POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI SKRIPSI FAJAR ARIF WISANTORO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI SKRIPSI FAJAR ARIF WISANTORO"

Transkripsi

1 POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI SKRIPSI FAJAR ARIF WISANTORO DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI SKRIPSI FAJAR ARIF WISANTORO DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 RINGKASAN Fajar Arif Wisantoro. D Potensi Dan Daya Dukung Hijauan Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat Di Kecamatan Pati. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sudarsono Jayadi M. Sc. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana, MS. Meningkatnya permintaan masyarakat untuk produk-produk peternakan dewasa ini sudah selayaknya diikuti oleh upaya pengembangan usaha ternak. Upaya pengembangan ini tidak terlepas dari ketersediaan sumberdaya yang ada pada daerah pengembangan. Kondisi saat ini menunjukkan adanya kesenjangan antara permintaan daging sapi dengan produksi daging dalam negeri. Faktor yang menyebabkan adalah lahan yang tersedia belum optimal pemanfaatannya karena hanya difungsikan untuk satu jenis usaha tani walaupun sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk usaha tani ternak secara terintegrasi. Kebutuhan HMT tersebut sulit dipenuhi oleh masing-masing peternak, karena hanya memiliki lahan sempit dan sangat tergantung pada musim. Semakin padatnya penduduk akan menyebabkan lahan yang tersedia untuk hijauan pakan ternak semakin menyempit. Akibatnya di daerah padat penduduk, ternak lebih banyak tergantung pada limbah pertanian walaupun pada kenyataannya tidak seluruh limbah pertanian tersedia secara efektif untuk makanan ternak. Kecamatan Pati merupakan pusat kegiatan dari Kabupaten Pati, karena pusat pemerintahan Kabupaten Pati berada di Kecamatan Pati. Dari segi letaknya kecamatan Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan. Kecamatan Pati memiliki potensi sektor pertanian dan peternakan, oleh karena itu, untuk mengetahui potensi dan daya dukung hijauan sebagai pakan ruminansia khususnya sapi potong di Kecamatan Pati dengan menghitung besarnya potensi pengembangan ternak sapi potong dan daya dukung lahan. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati pada 7 November 30 November Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah peternak sapi potong dan penyediaan hijauan yang mempunyai potensi di Kecamatan Pati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan pada 15 peternak sapi potong yang diambil dari empat desa di Kecamatan Pati, sehingga jumlah total 60 responden atau peternak. Data yang dipergunakan dalam penelitian kali ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapang dan wawancara langsung dengan peternak sapi potong sebagai responden yang diambil dari empat desa di Kecamatan Pati dengan menggunakan daftar kuisioner, sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. Data yang dikumpulkan meliputi data populasi ternak sapi potong, jumlah penduduk, luas lahan garapan, serta data-data lain yang mendukung dalam penelitian. i

4 Data-data tersebut digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak yang dapat mendukung perkembangan bidang peternakan sapi potong. Kecamatan Pati memiliki luas ha terdiri dari lahan sawah sebesar ha dan lahan bukan sawah ha. Kepadatan penduduk jiwa/km 2, dengan ketinggian wilayah 5-23 m dpl (BPS Kabupaten Pati, 2009). Sistem pemeliharaan ternak pada Kecamatan Pati menggunakan sistem intensif. Jenis pakan yang disediakan oleh peternak di Kecamatan Pati antara lain hijauan dan konsentrat, dan ada yang menggunakan hijauan saja. Jumlah ternak yang dipelihara rata-rata 3 ekor per peternak. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dihitung potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan sebesar ST. Potensi maksimum berdasarkan kepala keluarga sebesar ST, sedangkan populasi riil sebesar ST. Hasil perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sumberdaya lahan di Kecamatan Pati adalah 563 ST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut masih mempunyai potensi menampung ternak ruminansia lagi sebesar 563 ST. Hasil KPPTR berdasarkan kepala keluarga adalah ST. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah ini masih mempunyai potensi untuk menambah ternak. Untuk meningkatkan hal tersebut, perlu adanya peningkatan kerjasama antara peternak dengan pihak Kecamatan Pati mengenai penambahan populasi ternak, integrasi penyediaan hijauan makanan ternak (HMT), keterampilan beternak masyarakat, dan pemanfaatan lahan-lahan kosong seperti tegalan, lapangan, kebun, halaman rumah, dan pinggiran jalan. Kata kunci : hijauan, sapi potong, KPPTR, daya dukung ii

5 ABSTRACT Forage Potency and Support Ability for Traditional Beef Cattle's Feed in Kecamatan Pati Fajar Arif Wisantoro, Sudarsono Jayadi, M. Agus Setiana Requirement of forages was difficult to fullfiled by farmer, because they only have small land and it depend on season. This study was conducted to find how many forages potency and support ability for ruminant s feed especially cattle by counting land support and development of cattle s potency. This study located in Kecamatan Pati on 7 November until 30 November Research used primary and secondary data. Primary data was gained from field survey using quisioner from four village in Kecamatan Pati. Each village, 15 farmer s data is taken. Secondary data was gained from Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati and BPS Kabupaten Pati. Data was collected using purposive sampling methode. Obtained data are analyzed using Capacity of Additional Ruminant Population (CARP) analysis. The result showed that, cut and carry were the best farming system to be done in Kecamatan Pati. CARP analysis value showed 563 Animal Unit based on land resources and Animal Unit based on family. Based on CARP analysis, its showed that Kecamatan Pati still has ability to add cattle population depend on support ability. Keywords : forage, cattle, support ability, CARP iii

6 POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI FAJAR ARIF WISANTORO D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

7 Judul : Potensi Dan Daya Dukung Hijauan Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat Di Kecamatan Pati Nama : Fajar Arif Wisantoro NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Sudarsono Jayadi M. Sc. Agr.) NIP: (Ir. Muhammad Agus Setiana, MS.) NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP: Tanggal Ujian: 1 Desember 2011 Tanggal Lulus: v

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1988 di Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Edi Triono dan Ibu Sisilia Dwi Yuningtyas. Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri Gedongan 01 pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 2, Mojokerto Jawa Timur. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Puri Mojokerto tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun Penulis pernah menjadi Ketua Malam Keakraban Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan pada tahun Penulis sempat masuk menjadi anggota BEM Fakultas Peternakan selama 1 bulan di bidang Sosial dan Budaya pada tahun Penulis pernah masuk menjadi anggota UKM Basket selama 1 tahun pada tahun vi

9 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillaahirabbil alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada baginda Muhammad SAW. Penyusunan Skripsi yang berjudul Potensi Dan Daya Dukung Hijauan Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat Di Kecamatan Pati merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan pada program mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 di Kecamatan Pati Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Persiapan dimulai dari penulisan proposal dilanjutkan dengan perizinan penelitian, pelaksanaan penelitiaan dan penulisan hasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan daya dukung hijauan sebagai pakan ruminansia khususnya sapi potong di Kecamatan Pati dengan menghitung besarnya potensi pengembangan ternak sapi potong dan daya dukung lahan. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan tulisan penulis berikutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis berharap karya kecil ini dapat menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan untuk ayah dan ibunda tercinta. Bogor, Desember 2011 Penulis vii

10 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 Kerangka Pemikiran... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Sapi Potong... 5 Hijauan Makanan Ternak... 5 Hijauan Makanan Ternak Sapi Potong... 7 Karakteristik Peternakan Sapi Potong di Indonesia... 8 Peternakan Rakyat... 9 Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat Daya Dukung Lahan Evaluasi Sumberdaya Lahan Untuk Peternakan Ruminansia MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Peralatan Prosedur Metode Analisis Data Analisis Desriptif Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati Penggunaan Lahan Karakteristik Peternak Umur Peternak i iii iv v vi vii viii x xi xii viii

11 Pengalaman Beternak Jenis Pekerjaan Tingkat Pendidikan Kepemilikan Ternak Tenaga Kerja Jenis Hijauan Pola Penyediaan Hijauan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Luas Penggunaan Lahan Penggunaan Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian Hasil Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia x

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Umur Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Kepemilikan Ternak Presentase Jumlah Responden Berdasarkan Tenaga Kerja Jenis Hijauan Pakan di Kecamatan Pati Perkandangan di Kecamatan Pati xi

14 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kabupaten Pati Data Pendidikan Peternak Data Pekerjaan Peternak Data Pekerjaan Peternak Lainnya di Kecamatan Pati Penggunaan Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian Per Desa Penggunaan Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian berdasarkan Kombinasi Pakan Umur Peternak Menurut BPS Kabupaten Pati Rataan Umur Peternak Rataan Pengalaman Beternak di Kecamatan Pati Umur Peternak di Kecamatan Pati Jumlah Ternak Dimiliki oleh Responden (Peternak) di Kecamatan Pati Rataan Jumlah Kepemilikan Ternak di Kecamatan Pati Jumlah Kepemilikan Ternak di Kecamatan Pati Jumlah Kambing di Kecamatan Pati Jumlah Domba di Kecamatan Pati Jumlah Kerbau di Kecamatan Pati Jumlah Sapi Perah di Kecamatan Pati Jumlah Total Populasi Ternak Ruminansia Total Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Kecamatan Pati Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Desa Kutoharjo Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Desa Ngepungrojo Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Desa Panjunan Perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Desa Sidokerto Kuisioner Survei Potensi Dan Daya Dukung Hijauan Sebagai Pakan Sapi Potong Rakyat di Kecamatan Pati xii

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan ternak sapi potong dalam pembangunan peternakan cukup besar di dalam pengembangan misi peternakan, yaitu sebagai: sumber pangan hewani asal ternak, berupa daging dan susu, sumber pendapatan masyarakat terutama peternak, penghasil devisa yang akan diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional, menciptakan angkatan kerja dan sasaran konservasi lingkungan terutama lahan melalui daur ulang pupuk kandang. Meningkatnya permintaan masyarakat untuk produk-produk peternakan dewasa ini sudah selayaknya diikuti oleh upaya pengembangan usaha ternak. Upaya pengembangan ini tidak terlepas dari ketersediaan sumberdaya yang ada pada daerah pengembangan. Kondisi saat ini menunjukkan adanya kesenjangan antara permintaan daging sapi dengan produksi daging dalam negeri. Faktor yang menyebabkan adalah lahan yang tersedia belum optimal pemanfaatannya karena hanya difungsikan untuk satu jenis usaha tani walaupun sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk usaha tani ternak secara terintegrasi. Dalam manajemen budidaya ternak, pakan merupakan kebutuhan tertinggi dari seluruh biaya produksi. Mengingat tingginya komponen biaya tersebut maka perlu adanya perhatian dalam penyediaan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Tidak terkecuali bagi ternak ruminansia dimana pakan yang diperlukan berupa Hijauan Makanan Ternak (HMT). Kebutuhan HMT tersebut sulit dipenuhi oleh masing-masing peternak, karena hanya memiliki lahan sempit dan sangat tergantung pada musim. Apalagi dengan meningkatnya kepemilikan sapi per peternak, peternak akan menghabiskan waktu untuk pemeliharaan dan pengelolaan sapi, tidak memiliki waktu lagi untuk menyediakan pakan hijauan. Kebutuhan lahan bagi pengembangan ternak ruminansia dirasakan sangat penting terutama sebagai sumber hijauan pakan. Akan tetapi kenyataan menunjukan, bahwa semakin padatnya penduduk, lahan yang tersedia untuk hijauan pakan ternak semakin menyempit. Akibatnya di daerah padat penduduk, ternak lebih banyak tergantung pada limbah pertanian walaupun pada kenyataannya tidak seluruh limbah pertanian tersedia secara efektif untuk makanan ternak. Kecamatan Pati merupakan pusat kegiatan dari Kabupaten Pati, karena pusat pemerintahan Kabupaten Pati berada di Kecamatan Pati. Dari segi letaknya 1

16 Kecamatan Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan. Kecamatan Pati memiliki potensi sektor pertanian dan peternakan. Terlihat dari data yang ada bahwa banyak terdapat populasi ternak sapi potong di Kecamatan Pati. Dalam bidang peternakan dan pertanian, pola penyediaan hijauan makan ternak yang dilaksanakan oleh pemerintah Kecamatan Pati perlu dilakukan kerjasama dengan daerah-daerah di dalamnya. Interaksi antar daerah akan memudahkan untuk saling melengkapi kebutuhan yang diperlukan sehingga mampu membangun potensi yang ada di daerah masing-masing. Diperlukan juga penyediaan pakan baik pakan hijauan maupun konsentrat untuk ternak besar dengan menanam rumput hijauan pada lahan-lahan tidur milik dan memanfaatkan limbah pertanian yang ada dengan proses silase maupun teknik yang lain. Untuk mengetahui potensi hijauan diperlukan analisis potensi wilayah Kecamatan Pati, seperti daya dukung lahan, sumberdaya penduduk, sumberdaya alam, dan lain-lain. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan daya dukung hijauan sebagai pakan ruminansia khususnya sapi potong di Kecamatan Pati dengan menghitung besarnya potensi pengembangan ternak sapi potong dan daya dukung lahan. 2

17 Kerangka Pemikiran Peternakan memiliki peranan sebagai penyedia protein hewani yang memiliki manfaat menciptakan lapangan kerja terutama penduduk desa yang sebagian besar bekerja sebagai petani. Kecamatan Pati mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan karena letaknya yang strategis di bidang sosial ekonomi budaya dan memiliki sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang masih dapat dikembangkan. Perkembangan peternakan sapi potong ini relatif tidak maju yang disebabkan karena pemeliharaannya yang masih tradisional dengan skala pemilikan kecil (small holders), sehingga sapi potong kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa suatu perencanaan yang jelas untuk lebih berkembang, lebih produktif, dan lebih menguntungkan. Dengan didukung oleh sumberdaya lahan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal, ketersediaan hijauan makanan ternak (segar maupun limbah pertanian) dan mempunyai sumberdaya manusia yang memanfaatkan tenaga kerja keluarga serta didukung dengan adanya metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ruminansia (KPPTR) yang merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan hijauan pakan, usaha ternak sapi potong dapat berkembang di kecamatan tersebut. Hal hal tersebut diatas akan sangat membantu dalam menentukan pola penyediaan hijauan makanan ternak di Kecamatan Pati yang nantinya dapat memperbaiki dan meningkatkan produktivitasnya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagaimana disajikan pada Gambar 1. 3

18 Sumberdaya Lahan Sumberdaya Hijauan Sumberdaya Manusia KPPTR Kecamatan Pati Pola Penyediaan Hijauan Makanan Ternak Keterangan : KPPTR = Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian 4

19 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan sumber protein hewani yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya (Sugeng, 1998). Pada tahun 2003, populasi sapi potong di Indonesia sekitar ekor, dengan tingkat pertumbuhan populasi sekitar 1,08%. Idealnya populasi sapi minimal 15,27% untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dari populasi sapi tersebut, 45-50% adalah sapi asli Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan (Riady, 2004). Menurut Riady (2004), bangsa sapi potong di dunia ini banyak jenisnya yang masing-masing memiliki keunggulan dan kekurangan. Beberapa bangsa sapi tropis yang banyak dan populer di Indonesia sampai saat ini antara lain sapi Bali (Bos sondaicus), sapi Madura, sapi Ongole, dan Amerika Brahman. Berdasarkan data tahun 1984, sapi Bali termasuk jenis sapi terbanyak di Indonesia yaitu 23,81%, diikuti sapi Madura 11,28% dan sisanya dari sapi Ongole, peranakan Ongole, Brahman Cross, dan persilangan sapi lokal dan sapi impor (Simmental, Limousine, Hereford, dan lain-lain). Hijauan Makanan Ternak Hijauan makanan ternak (HMT) merupakan semua bahan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok hijauan makan ternak meliputi bangsa rumput (gramineae), leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru, dan lain-lain. Hijauan sebagai bahan makanan ternak dapat diberikan dalam dua macam bentuk, yaitu hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar berasal dari rumput segar, leguminosa segar dan silase, sedangkan hijauan kering berasal dari berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering. Sebagai bahan makanan ternak, hijauan memegang peranan penting karena hijauan mengandung hampir semua zat yang diperlukan hewan. Khususnya di Indonesia, bahan hijauan memegang peranan istimewa karena diberikan dalam jumlah besar (AAK, 1983). 5

20 Jenis tanaman budidaya maupun alami yang umum dipergunakan sebagai hijauan makan ternak terdiri dari : (1) jenis rumput-rumputan (gramineae); (2) peperduan atau semak (herba); dan (3) pepohonan. Cukup banyak pilihan tersedia bagi spesies hijauan yang berpotensi tinggi, diantaranya adalah : (a) rumput alam atau lapangan antara lain ; rumput para (Brachiaria mutica), rumput benggala (Panicum maximum), rumput kolonjono (Panicum muticum), rumput buffel (Cenchrus ciliaris) dan lain-lain: (b) peperduan, baik berupa legum seperti kacang gude (Cajanus cajan), komak (Dolichos lablab) dan lain-lain: dan peperduan lainnya dari limbah tanaman pangan pertanian antara lain: jerami padi, jagung, kedelai, kacang tanah, daun ubi jalar, ubi kayu dan lain-lain; (c) legum pohon antara lain: sengon laut (Albazia falcataria), lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Callianddra calothyrsus), turi (Sesbania sp) dan lain-lain. Rumput-rumputan yang berpotensi sebagai rumput budidaya antara lain: rumput gajah (Pennisetum purpereum), setaria (Setaria spachelata), rumput raja (Pennisetum purpurhoides) dan lain-lain (Reksohadiprojo, 1984). Menurut Manurung (1996), hijauan leguminosa merupakan sumber protein yang penting untuk ternak ruminansia. Keberadaannya dalam ransum ternak akan meningkatkan kualitas pakan. Leguminosa pohon banyak terdapat di daerah tropis, kaya akan nitrogen dan tidak tergantung pada kondisi nitrogen dalam tanah atau pemberian pupuk karena sifatnya dapat memanfaatkan nitrogen udara melalui bintilbintil akar. Berdasarkan hasil penelitan, diantara tiga jenis leguminosa pohon (lamtoro, gliserida dan kaliandra) tidak terdapat perbedaan nyata dalam tingkat konsumsinya oleh ternak ruminansia, namun kaliandra memperlihatkan konsumsi yang lebih tinggi diikuti oleh gliserida dan lamtoro. Limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, pucuk tebu dan lain-lain merupakan sumber makanan ternak ruminansia yang dapat diperoleh dari tanaman pertanian. Pemanfaatan limbah pertanian tersebut akan mendukung integrasi usaha peternakan dengan usaha pertanian baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Dilain pihak kegiatan intensifikasi peternakan telah menyebabkan kotoran ternak melimpah dan cenderung mengganggu lingkungan. Hal ini akan memberikan prospek baru dalam mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan yaitu dengan inovasi teknologi sederhana dapat diubah menjadi kompos. 6

21 Menurut Preston dan Willis (1974), pemberian dedak padi pada ransum sapi penggemukan sangat menentukan di dalam pertambahan bobot badan dan efisiesi penggunaan pakan. Sementara pemanfaatan dedak padi sebagai pakan konsentrat, baru dilakukan oleh sebagian peternak. Untuk menggantikan sebagian pakan konsentrat, dapat digunakan tanaman leguminosa dengan perbandingan 75% konsentrat dan 25% leguminosa (Nasrullah et al., 1996). Perbedaan mutu suatu hijauan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat genetis dan lingkungan. Faktor genetis berkaitan dengan pembawaan masing-masing jenis hijauan. Faktor lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting, mutu yang diwariskan oleh faktor genetis hanya mungkin dipertahankan atau ditingkatkan apabila faktor lingkungan mendukung (AAK,1983) Faktor iklim dapat mempengaruhi mutu hijauan. Di daerah tropis-basah banyak terjadi erosi yang dapat mengakibatkan defisiensi mineral dalam makanan. Selain itu drainasi yang kurang baik sering meningkatkan proses ekstraksi mineral, terutama mikro mineral dan menyebabkan tingginya konsentrasi mineral tersebut dalam jaringan tanaman. Pada umumnya daun-daun legumoinosa lebih banyak mengandung mineral dibanding dengan rumput. Semakin menuanya tanaman, kadar mineral semakin menurun karena pengenceran alamiah ataupun karena pemindahan mineral ke sistem akar. Bersama dengan iklim dan pengolahan, produksi hijauan akan mempengaruhi komposisi mineral hijauan, sedangkan penggembalaan akan mempengaruhi komposisi botani hijauan dan selanjutnya akan mempengaruhi rasio daun dengan batang dan tentu saja mempengaruhi komposisi mineral. Hijauan Makanan Ternak Sapi Potong Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha peternakan sapi, baik hijauan maupun konsentrat. Kontinuitas penyediaan pakan sangat menentukan bagi keberhasilan usaha peternakan sapi terutama sapi kereman karena sepanjang waktu sapi berada di dalam kandang. Pemberian pakan yang tidak kontinu dapat menimbulkan stress dan akan berakibat sapi menjadi peka terhadap berbagai penyakit dan terganggu pertumbuhannya (Ahmad et al., 2004). Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan, termasuk kedalamnya bangsa rumput (gramineae), 7

22 kacang-kacangan (leguminosa) dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur, daun waru, dan sebagainya (AAK, 2005). Perbedaan mutu hijauan dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan berupa jenis dan kesuburan tanah, iklim, dan perilaku manusia. Menurut Sofyan (2003), Hijauan Makanan Ternak yang diperlukan untuk ternak ruminansia sebagian besar berupa rumput-rumputan, sehingga rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan dan telah umum sigunakan oleh peternak dalam jumlah besar. Dilihat dari cara tumbuhnya rumput dapat digolongkan menjadi dua, yaitu rumput alami dan rumput budidaya. Untuk memelihara kontinuitas hijauan pakan ternak sering dilakukan itegrasi pakan hijauan dengan tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, pagar hidup, lahan tidur, padang rumput, dan lahan kritis. Menurut Nitis (1995), ada beberapa sistem integrasi hijauan pakan ternak, yaitu sistem tanaman sela, sistem lorong, sistem teras bangku, sistem taonya, sistem sorjan, sistem kebun pakan hijauan intensif, sistem pastura unggul, sistem barik pakan, sistem pekarangan, dan sistem tiga strata. Karakteristik Peternakan Sapi Potong di Indonesia Peternakan sapi potong di Indonesia dikelola dengan berbagai macam bentuk usaha. Pada umumnya hampir 90% sapi potong dimiliki dan diusahakan oleh rakyat dengan skala kecil dan hanya 1% saja yang dikelola oleh perusahaan. Menurut Aziz (1993), karakteristik sapi potong yang ada di Indonesia dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Peternakan sapi potong baru bersifat dimiliki, belum diusahakan, biasanya ternak merupakan status sosial, ternak tidak digunakan untuk tenaga kerja, pemasaran baru dilakukan bila ada kebutuhan yang sangat mendesak untuk kepentingan yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan. Harga yang terbentuk biasanya sangat rendah dan jumlah ternaknya cukup bervariasi pada umumnya relatif banyak. 2. Peternakan sapi potong keluarga Usaha ternak yang dilakukan untuk membantu kegiatan usaha tani keluarga, seperti sumber pupuk kandang, sebagai tabungan serta untuk dimanfaatkan tenaganya. Pada kondisi harga yang terbentuk di bawah harga pasar tetapi lebih tinggi darpada harga di peternakan tradisional. 8

23 3. Peternakan sapi potong skala kecil Usaha tersudah mulai berorientasi ekonomi, perhitungan rugi, laba, dan input teknologi sudah mulai diterapkan masih sederhana. Pada usaha ini, ternak umumnya di arahkan pada produksi daging dan skala kepemilikan ternak berkisar antara 6-10 ekor per rumah tangga. 4. Peternakan sapi potong skala menengah Usaha yang dilakukan sepenuhnya menggunakan input teknologi yang berorientasi pada produksi daging, dan kebutuhan pasar dan adanya jaminan kualitas. Jumlah ternak yang diusahakan berkisar antara ekor per produk. 5. Peternakan sapi potong skala kecil Usaha ternak umtuk umumnya berbentuk perusahaan yang dilakukan dengan pasar modal, menggunakan input teknologi tinggi yang berorientasi pada faktor input dan out produksi. Usahanya ditujukan untuk memproduksi daging atau bakalan. Jumlah ternak yang usahakan melebihi 50 ekor per produksi. Peternakan Rakyat Sebagian besar usaha peternakan rakyat masih dikelola secara tradisional. Ini antara lain ditandai dengan pengelolaan usaha peternakan yang masih merupakan usaha sampingan, hanya melibatkan anggota keluarga diluar pekerjaan utamanya, skala pemelikan ternak yang kecil, rendahnya pengetahuan dan ketrampilan beternak, dan belum menerapkan prinsip-prinsip ekonomi usaha. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi dan produktivitas usaha peternakan rakyat di Indonesia. Alhasil, disamping tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, produk peternakan rakyat juga tidak mampu bersaing dengan produk impor baik dalam harga maupun kualitas. Pembentukan kelompok petani ternak merupakan salah satu solusi yang tepat dalam meningkatkan pemberdayaan usaha peternakan rakyat di hampir seluruh wilayah kabupaten/kota. Berbagai aspek dalam usaha peternakan seperti pengadaan sarana produksi bibit dan pakan, pencegahan penyakit ternak dan akses pemasaran dapat dilakukan secara berkelompok dan bergotong royong, yang pada gilirannya meningkatkan keuntungan dan pendapatan usaha. Untuk lebih meningkatkan keberdayaan kelompok petani peternak ini memang membutuhkan uluran tangan dari beberapa instansi dan dinas terkait. 9

24 Agar rakyat dapat merasakan keuntungan dalam memelihara ternak, khususnya sapi potong, maka dalam disain pengembangan peternakan rakyat ini dibuat sedemikian rupa agar setiap peternakan rakyat harus memiliki minimal 10 ekor sapi umur bakalan (1 tahun) dengan berat badan awal 300 kg dan harus dipelihara selama maksimal 4 bulan, sehingga dalam setahun dapat memproduksi dua kali usaha penggemukan sapi. Dengan masa istirahat kandang yang cukup. Metoda pemeliharaan penggemukan ternak sapi potong dengan silase, merupakan metoda pemeliharaan sapi potong secara intensif. Sapi di kandang digemukkan dengan pakan yang sudah tersedia, sehingga peternak hanya memikirkan pemeliharaan sapi saja tanpa harus memikirkan mencari hijauan makanan ternak. Sehingga tenaga pemelihara dapat lebih sedikit sedang cara pemeliharaan akan lebih efisien dan produktif karena pertambahan berat badan dapat lebih dipacu (Sudardjat et al., 2000). Pengembangan Kawasan Peternakan Rakyat Pengembangan suatu wilayah menjadi kawasan peternakan hendaknya diarahkan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, dan pelestarian lingkungan. Dalam hal ini, pengembangannya dilakukan dengan cara memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam yang berupa lahan, ternak dan pakan ternak, dengan faktor produksi lainnya yang berupa tenaga kerja dan modal kerja. Akan lebih baik bila ikut juga menghijaukan lahan-lahan sekitarnya dengan menanami tanaman pangan dan sayuran yang sesuai dengan kondisi lingkungannya, dan mudah perawatannya, minimal bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Dengan demikian tujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem kawasan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau rakyat sekitarnya dapat tercapai sekaligus dengan baik. Kebijakan pembangunan peternakan yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak melalui pengembangan kawasan ini dilakukan dengan pengelolaan sumberdaya secara optimal. Oleh karena itu, maka sentra-sentra peternakan yang sudah ada dan kawasan di setiap kabupaten, kotamadya, atau kecamatan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan peternakan rakyat, sudah saatnya diupayakan untuk ditingkatkan melalui sistem agribisnis. Dengan demikian diharapkan dimasa mendatang, subsektor peternakan akan mampu memenuhi sendiri kebutuhan dalam negeri dan tidak lagi bergantung 10

25 pada negara lain, bahkan sekaligus dapat bersaing dengan produk ternak dari luar negeri (Soehadji, 1995). Daya Dukung Lahan Menurut Soemarwoto (1983), daya dukung menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan, yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan jumlah lahan. Jumlah hewan yang dapat didukung kehidupannya itu tergantung pada biomasa (bahan organik tumbuhan) yang tersedia untuk hewan. Daya dukung ditentukan oleh banyaknya bahan organik tumbuhan yang terbentuk dalam proses fotosintesis persatuan luas dan waktu, yang disebut produktivitas primer. Salah satu faktor yang diperlukan untuk menganalisis kapasitas tampung ternak ruminansia di suatu wilayah adalah dengan menghitung potensi hijauan pakan. Hijauan pakan untuk ternak ruminansia terdiri dari rerumputan, dedaunan, dan limbah pertanian. Estimasi potensi hijauan pada masing-masing wilayah dipengaruhi oleh keragaman agroklimat, jenis dan topografi tanah, dan tradisi budidaya pertanian (Ma sum, 1999). Menurut Dasman et al. (1977), daya dukung adalah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu, dengan tingkatan sebagai berikut : 1. Daya dukung absolut atau maksimum, yaitu jumlah maksimum individu yang dapat didukung oleh sumberdaya lingkungan pada tingkatan sekedar hidup. 2. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut kepadatan keamanan atau ambang pintu keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah daripada kepadatan subsisten. Pada kepadatan keamanan ini tingkat populasi suatu spesies ditentukan oleh pengaruh populasi spesies lainnya yang hidup di lingkungan yang sama. 3. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut kepadatan optimum. Pada kepadatan optimum ini, individu-individu dalam populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup serta menunjukkan pertumbuhan dan kesehatan individu yang baik. Kepadatan optimum hanya dapat dipertahankan oleh pembatasan yang kuat terhadap pertumbuhan yang diatur oleh tingkah laku spesies tersebut. 11

26 Selanjutnya Dasman (1964) membedakan tiga pengertian daya dukung yaitu : (1) pengertian daya dukung yang berhubungan dengan kurva logistik., dimana daya dukung adalah asimtot atas dari kurva tersebut. Dalam hal ini batasan daya dukung adalah batasan teratas dari pertumbuhan populasi dimana pertumbuhan populasi tidak dapat didukung lagi oleh sumberdaya dan lingkungan lagi oleh sumberdaya dan lingkungan yang ada.; (2) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan margasatwa. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu habitat; (3) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan padang penggembalaan. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah indvidu yang didukung oleh lingkungan dalam keadaan sehat tanpa mengganggu kerusakan tanah. Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak khususnya ternak herbivora. Menurut Natasasmita dan Murdikdjo (1980), dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah untuk mengembangkan ternak secara teknis, perlu dilihat populasi ternak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain: lahan pertanian, perkebunan, padang pengembalaan, dan sebagian kehutanan. Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia Lahan adalah bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, hidrologi, dan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Usaha peternakan sangat berkaitan erat dengan lahan, seperti ternak sapi potong yang sangat tergantung dari bahan dan kualitas pakannya, kualitas pakan hijauan makanan ternak sangat ditentukan oleh kodisi kesuburan tanahnya. Menurut Suratman et al. (1998), berdasarkan kebutuhan lahan, usaha peternakan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu usaha peternakan berbasis lahan dan usaha peternakan yang tidak berbasis lahan. Khusus untuk usaha peternakan yang berbasis lahan yaitu ternak dengan komponen pakannya yang sebagian besar terdiri atas tanaman hijauan, lahan merupakan faktor penting sebagai lingkungan hidup dan pendukung pakan. 12

27 Menurut Sri Kuning (1999), dalam usaha peternakan, lahan merupakan basis atau merupakan faktor produksi sebagai sumber makanan pokok ternak berupa rumput, limbah maupun produk utama pertanian. Sebenarnya kebutuhan lahan untuk peternakan tidak menuntut lahan terbaik, namun usaha ternak dapat dikembangkan pada lahan dengan kelas kemampuan V, VI, dan VII, yang biasanya berupa lahan kering dan pada umumnya kurang cocok untuk subsektor pertanian yang lain seperti tanaman pangan dan perkebunan, walaupun demikian, pengembangan usaha ternak akan lebih baik dan menguntungkan jika dilakukan pada lahan-lahan subur (Suparini, 1999). Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak antara lain : lahan sawah, padang penggembalaan, lahan perkebunan, dan hutan rakyat, dengan tingkat kepadatan tergantung pada keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air dan jenis sapi potong yang dipelihara. Luasnya lahan sawah, kebun, dan hutan tersebut memungkinkan pengembangan pola integrasi ternak-tanaman yang merupakan proses saling menunjang dan menguntungkan, melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk mengolah tanah dan kotoran sapi sebagai pupuk organik. Sementara lahan sawah dan lahan tanaman pangan menghasilkan jerami padi dan hasil sampingan tanaman yang dapat diolah sebagai makanan sapi, sedangkan kebun dan hutan memberikan sumbangan berupa rumput alam dan jenis tanaman lain. Pemanfaatan pola integrasi diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan prduksi dan produktivitas ternak (Riady, 2004). Evaluasi lahan merupakan suatu cara proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng, topografi, batuan dipermukaan bumi dan didalam penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi dan persyaratan penggunaan lajan atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et al., 2003). Menurut Sitorus (1998), pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan keterangan-keterangan dari tiga aspek utama yaitu lahan, penggunaan lahan dan faktor ekonomis. Data tentang lahan dapat diperoleh dari survei 13

28 sumberdaya alam, termasuk survei tanah. Keterangan-keterangan tentang syaratsyarat atau kebutuhan ekologik dan tekhnik dari berbagai jenis penggunaan lahan diperoleh dari keterangan keterangan agronomis, kehutanan, dan displin ilmu lainnya yang terkait. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna tanah rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Dalam evaluasi lahan terdapat dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dua tahap dan pendekatan paralel. Pada pendekatan dua tahap, tahap pertama merupakan evaluasi lahan secara kualitatif. Setelah tahap pertama selesai dan hasilnya disajikan dalam bentuk laporan, maka tahap kedua analisis sosial ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa waktu kemudian. Sedangkan pada pendekatan paralel, analisis sosial ekonomi terhadap penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil dari pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan bagi tiap-tiap komoditi dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo Sesuai (S) dan dua kelas yang dipakai dalam ordo tidak sesuai (N), maka pembagiannya adalah : (1) kelas S1 yaitu sangat sesuai, lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan, (2) kelas S2 yang cukup sesuai, lahan yang mempunyai pembatas agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan, (3) kelas N1 yaitu tidak sesuai saat ini, lahan ini mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang; (%) kelas N2 yaitu tidak sesuai 14

29 untuk selamanya, lahan yang mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang (Djaenudin et al. 2003). 15

30 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati pada 7 November 30 November Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah dengan jumlah kepala keluarga terbanyak dan mempunyai potensi penyediaan hijauan di Pati. Materi Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kamera. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini kuisioner dan data sekunder. Metode Prosedur Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan pada 15 peternak sapi potong yang diambil dari empat desa di Kecamatan Pati, sehingga total 60 responden atau peternak. Data yang dipergunakan dalam penelitian kali ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapang dan wawancara langsung dengan peternak sapi potong sebagai responden yang diambil dari empat desa di kecamatan Pati dengan menggunakan daftar kuisioner. Pengambilan empat desa tersebut didasarkan pada data jumlah kepala keluarga. Data tersebut diperoleh dari data sekunder. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. Data yang dikumpulkan meliputi data populasi ternak sapi potong, jumlah penduduk, luas lahan garapan, serta data-data lain yang mendukung dalam penelitian. Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan umum di lokasi penelitian dan menganalisa pola penyediaan hijauan makanan ternak yang dapat mendukung perkembangan bidang peternakan sapi potong. 16

31 Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Menurut Soewardi (1985), metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan hijauan makanan ternak. Metode tersebut didasarkan atas dua sumberdaya, yaitu lahan dan tenaga kerja. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : a) Potensi Maksimum berdasarkan Sumberdaya Lahan (PMSL) PMSL = a LG + b PR + c R PMSL : Potensi Maksimum Sumberdaya Lahan(ST) a : Koefisien kapasitas tampung lahan garapan sebesar 0,8 ST/ha LG : Lahan garapan tanaman pangan (ha) b : koefisien kapasitas tampung padang rumput sebesar 0,5 ST/ha PR : Luas padang rumput c : koefisien kapasitas tampung rawa sebesar 1,2 ST/ha R : Luas rawa (ha) b) Potensi Maksimum berdasarkan Kepala Keluarga Petani (PMKK) PMKK = d KK PMKK : Potensi Maksimum (ST) berdasarkan Kepala Keluarga KK : Kepala Keluarga termasuk pekerja d : Koefisien rataan jumlah ternak ruminansia yang dapat dipelihara oleh setiap KK yaitu 3 ST/KK c) Perhitungan KPPTR berdasarkan PMSL KPPTR (SL) = PMSL POPRIL KPPTR (SL) : Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (ST) berdasarkan Sumberdaya Lahan PMSL : Potensi Maksimum Sumberdaya Lahan(ST) POPRIL : Populasi Riil ternak Ruminansia (ST) d) Perhitungan KPPTR berdasarkan PMKK KPPTR (KK) = PMKK POPRIL KPPTR (KK) : Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (ST) berdasarkan Kepala Keluarga petani PMKK : Potensi Maksimum Kepala Keluarga petani 17

32 POPRIL : Populasi Riil ternak Ruminansia (ST) e) Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Efektif ditentukan dengan melihat kendala yang paling besar : KPPTR (SL) Efektif jika dan hanya jika KPPTR (SL) < KPPTR (KK) dan KPPTR (KK) Efektif jika dan hanya jika KPPTR (KK) < KPPTR (SL) 18

33 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara ` ` Bujur Timur dan 6 25` ` Lintang Selatan. Secara administratif Kabupaten Pati memiliki luas wilayah meliputi ha terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, dukuh serta RW dari RT. Adapun batas-batasnya wilayah Kabupaten Pati antara lain : Sebelah Utara : Laut Jawa dan Wilayah Kabupaten Jepara Sebelah Timur : Kabupaten Pati dan Laut Jawa Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora Sebelah Barat : Kabupaten Kudus dan Jepara Kabupaten Pati memiliki iklim dengan rata-rata curah hujan ditahun 2010 sebanyak 1002 mm dengan 51 hari hujan, untuk keadaan hujan cukup, sedangkan temperatur terendah 23 C dan tertinggi 39 C. Berdasarkan curah hujan wilayah di Kabupaten Pati terbagi atas berbagai tipe iklim (oldeman). Keadaan Umum Kecamatan Pati Luas wilayah Kabupaten Pati seluas ha yang terdiri lahan sawah dan lahan bukan sawah. Kecamatan Pati merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Pati, dan merupakan Kota Kabupaten bagi Kabupaten Pati. Kecamatan Pati yang terletak di pusat Kabupaten Pati, dan tepatnya terletak di 0 Km dari kota Pati menjadikan Kecamatan Pati sebagai pusat kegiatan dari Kabupaten Pati, sebab pusat pemerintahan Kabupaten Pati berada di Kecamatan Pati. Secara administratif Kecamatan Pati berbatasan dengan: Sebelah utara : Kecamatan Wedarijaksa Sebelah timur : Kecamatan Juwana Sebelah selatan : Kecamatan Gabus Sebelah barat : Kecamatan Margorejo Kecamatan Pati merupakan Kecamatan yang berada dilingkup Kabupaten Pati. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha sampingan yang dilakukan oleh kebanyakan penduduk di daerah tersebut selain bertani. Jenis ternak yang dipelihara di samping rumah adalah ruminansia besar seperti sapi. 19

34 Tabel 1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Keadaaan Lokasi Penelitian Keterangan Luas Wilayah (km 2 ) 4,249 Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Ketinggian tempat (m/dpl) 5-23 Jenis Iklim Tropika basah Sumber : BPS Kabupaten Pati (2009) Luas wilayah Kecamatan Pati adalah seluas ha (pembulatan) atau kurang lebih 42,49 km 2 yang terdiri dari ha lahan sawah dan ha lahan bukan sawah. Kepadatan penduduk jiwa/km 2, dengan ketinggian wilayah 5-23 m dpl dan mempunyai iklim tropika basah (BPS Kab. Pati, 2009). Kecamatan Pati memiliki 29 desa, presentase terbesar yaitu di Desa Ngepungrojo dengan presentase 7,84% dari luas keseluruhan Kecamatan Pati atau seluas 333,187 ha, yang terluas berikutnya yaitu Desa Sidokerto dengan luas 301,8 ha atau sebesar 7,1% dari luas Kecamatan Pati. Sedangkan desa yang paling sempit adalah Desa Pati Wetan yang hanya memiliki luas 26,667 ha atau sebesar 0,63% dari luas keseluruhan Kecamatan Pati, desa Pati Wetan ini berada di bawah Desa Parenggan yang luasnya mempunyai selisih yang sedikit dengan Desa Pati Wetan yang luasnya 0,68% dari luas Kecamatan Pati atau seluas 26,85 ha. Penggunaan Lahan Suatu wilayah akan mempergunakan lahan yang dimilikinya dengan sebaikbaiknya, agar setiap lahan yang ada pada wilayah tersebut dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk kesejahteraan masyarakatnya. Penggunaan lahan yang sesuai kebutuhan akan memberikan manfaat dan tata ruang yang nyaman bagi masyarakat, sebaliknya apabila penggunaan lahan tidak berimbang maka akan menjadi tata ruang yang tidak teratur. Lahan merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia diantaranya digunakan sebagai tempat tinggal, melakukan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perkebunan, dan sebagainya. Akan tetapi fungsi lahan terus mengalami pergeseran dari lahan pertanian menjadi non-pertanian sehingga sumber ketersediaan hijauan pakan ternak menjadi semakin menipis. Berdasarkan Tabel 2. tidak ada lahan 20

35 perkebunan, dan hutan, tetapi HMT sebagai sumber hijauan pakan dapat ditanam di tepi jalan dan tegalan. Kekurangan dan ketidakkontinyuan penyediaan pakan menurut Nitis (1993) dapat diatasi dengan meningkatkan penggunaan tanah-tanah kosong di batas pekarangan, tepi jalan, pematang sawah, dan tegalan. Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan Jenis Lahan Kecamatan Pati Luas (ha) Persentase (%) Sawah ,2 Tegalan atau perladangan Perkebunan - 0 Rawa atau danau - 0 Padang rumput - 0 Hutan - 0 Lain lain ,75 Jumlah Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pati (2009) Penggunaan lahan di Kecamatan Pati pada tahun 2010 dibagi menjadi 2 (dua) yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah. Luas wilayah Kecamatan Pati secara keseluruhan adalah seluas ha. Lahan sawah di Kecamatan Pati seluas ha sedangkan sisanya adalah lahan bukan sawah seluas ha. Lahan sawah di Kecamatan Pati lebih luas daripada lahan bukan sawahnya, hal ini dikarenakan pertanian merupakan penggunaan lahan yang utama di Kecamatan Pati (BPS Kecamatan Pati 2009). Menurut Saefulhakim dan Nasoetion (1995) penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis, perubahan terus menerus sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu. Karakteristik Peternak Menurut Simamora (2004) karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan, bagaimana mengintrepretasikan informasi tersebut. Hasil pengukuran karakteristik peternak di Kecamatan Pati dibedakan berdasarkan umur, pengalaman beternak, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan kepemilikan ternak. 21

36 Umur Peternak Berdasarkan Gambar 2. umur para peternak di Kecamatan Pati sebagian besar berusia produktif (15-64) yaitu 93,33 %, sedangkan peternak yang berusia nonproduktif yaitu 6,67 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja di Kecamatan Pati memiliki potensial dalam pengembangan sektor pertanian terutama subsektor peternakan karena sebagian besar peternaknya dalam usia produktif. Usia produktif menunjukkan kemampuan dan kemauan yang lebih dibandingkan dengan peternak yang berusia nonproduktif dalam hal penyediaan hijauan makanan ternak dengan jangkauan lebih luas, merawat, dan menjaga kebutuhan harian ternak. Menurut Padmowiharjo (1994), makin muda usia peternak biasanya mempunyai semangat ingin tahu yang makin besar terhadap hal-hal yang baru sehingga kesan mereka lebih cepat atau responsif dalam pembaharuan. Umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi adalah apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Gambar 2. Presentase Jumlah Responden Kecamatan Pati Berdasarkan Umur Tahun 2010 Pengalaman Beternak Pengalaman beternak ruminansia di Kecamatan Pati sebagian besar lebih dari 10 tahun yaitu 58,33 %. Menurut Soehardjo dan Patong (1973), pengalaman beternak mempengaruhi pengolahan usaha tani dimana petani yang lebih tua memiliki banyak pengalaman dan kapasitas pengolahan usaha tani yang lebih matang. Umumnya para peternak di Kecamatan Pati telah mengetahui tentang cara beternak yang diperoleh dari keluarga secara turun temurun. Pengalaman beternak yang lama menandakan peternak sudah memiliki pengalaman yang cukup baik sehingga dapat dijadikan modal untuk mengelola ternak sapi potong dengan baik, 22

37 seperti menanam hijauan pakan di lahan sendiri, mempergunakan pakan tambahan, dan menjaga kesehatan ternak. Gambar 3. Presentase Jumlah Responden Kecamatan Pati Berdasarkan Pengalaman Beternak Tahun 2010 Jenis Pekerjaan Usaha ternak ruminansia besar di Kecamatan Pati merupakan usaha sampingan. Berdasarkan Gambar 4. sebagian besar 46,67 % responden memiliki pekerjaan sebagai petani selain beternak sapi potong di rumah. Jumlah paling sedikit ialah pedagang dan pensiunan dengan 1,67 % dan yang menjadi PNS sebesar 3,33 %. Lainnya merupakan presentase terbesar kedua, tetapi yang termasuk dalam lainnya seperti tukang becak, kuli bangunan, tukang tambal ban, penjahit, dan sebagainya yang terdapat pada data yang diperoleh. Pengelompokan jenis pekerjaan lainnya didasarkan karena jenis pekerjaan tersebut tidak termasuk dalam jenis pekerjaan yang terdapat pada Gambar 4. Sebagian besar pekerjaan peternak sebagai petani, menunjukkan bahwa para peternak memanfaatkan lahan pertanian untuk menanam hijauan pakan dan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi potong. Beternak di Kecamatan Pati merupakan usaha sampingan yang dilakukan peternak untuk membantu menambah biaya hidup yang sebagian besar merupakan peternakan rakyat dengan modal kecil. Gambar 4. Presentase Jumlah Responden Kecamatan Pati Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun

38 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan di Kecamatan Pati pada Gambar 5. sebagian besar tingkat SD dengan 48,3 % dikuti oleh SMA dengan 20 %, SMP sebesar 16,7 %, dan tidak sekolah dengan 15 %, sedangkan untuk perguruan tinggi tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan peternak di Kecamatan Pati masih kurang. Tingkat keterampilan dan pengetahuan peternak dalam hal penyediaan hijauan pakan masih rendah seperti halnya mengenai penyimpanan hijauan pakan yang hanya dimasukkan dalam karung dan disimpan di samping kandang. Hal ini dapat disebabkan karena masih rendahnya tingkat pendidikan peternak dan jarang adanya penyuluh peternakan di Kecamatan Pati. Keterampilan dan pengetahuan dapat diperoleh peternak melalui pendidikan formal dan non-formal. Pendidikan formal merupakan ilmu yang diperoleh dari bangku sekolahan (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi). Adapun pendidikan nonformal dapat dilakukan oleh peternak sebagai usaha untuk menambah wawasan, pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan yaitu dengan seminar-seminar, kursus, dan pelatihan. Gambar 5. Presentase Jumlah Responden Kecamatan Pati Berdasarkan Pendidikan Tahun 2010 Kepemilikan ternak Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST). Pemilikan ternak dapat dikategorikan menjadi dua yaitu skala kecil dan skala besar. Menurut Karyadi (2008), menunjukkan bahwa peternak memiliki jumlah ternak sedikit karena usaha yang dijalankan masih dalam skala kecil dan hanya bersifat sampingan. Usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Pati masih bersifat sampingan karena termasuk dalam peternakan rakyat dengan tiap peternak memiliki rata-rata ternak 3 ekor. Presentase peternak yang memliki 3 ekor sebesar 85 %, yang 24

39 memiliki 4-6 ekor sebesar 10 %, dan yang paling sedikit memiliki lebih dari 6 ekor sebesar 5 %. Peternak yang memiliki lebih dari 6 ekor ialah peternak yang berasal dari Desa Panjunan yang memiliki 34 ekor karena peternak tersebut memiliki limbah agroindustri sendiri, kebun rumput sendiri yang lebih banyak daripada peternak yang lain. Gambar 6. Presentase Jumlah Responden Kecamatan Pati Berdasarkan Kepemilikan Ternak Tahun 2010 Tenaga Kerja Tenaga kerja peternak di Kecamatan Pati hampir semuanya menggunakan tenaga kerja keluarga yang sebagian besar laki-laki (93,33%) dan sisanya tenaga kerja perempuan (6.67%). Setiap tenaga kerja asal keluarga memiliki tanggung jawab masing-masing yaitu membersihkan kandang, menyediakan hijauan, dan memberikan pakan dan minum pada ternak. Tenaga kerja perempuan hanya sebatas dalam pemberian pakan, sedangkan pengadaan pakan setiap harinya dan pembersihan kandangnya dilakukan oleh anak laki-laki dan laki-laki dewasa, hal ini sesuai dengan pernyataan Soewardi dan Suryahadi (1988), bahwa di Indonesia tenaga kerja keluarga merupakan andalan utama pemenuhan tenaga kerja dalam pemeliharaan ternak yang sifatnya tradisional, dan tidak dinilai dengan uang, meskipun usaha tani dapat sekali-kali membayar tenaga kerja tambahan untuk pemeliharaan ternak. Anggota keluarga yang aktif bekerja pada usaha tani tergantung dari banyaknya anggota keluarga yang sudah dewasa dan banyaknya laki-laki dalam keluarga tersebut. 25

40 Gambar 7. Presentase Jumlah Responden Kecamatan Pati Berdasarkan Tenaga Kerja Tahun 2010 Jenis Hijauan Cara penyediaan pakan secara cut and carry membatasi ternak dalam memilih pakan. Pola penyediaan HMT dilihat dari jenis pakan yang diberikan pada ternak oleh setiap peternak berbeda-beda, tetapi jenis pakan pokoknya adalah hijauan. Hijauan makanan ternak (HMT) yang diberikan pada ternak sapi potong dibagi dua macam yaitu rumput (graminae) dan kacang-kacangan (leguminosae). Tabel 3. Penggunaan Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian Jenis hijauan Jumlah pemakai (peternak) Persentase (%) Rumput Lapang 41 68,33 Rumput Gajah 41 68,33 Jerami Padi 32 53,33 Daun Tebu 10 16,66 Kulit Singkong 5 8,33 R. Setaria 1 1,67 Jerami Kacang Hijau 1 1,67 Bonggol Pisang 1 1,67 Bonggol Jagung 1 1,67 Jenis pakan yang disediakan oleh peternak di Kecamatan Pati antara lain hijauan dan konsentrat serta ada yang menggunakan hijauan saja. Konsentrat diberikan sesuai dengan ketersediaan dan harga. Konsentrat yang digunakan yaitu dedak dan menggunakan limbah pertanian berupa kulit singkong, dan ampas tahu, jerami padi, jerami kacang hijau, bonggol pisang, bonggol jagung. Pakan berupa 26

41 konsentrat hampir tidak atau sangat jarang diberikan. Hal tersebut disebabkan karena bagi peternak harganya masih tergolong mahal dan konsentrat juga susah didapatkan di Kecamatan Pati. Selain itu kepedulian peternak terhadap pentingnya penyediaan pakan yang bernutrisi bagi sapi potong di Kecamatan Pati masih terbatas. Data pada Tabel 3 menunjukkan jenis hijauan yang paling banyak dan paling sering digunakan oleh peternak yaitu rumput lapang dan rumput gajah dengan presentase 68,33 %. Para peternak menggunakan HMT tersebut karena ketersediaannya yang melimpah dan mudah diperoleh. Ada juga jenis hijauan yang jarang digunakan seperti rumput setaria, kulit ketela, jerami kacang hijau, daun tebu, bonggol jagung, dan bonggol pisang. Jenis hijauan tersebut jarang digunakan karena ketersediaannya yang kurang. Penambahan garam di pakan juga diberikan sebagai suplemen mineral dan meningkat palatabilitas. Dari berbagai jenis HMT tersebut, terdapat jumlah persentase dan jumlah pemakai atau peternak. Jumlah peternak dan jumlah persentase tersebut merupakan hasil dari jumlah responden peternak sapi potong yang berjumlah 60 peternak di Kecamatan Pati yang menggunakan jenis hijauan makanan ternak tersebut. Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak khususnya ternak herbivora. Menurut Natasasmita dan Murdikdjo (1980), dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah untuk mengembangkan ternak secara teknis, perlu dilihat populasi ternak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain: lahan pertanian, perkebunan, padang pengembalaan, dan sebagian kehutanan. Pola Penyediaan Hijauan Sistem pemeliharaan ternak secara intensif dengan pola penyediaan HMT lebih bagus untuk Kecamatan Pati karena masyarakat di Kecamatan Pati menguasai cara pengolahan lahan-lahan kritis dan memanfaatkan pinggiran lahan yang masih kosong kemungkinan besar dapat memenuhi penyediaan hijauan pakan dan mendukung usaha peternakan di daerah tersebut. Soewardi (1985) menyatakan peningkatan produksi pakan ternak dapat dilakukan melalui manipulasi pola pertanian tanaman pangan dan tanaman pemulihan kesuburan tanah. Misalnya, di 27

42 Kecamatan Pati tersebut dilakukan adanya pergantian tanaman di sawah ketika musim berganti. Musim hujan sawah digunakan untuk menanam padi dan ketika musim kemarau ditanami jagung, rumput gajah, ketela. Sistem pemeliharaan secara intensif memiliki keuntungan selain bisa mengontrol kondisi ternak, juga bisa memanfaatkan feses sebagai pupuk kandang. Penyediaan hijauan makanan ternak (HMT) dengan sistem intensif dilakukan secara cut and carry (mengarit) yaitu cara penyediaan pakan dengan cara dipotong dan diangkut. Para peternak biasanya mengangkut hijauan pakan dengan gerobak kecil, sepeda, atau dengan menggunakan pikulan berjalan kaki hingga rumah. Penyediaan HMT dengan sistem cut and carry di Kecamatan Pati tersebut dilakukan peternak pada pagi hingga sore. Peternak biasanya memberi pakan terlebih dahulu sebelum berangkat ke sawah. Sebelum mereka pulang ke rumah, mereka mencari pakan terlebih dahulu untuk pakan ternak besok pagi. Frekuensi pemberian pakan tanpa ada batasan atau ad libitum karena para peternak di Kecamatan Pati tersebut menganggap bahwa ternak apabila diberi pakan terus menerus akan cepat tumbuh besar. (a) Rumput Gajah (b) Tebu Gambar 8. Jenis Hijauan Pakan di Kecamatan Pati Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan kandang yang baik. Perkandangan di Kecamatan Pati ini umumnya masih sederhana. Kandang umumnya beratapkan genting dengan dinding bambu atau kayu. Para peternak membuat kandang dengan seadanya karena peternak menjalankan usaha ternak umumnya hanya bersifat sampingan dengan modal yang kecil bersifat non industri dan pemakaian tenaga kerja dari anggota keluarga (peternakan rakyat). 28

43 (a) (b) (c) Gambar 9. Perkandangan Sapi Potong di Kecamatan Pati (d) Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Penentuan analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kecamatan Pati menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penghitungan KPPTR di Kecamatan Pati disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Uraian Desa Kutoharjo Ngepungrojo Panjunan Sidokerto Kecamatan PMSL (ST) ,9 155, PMKK (ST) POP RIIL (ST) KPPTR SL (ST) KPPTR KK (ST) Keterangan : PMSL = Potensi Maksimum Sumberdaya Lahan, PMKK = Potensi Maksimum Kepala Keluarga, POP RIIL = Populasi Riil, KPPTR SL = Kapasitas Peningkatan Ternak Ruminansia berdasarkan Sumberdaya Lahan, KPPTR KK = Kapasitas Peningkatan Ternak Ruminansia berdasarkan Kepala Keluarga. Pati 29

44 Data pada Tabel 4 memperlihatkan data KPPTR empat desa dan Kecamatan Pati. Berdasarkan data yang diperoleh, pada Desa Kutoharjo dapat dihitung potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan sebesar 140 ST. Potensi maksimum berdasarkan kepala keluarga sebesar ST, sedangkan populasi riil sebesar 166 ST. Berdasarkan Tabel 4. Hasil perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sumberdaya lahan di Desa Kutoharjo adalah -26 ST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak dapat menampung ternak ruminansia lagi atau kelebihan ternak ruminansia sebesar 26 ST. Hasil KPPTR berdasarkan kepala keluarga adalah ST. Hal yang mempengaruhi hasil negatif KPPTR di daerah ini ialah kurangnya luas ladang atau tegalan, luas sawah, dan jumlah penduduk yang padat. Desa Ngepungrojo mempunyai potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan sebesar 210 ST. Potensi maksimum berdasarkan kepala keluarga sebesar ST, sedangkan populasi riil sebesar 494 ST. Hasil perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sumberdaya lahan di Desa Ngepungrojo adalah -284 ST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut tidak dapat menampung ternak ruminansia lagi atau kelebihan ternak ruminansia sebesar 284 ST. Hasil KPPTR berdasarkan kepala keluarga adalah ST. Hal yang mempengaruhi hasil negatif KPPTR di daerah ini ialah kurangnya luas ladang atau tegalan, luas sawah, kurangnya padang rumput, jumlah populasi ternak yang padat, dan kekeringan yang menyebabkan tumbuhan tidak bisa tumbuh dengan baik. Desa Panjunan memiliki potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan sebesar 109,9 ST. Potensi maksimum berdasarkan kepala keluarga sebesar ST, sedangkan populasi riil sebesar 46 ST. Berdasarkan perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sumberdaya lahan di Desa Panjunan adalah 64 ST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut masih mempunyai potensi menampung ternak ruminansia lagi sebesar 64 ST. Hasil KPPTR berdasarkan kepala keluarga adalah ST. Desa Panjunan memiliki populasi yang sedikit dan ketersediaan hijauan pakan yang dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak sehingga tidak perlu menambah atau mengambil hijauan dari desa lain sehingga daerah ini masih mempunyai potensi untuk menambah ternak. 30

45 Desa Sidokerto mempunyai potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan sebesar 155,169 ST. Potensi maksimum berdasarkan kepala keluarga sebesar ST, sedangkan populasi riil sebesar 42 ST. Hasil perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sumberdaya lahan di Desa Sidokerto adalah 113 ST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut masih mempunyai potensi menampung ternak ruminansia lagi sebesar 113 ST. Hasil KPPTR berdasarkan kepala keluarga adalah ST. Desa Sidokerto memiliki ketersediaan hijauan pakan yang berlebih untuk kebutuhan pakan ternak dan jumlah populasi ternaknya lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah ini masih mempunyai potensi untuk menambah ternak. Berdasarkan data yang diperoleh, secara pada Kecamatan Pati dapat dihitung potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan sebesar ST. Potensi maksimum berdasarkan kepala keluarga sebesar 5484 ST, sedangkan populasi riil sebesar ST. Berdasarkan Tabel 4. Hasil perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sumberdaya lahan di Kecamatan Pati adalah 563 ST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut masih mempunyai potensi menampung ternak ruminansia lagi sebesar 563 ST. Hasil KPPTR berdasarkan kepala keluarga adalah ST. KPPTR Efektif pada Kecamatan Pati adalah 563 ST. Hal yang mempengaruhi perbedaan hasil KPPTR antar desa ialah jumlah populasi ternak ruminansia, jumlah peternak, luas sawah, luas tegalan, rawa, dan padang rumput yang berbeda. Hal ini sesuai dengan Prasetyastuti (1985) bahwa lahan yang potensial untuk pengembangan peternakan ruminansia potong adalah lahan garapan tanaman pangan (sawah, tanah tegalan dan ladang), lahan padang rumput dan lahan rawa. 31

46 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kecamatan Pati mempunyai peternakan rakyat yang kebanyakan berskala kecil, bersifat sambilan atau sampingan. Potensi untuk mengembangkan peternakan khususnya sapi potong. Hal ini dapat dilihat pada hasil KPPTR di Kecamatan Pati menunjukkan nilai KPPTR Efektifnya positif yang artinya bahwa daerah tersebut masih mempunyai potensi untuk menambah ternak sesuai dengan banyaknya daya tampung. Saran Perlunya peningkatan kerjasama antara peternak dengan pihak Kecamatan Pati mengenai penambahan populasi ternak, integrasi penyediaan hijauan makanan ternak (HMT), keterampilan beternak masyarakat, dan pemanfaatan lahan-lahan kosong seperti tegalan, lapangan, kebun, halaman rumah, dan pinggiran jalan. 32

47 UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillaahirabbil aalamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya karena pertolongan dan kemudahan-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc. Agr., selaku pembimbing utama skripsi dan Ir. M. Agus Setiana, MS., selaku pembimbing anggota skripsi sekaligus pembimbing akademik atas bimbingan, saran, dan nasihat yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr., atas nasihat dan dukungan semangatnya. Terimakasih kepada Nur Rochma Kumalasari, S.Pt. M.Si., selaku dosen pembahas seminar yang telah memberi banyak masukan untuk penulisan skripsi. Terimakasih kepada Ir. Lidy Herawati, MS. dan Ir. Dwi Joko Setyono, MS., selaku dosen penguji sidang yang telah memberi banyak masukan untuk penulisan skripsi. Terimakasih kepada Ir. Widya Hermana, M.Si., selaku dosen panitia sidang yang telah memberi banyak masukan untuk penulisan skripsi yang sempurna. Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada Bapak Edi Triono dan Ibu Sisilia Dwi Yuningtyas selaku orang tua penulis yang selalu mencurahkan kasih sayang tiada hentinya, do a, dukungan moril dan materiil yang diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada Ella Rosita selaku adik penulis yang selalu memberi dukungan semangat dalam penulisan skripsi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kusen dan keluarga yang telah memberikan tempat dan nasihat tentang kehidupan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Parno, para peternak, aparat kelurahan Panjunan, Sidokerto, Ngepungrojo, dan Kutoharjo, serta Ibu Niken, Bapak Rom, dan Bapak Gunawan dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati, yang telah banyak membantu dalam penelitian. Terimakasih pada pihak-pihak Kecamatan Pati dan Kabupaten Pati yang telah banyak membantu dalam penelitian yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih kepada kakak-kakak kelas di Lab. Agrostologi, yaitu Mas Iwan, Mas Agus, Mas Dani yang telah memberi nasihat dan membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman satu tim 33

48 penelitian sekaligus sahabat karib penulis yaitu Ainol atas kerjasama, pengertian, dan kesabarannya dalam membantu penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi. Terimakasih banyak kepada Alumni Anak Panti Nutrisi 43, yaitu Musmulyadi, Rolis, H. Krisna, Lukman, Indra, Aseb, Ana, Tyas, Izzah, Legis, Danu, dan Tika selama kuliah. Kepada Ibu Nunu dan calon istri Lusia N. Herawati diucapkan terimakasih atas waktu dan dukungan semangatnya selama penulisan skripsi. Terimakasih kepada teman-teman Nutrisi 43, dan Kost Pondok Salman A2 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaan dan persahabatan selama ini. Pelajaran dan pengalaman yang penulis dapat dalam penelitian ini banyak sekali. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2011 Penulis 34

49 DAFTAR PUSTAKA Aksi Agraris Kanisius Hijauan Makanan Ternak: Potong, Kerja dan Perah. Kanisius. Yogyakarta. Aksi Agraris Kanisius Hijauan Makanan Ternak: Potong, Kerja dan Perah. Kanisius. Yogyakarta. Ahmad, S.N, D.D Siswansyah & D.K.S Swastika Kajian sistem usaha ternak sapi potong di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 7 (2): Andrews, F.M Construct validity and error components of survey measures. Public Opin Q: Aziz, M.A Agroindustri Sapi Potong. Prospek Pengembangan pada PJPT II. PT. Insan Mitra Satya. Jakarta. BPS (Badan Pusat Statistik) Pati Dalam Angka Badan Pusat Statistik, Pati. Dasman, R.F Wildslife Biology. J. Wiley and Son. Inc. New York. Dasman, R.F, J.P Milton & H. Freeman Prinsip Ekologi untuk Pembangunan Ekonomi. PT. Gramedia. Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pati Profil Peternakan Kabupaten Pati. Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pati, Pati. Djaenudin, D, M. Hendrisman, Subagjo & A. Hidayat Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. [FAO] Food and Agriculture Organization A Framework for Land Evaluation. International Institute for Land Reclamation and Improvement. Wageningen. Hardjowigeno, S. & Widiatmaka Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Karyadi, D Strategi pengembangan usaha peternakan domba rakyat Desa Cigudeg Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Peternakan Bogor. Bogor. Ma sum, M Kemungkinan Penggunaan Data Satelit untuk Mengestimasi Produksi Pakan Ruminansia. Wartazoa, Buletin Ilmu Peternakan Indonesia 8 (1): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. Bogor. 35

50 Manurung, T Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber protein ransum sapi potong. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 1 (3): Natasasmita, A. & K. Murdikdjo Beternak Sapi Pedaging, Dalam Rangka Penataran Rural Credit Project- BRI Angkatan II. Jakarta: Unit Penataran Rural Credit Project-BRI. Nasrullah R. Salam, Chalidjah Pemberian Daun Leguminosa sebagai Subtitusi Konsentrat dalam Ransum Penggemukan Sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor. 7-8 Nopember Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm Bogor. Nitis, I.M Forage Production System in Marginal Land. Proc. Seminar on Ruminant Nutrition in the Topics, Cipanas. Nitis, I.M Sistem Penyediaan Pakan Hijauan Menunjang Industri Peternakan yang Berkesinambungan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Cisarua Bogor 7-8 Nopember 1995, Jilid I hlm Puslitbangnak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. Bogor. Padmowiharjo, S Psikologi Belajar Mengajar. Materi Pokok Mata Kuliah Universitas Terbuka. Jakarta. Prasetyastuti, T.E Pendugaan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia potong berdasarkan sumberdaya lahan di Propinsi Jawa Barat. Karya Ilmiah Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Preston, T.R. & W.B Willis Intensive Beef Production. J. Anim. Sci. 43 (2): Rakhmat, J Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Reksohadiprojo, S Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik. Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta. Riady, M Tantangan dan Peluang Peningkatan Produksi Sapi Potong menuju Di dalam Setiadi B et al. Editor. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta. 8-9 Oktober Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm 3-6. Bogor. Saefulhakim, R.S. & L. I. Nasoetion Prospek Pengembangan Kambing Domba Bagi Petani Kecil dan Perlunya Pendekatan Keilmuan Terpadu. Dalam : Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Simamora, B Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Singarimbun, M. & S. Effendi Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. 36

51 Sitorus, S.R.P Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung. Soehadji Membangun Peternakan Tangguh. Orasi Ilmiah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Padjadjaran. Bandung. Soehardjo, A. & D. Patong Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. IPB. Bogor. Soemarwoto, I Pengelolan Sumberdaya Alam. Bagian II. Sekolah Pasca Sarjana. Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB. Bogor. Soewardi, B Peta Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan dan Pengembangan Peternakan. Laporan. Kerjasama Direktorat Penyebaran dan Pengembangan Peternakan, Ditjen Peternakan, Deptan, dan Fapet IPB. Bogor. Soewardi, B. & Suryahadi Potensi Dan Sistem Usaha Tani Pengembangan Peternakan di daerah Transmigrasi Sumatera. Prosiding Pengembangan Peternakan di Sumatera Dalam Menyongsong Era Tinggal Landas. Fakultas Peternakan. Universitas Andalas Padang. Padang. Sofyan, I Kajian Pengembangan Bisnis Pengusahaan Kebun Rumput Gajah untuk Penyediaan Pakan pada Usaha Penggemukan Sapi Potong PD. Gembala Kabupaten Garut Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sri Kuning, S.W Analisis Kebutuhan Budidaya Sapi Perah di Kabupaten Sleman D. I. Y. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Stone DH Design a questionnaire. BMJ, 307: Sudardjat, Sofyan, & R. Pambudy Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia: Peduli Peternak Rakyat. Yayasan Agrindo Mandiri. Jakarta. Sugeng, Y.B Sapi Potong. Cetakan VI. Penebar Swadaya. Jakarta. Suparini Pengkajian Potensi Wilayah Kabupaten Bogor sebagai Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Suratman, S. Ritung & Djaenudin Potensi Lahan untuk Pengembangan Ternak Ruminansia Besar di Beberapa Propinsi di Indonesia. Dalam Karama AS. (Editor). Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bidang Pedologi. Cisarua. 4-6 maret Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hlm Bogor. Susetyo, S Padang Pengembalaan. Departemen Ilmu Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37

52 LAMPIRAN 38

53 Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati 39

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati 39 Lampiran 2. Data Pendidikan Peternak Keterangan Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Kecamatan Pati 9 29 10 12 0 % 15 48,3 16,7 20 0 Ngepungrojo 6 6 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Penataan ruang untuk suatu penggunaan tertentu tidak hanya diperlukan bagi pemanfaatan oleh manusia saja, tetapi usaha-usaha yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT SKRIPSI SANDY KARTIWA SUTISNA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SANDY

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kota Palembang Sumatera Selatan

Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kota Palembang Sumatera Selatan Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 3, No. 2, Desember 2014, pp. 1-11 ISSN 2303 1093 Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kota Palembang Sumatera

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi:

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Responden Data yang dikumpulkan meliputi: MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan pada tiga kecamatan di Kabupaten Belitung, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu Kecamatran Tanjungpandan, Badau, dan Membalong pada bulan Agustus

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik dalam ketersediaan, distribusi dan konsumsi daging sapi dan kerbau belum memenuhi tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System)

Siti Nurul Kamaliyah. SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) Siti Nurul Kamaliyah SISTEM TIGA STRATA (Three Strata Farming System) DEFINISI Suatu cara penanaman & pemotongan rumput, leguminosa, semak & pohon shg HMT tersedia sepanjang rahun : m. hujan : rumput &

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

Pakan Ternak Ruminansia Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha peternakan sapi,

Pakan Ternak Ruminansia Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha peternakan sapi, TINJAUAN PUSTAKA Ternak Ruminansia Ternak ruminansia adalah mamalia berkuku genap seperti sapi, kerbau, domba, kambing, rusa, dan kijang yang merupakan sub ordo dari ordo Artiodactyla. Nama ruminansia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG Oleh : Ir. BERTI PELATIHAN PETANI DAN PELAKU AGRIBISNIS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BONE TA. 2014 1. Sapi Bali 2. Sapi Madura 3.

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN MEMBUAT SILASE Oleh : Drh. Linda Hadju BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2014 PENDAHULUAN Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba). Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN POTENSI KING GRASS SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN TANAMAN PENGUAT TERAS DI DESA TOBU, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Sophia Ratnawaty, Didiek A. Budianto, dan Jacob Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI

PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus 2014: 92-96 ISSN : 2355-6226 PEMANFAATAN LAHAN TIDUR UNTUK PENGGEMUKAN SAPI 1* 2 Handian Purwawangsa, Bramada Winiar Putera 1 Departemen

Lebih terperinci

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN RIJANTO HUTASOIT Loka Penelitan Kambing Potong, P.O. Box 1 Galang, Medan RINGKASAN Untuk pengujian terhadap tingkat adopsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan pakan dalam usaha bidang peternakan sangat penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan produksi ternak. Jenis pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

POLA PENYEDIAAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK DOMBA DAN KAMBING DI DESA SIDOHARJO DAN SUMBERHARJO, KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN, PROPINSI JAWA TIMUR

POLA PENYEDIAAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK DOMBA DAN KAMBING DI DESA SIDOHARJO DAN SUMBERHARJO, KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN, PROPINSI JAWA TIMUR POLA PENYEDIAAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK DOMBA DAN KAMBING DI DESA SIDOHARJO DAN SUMBERHARJO, KECAMATAN PACITAN, KABUPATEN PACITAN, PROPINSI JAWA TIMUR SKRIPSI AGUSTINA SULASTRI NINGSIH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Inilah Gambaran Peternak Dalam Mencari Hijauan Bagaimna Penanaman Rumput Pada Peternak Ruminansia Bagaimna Penanaman Rumput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan hijauan unggul yang digunakan sebagai pakan ternak. Produksi rumput gajah (Pannisetum purpureum

Lebih terperinci

Pengembangan Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan

Pengembangan Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 3, No. 2, Desember 2014, pp. 35-42 ISSN 2303 1093 Pengembangan Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Muara Enim Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan pakannya berupa hijauan. Pakan hijauan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang terdiri dari sembilan desa. Waktu penelitian akan dilaksanakan mulai bulan September

Lebih terperinci

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BETINA PERANAKAN ONGOLE (PO) AFKIR (STUDI KASUS DI KELOMPOK TANI TERNAK SUKAMAJU II DESA PURWODADI KECAMATAN TANJUNG SARI, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN) Reny Debora Tambunan,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Oleh : Yuliandri 10981006594 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau.

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau. Pemanfaatan lahan-lahan yang kurang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Kabupaten Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Kabupaten Pati Letak Geografis dan Luas Wilayah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian timur, terletak diantara 110 0,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP TINGKAT ADOPSI INOVASI PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO DALAM PAKAN TERNAK SAPI POTONG ( Studi Kasus Pada Kelompok Tani Karya Abadi Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman ) SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan Lokakarya Fungsional Non Peneliri 1997 PENGEMBANGAN TANAMAN ARACHIS SEBAGAI BAHAN PAKAN TERNAK Hadi Budiman', Syamsimar D. 1, dan Suryana 2 ' Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jalan Raya Pajajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketersediaan Limbah Pertanian Pakan ternak sangat beragam tergantung varietas tanaman yang ditanam petani sepanjang musim. Varietas tanaman sangat berdampak

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

RUMPUT DAN LEGUM Sebagai Hijauan Makanan Ternak

RUMPUT DAN LEGUM Sebagai Hijauan Makanan Ternak RUMPUT DAN LEGUM Sebagai Hijauan Makanan Ternak Penulis: Dr. Endang Dwi Purbajanti, M.S. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar JENIS PAKAN 1) Hijauan Segar Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternakdalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut langsung

Lebih terperinci

Maulana Aziz a, Muhtarudin b, Yusuf Widodo b ABSTRACT

Maulana Aziz a, Muhtarudin b, Yusuf Widodo b ABSTRACT POTENSI LIMBAH JERAMI PADI DAN DAUN SINGKONG UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PEMBIBITAN SAPI PO (PERANAKAN ONGOLE) DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN TANJUNG SARI KABUPATN LAMPUNG SELATAN The Potency of Waste and Cassava

Lebih terperinci

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing AgroinovasI Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing 7 Ketersediaan sumberdaya alam yang semakin kompetitif dan terbatas telah disadari dan kondisi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif dan bersifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Sumatera Selatan

Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Sumatera Selatan Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 3, No. 1, Juni 2014, pp. 37-46 ISSN 2303 1093 Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Pemeliharaannya dilakukan dengan cara mengandangkan secara terus-menerus

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016 50 ANALISIS PERSEPSI DAN HARAPAN PETERNAK SAPI MADURA TERHADAP SISTEM BAGI HASIL TERNAK DI KECAMATAN TANAH MERAH KABUPATEN BANGKALAN Agus Widodo 1), Agung Budianto Ahmad 1), Lita Rakhma Yustinasari 2)

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 173-178 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE Study of Agricultural

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola The Effect of Three Kind Manure (Cow, chicken, and goat) to The Vegetative

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO Cathrien A. Rahasia 1, Sjenny S. Malalantang 2 J.E.M. Soputan 3, W.B. Kaunang 4, Ch. J.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci