BAB II TEORI DASAR. jalan serta fasilitas umum lainnya, juga dapat menimbulkan jatuhnya korban jiwa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI DASAR. jalan serta fasilitas umum lainnya, juga dapat menimbulkan jatuhnya korban jiwa."

Transkripsi

1 BAB II TEORI DASAR 2.1 UMUM Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang tidak dapat diprediksi secara pasti kapan dan dimana datangnya serta berapa besar kekuatannya. Dampak dari gempa bumi ini selain menimbulkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur jalan serta fasilitas umum lainnya, juga dapat menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Gempa bumi ini sendiri dapat diartikan sebagai getaran atau guncangan yang bersifat alamiah yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1. Aktivitas tektonik berupa pergerakan lempeng bumi Gempa bumi ini biasa disebut gempa bumi tektonik. Gempa bumi tektonik berhubungan dengan kegiatan gaya-gaya tektonik yang terus berlangsung dalam proses pembentukan gunung-gunung, terjadinya patahan-patahan (faults) dan tarikan atau tekanan dari pergerakan lempeng-lempeng batuan penyusun kerak bumi. 2. Aktivitas vulkanik gunung berapi Gempa bumi akibat aktivitas vulkanik ini biasa disebut gempa bumi vulkanik. Gempa bumi vulkanik terjadi baik sebelum, selama, ataupun sesudah letusan gunung api. Penyebab gempa vulkanik ini adalah adanya persentuhan antara magma dengan dinding gunung api dan tekanan gas pada letusan yang sangat kuat, atau perpindahan magma secara tiba-tiba dari dapur magma. Kekuatan gempa bumi vulkanik sebenarnya sangat lemah dan hanya terjadi di wilayah sekiar gunung api yang sedang aktif. Dari seluruh gempa bumi yang terjadi hanya 7% yang termasuk ke dalam

2 gempa bumi vulkanik, walaupun demikian kerusakannya cukup luas juga, karena disertai dengan letusan gunung api. 3. Tabrakan Tabrakan benda langit atau sering disebut meteor terhadap permukaan bumi juga dapat menyebabkan getaran, hanya saja getaranya tidak sampai terekam oleh alat pencatat getaran gempa bumi dan juga sangat jarang terjadi. 4. Runtuhan lubang-lubang interior bumi Runtuhnya lubang-lubang interior bumi seperti gua atau tambang batuan/mineral dalam bumi dapat menyebabkan getaran di atas permukaannya, namun getaran ini tidak terlalu besar dan terjadi bersifat setempat saja atau terjadi secara lokal. Dari keempat penyebab gempa bumi yang disebutkan di atas gempa bumi tektonik yang mempunyai kekuatan paling besar dan frekuensi terjadinya juga tinggi, sehingga dampak yang ditimbulkan gempa bumi tektonik ini juga cukup besar. Proses terjadinya gempa tektonik dapat dijelaskan dengan teori plat tektonik (tectonic plate). Pada teori plat tektonik dijelaskan bahwa bumi terdiri dari dari lempeng-lempeng bumi atau yang disebut lempeng tektonik (tectonic plate). Lempeng-lempeng tektonik yang lebih kaku mengapung di atas lapisan mantel bumi yang bersifat lebih cair dan bergerak secara tidak beraturan baik arah maupun kecepatannya. Pergerakan ini disebabkan karena pada lapisan mantel terjadi aliran arus panas konveksi yang berasal dari inti bumi. Pergerakan lempeng bumi dapat berupa pergerakan yang saling menjauhi (berpisah), saling mendekati atau berpapasan, dan saling bertumbukan atau bergesekan. Kecepatan pergerakan lempeng-lempeng tektonik berkisar antara 2 cm/tahun sampai 15 cm/tahun.

3 Proses tekan menekan dan desak mendesak diantara massa bumi pada lempenglempeng tektonik telah menciptakan pengumpulan dan penimbunan energi di dalam bumi. Jangka waktu proses penimbunan dan pelepasan energi yang menimbulkan gempa bumi itu berlangsung antara tahun. Terdapat variasi siklus berulang gempa antara satu kawasan dengan kawasan lain, ada siklus kejadian gempa bumi tahunan, ada 100 tahun, 200 tahun dan 600 tahun. Energi yang terkumpul atau tersimpan di dalam bumi / massa batuan pada suatu saat tidak mampu lagi ditahan oleh massa bumi dan akhirnya bumi / batuan itu pecah / remuk / patah atau sobek (rupture). Pada saat bumi itu remuk atau pecah disaat itulah energi dilepaskan dan bergerak dalam wujud gelombang. Energi ini akan menyebabkan getaran yang akan merambat dari sumber getaran ke permukaan bumi. Getaran inilah yang disebut dengan gempa bumi. Dalam bidang teknik sipil gempa bumi merupakan salah satu bagian dari jenis beban yang dapat membebani struktur selain beban mati, beban hidup dan beban angin. Beban gempa memang tidak selalu diperhitungkan dalam perencanaan atau analisa struktur. Namun bagi struktur yang dibangun pada suatu lokasi yang rawan akan terjadinya gempa bumi, maka analisa terhadap beban gempa harus dilakukan. Gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan dapat digolongkan sebagai beban dinamis, yaitu beban yang berubah-ubah menurut waktu, arah maupun posisinya. Pembebanan gaya gempa ini berbeda dengan pembebanan- pembebanan statis. Pada pembebanan statis, respon dan pembebanannya bersifat tetap atau statis. Sementara pada pembebanan akibat gaya gempa, respon dan pembebanannya berubah menurut waktu sehingga dalam perhitungannya gaya gempa tidak mempunyai solusi tunggal seperti pada gaya statis.

4 Gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan terjadi pada seluruh arah pembebanan baik arah horizontal maupun arah vertikal. Gaya gempa arah vertikal memiliki kekuatan lebih besar dari pada gaya gempa arah horizontal. Tetapi dalam perencanaan, pada umumnya hanya gaya gempa arah horizontal saja yang digunakan untuk mewakili pembebanan akibat gempa. Hal ini dikarenakan gaya gempa arah horizontal lebih besar pengaruhnya terhadap kerusakan bangunan. Gaya gempa horizontal dapat menimbulkan simpangan (drift) pada lantai-lantai bangunan sehingga apabila simpangan yang terjadi cukup besar maka tingkat kerusakan bangunan yang terjadi lebih signifikan dan resiko korban jiwa juga akan lebih besar. Sementara untuk gaya gempa arah vertikal, pengaruhnya lebih kecil terhadap kerusakan struktur bangunan dibandingkan gaya gempa arah horizontal. Gaya gempa arah verikal yang bekerja pada bangunan akan menimbulkan gaya aksial pada elemen kolom. Elemen kolom mempunyai kekakuan yang besar dalam menahan gaya aksial sehingga gaya gempa arah vertikal ini tidak menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap kerusakan bangunan. Gaya gempa arah vertikal harus diperhitungkan pada struktur bangunan yang unsur-unsurnya memiliki kepekaan yang tinggi terhadap beban gravitasi seperti yang tertera dalam SK SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung pasal bahwa unsur-unsur struktur gedung yang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap beban gravitasi seperti balkon, kanopi dan balok kantilever berbentang panjang, balok transfer pada struktur gedung tinggi yang memikul beban gravitasi dari dua atau lebih tingkat di atasnya serta balok beton pratekan berbentang panjang, harus diperhitungkan terhadap komponen vertikal gerakan tanah akibat pengaruh gempa rencana.

5 Besarnya tingkat pembebanan gempa berbeda-beda dari satu wilayah ke wilayah lain, yang tergantung pada keadaan seismetektonik, geografi dan geologi setempat. Analisa gempa terutama pada bangunan tinggi perlu dilakukan karena pertimbangan keamanan struktur dan kenyaman penghuni bangunan. Struktur bangunan tahan gempa harus direncanakan selain mampu menahan gaya gempa juga harus mampu memberikan tingkat keamanan dan pelayanan yang memadai bagi penghuni di dalamnya saat terjadi gempa. Menurut T. Paulay (1988), tingkat layanan dari struktur yang dibebani gaya gempa terdiri dari tiga, yaitu: 1. Serviceability. Jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam waktu ulang yang besar mengenai struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan, seperti aktivitas normal di dalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak dibenarkan ada terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun dalam elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan kontrol dan batas simpangan (drift) yang dapat terjadi pada saat gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berprilaku elastis. 2. Kontrol kerusakan. Jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan umur atau masa rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa ringan atau gempa kecil tanpa terjadi kerusakan pada komponen struktur ataupun maupun komponen non-struktur, dan diharapkan struktur dalam batas elastis.

6 3. Survival Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur/ masa bangunan yang direncanakan membebani struktur, maka struktur direncankan untuk dapat bertahan dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami kerusakan dan keruntuhan (collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamakan jiwa manusia. Pengaruh gempa bumi yang sangat merusak struktur bangunan adalah load pad dari komponen gaya atau getaran horizontal. Getaran horizontal tersebut menimbulkan gaya reaksi yang besar, bahkan di lokasi puncak atau ujung bangunan dapat mengalami pembesaran hingga dua kalinya. Bila aliran gaya pada bangunan itu lebih besar daripada kekuatan struktur maka bangunan itu akan rusak parah. Untuk daerah yang rawan gempa bumi dibutuhkan ekstra kewaspadaan dan solusi teknologi tepat guna yang mampu meminimalkan korban jiwa dan harta benda. Untuk itu betapa pentingnya penerapan teknologi yang tepat guna. Kerusakan bangunan akibat gempa bumi dapat diantisipasi dengan beberapa metode, baik secara konvensional maupun secara teknologi. Pada saat sekarang ini para ahli telah menemukan sistem base isolation untuk memproteksi struktur dari bahaya gempa, dengan cara mereduksi gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan dan meresapkan energigempa yang terjadi pada bangunan tersebut. Penggunaan base isolator baik secara teoritis maupun eksperimental telah terbukti efektif untuk mereduksi gaya gempa yang bekerja pada struktur bangunan. Base isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil disisipkan di antara bangunan atas dan pondasinya atau dengan kata lain base isolator ini akan memisahkan bangunan atau struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah. Bangunan yang disisipkan base isolator mempunyai frekuensi yang jauh lebih kecil

7 dari bangunan konvensional dan frekuensi dominan dari gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan bagian atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi didalam respons struktur, atau dengan kata lain energi gempa tidak disalurkan ke struktur bangunan (Naeim and Kelly, 1999). Pada saat terjadi gempa khususnya gempa kuat, base isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil akan meningkatkan waktu getar alamiah bangunan (umumnya antara 2 s/d 3,5 detik). Dengan meningkatnya waktu getar alamiah bangunan maka percepatan gempa yang terjadi akan relatif kecil khususnya pada tanah keras sehingga gaya gempa yang bekerja pada bangunan akan tereduksi. Base Isolator yang pertama kali digunakan untuk memproteksi bangunan terhadap gaya gempa ialah elastromeric-based system atau disebut laminated rubber bearing. Isolator ini digunakan pertama kali pada bangunan Sekolah Pestalozzi di Sopje, Macedonia. Pada mulanya isolator ini hanya berupa blok karet yang cukup besar tanpa lempengan baja. Isolator ini mempunyai kekakuan vertikal yang hanya beberapa kali kekakuan horizontal dan karet dari isolator ini relatif tidak mempunyai redaman. Sejak bangunan tersebut selesai dibangun, banyak bangunan-bangunan lainnya dibangun dengan isolator ini hanya saja diberi tambahan lempengen baja pada lapisan karetnya, sehingga mampu meningkatkan kekakuan vertikalnya hingga beberapa ratus kali kekakuan horizontalnya.

8 Salah satu jenis dari base isolator yang telah dikembangkan dan banyak digunakan sekarang ini ialah base isolator jenis lead rubber bearing (LRB). Lead rubber bearing (LRB) ditemukan di Selandia Baru pada tahun 1975 dan sudah digunakan secara luas di Selandia Baru, Jepang, dan Amerika Serikat. LRB merupakan jenis laminated rubber bearing dan low-damping rubber bearing tetapi terdiri dari satu atau lebih batangan bulat timah (lead) yang dimasukkan ke dalam lubang di bagian tengah isolator ini. LRB ini terdiri dari beberapa lapisan karet alam atau sintetik yang mempunyai nisbah redaman kritikal antara 2-5%. Dengan adanya batangan bulat dari timah tersebut, nisbah redaman isolator ini dapat mencapai hingga 30%. Untuk dapat menahan beban vertikal (agar tidak terjadi tekuk), maka isolator diberi lempengan baja yang dilekatkan ke lapisan karet dengan sistem vulkanisir. Sejak gempa Kobe dan Northrigde yang menimbulkan kerusakan bangunan dan kerugian yang besar serta korban jiwa yang cukup banyak, penggunaan base isolator terus meningkat khususnya pada bangunan-bangunan penting seperti rumah sakit, telekomunikasi, pusat komputer, apartemen, bangunan kantor, gedung perkuliahan, bangunan komersial, bangunan berbahaya seperti instalasi nuklir, bahan kimia, bangunan bersejarah dan bangunan penting lainnya. Untuk bangunan rumah sakit, pembangkit listrik, telekomunikasi harus diberi perhatian lebih khusus, berhubung bangunan ini harus tetap berfungsi bila terjadi gempa.

9 2.2 KARAKTERISTIK DINAMIK STRUKTUR BANGUNAN Persamaan diferensial pada analisa dinamika struktur melibatkan tiga properti utama yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti struktur tersebut umumnya disebut dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut sangat spesifik yang tidak semuanya digunakan pada problem statik. Kekakuan elemen / struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik yang lainnya yaitu massa dan redaman tidak dipakai Massa Suatu struktur yang kontinu kemungkinan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan yang umumnya berasosiasi dengan jumlah massa tersebut akan menimbulkan kesulitan. Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan diferensial yang ada. Terdapat dua permodelan pokok yang umumnya dilakukan untuk mendeskripsikan massa struktur Model Lumped Mass Model pertama adalah model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan / degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik nodal yang hanya mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa bagian offdiagonal akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap massa. Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa

10 ( rotation degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol. Pada bangunan gedung bertingkat banyak, konsentrasi beban akan terpusat pada tiap-tiap lantai tingkat bangunan. Dengan demikian untuk setiap tingkat hanya ada satu tingkat massa yang mewakili tingkat yang bersangkutan. Karena hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa / tingkat, maka jumlah derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja Model Consistent Mass Matrix Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontinu. Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertikal dan rotasi) diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan full-populated consistent matrix artinya suatu matriks yang off-diagonal matriksnya tidak sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan. Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan,

11 maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai Kekakuan kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menentukan nilai frekuensi sudut, dan periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur. Pada prinsip bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsip shear building ini maka dimungkinkan pemakaian lumped mass model. Pada prinsip ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada. Pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin besar kemampuannya dalam mengekang rotasi ujung kolom, sehingga akan menambah kekuatan kolom. Perhitungan kekakuan kolom akan lebih teliti apabila pengaruh plat lantai diperhatikan sehingga diperhitungkan sebagai balok T Redaman Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi (energi dissipation) oleh struktur akibat berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain adalah

12 pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul di dalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun sistem dukungan, pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi plastis. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal ini akan mengurangi respon struktur. 2.3 SIMPANGAN (DRIFT) AKIBAT GAYA GEMPA Simpangan (drift) adalah sebagai perpindahan lateral relatif antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Simpangan lateral dari suatu sistem struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari tiga pandangan yang berbeda, menurut Farzat Naeim (1989): 1. Kestabilan struktur (structural stability) 2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen non-struktur 3. Kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa. Sementara itu Richard N. White (1987) berpendapat bahwa dalam perencanaan bangunan tinggi selalu dipengaruhi oleh pertimbangan lenturan (deflection), bukannya oleh kekuatan (strength). Simpangan antar tingkat dari suatu titik pada suatu lantai harus ditentukan sebagai simpangan horizontal titik itu, relatif terhadap titik yang sesuai pada lantai yang berada dibawahnya. Untuk menjamin agar kenyamanan para penghuni gedung

13 tidak terganggu maka dilakukan pembatasan-pembatasan terhadap simpangan antar tingkat pada bangunan. Pembatasan ini juga bertujuan untuk mengurangi momenmomen sekunder yang terjadi akibat penyimpangan garis kerja gaya aksial di dalam kolom-kolom (yang lebih dikenal dengan P-delta). Menurut SK SNI Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung pasal bahwa untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung menurut Pasal tidak boleh melampaui 0,03/R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil. Sementara Berdasarkan UBC 1997 bahwa batasan story drift atau simpangan antar tingkat adalah sebagai berikut: Untuk periode bangunan yang pendek T< 0,7 detik, maka simpangan antar tingkat m 0,0025Ih atau 2,5% dari tinggi bangunan. Untuk periode bangunan yang pendek T> 0,7 detik, maka simpangan antar tingkat m 0,002Ih atau 2,0% dari tinggi bangunan. 2.4 DERAJAT KEBEBASAN (DEGREE OF FREEDOM, DOF) Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat independensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistem pada setiap waktu. Pada problem dinamik, setiap titik atau massa pada umumnya hanya diperhitungkan berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan hanya terjadi dalam satu bidang atau dua dimensi, maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi atau ordinat tertentu baik bertanda negatif ataupun bertanda positif. Pada kondisi dua dimensi tersebut, simpangan suatu massa pada saat t dapat

14 dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu u (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF sistem). Dalam model sistem SDOF atau berderajat kebebasan tunggal, setiap massa m, kekakuan k, mekanisme kehilangan atau redaman c, dan gaya luar yang dianggap tertumpu pada elemen fisik tunggal. Struktur yang mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak disebut multi degree of freedom (MDOF). Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah derajat kebebasan adalah jumlah koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu Persamaan Diferensial Pada Struktur SDOF Sistem derajat kebebasan tunggal (SDOF) hanya akan mempunyai satu koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat tertentu yang ditinjau. Bangunan satu tingkat adalah salah satu contoh bangunan derajat kebebasan tunggal. Pada gambar 2.1a tampak sistem SDOF pada portal satu tingkat. Portal tersebut terdiri dari suatu massa m yang terkonsentasi pada lantai atap, frame yang dianggap tidak bermassa yang memberikan kekakuan (stiffness) pada portal, dan sebuah viscous damper (atau sering disebut dashpot) yang meredam energi getaran dari sistem. Pada portal tersebut bekerja gaya P(t) yaitu beban yang intensitasnya merupakan fungsi dari waktu dan akibat gaya P(t) terjadi displacement pada portal. Gambar 2.1b menjelaskan keseimbangan dinamik yang bekerja pada portal. Gambargambar tersebut umumnya disebut free body diagram. Sistem SDOF juga juga dapat dimodelkan sebagai mass-spring-damper system yang dapat dilihat pada gambar 2.2. Pada gambar 2.2a akibat beban dinamik P(t) yang bekerja ke arah kanan pada suatu

15 massa m, maka akan terdapat perlawanan pegas dan gaya redaman (damper). Pada gambar 2.2b dapat dilihat keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut dan gambar 2.2.c merupakan free body diagram dari sistem tersebut. (a) (b) Gambar 2.1 Pemodelan struktur SDOF pada portal satu tingkat (Chopra,1995) (a) (b) (c) Gambar 2.2 Mass-Spring-Damper System Secara visual Chopra (1995) menyajikan keseimbangan antara gaya dinamik, gaya pegas, gaya redam dan gaya inersia seperti pada gambar 2.3 Gambar 2.3 Keseimbangan gaya dinamik dengan f S, f D, dan f 1 (Chopra, 1995)

16 Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik free body diagram pada gambar 2.3, maka dapat diperoleh hubungan, ( ) = + + = ( ) (2-1) dimana: f D = c. (2-2) f S =. (2-3) Apabila persamaan (2-2) dan (2-3) disubtitusikan ke persamaan (2-1), maka akan diperoleh = ( ) (2-4) Persamaan (2-4) adalah persamaan diferensial gerakan massa suatu struktur SDOF yang memperoleh pembebanan dinamik P(t). Pada problem dinamika yang penting untuk diketahui adalah simpangan horizontal tingkat atau dalam persamaaan tersebut adalah u(t) Persamaan Diferensial Struktur SDOF Akibat Base Motion Beban dinamik yang umum dipakai pada analisa struktur selain beban angin adalah beban gempa. Gempa bumi akan mengakibatkan permukaan tanah menjadi bergetar yang getarannya direkam dalam bentuk akselelogram. Tanah yang bergetar akan menyebabkan semua benda yang berada di atas tanah akan ikut bergetar termasuk struktur bangunan. Di dalam hal ini masih ada anggapan bahwa antara fondasi dan tanah pendukungnya bergerak secara bersama-sama atau fondasi dianggap menyatu dengan tanah. Anggapan ini sebetulnya tidak sepenuhnya benar karena tanah bukanlah material yang kaku yang mampu menyatu dengan fondasi. Kejadian yang sesungguhnya adalah bahwa antara tanah dan fondasi tidak akan

17 bergerak secara bersamaan. Pondasi masih akan bergerak horizontal relatif terhadap tanah yang mendukungnya. Kondisi seperti ini cukup rumit karena sudah memperhitungkan pengaruh tanah terhadap analisis struktur yang umumnya disebut soil-structure interaction analysis. Untuk menyusun persamaan diferensial gerakan massa akibat gerakan tanah maka anggapan di atas tetap dipakai, yaitu tanah menyatu secara kaku dengan kolom atau kolom dianggap dijepit pada ujung bawahnya. Pada kondisi tersebut ujung bawah kolom dan tanah dasar bergerak secara bersamaan. Persamaan diferensial gerakan massa struktur SDOF akibat gerakan tanah selanjutnya dapat diturunkan dengan mengambil model seperti pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Struktur SDOF akibat base motion (Chopra,1995) Berdasarkan pada free body diagram seperti gambar di atas maka deformasi total yang terjadi adalah ( ) = ( ) + ( ) (2-5) Dari free body diagram pada gambar 2.1b, dengan adanya gaya inersia f 1 maka persamaan keseimbangannya menjadi + + = 0 (2-6) dimana gaya inersia adalah = (2-7)

18 Dengan mensubstisusikan persamaan (2-2), (2-3) dan (2-7) ke persamaan (2-6) dan menggunakan persamaan (2-5), maka diperoleh persamaan sebagai berikut, = ( ) (2-8) Persamaan ini disebut persamaan diferensial relatif karena gaya inersia, gaya redam dan gaya pegas yang ketiga-tiganya timbul akibat adanya simpangan relatif. Ruas kanan pada persamaan (2-8) disebut sebagai beban gempa efektif atau beban gerakan tanah efektif. Ruas kanan tersebut seolah menjadi gaya dinamik efektif yang bekerja pada elevasi lantai tingkat. Kemudian gaya luar ini akan disebut sebagai gaya efektif gempa ( ) = ( ) (2-9) Persamaan Difrensial Struktur MDOF Matriks Massa, Matriks Kekakuan dan Matriks Redaman Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan derajat kebebasan banyak maka dipakai anggapan dan pendekatan seperti pada struktur dengan derajat kebebasan tunggal SDOF. Anggapan seperti prinsip shear building masih berlaku pada struktur dengan derajat kebebasan banyak (MDOF). Untuk memperoleh persamaan diferensial tersebut, maka tetap dipakai prinsip keseimbangan dinamik (dynamic equilibrium) pada suatu massa yang ditinjau. Untuk memperoleh persamaan tersebut maka diambil model struktur MDOF. Struktur bangunan gedung bertingkat tiga, akan mempunyai tiga derajat kebebasan. Sering kali jumlah derajat kebebasan dihubungkan secara langsung dengan jumlahnya tingkat. Persamaan diferensial gerakan tersebut umumnya disusun berdasarkan atas goyangan struktur menurut first mode atau mode pertama seperti yang tampak pada garis putus-putus. Masalah mode ini akan dibicarakan lebih lanjut

19 pada pembahasan mendatang. Berdasarkan pada keseimbangan dinamik pada free body diagram. maka akan diperoleh : + + ( ) ( ) ( ) = 0 (2-10) + ( ) + ( ) ( ) ( ) ( ) = 0 (2-11) + ( ) + ( ) ( ) = 0 (2-12) Pada persamaan-persamaan tersebut di atas tampak bahwa keseimbangan dinamik suatu massa yang ditinjau ternyata dipengaruhi oleh kekakuan, redaman dan simpangan massa sebelum dan sesudahnya. Persamaan dengan sifat-sifat seperti itu umumnya disebut coupled equation karena persamaan-persamaan tersebut akan tergantung satu sama lain. Penyelesaian persamaan coupled harus dilakukan secara simultan artinya dengan melibatkan semua persamaan yang ada. Pada struktur dengan derajat kebebasan banyak, persamaan diferensial gerakannya merupakan persamaan yang dependent atau coupled antara satu dengan yang lain. Selanjutnya dengan menyusun persamaan-persamaan di atas menurut parameter yang sama (percepatan, kecepatan dan simpangan) maka akan diperoleh : + ( + ) + ( + ) = ( ) (2-13) + ( + ) + ( + ) = ( ) (2-14) + = ( ) (2-15) Persamaan-persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut

20 = ( ) ( ) ( ) (Pers. 2-15) dapat ditulis dalam matriks yang lebih kompleks, [ ]{ } + [ ]{ } + [ ]{ } = { ( )} (2-16) Yang mana [M], [C] dan [K] berturut-turut adalah mass matriks, damping matriks dan matriks kekakuan yang dapat ditulis menjadi, [ ] = 0 2 0, [ ] = dan [ ] = (2-17) Sedangkan { }, { } dan { } dan { ( )} masing-masing adalah vektor percepatan, vektor kecepatan, vektor simpangan dan vektor beban, atau ( ) { } = 2, { } = 2, { } = 2 { ( )} = 2 ( ) (2-18) ( ) Matriks Redaman Pada persamaan diferensial di atas, maka tersusunlah berturut-turut matriks massa, matriks redaman dan matriks kekakuan. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa kekakuan kolom sudah dapat dihitung secara lebih pasti. Kekakuan kolom dapat dihitung berdasarkan model kekakuan balok yang dipakai. Dengan demikian matriks kekakuan sudah dapat disusun dengan jelas. Pada bagian lain yang sudah dibahas adalah massa struktur. Apabila model distribusi massa struktur sudah dapat dikenali dengan baik, maka massa setiap derajat kebebasan juga

21 dapat dihitung dengan mudah. Akhirnya matriks massa juga dapat disusun secara jelas. Maka sesuatu yang perlu dibahas lebih lanjut adalah matriks redaman. Sebelum menginjak matriks redaman maka akan dibahas terlebih dahulu jenis dan sistem redaman Non Klasikal / Non Proporsional Damping Apabila matriks massa dan matriks kekakuan telah dapat disusun, maka selanjutnya menyusun matriks redaman. Pada struktur SDOF, koefisien redaman c dapat dihitung. Koefisien redaman c ialah produk dari rasio antara redaman dengan redaman kritik. Sistem redaman secara umum terbagi menjadi dua yaitu redaman klasik (clasiccal damping) dan redaman non-klasik (non-clasiccal damping). Damping non-klasik tergantung pada frekuensi (frequency dependent). Clough dan Penzien (1993) memberikan contoh damping non-klasik. Pada gambar 2.5a tampak kombinasi antara struktur beton di bagian bawah misalnya dan struktur baja pada bagian atas. Jenis bahan akan mempengaruhi rasio redaman. Antara struktur beton dan struktur baja akan mempunyai perbedaan rasio redaman yang cukup signifikan. Oleh karena itu sistem struktur mempunyai rasio redaman yang berbeda. Prinsip non-klasikal damping akan berlaku pada struktur tersebut. Pada gambar 2.5b adalah sistem struktur yang memperhitungkan efek / pengaruh tanah dalam analisis struktur. Analisis struktur seperti itu biasanya disebut analisis interaksi antara tanah dengan bangunan (soil-structure interaction analysis). Struktur tanah umumnya mempunyai kapasitas meredam energi atau mempunyai rasio redaman yang jauh lebih besar daripada bangunan atas. Disamping itu interaksi

22 antara tanah dan fondasi sebenarnya adalah interaksi frequency dependent, artinya kualitas interaksi akan dipengaruhi oleh frekuensi beban yang bekerja. Apabila interaksi antara tanah dengan struktur dipengaruhi frekuensi, maka kekakuan dan redaman interaksi juga frequency dependent. Pada kondisi tersebut sistem struktur tidak akan mempunyai standar mode shapes (akan dibahas kemudian). Dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan seperti itu maka ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama rasio redaman struktur atas yang dipengaruhi oleh level respon, kedua rasio redaman pada stuktur atas dan bawah sangat berbeda, ketiga rasio redaman struktur bawah tergantung pada frekuensi beban dan keempat sistem struktur tidak akan mempunyai standar mode shapes. Apabila analisis struktur memperhatikan hal itu semua, maka problemnya tidak hanya terletak pada redaman tetapi penyelesaian yang komprehensif terhadap sistem struktur. Penyelesaian soilstructure interaction pada bangunan bertingkat banyak tidak sederhana dan cukup sulit. Oleh karena itu memperhitungkan redaman non-klasik ini memerlukan kemampuan yang sangat khusus. (a) (b) Gambar 2.5 Struktur dengan damping non-klasik (Clough & Pensien, 1993)

23 Klasikal / Proposional Damping Damping dengan sistem ini relatif sederhana bila dibandingkan dengan nonklasikal damping. Namun demikian penggunaan sistem damping seperti ini juga terbatas, yaitu hanya dipakai pada analisis struktur yang tidak memperhatikan interaksi antara tanah dengan bangunan. Ada juga yang memakainya, namun hal itu disertai dengan anggapan-anggapan. Analisis struktur yang menggunakan damping jenis ini adalah analisis struktur elastik maupun inelastik yang mana struktur bangunan dianggap dijepit pada dasarnya. Pada analisis dinamik yang menggunakan superposisi atas persamaan independen (uncoupled modal superposition method) maka masih dapat dipakai prinsip ekivalen damping rasio, yaitu yang dinyatakan dalam bentuk, C j = 2 j M j j (2-19) yang mana C j, M j adalah suatu simbol yang berasosiasi dengan mode j, dan j berturut-turut adalah rasio redaman dan frekuensi sudut mode ke-j. Untuk menyederhanakan persoalan, umumnya dipakai rasio redaman yang konstan, artinya nilai rasio redaman diambil sama untuk semua mode. Apabila hal ini telah disepakati maka analisis dinamik struktur dengan modal analisis tidak memerlukan matriks redaman. Cara ini mempunyai kelemahan, karena pada mode yang lebih tinggi umumnya frekuensi sudut dan rasio redaman akan lebih besar. berturut-turut adalah rasio redaman dan frekuensi sudut mode ke-j. Pada analisis dinamik yang melakukan integrasi secara langsung dan analisis dinamik inelastik, maka konsep ekivalen damping ratio sebagaimana tercantum pada persamaan (2-19) tersebut tidak dapat dipakai. Pada kedua analisis ini diperlukan suatu matriks redaman, dan oleh karenanya matriks redaman perlu disusun. Di dalam

24 analisis tersebut damping matriks disusun berdasarkan satu dan dua nilai proporsional damping. Terdapat beberapa sistem redaman proporsional yang dapat disusun yang secara skematis ditunjukkan oleh gambar 2.6 Gambar 2.6 Jenis-jenis proporsional damping (Chopra, 1995) Getaran Bebas Pada Struktur MDOF Nilai Karakteristik (Eigenproblem) Sebagaimana disebut di atas bahwa walaupun getaran bebas (free vibration system) pada kenyataannya jarang terjadi pada struktur MDOF, tetapi membahas jenis getaran ini akan diperoleh suatu besaran/karakteristik dari struktur yang bersangkutan yang selanjutnya akan sangat berguna untuk pembahasan-pembahasan respon struktur berikutnya. Besaran-besaran tersebut terutama adalah frekuensi sudut, periode getar T, frekuensi alami f dan normal modes. Pada getaran bebas pada struktur yang mempunyai derajat kebebasan banyak (MDOF), maka matriks persamaan diferensial gerakannya adalah seperti pada persamaan (2-16), dengan nilai ruas kanan sama dengan nol atau, [ ]{ } + [ ]{ } + [ ]{ } = 0 (2-20) Telah dibahas sebelumnya bahwa frekuensi sudut pada struktur dengan redaman

25 (damped frequency) d nilainya hampir sama dengan frekuensi sudut pada struktur yang dianggap tanpa redaman. Hal ini akan diperoleh apabila nilai damping ratio relatif kecil. Apabila hal ini diadopsi untuk struktur dengan derajat kebebasan banyak, maka untuk nilai C = 0, pers. (2-20) akan menjadi, [ ]{ } + [ ]{ } = 0 (2-21) Karena pers. (2-21) adalah persamaan diferensial pada struktur MDOF yang dianggap tidak mempunyai redaman, maka sebagaimana penyelesaian persamaan diferensial yang sejenis pada pembahasan-pembahasan di depan, maka penyelesaian persamaan tersebut diharapkan dalam fungsi harmonik menurut bentuk, = { } i sin ( t) (2-22) = - { } i cos ( t) (2-23) = - 2 { } i sin ( t) (2-24) Yang mana { }i adalah suatu koordinat massa pada mode yang ke-i. Substitusi pers. (2-22) dan (2-24) ke dalam pers. (2-21) selanjutnya akan diperoleh, - 2 [M]{ } i sin ( t) + [K] sin ( t) = 0 {[K]- 2 [M]}{ } i = 0 (2-25) Pers.(2-25) adalah suatu persamaan yang sangat penting dan biasa disebut persamaan eigenproblem atau karakteristik problem atau ada juga yang menyebut eigenvalue problem. Pers. (2-25) tersebut adalah persamaan simultan yang harus dicari penyelesaiannya. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk menyelesaikan persamaan simultan tersebut adalah dengan memakai dalil Cramer ( ). Gabriel Cramer adalah salah satu ahli matematika yang berasal dari Swiss. Dalil tersebut menyatakan bahwa penyelesaian persamaan simultan yang homogen akan ada nilainya apabila

26 determinan dari matriks yang merupakan koefisien dari vektor { } i adalah nol, sehingga [K] - 2 [M] = 0 (2-26) Jumlah mode pada struktur dengan derajat kebebasan banyak biasanya dapat dihubungkan dengan jumlah massa. Mode itu sendiri adalah jenis / pola / ragam getaran/ goyangan suatu struktur bangunan. Mode ini hanya merupakan fungsi dari properti dinamik dari struktur yang bersangkutan (dalam hal ini adalah hanya massa dan kekakuan tingkat) dan bebas dari pengaruh waktu dan frekuensi getaran. Dengan adanya hubungan antara jumlah mode dengan jumlah massa struktur, maka bangunan yang mempunyai 5 tingkat misalnya, akan mempunyai 5 derajat kebebasan dan akan mempunyai 5 jenis mode gerakan dan akan mempunyai 5 nilai frekuensi sudut yang berhubungan langsung dengan jenis / nomor mode nya. Apabila jumlah derajat kebebasan adalah n, maka persamaan (2-26) akan menghasilkan suatu polinomial pangkat n yang selanjutnya akan menghasilkan 2 i untuk i = 1, 2,3...n. Selanjutnya, substitusi masing-masing frekuensi i ke dalam persamaan (2-25) sehingga akan diperoleh nilai-nilai 1, 2,... n Frekuensi Sudut ( ) dan Normal Modes Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, di dalam menghitung frekuensi sudut untuk struktur yang mempunyai derajat kebebasan banyak (MDOF), diambil suatu anggapan bahwa struktur tersebut dianggap tidak mempunyai redaman atau C = 0. Untuk menghitung dan sekaligus menggambar normal modes maka diambil suatu model struktur seperti pada gambar berikut.

27 Gambar 2.7 Bangunan 2-DOF dan model matematika Setiap struktur yang dibebani dengan beban dinamik akan mengalami goyangan. Untuk struktur derajat kebebasan banyak, maka struktur yang bersangkutan akan mempunyai banyak ragam / pola goyangan. Normal modes adalah suatu istilah yang sering dipakai pada problem dinamika struktur, dan kata tersebut diterjemahkan sebagai ragam/pola goyangan. Kembali pada persoalan inti, suatu persamaan diferensial gerakan dapat diperoleh dengan memperhatikan free body diagram seperti pada gambar 2.7c. Notasi y dan pada gambar 2.7 sama dengan notasi dan yang menyatakan nilai displacement dan percepatan. Berdasarkan free body diagram pada gambar 2.7c maka diperoleh + ( ) = 0 + ( ) = 0 (2-27) Pers (2-27) dapat ditulis dalam bentuk yang sederhana yaitu, + ( + ) = 0 + = 0 (2-28)

28 Pers (2-28) dapat ditulis dalam bentuk matriks yaitu, 0 + ( + ) 0 0 = 0 0 (2-29) Persamaan Eigenproblem untuk pers. (2-29) di atas yaitu ( + ) = 0 0 (2-30) Dengan i adalah suatu nilai / ordinat yang berhubungan dengan massa ke-i pada ragam / pola goyangan massa ke-i. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pers. (2-30) dapat diperoleh penyelesaiannya apabila nilai determinan sama dengan nol. ( + ) = 0 (2-31) Nilai determinan dari persamaan (2-31) di atas ialah {( + ) } + ( + ) = 0 (2-32) Struktur dianggap tidak mempunyai redaman sehingga periode getar dicari sebenarnya adalah merupakan undamped free vibration periods. Sebagaimana disampaikan pada pembahasan struktur SDOF bahwa periode getar ini akan sedikit lebih kecil dibanding dengan periode getar yang mana redaman struktur diperhitungkan (ingat d <, sehingga T < T d ). Selain itu nilai-nilai mode shapes juga tidak dipengaruhi oleh waktu, artinya nilai-nilai tersebut akan tetap asal nilai-nilai massa dan kekakuan tingkatnya tidak berubah. Karena nilai kekakuan tingkat k i tidak berubah-ubah maka mode shapes merupakan nilai untuk struktur yang bersifat elastik, atau hanya struktur yang elastik yang mempunyai nilai mode shapes. Selain itu juga nilai mode shapes tidak dipengaruhi oleh frekuensi beban. Dengan demikian disimpulkan bahwa nilai-nilai mode shapes adalah :

29 a. bebas dari pengaruh redaman, b. bebas dari pengaruh waktu, c. bebas dari pengaruh frekuensi beban dan d. hanya untuk struktur yang elastik Getaran Bebas Pada Struktur MDOF Persamaan Difrensial Independen (Uncoupling) Pada kondisi standar shear building, struktur yang mempunyai n-derajat kebebasan akan mempunyai n-modes atau pola/ragam goyangan. Pada prinsip ini, masing-masing modes akan memberikan kontribusi pada simpangan horizontal tiaptiap massa seperti ditunjukkan secara visual pada gambar 2.9 (Clough dan Penzien, 1993). Pada prinsip ini, simpangan massa ke-i atau u i dapat diperoleh dengan menjumlahkan pengaruh atau kontribusi tiap-tiap modes. Kontribusi mode ke-j terhadap simpangan horizontal massa ke-i tersebut dinyatakan dalam produk antara ij dengan suatu modal amplitudo Zj atau seluruh kontribusi tersebut kemudian dinyatakan dalam, = = = = ( 2-33) Persamaan (2-33) juga dapat ditulis menjadi,

30 [ ] = (2-34) Suku pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai suku ke-n pada ruas kanan pers. (2-34) di atas adalah kontribusi mode pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai kontribusi mode ke-n. Sebagai perjanjian, massa struktur MDOF diberi indeks m, dengan i = 1,2,3, n, sedangkan mode diberi indeks shape ij dengan ordinat mode ke-j untuk massa ke-i. Y 1 Y 11 Y 12 Y 13 Y 2 Y 21 Y 22 Y 23 = + + Y 3 Y 31 Y 32 Y 33 Y = Z Y 1 = 1 Z 1 Y 2 = 2 Z 2 Y 3 = 3 Z 3 Gambar 2.8 Prinsip metode superposisi Persamaan (2-34) tersebut dapat ditulis dalam bentuk yang lebih kompak. { } = [ ]{ } (2-35) Derivative pertama dan kedua pers.(2-35) tersebut adalah, { } = [ ] { } = [ ] (2-36) Subtitusi pers. (2-35) dan pers. (2-36) kedalam pers. (2-33) maka akan diperoleh,

31 [ ][ ] + [ ][ ] + [ ][ ]{ } = [ ]{ }{ } (2-37) Pers. (2-37) sebetulnya adalah satu set persamaan simultan dependent non-homogen. Untuk dapat mentransfer persamaan dependent menjadi persamaan independen, maka pers. (2-37) premultiply dengan transpose suatu mode { } T sehingga diperoleh, { } [ ][ ] + { } [ ][ ] + { } [ ][ ]{ } = { } [ ]{ } (2-38) Untuk pembahasan awal akan ditinjau pengaruh mode ke-1 saja. Misalnya diambil struktur yang mempunyai 3-derajat kebebasan, maka perkalian suku pertama pers. (2-38) sebenarnya adalah berbentuk, 0 0 { } 0 0 (2-39) 0 0 Menurut contoh sebelumnya telah terbukti bahwa hubungan orthogonal akan terbukti apabila i tidak sama dengan j. dengan demikian untuk mode ke-1 pers. (2-39) akan menjadi, 0 0 { } (2-40) Untuk mode ke-j secara umum persamaan (2-47) juga dapat ditulis dengan, { } [ ]{ } (2-41) Cara seperti di atas juga berlaku untuk suku ke-2 dan ke-3 pada persamaan (2-36) Dengan demikian setelah diperhatikan hubungan orthogonal pers. (2-38) akan menjadi, { } [ ][ ] + { } [ ][ ] + { } [ ][ ] = { } [ ]{ } (2-42)

32 Pers. (2-42) adalah persamaan diferensial yang bebas/independen antar satu dengan yang lain. Persamaan tersebut diperoleh setelah diterapkannya hubungan orthogonal, baik orthogonal untuk matriks massa, matriks redaman dan matriks kekakuan. Sekali lagi bahwa apabila i tidak sama dengan j maka perkalian suku-suku pada pers. (2-38) akan sama dengan nol, kecuali untuk i = j. Dengan demikian untuk n-derajat kebebasan independent/ uncoupling dengan sifat-sifat seperti itu maka penyelesaian persamaan diferensial dapat diselesaikan untuk setiap pengaruh mode. Berdasarkan pers. (2-42) maka dapat didefenisikan suatu generalisasi massa (generalized mass), redaman dan kekakuan sebagai berikut, = { } [ ]{ } = { } [ ]{ } = { } [ ]{ } (2-43) Misalnya bangunan bertingkat-3, maka orde perkalian matriks pada persamaan (2-33) adalah 1x3 x 3x3 x 3x1 = 1x1, artinya pers. (2-43) adalah satu persamaan independent untuk mode ke-j. dengan demikian dengan memakai persamaan (2-43) maka persamaan (2-42) akan menjadi, + + = (2-44) dengan, = { } [ ] (2-45) Pada pembahasan sebelumnya diperoleh suatu hubungan bahwa, = = maka = 2 sehingga = 2 = dan = (2-46)

33 Persamaan (2-44) dibagi dengan dan berdasarkan hubungan-hubungan rumus pada persamaan (2-46), maka persamaan (2-44) menjadi, = (2-47) Dan = = { } [ ] = { } [ ]{ } (2-48) Persamaan 2-48) sering juga disebut dengan partisipasi setiap mode atau participation factor. Selanjutnya persamaan (2-47) juga dapat ditulis menjadi, = (2-49) Apabila diambil suatu notasi bahwa, =, =, dan = (2-50) Maka persamaan (2-49) akan menjadi, = (2-51) Pers. (2.4.51) adalah persamaan diferensial yang independent karena persamaan tersebut hanya berhubungan dengan tiap-tiap mode. Pers. (2-51) adalah mirip dengan persamaan diferensial SDOF seperti telah dibahas sebelumnya. Nilai partisipasi setiap mode akan dihitung dengan mudah setelah koordinat setiap mode telah diperoleh. Nilai,, dapat dihitung dengan integrasi secara numerik. Apabila nilai tersebut telah diperoleh maka nilai Zi dapat dihitung. Dengan demikian simpangan horizontal setiap tingkat akan dapat dihitung.

34 Getaran Bebas Tanpa Redaman Untuk membahas pemakaian modal analisis pada struktur getaran bebas tanpa redaman, maka perlu dikemukakan prinsip-prinsip pokok yang akan dilakukan. Seperti telah disampaikan pada persamaan (2-33) bahwa simpangan struktur dapat diperoleh dengan menjumlahkan produk antara koordinat normal modes dengan faktor amplitudo Z untuk setiap mode yang ada. Untuk itu disamping normal modes, faktor amplitudo tersebut harus dicari terlebih dahulu. Prinsip tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut, { } = [ ]{ } Maka faktor amplitudo Z adalah, { } = [ ] { } (2-52) Dengan [ ] adalah nilai inverse atas modal matriks dan { } vektor simpangan horizontal. Prinsip pemakaian getaran bebas pada modal analis ini dapat dilakukan dengan memberikan nilai-nilai simpangan awal yang kemudian dinyatakan dalam vektor simpangan { }. Apabila faktor amplitudo Z akibat adanya simpangan awal pada persamaan (2-52) telah dihitung, maka respon struktur / simpangan struktur dapat diperoleh dengan substitusi kembali persamaan tersebut ke dalam persamaan sebelumnya. Secara manual, yang menjadi masalah adalah bagaimana memperoleh nilai inverse atas modal matriks [ ] seperti pada persamaan (2-52) Nilai tersebut salah satunya dapat diperoleh dengan memperhatikan generalized mass matrix sebagai berikut, [ ] = [ ] [ ][ ] (2-53)

35 dengan [ ] adalah modal matriks. Maka (2-54) Suatu alasan mengapa generalized mass matrix dipakai karena matriks massa adalah matriks diagonal sehingga perkalian matriks dapat dilakukan secara lebih mudah. Generalized mass matrix seperti tersebut pada persamaan (2-54) juga merupakan matriks diagonal sehingga nilai inverse matriksnya dapat dilakukan dengan mudah. Apabila nilai inverse modal matrix seperti pada persamaan (2-54) telah dihitung maka faktor amplitudo Z seperti pada pers. (2-52) dapat dihitung. Gambar 2.9 Respon struktur MDOF akibat getaran bebas (tanpa redaman)

36 Getaran Bebas Dengan Redaman (Damped Free Vibration Systems) Apabila pembahasan di atas diperhatikan maka hitungan yang relatif panjang adalah dalam rangka menghitung nilai invers modal matriks [ ] -1. Untuk mencari nilai tersebut sebetulnya dapat dipakai cara yang lain yang relatif lebih mudah. Untuk itu pembahasan akan dimulai dari persamaan, = (2-55) Apabila pers. (2.4.55) dikalikan awal (premultiply) dengan M maka, = M + M + M M (2-56) Pada pembahasan hubungan orthogonal telah diketahui bahwa perkalian pada sukusuku ruas kanan pers. (2-56) akan sama dengan nol kecuali untuk koordinat yang subskribnya sama. Dengan demikian persamaan (2-56) akan menjadi, = M Maka = (2-57) Dengan logika yang sama juga akan diperoleh hubungan, = (2-58) Dengan memperhatikan persamaan (2-52) maka vektor modal amplitudo {Z}j dapat diperoleh dengan, { } = [ ] { } (2-59) Persamaan (2-59) juga berarti bahwa melalui nilai inverse modal matriks maka akan dapat diperoleh modal amplitudo, Z j yaitu modal amplitudo untuk tiap-tiap mode. Selanjutnya dengan memperhatikan persamaan (2-57) dan (2-59) maka diperoleh hubungan,

37 (2-60) Untuk struktur MDOF yang mempunyai redaman, modal amplitudo Z j dapat dihitung berdasarkan, (2-61) Langkah yang pertama adalah menghitung modal amplitudo awal Z j (0) dan modal kecepatan awal Z j (0).

38 Gambar 2.10 Respon struktur MDOF akibat getaran bebas (dengan redaman) Persamaan Diferensial Dependen (Coupling) Seperti telah dibahas sebelumnya, pada struktur bangunan derajat kebebasan banyak (multi degree of freedom/ MDOF) umumnya akan mempunyai persamaan diferensial gerakan sesuai dengan banyak derajat kebebasan yang ada. Persamaan diferensial gerakan pada struktur MDOF akibat beban dinamik dapat ditulis dalam bentuk matriks yang kompak yaitu, (2-62) dengan [M], [C] dan [K] berturut-turut adalah matriks massa, matriks redaman dan matriks kekakuan,, dan berturut-turut adalah vektor percepatan, vektor kecepatan dan vektor simpangan dan P(t) adalah beban dinamik. Apabila pada struktur dengan derajat kebebasan banyak tersebut bekerja beban gerakan tanah atau beban gempa bumi maka persamaan diferensial gerakan yang ada menjadi, (2-63)

39 Baik per. (2-62) dan pers. (2-63) sebetulnya terdiri atas beberapa / banyak persamaan yang sering terkait antara persamaan satu dengan persamaan yang lain. Seperti disebut sebelumnya persamaan itu disebut coupled equations atau dependent equations Penyelesaian Persamaan Diferensial Gerakan Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa respon yang paling penting di dalam persoalan analisis dinamik struktur (baik SDOF maupun MDOF) adalah simpangan horisontal tingkat. Dengan diketahuinya simpangan horisontal tingkat, maka gaya geser tingkat dan momen guling struktur dapat dihitung. Pendekatan yang dipakai pada penyelesaian persamaan diferensial suatu permasalahan yang sudah kompleks adalah pendekatan numerik tahap demi tahap (step by step). Selain jenis beban, durasi beban, step integrasi t maka jumlah derajat kebebasan akan bertambah sesuai volume pekerjaan. Kombinasi dari durasi beban yang panjang, step integrasi yang kecil dan derajat kebebasan yang banyak akan menuntut memori komputer yang cukup besar. Banyaknya massa / derajat kebebasan juga akan berakibat pada munculnya banyak pola / ragam goyangan / mode shapes sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Terdapat beberapa cara yang dapat dipakai untuk menyelesaikan persamaan diferensial gerakan yang kesemuanya mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing Metode - Newmark (Incremental Formulation) Metode -Newmark merupakan salah satu metode numerik yang dapat dipakai untuk keperluan integrasi persamaan diferensial coupled struktur MDOF

BAB II TEORI DASAR Umum. Secara konvensional, perencanaan bangunan tahan gempa dilakukan

BAB II TEORI DASAR Umum. Secara konvensional, perencanaan bangunan tahan gempa dilakukan BAB II TEORI DASAR 2.1. Umum Secara konvensional, perencanaan bangunan tahan gempa dilakukan berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya.

Lebih terperinci

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU DICKY ERISTA

KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU DICKY ERISTA KAJIAN EFEK PARAMETER BASE ISOLATOR TERHADAP RESPON BANGUNAN AKIBAT GAYA GEMPA DENGAN METODE ANALISIS RIWAYAT WAKTU TUGAS AKHIR DICKY ERISTA 06 0404 106 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perencanaan suatu bangunan tahan gempa, filosofi yang banyak. digunakan hampir di seluruh negara di dunia yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perencanaan suatu bangunan tahan gempa, filosofi yang banyak. digunakan hampir di seluruh negara di dunia yaitu: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang rawan akan gempa bumi. Hal ini disebabkan Indonesia dilalui dua jalur gempa dunia, yaitu jalur gempa asia dan jalur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Beban Dinamik Menurut Widodo (2001), Beban dinamik merupakan beban yang berubah-ubah menurut waktu (time varying) sehingga beban dinamik merupakan fungsi dari waktu.

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gempa bumi, walaupun tidak termasuk kejadian sehari-hari juga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gempa bumi, walaupun tidak termasuk kejadian sehari-hari juga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa bumi, walaupun tidak termasuk kejadian sehari-hari juga dapat menimbulkan getaran-getaran. Energi mekanik akibat rusaknya struktur batuan pada peristiwa gempa bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung (PPTGIUG, 1981) maupun di

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung (PPTGIUG, 1981) maupun di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Wilayah-wilayah gempa yang ada di Indonesia sudah disajikan baik di Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung (PPTGIUG, 1981) maupun di Tata Cara Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesain bangunan terutama dari segi struktural. Gerakan tanah akibat gempa bumi

BAB I PENDAHULUAN. mendesain bangunan terutama dari segi struktural. Gerakan tanah akibat gempa bumi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang dilalui 2 jalur seismik. Hal ini menyebabkan gempa bumi sering terjadi di negara ini. Bagi seorang insinyur teknik sipil khususnya

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini lahan untuk pembangunan gedung yang tersedia semakin lama semakin sedikit sejalan dengan bertambahnya waktu. Untuk itu, pembangunan gedung berlantai banyak

Lebih terperinci

RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN KOLOM BERBENTUK PIPIH

RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN KOLOM BERBENTUK PIPIH RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN KOLOM BERBENTUK PIPIH Youfrie Roring Marthin D. J. Sumajouw, Servie O. Dapas Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN RESPONS BENTURAN

BAB III PEMODELAN RESPONS BENTURAN BAB III PEMODELAN RESPONS BENTURAN 3. UMUM Struktur suatu bangunan tidak selalu dapat dimodelkan dengan Single Degree Of Freedom (SDOF), tetapi lebih sering dimodelkan dengan sistem Multi Degree Of Freedom

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasar Pembebanan Struktur Dalam merencanakan suatu struktur bangunan tidak akan terlepas dari beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Agar struktur bangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Dasar Metode Dalam perancangan struktur bangunan gedung dilakukan analisa 2D mengetahui karakteristik dinamik gedung dan mendapatkan jumlah luas tulangan nominal untuk disain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis) Menurut SNI Gempa 03-1726-2002, analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis nonlinier statik, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dilewati oleh pertemuan sistem-sistem lempengan kerak bumi sehingga rawan terjadi gempa. Sebagian gempa tersebut terjadi

Lebih terperinci

APLIKASI METODE RESPON SPEKTRUM DENGAN METODE TEORITIS DENGAN EXCEL DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SOFTWARE

APLIKASI METODE RESPON SPEKTRUM DENGAN METODE TEORITIS DENGAN EXCEL DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SOFTWARE APLIKASI METODE RESPON SPEKTRUM DENGAN METODE TEORITIS DENGAN EXCEL DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SOFTWARE Tugas Akhir Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerusakan Struktur Kerusakan struktur merupakan pengurangan kekuatan struktur dari kondisi mula-mula yang menyebabkan terjadinya tegangan yang tidak diinginkan, displacement,

Lebih terperinci

skala besar, perkantoran, pertokoan dan pelayanan umum yang sangat kompleks Oleh karena itu timbul berbagai pemikiran untuk menanggulangi

skala besar, perkantoran, pertokoan dan pelayanan umum yang sangat kompleks Oleh karena itu timbul berbagai pemikiran untuk menanggulangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Tingkat pertambahan penduduk Indonesia yang cukup pesat dewasa ini menuntut antisipasi penyediaan sarana dan prasarana berupa perumahan dalam skala besar, perkantoran, pertokoan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak dalam wilayah gempa dengan intensitas gempa moderat hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa menjadi sangat penting

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI UMUM Dalam bagian bab 4 (empat) ini akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap permasalahan yang telah dibahas pada bab 3 (tiga) di atas. Analisis akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan letak geologisnya, Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama yaitu Lempeng Australia, Eurasia dan Pasifik. Hal tersebut menjadi salah satu faktor

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.... i ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 I.1. Latar Belakang Masalah... 1 I.2 Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013 i PERBANDINGAN RESPON STRUKTUR BERATURAN DAN KETIDAKBERATURAN HORIZONTAL SUDUT DALAM AKIBAT GEMPA DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS STATIK EKIVALEN DAN TIME HISTORY TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR. permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa.

BAB 2 TEORI DASAR. permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa. BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Gempa Bumi Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa. Energi yang dilepaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI

PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI PEMODELAN DINDING GESER PADA GEDUNG SIMETRI Nini Hasriyani Aswad Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93721 niniaswad@gmail.com

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 STUDI PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN DAN DENGAN BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA BERPENGAKU KONSENTRIK SERTA DENGAN BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN METALIC YIELDING DAMPER

Lebih terperinci

jenis bahan yang dipakai akan berpengaruh terhadap pola goyangan yang

jenis bahan yang dipakai akan berpengaruh terhadap pola goyangan yang BAB III LANDASAN TEORI Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, prinsip bangunan geser, distribusi dinding geser, koefisien distribusi untuk dinding geser berlubang, simpangan relatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berpotensi mengalami bencana gempa bumi. Hal tersebut disebabkan karena Indonesia berada di wilayah jalur gempa Pasifik (Circum Pasific

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Indonesia terletak diantara pertemuan 4 lempeng tektonik yaitu, lempeng Filipina, lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan Lempeng Hindia-Australia. Akibat letaknya

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Perancangan bangunan sipil terutama gedung tingkat tinggi harus

BABI PENDAHULUAN. Perancangan bangunan sipil terutama gedung tingkat tinggi harus 1 BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan bangunan sipil terutama gedung tingkat tinggi harus memperhitungkan beban-beban yang dominan di kawasan tempat gedung itu dibangun. Selain beban tetap

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2-1. Gambar 2.1 Sistem dinamik satu derajat kebebasan tanpa redaman

BAB 2 TEORI DASAR 2-1. Gambar 2.1 Sistem dinamik satu derajat kebebasan tanpa redaman BAB TEORI DASAR BAB TEORI DASAR. Umum Analisis respon struktur terhadap beban gempa memerlukan pemodelan. Pemodelan struktur dilakukan menurut derajat kebebasan pada struktur. Pada tugas ini ada dua jenis

Lebih terperinci

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL Oleh : Fajar Nugroho Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Padang fajar_nugroho17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi BAB III LANDASAN TEORI A. Gempa Bumi Gempa bumi adalah bergetarnya permukaan tanah karena pelepasan energi secara tiba-tiba akibat dari pecah/slipnya massa batuan dilapisan kerak bumi. akumulasi energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER Choerudin S NRP : 0421027 Pembimbing :Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping :Cindrawaty Lesmana, M.Sc. Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di daerah rawan gempa karena tereletak pada 3 lempeng besar yaitu lempeng Australia-Hindia yang bergerak ke utara, lempeng Asia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BABI PENDAHULUAN. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, BABI PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan pendekatan masalah. Penjelasan mengenai hal-hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk menahan beban gempa yang terjadi sehingga umumnya perlu menggunakan elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur

BAB I PENDAHULUAN. balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Struktur baja dapat dibagi atas tiga kategori umum: (a) struktur rangka (framed structure), yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik dan tekan, kolom,

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN KAJIAN PERBANDINGAN RESPON DINAMIK LINIER DENGAN ANALISIS RIWAYAT WAKTU (TIME HISTORY ANALYSIS) MENGUNAKAN MODAL ANALISIS (MODE SUPERPOSITION METHOD) DAN INTEGRASI LANGSUNG (DIRECT TIME INTEGRATION METHOD)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

yaitu plat Philippines, plat Pasifik, plat Australia dan plat Eurasia (Widodo 2001).

yaitu plat Philippines, plat Pasifik, plat Australia dan plat Eurasia (Widodo 2001). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi adalah salah satu fenomena alam yang tidak dapat ditentukan dengan pasti kapan terjadinya. Pada peta seismotektonik dunia Indonesia mempunyai kondisi tektonik

Lebih terperinci

di atas tanah yang bersangkutan. Kadang-kadang rusaknya struktur tanah justru yang

di atas tanah yang bersangkutan. Kadang-kadang rusaknya struktur tanah justru yang BAB I PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendekatan masalah serta sistematika penulisan, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR BAB IV PERMODELAN STRUKTUR IV.1 Deskripsi Model Struktur Kasus yang diangkat pada tugas akhir ini adalah mengenai retrofitting struktur bangunan beton bertulang dibawah pengaruh beban gempa kuat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaaan bumi. Ketika pergeseran terjadi timbul getaran yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. permukaaan bumi. Ketika pergeseran terjadi timbul getaran yang disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi merupakan pergeseran tiba tiba dari lapisan tanah di bawah permukaaan bumi. Ketika pergeseran terjadi timbul getaran yang disebut gelombang seismik. Gelombang

Lebih terperinci

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural. 5 II. KAJIAN LITERATUR A. Konsep Bangunan Tahan Gempa Secara umum, menurut UBC 1997 bangunan dikatakan sebagai bangunan tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: 1. Struktur yang direncanakan harus

Lebih terperinci

RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN VARIASI ORIENTASI SUMBU KOLOM

RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN VARIASI ORIENTASI SUMBU KOLOM Jurnal Sipil Statik Vol. No., Oktober (-) ISSN: - RESPON DINAMIS STRUKTUR BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK DENGAN VARIASI SUMBU Norman Werias Alexander Supit M. D. J. Sumajouw, W. J. Tamboto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa detik sampai puluhan detik saja, walaupun kadang-kadang dapat terjadi lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. beberapa detik sampai puluhan detik saja, walaupun kadang-kadang dapat terjadi lebih dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Gerakan tanah akibat gempa bumi umumnya sangat tidak teratur dan hanya terjadi beberapa detik sampai puluhan detik saja, walaupun kadang-kadang dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Konsep Pemilihan Jenis Struktur Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari kedekatan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI TUGAS AKHIR Oleh : I Gede Agus Krisnhawa Putra NIM : 1104105075 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013 PERBANDINGAN ANALISIS STATIK EKIVALEN DAN ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS PADA STRUKTUR BERATURAN DAN KETIDAKBERATURAN MASSA SESUAI RSNI 03-1726-201X TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Metode Analisis Gaya Gempa Gaya gempa pada struktur merupakan gaya yang disebabkan oleh pergerakan tanah yang memiliki percepatan. Gerakan tanah tersebut merambat dari pusat

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN Edita S. Hastuti NRP : 0521052 Pembimbing Utama : Olga Pattipawaej, Ph.D Pembimbing Pendamping : Yosafat Aji Pranata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI 03-1726-2002 TUGAS AKHIR RICA AMELIA 050404014 BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Bumi merupakan planet ke-3 setelah merkurius dan venus, dan merupakan satu-satunya

BAB II TEORI DASAR. Bumi merupakan planet ke-3 setelah merkurius dan venus, dan merupakan satu-satunya BAB II TEORI DASAR 2.1 UMUM Bumi merupakan planet ke-3 setelah merkurius dan venus, dan merupakan satu-satunya planet yang dihuni oleh makhluk hidup. Planet bumi memiliki karakteristik seperti berikut:

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG TUGAS AKHIR Oleh : Komang Haria Satriawan NIM : 1104105053 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 NPERNYATAAN Yang bertanda

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Pendidikan sarjana Teknik Sipil. Disusun oleh : DESER CHRISTIAN WIJAYA

Tugas Akhir. Pendidikan sarjana Teknik Sipil. Disusun oleh : DESER CHRISTIAN WIJAYA KAJIAN PERBANDINGAN PERIODE GETAR ALAMI FUNDAMENTAL BANGUNAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN EMPIRIS DAN METODE ANALITIS TERHADAP BERBAGAI VARIASI BANGUNAN JENIS RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN Tugas Akhir Diajukan untuk

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SIMPANGAN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT (STUDI KOMPARASI MODEL PEMBALOKAN ARAH RADIAL DAN GRID)

PERHITUNGAN SIMPANGAN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT (STUDI KOMPARASI MODEL PEMBALOKAN ARAH RADIAL DAN GRID) PERHITUNGAN SIMPANGAN STRUKTUR BANGUNAN BERTINGKAT (STUDI KOMPARASI MODEL PEMBALOKAN ARAH RADIAL DAN GRID) Oryza Dewayanti E. J. Kumaat, S. O. Dapas, R. S. Windah Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu sistem struktur yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya dinding bata hanya difungsikan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GAYA GESER PADA BANGUNAN BERTINGKAT YANG BERDIRI DI ATAS TANAH MIRING AKIBAT GEMPA DENGAN CARA DINAMIS

PERHITUNGAN GAYA GESER PADA BANGUNAN BERTINGKAT YANG BERDIRI DI ATAS TANAH MIRING AKIBAT GEMPA DENGAN CARA DINAMIS PERHITUNGAN GAYA GESER PADA BANGUNAN BERTINGKAT YANG BERDIRI DI ATAS TANAH MIRING AKIBAT GEMPA DENGAN CARA DINAMIS Fillino Erwinsyah R.Windah, S.O. Dapas, S.E. Wallah Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A

T I N J A U A N P U S T A K A B A B II T I N J A U A N P U S T A K A 2.1. Pembebanan Struktur Besarnya beban rencana struktur mengikuti ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara yang didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP) TUGAS AKHIR Oleh : I Putu Edi Wiriyawan NIM: 1004105101 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA MICHAEL JERRY NRP. 0121094 Pembimbing : Ir. Daud R. Wiyono, M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dianalisis periode struktur, displacement, interstory drift, momen kurvatur, parameter aktual non linear, gaya geser lantai, dan distribusi sendi plastis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah salah satu negara yang dilintasi jalur cincin api dunia. Terdapat empat lempeng tektonik dunia yang ada di Indonesia, yaitu lempeng Pasific,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Struktur Pada suatu struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Struktur bangunan yang direncanakan harus mampu menahan beban-beban yang bekerja pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kondisi geografis Indonesia terletak di daerah dengan tingkat kejadian gempa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kondisi geografis Indonesia terletak di daerah dengan tingkat kejadian gempa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondisi geografis Indonesia terletak di daerah dengan tingkat kejadian gempa bumi tektonik yang relatif tinggi. Maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk memperkecil

Lebih terperinci

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perancangan struktur suatu bangunan gedung didasarkan pada besarnya kemampuan gedung menahan beban-beban yang bekerja padanya. Disamping itu juga harus memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN 4.1 EKSENTRISITAS STRUKTUR Pada Tugas Akhir ini, semua model mempunyai bentuk yang simetris sehingga pusat kekakuan dan pusat massa yang ada berhimpit pada satu titik. Akan

Lebih terperinci

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang BAB II TINJAUAN PIISTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap (Senol,Utkii,Charles,John Benson, 1977), yaitu : 2.1.1 Tahap perencanaan (Planningphase)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa di Indonesia Tahun 2004, tercatat tiga gempa besar di Indonesia yaitu di kepulauan Alor (11 Nov. skala 7.5), gempa Papua (26 Nov., skala 7.1) dan gempa Aceh (26 Des.,skala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Revie dan Jorry, 2016) Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK Sri Fatma Reza 1, Reni Suryanita 2 dan Ismeddiyanto 3 1,2,3 Jurusan Teknik Sipil/Universitas

Lebih terperinci

Peraturan Gempa Indonesia SNI

Peraturan Gempa Indonesia SNI Mata Kuliah : Dinamika Struktur & Pengantar Rekayasa Kegempaan Kode : CIV - 308 SKS : 3 SKS Peraturan Gempa Indonesia SNI 1726-2012 Pertemuan 13 TIU : Mahasiswa dapat menjelaskan fenomena-fenomena dinamik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 4.1 PERMODELAN STRUKTUR Bentuk Bangunan

Laporan Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Apartemen Salemba Residences 4.1 PERMODELAN STRUKTUR Bentuk Bangunan BAB IV ANALISIS STRUKTUR 4.1 PERMODELAN STRUKTUR 4.1.1. Bentuk Bangunan Struktur bangunan Apartemen Salemba Residence terdiri dari 2 buah Tower dan bangunan tersebut dihubungkan dengan Podium. Pada permodelan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun belakangan ini seiring dengan berkembangnya teknologi komputer dengan prosesor berkecepatan tinggi dan daya tampung memori yang besar, komputasi

Lebih terperinci

PENGARUH PENEMPATAN DAN POSISI DINDING GESER TERHADAP SIMPANGAN BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT BEBAN GEMPA

PENGARUH PENEMPATAN DAN POSISI DINDING GESER TERHADAP SIMPANGAN BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT BEBAN GEMPA PENGARUH PENEMPATAN DAN POSISI DINDING GESER TERHADAP SIMPANGAN BANGUNAN BETON BERTULANG BERTINGKAT BANYAK AKIBAT BEBAN GEMPA Lilik Fauziah M. D. J. Sumajouw, S. O. Dapas, R. S. Windah Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai ke tanah melalui fondasi. Berdasarkan bentuk dan bahan penyusunnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai ke tanah melalui fondasi. Berdasarkan bentuk dan bahan penyusunnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Miring Kolom adalah batang vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok dan pelat. Kolom meneruskan beban dari elevasi atas ke elevasi bawah sampai ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Umum Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur bangunan pada dasarnya harus memnuhi kriteria-kriteria sebagi berikut : 1. Kuat dalam menahan beban

Lebih terperinci

Analisis Respon Spektrum Pada Bangunan Yang Menggunakan Yielding Damper Akibat GayaGempa

Analisis Respon Spektrum Pada Bangunan Yang Menggunakan Yielding Damper Akibat GayaGempa Analisis Respon Spektrum Pada Bangunan Yang Menggunakan Yielding Damper Akibat GayaGempa Tugas Akhir Diaukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh uian sarana Teknik Sipil Disusun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai kejadian gempa dalam

Lebih terperinci

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA (Studi Literatur) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : ADVENT HUTAGALUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya maupun teknik tidak terlepas dari bangunan tetapi dalam perencanaan bangunan sering tidak

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTER STORY DRIFT PADA BANGUNAN TANPA SET-BACK DAN DENGAN SET-BACK AKIBAT GEMPA

PERHITUNGAN INTER STORY DRIFT PADA BANGUNAN TANPA SET-BACK DAN DENGAN SET-BACK AKIBAT GEMPA PERHITUNGAN INTER STORY DRIFT PADA BANGUNAN TANPA SET-BACK DAN DENGAN SET-BACK AKIBAT GEMPA Berny Andreas Engelbert Rumimper S. E. Wallah, R. S. Windah, S. O. Dapas Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER UNTUK MENGURANGI PENGARUH BEBAN GEMPA PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI DENGAN LAYOUT BANGUNAN BERBENTUK U

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER UNTUK MENGURANGI PENGARUH BEBAN GEMPA PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI DENGAN LAYOUT BANGUNAN BERBENTUK U VOLUME 5 NO. 2, OKTOBER 29 STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER UNTUK MENGURANGI PENGARUH BEBAN GEMPA PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI DENGAN LAYOUT BANGUNAN BERBENTUK U Jati Sunaryati 1, Rudy Ferial

Lebih terperinci

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap {senol utku, Charles, John Benson, 1977). yaitu : 1. Tahap Perencanaan (Planning phase) Meliputi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA Oleh: Agus 1), Syafril 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pemilihan Struktur Konsep pemilihan struktur pada perencanaan rusunawa ini dibedakan dalam 2 hal, yaitu Struktur Atas (Upper Structure) dan Struktur Bawah (Sub Structure).

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.1, Januari 2015 (1-7) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.1, Januari 2015 (1-7) ISSN: KESTABILAN SOLUSI NUMERIK SISTEM BERDERAJAT KEBEBASAN TUNGGAL AKIBAT GEMPA DENGAN METODE NEWMARK (Studi Kasus: Menghitung Respons Bangunan Baja Satu Tingkat) Griebel H. Rompas Steenie E. Wallah, Reky S.

Lebih terperinci