BAB I PENDAHULUAN. Hal ini penting karena kemajemukan itu mempunyai dua dimensi. Dan hal ini juga berlaku

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hal ini penting karena kemajemukan itu mempunyai dua dimensi. Dan hal ini juga berlaku"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Pluralitas agama di Indonesia adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari dan dipungkiri. Pluralitaas merupakan fakta sosiologis yang harus dijunjung tinggi, dihormati dan terus dipertahankan. Sebab, karena ada pengakuan keberagaman inilah bangsa Indonesia terbentuk. 1 Oleh karena itu, setiap masyarakat menerima kemajemukan sebagaimana adanya, kemudian menumbuhkan sikap bersama yang sehat dalam rangka kemejemukan itu sendiri. Hal ini penting karena kemajemukan itu mempunyai dua dimensi. Dan hal ini juga berlaku bagi kemejemukan dalam agama. Dimensi pertama, kemejemukan agama dapat menjadi potensi integrasi bila masyarakat dapat saling menerima dalam hidup bersama. Dan dimensi kedua, kemejemukan agama berpotensi untuk konflik jika tidak mampu menerima dalam hidup bersama. Oleh karena pluralitas agama adalah sebuah realiatas hidup bersama di negara ini, maka pluralitas telah menjadi identitas bagi bangsa ini. Indonesia sebagai negara yang memiliki konteks pluralitas agama dalam masyarakat, maka gagasan jaminan kebebasan beragama seharusnya menjadi unsur yang sangat fundamental dalam kerangka dasar pengembangan kehidupan beragama. 2 Dengan demikian, penting sekali negara melindungi dan menegakan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan tanpa diskriminasi bagi setiap warga negara. Kebebasan beragama sendiri dipahami sebagai kebebasan seseorang untuk memilih dan mengungkapkan keyakinan tanpa ditekan atau dideskriditkan atas pilihan tersebut. 3 1 Sultan Hamengku Buwono X, Merajut Kembali Ke Indonesiaan Kita (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Bangsa (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), Hamid Basyaib, Membela Kebebasan: Percakapan Tentang demokrasi Liberal (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006),

2 Kebebasan beragama atau berkeyakinan menurut Deklarasi Universal tentang Hakhak Asasi Manusia dalam artikel ke 18 adalah Setiap orang mempunyai hak kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk beralih agama atau kepercayaan, dan juga kebebasan, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan orang lain, serta baik di depan umum maupun pribadi, untuk memperlihatkan agama atau kepercayaannya, dengan jalan mengajarkan, mempraktekkan, beribadat atau melakukan kewajiban-kewajiban agama. 4 Jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan dipandang sebagai hak asasi universal yang harus dijunjung tinggi. Jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan bagian hak asasi manusia (HAM) yang telah dimufakati dan dideklarasikan dalam konvensi-konvensi internasioanl baik yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Right (UDHR) atau Internasional Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan konven Internasional lainnya tentang hak sipil. 5 Jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan menurut perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) terbagi dalam dua aspek. Pertama, kebebasan internal (forum internum), pada dasarnya setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri termasuk untuk berpindah agam atau kepercayaan. Kedua, kebebasan eksternal (forum externum) Pada dasarnya setiap orang memiliki kebebasan, secara individu di dalam masyarakat, di muka publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau kepercayaan di dalam pengajaran, pengamalan dan peribadahannya. 6 Norma hukum hak asasi manusia (HAM) menyatakan bahwa pemangku kewajiban HAM sepenuhnya tak lain adalah negara, dalam hal ini adalah pemerintah. 7 Hal ini berarti bahwa perjuangan untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap individu atau kelompok adalah perjuangan dan tanggung-jawab pemerintah. Pemerintah sebagai pemegang 4 Olaf H Schumann, Dialog Antar Umat Beragama (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2008), Nicola Colbran, Kebebasan Beragama atau berkeyakinan:seberapa Jauh (Yogyakarta:Kanisius,2010), Siti Musdah Mulia, Merayakan Kebebasan Beragama, ed. Elza Peldi Taher, (Jakarta: ICRP&KOmpas, 2009), Stanley Adi Prasetyo, Pluralisme, Dialog dan Keadilan (Yogyakarta: Interfidei, 2011), 26. 2

3 dan pemenuh HAM mengemban tiga bentuk tugas. Pertama, pemerintah harus menghormati, kedua, melindungi dan ketiga, pemerintah memenuhi hak asasi manusia tersebut. Pemerintah yang berfungsi sebagai penyelenggara negara semestinya harus berfungsi sebagai penjamin sekaligus penjaga agar hak-hak setiap warga negara tidak ada yang terlanggar. Namun, dalam menjalankan tugas tersebut pemerintah tidak boleh campur tangan dan mengintervensi dalam menentukan hak-hak yang tak dapat ditangguhkan (nonderoggable rights). 8 Hal ini dikarenakan, memiliki kebebasan beragama dan berkeyakinan bukan sesuatu yang dianugerahkan oleh negara atau pemerintah, namun sesuatu yang dimiliki setiap individu dan kelompok agama semata-mata karena mereka manusia. Wacana kebebasan beragama sesungguhnya sudah berkembang sejak bangsa ini diproklamirkan. Melalui Badan penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) wacana ini sangat hangat diperdebatkan founding fathers, khususnya pada saat merumuskan UUD pasal 29 ayat 2. 9 Para pendiri bangsa pada saat merumuskan dasar negara bermufakat ke-tuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara yang tidak hanya menunjukan bahwa bangsa ini religious, namun adanya pengakuan persamaan dan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan. 10 Pengakuan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan itu diterjemahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), Undang- Undang (UU) dan peraturan bersama yang dikeluarkan oleh pemerintah. Jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan sangat jelas dan tegas diatur. UUD pasal 28 E ayat 1 dengan jelas menyatakan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. 11 Dan ditegaskan kembali pada pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya E. 8 Ibid., Musdah Mulia, Merayakan Kebebasan Beragama, Ida Bagus Gunandha, Agama dan Demokrasi: Kasus Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2011), Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, Bab XA, pasal 28 3

4 dan kepercayaannya itu. 12 UU no 39 yang mengatur tentang hak asasi manusia pada pasal 22 dengan jelas pula menyatakan setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan keprcayaannya itu dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan keprcayaannya itu. Sesuai dengan amanat UUD 45, hak ini tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapa pun, namun boleh dibatasi oleh undang-undang 13. Aturan-aturan dalam UUD 45 dan UU dengan jelas memperlihatkan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan serta beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Paraturan ini menegaskan memberikan jaminan kebebasan beragama, bahwa tidak akan ada diskriminasi dan intimidasi dalam memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dari pemerintah. Pemerintah juga wajib melindungi setiap warga negara dari tindakan diskriminasi dan intimidasi dari individu atau kelompok agama tertentu. Namun pada kenyataannya kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia terus terusik oleh kejadian pelanggaran kebebasan beragama. Berdasarkan catatan dari Wahid Institute terjadi 27 kasus pelanggaran kebebasan beragama sepanjang tahun Sedangkan menurut hasil penelitian dari SETARA Institute terjadi lonjakan kasus pelanggaran kebebasan beragama dari tahu ke tahun di Indonesia. Catatan SETARA Institute, tahun 2010 kasus pelanggaran kebebasan sebanyak 94 kasus. Sementara di 2011, hingga pertengahan tahun pelanggaran kebebasan beragama mencapai 99 kasus. Data pelanggaran kebebasan beragama ini diperoleh dari 13 provinsi yang ada di Indonesia. 15 Dan menurut 12 Ibid., Bab XIA, pasal 29 ayat Colbran, Kebebasan Beragama, Musdah Mulia, Merayakan Kebebasan, Aries setiawan & Syahrul Ansyari,Pelanggran Kebebasan Beragama Tinggi. diakses 12 June

5 catatan Lembaga Advokasi Masyarakat (ELSAM) pada bulan Januari-April telah terjadi 21 kasus pelanggran kebebasan beragama. 16 Dalam laporan pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Wali gereja Indonesia kepada Komnas HAM, sejak tahun telah terjadi 108 kasus penutupan, penyerangan dan pengerusakan gereja. 17. Akibat meningkatnya kasus pelanggran kebebasan beragama, Indonesia menjadi bahan sorotan sekaligus mendapat peringatan dari dunia internasional dalam menjamin kebebasan beragama. 18 Kasus penyerangan jemaat Ahmadiyah di Cekusik, pengerusakan gereja di Temanggung, pencabutan IMB GKI Yasmin Bogor dan kasus pelarangan beribadah jemaat HKBP Filadelfia di Bekasi merupakan beberapa contoh kasus potret pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. 19 Kasus-kasus pelanggran kebebasan beragama tersebut merupakan bukti pemerintah tidak mampu melindung kaum minoritas. Bila melihat contoh-contoh pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia, maka dapat dilihat ada dua bentuk pola kekerasan terhadap agama. Pertama, fenomena penyesatan dan kekerasan terhadap aliran keagamaan atau kepercayaan tertentu dengan alasan agama. Kedua, Kristeninasi dan penutupan rumah ibadah. Kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama menjadi bahan evaluasi bagi bangsa ini dalam menjamin kebebasan beragam di Indonesia. Sebagaimana telah diurailan di muka UUD pasal 29 ayat 2 dengan jelas menjamin kebebasan setiap penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut agama atau kepercayaannya. Pasal tersebut mengandung dua aspek yaitu kebebasan berkeyakinan atau 16 Ryan Dagur,Pemerintah Gagal menjamin Kebebasan Beragama. diakses 12 Juni Musdah Mulia, Merayakan Kebebasan Pemerintah Dicecar PBB Soal Kebebasan Beragama. diakses 12 June Pelanggran Kebebasan Beragama Pemerintah Tak mampu Lindungi html, diakses 12 june

6 beragama dan kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaanya. Dengan demikian pasal ini melindungi dua aspek kebebasan beragama yaitu kebebasan spiritual seseorang (forum internum) dan hak untuk mengeluarkan (manifestasi) keberadaan spiritual tersebut serta mempertahankannya di depan public (forum externum). 20 Namun pemerintah membuat sebuah peraturan bersama yang membatasi warga negara untuk dapat beribadat menurut agamanya. Persyaratan-persyaratan dalam aturan ini telah membatasi kebebasan penduduk untuk beribadat menurut agamanya.sebab kebebasan yang disertai persyaratan bukan lagi kebebasan. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 1/BER/MDN/-MAG tahun 1969 di dalamnya mengatur tata cara pendirian rumah ibadah. Aturan tata cara dan persyaratan pendirian rumah ibadah ini sering menjadi pokok permasalahan dalam kebebasan beragama khususnya dalam hal mendirikan rumah ibadat. Sejak semula organisasi keagamaan dalam hal ini PGI (waktu itu DGI) dan KWI (waktu itu MAWI) menolak lahir peraturan ini, karena tidak sesuai dengan atau bahkan bertentangan dengan UUD Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) beberapa kali menyatakan sikapnya kepada pemerintah untuk meninjau kembali atau bahkan mencabut SKB 2 Menteri tersebut karena melanggar jaminan kebebasan beragama sebagai HAK Asasi Manusia. Pada tahun 2006 pemerintah mengundang para wakil-wakil majelis agama untuk mendiskusikan SKB tersebut terkait dan mempertanyakan apakah peraturan tersebut masih diperlukan.para wakil-wakil majelis agama memberikan tanggapan dan tidak mencapai kesepakatan sampai pertemuan yang ke sepuluh. Akhirnya pemerintah tetap mempertahankan aturan tersebut dengan merevisi beberapa aturan di dalamnya. Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri setelah revisi berubah menjadi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9/2006 dan No.8/2006 yang di dalamnya tetap mengatur tata cara 20 Adi Prasetyo, Pluralisme, Dialog,

7 dan persyaratan pendirian rumah ibadat. 21 Adapun ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri sebagai berikut. Pasal 13 (1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa Pasal 14 (1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratife dan persyaratan teknis bangunan gedung. (2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (Sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (3) b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa; c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota (3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat. Pasal Andreas A Yewangoe,Menyikapi Peraturan Bersama Dua Menteri. Diakses tanggal 12 June

8 Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis. Pasal 16 (1) Permohonan pendirian rumah ibdat sebagaimana imaksud dalam pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat. (2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagimana dimaksud pada ayat (1). 22 Agama adalah kesatuan sistem kepercayaan dan praktek-praktek yang berkaitan dengan yang sacral, yaitu hal-hal yang disisihkan dan terlarang -kepercayaan dan praktekpraktek yang menyatukan seluruh orang yang menganut dan menyakini hal-hal tersebut ke dalam satu komunitas yang disebut Gereja. 23 Gereja dalam hal ini adalah sebuah komunitas moral yang memiliki kepercayaan bersama terhadap hal-hal yang spesifik. 24 Defenisi agama tersebut mengungkapkan hakikat agama sebagai satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipilah dan dibagi. Karena kesatuan hanya bisa didefenisikan jika dihubungkan dengan bagianbagian yang terkandung dalam kesatuan tersebut. 25 Jadi tidak dapat menyebut agama tanpa adanya kepercayaan atau tanpa adanya praktek kepercayaan dan orang yang mempraktekkan kepercayaan tersebut.sebab beragama berarti, menjalankan ajaran, ibadah dan beribadat. Menjamin kebebasan beragama berarti menjamin kebebasan individu atau kelompok untuk mengungkapkan system kepercayaan dalam wujud ritus atau ibadah di ranah pribadi atau publik. Sesuai dengan defenisi agama di atas bahwa hal ini merupakan satu kesatuan 22 Dokumen Permen, Diakses 12 june Emile Durkeim, The Elementary Forms of the Religious Life, diterjemahkan oleh Inyiak Ridwan Muzir dengan judul sejarah Agama (Yogyakarta, IRCISoD, 2003), Ibid., Ibid., 65. 8

9 yang tidak dapat dipisahkan. Pada saat tidak dijaminnya kebebasan untuk individu atau kelompok mengungkapkan sistem kepercayaan dalam wujud ibadah, maka hal ini merupakan pelanggaran kebebasan beragama. Rumah Ibadah adalah tempat bagi komunitas agama untuk bersekutu mengungkapkan kepercayaannya kepada yang Maha Kuasa dalam bentuk ibadah. Untuk beribadah berarti memerlukan rumah ibadah atau tempat ibadah. Setiap agama memiliki rumah ibadah sendiri dan penyebutan dari rumah ibadah juga berbeda-beda.beribadah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari agama. Begitu pula dengan beribadah tidak terpisahkan dari tempat ibadah. Apabila dijamin orang untuk beribadah, maka harus dijamin pula orang mendirikan rumah ibadah. Menjamin kebebasan untuk mendirikan rumah ibadah adalah bagian dari kebebasan beragama. Sedangkan apabila membatasi orang untuk mendirikan rumah ibadah merupakan pelanggaran kebebasan beragama. Ketentuan dan persyaratan-persyaratan dalam peraturan tersebut dengan jelas membatasi pemeluk agama untuk mendirikan rumah ibadah. Hal ini secara tidak langsung upaya untuk membatasi pemeluk agama untuk beribadah menurut agama yang dianutnya. Peraturan ini mengakibatkan hilangnya jaminan kebebasan beragama dan beribadat. Padahal dengan jelas dan tegas dalam konstitusi negara pada pasal 29 ayat 2 bahwa negara menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri menjadi hambatan dalam kebebasan beragama. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang mengatur pendirian rumah ibadah adalah bentuk pembatasan pendirian rumah ibadah. Tata cara dan syarat-syarat yang ada dalam peraturan tersebut merupakan bentuk intervensi pemerintah membatasi pendirian rumah ibadah yang sekaligus melanggar HAM sebagimana tercantum 9

10 dalam konstitusi. Oleh karena, setiap pembangunan rumah ibadah harus memenuhi ketentuan dan persyaratan-persyaratan yang diatur dalam peraturan bersama. Berdasarkan dari seluruh paparan di atas, maka penulis hendak meneliti, apa makna pengaturan kebebasan beragama dalam peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri terhadap jaminan kebebasan beragama. Berdasarkan paparan di atas, maka judul yang diajukan oleh penulis ialah Suatu Kajian Kebebasan Beragama Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Menurut Perspektif Kebebasan Beragama Dalam UUD pasal 29 ayat BATASAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini dibatasi pada makna pengaturan kebebasan beragama dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri terhadap jaminan kebebasan kebebasan beragama yang dikaji menurut perspektif UUD pasal 29 ayat 2. I.3. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dikemukakan adalah: Apa yang dimaksud makna kebebasan beragama dalam UUD pasal 29 ayat 2? Bagaimana kebebasan beragama dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri dilihat dari perspektif kebebasan beragama UUD 1945 Pasal 29 ayat (2) I.4. TUJUAN PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis ingin: Mendeskripsikan makna kebebasan beragama menurut UUD pasal 29 ayat 2. 10

11 Mendeskripsikan makna pengaturan kebebasan beragama dalam peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. I.5. MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah: Untuk menjelaskan pengaruh Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri terhadap jaminan kebebasan beragama di Indonesia Meminta pemerintah untuk mengevaluasi atau bahkan mencabut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengenai tata cara pendirian rumah ibadah apabila terbukti bertentangan dengan UUD I.6. METODOLOGI PENELITIAN 1. Metodologi yang dipakai adalah deskriptif. Penulis menggunakan metode deskriptif karena penilitian ini ingin menggambarkan atau melukiskan fakta-fakta tentang masalah yang sedang diselidiki sebagaimana adanya dengan memberikan analisa dan interpretasi tentang arti data itu Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Penulis menggunakan jenis penelitian ini karena penulisan ini bertujuan untuk mengkaji suatu ide tertentu dalam suatu bidang studi. Kajian tersebut dengan menggunakan informasi atau data dari penelitian terdahulu yang selanjutnya dianalisi menurut perspektif terntentu. 27 I.7. SISTEMATIKA PENULISAN Tulisan ini akan dibuat dalam 5 bab. Bab 1 adalah bagian pendahuluan yang akan memuat latar belakang penulisan, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Social (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1983), 27 11

12 manfaat penulisan, metode penulisan, metode penelitian. Dalam bab 2, penulis akan mendeskripsikan kebebasan beragama menurut perspektif UUD pasal 29 ayat 2. Halhal ini menyangkut pembicaraan dan perdebatan pada saat UUD pasal 29 tersebut dirumuskan, latarbelakang para pendiri bangsa merumuskan pasal tersebut dan gagasan-gagasan yang mendasari dirumuskannya pasal tersebut. Pada bab 3 penulis akan membahas kebebasan beragama dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Dalam bab 4 penulis akan menganlisis kebebasan beragama dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri menurut perspektif kebebasan beragama dalam UUD pasal 29 ayat 2. Bab 5 akan berisikan kesimpulan dari keseluruhan isi tulisan ini, serta saran yang dapat membangun, yang berdasar dari tulisan pada bab-bab sebelumnya. 12

BAB V PENUTUP. merumuskannya dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

BAB V PENUTUP. merumuskannya dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan Konteks kemajemukan beragama di Indonesia menjadikan prinsip kebebasan beragama begitu penting. Para pendiri bangsa telah menyadari akan pentingnya hal ini yang kemudian merumuskannya

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Kajian Kebebasan Beragama Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

BAB IV ANALISA. Kajian Kebebasan Beragama Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri BAB IV ANALISA Kajian Kebebasan Beragama Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8 Tahun 2006 Menurut Perspektif Kebebasan Beragama Dalam UUD Pasal 29 ayat (2) IV.1. Pendahuluan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA NOMOR 9 TAHUN 2006 DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Disusun oleh: Nama : Arif Purniawanto Nim : 11.11.4767 Kel : C Dosen : Drs. tahajudin

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN RUMAH IBADAH GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM Mimbang : a. bahwa hak beragama

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAT DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia sejak berdiri adalah negara hukum, bukan negara yang mendasarkan kepada satu jenis agama secara khusus dalam menjalankan sistem kehidupan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENDIRIAN RUMAH IBADAT. Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretariat Jenderal Kementerian Agama R.I

PROSEDUR PENDIRIAN RUMAH IBADAT. Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretariat Jenderal Kementerian Agama R.I PROSEDUR PENDIRIAN RUMAH IBADAT Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretariat Jenderal Kementerian Agama R.I OUTLINE A. Latar Belakang 1. Tinjauan Historis 2. Peraturan Pendirian Rumah Ibadat B. Usulan Pendirian

Lebih terperinci

Oleh: H. Ismardi, M. Ag Dosen Fak. Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau/Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kota Pekanbaru.

Oleh: H. Ismardi, M. Ag Dosen Fak. Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau/Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kota Pekanbaru. PENDIRIAN RUMAH IBADAT MENURUT PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 8 DAN 9 TAHUN 2006 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAT (Studi Kasus Kota Pekanbaru) Oleh: H. Ismardi, M. Ag Dosen

Lebih terperinci

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA SOSIALISASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 TAHUN 2006/NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006

TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006 TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006 BAB I KETENTUAN UMUM 1. Apa yang dimaksud dengan kerukunan umat beragama? Kerukunan umat beragama adalah keadaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. Bahwa setiap manusia,

Lebih terperinci

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR A. FAKTA HUKUM 1. Bahwa Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama adalah penghubung antara manusia dengan Tuhan. Setiap manusia berhak menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1945

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang GUBERNUR JAWA BARAT, : a.

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan Izin Mendirikan Bangunan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI AGAMA

SAMBUTAN MENTERI AGAMA SAMBUTAN MENTERI AGAMA PADA SOSIALISASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 9 TAHUN 2006/ NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal jika berbicara tentang identitas Indonesia adalah pluralitas, kemajemukan yang bersifat multidimensional. Kemajemukan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H. TRAINING OF TRAINER (TOT) PENGEMBANGAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA BAGI GADIK SATUAN PENDIDIKAN POLRI Hotel Jogjakarta Plaza, 21 24 Maret 2016 MAKALAH HAM dan Kebebasan Beragama Oleh: M. syafi ie, S.H.,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 21 Tahun : 2011 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN FORUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Atas prakarsa dan swadaya masyarakat yang makin meningkat, jumlah tempat

I. PENDAHULUAN. Atas prakarsa dan swadaya masyarakat yang makin meningkat, jumlah tempat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana ibadat tersebut terutama dilakukan atas peran serta masyarakat yang mencerminkan besarnya kesadaran beragama masyarakat. Atas prakarsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Problem tenaga kerja di Indonesia sangatlah kompleks. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang. Jumlah pertumbuhan

Lebih terperinci

NASKAH SOSIALISASI PERAT A URAN A B ERSAM A A

NASKAH SOSIALISASI PERAT A URAN A B ERSAM A A NASKAH SOSIALISASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/ WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN SALINAN RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Bab V KESIMPULAN Kesimpulan. Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama. Pasal 28E

Bab V KESIMPULAN Kesimpulan. Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama. Pasal 28E Bab V KESIMPULAN Setelah menguraikan dan membahas beberapa hal di beberapa bab sebelumnya, maka dalam bab V ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beberapa macam suku, adat istiadat, dan juga agama. Kemajemukan bangsa Indonesia ini secara positif dapat

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM Mimbang

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS RAKYAT PAPUA BARAT DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA http://nasional.inilah.com I. PENDAHULUAN Provinsi Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia bagian timur

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA WALIKOTA BANDA ACEH,

PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA WALIKOTA BANDA ACEH, PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak

Lebih terperinci

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA Pengertian Hak Azazi Manusia Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal Dasar-dasar HAM tertuang dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN RUMAH TOKO MENJADI RUMAH PERIBADATAN (STUDI DI KOTA SAMARINDA)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN RUMAH TOKO MENJADI RUMAH PERIBADATAN (STUDI DI KOTA SAMARINDA) Abstrak JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN RUMAH TOKO MENJADI RUMAH PERIBADATAN

Lebih terperinci

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

HAK KEBEBASAN BERAGAMA HAK KEBEBASAN BERAGAMA Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-4) FH UNSRI JAMINAN HUKUM Peraturan-peraturan yang menjamin hak kebebasan beragama atau berkepercayaan di Indonesia tercantum dalam UUD

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan

Lebih terperinci

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan BUPATI BANTUL

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan BUPATI BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 61 a TAHUN 2016 '-) (-l TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions Delegasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Parliamentary Event on Interfaith Dialog 21-24 November 2012, Nusa Dua, Bali Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20

HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20 HAK ASASI MANUSIA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA MEMPERINGATI ULANG TAHUN ELSAM KE-20 Oleh Drs. Sidarto Danusubroto, SH (Ketua MPR RI) Pengantar Setiap tanggal 10 Desember kita memperingati Hari Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara universal (tanpa dipandang suku, etnis, stratifikasi sosial maupun agamanya) merupakan salah satu makhluk Tuhan yang paling sempurna di muka bumi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas Agama Menghadapi Kekerasan dan Diskriminasi Atas Nama Agama

Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas Agama Menghadapi Kekerasan dan Diskriminasi Atas Nama Agama Laporan Pelapor Khusus Komnas Perempuan Tentang Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan dalam Konteks Pelanggaran Hak Konstitusional Kebebasan Beragama Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA Disusun oleh: Nama Mahasiswa : Regina Sheilla Andinia Nomor Mahasiswa : 118114058 PRODI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RAPAT KOORDINASI FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ANGGARAN 2018

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RAPAT KOORDINASI FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ANGGARAN 2018 (KAK) RAPAT KOORDINASI FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ANGGARAN 2018 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beragama adalah hak asasi setiap warga negara dimana setiap orang bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terkenal kaya akan keanekaragamannya. Keanekaragaman tersebut ditunjukkan dengan adanya berbagai suku, agama, ras, dan kebudayaan.

Lebih terperinci

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018

Lebih terperinci

TANTANGAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT ADAT/ BANGSA PRIBUMI DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAAN 1

TANTANGAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT ADAT/ BANGSA PRIBUMI DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAAN 1 TANTANGAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT ADAT/ BANGSA PRIBUMI DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAAN 1 Nicola Colbran 2 Pengantar Adakah kebebasan beragama atau berkepercayaan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

HAM DAN PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN. Oleh: Johan Avie, S.H.

HAM DAN PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN. Oleh: Johan Avie, S.H. HAM DAN PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN Oleh: Johan Avie, S.H. Disampaikan dalam TRAINING POLMAS DAN HAM BAGI TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN DEN 47 TAHUN 2015 oleh PUSHAM UII Yogyakarta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN KASUS KEKERASAN TERHADAP JEMAAT AHMADIYAH DI WILAYAH CIKEUSIK INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK- HAK SIPIL DAN POLITIK Oleh: I Made Juli Untung Pratama I Gede Pasek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk membangun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk membangun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya yang meliputi jasmani-rohani dan duniawi-ukhrawi. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

-1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH

-1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH -1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS

Lebih terperinci

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA FORUM KERUKUNAN UMAT

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

G U B E R N U R JAMB I

G U B E R N U R JAMB I G U B E R N U R JAMB I PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN RUMAH

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H.

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. A. Pendahuluan Profesi merupakan suatu bidang kerja yang memerlukan keahlian dan independensi yang oleh karena itu tidak dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci