Keterangan: = Effectivity = Car Free Day Total Air Emission
|
|
- Sukarno Cahyadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Efektivitas dan Evaluasi Program Pemantauan dan evaluasi program sangat penting untuk menentukan apakah suatu program bekerja dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, untuk membantu memperbaiki pelaksanaan program, dan memberikan bukti untuk melanjutkan dukungan program. Evaluasi tidak hanya akan memberikan umpan balik tentang efektivitas program tetapi juga akan membantu untuk menentukan apakah program ini sesuai untuk populasi sasaran, apakah ada masalah dengan implementasi dan dukungan, dan apakah ada suatu permasalahan yang perlu diselesaikan selama program dilaksanakan. Suatu program disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Terdapat banyak beberapa metode dalam menentukan efektivitas suatu program, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dengan cara kuantitatif, dikenal metode Controlled Before-After Study. Metode ini merupakan desain yang paling praktis untuk evaluasi program (Mayne, 2011). Pada dasarnya metode ini membandingkan sebelum dan setelah program atau membandingkan, atau dengan dan tanpa program, juga ditentukan faktor kontribusinya. Dalam konteks penelitian ini, efektivitas dari program CFD dapat dihitung dengan pendekatan rumus sederhana sebagai berikut (Persamaan 2.1): (2.1) Keterangan: E NCFDTAE CFDTAE = Effectivity = Non Car Free Day Total Air Emission = Car Free Day Total Air Emission 4
2 2. Program CFD Program CFD merupakan salah satu program untuk mengurangi dan mengendalikan pencemaran udara. Program CFD pertama kali dilakukan di negara Belanda dan Belgia dalam rangka mengurangi krisis energi pada 25 November 1956 hingga 20 Januari Pada 19 April 2001 program Earth Car Free Day pertama kali diadakan dan serentak di seluruh penjuru dunia. Lebih dari organisasi dan kota di seluruh dunia ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh The Commons WC/FD program and Earth Day Network. Pada tanggal 29 September 2009, World Car Free Day dirayakan di Washington, D.C. Kegiatan yang dilaksanakan di sana antara lain terdiri dari reparasi kendaraan bermotor gratis, senam yoga dan kegiatan - kegiatan lain yang dilakukan oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat. Tanggal 22 September ditetapkan sebagai perayaan CFD Internasional. Isu mengurangi moda transportasi bermotor dimulai sejak krisis minyak tahun Tetapi baru pada tahun 1994 isu tersebut mulai digencarkan dan digagas lebih serius. Pidato Eric Britton, Ilmuwan Politik dan Aktivis Lingkungan pada Konferensi Internasional Asesibilitas Kota (International Ciudades Accesibles Conference) di Toledo, Spanyol mengawali gerakan CFD. Baru pada 1995 terbentuklah forum nonformal Word Car free Day Consortium yang mendukung gerakan CFD di seluruh dunia. Pertama kali hajatan ini digelar di Inggris pada tahun 1997, selanjutnya di Perancis (1998) dan berkembang secara masif di Eropa pada tahun-tahun berikutnya hingga pada tahun 2000 menjadi gerakan global. Di Indonesia, program CFD pertama kali dikenal dengan program Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB). Pelaksanaanya pertama kali dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 21 September 2004 di sepanjang ruas Jalan Sudirman - Thamrin. Pada hari itu seluruh kendaraan bermotor dilarang melintas di jalan yang telah ditentukan. HBKB bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat untuk menurunkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Kegiatan tersebut biasanya didorong oleh aktivis yang bergerak dalam bidang lingkungan dan transportasi. Gagasan utama yang dipromosikan dalam gerakan CFD adalah mengembangkan transportasi massal, bersepeda dan 5
3 berjalan kaki. Dasar hukum pelaksanaan CFD diperkuat dengan beredarnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 426/296/SJ Tahun 2015 perihal pelaksanaan Car Free Day dan penyediaan ruang terbuka olahraga. Di kota Surakarta CFD pertama kali diadakan pada tanggal 30 Mei 2010, yang dilaksanakan setiap hari Minggu pagi di Jalan Brigjen. Slamet Riyadi Kota Surakarta mulai pukul WIB. Selain bertujuan utama untuk mengurangi emisi, CFD juga dimanfaatkan sebagai ruang publik untuk aktifitas olah raga, edukasi, bermain, serta kesenian budaya. 3. Pencemaran Udara a. Definisi Pencemaran Udara Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara merupakan komponen penunjang kehidupan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan (Nowak, et al., 2014). Tanpa makan dan minum manusia bisa hidup untuk beberapa hari tetapi tanpa udara manusia hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja (Keuken, et al., 2012). Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan, atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini tentu tergantung pada keadaan geografi dan metereologi setempat (Tanaka, 2015). Kota Surakarta secara geografis berada pada cekungan di antara dua gunung, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi dan di bagian timur dan selatan dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo, kondisi seperti ini tidak menguntungkan jika dilihat dari sisi pencemaran udara. Potensi pencemar udara yang masuk dari wilayah sekitar kota Surakarta sangat besar. Sebagian besar pencemar udara berasal gas buangan hasil 6
4 pembakaran bahan bakar fosil. Sumber polusi yang utama berasal dari kendaraan bermotor. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya proses industri, pembuangan limbah dan lain-lain (Prathipa1, et al., 2015). Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan industri dan teknologi serta lalu lintas yang padat, udaranya relatif sudah tidak bersih lagi. Dari beberapa macam komponen pencemar udara, angka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah karbon monoksida (CO), belerang oksida (SO x ), nitrogen oksida (NO x ), dan partikulat yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Di Indonesia, pertumbuhan jumlah kendaraan sangat besar (Tabel 2.2). Tabel 2.1. Jumlah Kendaraan di Indonesia Tahun Tahun Mobil Sepeda Motor (BPS, 2015) b. Sumber Pencemar Udara Bahan pencemar udara dapat dibagi atas dua berdasarkan sumbernya dan berikut : 1) Berdasarkan Sumber a) Pencemar Primer kelompok berdasarkan dampak yang timbul sebagai Pencemar primer yaitu semua pencemar yang berada di udara dalam bentuk yang hampir tidak pernah berubah. Pencemar ini sifat dan komposisi kimianya sama seperti saat ia dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar primer umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktifitas manusia, antara lain yang diakibatkan pada proses pembakaran batubara di Industri. Contoh untuk pencemar-pencemar primer antara lain SO X yang dikeluarkan dari cerobong industri peleburan atau pemurnian logam dan pada pusat-pusat penyulingan minyak. Contoh lainnya adalah CO X, NO X, CH 4, yang merupakan bahan/gas buangan 7
5 dari industri yang menggunakan bahan bakar batu bara (Caiazzo, et al., 2013). b) Pencemar Sekunder Pencemar sekunder yaitu pencemar yang di udara sudah berubah sifat-sifat dan komposisinya karena hasil reaksi antara dua kontaminan. Umumnya pencemar sekunder tersebut merupakan hasil antara pencemar primer dengan kontaminan/polutan lain yang ada di dalam udara. Reaksi-reaksi yang dimaksud adalah reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalitis. Pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi fotokimia umumnya diwakili contohnya oleh pembentukan ozon yang terjadi antara zat-zat hidrokarbon yang ada di udara dengan NO x melalui sinar ultra violet yang dipancarkan matahari. Sebaliknya pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksida katalitis diwakili oleh pencemar-pencemar berbentuk oksida-oksida gas, yang terjadi karena adanya partikel-partikel logam di udara sebagai katalisator. Contoh-contoh pencemar sekunder antara lain Particulate Matter (PM), ozon dan senyawa-senyawa peroksida. 2) Berdasarkan Perkiraan Dampak yang Timbul a) Sumber Titik Sumber titik adalah sumber individu yang tidak bergerak. Suatu sumber dikategorikan sebagai sumber titik apabila sumber tersebut mengemisikan pencemar di atas ambang batas yang ditetapkan dalam inventarisasi. Ambang batas tersebut bisa didasarkan pada potensi emisinya, jenis sumber, atau toksisitas pencemar. Misalnya, ditetapkan bahwa sumber yang mengemisikan pencemar udara kriteria sebesar 10 ton per tahun dikategorikan sebagai sumber titik. Tipikal sumber titik adalah industri manufaktur atau pabrik produksi yang memiliki cerobong. Di dalam suatu sumber titik, bisa terdapat beberapa unit pembakaran/boiler atau beberapa unit proses. Untuk kota-kota sedang dan kecil, sumber titik ini selain industri manufaktur dengan skala besar, dapat pula mencakup insinerator di rumah sakit, boiler di hotel, krematorium, dan industri-industri skala menengah dan kecil. 8
6 b) Sumber Area Sumber area adalah sumber yang secara individu tidak memenuhi kualifikasi sebagai sumber titik. Sumber area mewakili berbagai kegiatan individu yang mengeluarkan sejumlah kecil pencemar, namun secara kolektif kontribusi emisinya menjadi signifikan. Misalnya, satu tungku pembakaran di industri rumah tangga di dalam wilayah inventarisasi tidak memenuhi kualifikasi sebagai sumber titik, namun secara kolektif emisi dari sejumlah fasilitas yang sama di wilayah tersebut akan signifikan sehingga sejumlah fasilitas tersebut harus diinventarisir sebagai sumber area. Yang termasuk sumber area diantaranya adalah kegiatan memasak di rumah tangga, stasiun pengisian bahan bakar umum, lokasi konstruksi, bengkel cat, terminal bis, klenteng, dan sejenisnya. c) Sumber Bergerak Sumber bergerak terbagi menjadi dua, yaitu sumber bergerak di jalan raya (on-road), seperti mobil, truk, bus, sepeda motor; dan bukan di jalan raya (non-road) seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api, peralatan pertanian dan konstruksi, dan mesin pemotong rumput. Lebih lanjut, sumber bergerak on-road dan non-road juga dapat diwakili oleh sumber bergerak garis dan sumber bergerak area. Sumber bergerak garis adalah sumber bergerak yang emisinya secara individu maupun kolektif membentuk garis sepanjang ruas jalan atau jalur non-jalan di wilayah inventarisasi. Untuk mengetahui emisi sumber bergerak garis, diperlukan data aktivitas kendaraan/moda transportasi pada ruas atau jalur tersebut, misalnya volume kendaraan per hari atau jarak tempuh kereta api per hari. Apabila data aktivitas pada ruas jalan atau jalur non-jalan tidak diketahui, maka sumber bergerak dikategorikan sebagai sumber bergerak area, yaitu bahwa emisi kendaraan secara kolektif membentuk suatu area di wilayah inventarisasi. 9
7 4. Emisi a. Definisi Emisi Udara Emisi udara adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkan ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar (Permen LH, 2012). b. Regulasi tentang Pencemaran Udara di indonesia Regulasi mengenai lingkungan hidup di Indonesia berdasar pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam regulasi ini pencemran lingkungan hidup didefinisikan sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan (pasal 1). Pencemaran udara secara khusus diregulasikan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Regulasi tersebut mendeskripsikan pencemaran udara sebagai masuk atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (pasal 1 poin 1). Pada pasal yang sama di PPRI Pengendalian Pencemaran Udara dijelaskan pula deskripsi emisi (poin 9). Emisi didefinisikan sebagai zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur ambien. Melalui regulasi PPRI Nomor 41 Tahun 1999 Pemerintah Indonesia menegaskan arti penting udara dan pengelolaan bagi kehidupan manusia. Untuk itu regulasi tersebut juga menegaskan adanya perlindungan atas mutu udara ambien yang didasarkan pada baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang batas kebisingan dan Indeks Standar Pencemaran 10
8 Udara. Penyusunan baku mutu udara secara nasional dilakukan pemerintah dan turut dicantumkan dalam PPRI Nomor 41 Tahun 1999 sebagai perisai utama terhadap potensi pencemaran udara. Secara khusus setiap daerah diberikan arahan untuk menyusun baku mutunya masing-masing dengan berdasar pada pertimbangan status mutu udara ambien di daerah masingmasing. Baku mutu yang diregulasikan pemerintah berupa baku mutu untuk udara ambien. Baku mutu udara ambien nasional ditetapkan sebagai batas maksimum kualitas udara ambien nasional yang diperbolehkan untuk seluruh kawasan Indonesia. Arah dan tujuan penetapan baku mutu ini adalah mencegah pencemaran uadara dalam rangka pengendalian pencemaran udara nasional. Penetapan baku mutu udara ambien nasional melibatkan beragam instansi terkait dan mempertimbangkan standar-standar internasional. Status mutu udara ambien daerah adalah mutu udara ambien yang menggambarkan kualitas udara ambien di suatu lokasi pada waktu tertentu. Penetapan status mutu udara ambien daerah adalah dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi teknis tertentu saat pengambilan sampel udara ambien. Penetapan status mutu udara ambien daerah akan ditentukan oleh kegiatan-kegiatan di bawah ini sesuai dengan Penjelasan PPRI Nomor 41 Tahun 1999: (1) Inventarisasi data-data indeks standar pencemaran udara dan ataudata-data kualitas udara ambien daerah; (2) Inventarisasi sumber-sumber pencemar dan potensinya, dan (3) Inventarisasi kondisi atmosfer daerah. Indonesia secara khusus di daerah, mayoritas belum mengenal konsep inventarisasi emisi. Penyebabnya karena selama ini penentuan status mutu dan penilaiannya masih didasarkan pada kondisi udara ambien mengikuti baku mutu yang ada secara nasional. Jika mengikuti regulasi PPRI Nomor 41 Tahun 1999, maka setiap daerah sebenarnya memiliki kewajiban melakukan inventarisasi emisi untuk menyusun status mutu udara ambiennya sendiri sesuai karakter wilayahnya. Secara umum, Indonesia belum meregulasikan baku mutu secara spesifik dari seluruh kegiatan yang berpotensi menimbulkan emisi. Mayoritas sumber emisi spesifik masih menggunakan patokan baku mutu udara 11
9 ambien nasional maupun daerah apabila telah ada sebagai pertimbangan penentuan status mutunya. Pemerintah Kota Surakarta, secara khusus telah mengeluarkan regulasi khusus untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran udara yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup. Menurut Perda tersebut, kegiatan pengendalian pencemaran lingkungan meliputi pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan, sedangkan ruang lingkup kegiatan pengendalian lingkungan hidup dilakukan secara terpadu meliputi pencemaran air permukaan, pencemaran tanah dan air tanah, pencemaran udara, dan limbah padat. Kegiatan pencegahan pencemaran udara menurut Perda No. 2 Tahun 2006 ini meliputi penentuan status mutu udara, penyusunan data meteorologis dan geografis yang diperlukan dalam rangka pengendalian pencemaran udara, inventarisasi sumber-sumber pencemaran, penetapan baku mutu emisi, baku kebisingan, dan baku kebauan, penetapan ketatalaksanaan perijinan pembuangan limbah berwujud gas dan atau partikulat, penetapan persyaratan ijin termasuk persyaratan mengenai cerobong saluran pembuangan emisi ke udara, pengawasan ketaatan, penetapan sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran udara. Melalui Perda No. 2 Tahun 2006 ini diharapkan kualitas udara di Kota Surakarta dapat dicegah dari pencemaran udara. c. Inventarisasi Emisi Inventarisasi Emisi (Emission Inventory) adalah pencatatan secara komprehensif tentang jumlah pencemar udara dari sumber sumber pencemar udara dalam suatu wilayah dan periode waktu tertentu. Dalam bahasa yang sederhana, inventarisasi emisi adalah menentukan sumber sumber pencemar udara, apa yang keluar dari sumber pencemar udara tersebut dan berapa banyak jumlahnya (Kementerian Lingkungan Hidup RI, 2013). Pendekatan dalam Inventarisasi Emisi secara umum dibagi menjadi 2 (dua), yakni pendekatan Top - Down dan Bottom - Up. Pendekatan Top Down dilakukan apabila terdapat keterbatasan operasional baik berupa tidak adanya personel surveyor maupun keterbatasan pembiayaan dalam 12
10 pelaksanaan inventarisasi, sehingga dalam pendekatan ini lebih banyak digunakan data sekunder. Pendekatan Bottom Up mengutamakan pengumpulan data primer. d. Faktor Emisi Faktor emisi didefinisikan sebagai nilai yang menunjukan jumlah polutan yang dikeluarkan ke udara yang bersumber dari kegiatan pembakaran. Setiap jenis kendaraan bermotor menghasilkan emisi yang berbeda-beda sesuai dengan jenis mesin dan konsumsi bahan bakar yang digunakan. CO x, NO x, SO x dan gas-gas serta pertikulat adalah beberapa contoh emisi yang dihasilkan oleh berbagai jenis kendaraan bermotor. CO dihasilkan dari reaksi atom karbon dengan oksigen. Gas CO dihasilkan pada proses pembakaran tidak sempurna di mana perbandingan udara dengan bahan bakar tidak seimbang. Udara yang diambil untuk proses pembakaran terdiri dari 20% O 2, 79% N 2 dan sisanya berupa gas-gas lainnya. Gas Nitrogen (N 2 ) merupakan udara pengencer yang tidak ikut dalam proses pembakaran. Gas N 2 bereaksi sendiri membentuk gas NO x (Boedisantoso, 2002). Jumlah emisi CH 4, NO x, dan CO x berbeda-beda untuk tiap jenis kendaraan dan juga ditentukan dari bahan bakar yang digunakan. Faktor emisi menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2013) adalah suatu rasio yang menghubungkan emisi suatu pencemar dengan suatu tingkat aktivitas yang dapat diukur, misalnya jumlah materi yang diproses atau jumlah bahan bakar yang digunakan. Sebagai contoh, pembakaran 1 kiloliter minyak bakar pada tungku di pembangkit listrik akan menghasilkan 1,84 kilogram PM 10, dan ini berarti faktor emisi PM 10 untuk fasilitas tersebut adalah 1,84 kg/kl. Apabila faktor emisi dan tingkat aktivitas diketahui, maka perkalian antara keduanya akan menghasilkan beban emisi. Faktor-faktor emisi umumnya ditentukan dari data pengukuran pada satu atau beberapa fasilitas di dalam suatu kategori industri, sehingga faktor emisi tersebut mewakili nilai yang sejenis untuk suatu industri tetapi tidak berarti mewakili apa yang sesungguhnya terjadi pada suatu sumber tertentu. Faktor emisi yang telah dipublikasikan telah tersedia. Faktor emisi memungkinkan perkiraan beban emisi dari beberapa kategori sumber atau 13
11 sumber-sumber individu. Untuk menghitung beban emisi dengan menggunakan faktor emisi, diperlukan 3 data masukan; yaitu informasi aktivitas, faktor emisi, dan informasi tentang efisiensi peralatan pengendali emisi (apabila menggunakan faktor emisi yang tidak mempertimbangkan efisiensi peralatan pengendali). Persamaan dasar perhitungan emisi adalah (Persamaan 2.2.): E = AR x EF (2.2) dimana: E = Emisi AR = tingkat aktivitas (misalnya, jumlah materi yang diproses) EF = faktor emisi, dengan asumsi tanpa pengendalian Emisi sumber area umumnya sulit dihitung melalui pengukuran aktivitas secara langsung. Dalam hal ini, digunakan faktor emisi yang didasarkan pada variabel penentu yang dapat dikaitkan dengan emisi, misalnya penduduk atau tenaga kerja di dalam industri. Untuk saat ini, Indonesia belum memiliki dokumen/publikasi yang memuat faktor-faktor emisi yang berlaku nasional. Beberapa publikasi di luar negeri yang memuat referensi faktor-faktor emisi untuk berbagai fasilitas dan kategori industri berdasarkan tingkat aktivitas di negara dimana faktor emisi tersebut disusun dalam berbagai dokumen, salah satu contohnya adalah EMEP/EEA air pollutant emission inventory guidebook. 5. Pengelolaan Kualitas Udara Pengelolaan kualitas udara adalah seluruh kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan dan memelihara udara bersih untuk melindungi kesehatan manusia dan memberikan perlindungan bagi ekosistem. Kegiatan-kegiatan pengelolaan meliputi: penetapan baku mutu, pemantauan kualitas udara ambien, penyusunan perijinan, penegakan hukum, dan penetapan insentif ekonomi untuk mengurangi pencemaran udara. Pengelolaan kualitas udara melalui kebijakan dan peraturan perundangan menjabarkan tugas dan tanggung jawab serta hubungan antar institusi pemerintah di tingkat pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah adalah landasan bagi pengelolaan kualitas udara. Tanpa kebijakan dan peraturan 14
12 perundangan yang tepat dan memadai, akan sulit memelihara program pengelolaan kualitas udara yang baik. Strategi pengelolaan kualitas udara adalah serangkaian cara atau rencana tindak untuk melaksanakan kebijakan dan peraturan perundangan pengelolaan kualitas udara. 15
13 B. Penelitian yang Relevan Tabel 2.2. Penelitian yang Relevan No Nama Lokasi Tahun Peneliti Penelitian Jenis Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Kanaf dan 2010 Surabaya Skripsi Efisiensi Program Car Free Day Penelitian ini menggunakan metode pengukuran Razif, M. terhadap Penurunan Emisi Karbon emisi. Dengan adanya program CFD di Jalan Raya Kertajaya Surabaya terbukti berhasil mereduksi emisi CO 2 sebesar 21,56%. 2 Rini, F.W.C Jakarta Tesis Kajian Pemanfaatan Ruang Jalan sebagai Ruang Terbuka Publik dengan Studi Kasus: Car Free Day di Koridor Jalan M.H. Thamrin Jenderal Sudirman di Jakarta Car Free Day jalan M. H. Thamrin Jakarta dapat memperbaiki segi fisik, sosial, ekologis maupun ekonomi dengan indikator terpenuhinya elemen comfort, relaxation, passive engagement, active engagement, dan discovery. 3 Arwini, N.P.D Denpasar Tesis Analisis Dampak Pelaksanaan Car Free Day di Kota Denpasar (Studi Kasus: Jalan Raya Puputan Niti Mandala Renon Denpasar) Pengukuran terhadap tingkat pencemaran udara di Kota Denpasar memperlihatkan bahwa dari 6 parameter yang diujikan secara keseluruhan masih berada dibawah baku mutu yang diijinkan dengan kategori baik dan sedang. Sulfur dioksida (SO 2 ) menunjukkan peningkatan sebesar 6,87%. Nitrogen dioksida (NO 2 ) menunjukkan peningkatan sebesar 16
14 Nama No Peneliti 4 Saputra, I., dan Sutriadi, R. Tahun Lokasi Penelitian Jenis Judul Penelitian Hasil Penelitian 36,35%, Karbon monoksida (CO) menunjukkan peningkatan sebesar 366,25%, debu total (PM) mengalami peningkatan terbesar yaitu 599,95%, sedangkan untuk oksidan menunjukkan peningkatan sebesar 28,57%. Kebisingan yang terjadi pada saat pelaksanaan Car Free Day menunjukkan angka rata-rata 61,65 db(a) sedangkan tingkat kebisingan rata-rata pada hari kerja menunjukkan angka 72,77 db(a). Peningkatan kebisingan yang terjadi antara dilaksanakannya program Car Free Day dengan hari biasa adalah sebesar 19,17% Bandung Tesis Analisis Car Free Days Berdasarkan Dilihat dari penilaian pengunjung terhadap Car Free Persepsi Pengunjung dalam Konteks Days dalam mengubah perilaku penggunaan Perubahan Perilaku Penggunaan kendaran pribadi, lebih dari setengah Kendaraan Pribadi. Studi Kasus: Car pengunjung menyatakan bahwa Car Free Days Free Days Jalan Ir. H.Juanda (Dago) tidak dapat mengubah perilaku dalam penggunaan kendaraan pribadi, mayoritas pengunjung masih menggunakan kendaraan pribadi (Mobil dan Motor) 17
15 No Nama Peneliti Tahun Lokasi Penelitian Jenis Judul Penelitian Hasil Penelitian untuk berkunjung ke Car Free Days juga memperkuat belum dapatnya Car Free Days mengubah perilaku penggunaan kendaraan pribadi secara optimal, selain itu hasil observasi menunjukkan bahwa banyak terjadi kemacetan dititik-titik jalan sekitar area Car Free Days pada saat berlangsungnya Car Free Days dan bahkan terjadi kemacetan yang sangat panjang sesaat setelah selesainya acara Car Free Days karena besarnya bangkitan kendaraan pada waktu yang bersamaan. 18
16 C. Kerangka Berpikir Kendaraan Bermotor Emisi udara Hasil penelitian terdahulu membuktikan program CFD efektif menurunkan emisi pada beberapa parameter emisi Penelitian terdahulu menggunakan metode pengukuran emisi dan udara ambien pada jalur utama CFD Bersifat toksik, berbahaya bagi kesehatan manusia Diperlukan upaya pengendalian emisi udara Program CFD Evaluasi Program CFD Kategori sumber emisi: 1. Street Food Vendor 2. Non Road Machinery 3. Parking Parameter emisi: NO X, NMVOC, PM 10, CO, CO 2, SO X, dan TSP Saat NCFD Saat CFD Perlu dilakukan penelitian mengenai emisi udara di jalur utama CFD ditambah jalur - jalur pendukungnya menggunakan metode perhitungan inventarisasi emisi dengan pendekatan bottom-up Dihitung, dibandingkan, serta dianalisis Asumsi Emisinya sehingga diperoleh efektivitas dari program CFD Gambar 2.1. Diagram alir kerangka berpikir D. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan jumlah asumsi emisi udara total yang dihasilkan dari kegiatan di sepanjang Jalan Brigjen. Slamet Riyadi dan Jalan Diponegoro Kota Surakarta masing masing pada saat NCFD dan pada saat CFD. 2. Program Car Free Day di Jalan Brigjen. Slamet Riyadi dan Jalan Diponegoro Kota Surakarta Surakarta tidak efektif dalam menurunkan emisi udara. 19
BAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Oktober 2015 Maret 2016. Tahap pengambilan data berupa inventarisasi aktivitas emisi dilaksanakan pada saat CFD sebanyak
Lebih terperinciBAB I. pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) ke dalam udara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh setiap kendaraan menjadi sumber polusi utama yaitu sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini tengah terjadi suatu degradasi terhadap lingkungan sebagai salah satu dampak langsung perkembangan teknologi transportasi. Emisi gas buang yang dihasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,
Lebih terperinci4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011
4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin menurun untuk mendukung kehidupan mahluk hidup. Menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu mengenai pencemaran lingkungan terutama udara masih hangat diperbincangkan oleh masyrakat dan komunitas pecinta lingkungan di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat
Lebih terperinciPROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi
Lebih terperinciBEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan
Lebih terperinciPROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA
PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PASURUAN
PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa pengendalian
Lebih terperinciTINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)
TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran
Lebih terperinciberbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah campuran gas yang merupakan lapisan tipis yang meliputi bumi dan merupakan gas yang tidak kelihatan, tidak berasa dan tidak berbau. Pencemaran udara datang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta
Lebih terperinciSTUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA
STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDLAIAN PENCEMARAN UDARA UMUM Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makhluk hidup dan keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas
Lebih terperinciDosen pengasuh: Ir. Martono Anggusti.,S.H.,M.M,.M.Hum
NAMA KELOMPOK II : JABATAN: 1. JUDIKA ATMA TOGI MANIK (10600165) KETUA 2. Wita Siringoringo (10600175) SEKRETARIS 3. Ribka Rilani Sihombing (10600161) ANGGOTA 4. Imelda Sofiana Naibaho (10600145) ANGGOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan
Lebih terperinciBAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN
BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN 1. Pencemaran Udara Pencemaran lingkungan kadang-kadang tampak jelas oleh kita ketika kita melihat timbunan sampah di pasar-pasar, pendangkalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a.
Lebih terperinciSUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO
SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan
Lebih terperinciINVENTARISASI EMISI SUMBER BERGERAK DI JALAN (ON ROAD) KOTA DENPASAR
INVENTARISASI EMISI SUMBER BERGERAK DI JALAN (ON ROAD) KOTA DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Polusi udara Polusi udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Udara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2010 Tanggal : 26 Maret 2010 I. PENDAHULUAN PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH Dalam Pasal 20 ayat (4) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.
Lebih terperinci2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tent
No.1535, 2014. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LH. Sumber Tidak Bergerak. Usaha. Pertambangan. Baku Mutu Emisi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BAKU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gas-gas pencemar dari gas buang kendaraan bermotor seperti gas CO dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat hemoglobin darah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pekanbaru merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki jumlah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekanbaru merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak. Disetiap tahunnya jumlah penduduk di Kota Pekanbaru mengalami kenaikan yang
Lebih terperinciPENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.
1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya
Lebih terperinciEVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)
EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi silang pada salah satu huruf di lembar jawab! 1. Di Indonesia, pengaturan lingkungan
Lebih terperinciKeputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara Menteri Negara Lingkungan Hidup, Menimbang : 1. bahwa pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,
Lebih terperinciEVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU
EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)
D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PROGRAM CAR FREE DAY DALAM MENURUNKAN EMISI UDARA DI JALAN BRIGJEN. SLAMET RIYADI DAN JALAN DIPONEGORO KOTA SURAKARTA TESIS
EFEKTIVITAS PROGRAM CAR FREE DAY DALAM MENURUNKAN EMISI UDARA DI JALAN BRIGJEN. SLAMET RIYADI DAN JALAN DIPONEGORO KOTA SURAKARTA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk
Lebih terperincimasuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. lingkungan tidak memenuhi syarat penghidupan bagi manusia.
2.1 Pengertian Baku Mutu Lingkungan Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup,
Lebih terperinciPemetaan Tingkat Polusi Udara di Kota Surabaya Berbasis Android
Pemetaan Tingkat Polusi Udara di Kota Surabaya Berbasis Android 1 Miftakhul Wijayanti Akhmad, 2 Anik Vega Vitianingsih, dan 3 Tri Adhi Wijaya Teknik Informatika, Fakultas Teknik Universitas Dr. Soetomo
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan
Lebih terperinciGREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA
Berita Dirgantara Vol. 11 No. 2 Juni 2010:66-71 GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA Dessy Gusnita Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak
Lebih terperinciATMOSFER & PENCEMARAN UDARA
ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA Pengelolaan lingkungan diperlukan agar lingkungan dapat terus menyediakan kondisi dan sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Lingkungan abiotis terdiri dari atmosfer,
Lebih terperinciDAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA
DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA Dampak pencemaran udara debu dan lainnya Keluhan-keluhan tentang pencemaran di Jepang (Sumber: Komisi Koordinasi Sengketa Lingkungan) Sumber pencemaran udara Stasiun
Lebih terperinciANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)
ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI KERAMIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, jumlah penduduk dunia semakin meningkat. Beragam aktifitas manusia seperti kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan-kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi atau perangkutan adalah kegiatan perpindahan orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana kendaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,
Lebih terperinciPENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd
PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan
Lebih terperinciPolusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat
Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Kebutuhan akan transportasi timbul karena adanya kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya
Lebih terperinciESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR
ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciKONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :
KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Saat ini Indonesia memiliki indeks pencemaran udara 98,06 partikel per meter kubik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang telah banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang telah banyak menghasilkan produk teknologi, di antaranya adalah alat transportasi. Dengan adanya alat transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa dampak semakin sulitnya pemenuhan tuntutan masyarakat kota akan kesejahteraan, ketentraman, ketertiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
Lebih terperinci