SKRIPSI DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN"

Transkripsi

1 PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH : DEWI MEIVISA HARAHAP NIM : DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 2 PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH : DEWI MEIVISA HARAHAP NIM : DISETUJUI OLEH : DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN KETUA, Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Hasnil Basri Siregar, SH Zulkarnain,SH.M.Hum NIP NIP FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

3 3 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul : PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus : PT. Kartike Gloria Bahari Medan). Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan Dagang. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH,M.Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin, SH.MH,DFM., sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak M. Husni, SH.MH sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4 4 5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Dagang Fakultas Hukum USU. 6. Bapak Hasnil Basri Siregar, SH sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi ini. 7. Bapak Zulkarnain, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan masukan serta kritik kepada Penulis selama proses penulisan skripsi ini. 8. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan membina Penulis selama masa perkuliahan. 9. Seluruh staf Departemen Hukum Keperdataan Dagang pada khususnya dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana Penulis menimba ilmu selama ini. 10. Papa Indra dan Mama Eviku beserta keluarga besar keduanya. Alhamdulillah ya Allah telah memberikan Penulis kedua orang tua yang sangat mengerti Penulis, dan sembah sujud Ananda haturkan atas curahan dan belaian kasih sayang yang tulus dan dengan susah payah serta dengan segala usaha telah membesarkan dan mendidik Ananda hingga sampai sekarang ini. Semoga Mama dan Papa selalu dalam lindungan Allah SWT. 11. Kedua adikku yang sudah mulai beranjak dewasa, M. Hafiz Sanory Harahap dan M. Yusuf Rizky Harahap. Berkat kehadiran kalian membuat hari-hari kakak terasa lebih berwarna.

5 5 12. Herman Arbieku tersayang yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuannya kepada Penulis. Thank s for everything hon,you re my soulmate 13 Teman-teman seperjuangan ku yang dari awal masa perkuliahan selalu ada dan selalu menolong Penulis, Dhira M.W.S Nasution, Karina Utari Nasution, Mahalia Nola Pohan, Riska Mareba Meliala. Gonna miss you girls. 14. Rekan-rekan mahasiswa satmbuk 2004 Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Dan juga mahasiswa-mahasiswi stambuk 2003, 2005, 2006 dan 2007, nice to know you all. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang telah memberikan bantuan kepada Penulis, dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua walaupun penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahnya bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin. Medan, 17 Juni 2008 Penulis, Dewi Meivisa Harahap

6 6 B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pengangkutan adalah sangat vital di dalam dunia perdagangan, mengingat sarana ini adalah alat penghubung dari produsen ke konsumen, dari pelabuhan ke gudang, dari tempat pelelangan ikan ke pasar, dari gunung tempat ditanamnya buah-buahan dan sayur ke pasar, dari toko ke bangunan yang sedang didirikan dan lain-lain. Di dalam dunia perdagangan, tidak akan mungkin suatu usaha perniagaan mengabaikan segi pengangkutan ini. Di samping itu, mengenai pengangkutan benda-benda tersebut yang diperlukan di tempat-tempat tertentu, dalam keadan yang lengkap dan utuh serta tepat pada waktunya, tetapi juga mengenai pengangkutan orang-orang yang memberikan perantaraan pada pelaksanaan perusahaan. Misalnya seorang agen perniagaan, komisioner, mereka pada waktu tertentu tidak mungkin memenuhi prestasiprestasinya tanpa alat pengangkutan. Belum lagi terhitung bertambahnya orang

7 7 yang karena sesuatu hal misalnya untuk melakukan peninjauan di dalam atau di luar negeri, mereka tentu memerlukan pengangkutan 1. Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta memengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Peranan transportasi dalam banyak segi kehidupan ini tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan bagi pengangkutan orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri. Dengan peningkatan jumlah jasa angkutan yang ada perlu pula diikuti dengan adanya suatu perlindungan terhadap penumpang dan barang yang diangkut. Dalam hal tersebut ditetapkan berdasarkan pada Undang-Undang yang dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah maupun yang berdasarkan pada perjanjian pengangkutan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal pengangkutan, yang terdiri dari pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, pengatur muatan dan pengusaha pergudangan. Di dalam praktik, sering didapati bahwa pengirim tidak melakukan sendiri perjanjian tersebut. Pihak pengirim beranggapan bahwa tidaklah efisien waktu yang digunakan bila pengirim sendiri yang mengurus langsung pengiriman barangnya, sehingga untuk hal ini ia menyerahkan kepada perantara pengangkutan untuk mengurusnya, yaitu orang yang mempunyai keahlian di bidang penyelenggaraan pengangkutan. 1 Hasnil Basri Siregar, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1993, hal. 1-2.

8 8 Perjanjian pengangkutan antara pihak-pihak yang berkepentingan itu akan melahirkan hubungan kewajiban dan hak yang harus direalisasikan melalui proses penyelenggaraan pengangkutan, sedangkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak yang berkepentingan itu pada dasarnya meliputi tibanya penumpang dan barang dengan selamat dan lunasnya pembayaran biaya pengangkutan. Dalam pengertian tujuannya yang dimaksud disini adalah termasuk juga segi kepentingan masyarakat, yaitu manfaat yang mereka peroleh setelah pengangkutan selesai 2. Perkembangan peradaban manusia, khususnya dalam bidang teknologi telah membawa peradaban manusia ke dalam suatu sistem transportasi yang lebih maju dibandingkan dengan era sebelumnya. Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke 3 tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut. Mengenai peraturan pengangkutan ini diatur di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bab V pasal Menurut ketentuan Pasal 86 ayat (1) KUHD, menyatakan bahwa : kreditur adalah orang yang pekerjaannya mencarikan pengangkut barang di darat atau di perairan bagi pengirim. Dilihat dari perjanjiannya dengan pengirim, ekspeditur adalah pihak yang mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim, sedangkan pengirim mengikatkan diri kepada ekspeditur. 4 Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat 2 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1981, h al Abdul Kadir Muhammad, Hukum Darat, Laut dan Udara, Peneribit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,. hal Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 36.

9 9 ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 5 Pengangkut sebagai salah satu pihak dalam proses pengangkutan memiliki tanggung jawab yang sangat berat di dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 468 KUHD yang dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan barang-barang yang diangkutnya sejak barang diterima dari si Pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima atau mulai barang berada di pelabuhan pemuatan sampai ke pelabuhan pembongkaran. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dirasakan sangat tertarik untuk melihat proses pengangkutan barang khususnya yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi yang biasa disebut Freight Forwarder. Seperti diketahui, freight forwarder memiliki kompleksitas peran dan fungsi, maka freight forwarder bukan hanya sekedar usaha penunjang angkutan laut. Namun, pada akhirnya freight forwarder menjadi arsitek pengangkutan dimana peranannya sangat penting dalam mata rantai gerak arus barang-barang dari satu tempat / negara ke tempat / negara lain. Freight forwarder harus dapat mendisain dengan baik proses pengangkutan barang mulai dari mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima dengan selamat, dengan kata lain proses penyelenggaraan pengangkutan yang 5 HMN. Purwosutjipto, Op. cit, hal. 2.

10 10 dilakukan oleh freight forwarder adalah dengan sistem door to door service, yaitu mulai dari pintu gudang pemilik barang sampai pintu gudang penerima barang. Oleh karena itu, untuk memperjelas peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam proses pengangkutan barang di laut, maka diadakan penelitian tentang proses pengangkutan barang yang dilaksanakan PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut dimulai dengan Perintah Angkutan (Shipping Instruction) yang dikeluarkan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya. Shipping Instruction ini berupa perintah melaksanakan pemuatan, pengangkutan dan penurunan 400 ton material bangunan (semen) dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang/Simeuleu untuk Proyek Pembangunan Perumahaan BRR Type 36 di Pulau Simeuleu. Sesuai dengan packing list, kualitas barang dalam keadaan baik. Dengan penelitian kasus ini diharapkan dapat menjelaskan peranan PT. Kartika Gloria Bahari selaku Freight Forwarder dan bagaimana tanggung jawabnya selaku pengangkut untuk melaksanakan pengangkutan barang dengan baik dan selamat sampai ke tujuan. B. Perumusan Masalah Adapun pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah : 1. Bagaimana peranan Freight Forwarder dalam proses pengangkutan barang? 2. Bagaimana proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu?

11 11 3. Bagaimana pertanggungjawaban proses pengangkutan material bangunan (Semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudera Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, Penulis mengharapkan skripsi ini dapat juga kiranya dapat mencapai tujuan dan manfaat sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peranan dari Freight Forwarder dalam proses pengangkutan barang. 2. Untuk mengetahui proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang- Simeuleu. 3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu. Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoritis. Diharapkan kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis dengan analisa-analisa yang bersifat objektif.,

12 12 khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penerapan pertanggungjawaban perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarder) selaku pengangkut dalam proses pengangkutan barang di laut. 2. Manfaat secara praktis Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan dan masukan pada berbagai pihak baik itu aparat penegak hukum maupun pihak-pihak yang terkait (praktisi) dalam pengangkutan barang dilaut, khusus nya tentang pelaksanaan dan tanggung jawab dalam proses pengangkutan barang melalui laut oleh freight forwarder. Sebagai arsitek pengangkutan freight forwarder tidak saja merupakan arsitek pengangkutan yang mendisain pelaksanaan pengangkutan sedemikian rupa namun juga bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh barang yang diangkut pada saat barang diterima sampai ke tempat tujuan. D. Keaslian Penulisan Pembahasan skripsi ini dengan judul: PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus : PT. Kartika Gloria Bahari Medan). Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan

13 13 memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Pengangkutan Menurut Abdul Kadir, pengertian pengangkut berasal dari kata angkut yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan atau pengiriman barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul pengertian adanya suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut 6. Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan 7. Kalau diihat dari berbagai pengertian dan definisi pengangkutan di atas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, sebagai berikut 8 : 1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. 6 Abdul Kadir Muhammad, Op. cit,. hal HMN Purwosutjipto, Op.cit,, hal Ibid, 19.

14 14 Pelaku ini ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan. 2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat Undang-Undang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek (crene) dan sebagainya. 3. Barang, yaitu muatan yang diangkut dan penumpang. 4. Perbuatan, yaitu kegiatan yang mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan. 5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja). 6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas. Pengangkut sebagai salah satu pihak dalam proses pengangkutan memiliki tanggung jawab yang sangat berat di dalam menjalankan tugasnya. Pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan barang-barang yang diangkutnya sejak barang diterima dari si pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima atau mulai barang berada di pelabuhan pemuatan sampai ke pelabuhan pembongkaran. 2. Pengertian Freight Forwarder Freight Forwarder berasal dari bahasa Inggris yang merupakan gabungan (kata majemuk) dari kata freight dan warder, lalu keduanya berakumulasi

15 15 dan menjadi satu bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan, akhirnya membentuk suatu makna untuk tujuan tertentu, yang bermakna pengangkutan. 9 Dalam bahasa Indonesia, freight itu diartikan dengan ongkos atau uang tambang dan pengangkutan, mengangkut dan membawa. Lebih jauh dikatakan bahwa angkutan dan pengangkutan itu adalah pembawa barang (orang-orang) dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu sesuai dengan yang diinginkan pemiliknya. Selanjutnya forwarder berarti agen ekspeditur, kantor ekspedisi, mengirimkan barang-barang dan pengiriman barang-barang. 10 Secara terminologi pengertian freight forwarder dapat dilihat dari Pasal 1 Keputusan Mentri (KM) Perhubungan No. 10 Tahun 1998 freight forwarder merupakan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris, Aneka Ilmu, Indonesia, 1977, hal Hasnil Basri Siregar, op.cit hal Hal ini sejalan dengan ungkapan M. Noch Idris Ronosentono yang mengatakan bahwa freight forwarder adalah pelaksanaan pengiriman barang lewat penyelesaian dokumen di pelabuhan bongkar/muat, dengan menggunakan alat angkutan dari atau beberapa tempat pengiriman menuju satu atau beberapa tempat tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan forwarder adalah orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding itu. Hal ini

16 16 Secara internasional Freight Forwarder yaitu perusahaan atau Badan Hukum yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dan masyarakat atau pemakai jasa, dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumlah barang (milik orang lain), dengan memperoleh imbalan upah (kompensasi), dimana untuk maksud tersebut maka terhadap barang-barang dimaksud akan ditata sedemikian rupa pengapalannya secara teratur dan berkelompok dengan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap operasional dan sisten distribusi atau logistik pengapalan barang secara konsolidasi (grouping system) dan bertanggung jawab terhadap pengangkutan barang tersebut dari tempat penerimaan sampai ke tempat tujuan serta mengatur pengangkutannya sedemikian rupa baik pengapalan. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa freight forwarder itu adalah setiap perusahaan atau badan yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumah barang milik orang lain dengan memperoleh imbalan. Untuk maksud ini maka dilakukan pengapalan barang secara terencana, teratur dan bertanggung jawab, demikian juga dengan pemberian pelayanan sesuai dengan peraturan distribusi yang berlaku. Dengan hal ini barang-barang dimaksud juga sejalan dengan redaksi Pasal 1 SK Menhub No. PM/7/M/Phb-74, tentang pengusahaan dan penyelenggaraan ekspedisi muatan kapal laut dan lain-lain, Hasnil Basri Siregar, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang EMKL dan JPT, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fak. Hukum USU, Medan, 1995, hal. 280, lihat juga M. Noch Idris Ronosentono, Pengetahuan Dasar Tatalaksana Freight Forwarding, CV. Infomedika, Jakarta, 1997, hal. 42.

17 17 akan dapat diberangkatkan dari tempat penerimaannya semula dan diantar sampai ke tempat tujuannya Pengertian Tanggung Jawab Pengangkut Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut (Liability of the Carrier) dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan. Dalam Pasal 468 KUHD yang dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut, pertanggungjawaban ini membawa konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajibankewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut sedemikian itu terdapat di dalam article 1 (2) yang berbunyi : carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are discharge from the ship. Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat 12 CIFFA, Canadian International Freight Forwarder Association, Jld. I, CIFFA Course Contribution, hal. 1.

18 18 dalam kata from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship. Dengan demikian maka pertanggungjawaban pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal (delivery of goods alongside the ship). The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut perumusannya lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam article 4 (period of responsibility). Article 4 (1) : the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at the port of loading, during the carriage and at the port of discharge Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang berada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. Dengan ketentuan demikian itu jelaslah, bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (period of responsibility of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas, nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap pengangkut. 13 Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan Pasal 1 KUHD di dalam ketentuan umum disebutkan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam Kitab Undang- 13 Hasnil Basri Siregar, Op.cit, hal. 40.

19 19 Undang ini, sekedar di dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang. Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD itu maka terhadap perjanjian pengangkutan itu, maka Pasal 1235 sampai dengan pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) tentang perikatan perikatan untuk memberikan sesuatu dan juga pasal 1706 dan pasal 1707 KUHP tentang kewajiban si penerima titipan bewaarnemer dapat dianggap sebagai asas pertanggungjawaban pengangkut seperti dimaksud di atas, dapat pula diperlakukan baginya. Dalam hal yang diangkut barang, maka pengangkut diwajibkan untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut serta selanjutnya adalah menjadi tanggung jawabnya apabila barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan atau menjadi rusak (Pasal 468 KUHD). Pasal 477 KUHD menetapkan pula bahwa pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut. Juga di dalam Pasal 477 KUHD itu ditentukan, bahwa pengangkut bebas dari tanggung jawab sebagai demikian itu, apabila dapat dibuktikan oleh pengangkut, bahwa hal-hal itu disebabkan karena bahaya yang tidak mungkin dapat dicegah atau dihindarkannya F. Metode Penulisan 1. Bentuk Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum

20 20 sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khususnya terhadap peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam pengangkutan barang di laut. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan lain yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam pengangkutan barang di laut. 2. D a t a Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Bahan atau data yang diteliti berupa : 1. Data primer yang terdiri : a) Hasil observasi b) Hasil wawancara 2. Data Sekunder yang terdiri dari : a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang berkekuatan hokum dan mengikat masyarakat, yang terdiri dari berbagai macam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

21 21 b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer yang terdiri hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini, dan situs Internet. c). Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di PT. Kartika Gloria Bahari selaku Freight Forwarder dengan responden dari bagian umum dan bagian operasional. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 14 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hal. 41.

22 22 Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. G. Sistematika Penulisan Agar lebih mudah bagi pembaca dalm memahami isi dari tulisan ini, sehingga pembaca dapat mengambil kesimpilan dari apa yang diuraikan, maka tulisan ini dikelompokkan menjadi beberapa bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari bagian-bagian Bab I merupakan Pendahuluan yang memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan yang merupakan gambaran isi dari skripsi ini. Bab II pada pokoknya menjelaskan mengenai Tinjauan Pengangkutan Secara Umum, Ketentuan Umum Mengenai Tanggung Jawab Pengangkut, Prinsip Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan, Batas-Batas Ganti Rugi yang Menjadi Tanggung Jawab Pengangkut, Tanda Bukti Tuntutan Ganti Rugi dan Proses Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Bab III berisi ulasan mengenai sejarah Freight Forwarder, pengertian Freight Forwarder, Peraturan Perundang-Undangan tentang Freight Forwarder, Tata Cara, Izin Pendirian dan Kewajiban Freight Forwarder. Bab IV ini akan dibahas mengenai proses penunjukan pengangkutan bahan bangunan oleh PT. Kartika Gloria Bahari, Perjanjian Pengangkutan antara

23 23 PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari, Pertanggungjawaban proses pengangkutan PT. Kartika Gloria Bahari dan Proses Tuntutan Ganti Rugi terhadap Freight Forwarder yang melaksanakan pengangkutan barang di laut. Bab V ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan terhadap pokok permasalahan serta saran-saran bagaimana sebaiknya langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi permasalahan yang dikemukakan

24 24

25 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT A. Tinjauan Mengenai Pengangkutan Secara Umum Sebelum diuraikan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut, terlebih dahulu perlu dibahas mengenai definisi pengangkutan. Menurut Abdul Kadir, arti kata pengangkut berasal dari kata angkut yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Sedang pengangkutan artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan atau pengiriman barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul pengertian adanya suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut 15. Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri 16 untuk membayar uang angkutan. Kalau kita lihat dari berbagai pengertian dan definisi pengangkutan di 17 atas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, sebagai berikut : 1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku uni ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan. 2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat undang-undang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, Derek (crene) dan sebagainya. 3. Barang yaitu muatan yang diangkut, dan penumpang. 15 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Buku III, Hukum Pengangkutan, Djambatan Jakarta, 1987, hal Muchtaruddin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 12.

26 26 4. Perbuatan, yaitu kegiatan yang mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan. 5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja). 6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas. Selanjutnya bahwa pengaturan perjanjian pengangkutan pada dasarnya diatur di dalam 2 klasifikasi peraturan perundang-undangan, yaitu undangundang yang bersifat keperdataan dan undang-undang yang bersifat administratif. Undang-Undang yang mengatur pengangkutan ada yang berbentuk kodifikasi, yaitu KUHD dan KUHP serta ada juga yang berbentuk undang-undang biasa, yaitu yang terdapat di luar KUHD dan KUHP. Seperti yang diketahui bahwa terdapat beberapa jenis pengangkutan yang ada di dalam dunia perdagangan dan lalu lintas perniagaan dan jasa, yakni pengangkutan darat, laut, pengangkutan udara, dan pengangkutan perairan darat. Dan setiap jenis pengangkutan di atas diatur secara tersendiri dan khusus. Adapun peraturan-peraturan yang mengatur mengenai perjanjian pengangkutan adalah sebagai berikut 18 : 1. Pengangkutan Darat a. KUHD, Buku I pasal tentang Pengangkutan Barang, kemudian pasal 90 mengenai surat angkutan, pengangkut dan juragan perahu melalui sungai-sungai dan perairan darat. b. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan dengan kereta api, yakni Stb , Stb , Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1963 dan Peraturan Pemerintah NO. 61 tahun 1971, c. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan jalan raya, Undang-Undang No. 3 tahun 1965, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1964 sebagai pengganti Stb dan sebagainya. 18 Hasnil Basri Siregar, Op.cit,, hal

27 27 d. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan pos, Undang-Undang No. 4 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1965, Undang-Undang No. 13 tahun 1969 dan sebagainya. e. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan melalui telekomunikasi, Undang-Undang No. 5 tahun 1964, Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1965, Peraturan Pemerintah No. 35 tahuin 1965, Undang-Undang No. 4 tahun 1957, Undang-Undang No. 10 tahun 1969 dan sebagainya. 2. Pengangkutan Udara a. Undang-Undang No. 83 tahun 1958 tentang Penerbangan. b. Stb tentang Lalu Lintas Udara. c. Stb tentang Pengawasan atas Penerbangan. d. Stb jo Stb tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarluaskannya penyakit menular oleh penumpang pesawat terbang. e. Stb tentang Ordonansi Pengangkutan udara yang mengatur pengangkutan penumpang, bagasi, dan pengangkatan barang, serta pertanggungjawaban pengangkutan udara. f. Perjanjian Roma tanggal 23 Mei 1933, perjanjian tentang tanggung jawab pengangkut udara mengenai kerusakan/kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di muka bumi. g. Di samping itu ada perjanjian internasional khusus yang dihasilkan oleh International Air Tranport Association (IATA) dalam bentuk General Condition of Carriage. 3. Pengangkutan Perairan Darat a. Stb jo. Stb tentang pengawasan atas kapal-kapal yang berlayar di sungai dan perairan darat lainnya. b. Stb yang diubah dengan Stb tentang tubrukan kapal di sungai dan perairan darat lainnya. c. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 4 Agustus 1964, No. Kab. 4/12/25 pengaturan tentang penyelenggaraan pelayaran sungai, terusan dan danau. d. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 15 April 1970 No. SK/117/M/70 tentang penggunaan perairan pedalaman untuk angkutan umum dan angkutan barang khusus. e. KUHDBuku I, Bab V, Bagian III Pasal 91 s.d. Pasal 98 tentang pengangkutan barang melalui jalan darat dan perairan darat. f. KUHD Buku II, pasal 748 s.d. Pasal 754 mengenai kapal-kapal yang melalui perairan darat. g. KUHD pasal 749, pasal 215 s.d. 319, pasal 714 s.d. 746 dan sebagainya. 4. Pengangkutan Laut

28 28 a. KUHD Buku II, Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal. b. KUHD Buku II, Bab VA tentang Pengangkutan Barang-Barang. c. KUHD Buku II, Bab VB tentang Pengangkutan orang. d. Peraturan khusus lainnya, yaitu Stb bsd , Stb bsd , Stb , Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1985, PP No. 17 tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. e. Disamping peraturan-peraturan tersebut terdapat konvensi-konvensi internasional mengenai pengangkutan laut, yaitu : 1) The Charter Act yang dibentuk pada tanggal 13 Februari 1893 yang isi pokoknya melarang adanya syarat (beding) pembebasan pertanggungan jawab terhadap laiknya kapal laut, untuk kemampuan kapal bagi pelayaran yang telah diperjanjikan, untuk penganakbuahan dan perlengkapan yang baik dan sempurna, begitu juga penataan barang-barang muatan yang teliti dan tertib serta perlakuan yang hatihati terhadap muatan. Peraturan yang sejenis dengan The Charter Act ini terdapat di beberapa Negara dengan nama yang berbeda-beda, seperti Australia disebut dengan The Sea-Carriage of Goods Act, ) The Hague Rules dibentuk untuk pertama kali oleh International Law Association pada tahun 1921, yang kemudian dirubah pada tahun 1922 dan terakhir dirubah di Brussel pada tanggal 25 Agustus 1924, yang secara resmi disebut International Convention for Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading yang pada pokoknya mengatur tanggung jawab pengangkut terhadap pengiriman barang. Selanjutnya dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam perjanjian pengangkutan, adalah : 19 (a). Surat muatan untuk pengangkutan barang (b). Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpang/orang Baik surat muatan maupun tiket penumpang diatur dalam undangundang. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian pangangkutan antara pengangkutan an pengirim atau penumpang. Surat muatan untuk pengangkutan barang di dalam pengangkutan, adalah : 1). surat muatan (vrachbrief) untuk pengangkutan darat. 2). surat muatan kereta api (spoorvrachbrief) untuk pengangkutan kereta api. 3). surat muatan laut (cognossement) untuk pengangkutan laut. 4). surat muatan udara (luchtvachtbrief) untuk pengangkutan udara. (a) Surat muatan untuk pengangkutan barang 1) Surat muatan (vracbrief) Dalam pasal 90 KUHD dinyatakan bahwa surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dengan pengangkut, ditanda tangani oleh pengirim atau ekspeditur. Memperhatikan ketentuan pasal itu, maka dapat dinyatakan bahwa surat muatan dibuat oleh pengirim atau nama pengirim, dan 19 Ibid.

29 29 baru berfungsi sebagai surat perjanjian (bukti ada perjanjian) jika pengangkut menandatangani juga surat muatan tersebut. Berdasarkan kenyataan, dalam pengangkutan darat dengan truk, surat muatan dibuat oleh pengirim atau ekspeditur atas nama pengirim dan ditandatangani. Ketika barang diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut, surat muatan diperiksa guna mengetahui kesesuaian isinya dengan barang yang ada. Kemudian surat itu diparaf dan diberi stempel pengangkut. Satu lembar dipegang pengirim. Satu lembar dipegang oleh pengangkut, dan satu lembar lainnya disertakan bersama barang yang diangkut untuk diserahkan kepada penerima, diparaf dan stempel disamakan dengan penandatanganan. 2)Surat muatan kereta api Dalam Pasal 36 ayat (1) BVS dinyatakan bahwa pengirim berkewajiban menyertai tiap barang kirimannya dengan surat muatan yang sudah diisi dan ditandatangani dengan baik. Jika menurut ketentuan pasal ini surat muatan kereta api dibuat dan ditandatangani oleh pengirim, bukan oleh pengangkut. Dengan demikian surat muatan kereta api merupakan surat bukti bagi pengangkut, bukan bagi pengirim. Berdasarkan kenyataannya, surat muatan yang sudah diisi dan ditandatangani oleh pengirim itu diserahkan kepada pengangkut bersama dengan barang muatan. Pengangkut menerima barang dan dicocokkan dengan isi surat muatannya. Setelah itu surat muatan distempel oleh pangangkut dan ditulis tanggal penerimaannya. Surat muatan asli disertakan dengan muatannya, dan surat muatan kopinya diterima oleh pengirim. Dalam hal ini surat muatan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian pengangkutan antara kedua belah pihak. 3). Surat muatan laut. Dalam Pasal 506 KUHD dinyatakan bahwa Konosemen adalah surat bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan di sana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk (penerima) disertai dengan janjijanji pada saat penyerahan terjadi. Berdasarkan ketentuan pasal 504 KUHD konosemen diterbitkan oleh pengangkut atas permintaan pengirim, tetapi menurut ketentuan Pasal 506 KUHD, nakhoda diperbolehkan menerbitkan konosemen

30 30 apabila ada barang yang harus diterima untuk diangkut, sedangkan pengangkut atau perwakilannya tidak ada di tempat itu. 4). Surat muatan udara Dalam Pasal 8 Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) dinyatakan bahwa surat muatan asli dibuat oleh pengirim dalam rangkap dan diserahkan bersama dengan barang-barang. Lembar pertama memuat kata-kata untuk pengangkut ditandatangani oleh pengirim. Lembar kedua memuat kata-kata untuk penerima ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut dan dikirim bersama-sama dengan barang. Lembar ketiga ditandatangani oleh pengangkut dan setelah barang diterima, dan diserahkan kepada pengirim. Pengangkut harus menandatangani surat muatan segera setelah barang diterimanya. Tanda tangan pengangkut dapat diganti dengan cap, jika pengangkut membuat surat muatan udara atas permintaan pengirim, maka dianggap bertindak atas tanggungan pengirim, kecuali ada bukti yang dinyatakan sebaliknya. Berdasarkan kenyataan, perusahaan pengangkutan udara telah menyimpan formulir surat muatan udara yang memenuhi ketentuan undang-undang dalam bentuk catatan. Setiap orang yang ingin mengirim barang meminta formulir kepada pengangkut dan mengisi formulir tersebut dalam rangkap tiga, formulir yang sudah diisi tersebut diserahkan bersama barang yang diangkut kepada pengangkut. (b). Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpang/orang Dalam pengangkutan penumpang, istilah tiket penumpang adalah sebutan yang umum. Tetapi dalam praktek pengangkutan, setiap jenis pengangkutan mempunyai sebutan yang tidak sama, sebutan itu selalu menunjukkan pada jenis alat pengangkutannya, yaitu : 20 (a) Dalam pengangkutan darat Dalam pengangkutan darat, tikep penumpang disebut karcis, seperti karcis bis kota, karcis taksi antar kota, karcis kereta api. Karcis bis kota diterbitkan atas tunjuk atau blanko karena pelayanan jarak dekat dalam kota untuk penumpang yagn jumlahnya banyak, jadi untuk kepentingan praktis. Tetapi karcis kereta api diterbitkan atas tunjuk, walaupun untuk pelayanan jarak jauh, karena jumlah penumpang yang dilayani sangat banyak, jadi untuk kepentingan praktis juga. Dalam undang-undang tidak ada perubahan rincian isi yang perlu dicantumkan dalam karcis atau tiket penumpang. (b) Dalam pengangkutan laut Dalam pengangkutan laut, tiket penumpang disebut tiket kapal laut. Tiket kapal laut dapat diterbitkan atas nama atau atas pengganti atau atas tunjuk atau blanko. Tiket yang diterbitkan blanko dianggap diterbitkan atas tunjuk. Tiket yang diterbitkan atas nama maksudnya supaya tidak dapat diperalihkan secara bebas pada pihak lain. Tiket atas pengganti boleh diperalihkan secara bebas pada pihak lain dengan endosemen. Tiket atas tunjuk boleh diperalihkan dengan penyerahan dari tangan ke tangan (pasal 531 KUHD). Tiket atas pengganti dan atas tunjuk hanya dapat diperalihkan 20 Ibid.

31 31 kepada pihak lain dengan persetujuan pengangkut bila penumpang yang bersangkutan sudah berada di dalam kapal (Pasal 532 KUHD). c. Dalam pengangkutan udara. Dalam pengangkutan penumpang udara, tiket penumpang disebut tiket pesawat udara. Menurut ketentuan pasal 5 ayat 1 OPU, tiket penumpang diterbitkan tidak atas nama, sebab dalam pasal tersebut tidak ada ketentuan mencantumkan nama penumpang. Dalam praktek pengangkutan udara, ternyata nama penumpang justru harus dicantumkan. Jadi tiket penumpang diterbitkan atas nama. Pencantuman nama dalam pengangkutan udara. Tiket pesawat diberikan kepada setiap penumpang yang telah melunasi biaya pengangkutan. Dengan demikian, tiket pesawat berfungsi sebagai alat bukti pengangkutan penumpang udara. B. Ketentuan Umum Mengenai Tanggung Jawab Pengangkut Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut (Liability of the Carrier) dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan. Dalam Pasal 468 KUHD tersebut dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut. Pertanggungjawaban ini membawa konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajibankewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut sedemikian itu terdapat di dalam artikel ke-1 ayat (2) yang berbunyi : carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are discharge from the ship.

32 32 Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat dalam kata from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship. Dengan demikian maka pertanggungjawaban pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal (delivery of goods alongside the ship). 21 The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut perumusannya secara lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam artikel ke-4 yang mnatur tentang batas periode tanggung jawab (period of responsibility). Artikel ke-4 ayat (1) : the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at the port of loading, during the carriage and at the port of discharge. Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang ada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. Selanjutnya artkel ke-4 ayat (2) dari The Hamburg Rules 1978 menetapkan tentang sejak kapan barang berada di dalam penguasaan pengangkut sehubungan dengan article (1) tersebut. 23 Artikel ke- 4 ayat (2) mengatakan : for the purpose of paragraph 1 of this article, the carrier is deemed to be in charge of the goods. a. from the time he has taken over the goods from : 1. The shipper, or a person acting on his behalf or R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang- Undang Kepailitan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal Ibid, hal Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 34.

33 33 2. An authority or orher third party to whom pursuant to law or regulations applicable at the part of loading. The goods must be handed over for shipment. b. until the time he has delivered the good : 1. By handing over the goods to the consignee, or 2. In cases where the consignee doen not receive the goods from the carrier, by placing them at the disposal or the consignee in accordance with the usage of the particular trade, applicable at the part of discharge. 3. By handing over the to an authority or other third party to whom, pursuant to law or regulations applicable at the part of discharge, the goods must be handed over. Menurut artikel ke-4 ayat (2) tersebut dianggap berada dalam penguasaan pengangkut adalah : 24 a. Sejak barang diterimakan atau diserahkan kepadanya oleh : 1. Pengirim atau orang lain yang bertindak atas namanya atau 2. Seseorang yang dikausakan atau pihak ketiga yang terhadapnya hukum atau aturan diperlakukan di pelabuhan mana barang harus diserahkan untuk diangkut. b. Sampai saat barang diserahkan. 1. kepada consignee (penerima). 2. dalam hal di mana consignee tidak menerima barang dari pengangkut, maka sebagai gantinya dalam hubungannya dengan perjanjian atau berdasar atas hukum atau atas dasar kebiasaan dalam dunia perdagangan yang berlaku di tempat pelabuhan barang-barang dibongkar atau 3. penyerahan barang-barang keapda yang dikuasakan atau kepada pihak ketiga berdasarkan hukum atau ketentuan yang berlaku di tempat pelabuhan pembongkaran. Dengan ketentuan demikian itu jelaslah, bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (period of responsibility of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas,nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap pengangkut. Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan 24 Ibid, hal. 38.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan perekonomian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH Pengangkutan atau lebih dikenal dengan istilah transportasi di masa yang segalanya dituntut serba cepat seperti sekarang ini memiliki peran yang sangat besar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial atau zoon

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial atau zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kepentingan atau kebutuhan sendirisendiri. Namun dalam pelaksanaanya ia tidak dapat memenuhi semuanya seorang diri. Hal ini adalah esensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB PO. CV. SUMBER REZEKI TERHADAP PENGIRIM DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG DI KOTA JAMBI SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan di Indonesia yang sasaran utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti hukum harus dijalankan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti hukum harus dijalankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tertuang dalam Undangundang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kelebihan atau adventage masing-masing sebagai akibat dari letak geografis, kondisi alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luasnya wilayah Indonesia dan jumlah penduduknya mencapai 220 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Luasnya wilayah Indonesia dan jumlah penduduknya mencapai 220 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luasnya wilayah Indonesia dan jumlah penduduknya mencapai 220 juta jiwa lebih serta memiliki sumber daya alam yang sangat besar, jelas membutuhkan transportasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

BAB II PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM ANGKUTAN DARAT. Pengangkutan adalah berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan

BAB II PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM ANGKUTAN DARAT. Pengangkutan adalah berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan 19 BAB II PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM ANGKUTAN DARAT A. Pengangkutan dan Pengaturan Hukumnya Pengangkutan adalah berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ANGKUTAN BARANG DENGAN PETI KEMAS DITINJAU DARI ASPEK YURIDIS

PELAKSANAAN ANGKUTAN BARANG DENGAN PETI KEMAS DITINJAU DARI ASPEK YURIDIS PELAKSANAAN ANGKUTAN BARANG DENGAN PETI KEMAS DITINJAU DARI ASPEK YURIDIS (Studi pada PT Masaji Tatanan Container dan PT Silkargo Indonesia) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam memperlancar arus barang dan lalu lintas orang yang timbul sejalan

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam memperlancar arus barang dan lalu lintas orang yang timbul sejalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran pelaku usaha ekspedisi selama ini dianggap sangat membantu dalam mempermudah pengiriman barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Pentingya untuk saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG 1.1 Hukum Pengangkutan 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Dalam dunia perniagaan masalah pengangkutan memegang peranan

Lebih terperinci

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA Pengangkutan Transportasi yang semakin maju dan lancarnya pengangkutan, sudah pasti akan menunjang pelaksanaan pembangunan yaitu berupa penyebaran kebutuhan pembangunan,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PENGATURAN HUKUM SURAT BERHARGA YANG BERSIFAT KEBENDAAN DALAM TRANSAKSI BISNIS DI INDONESIA 1 Oleh: Deasy Soeikromo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam peranan yang mutlak, bahkan pengakutan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA Suprapti 1) 1) Program Studi Manajemen Transportasi Udara, STTKD Yogyakarta SUPRAPTI071962@yahoo.co.id Abstrak Pada era

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan letak geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut penghubung antara dua pulau

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN DIKAITKAN DENGAN KEWENANGAN NOTARIS DALAM LEGALISASI DAN WAARMERKING BERDASARKAN UU NO. 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. menggerakkan pembangunan Indonesia. transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu antar moda transportasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi nasional perlu dikembangkan dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara yang mempersatukan seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA A. Pengangkutan dan Pengaturan Hukumnya Kata pengangkutan sering diganti dengan kata transportasi pada kegiatan sehari-hari. Pengangkutan lebih

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PT. MITRA ATLANTIK NUSANTARA SEMARANG MELALUI LAUT SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Hukum

TANGGUNG JAWAB PT. MITRA ATLANTIK NUSANTARA SEMARANG MELALUI LAUT SKRIPSI. Diajukan kepada Fakultas Hukum TANGGUNG JAWAB PT. MITRA ATLANTIK NUSANTARA SEMARANG SEBAGAI FREIGHT FORWARDER DALAM PENGIRIMAN BARANG MELALUI LAUT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Hukum Guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang terbesar di dunia dengan memiliki luas wilayah laut yang sangat luas Oleh karena itu, kapal merupakan

Lebih terperinci

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR (Studi PT. PELINDO I ) SKRIPSI

PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR (Studi PT. PELINDO I ) SKRIPSI 1 PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. PELINDO I TERHADAP KAPAL YANG BERSANDAR (Studi PT. PELINDO I ) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti,

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti, DAFTAR PUSTAKA Buku-buku : Arthur Best,1997, Tort Law Course Outlines, Aspen Law and Business; Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung ; Ahmad Yani &

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501 2.1. Dasar Hukum Pengangkutan Udara Pengangkutan berasal dari kata angkut, seperti yang dijelaskan oleh Abdulkadir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DARAT (STUDI PADA PT BINTANG REZEKI UTAMA JAKARTA) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan sarana transportasi saat ini sangat penting. Mobilitas yang tinggi tidak hanya berlaku pada manusia tetapi juga pada benda/barang. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

CALON INDEPENDEN DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH

CALON INDEPENDEN DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH CALON INDEPENDEN DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH S K R I P S I Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

S K R I P S I. Oleh. Budi Ryando Sidabukke DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

S K R I P S I. Oleh. Budi Ryando Sidabukke DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PT. SAMUDERA INDONESIA DALAM PELAKSANAAN BONGKAR MUAT BARANG MELALUI ANGKUTAN LAUT (Studi pada PT. Samudera Indonesia Cab. Belawan Medan) S K R I P S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau sepanjang garis khatulistiwa, berada di antara 2 (dua) benua dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka (3) Angkutan adalah perpindahan orang

BAB I PENDAHULUAN. Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka (3) Angkutan adalah perpindahan orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, hal tersebut dimulai dari zaman kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan hidup yang tidak kalah penting di era globalisasi ini adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling mengirim barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dalam kehidupan masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa maupun Kota baik sebagai rumah tangga

Lebih terperinci

PERANAN INTERNATIONAL FREIGHT FORWARDING DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PENGIRIMAN BARANG KOMODITI EKSPOR ABDUL RAHMAN

PERANAN INTERNATIONAL FREIGHT FORWARDING DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PENGIRIMAN BARANG KOMODITI EKSPOR ABDUL RAHMAN PERANAN INTERNATIONAL FREIGHT FORWARDING DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PENGIRIMAN BARANG KOMODITI EKSPOR ABDUL RAHMAN Bagian Hukum International Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. PENDAHULUAN.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laut adalah suatu keluasan air yang melebar dintara benua dan gugusan pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN DANA NASABAH DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH (Studi pada KSU Syariah Mitra Amaliyah)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN DANA NASABAH DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH (Studi pada KSU Syariah Mitra Amaliyah) TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN DANA NASABAH DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH (Studi pada KSU Syariah Mitra Amaliyah) S K R I P S I Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Harus diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar maupun kecil, yang terhubung oleh selat dan laut. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM 2.1 Pengangkut 2.1.1 Pengertian pengangkut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkut adalah (1) orang yang mengangkut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), baik yang bersifat hayati (perikanan, pertanian, dan perkebunan) maupun nonhayati (hasil tambang).

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website : IMPLEMENTASI ASAS KONSENSUAL PADA PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT DALAM KEGIATAN EKSPOR IMPOR OLEH PT DHL GLOBAL FORWARDING INDONESIA Riska Andita*, Siti Mahmudah, Sartika Nanda Lestari Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya: a. Menurut

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan. ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu

I. PENDAHULUAN. Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan. ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan jasa angkutan dalam menunjang pembangunan ekonomi memiliki fungsi yang vital. Pengembangan ekonomi suatu negara sulit mencapai hasil yang optimum tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia perdagangan dalam masyarakat tidak dapat dilepas dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya perdagangan,

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN CARGO DALAM PENGANGKUTAN LAUT (Studi di PT. Sahabat Utama Indonesia Jakarta)

PENULISAN HUKUM. TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN CARGO DALAM PENGANGKUTAN LAUT (Studi di PT. Sahabat Utama Indonesia Jakarta) PENULISAN HUKUM TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP KERUSAKAN CARGO DALAM PENGANGKUTAN LAUT (Studi di PT. Sahabat Utama Indonesia Jakarta) Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan.

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan pasca reformasi dewasa ini telah menunjukkan perkembangan pembangunan di segala bidang, bentuk perkembangan pembangunan itu salah satunya di bidang

Lebih terperinci

PENGATURAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB KARENA KESALAHAN APABILA TERJADI EVENEMENT PADA PENGANGKUTAN DARAT

PENGATURAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB KARENA KESALAHAN APABILA TERJADI EVENEMENT PADA PENGANGKUTAN DARAT PENGATURAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB KARENA KESALAHAN APABILA TERJADI EVENEMENT PADA PENGANGKUTAN DARAT Oleh I Made Bagus Suardana Made Maharta Yasa Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al Quran sebagai kitab suci umat Islam bukan hanya mengatur masalah ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga memberikan petunjuk yang sempurna (komprehensif)

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN SKRIPSI 1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG POLIS ASURANSI SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG A. Perjanjian dan Pengangkutan Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan

Lebih terperinci

PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH : Adi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras yang merupakan hasil pengolahan dari padi merupakan sumber karbohidrat tertinggi dibandingkan dengan jenis pangan lainnya, maka tidak heran beras paling banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas, hakhak, dan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pengangkutan dalam dunia perdagangan, merupakan sarana yang penting dimana dengan adanya angkutan akan memudahkan pendistribusian barang/jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN SKRIPSI OLEH : HENDRIKA S R SINAGA NIM :

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN SKRIPSI OLEH : HENDRIKA S R SINAGA NIM : AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum OLEH : HENDRIKA

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran No.913, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Jasa Pengurusan Transportasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

SKRIPSI DIAJUKAN DALAM RANGKA MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM O L E H : MAISARAH DINATA

SKRIPSI DIAJUKAN DALAM RANGKA MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM O L E H : MAISARAH DINATA PEMBATALAN AKTE PERJANJIAN YANG DIBUAT NOTARIS KAITANNYA DENGAN DESAIN INDUSTRI (Studi Kasus tentang Putusan Mahkamah Agung antara PT. Antara Kusuma dengan PT. Sun Industri) SKRIPSI DIAJUKAN DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA Dalam kegiatan sehari - hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata transportasi. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan

Lebih terperinci

NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA

NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA NOVASI TERHADAP DEBITUR PADA PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA (Studi Pada Bank X) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: FATIYA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1988 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGUSAHAAN ANGKUTAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan laut sebagai salah satu sarana

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 TANGGUNG JAWAB PELAYANAN DAN PENGAMANAN KARGO DI BANDAR UDARA YANG AKAN DIANGKUT DENGAN MENGGUNAKAN PESAWAT UDARA (STUDI PADA KUALA NAMU INTERNASIONAL AIRPORT) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir

Lebih terperinci