DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SLPTT TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN TELAGASARI KABUPATEN KARAWANG FAJAR FIRMANA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SLPTT TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN TELAGASARI KABUPATEN KARAWANG FAJAR FIRMANA H"

Transkripsi

1 DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SLPTT TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN TELAGASARI KABUPATEN KARAWANG FAJAR FIRMANA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 ii

3 iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Berjudul Dampak Penerapan Program SLPTT Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing saya dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2015 Fajar Firmana H * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4 iv ABSTRAK FAJAR FIRMANA. Dampak Penerapan Program SLPTT Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh RITA NURMALINA. Selama lima tahun terakhir, tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia masih tergolong tinggi yaitu rata-rata kg per kapita per tahun. Meskipun saat ini produksi beras di Indonesia mengalami peningkatan, akan tetapi sampai saat ini pemerintah masih melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan menerapkan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Penelitian dilakukan dengan observasi langsung dan wawancara kepada petani sebagai responden di Desa Kalibuaya melalui metode purposive sampling. Terdapat beberapa perbedaan penggunaan komponen teknologi antara petani program SLPTT dan non SLPTT ketika melakukan kegiatan usahatani padi. Namun, di Desa Kalibuaya perlu ditingkatkan beberapa komponen teknologi pilihan dan dasar yang dianjurkan pada program SLPTT. Produktivitas dan pendapatan atas biaya total dari usahatani padi program SLPTT adalah 6.91 ton per hektar dan Rp , angka ini lebih tinggi daripada non program SLPTT yaitu 6.20 ton per hektar dan Rp Usahatani padi program SLPTT lebih efisien dibandingkan dengan non program SLPTT dengan rasio R/C atas biaya total masing-masing sebesar 1.88 and Kata kunci: Beras, Pendapatan Usahatani Padi, R/C dan SLPTT. ABSTRACT FAJAR FIRMANA. The Impact of The Program SLPTT on the Paddy Farm Business Income in Telagasari Subdistrict, Karawang Regency. Supervised by RITA NURMALINA Over the past five years, rice consumption level of Indonesian population is still relatively high, at an average of kg per capita per year. Although rice production in Indonesia has increased, government still imports to meet domestic demand. One of government's efforts to solve the problem is by implementing the Field School of Integrated Crop Management (SLPTT). The purposes of this research are to describe the activity of technology on rice farming, to evaluate the implementation of SLPTT and non-slptt program, and to analyze the income of rice farm business from SLPTT and non-slptt program in Kalibuaya Village. The study was conducted with direct observation and interview to the rice farmers in Kalibuaya Village as respondents selected by purposive sampling method. There are some differences in the use of technology components between SLPTT and non-slptt program farmers when they do rice farming activities. However, in Kalibuaya village should be increased several primary and selection technology components SLPTT program. Productivity and income over total cost of rice farm business from SLPTT program are 6.91 tons per hectare and Rp , higher than non-slptt program, 6.20 tons per hectare and Rp Rice farm business of SLPTT program is more efficient than non-slptt program with ratios of R/C on total cost are 1.88 and 1.79, respectively. Keywords: Paddy Farm Business, Rice, R/ C, and SLPTT.

5 v DAMPAK PENERAPAN PROGRAM SLPTT TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN TELAGASARI KABUPATEN KARAWANG FAJAR FIRMANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6 vi

7 vii PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 sampai Februari 2015 ini ialah Dampak Penerapan Program SLPTT Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Handoko selaku kepala UPTD Kecamatan Telagasari, serta para penyuluh BP3K Kecamatan Telagasari yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2015 Fajar Firmana

8 viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 6 TINJAUAN PUSTAKA 6 Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) 6 Biaya dan Penerimaan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT 8 Efisiensi Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT 9 KERANGKA PEMIKIRAN 10 Kerangka Pemikiran Teoritis 10 Kerangka Pemikiran Operasional 12 METODE PENELITIAN 15 Lokasi dan Waktu Penelitian 15 Jenis dan Sumber Data 15 Metode Penentuan Responden 15 Metode Pengolahan dan Analisis Data 16 Biaya Usahatani 16 Penerimaan Usahatani 16 Pendapatan Usahatani 17 Efisiensi Usahatani 17 Uji Normalitas Data 18 Uji Mann-Whitney 19 Uji Beda T-Test 19 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 Gambaran umum Desa Kalibuaya 20 Karakteristik Petani Responden 22 Usia Petani 22 Tingkat Pendidikan 23 Pengalaman Berusahatani Padi 23 Luas Lahan Garapan 24 Status Kepemilikan Lahan 25 KERAGAAN USAHATANI PADI 25 Keragaan Usahatani Padi Petani Program SLPTT dan Non SLPTT 25

9 ix Permasalahan Keragaan Usahatani Padi Petani Program SLPTT dan Non 34 SLPTT EVALUASI PENERAPAN KOMPONEN TEKNOLOGI PETANI PROGRAM 35 SLPTT DAN NON SLPTT DI DESA KALIBUAYA Mekanisme Pelaksanaan Program SLPTT Padi di Desa Kalibuaya 35 Penerapan Komponen Teknologi Program SLPTT di Desa Kalibuaya 36 Hasil Penerapan Program SLPTT di Desa Kalibuaya 48 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM SLPTT DAN 48 NON PROGRAM SLPTT DI DESA KALIBUAYA Analisis Biaya Usahatani Petani Progam SLPTT dan Non SLPTT 48 Analisis Biaya yang Diperhitungkan Petani Program SLPTT dan Non SLPTT 56 Penerimaan Usahatani Petani Progam SLPTT dan Non SLPTT 58 Pendapatan Usahatani Petani Program SLPTT dan Non SLPTT 59 Analisis R/C Rasio Petani Program SLPTT dan Petani Non SLPTT 60 Uji Normalitas Data 61 Uji Mann-Whitney 62 Uji Beda T-Test 63 SIMPULAN DAN SARAN 64 Simpulan 64 Saran 65 DAFTAR PUSTAKA 65 LAMPIRAN 67 RIWAYAT HIDUP 66 DAFTAR TABEL 1. Produktivitas padi di Indonesia Luas tanam, produksi, produktivitas komoditas Padi Kabupaten Karawang tahun Komponen perhitungan pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio Desa 18 Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang tahun Sebaran penduduk Desa Kalibuaya berdasarkan mata pencaharian Sebaran petani responden berdasarkan kelompok usia pada usahatani padi di 22 Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan terakhir pada usahatani padi 23 di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani padi di Desa 24 Kalibuaya tahun Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan pada usahatani padi di Desa 24 Kalibuaya tahun Sebaran petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan garapan pada 25 usahatani padi di Desa Kalibuaya tahun 2014

10 x 10. Sebaran petani berdasarkan penggunaan benih Varietas Unggul Baru padi 37 program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan penggunaan benih berlabel biru padi program 38 SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan penggunaan pupuk dan jerami padi program SLPTT 39 dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan penggunaan pupuk padi program SLPTT dan non 40 SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan penggunaan pestisida organik padi program SLPTT 41 dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan frekuensi penyemprotan pestisida padi program 42 SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan penggunaan bibit muda padi program SLPTT dan 43 non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan jumlah bibit yang ditanam per lubang padi program 44 SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan aturan tanam petani padi program SLPTT dan non 44 SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan penggunaan alat gasrok untuk melakukan 46 penyiangan padi program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan waktu panen padi program SLPTT dan non SLPTT 47 di Desa Kalibuaya tahun Sebaran petani berdasarkan perontokan gabah padi program SLPTT dan non 47 SLPTT tahun Biaya tunai usahatani padi program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya 55 tahun Biaya yang diperhitungkan petani program SLPTT di Desa Kalibuaya, Biaya yang diperhitungkan petani non SLPTT di Desa Kalibuaya, Penerimaan usahatani padi petani program SLPTT dan non SLPTT di Desa 59 Kalibuaya tahun Penerimaan, Biaya, Pendapatan, serta R/C Rasio Usahatani Petani Program 60 SLPTT dan Non SLPTT per hektar per musim di Desa Kalibuaya, Hasil Uji Kenormalan Data Petani Program SLPTT dan Non SLPTT Per Hektar 61 pada Musim Kering II dengan Uji Shapiro-Wilk 28. Hasil uji perbedaan pendapatan dan R/C usahatani petani program SLPTT dan 62 non SLPTT per hektar pada musim kering II 2014 dengan uji Mann-Whitney 29. Hasil uji perbedaan produksi padi petani program SLPTT dan non SLPTT per 63 hektar pada musim kering II 2014 dengan uji T-test DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran operasional Pemberian pupuk organik Kegiatan pembajakan sawah dengan traktor 27

11 xi 4. Hamparan lahan semai benih Kegiatan penanaman (jajar legowo 2:1) Kegiatan penyiangan (alat gasrok) Kegiatan penyemprotan di lahan sawah Kegiatan panen di lahan sawah 33 DAFTAR LAMPIRAN 1. Tabel pendapatan usahatani petani program SLPTT di Desa Kalibuaya musim tanam gadu II (Agustus 2014 November 2014) Tabel pendapatan usahatani petani non SLPTT di Desa Kalibuaya musim 68 tanam gadu II (Agustus 2014 November 2014) 3. Volume berat bersih impor ekspor beras Indonesia tahun Hasil uji normalitas data pendapatan atas biaya tunai per hektar petani SLPTT 69 dan non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji normalitas data pendapatan atas biaya total per hektar petani SLPTT 69 dan non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji normalitas data produksi padi per hektar petani SLPTT dan non 69 SLPTT musim kering II tahun Hasil uji normalitas data R/C atas biaya tunai per hektar petani SLPTT dan 70 non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji normalitas data R/C atas biaya total per hektar petani SLPTT dan 70 non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji Mann-Whitney data pendapatan atas biaya tunai per hektar petani 70 SLPTT dan non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji Mann-Whitney data pendapatan atas biaya total per hektar petani 71 SLPTT dan non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji Mann-Whitney data R/C atas biaya tunai per hektar petani SLPTT 71 dan non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji Mann-Whitney data R/C atas biaya total per hektar petani SLPTT 72 dan non SLPTT musim kering II tahun Hasil uji t-test data produksi padi per hektar petani SLPTT dan non SLPTT 72 musim kering II tahun 2014

12

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar. Pada tahun laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.3 persen (BPS, 2014). Hal ini menjadi perhatian utama bagi pemerintah karena dengan jumlah penduduk yang besar, maka akan mempengaruhi ketersedian terhadap bahan pangan. Selain itu, dengan laju pertumbuhan yang tinggi maka pemerintah wajib memenuhi kebutuhan bahan pangan yang cukup, bergizi, dan aman sebagai kebutuhan dasar manusia dalam kelangsungan hidup. Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan 1, menjelaskan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu bahan pangan utama Indonesia adalah beras yang merupakan bahan pangan pokok bagi hampir seluruh penduduk Indonesia. Penduduk Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang tinggi terhadap bahan pangan beras. Selama lima tahun terakhir rata-rata tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia sebesar kg per kapita per tahun (BPS, 2014). Sebagai bahan pangan pokok, beras masih menjadi pilihan dibandingkan dengan bahan pangan lain seperti jagung, ubi, sagu dan bahan lainnya. Hal ini disebabkan beras memiliki kandungan nutrisi yang cukup, mudah disimpan dan disajikan, enak rasanya dan sudah menjadi budaya konsumsi sejak lama bagi seluruh penduduk Indonesia. Tingkat konsumsi beras Indonesia pada tahun 2013 termasuk tinggi yakni mencapai kg per kapita per tahun. Hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan tingkat rata-rata konsumsi beras dunia yang hanya 60 kg per kapita per tahun 2. Berdasarkan amanah UU Pangan 18/2012, pemerintah dituntut untuk bisa meningkatkan produksi padi nasional guna memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas. Produktivitas padi di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dari negara lain yang ada di Asia. Akan tetapi, hal itu tidak cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan beras nasional yang selalu mengalami peningkatan. Diperlukan terobosan baru diantaranya melalui dukungan inovasi teknologi dan strategi untuk bisa meningkatkan produksi dan dapat berpengaruh terhadap pendapatan bagi petani. Berikut Tabel 1 adalah data mengenai produktivitas padi di Indonesia dalam bentuk gabah kering giling pada tahun Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa produktivitas padi yang ada di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan laju BKPD Jabar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan [Internet]. [Diunduh 2 April 2015]. Tersedia pada NO-18-TAHUN-2012.pdf. 2 Rosalina Konsumsi Beras Ditargetkan Turun 1.5 Persen. [Internet]. [Diunduh 17 Februari 2015]. Tersedia pada: Beras-Ditargetkan-Turun-15-persen.

14 2 persen per tahun, begitu juga dengan luas areal panen dan produksi gabah kering giling (GKG) yang mengalami peningkatan masing-masing dengan laju pertumbuhan 1.80 persen dan 2.57 persen per tahun. Selain itu, terjadi penurunan luas panen dan produktivitas pada tahun 2011 yang berdampak terhadap penurunan produksi. Berdasarkan Direktorat Pangan dan Pertanian (2013), penurunan produksi padi hanya terjadi di beberapa wilayah Pulau Jawa tidak untuk di luar Pulau Jawa. Penurunan luas panen padi terjadi karena mengalami kekurangan air pada musim kemarau yang relatif panjang sehingga menyebabkan lahan tidak bisa ditanami atau mundur tanam. Kekurangan air pada fase tertentu dapat menyebabkan jumlah anakan padi menjadi berkurang dan pembentukan bulir gabah kurang optimal 3. Tabel 1. Produktivitas padi di Indonesia Tahun Luas panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Produksi GKG (Ton) Laju (%/th) Sumber: Direktorat Pangan dan Pertanian, tahun 2013, diolah Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi padi di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Akan tetapi sampai saat ini, untuk bisa memenuhi kebutuhan beras dalam negeri pemerintah tetap melakukan kebijakan impor. Semakin besar impor, disatu sisi bermanfaat untuk jangka waktu pendek karena dapat menyediakan kebutuhan rakyat suatu negara akan produk tersebut, namun dalam jangka waktu panjang dapat mematikan produk sejenis yang diproduksi dalam negeri. Hal penting yang harus diperhatikan apabila kebijakan impor terus dilakukan adalah dapat menguras devisa negara pengimpor. Oleh karena itu, kebijakan impor yang dilakukan pemerintah saat ini harus dilakukan secara sehat dengan tujuan mencukupi kekurangan produk dalam negeri, akan tetapi tetap memperhatikan kedaulatan pangan nasional. Volume impor beras negara Indonesia setiap tahun tinggi sehingga dapat dikatakan sebagai negara net importir. Selama tahun , volume ekspor beras berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami penurunan. Secara statistik terjadi penurunan volume ekspor rata-rata persen per tahun. Sebaliknya, volume impor cenderung mengalami peningkatan, terutama pada tahun 2011 yakni mencapai sekitar 2.7 juta ton. Walaupun volume impor pada tahun 2012 terjadi penurunan, tetapi volume impor masih tinggi yakni sebesar 1.93 juta. Secara statistik, volume impor meningkat sangat cepat dengan rata-rata persen per 3 Suhari,Iswadi Produksi Padi Tahun 2011 Diperkirakan Turun 1.63 Persen. [Internet]. [Diunduh 17 Februari 2015]. Tersedia pada: diperkirakan-turun-163-persen html

15 tahun selama tahun Rincian mengenai seberapa besar volume berat bersih impor dan ekspor beras Indonesia tahun terdapat pada Lampiran 3. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dengan banyak mengeluarkan dana untuk investasi pada sektor pertanian, agar kebutuhan pangan dapat terpenuhi sesuai dengan perkembangan penduduk. Sudah banyak program pertanian seperti bantuan maupun subsidi benih, pupuk, jalan pertanian, dan alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk kelancaran usahatani padi. Namun, menurut Herman Supriadi et al. (2012) sejauh ini masih sedikit upaya yang diberikan untuk memperhatikan pendidikan petani, seperti kegiatan belajar secara terstruktur, peningkatan pemahaman petani, inovasi, adopsi, serta pengambilan keputusan. Petani Indonesia ada saat ini umumnya masih kurang mampu dalam menganalisis situasi dan membuat inovasi baru. Hal ini membuat pemerintah berinisiatif melakukan upaya dan solusi alternatif salah satunya adalah memberikan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Program SLPTT pada tahun 1989 berasal dari gagasan mengenai strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT), selanjutnya berkembang menjadi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang mengintegrasikan beberapa hal yaitu potensi biofisik, sosial ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang ada pada beberapa wilayah berpotensi di Indonesia. Program SLPTT menerapkan berbagai komponen teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi, sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi yang berkelanjutan (Badan Litbang Pertanian, 2007). Penerapan program SLPTT memerlukan dukungan dari berbagai instasi terkait, yakni pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai dengan tingkat desa. Selain itu, diharapkan juga adanya dukungan dari pihak lain, seperti BUMN, swasta, serta lembaga swadaya masyarakat. Pelaksanaan program ini merupakan pedoman yang diterbitkan oleh pihak Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengenai langkah-langkah operasional pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sebagai acuan bagi para pelaksana yang di provinsi, kabupaten/kota, serta instansi lain. Selanjutnya pihak-pihak tersebut dapat melakukan perincian secara teknis dengan menyesuaikan keadaan di setiap daerahnya masing-masing untuk ditentukan lokasi yang spesifik. Kegiatan program SLPTT akan berjalan dengan lancar dan berhasil apabila adanya gerakan kerjasama, terkoordinasi, terpantau mulai dari pusat sampai dengan lapangan, pengembangan serta pemantapan. Namun akan menjadi masalah apabila pada faktanya program ini tidak bisa menjadi solusi alternatif untuk meningkatkan produktivitas padi dan tidak dapat mensejahterakan petani. Program SLPTT padi saat ini sudah diterapkan pada beberapa provinsi sentra produksi padi di Indonesia, pemilihan program SLPTT pada suatu provinsi dengan pertimbangan bahwa provinsi tersebut memiliki daerah yang berpotensi baik dalam hal pengembangan usahatani padi. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang menerapkan program SLPTT karena dinilai sebagai provinsi yang memiliki banyak daerah berpotensi untuk bisa meningkatkan produksi padi di tingkat nasional. 3

16 4 Perumusan Masalah Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil padi terbesar di Indonesia, sehingga memiliki peran penting untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional. Salah satu daerah di Jawa Barat yang merupakan daerah penghasil padi adalah Kabupaten Karawang. Dikatakan sebagai daerah penghasil padi karena pertanian di Kabupaten Karawang memiliki luas tanam, produksi, produktivitas padi termasuk baik dibandingkan beberapa daerah lainnya. Berikut Tabel 2 merupakan data yang menunjukkan luas tanam, produksi, dan produktivitas padi di Kabupeten Karawang pada tahun Tabel 2. Luas tanam, produksi, produktivitas komoditas Padi Kabupaten Karawang tahun Tahun Luas Tanam (Ha) Luas Tanam (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Laju (%/th) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat 2014, diolah Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil produksi dan produktivitas padi di Kabupaten Karawang masih bersifat fluktuatif karena sempat terjadinya penurunan produktivitas pada tahun 2012 dari tahun sebelumnya. Selanjutnya pada tahun 2013 produktivitas meningkat kembali meskipun peningkatan yang terjadi tidak begitu besar. Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Karawang (2014), Sejak tahun 2009 sampai saat ini pertanian padi di Kabupaten Karawang sudah menerapkan program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT). Apabila pemerintah sebagai pihak pemberi kebijakan mampu menjaga konsistensi kebijakan ke arah pembangunan pertanian, dengan tujuan dan langkah yang jelas untuk mencapai swasmbada beras maka keinginan tersebut perlu dilanjutkan. Upaya peningkatan produksi tanaman padi masih terus menjadi prioritas utama pemerintah setiap tahunnya. Pemerintah telah melakukan berbagai program untuk bisa membantu petani dalam meningkatkan hasil produksi dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan nasional. Namun, pada umumnya sikap petani di Indonesia berbeda-beda terhadap beberapa program yang diberikan oleh pemerintah. Perbedaan sikap petani karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau alam, masyarakat maupun penyuluh, serta modal. Seharusnya dengan diadakannya program SLPTT khususnya di Kabupaten Karawang selain dapat meningkatkan hasil produksi, tetapi dapat juga meningkatkan hasil pendapatan petani. Program SLPTT memerlukan biaya yang akan berpengaruh terhadap hasil pendapatan apabila petani harus menerapkan beberapa komponen teknologi sesuai dengan anjuran. Kabupaten Karawang merupakan salah satu daerah kawasan pemantapan program SLPTT karena produktivitasnya di atas rata-rata produktivitas

17 5 provinsi. Produktivitas padi di Kabupaten Karawang pada tahun 2013 sebesar 6.1 ton/ha, sedangkan jumlah produktivitas padi di Jawa Barat hanya 5.9 ton/ha 4. Pada umumnya petani program SLPTT pada kawasan pemantapan tidak mendapatkan bantuan saprodi (pupuk dan benih) dari pemerintah, bantuan tersebut hanya diberikan kepada petani laboratorium lapangan (LL). Pemilihan program SLPTT di Kabupaten Karawang karena termasuk daerah lumbung padi di Jawa Barat, maka hal ini dapat dijadikan bahan evaluasi apakah program ini sudah berjalan dan diterapkan dengan baik sehingga dapat tercapai tujuan akhir dari Program SLPTT. Salah satu wilayah yang menerapkan program SLPTT di Kabupaten Karawang adalah Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari. Kecamatan Telagasari merupakan salah satu kecamatan yang memiliki luas lahan sawah terluas di Kabupaten Karawang. Selain itu, penerapan program SLPTT di Kecamatan Telagasari telah dilakukan sejak tahun Salah satu desa di Kecamatan Telagasari yang memiliki luas lahan terluas dan telah menerapkan program SLPTT adalah Desa Kalibuaya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini : 1. Bagaimana keragaan teknologi pada usahatani padi yang menerapkan program SLPTT dan non program SLPTT? 2. Bagaimana penerapan komponen teknologi program SLPTT yang dilakukan oleh petani? 3. Bagaimana pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan keragaan teknologi pada usahatani padi yang menerapkan program SLPTT dan non program SLPTT. 2. Mengevaluasi penerapan komponen teknologi program SLPTT dan non program SLPTT terhadap produksi padi. 3. Menganalisis pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pemerintah, sebagai bahan evaluasi mengenai penerapan program SLPTT dan dampaknya terhadap peningkatan produksi beras serta pendapatan petani. 4 Bps Provinsi Jawa Barat. Produksi Padi, Jagung, Dan Kedelai. [Internet]. [diunduh 17 Mei 2015]. Tersedia pada:

18 6 2. Bagi petani dan kelompok tani yang ada di desa, sebagai rujukan untuk mengetahu bagaimana melakukan usahatani yang menguntungkan. 3. Bagi peneliti lainnya, sebagai rujukan untuk melanjutkan penelitian yang terkait dengan permasalahan beras, program SLPTT, dan pertanian di Kabupaten Karawang. Ruang Lingkup Penelitian Komoditas yang menjadi objek penelitian ini adalah komoditas padi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan diskusi. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah para petani padi program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Analisis penelitian ini dilakukan pada satu musim tanam yang sama antara petani program SLPTT dan non SLPTT yakni pada musim kering kedua tahun 2014 (Agustus November 2014). Alat nalisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk menjelaskan penerapan komponen teknologi SLPTT di Desa Kalibuaya, keragaan usahatani petani padi program SLPTT dan non SLPTT, serta analisis pendapatan usahatani, dan rasio R/C atas biaya. TINJAUAN PUSTAKA Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (SLPTT) Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) padi adalah salah satu program metode alih teknologi yang diberikan kepada petani sebagai kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan produksi padi dan swasembada beras di Indonesia. Pada tahun 2008, pemerintah berkomitmen membuat program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Bentuk implementasi dari program P2BN yaitu adanya pengenalan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yang dilakukan dengan pendekatan metode sekolah lapangan (SL). Pada dasarnya, SLPTT adalah tempat pendidikan non formal sebagai sarana bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berusahatani dengan menggali potensi sumber daya yang tersedia dan menerapkan beberapa komponen teknologi baru. Program SLPTT melibatkan beberapa institusi yang memiliki fungsinya masing-masing dan berada di bawah naungan Kementrian Pertanian, yaitu diantaranya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Badan Sumberdaya Manusia Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, serta Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota. Penelitian terdahulu, Nurasa dan Supriadi (2012) program SLPTT padi di Indonesia telah mendapatkan alokasi dana yang sangat besar namun hasilnya belum seimbang dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini karena masih banyaknya

19 masalah di beberapa wilayah yang menerapkan program tersebut. Peran dari pemerintah diperlukan dalam hal kelancaran akses modal, akses informasi teknologi maupun pasar, ketersediaan maupun distribusi benih dan pupuk secara tepat sesuai kebutuhan petani. Upaya untuk meningkatkan produksi beras nasional melalui program SLPTT diperlukan program aksi yang langsung berdampak nyata seperti adanya intensifikasi padi dengan komponen teknologi, ekstensifikasi padi di daerah luar Pulau Jawa, rekayasa sosial dan peran kelembagaan petani, serta dukungan kebijakan pemerintah yang membantu dan memihak petani. Pemerintah seharusnya tidak hanya membuat program, tetapi dapat menjamin kelancaran akses modal, akses informasi teknologi maupun pasar, ketersediaan dan distribusi komponen input secara tepat sesuai dengan kebutuhan petani. Pelaksanaan kegiatan program SLPTT harus memperhatikan dan melaksanakan beberapa prinsip yang terkandung dalam PTT (Supriadi et al., 2012), yaitu: a. Terpadu, adalah suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu. b. Sinergis, adalah memanfaatkan komponen teknologi pertanian, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen teknologi. c. Spesifik lokasi, adalah memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani setempat. d. Partisipatif, dimana petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan. Supriadi et al. (2012), program SLPTT diperlukan konsepsi kebijakan pendampingan dan pengawalan, persepsi responden terhadap konsepsi dan kebijakan program, implementasi, dampak program, serta reorientasi kebijakan. Permasalahan pelaksanaan program SLPTT dari awal program tahun 2008 sampai 2011 yaitu keterlambatan benih dan kualitas benih, tidak diminati petani karena tidak mampu menerapkan komponen teknologi, akses komponen input yang terbatas, dan kemampuan manajemen petani. Namun, petani menyadari bahwa program SLPTT dinilai akan bermanfaat sehingga perlu disempurnakan dengan adanya koordinasi dan komunikasi antar institusi yang berperan. Alokasi luas lahan SLPTT terdiri dari beberapa tahap kawasan yaitu kawasan pertumbuhan, pengembangan, dan pemantapan. Kawasan pertumbuhan adalah daerah yang tingkat produktivitasnya masih di bawah rata-rata produktivitas provinsi atau daerah suboptimal, pemanfaatan lahan belum optimal, tingkat kehilangan hasil masih tinggi. Kawasan pengembangan adalah daerah yang tingkat produktivitasnya hampir sama dengan rata-rata produktivitas provinsi, pemanfaatan lahan hampir optimal, tingkat kehilangan hasil sedang, akan tetapi mutu hasil belum optimal. Penelitian dilakukan oleh Tiominar (2013) yaitu keragaan dan pendapatan usahatani padi program SLPTT dan non program SLPTT di Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur salah satu daerah kawasan pengembangan, dimana produktivitas pada tahun 2013 yang dihasilkan oleh petani SLPTT sebesar 6.00 ton/ha per musim tanam, sementara petani non SLPTT sebesar 5.17 ton/ha per musim tanam. Produktivitas tersebut hampir sama dengan produktivitas provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 yakni sebesar 6.09 ton/ha. Pelaksanaan program SLPTT di Kabupate Cianjur sebagai daerah pengembangan telah berjalan baik, 7

20 8 namun belum optimal. Hal ini disebabkan karena tingginya harga benih dan pupuk, tingginya serangan hama keong dan tungro, kurangnya tenaga kerja, banyaknya peserta program SLPTT yang tidak menerapkan komponen teknologi, serta menurunnya produksi panen akibat musim hujan. Program SLPTT padi Kabupaten Karawang saat ini berada pada kawasan pemantapan karena tingkat produktivitasnya di atas rata-rata produktivitas provinsi, mutu hasil belum optimal, efisiensi usaha belum berkembang dan optimalisasi pendapatan melalui produksi subsektor tanaman sudah maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Ariyono (2011), produktivitas padi di Kabupaten Karawang pada tahun 2011 sebesar 7.4 ton/ha per musim tanam. Produktivitas tersebut berada di atas rata-rata produktivitas provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 yakni sebesar 6.02 ton/ha. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa penerapan program SLPTT akan bermanfaat apabila komponen teknologi dilakukan secara optimal. Selain itu, program SLPTT perlu disempurnakan dengan adanya koordinasi dan komunikasi antar institusi yang berperan. Penerapan komponen teknologi SLPTT bagi petani bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi di semua daerah Indonesia. Biaya dan Penerimaan Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT Perbedaan komponen teknologi dalam kegiatan usahatani padi program SLPTT berimplikasi terhadap perbedaan biaya yang dikeluarkan dan produksi yang dihasilkan sehingga berpengaruh terhadap penerimaan petani. Penelitian yang dilakukan oleh Timoniar (2013) menunjukkan bahwa biaya usahatani padi program SLPTT lebih besar dibandingkan dengan non SLPTT karena usahatani padi program SLPTT menggunakan komponen input yang lebih banyak dibandingkan non SLPTT. Komponen biaya tenaga kerja memiliki proporsi terbesar dalam biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani SLPTT dan non SLPTT. Selain itu, komponen input lain petani SLPTT yang lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT adalah penggunaan pupuk organik, pestisida cair, pestisida padat, sewa traktor, serta biaya panen. Penelitian lain dilakukan oleh Asnawi (2013) menunjukkan bahwa pengunaan biaya produksi usahatani padi petani SLPTT di Kabupaten Pesawaran, Lampung lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT. Komponen input petani SLPTT yang lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT adalah total biaya saprodi. Perbedaan yang nyata dalam penggunaan input diatara petani SLPTT dan non SLPTT adalah dosis anjuran pupuk N, P, dan K. Rata-rata penggunaan pupuk pada petani non SLPTT yaitu Urea kg/ha, SP kg/ha, Ponska kg/ha, sedangkan pada petani SLPTT yaitu Urea kg/ha, SP kg/ha, Ponska kg/ha. Dilihat dari sisi penerimaan, berdasarkan penelitian Timoniar (2013) di Kabupaten Cianjur dengan adanya penerapan program SLPTT maka penerimaan petani program SLPTT lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT. Perbedaan penerimaan disebabkan karena jumlah gabah dari hasil produksi yang dijual oleh petani program SLPTT lebih besar dibandingkan petani non SLPTT. Selain itu, terdapat perbedaan harga gabah meskipun dengan selisih yang rendah,

21 9 yakni sebesar Rp 141.2/kg gabah kering panen. Gabah yang dihasilkan oleh petani program SLPTT memiliki kualitas bulir yang baik, yakni lebih berisi dibandingkan usahatani dengan cara yang lama sebelum mengikuti program SLPTT. Namun, karena tidak semua komponen teknologi diterapkan dalam kegiatan usahatani, maka selisih harga yang terjadi tidak terlalu besar. Penerimaan usahatani petani program SLPTT di Kabupaten Pesawaran, Lampung lebih besar dibandingkan dengan petani non SLPTT terjadi juga pada penelitian Asnawi (2013). Perbedaan benih VUB yang dilakukan oleh petani SLPTT dan petani non SLPTT menyebabkan adanya perbedaan produktivitas karena pemilihan benih petani SLPTT disesuaikan dengan kondisi di lapangan sesuai dengan musim tanam. Selain itu, komponen teknologi yang banyak diterapkan oleh petani program SLPTT adalah pemupukan berimbang dan penerapan sisten tanam jajar legowo 2:1 atau jajar legowo 3:1. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Program SLPTT dan Non SLPTT Analisis efisiensi usahatani dapat diukur salah satunya dengan mengetahui nilai R/C usahatani yaitu membandingkan antara biaya dan penerimaan dari kegiatan usahatani. Petani padi program SLPTT seharusnya dapat menghasilkan nilai R/C rasio yang tinggi dari penggunaan faktor produksi yang dimiliki. Beberapa penelitian terdahulu mengenai nilai R/C biaya total petani SLPTT dan non SLPTT di beberapa wilayah Indonesia. Marsudi (2009) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat efisiensi usahatani di Kabupaten Ngawi sebelum dan sesudah penerapan program SLPTT padi terlihat dari perbandingan R/C sebelum SLPTT adalah sebesar 1.56, sedangkan setelah SL-PTT adalah sebesar Selisih nilai R/C biaya total sebelum dan sesudah program SLPTT sebesar Selisih nilai R/C biaya total yang besar terjadi diantara petani program SLPTT dan non SLPTT pada penelitian Asnawi (2013) di Kabupaten Pesawaran, Lampung yaitu sebesar Petani program SLPTT memiliki nilai R/C biaya total sebesar 3.15, sementara petani non SLPTT sebesar Selanjutnya selisih nilai R/C biaya total yang tidak begitu besar terjadi diantara petani program SLPTT dan non SLPTT pada penelitian Timoniar (2013) di Kabupaten Cianjur yaitu sebesar Petani program SLPTT memiliki nilai R/C biaya total sebesar 1.87, sementara petani non SLPTT sebesar Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu secara umum usahatani padi yang dilakukan di beberapa wilayah Indonesia dapat dikatakan menguntungkan karena memiliki nilai R/C lebih dari satu. Namun, nilai R/C rasio akan mendapatkan hasil yang lebih besar dengan adanya program SLPTT padi. Penerapan komponen teknologi program SLPTT dengan adanya pendampingan dari penyuluh dapat meningkatkan jumlah produksi padi. Penelitian Hendri (2005) mengenai produksi cabang usahatani Padi di Kabupaten Karawang memiliki nilai analisis R/C rasio di sebesar 0.76 (lebih kecil dari satu), sehingga dapat disimpulkan bahwa cabang usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak menguntungkan bagi petani. Hal ini terjadi karena pada saat itu tidak adanya pemberian bimbingan dan penyuluhan dari instansi terkait mengenai teknik budidaya padi ladang yang tepat seperti kombinasi penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat dan pola tanam yang

22 10 tepatuntuk mencapai usahatani padi ladang yang lebih produktif dan menguntungkan. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani Definisi ilmu usahatani menurut Hernanto (1996) adalah ilmu yang mempelajari hal ikhwal inter usahatani yang meliputi organisasi, operasi, pembiayaan dan penjualan, perihal usahatani itu sebagai unit atau satuan produksi dalam keseluruhan organisasi. Menurut Shinta (2011), ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri, atau ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan usahatani adalah usaha yang dilakukan oleh petani atau produsen untuk menghasilkan pendapatan dengan cara memanfaatkan sumber daya alam, tenaga kerja, dan modal, serta mengorganisasikan beberapa sarana produksi pertanian dan komponen teknologi dalam usaha yang dijalankan terkait dengan usaha bidang pertanian seperti usaha pada tanaman dan usaha hewan ternak. Produktivitas kegiatan usahatani akan semakin baik apabila petani atau produsen dapat mengalokasian faktor-faktor produksi berdasarkan prinsip efisien teknis dan efisien harga, serta adanya pengelolaan yang tepat. Berikut uraian faktor produksi dalam kegiatan usahatani menurut Shinta (2011) dan Hernato (1996), yaitu: a. Lahan Lahan merupakan tempat atau lokasi yang dipilih oleh petani untuk dijadikan kegiatan produksi. Jenis lahan yang harus diperhatikan terkait dengan luas, kesuburan, kemiringan, serta pemilihan lokasi. Kondisi tanah yang harus diperhatikan seperti ketersedian air, udara atau suhu tanah yang dapat meningkatkan kehidupan tanah, unsur tanah dengan unsur hara dalam jumlah yang seimbang dan mencukupi tanpa adanya unsur-unsur toksis. Faktor lain yang harus diperhatikan oleh petani adalah komoditi yang ditanam sesuai dengan kondisi tanah, penerapan teknologi, kesuburan tanah, dan lain sebagainya. Faktor alam yang harus disesuaikan yaitu keadaan iklim. Keadaan iklim menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena sebagai faktor penentu pemilihan komoditas dan penerapan teknologi yang akan digunakan oleh petani. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk (Shinta, 2011). Tenaga kerja manusia dapat berasal dari dalam keluarga petani dan luar keluarga yang terdiri dari pria,wanita,

23 11 serta anak. Tenaga kerja dalam keluarga adalah jumlah tenaga kerja yang tersedia pada satu keluarga petani. Tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja yang diperoleh dengan cara upahan dari petani atau berupa tolong-menolong. Penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga memiliki hubungan dengan skala kegiatan usahatani yang dilakukan. Usahatani skala kecil pada umumnya menggunakan tenaga kerja keluarga,sedangkan usahatani skala besar menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja ahli. c. Modal Modal merupakan unsur pokok usahatani yang juga berperan penting untuk kesuksesan kegiatan usahatani. Pengertian modal secara ekonomi adalah barang yang memiliki nilai ekonomi digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk bisa meningkatkan produksi suatu usaha yang dijankan. Modal dalam kegiatan usahatani adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, saprodi, piutang dari bank dan uang tunai (Shinta, 2011). Sumber modal petani dapat berasal dari milik petani, melakukan pinjaman (kredit, pinjaman pada pihak lain), warisan, modal dari usaha lain, dan kontrak sewa. d. Manajemen Untuk mencapai tujuan produksi yang diharapkan diperlukan kemampuan dari petani dalam pengelolaan usahatani seperti kemampuan merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi. Beberapa kemampuan tersebut harus dapat bersinergi dengan baik dari awal hingga akhir kegiatan. Manajemen dalam usahatani terkait dengan peran petani sebagai manajer dan pihak tenaga kerja yang digunakan. Petani yang baik dalam hal manajemen adalah petani yang memiliki kemampuan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, serta pengambilan keputusan yang baik dalam bidang usaha pertanian. Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani adalah hasil selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani adalah hasil dari pendapatan yang dilakukan oleh petani dari seluruh pengeluaran biaya usahatani. Sehingga pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Tujuan analisis pendapatan usahatani adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan ukuran dari keuntungan kegiatan usahatani sehingga dapat digunakan untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani, serta ukuran tingkat kesejahteraan petani. Hasil akhir dari nilai pendapatan dikatakan untung apabila selisih antara penerimaan usahatani dan biaya usahatani bernilai positif.para petani tentunya berharap akan dapat meningkatkan pendapatanya dari hasil kegiatan usahatani, karena pendapatan merupakan hal terpenting bagi petani untuk kebutuhan hidup. Besar pendapatan tidak dapat dikatakan memiliki efisiensi yang baik karena bisa saja pendapatan yang besar diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula. Analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai penerimaan dan pengularan yang dilakukan oleh petani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang dihasilkan petani dalam jangka waktu tertentu, di mana secara perhitungan merupakan hasil perkalian antara

24 12 jumlah produksi total dengan harga satuan dari produksi tersebut. Penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Menurut Soekartawi et al. (1985), penerimaan tunai usahatani adalah nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani. Sementara penerimaan non tunai (diperhitungkan) adalah hasil penerimaan petani yang berasal dari kosumsi sendiri atau digunakan untuk bibit. Selanjutnya penerimaan total adalah gabungan jumlah dari penerimaan tunai dan non tunai. Pengeluaran usahatani adalah nilai dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dilakukan oleh petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Sementara menurut Soekartawi et al. (1985), pengeluaran usahatani terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran total. Pengeluaran tunai adalah jumlah pengeluaran uang yang harus dikeluarkan oleh petani untuk membeli kebutuhan (barang dan jasa) usahatani. Sementara pengeluaran total adalah semua yang habis dikeluarkan oleh petani dalam melakukan kegiatan usahatai termasuk biaya yang diperhitungan, seperti penyusutan alat, sewa lahan, serta tenaga kerja dalam keluarga. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani secara tunai, biaya ini terdiri dari beberapa komponen kegiatan usahatani yaitu pembelian benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa traktor, iuran, serta pajak dan sewa lahan. Biaya non tunai (diperhitungkan) adalah biaya yang tidak termasuk ke dalam biaya tunai, akan tetapi biaya tersebut diperhitungkan dalam usahatani. Biaya non tunai terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga, benih yang didapatkan dari hasil panen sendiri, sewa lahan yang diperhitungkan untuk petani pemilik, dan penyusutan peralatan. Efisiensi Pendapatan Usahatani Menurut Hernanto (1996), besar dari hasil pendapatan usahatani yang diperoleh petani belum cukup untuk menggambarkan tingkat efisiensi. Oleh sebab itu, diperlukan ukuran untuk mengetahui tingkat efisiensi penghasilan usahatani. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan usahatani adalah dengan menghitung nilai rasio imbangan penerimaan dan biaya (rasio R/C) atau melalukan perbandingan antara penerimaan dan biaya. R/C menunjukkan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin tinggi nilai dari rasio R/C maka semakin tinggi pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang telah dikeluarkan dan hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani menguntungkan bagi petani. Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu bahan pangan utama Indonesia adalah beras karena merupakan bahan pangan pokok. Sampai saat ini tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras masih tergolong tinggi. Sebagai bahan pangan pokok, beras masih menjadi pilihan dibandingkan jagung, ubi, sagu dan bahan lainnya. Pemerintah dituntut untuk meningkatkan produksi padi nasional sebagai penghasil beras guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

25 13 SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) merupakan bentuk implementasi program P2BN. Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) telah diadopsi oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dalam upaya pencapaian sasaran produksi padi, jagung, dan kedelai melalui peningkatan produktivitas tanaman. Program SLPTT di Kabupaten Karawang sudah diterapkan sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini. Program ini sudah cukup lama berjalanan karena SLPTT menjadi program andalan yang dilakukan oleh pemerintah pusat bagi para petani padi. Menurut pihak Dinas Pertanian Karawang, dampak positif program SLPPT adalah penerapan program secara intensifikasi secara menyeluruh sudah berjalan dengan baik di beberapa wilayah Kabupaten Karawang. Tahap dari program SLPTT yang ada di Karawang adalah tahap pengembangan dan pemantapan. Tahap pengembangan diterapkan bagi beberapa wilayah yang baru menerapkan program SLPTT dan tahap pemantapan diterapkan bagi beberapa wilayah yang sudah lama menerapkan program SLPTT. Luas lahan yang digunakan untuk program SLPTT padi seluas hektar dan beberapa wilayah yang baru memulai untuk menerapkan program. Jumlah kelompok tani yang sudah menerapkan program SLPTT di Kabupaten Karawang berjumlah 797 tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Kecamatan Telagasari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Karawang yang telah menerapkan program SLPTT padi. Kecamatan ini terdiri dari 14 desa dengan total luas wilayah hektar yang terdiri dari tanah darat 443 hektar dan tanah sawah hektar. Beberapa alasan Kecamatan Telagasari berkesempatan untuk menerapkan program SLPTT padi yakni karena secara umum warga Kecamatan Telagasari bekerja sebagai petani padi, sudah terbentuk kelompok tani padi berjumlah 26, serta memiliki total lahan yang luas dan sesuai dengan penerapan program SLPTT yakni berjumlah hektar. Terdapat satu desa yang memiliki luas lahan SLPTT lebih luas dibandingkan desa lainnya yakni Desa Kalibuaya. Desa ini memiliki total luas lahan padi 264 hektar dan mempunyai 16 kelompok tani. Dampak program SLPTT terhadap peningkatan produksi padi yang dilaksanakan di beberapa wilayah sejauh ini banyak terjadi kontroversi. Adanya pendapat beberapa pihak yang mendukung program SLPTT agar terus dijalankan karena mempunyai dampak positif terhadap peningkatan produksi. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa program ini tidak berjalan seperti yang diharapkan karena belum sepenuhnya memenuhi target penerapan tekonologi yang dilakukan oleh petani. Selain itu, banyak hasil studi yang mengemukakan bahwa program SLPTT memiliki permasalahan dalam beberapa dimensi pokok mengenai tataran konsepsi, implementasi program, dan pendanaan, kebijakan pemerintah, serta dampak program secara umum terhadap peningkatan produksi padi nasional. Pada penerapannya di beberapa wilayah bahwa petani peserta program SLPTT mengalami kesulitan dan beranggapan program ini tidak memberikan dampak lebih terhadap pendapatan usahatani. Untuk memperjelas pemahaman mengenai gagasan penelitian, maka penjabaran kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

26 14 Beras sebagai bahan pangan utama Indonesia dengan tingkat konsumsi yang tinggi Komponen teknologi SLPTT dilakukan oleh petani dengan tujuan produktivitas padi dan pendapatan usahatani Program SLPTT padi diterapkan pada beberapa provinsi sentra produksi padi di Indonesia Penerapan program SLPTT padi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat sebagai daerah potensi padi Penerapan komponen teknologi Analisis kualitatif program SLPTT Analisi keragaan usahatani Analisis pendapatan usahatani Analisis kuantitatif Analisi R/C rasio Saran Pengembangan Program SLPTT Padi Gambar 1. Kerangka pemikiran operasional penelitian Penerapan Program SLPTT dan Non Program SLPTT Padi di Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

27 15 Penelitian dilaksanakan di Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Provinisi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Desa Kalibuaya merupakan salah satu desa yang memiliki luas lahan terluas di Kecamatan Telagasari, memiliki sebagian besar masyarkatnya berprofesi sebagai petani padi, dan desa dengan sebagian kelompok tani yang telah menerapkan program SLPTT. Waktu pengumpulan data dimulai dari bulan Januari hingga Februari Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperoleh dari berbagai bahan pustaka yang terkait dengan penelitian, antara lain textbook, hasil penelitian, internet, jurnal dan data dari berbagai lembaga pemerintahan yaitu BPS Indonesia, BPS Jawa Barat, Badan Litbang Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Karawang, serta BP3K (Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) Kecamatan Telagasari. Data primer yang diperoleh melalui hasil wawancara langsung dengan pihak dinas pertanian, kepala UPTD Kecamatan Telagasari, penyuluh BP4K Kecamatan Telagasari, dan petani sebagai responden utama. Data primer yang diperoleh terkait dengan keragaan usahatani, penerapan komponen teknologi program SLPTT, komponen biaya tunai dan non tunai, serta komponen penerimaan tunai dan non tunai. Petani yang diwawancarai adalah petani yang merupakan peserta program SLPTT dan petani non program SLPTT di Desa Kallibuaya. Teknik wawancara yang digunakan adalah melakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun dalam penelitian ini. Metode Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini adalah para petani padi yang tergabung dalam beberapa kelompok tani di Desa Kalibuaya, pemilihan sampel penelitian dilakukan melalui metode purposive sampling. Metode purposive sampling yaitu pemilihan petani yang dijadikan sebagai responden secara sengaja dengan kriteria yang sesuai pada penelitian ini. Responden terdiri dari petani yang menerapkan program SLPTT sebanyak 30 orang dan petani yang tidak menerapkan program SLPTT sebanyak 30 orang, sehingga total responden sebanyak 60 orang. Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini melakukan pengolahan dan analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk mendeskripsikan gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik petani responden, keragaan usahatani padi,

28 16 serta penerapan komponen teknologi dari peserta program SLPTT dan petani non SLPTT. Analisis kuantitatif dilakukan untuk melakukan perhitungan mengenai analisis biaya usahatani, penerimaan usahatani, pendapatan usahatani, dan R/C yang didapatkan melalui pengolahan data primer. Pengolahan data primer menggunakan bantuan software microsoft excel dan SPSS 17, selanjutnya hasil dari pengolahan data tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel sehingga dapat diinterpretasikan. Biaya usahatani Analisis biaya usahatani digunakan untuk mengetahui berapa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahatani yang dilakukan petani program SLPTT dan petani non SLPTT. Biaya dalam kegiatan usahatani dapat dibedakan menjadi dua jenis biaya, yakni biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya usahatani adalah hasil penjumlahan biaya secara keseluruhan yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani baik biaya tunai maupun tidak tunai. Perhitungan biaya usahatani adalah sebagai berikut: Keterangan: TC = Total Biaya C = Total Biaya Tunai NC = Total Biaya Non Tunai TC = C + NC Biaya tunai terdiri dari pembelian benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa traktor, iuran desa, pajak, sewa lahan, serta beberapa komponen tenaga kerja. Biaya non tunai terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga, benih yang didapatkan dari hasil panen sendiri, sewa lahan yang diperhitungkan untuk petani pemilik, dan penyusutan peralatan. Menurut Suratiyah (2009) perhitungan penyusutan berdasarkan metode garis lurus (straight line method) adalah dengan membagi hasil antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang selanjutnya dibagi oleh umur ekonomi dari alat tersebut. Penerimaan Usahatani Analisis penerimaan usahatani digunakan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan yang diperoleh oleh petani dalam kegiatan usahatani petani program SLPTT dan petani non program SLPTT. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995): TR = Y x Py Keterangan: TR = Total Penerimaan (Rupiah) Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg) Py = Harga jual produk per unit (Rupiah/Kg)

29 17 Penerimaan dalam kegiatan usahatani terdiri dari dua jenis sumber penerimaan, yakni penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang didapatkan dari hasil kegiatan produksi usahatani yang dijual. Penerimaan tidak tunai adalah hasil produksi yang tidak dijual oleh petani, namun hasil tersebut digunakan untuk keperluan lain, seperti untuk konsumsi atau benih. Sehingga penerimaan total usahatani merupakan hasil keseluruhan nilai produksi yang usahatani yang dijual, dikonsumsi keluarga, serta yang dijadikan persediaan. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah balas jasa yang didapatkan oleh petani atas penggunaan faktor produksi, seperti lahan, modal, serta tenaga kerja. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan biaya yang harus dikeluarkan langsung oleh petani. Perhitungan dari pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara total penerimaan dengan biaya tunai. Sementara pendapatan atas biaya total adalah total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani termasuk dengan semua input yang dimiliki petani diperhitungkan sebagai biaya. Perhitungan dari pendapatan atas biaya total adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya. Efisiensi Usahatani Analisis efisiensi pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui perhitungan efisiensi usahatani berdasarkan pendapatannya. Menurut Hernanto (1991) perhitungan efisiensi pendapatan usahatani salah satunya menggunakan rasio imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio), yaitu sebagai berikut: R/C Rasio = Penerimaan (Rp) Biaya (Rp) Analisis rasio imbangan penerimaan dan biaya digunakan untuk melihat berapa penerimaan yang diperoleh oleh petani dari setiap rupiah yang telah dikeluarkan untuk usahataninya sebagai manfaat. Terdapat beberapa kriteria keputusan yang digunakan untuk melihat hasil dari analisis R/C rasio adalah sebagai berikut: R/C rasio > 1 : Usahatani menguntungkan, dikatakan efisien karena setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. R/C rasio = 1 : Usahatani impas, dikatakan kegiatan usahatani berada pada kondisi impas (keuntungan normal). R/C rasio < 1 : Usahatani rugi, dikatakan tidak efisien karena setiap tambahan biaya yang dikeluarkan kan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil. Pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio dapat diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai dari penerimaan dan nilai biaya. Perhitungan pada Tabel 3 dapat dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan dengan total biaya. Adapun perhitungan

30 18 atas pendapatan tunai merupakan hasil pengurangan penerimaan tunai dengan biaya tunai. Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Total biaya perlu diperhitungkan karena biaya yang dikeluarkan oleh petani sebenarnya tidak hanya menilai biaya secara tunai, tetapi juga biaya yang diperhitungkan. Tabel 3. Komponen perhitungan pendapatan usahatani dan nilai R/C rasio Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang tahun A. Penerimaan Tunai Harga x hasil panen yang dijual B. Penerimaan Harga x hasil panen yang dikonsumsi Diperhitungkan C. Total Penerimaan Penerimaan tunai + penerimaan diperhitungkan D. Biaya Tunai Benih, pupuk anorganik dan organik, obat padat dan cair, komponen tenaga kerja, karung, bagi hasil, pajak lahan, serta sewa lahan. E. Biaya diperhitungkan Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), penyusutan alat, sewa lahan, benih hasil panen F. Total Biaya Biaya tunai + biaya diperhitungkan G. Pendapatan atas biaya Total penerimaan biaya tunai tunai H. Pendapatan atas biaya total Total penerimaan total biaya I. Pendapatan tunai Penerimaan tunai biaya tunai J. R/C rasio atas biaya tunai Penerimaan tunai : penerimaan diperhitungkan K. R/C rasio atas biaya total Penerimaan tunai : biaya tunai Uji Normalitas Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari uji normalitas data dan uji Mann-Whitney. Analisis uji normalitas data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji tersebut salah satu uji normalitas yang digunakan untuk jumlah data 50, dimana pada penelitian ini data yang digunakan untuk petani program SLPTT dan non SLPTT masing-masing berjumlah 30. Apabila hasil dari uji normalitas memiliki sebaran data yang normal (p > 0.05), maka langkah selanjutnya dengan menggunakan analisis statistik parametrik (uji T). Apabila hasil dari dari uji normalitas memiliki sebaran data yang tidak menyebar secara normal (p < 0.05), maka langkah selanjutnya dengan menggunakan analisis statistik non-parametrik (Uji Mann-Whitney). Hipotesis uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : Data berdistribusi secara normal H1 : Data berdistribusi secara tidak normal Uji Mann-Whitney Analisis hubungan kausal dua variabel non parametrik dilakukan untuk analisis hubungan kausal (dependency) dari dua variabel bebas. Uji statistik yang dilakukan adalah uji Mann-Whitney untuk menyimpulkan dan membuktikan hubungan kausal antara dua variabel berbeda secara signifikan untuk jumlah data yang bersifat nonparametrik. Pada penelitian ini uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya perbedaan dari komponen data usahatani

31 19 petani program SLPTT dengan usahatani petani non SLPTT. Pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Harimini, 2009): Dalam bentuk kalimat: H0 : Tidak terdapat perbedaan antara petani program SLPTT dengan petani non SLPTT. H1 : Terdapat perbedaan antara petani program SLPTT dengan petani non SLPTT. Uji Mann-Whitney dilakukan perhitungan statistik uji dengan melakukan peringkat data pada sampel populasi. Berdasarkan data sampel selanjutnya dilakukan peringkat tanpa membedakan asal sampel yaitu petani program SLPTT dan petani non SLPTT. Setelah sampel diberikan peringkat selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan statistik uji. Analisis dilakukan dengan alat analisis SPSS dan disimpulkan melalui output SPSS. Taraf nyata yang digunakan ialah (α = 5 %). Pada output SPSS dapat dilihat informasi nilai Exact Sig (2-tailed). Apabila nilai Exact Sig (2-tailed) lebih kecil dari nilai α maka dapat disimpulkan tolak H0. Apabila nilai Exact Sig (2-tailed) lebih besar dari nilai α maka dapat disimpulkan terima H0. Hipotesis statistik diuji melalui statistik uji dengan model sebagai berikut: Z = U - n1 n2 (n1 ) (n2) (n1 + n2 +1) 12 2 Keterangan: Z : Nilai Z hitung U : Jumlah peringkat n1 : Jumlah sampel 1 (petani program SLPTT) : Jumlah sampel 2 (petani non SLPTT) n2 Uji Beda T-Test Uji beda t-test digunakan untuk membandingkan beberapa komponen data antara petani program SLPTT dan non SLPTT apakah terdapat perbedaan signifikan secara statistik. Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis uji beda t-test yaitu sampel data berdistribusi secara normal, memiliki varians sama, dan datanya bersifat interval atau rasio. Untuk intepretasi uji beda t- test terlebih dahulu ditentukan uji hipotesis, uji hipotesis pada uji beda t-test yaitu sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat perbedaan antara petani program SLPTT dengan petani non SLPTT. H1 : Terdapat perbedaan antara petani program SLPTT dengan petani non SLPTT Analisis dilakukan dengan alat analisis SPSS dan disimpulkan melalui output SPSS. Kriteria uji ini dengan cara membandingkan nilai Sig (2-tailed) dan nilai alfa dengan nilai alfa sebesar Apabila hasil menunjukkan bahwa nilai Sig (2-tailed) > alfa, maka H0 diterima. Apabila hasil menunjukkan bahwa Sig (2- tailed) < alfa, maka H0 ditolak. Taraf nyata yang digunakan ialah (α = 5 %). Perhitungan statistik uji beda t-test adalah sebagai berikut (Harimini, 2009):

32 20 t = X1 X2 σ gab n1 n2 σ gab= (n1+1)σ12 + (n2 + 1) σ2 2 n1+n2-2 Keterangan: t : Nilai t hitung X1 : Rata-rata data petani program SLPTT X2 : Rata-rata data petani non SLPTT n1 : Jumlah petani program SLPTT n2 : Jumlah petani non SLPTT σ1 2 : Simpangan baku petani program SLPTT σ2 2 : Simpangan baku petani non SLPTT GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Desa Kalibuaya Penelitian ini dilakukan di Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang yang terdiri dari 3 dusun, 6 Rukun Warga (RW), dan 16 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif wilayah penelitian Desa Kalibuaya berbatasan dengan: a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pasirkuning dan Desa Kalijaya. b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Talagasari dan Desa Talagamulya. c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Pasirmukti. d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Cadaskertajaya. Berdasarkan agroekologi wilayah penelitian Desa Kalibuaya mempunyai luas wilayah kurang lebih 496 hektar yang terdiri dari lahan sawah 448 hektar dan luas lahan darat 48 hektar, sedangkan untuk sarana jalan terdiri dari jalan berbatu 3 km dan jalan aspal 25 km. Selain padi sawah, komoditi lain yang cukup dominan ditanam oleh petani adalah sayuran terdiri dari mentimun seluas 1.5 hektar, pare seluas 1 hektar, terong seluas 1.5 hektar, kacang panjang seluas 3 ha, serta emes seluas 1 hektar. Terdapat juga beberapa masyarakat yang melakukan usaha peternakan walaupun tidak begitu dominan seperti ternak bebek, ayam, serta sapi. Desa Kalibuaya berada pada bagian utara Provinsi Jawa Barat dan secara geografis berada pada Bujur Timur (BT) dan Lintang Selatan (LS). Ketinggian pada wilayah penelitian Desa Kalibuaya antara 1-4 m di atas permukanaa laut (dpl), sedangkan ph tanah berkisar , serta kondisi topografi datar. Frekuensi curah hujan sebesar mm/tahun, dengan frekuensi curah hujan rata-rata terbesar terjadi pada bulan Desember hingga April. Luas lahan darat di wilayah penelitian Desa Kalibuaya adalah kurang lebih 48 hektar dengan perincian luas seperti perumahan atau pekarangan seluas 42

33 21 hektar, tegalan 3.4 hektar, kolam 1.6 hektar serta kuburan 1 hektar. Keadaan lahan berdasarkan struktur tanah, tekstur tanah, ph tanah, kedalaman air tanah dan kedalaman solum tanah di wilayah penelitian Desa Kalibuaya adalah sebagai berikut: a. Jenis tanah : Aluvial Kelabu. b. Struktur tanah : Gembur. c. Tekstur tanah : Remah. d. Kedalaman air tanah : 8-12 m. e. Kedalaman solum tanah : 1 m. f. ph tnah : (sumber: Profil Desa Kalibuaya 2014) Jumlah penduduk Desa Kalibuaya berjumlah jiwa terdiri dari laki-laki berjumlah jiwa dan perempuan berjumlah jiwa, sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) jiwa di dalamnya termasuk Kepala Keluarga Tani (KKT) berjumlah 231 jiwa. Tabel 4. Sebaran penduduk Desa Kalibuaya berdasarkan mata pencaharian pada tahun No Uraian Jumlah (Orang) Persentase (%) Bidang Pertanian 1. Petani pemilik Petani pemilik penggarap Petani penggarap Buruh tani Bidang Non Pertanian 1. PNS Pedagang Jasa angkutan Jasa tukang Total Sumber: Profil Desa Kalibuaya 2014 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Kalibuaya bergerak pada bidang pertanian. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4, dimana pekerjaan pada bidang pertanian terdiri dari 4.40 persen sebagai petani pemilik, 7.00 persen sebagai petani pemilik penggarap, 2.54 persen sebagai petani penggarap, dan persen sebagai buruh tani. Selanjutnya pada bidang non pertanian terdiri dari 0.37 persen sebagai Pegawai Negeri Sipil, 2.34 persen sebagai pedagang, 1.63 persen sebagai jasa angkutan, dan 2.54 persen sebagai jasa tukang. Karakteristik Petani Responden Usia Petani Karakteristik usia petani merupakan lama responden hidup hingga penelitian ini dilakukan, umur produktif petani akan mempengaruhi bagaimana adopsi petani terhadap suatu inovasi baru. Dari keseluruhan responden petani

34 22 SLPTT, jumlah persentase terbesar berada pada kelompok usia tahun sebesar 40 persen dan persentase terkecil berada pada kelompok usia tahun sebesar persen. Petani non SLPTT yang termasuk dalam kelompok usia tahun dan tahun memiliki jumlah persentase yang sama, yaitu masing-masing sebesar persen dan persentase terkecil berada pada kelompok usia kurang dari 35 tahun. Jumlah petani yang termasuk dalam usia produktif lebih banyak terdapat pada petani program SLPTT, yaitu sebanyak 22 dari 30 petani, sedangkan pada petani non SLPTT hanya sebanyak 18 dari 30 petani. Kelompok usia produktif akan lebih baik dalam beberapa hal seperti tenaga yang dihasilkan lebih besar dalam melakukan kegiatan di sawah, serta lebih cepat dalam hal adopsi inovasi yang akan diterima walaupun minim dalam hal pengalaman. Selain itu, usia produktif bagi petani program SLPTT mempunya manfaat untuk bisa menerapkan komponen teknologi yang dianjurkan dan diinformasikan oleh penyuluh. Rata-rata usia petani SLPTT dan non SLPTT masing-masing sebesar dan tahun. Rata-rata usia keduanya berada di atas 45 tahun menunjukkan bahwa penduduk sebagai generasi muda yang ada di Desa Kalibuaya tidak banyak untuk menjadi seorang petani. Pada umumnya pekerjaan yang lebih diinginkan diluar bidang pertanian seperti pegawai buruh pabrik, pedagang, serta pekerjaan dibidang transportasi. Bagi sebagian petani yang berada di usia kurang dari 35 tahun adalah petani yang bekerja untuk meneruskan jejak keluarganya, terutama apabila keluarga petani tersebut memiliki lahan sendiri untuk digarap. Karakteristik petani berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran petani responden berdasarkan kelompok usia pada usahatani padi di Desa Kalibuaya tahun Kelompok Petani SLPTT Petani Non SLPTT Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Usia < Usia Usia Usia Usia Total Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal yang ditempuh oleh petani responden. Pendidikan petani SLPTT maupun non SLPTT tergolong dalam kategori rendah karena persentase terbesar masing-masing persen dan persen berada pada kelompok 5-8 tahun atau hanya tamat tingkat sekolah dasar. Bahkan terdapat beberapa petani yang tidak dapat melanjutkan sekolah hingga tamat sekolah dasar, yaitu sebanyak persen bagi petani SLPTT dan persen bagi petani non SLPTT. Rata-rata tingkat pendidikan petani SLPTT dan non SLPTT masing-masing sebesar 7.47 dan 7.33 tahun. Tingkat pendidikan untuk petani program SLPTT dan

35 23 petani non SLPTT menyebar pada beberapa tingkatan sekolah yaitu Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, terdapat perbedaan yakni sebanyak 2 orang (6.67 persen) petani non SLPTT yang telah menempuh pendidikan lebih tinggi hingga Sarjana (S1). Pada umumnya, petani dengan tingkat pendidikan tinggi beralasan untuk bekerja menjadi petani karena meneruskan usahatani keluarganya yang memiliki lahan sendiri. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku dan tingkat adopsi petani dalam mengaplikasikan tekonologi yang telah diberikan. Beberapa hal yang menyebabkan tingkat pendidikan petani rendah karena kurangnya kesadaran untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, keterbatasan biaya keluarga untuk biaya sekolah, serta keinginan untuk langsung mencari pekerjaan. Selain itu, petani beranggapan bahwa keterampilan dasar bertani yang didapatkan secara turun menurun dari keluarga dapat membekali petani untuk menjadi petani. Berikut ini karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan terakhir pada usahatani padi di Desa Kalibuaya tahun Pendidikan Petani SLPTT Petani Non SLPTT Terakhir (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Total Pengalaman Berusahatani Padi Pengalaman berusahatani merupakan pengetahuan yang dimiliki petani dalam melakukan budidaya padi dalam kurun waktu tertentu. Tingkat pengalaman berusahatani yang sudah cukup lama terdapat pada petani non SLPTT, di mana persentase terbesar persen didominasi dengan pengalaman petani lebih dari 20 tahun. Lain halnya dengan petani SLPTT yang memiliki persentase terbesar persen didominasi dengan pengalaman petani kurang dari 20 tahun. Rata-rata pengalaman berusahatani pada petani non SLPTT lebih lama yaitu tahun, sedangkan petani SLPTT hanya tahun. Pada penelitian ini, pengalaman berusahatani memiliki hubungan positif dengan tingkat usia petani, sehingga pengalaman yang rendah didominasi oleh petani dengan usia muda. Terdapat banyak petani muda dengan pengalaman rendah memutuskan untuk menjalani beberapa program yang diberikan seperti pada petani program SLPTT. Harapan petani untuk mengikuti program adalah agar memberikan banyak manfaat, pengetahuan, dan modal dasar dalam menerima inovasi teknologi. Lain halnya dengan petani yang sudah lama berusahatani padi, cenderung memiliki prinsip sendiri dalam berusahatani sehingga sulit untuk menerima inovasi dan teknologi baru. Berikut ini karakteristik petani berdasarkan pengalaman berusahatani padi yang dapat dilihat pada Tabel 7.

36 24 Tabel 7. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani padi di Desa Kalibuaya tahun Pengalaman Petani SLPTT Petani Non SLPTT Usahatani Padi (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) > Total Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan merupakan keseluruhan luas lahan yang dijadikan tempat untuk melakukan kegiatan usahatani padi serta digarap oleh petani, baik lahan milik sendiri, menyewa ataupun bagi hasil. Desa Kalibuaya salah satu desa yang mempunyai luas lahan sawah terluas di Kecamatan Telagasari yaitu seluas 448 ha. Oleh sebab itu, tidak heran apabila banyak petani baik petani program SLPTT dan non SLPTT memiliki luas lahan garapan lebih dari 1 ha. Pada penelitian ini petani program SLPTT menggarap lahan sawah dengan luas mulai dari 0.5 hektar sampai dengan 5 ha dengan rata-rata luas lahan yang digarap oleh 30 petani sebesar ha. Selanjutnya untuk petani non SLPTT luas lahan mulai dari 0.3 ha sampai dengan 3 ha dengan rata-rata luas lahan yang digarap oleh 30 petani sebesar 0.87 ha. Berikut ini karakteristik petani berdasarkan luas lahan garapan padi yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan garapan pada usahatani padi di Desa Kalibuaya tahun Luas Lahan Petani SLPTT Petani Non SLPTT Garapan (Hektar) Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) > Total Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan sawah yang digarap oleh petani program SLPTT dan non SLPTT terdiri dari lima kategori status, yaitu lahan milik sendiri, bagi hasil atau maro, sewa, gadai, serta kontrak. Sebagian besar petani baik program SLPTT maupun non SLPTT memiliki lahan sendiri yaitu masing-masing sebanyak 13 orang (43.33 persen) dan 14 orang (46.67 persen) dari total jumlah sampel masing masing 30 orang. Status kepemilikan lahan lainnya yang banyak dilakukan oleh petani adalah bagi hasil atau maro, yaitu terdiri dari 15 orang (50.00 persen) petani program SLPTT dan 13 orang (43.33 persen) petani non SLPTT dari total jumlah sampel masing masing 30 orang. Bagi hasil adalah pihak yang mempunyai lahan

37 25 menyerahkan lahannya tanpa memberikan modal kepada petani penggarap untuk diusahakan. Pada saat panen pemilik lahan dapat menikmati dari hasil lahannya dengan pembagian yang seimbang diantara kedua pihak. Status kepemilikan lahan lainnya seperti sewa, gadai, serta kontrak tidak banyak dilakukan oleh petani program SLPTT maupun non SLPTT. Berikut ini karakteristik petani berdasarkan status kepemilikan luas lahan garapan padi yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan garapan pada usahatani padi di Desa Kalibuaya tahun Status Kepemilikan Petani SLPTT Petani Non SLPTT Lahan Garapan Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Milik Sendiri Bagi Hasil Sewa Gadai Kontrak Total KERAGAAN USAHATANI PADI Keragaan Usahatani Padi Petani Program SLPTT dan Non SLPTT di Desa Kalibuaya Keragaan usahatani padi merupakan keseluruhan aspek kegiatan budidaya padi sawah yang dilakukan oleh petani program SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu) maupun non SLPTT di Desa Kalibuaya, Kecamatan Telagasari, mulai dari kegiatan persiapan lahan hingga pada tahap pemasaran. Secara umum teknik budidaya yang dilakukan oleh petani program SLPTT maupun non SLPTT tidak jauh berbeda. Petani non SLPTT pada umumnya menerapkan teknik budidaya sesuai dengan pengalaman usahatani mereka, sedangkan petani program SLPTT menerapkan teknik budidaya sesuai yang didapat dari pendampingan penyuluh BP3K (Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan) Kecamatan Telagasari. Tahapan kegiatan budidaya padi pada dasarnya adalah persiapan lahan, persiapan benih dan persemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, serta pemanenan. Walaupun secara umum sama, namun terdapat beberapa perbedaan penggunaan komponen teknologi dari tahapan budidaya antara petani program SLPTT dan non SLPTT di Desa Kalibuaya. a. Persiapan Lahan Tahapan persiapan lahan adalah kegiatan mempersiapkan lahan untuk penanaman padi musim tanam berikut pada saat setelah panen musim tanam sebelumnya hingga lahan siap ditanam. Tahapan ini terdiri dari beberapa kegiatan,

38 26 yaitu pembersihan lahan, menebarkan jerami, pergantian tanah atau pemopokan, pembajakan sawah dengan menggunakan traktor, nampingan dan meratakan tanah. 1. Pembersihan Lahan merupakan kegiatan untuk memudahkan pekerjaan pada saat pengolahan lahan dilakukan. Pada kegiatan ini tidak ada perbedaan diantara petani SLPTT dan non SLPTT, dimana kegiatan yang dilakukan adalah membersihkan gulma, rerumputan dan bebatuan yang ada pada lahan. Pada umumnya untuk pembersihan lahan petani padi program SLPTT maupun non SLPPT dibantu oleh pekerja luar keluarga agar lebih mudah dan cepat. Gambar 2. Pemberian pupuk organik 2. Menebarkan Jerami, setelah lahan sawah bersih maka kegiatan selanjutnya adalah menebarkan jerami yang berasal dari panen musim sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan oleh persen dari petani program SLPTT, sedangkan untuk petani non SLPTT hanya persen. Jerami yang disebar di lahan sawah kemudian didiamkan sampai membusuk. Manfaat dari jerami yang telah dibusukkan akan menjadi pupuk organik sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah. Petani dengan tingkat kesadaran yang rendah akan manfaat jerami untuk kesuburan lahan, maka yang akan dilakukan adalah membakar jerami, digunakan sebagai pakan ternak, ataupun diberikan kepada orang lain. Selain dari jerami, sebagian petani menambahkan pupuk organik dalam bentuk pupuk kompos atau kandang. Sebagian besar petani program SLPTT memberikan komposisi pupuk organik sebanyak kg/hektar. Komposisi ini masih kurang dari anjuran yang diberikan oleh penyuluh yaitu sebanyak 2 ton/hektar. Petani non SLPTT memberikan komposisi pupuk organik jauh lebih rendah yakni sebanyak kg /hektar. 3. Perbaikan Pematang Sawah (Pemopokan), selanjutnya sekitar hari setelah jerami disebar, kegiatan yang dilakukan oleh petani SLPTT maupun petani non SLPTT adalah pemopokan atau pergantian tanah. Pemopokan adalah memperbaiki pematang dan parit sebelum lahan dibajak. Tujuan diperbaikinya pematang adalah untuk menahan air selama pengolahan tanah agar air tidak keluar dari petak sawah dan untuk menutup lubang hama seperti tikus. Tujuan memperbaiki parit adalah untuk memperlancar arus air serta mengurangi jumlah biji gulma yang akan terbawa masuk ke dalam petakan.

39 27 Gambar 3. Kegiatan pembajakan sawah 4. Pembajakan Sawah, kegiatan ini bertujuan untuk mempercepat proses pembusukan sisa tanam dengan membalikan tanah. Secara umum petani SLPTT dan non SLPTT melakukan pembajakan sawah dengan menggunakan traktor yang dilakukan oleh pekerja borongan. Biaya untuk seawa traktor termasuk upah borongan dan bahan bakar adalah sebesar Rp Rp /hektar. Setelah lahan dibajak, maka lahan harus segera digenangi agar kondisi tanah menjadi lebih lembut. 5. Kegiatan Nampingan dan Meratakan Tanah, nampingan adalah membersihkan pematang sawah dengan menggunakan cangkul, pematang sawah dipapas dan menggantinya dengan tanah hasil pembajakan. Kegiatan terakhir adalah kegiatan meratakan tanah dengan tujuan meratakan permukaan lahan sehingga air irigasi yang ada di petakan tersebar merata. Secara umum petani program SLPTT dan non SLPTT melakukan kegiatan ini sama dengan menggunakan jasa pekerja borongan (biaya pengolahan) untuk kegiatan pemopokan, nampingan, serta meratakan tanah yang dilakukan oleh buruh tani dengan upah sebesar Rp /hektar. b. Persemaian Benih Sebelum menyemai, petani harus menentukan varietas benih apa yang akan ditanam. Pemilihan varietas benih untuk petani program SLPTT adalah varietas Mekongga karena varietas tersebut yang dianjurkan oleh penyuluh kepada petani untuk penanaman padi pada musim kering II. Kesepakatan antara petani dan penyuluh dalam pemilihan varietas Mekongga berdasarkan pertimbangan kualitas terhadap serangan hama serta penyakit. Lain halnya dengan petani non SLPTT yang memilih banyak varietas seperti Mekongga, Ciherang, Inpari 14, serta membeli benih dari daerah lain. Pada umumnya pada beberapa musim terakhir petani non SLPTT lebih banyak menggunakan benih Ciherang, sedangkan terdapat juga petani lain yang mencoba-coba benih lain pada musim ini seperti Inpari 14. Penentuan luas lahan semai dan jumlah benih disesuaikan dengan luas lahan sawah yang akan digarap oleh petani. Tidak ada anjuran luasan yang diberikan oleh penyuluh kepada petani. Petani program SLPTT menyediakan lahan persemaian rata-rata seluas 150 m 2 dan petani non program SLPTT seluas 134 m 2 untuk 1 Ha luas lahan yang akan ditanami. Jumlah bibit yang ditanam berdasarkan anjuran dari penyuluh, yaitu sebanyak kg per ha. Pada umumnya petani menyemai benih

40 28 menyesuaikan dengan keadaan untuk menghindari kelebihan atau kekurangan jumlah yang dinginkan. Beberapa permasalan selalu ada seperti banyaknya hama keong dan bibit yang mati atau tidak tumbuh. Hal lain yang perlu diperhitungkan adalah anjuran penggunaan bibit yang ditanam yaitu 1-2 rumpun per lubang tanam. Penentuan umur bibit yang dianjurkan oleh penyuluh kepada petani program SLPTT adalah hari setelah sebar benih. Sebagian besar petani program SLPTT sudah menerapkan anjuran yang diberikan, sedangkan untuk petani non SLPTT tidak demikian. Beberapa petani Non SLPTT menggunakan bibit muda dengan umur kurang dari 10 hari atau bahkan lebih dari 20 hari. Perbedaan umur bibit untuk petani non SLPPT disebabkan perbedaan pemilihan varietas yang ditanam. Gambar 4. Hamparan lahan semai benih Waktu yang digunakan untuk penanaman ketika bibit yang disemai mencapai umur hari. Tahapan terakhir pada kegiatan ini adalah pencabutan bibit. Kegiatan pencabutan bibit pada umumnya dilakukan oleh bantuan pekerja yang diborong dengan biaya penanaman. c. Penanaman Kegiatan penanaman atau tandur diawali dengan membuat garis-garis tanam di lahan sawah untuk menentukan barisan dan jarak tanam. Kegiatan ini disebut dengan pencaplakan dengan menggunakan alat caplak yang umumnya dimiliki oleh para pekerja. Kegiatan selanjutnya adalah pencabutan bibit dari lahan semai yang kemudian ditanam di lahan sawah yang sudah dipersiapkan. Anjuran penanaman di Desa Kalibuaya agar dilakukan secara serentak terutama jika petani tersebut tergabung dalam suatu kelompok tani. Pada umumnya petani dalam satu kelompok memiliki lahan yang berdekatan antar petani sehinga penanaman dapat dilakukan serentak untuk menghindari hama seperti tikus. Kegiatan penanaman dilakukan dengan bantuan para pekerja borongan tanam atau odong-odong baik wanita maupun pria. Pemberian upah disesuaikan dengan sistem tanam yang diterapkan oleh petani. Penanaman dengan legowo 2:1 atau legowo 4:1 tarif upah yang harus dibayar sebesar Rp /hektar, sedangkan untuk sistem tanam pada umumnya seperti tegel tarif upahnya sebesar Rp

41 29 Sistem tanam yang dilakukan oleh petani di Desa Kalibuaya beraneka ragam karena memiliki kebiasaan dan persepsi masing-masing. Petani program SLPTT dianjurkan untuk melakukan sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan kriteria 50 cm x 25 cm x 12.5 cm; 50 cm x 25 cm x 15 cm; serta 40 cm x 25 cm x 15 cm. Fakta yang dijumpai pada penelitian ini hanya 13 orang (43.33 persen) petani program SLPTT yang telah mengikuti anjuran tersebut, sedangkan untuk petani non SLPTT bahkan tidak ada satupun yang menerapkan aturan tanam jajar legowo 2:1. Umumnya sistem tanam yang banyak dilakukan oleh petani khususnya petani Non SLPTT yaitu sistem jajar legowo 8:1 dan tegel dengan ukuran 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm. Gambar 5. Kegiatan penanaman (jajar legowo 2:1) Sistem tanam jajar legowo adalah suatu rekayasa sistem tanam yang merupakan perubahan dari jarak tanam tegel, dengan adanya aturan jarak tanam rumpun dan antar barisan. Tujuan petani menerapkan sistem tanam ini agar terjadi pemadatan rumpun padi sehingga meningkatkan populasi tanam padi /hektarnya. Jumlah rumpun yang diharapkan pada sistem tanam jajar legowo 2:1 berjumlah rumpun/hektar. Berbeda cukup besar apabila dibandingkan dengan tegel yang hanya berjumlah rumpun per hahektar, legowo 4 berjumlah hektar 5. Banyaknya petani memilih untuk melakukan tanam bibit lebih dari 2 rumpun karena tidak ingin mengambil resiko akan berkurangnya rumpun akibat dirusak oleh hama seperti keong. Banyaknya petani non SLPTT yang menerapkan tanam bibit 1-2 rumpun yakni sebanyak 19 petani (60 persen), sedangkan petani program SLPTT hanya 16 petani (53.33 persen) yang mengikuti anjuran tersebut. d. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah salah satu tahap penting yang harus diperhatikan oleh petani dalam melakukan pemantauan pertumbuhan tanaman padi yang ditanam. Tahapan ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta pengairan atau irigasi. 5 Ikhwani., Pratiwi Restu Gagad, Paturrohman Eman, Makarim A.K Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. [Internet]. [diunduh 26 Februari 2015]. Tersedia pada:

42 30 1. Penyiangan Penyiangan adalah menghilangkan rumput penggangu yang tumbuh di sekitar tanaman padi serta di pinggir pematang sawah. Penyiangan umumnya dilakukan dua kali dalam satu musim tanam. Peyiangan pertama dilakukaan pada saat tanaman padi berumur hari setelah tanam, sedangkan yang kedua dilakukan tanaman padi berumum hari. Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah parang dan gasrok sesuai dengan anjuran dari program SLPTT. Penggunaan gasrok diharapkan dapat membantu petani agar kegiatan penyiangan lebih cepat. Namun faktanya tidak banyak petani menggunakan gasrok karena petani lebih memilih penggunaan obat herbisida yang dinilai lebih baik dan mudah. Selain itu, untuk beberapa kondisi penggunaan gasrok dapat mengakibatkan kerusakan pada perakaran padi yang sedang tumbuh. Petani program SLPTT yang menggunakan alat gasrok berjumlah 4 orang (13.33 persen) dan petani non SLPTT berjumlah 11 orang (36.67 persen). Gambar 6. Kegiatan penyiangan (alat gasrok) Kegiatan Penyiangan umumnya dikakukan dengan bantuan tenaga kerja borongan dengan memberikan upah pembayaran sistem ceblok. Sistem ceblok adalah pekerja borongan melakukan pekerjaan tanpa dibayar dengan upah uang. Namun pekerja mendapatkan hak untuk ikut melakukan kegiatan panen dan menerima bagian tertentu dari hasil panen sesuai kesepakatan diantara kedua pihak. Pada umumnya di Desa Kalibuaya upah yang diterima pekerja ceblokan sebesa 1/6 bagian dari hasil panen. Terdapat beberapa manfaat yang dirasakan oleh petani apabila melakukan kegiatan penyiangan dengan ceblok. Manfaat pekerja ceblok yaitu adanya jaminan akan kebutuhan pekerja saat panen dan peyiangan sehinga tidak sulit mencari pekerja karena dapat mengatur waktu pada saat dibutuhkan, pekerja ceblok ikut membatu petani dalam hal pengawasan dan pemeliharan, serta adanya rasa kepercayaan diantara kedua pihak didasarkan pada perjanjian dan kesepakatan. 2. Pemupukan Kegiatan pemupukan yang dianjurkan oleh program SLPTT adalah sebanyak tiga kali, yaitu pemupukan dasar, pemupukan susulan pertama (15 hari setelah tanam), serta pemupukan susulan kedua (30 hari setelah tanam). Dosis pupuk sesuai dengan rekomendasi analisis status hara tanah dengan memperhatikan Bagan Warna Daun (BWD) untuk menentukan waktu memupuk. Petani SLPTT

43 31 dianjurkan untuk memberikan pupuk organik seperti pupuk kompos atau kandang minimal 2 ton pada 1 hektar. Sebagian besar petani program SLPTT telah mengikuti anjuran jumlah pemupukan, waktu pemupukam, serta meningkatkan pemakaian pupuk organik, meskipun komposisi dosis pemupukan yang digunakan belum tepat sesuai anjuran. Kegiatan pemupukan umumnya dilakukan oleh petani sendiri dengan bantuan pekerja harian yang terdiri dari 1-2 pekerja/hektar. Untuk pupuk inorganic, pada umumnya petani di Desa Kalibuaya menggunakan jenis pupuk padat seperti NPK Phonska, Urea, dan TSP. Umumnya Petani memperoleh pupuk dari kios-kios pertanian yan ada di Desa Kalibuaya. Pada musim kering II ini petani mengalami kesulitan karena adanya kelangkaan pupuk urea sehingga harga pupuk meningkat. Kelangkaan disebabkan karena distribusi pupuk di tingkat produsen ke kios pengecer belum stabil dan adanya keterlambatan pengiriman pupuk. 3. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani di Desa Kalibuaya diharapkan dapat mengikuti ketentuan yang dianjurkan dalam program SLPTT yakni pengendalian hama terpadu (PHT). Salah satu anjuran dari program adalah menyemprotkan pestisida sesuai dengan kebutuhan. Pada musim tanam ini banyak petani merasakan banyaknya serangan hama dan penyakit sehingga umumnya penyemprotan dilakukan 7-8 kali. Beberapa jenis hama yang banyak dikeluhkan oleh petani adalah hama tikus, keong mas, burung, kupu-kupu, kepik, penggerek batang, serta wereng. Penyakit yang banyak menyerang tanaman padi seperti penyakit pucuk daun menguning serta penyakit daun merah. Gambar 7. Kegiatan penyemprotan di lahan sawah Obat yang digunakan petani berupa obat cair maupun padat yang sebagian besar merupakan obat kimiawi. Obat kimiawi terdiri dari beberapa jenis dan kegunaan didapatkan dari kios pertanian seperti spontan, demolish, rizotin, dan lain-lain. Petani program SLPTT tidak hanya menggunakan obat yang bersifat kimiawi karena adanya anjuran bagi petani untuk menggunakan obat organik. Pemberian obat organik terdiri dari obat yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti kotoran kambing, sapi, serta obat siap jadi yang dijual di kios seperti superpam. Kesadaran petani program SLPTT akan penggunaan obat organik lebih baik dibandingkan dengan petani non SLPTT. Hal ini terjadi karena anggapan

44 32 petani non SLPTT bahwa obat kimiawi sudah cukup untuk mengatasi serangan hama dan penyakit serta mahalnya harga obat organik siap jadi seperti superpam. Alat yang digunakan untuk kegiatan penyemprotan adalah semprotan manual dan semprotan mesin. Umumnya petani di Desa Kalibuaya baik petani program SLPTT maupun non SLPTT sudah memiliki seprotan manual sendiri karena harganya yang terjangkau yakni Rp Rp Lain halnya dengan semprotan mesin memiliki harga yang cukup mahal yakni sekitar Rp Kegiatan penyemprotan umumnya dilakukan langsung oleh petani dengan bantuan pekerja harian yakni terdiri dari 1-2 pekerja/hektar. 4. Pengairan atau Irigasi Pengairan lahan sawah di Desa Kalibuaya berasal dari sumber pengairan BTLS IV dan BTLS V. Petani program SLPTT dan non SLPTT tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh air untuk mengairi sawahnya walaupun pada musim musim kemarau II. Selain itu, terdapat peran dari P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dan Mitra Cai dalam pengelolaan kebutuhan air untuk mengontrol pengairan di Desa Kalibuaya. Namun menurut petani peran dan fungsi pengurus P3A dan Mitra Cai masih kurang dalam melakukan pengontrolan sarana pengairan. Kegiatan pengairan dilakukan untuk menyesuaikan kapasitas air yang ada dalam petakan lahan sawah sesuai dengan kebutuhan petani di setiap tahap kegiatan budidaya. Komponen pengairan berselang tidak ditekankan oleh penyuluh kepada petani program SLPTT di Desa Kalibuaya. Pengairan berselang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan menekan keracunan seperti kandungan besi (Fe). Petani program SLPTT masih belum bisa menerapkan komponen pengairan berselang secara baik seperti kedalaman air, waktu pengairan, serta tahapan kegiatannya. Pengairan yang banyak dilakukan oleh petani program SLPTT dan non SLPTT adalah pengairan secara terus menerus yang dilakukan dengan memberikan air kepada tanaman dan dibiarkan tergenang ketika beberapa hari setelah tanam (3-15 HST) hingga beberapa hari menjelang panen (3-5 hari sekali). Pengairan dengan cara ini dilakukan dengan mempertimbangkan waktu pemupukan, menekan pertumbuhan gulma, ketika ada serangan hama, serta menghemat tenaga untuk pengolahan tanah. e. Pemanenan Pemanenan merupakan tahap akhir dari keragaan usahatani padi. Prosen pemanenan padi harus dilakukan pada waktu yang tepat, karena ketepatan waktu tersebut mempengaruhi jumlah dan mutu gabah yang dihasilkan. Waktu pemanenan setiap petani dalam satu kelompok umumnya dilakukan secara serempak karena waktu tanam yang sama. Petani program SLPTT dan non SLPTT melakukan waktu panen saat padi berumur HST. Pekerja yang dibutuhkan untuk kegiatan panen adalah pekerja ceblok dengan menggunakan alat sabit dan karung. Pada saat tanaman padi selesai dipanen, gabah dirontokkan dengan menggunakan mesin perontok yang disewa oleh petani dengan harga Rp Rp /ton GKP (Gabah Kering Panen) yang dihasilkan. Proses perontokan panen yang dilakukan oleh petani SLPTT tidak semua sesuai dengan anjuran program SLPPT yang menyarankan untuk dirontokkan secara langsung, tetapi didiamkan terlebih dahulu.

45 33 Gambar 8. Kegiatan panen di lahan sawah Petani program SLPTT dan non SLPTT menjual hasil panennya dalam bentuk GKP kepada beberapa pembeli. Umumnya pembeli merupakan calo, dimana calo akan mencari gabah yang sesuai dan sudah ada kesepakatan harga dengan pihak penggilingan. Pembeli lainnya adalah pengumpul tingkat desa serta pedang besar atau tengkulak. Permasalahan Keragaan Usahatani Padi Petani Program SLPTT dan Non SLPTT Petani program SLPTT maupun non SLPTT di Desa Kalibuaya tentunya mengalami beberapa permasalahan dalam melaksanakan kegiatan usatani padi. Permasalahan setiap musim akan berbeda karena kondisi yang selalu berubah di setiap subsistem. Pemasalahan pada subsistem hulu adalah meningkatknya harga benih dan pupuk. Contohnya adalah harga benih VUB Mekongga label biru pada musim sebelumnya Rp 9 000/ kg menjadi Rp /kg. Beberapa jenis pupuk mengalami peningkatan harga yang begitu besar. Peningkatan harga ini karena terjadinya kelangkaan pupuk sehingga banyak petani tidak mendapatkan pupuk sesuai dengan jumlah yang diinginkan. Sebagai contoh pupuk urea pada musim sebelumnya harganya Rp 1 900/kg menjadi Rp 2 600/kg. Permasalahan lain adalah ketersediaan tenaga kerja tani (buruh tani) yang semakin sedikit di Desa Kalibuaya. Hal ini terjadi karena buruh tani lebih banyak berada pada usia tua, sedangkan tenaga kerja yang masih berpotensi banyak beralih profesi pekerjaan ke sektor non pertanian. Petani program SLPTT maupun petani non SLPTT lebih memilih kelompok pekerja borongan untuk membantu setiap kegiatan usahataninya. Pada musim ini upah borongan pekerja mengalami peningkatan dibandingkan pada musim sebelumnya yaitu dari Rp /ha menjadi Rp /ha. Selain itu, petani yang menerapkan legowo 2:1 dan legowo 4:1 harus membayar upah lebih mahal dibandingkan aturan tanam lainnya, yakni sebesar Rp /ha. Perbedaan upah tanam borongan disebabkan buruh tani membutuhkan keahlian, tenaga lebih banyak, serta alat garis tanam yang sesuai dengan anjuran dari petani.

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA M. Eti Wulanjari dan Seno Basuki Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Alfayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui minat petani terhadap komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 5 No. 1 FEBRUARI 2017

JIIA, VOLUME 5 No. 1 FEBRUARI 2017 ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI PADI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DENGAN SISTEM TEGEL DI KECAMATAN SEPUTIH MATARAM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Comperative Analysis of Jajar Legowo Rice Farming Planting System

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Seminar Nasional Serealia, 2013 PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA Muhammad Thamrin dan Ruchjaniningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN CIANJUR

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN CIANJUR Implementasi Teknologi Pengelolaan IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN CIANJUR Agatha Kinanthi 1), Andriyono Kilat Adhi 2) dan Dwi Rachmina 3) 1,2,3)

Lebih terperinci

EVALUASI PETANI PESERTA PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL - PTT) PADI DI KABUPATEN NGAWI TESIS

EVALUASI PETANI PESERTA PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL - PTT) PADI DI KABUPATEN NGAWI TESIS EVALUASI PETANI PESERTA PROGRAM SEKOLAH LAPANGAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL - PTT) PADI DI KABUPATEN NGAWI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Definisi usahatani ialah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan

Lebih terperinci

Dampak Penerapan Program SLPTT terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang

Dampak Penerapan Program SLPTT terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang Dampak Penerapan Program SLPTT terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang Fajar Firmana * dan Rita Nurmalina Mahasiswa Pascasarjana Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk menjaga konsistensi produksi beras dan oleh karena urgensi dari pangan itu sendiri maka dibutuhkan sebuah program yang bisa lebih mengarahkan petani dalam pencapaiannya.

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO

SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO SEPA : Vol. 8 No.1 September 2011 : 9 13 ISSN : 1829-9946 ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI DI KABUPATEN SUKOHARJO UMI BAROKAH Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN

ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) ABSTRACT PENDAHULUAN Agricola, Vol 4 (1), Maret 2014, 1-7 p-issn : 2088-1673., e-issn 2354-7731 ANALISIS USAHA TANI BEBERAPA VARIETAS PADI DENGAN MENGGUNAKAN REVENUE COST RATIO (R/C RATIO) Untari 1) Surel: untari_83@yahoo.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI e-j. Agrotekbis 2 (3) : 332-336, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KARAWANA KECAMATAN DOLO KABUPATEN SIGI Analysis of income and feasibility farming

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR

EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR SEPA : Vol. 13 No.1 September 2016 : 48 52 ISSN : 1829-9946 EFISIENSI USAHATANI PADI BERAS HITAM DI KABUPATEN KARANGANYAR Arya Senna Putra, Nuning Setyowati, Susi Wuri Ani Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS DAN EKONOMI DEMFARM JARWOBANGPLUS DI LAMPUNG. Hafdi dan Sudjadi. Bakorluh Provinsi Lampung ABSTRAK

ANALISIS PRODUKTIVITAS DAN EKONOMI DEMFARM JARWOBANGPLUS DI LAMPUNG. Hafdi dan Sudjadi. Bakorluh Provinsi Lampung ABSTRAK ANALISIS PRODUKTIVITAS DAN EKONOMI DEMFARM JARWOBANGPLUS DI LAMPUNG Hafdi dan Sudjadi Bakorluh Provinsi Lampung ABSTRAK Waktu pelaksanaan kegiatan kajian dilakukan pada bulan Juni 2014. lokasi survei yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI ej. Agrotekbis 3 (2) : 240 246, April 2015 ISSN : 23383011 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI NANAS DI DESA DODA KECAMATAN KINOVARO KABUPATEN SIGI Feasibility study on Pineapple Farming at Doda Village, Sigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

KERAGAAN DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM SLPTT DAN NON PROGRAM SLPTT DI DESA SUKARATU, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR

KERAGAAN DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM SLPTT DAN NON PROGRAM SLPTT DI DESA SUKARATU, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR KERAGAAN DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PROGRAM SLPTT DAN NON PROGRAM SLPTT DI DESA SUKARATU, KECAMATAN GEKBRONG, KABUPATEN CIANJUR AGATHA KINANTHI TIOMINAR DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya.

I. PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduknya. Kemampuan sektor pertanian dapat ditunjukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah

Lebih terperinci

SKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA

SKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG DAN SISTEM GERAKAN SERENTAK TANAM PADI DUA KALI SETAHUN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR SKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA JURUSAN / SISTEM

Lebih terperinci

Pendapatan Usahatani Padi Hibrida dan Padi Inbrida di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

Pendapatan Usahatani Padi Hibrida dan Padi Inbrida di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat REVIEW Pendapatan Usahatani Padi Hibrida dan Padi Inbrida di Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat Farm Income of Hybrid Rice and Inbred Rice in Bogor Regency, West Java Province ABSTRAK Beras adalah komoditas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2013 BUPATI

Lebih terperinci

DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT

DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT EPP.Vo. 7. No 1. 2010 : 14-19 14 DAMPAK TEKNOLOGI MULSA PLASTIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI TOMAT (Lycopersicum Esculentum L. Mill) DI DESA BANGUNREJO KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak Peningkatan Produktivitas dan Finansial Petani Padi Sawah dengan Penerapan Komponen Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Studi Kasus di Desa Kandai I Kec. Dompu Kab. Dompu) Yuliana Susanti, Hiryana

Lebih terperinci

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME

ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME FROM KASTURI TOBACCO, RICE AND CORN TO THE TOTAL FARM HOUSEHOLD INCOME ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN BIAYA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHA TANI TEMBAKAU KASTURI, PADI DAN JAGUNG TRHADAP TOTAL PENDAPATAN USAHA TANI KELUARGA ANALYSIS OF COST EFFICIENCY AND CONRTIBUTION OF INCOME

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH Andi Ishak, Bunaiyah Honorita, dan Yesmawati Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA SIDERA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA SIDERA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI J. Agroland 23 (1) : 64 69, April 2016 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI PADI SAWAH DI DESA SIDERA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI The Analysis of Income

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian dalam arti luas meliputi pembangunan di sektor tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADA USAHATANI PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L.) (Suatu Kasus Di Desa Rejasari Kecamatan Langensari Kota Banjar) Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS CATUR HERMANTO dan Tim Disampaikan pada seminar proposal kegiatan BPTP Sumatera Utara TA. 2014 Kamis, 9 Januari 2014 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

Reza Raditya, Putri Suci Asriani, dan Sriyoto Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu ABSTRACT

Reza Raditya, Putri Suci Asriani, dan Sriyoto Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu ABSTRACT ISSN -4-8837 ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH PENGGUNA BENIH BERSERTIFIKAT DAN BENIH NON SERTIFIKAT DI KELURAHAN KEMUMU KECAMATAN ARMA JAYA KABUPATEN BENGKULU UTARA Comparation Analysis Of Paddy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci