakukan beberapa jenis simulasi yang bertujuan untuk mengetahui kinerja dari sebagian sistem Mobile WiMAX dengan menggunakan model kanal SUI. Parameter-parameter

Lebih terperinci

ANALISIS MODEM AKUSTIK OFDM MENGGUNAKAN TMS320C6416 PADA LINGKUNGAN KANAL BAWAH AIR

ANALISIS MODEM AKUSTIK OFDM MENGGUNAKAN TMS320C6416 PADA LINGKUNGAN KANAL BAWAH AIR JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-170 ANALISIS MODEM AKUSTIK OFDM MENGGUNAKAN TMS320C6416 PADA LINGKUNGAN KANAL BAWAH AIR Johanna Aprilia, Wirawan, dan Titiek

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM Definisi

BAB I KETENTUAN UMUM Definisi LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PENERIMA TELEVISI SIARAN DIGITAL BERBASIS STANDAR DIGITAL VIDEO BROADCASTING

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LADASA TEORI Pada Bab ini akan menjelaskan tentang teori-teori penunjang penelitian, dan rumus-rumus yang akan digunakan untuk pemodelan estimasi kanal mobile-to-mobile rician fading sebagai berikut..1

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1]. BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Multicarrier Code Divison Multiple Access (MC-CDMA) MC-CDMA merupakan teknik meletakkan isyarat yang akan dikirimkan dengan menggunakan beberapa frekuensi pembawa (subpembawa).

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK Diajukan Guna Melengkapi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu

Lebih terperinci

Frequency Division Multiplexing

Frequency Division Multiplexing Multiplexing 1 Multiplexing 2 Frequency Division Multiplexing FDM Sinyal yang dimodulasi memerlukan bandwidth tertentu yang dipusatkan di sekitar frekuensi pembawa disebut channel Setiap sinyal dimodulasi

Lebih terperinci

Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk Kerja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm)

Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk Kerja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm) Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk rja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm) Ajub Ajulian Zahra Imam Santoso Wike Septi Fadhila Abstract: OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing)

Lebih terperinci

SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB Rosalia H. Subrata & Ferrianto Gozali Jurusan Teknik Elektro, Universitas Trisakti Jalan Kiai Tapa No. 1, Grogol, Jakarta Barat E-mail: rosalia@trisakti.ac.id,

Lebih terperinci

BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR)

BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR) BAB III INTERFERENSI RADIO FM DAN SISTEM INTERMEDIATE DATA RATE (IDR) 3.1 Interferensi Radio FM Pada komunikasi satelit banyak ditemui gangguan-gangguan (interferensi) yang disebabkan oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi dalam sepuluh tahun terakhir meningkat dengan sangat cepat. Salah satunya adalah televisi digital. Televisi digital adalah

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA Parameter Dan Pengukuran Pemancar PT. MAC

BAB IV DATA DAN ANALISA Parameter Dan Pengukuran Pemancar PT. MAC 41 BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1. Parameter Dan Pengukuran Pemancar PT. MAC Pengumpulan data berikut dilakukan oleh penulis pada saat pengerjaan instalasi, test dan commissioning pemancar DVB-T milik PT.

Lebih terperinci

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, http://sigitkus@ub.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi komunikasi digital saat ini dituntut untuk dapat mentransmisikan suara maupun data berkecepatan tinggi. Berbagai penelitian sedang dikembangkan

Lebih terperinci

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband Fitur Utama OFDM dan OFDMA bagi Jaringan Komunikasi Broadband Oleh : Rahmad Hidayat ABSTRAK OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) dan OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) memiliki

Lebih terperinci

BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO

BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO Untuk proteksi terhadap kesalahan dalam transmisi, pada sinyal digital ditambahkan bit bit redundant untuk mendeteksi kesalahan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ABSTRAKSI HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii iv v vi ix xii xiv BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung SINYAL & MODULASI Ir. Roedi Goernida, MT Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung 2012 1 Pengertian Sinyal Merupakan suatu perubahan amplitudo dari tegangan,

Lebih terperinci

Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto)

Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto) UNJUK KERJA TRELLIS CODE ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING ( TCOFDM ) PADA KANAL MULTIPATH FADING Andreas Ardian Febrianto Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION. PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION Disusun Oleh: Nama : Christ F.D. Saragih Nrp : 0422057 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih

1 BAB I PENDAHULUAN. yang relatif dekat dengan stasiun pemancar akan menerima daya terima yang lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penyiaran televisi analog memiliki beberapa kelemahan. Pertama, sistem penyiaran ini membutuhkan lebar kanal frekuensi yang semakin besar, berbanding lurus

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON TUGAS AKHIR Oleh : LUCKY WIBOWO NIM : 06.50.0020 PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) Pada bab dua ini akan dibahas mengenai evolusi jaringan komunikasi bergerak seluler, jaringan Long Term Evolution (LTE). Lalu penjelasan mengenai dasar Orthogonal

Lebih terperinci

Teknik Telekomunikasi

Teknik Telekomunikasi Teknik Telekomunikasi Konsep Dasar Telekomunikasi Jenis-jenis Telekomunikasi Sinyal Modulasi Pengkodean Dosen Pengampu : Muhammad Riza Hilmi, ST. Email : rizahilmi@gmail.com Konsep Dasar Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX Sebelum pembuatan perangkat lunak simulator, maka terlebih dahulu dilakukan pemodelan terhadap sistem yang akan disimulasikan. Pemodelan ini dilakukan agar

Lebih terperinci

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, 31358-TE Tito Maulana, 31475-TE Ashif Aminulloh, 32086-TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta 1.1 PENDAHULUAN Dengan pertumbuhan komunikasi tanpa

Lebih terperinci

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi Televisi digital atau penyiaran digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio, dan data ke pesawat televisi. Alasan pengembangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI KIKI SYAHGUSTINA 0706199514 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK DESEMBER 2009

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) TUGAS AKHIR ANALISIS BER OFDM DENGAN MENGGUNAKAN LOW-DENSITY PARITY-CHECK (LDPC) PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL) Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV SINYAL DAN MODULASI

BAB IV SINYAL DAN MODULASI DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB IV SINYAL DAN MODULASI IF Pengertian Sinyal Untuk menyalurkan data dari satu tempat ke tempat yang lain, data akan diubah menjadi sebuah bentuk sinyal. Sinyal adalah

Lebih terperinci

BAB IV SATELLITE NEWS GATHERING

BAB IV SATELLITE NEWS GATHERING BAB IV SATELLITE NEWS GATHERING Satellite News Gathering (SNG) adalah peralatan yang mentransmisikan sinyal informasi yang bersifat sementara dan tidak tetap dengan menggunakan sistem stasiun bumi uplink

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB III PEMODELAN SISTEM BAB III PEMODELAN SISTEM Untuk mengetahui unjuk kerja sistem MIMO MC-CDMA, dilakukan perbandingan dengan sistem MC-CDMA. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa sistem MIMO MC-CDMA merupakan

Lebih terperinci

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut:

1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Prinsip yang mendasari semua algoritma ADM adalah sebagai berikut: 1. Adaptive Delta Modulation (ADM) Adaptive delta modulation (ADM) merupakan modifikasi dari DM (Delta Modulation). ADM digunakan untuk mengatasi bising kelebihan beban yang terjadi pada modulator data

Lebih terperinci

2.1 TV Digital. kelebihan dibandingkan secara analog, antara lain: a. Efisiensi spektrum frekuensi

2.1 TV Digital. kelebihan dibandingkan secara analog, antara lain: a. Efisiensi spektrum frekuensi Bab 2 Dasar Teori 2.1 TV Digital Penyiaran TV digital adalah proses penyiaran suara dan gambar bergerak yang diproses secara digital, baik di pengirim, waktu ditransmisikan, maupun di penerima. Di pengirim,

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP A342 Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing ( OFDM) Menggunakan WARP Galih Permana Putra, Titiek Suryani, dan Suwadi Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT 2014, No.69 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TROPOSCATTER PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PERANGKAT TROPOSCATTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan transmisi data berkecepatan tinggi dan mobilitas user yang sangat tinggi semakin meningkat. Transmisi data berkecepatan tinggi menyebabkan banyak efek multipath

Lebih terperinci

IEEE g Sarah Setya Andini, TE Teguh Budi Rahardjo TE Eko Nugraha TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

IEEE g Sarah Setya Andini, TE Teguh Budi Rahardjo TE Eko Nugraha TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta IEEE 802.11g Sarah Setya Andini, 31431 TE Teguh Budi Rahardjo 31455-TE Eko Nugraha 31976-TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta 5.1 PREVIEW Wi-Fi (atau Wi- fi, WiFi, Wifi, wifi) merupakan kependekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim disebut dengan radio digital) sangat inovatif dan merupakan sistem penyiaran multimedia

Lebih terperinci

PENGARUH MODULASI M-PSK PADA UNJUK KERJA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

PENGARUH MODULASI M-PSK PADA UNJUK KERJA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) PENGARUH MODULASI M-PSK PADA UNJUK KERJA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) Wike Septi Fadhila 1), Imam Santoso, ST, MT 2) ; Ajub Ajulian Zahra, ST, MT 2) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC Sekar Harlen 1, Eva Yovita Dwi Utami 2, Andreas A. Febrianto 3 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer,

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal. Fery Antony, ST Universitas IGM

KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal. Fery Antony, ST Universitas IGM KOMUNIKASI DATA Teknik Pengkodean Sinyal Fery Antony, ST Universitas IGM Gambar Teknik Pengkodean dan Modulasi a) Digital signaling: sumber data g(t), berupa digital atau analog, dikodekan menjadi sinyal

Lebih terperinci

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit VSAT Dalam jaringan VSAT, satelit melakukan fungsi relay, yaitu menerima sinyal dari ground segment, memperkuatnya dan mengirimkan

Lebih terperinci

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH 2.1 Multipath fading pada kanal nirkabel Sinyal yang ditransmisikan pada sistem komunikasi bergerak nirkabel akan mengalami banyak gangguan akibat pengaruh

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Oleh : Nila Feby Puspitasari

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Oleh : Nila Feby Puspitasari STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Oleh : Nila Feby Puspitasari Data digital, sinyal digital - Merupakan bentuk paling sederhana dari pengkodean digital - Data digital ditetapkan satu level tegangan untuk biner satu

Lebih terperinci

PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE

PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE PEMANCAR TV DIGITAL DVB-T BERBASIS SOFTWARE Oleh: Henri Ervanda (2207 100 644) Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, M.Eng., Ph.D. Ir. Endroyono, D.E.A LATAR BELAKANG Adanya kemajuan teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT PEMANCAR TELEVISI SIARAN DIGITAL BERBASIS STANDAR DIGITAL VIDEO

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu

PRINSIP UMUM. Bagian dari komunikasi. Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu TEKNIK MODULASI PRINSIP UMUM PRINSIP UMUM Bagian dari komunikasi Bentuk gelombang sinyal analog sebagai fungsi waktu PRINSIP UMUM Modulasi merupakan suatu proses dimana informasi, baik berupa sinyal audio,

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK PENGKODEAN

BAB II TEKNIK PENGKODEAN BAB II TEKNIK PENGKODEAN 2.1 Pendahuluan Pengkodean karakter, kadang disebut penyandian karakter, terdiri dari kode yang memasangkan karakter berurutan dari suatu kumpulan dengan sesuatu yang lain. Seperti

Lebih terperinci