BAB II KAJIAN PUSTAKA. hati difus dan disertai pembentukan nodul (Sorensen dkk., 2007).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. hati difus dan disertai pembentukan nodul (Sorensen dkk., 2007)."

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sirosis Hati Definisi Sirosis Hati (SH) adalah penyakit hati menahun yang merupakan stadium lanjut dari fibrosis parenkim hati secara progresif dan menyebabkan kerusakan parenkim hati difus dan disertai pembentukan nodul (Sorensen dkk., 2007) Epidemiologi SH merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh negara termasuk Indonesia dan angka kejadian sirosis hati semakin lama semakin meningkat. Pada tahun 2000, di Amerika Serikat terdapat orang penderita dirawat oleh karena sirosis hati (Hidelbaugh dan Bruderly, 2006) sedangkan berdasarkan studi Roderick dkk. (2004), terdapat 76 per penduduk menderita SH di Inggris pada tahun 2001 dimana lebih dari separuh disebabkan oleh hepatitis alkoholik. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 diperkirakan terdapat kematian akibat SH dan menduduki peringkat 18 kematian tertinggi di dunia. Prevalensi SH di Indonesia bervariasi pada setiap rumah sakit pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Karina dan Djagat.(2002) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi, Semarang, selama bulan Januari 2002 sampai Desember 2006 terdapat 637 orang dirawat dengan SH dengan angka kematian 97,0 yang

2 sebagian besar disebabkan oleh ensefalopati hepatikum (48,4%). Sedangkan di RSUP Sanglah, penelitiaan yang dilakukan Somia dkk.(2004) terdapat 95 pasien SH dengan usia rerata 54,32±12,60 tahun. Penderita SH lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2,06 : Patogenesis Proses peradangan pada sel hati dapat menyebabkan nekrosis pada sel-sel hati tersebut, dimana apabila nekrosis meliputi daerah yang luas dapat menyebabkan terjadinya kolaps dari lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan parut yang dapat disertai terbentuknya septa fibrosis difus dan nodul sel hati (Sorensen dkk., 2007). Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi SH hampir sama atau sama. Septa terbentuk dari sel retikulum yang kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis). Beberapa sel akan tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan proses ini dapat menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan dan hambatan aliran darah porta, sehingga dapat menimbulkan hipertensi portal (Sherlock dan Dooley, 2002; Chung dan Daniel, 2005; Tarigan, 2002; Sorensen dkk., 2007). Tahap berikutnya adalah terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktulus, sinusoid, dan sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan terjadinya fibrogenesis dan septa aktif. Fibrogenesis merupakan proses penyembuhan hati yang ditandai oleh akumulasi matriks ekstraseluler disertai pembentukan jaringan parut,

3 namun hal ini menyebabkan rusaknya arsitektur hati yang normal. Sel yang mempunyai peran sentral dalam fibrogenesis adalah sel-sel stelate hati (Hepatic Stellate Cell: HSC), yang terletak di daerah perisinusoid. Pada hati normal HSC hanya mengekspresikan kolagen tipe 1 dalam jumlah sangat sedikit. Sebaliknya pada sel hati yang nekrosis, HSC akan mengalami proliferasi berubah menjadi matriks ekstraseluler dalam jumlah besar (Sherlock dan Dooley, 2002; Chung dan Daniel, 2005) Gambaran Klinis SH pada tahap awal sering tidak memberikan gejala klinis dimana sebagian besar penderita tetap asimtomatis hingga munculnya tanda-tanda dekompensasi (Hidelbaugh dan Bruderly, 2006). Gambaran klinis SH secara umum disebabkan oleh adanya kegagalan faal hati dan hipertensi portal (Sherlock dan Dooley, 2002; Hidelbaugh dan Bruderly, 2006) Derajat Penyakit Sirosis Hati Derajat penyakit SH adalah katagori beratnya gangguan fungsi hati. Sampai saat ini parameter yang digunakan adalah modifikasi kriteria Child- Turcotte-Pugh (CTP), berdasarkan pemeriksaan klinis adanya ensefalopati hepatikum, asites serta pemeriksaan kadar albumin, bilirubin serum, dan waktu protrombin atau International Normalized Ratio (INR). Sesuai kriteria tersebut pasien SH diklasifikasikan menjadi CTP A, B dan C (Sorensen dkk., 2007, Wolf., 2004).

4 Tabel 2.1. Klasifikasi Sirosis Modifikasi Kriteria Child-Turcotte-Pugh Variabel Nilai 1 Nilai 2 Nilai 3 Ensefalopati - Stadium 1-2 Stadium 3-4 Asites - Ringan Sedang-berat Albumin (g%) >3,5 2,8 3,5 < 2,8 Bilirubin (mg%) <2,0 2,0 3,0 > 3,0 Protrombin Time (detik) <4 4 6 > 6 INR INR <1,7 INR 1,7-2,3 INR > 2,3 Keterangan : Jumlah nilai 5 6 : CTP A ( gangguan fungsi hati ringan ) Jumlah nilai 7 9 : CTP B ( gangguan fungsi hati sedang ) Jumlah nilai : CTP C ( gangguan fungsi hati berat ) 2.2. Kardiomiopati Sirosis Definisi KS merupakan gangguan jantung yang merupakan komplikasi dari SH (Moler dan Henriksen,2008) Kriteria Diagnosis KS Kriteria diagnosis KS berdasarkan kongres gastroenterologi dunia di Montreal tahun 2005 adalah ditemukan lebih dari satu kelainan berupa gangguan diastolik atau sistolik pada SH, perubahan struktur ruang jantung (pembesaran atrium kiri),

5 gangguan elektrofisiologi (pemanjangan interval QT), dan peningkatan peptida natriuretik seperti NT-proBNP (Waleed dan Lee,2006) Epidemiologi KS merupakan salah satu komplikasi dari SH. Angka kejadian KS sangat bervariasi. Menurut studi Raedle dkk. (2008) terdapat 80,6% DD pada SH, sedangkan menurut studi Adigun dkk. (2005) terdapat lebih dari 50% gangguan repolarisasi jantung pada SH yang ditandai oleh interval QTc 440 mdetik. Penelitian yang dilakukan Snowden dkk. (2003), didapatkan 56% pasien SH yang akan dilakukan transplantasi hati menderita KS. Studi serupa juga ditemukan oleh Della dkk. (2008), terdapat 70% pasien kandidat transplantasi hati menderita KS. Di Indonesia belum terdapat data tentang prevalensi kardiomiopati pada SH Patogenesis Kerusakan parenkim hati menyebabkan terjadinya penumpulan respons reseptor beta di otot jantung, peningkatan endokanabioid, Nitric Oxide (NO), karbon monoksida (CO), dan kekakuan dinding miokardium yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistolik, diastolik, dan gangguan elektrofisiologi (Moller dan Henriksen, 2010). Kriteria CTP menggambarkan beratnya kerusakan parenkim hati sehingga semakin berat derajat penyakit SH berhubungan dengan semakin beratnya gangguan jantung pada SH

6 DS merupakan gangguan kontraksi ventrikel kiri dalam memompakan darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi perfusi jaringan. Kontraksi jantung terjadi oleh karena beberapa jalur seperti jalur adrenergik, endokanabioid, dan jalur lainnya berupa Nitric Oxide (NO) dan karbon monoksida (CO). Kontraksi jantung terutama diregulasi oleh sistem saraf simpatis melalui reseptor beta adrenergik. Pada waktu agonis beta mengikat subunit beta 1 dan beta 2 reseptor beta adrenergik, terjadi aktivasi adenyl cyclase melalui stimulasi protein G sehingga terjadi pembentukan cyclic adenosine monophosphate (camp) dari adenosine triphosphate (ATP). Selain itu, protein G juga menyebabkan terjadinya aktivasi langsung dari L-type Calcium channel pada sarkolema. Terbentuknya camp ditambah Protein Kinase A (PKA) menyebabkan terjadinya fosforilasi dari berbagai macam substrat dan terjadi influks ion kalsium ke dalam sitosol sehingga terjadi ikatan silang aktin dan miosin yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot jantung. Gangguan kontraksi ventrikel jantung pada SH oleh karena terjadi respons yang abnormal dari stimulasi simpatis, penurunan densitas reseptor beta adrenergik, penurunan protein G, gangguan aktivitas adenyl cyclase yang menyebabkan terjadi penurunan camp (Alqahtani, 2008; Moller, 2001). Namun menurut Ceolotto dkk.(2008), pada KS terjadi ekspresi berlebihan pada gen dari beberapa protein inhibisi dan terjadi down expression dari gen yang mengatur adenyl cyclase sehingga terjadi gangguan kontraksi otot jantung pada KS. Gangguan kontraksi ventrikel kiri pada DS menyebabkan terjadinya Volume Overload sehingga terjadi peregangan ventrikel kiri yang akan mengeluarkan peptida natriuretik.

7 Gambar 2.1 Patogenesis Kardiomiopati Sirosis (Moller dan Henriksen, 2001) Endokanabioid merupakan suatu kanabioid endogen dimana bekerja menghambat protein G di dua buah reseptor canabinoid (CB), CB 1 dan CB2. Endokanabinoid dikenal mempunyai efek vasodilator pertama kali dilaporkan pada tahun 2001 (Batkai dkk.,2001). Berdasarkan studi Varga dkk.(1998), pada SH terdapat bakteri endotoksin yang menstimulasi produksi endokanabinoid. Endokanabinoid mempunyai efek inotropik negatif pada manusia dan binatang, dimana pada otot jantung, endokanabinoid akan mengaktifkan protein G inhibitor (Gi) yang akan menghambat pembentukan camp dari ATP sehingga terjadi penurunan influks ion kalsium ke sitosol otot jantung. Jalur lainnya seperti Nitric Oxide (NO) dan karbon dioksida (CO) mempunyai efek negatif terhadap kontraksi jantung. Pada SH, terdapat sitokin sitokin yang

8 dapat mengaktifkan enzim NO synthase dan heme oxygenase sehingga terjadi peningkatan NO dan CO. NO dan CO akan menstimulasi guanylate cyclase untuk membentuk cyclic Guanosine Monophosphate (cgmp) dan terjadi fosforilasi protein G yang akan menghambat influks ion kalsium ke sitosol otot jantung. Ketiga jalur inilah yang dapat menyebabkan gangguan kontraksi otot jantung pada disfungsi sistolik KS. Gambar 2.2 Gangguan Kontraksi Jantung pada Kardiomiopati Sirosis (Moller dan Henriksen, 2010) DD merupakan gangguan elastisitas ventrikel kiri pada fase diastolik yang menyebabkan penurunan volume darah masuk ke ventrikel kiri. Hipertrofi sel otot jantung dan peningkatan kolagen intertisial terjadi pada DD. Otopsi jantung pasien dengan SH didapatkan penebalan otot jantung yang pada gambaran histologi didapatkan hipertrofi sel otot jantung, pigmentasi, vakuolisasi inti, edema, dan fibrosis. Patogenesis DD pada KS adalah terjadinya kekakuan pada dinding

9 miokardium yang disebabkan hipertrofi miokardium, fibrosis, dan edema subendotelial (Ma dan Lee, 1996). Gangguan elastisitas ventrikel kiri pada DD menyebabkan pressure overload yang dapat menyebabkan peregangan ventrikel kiri dan menghasilkan natriuretik peptida. Derajat DD berhubungan dengan beratnya penyakit SH (CTP) sesuai dengan studi oleh Papasterigiou, dkk.(2011), prevalensi DD pada SH sebanyak 60% dan dikatakan prevalensi DD derajat sedang lebih meningkat pada CTP C bila dibandingkan CTP A dan B (p= ) dan rerata skor CTP pada DD derajat sedang adalah 10.2 ± 2.1, lebih tinggi daripada DD derajat ringan (7.8 ±1.8; p<0.0001) dan pada pasien tanpa DD (7.1 ±5.4; p= 0.02). Studi Salari, dkk. (2013), terdapat hubungan bermakna antara beratnya penyakit SH dengan derajat DD (p = 0.048) dan rasio E/A berhubungan dengan beratnya penyakit SH (p=0.001) Gangguan elektrofisiologi pada KS terjadi karena adanya gangguan respons terhadap stimulasi saraf simpatis dan berhubungan dengan gangguan jalur beta adrenergik. Pada KS terjadi gangguan kronotropik dimana terjadi ketidakmampuan denyut jantung dalam memberikan respons terhadap rangsangan fisiologis dan farmakologis. Gangguan elektrofisiologi pada KS ditandai dengan pemanjangan interval QTc 440 mdetik pada pemeriksaan elektrokardiografi. Interval QT merupakan waktu yang dibutuhkan bagi kedua buah ventrikel jantung untuk repolarisasi (Kautzener, 2002). Pada penelitian yang dilakukan Mozos dkk.(2010) terhadap 38 pasien SH, terdapat 71% pasien dengan interval QTc > 440 mdetik

10 dengan nilai rerata QTc 493 ± 46 mdetik dan berhubungan dengan beratnya derajat SH. Studi serupa disampaikan Genovesi dkk.(2009) Gambaran klinis KS sering tidak memberikan gejala pada tahap awal sehingga diagnosis KS seringkali terabaikan. Pada tahap awal, terjadi kondisi hiperdinamik dimana pada tahap ini sering tidak memberikan gejala namun sudah terjadi gangguan elektrokardiografi (EKG) berupa pemanjangan dari interval QTc. Perjalanan penyakit KS berjalan terus sehingga selanjutnya mulai memberikan gejala berupa palpitasi dan pada pemeriksaan EKG didapatkan interval QTc yang semakin memanjang dan adanya ventrikel ekstrasistol. Pada tahap ini sudah terjadi DD. Pada tahap lanjut, KS sudah memberikan gejala dan tanda gagal jantung dan pada tahap ini sudah terjadi DS. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan baku emas dalam mendiagnosis kardiomiopati pada sirosis. KS pada ekokardiografi terdapat gangguan pada fase diastolik dan / atau sistolik.

11 Gambar 2.3 Hubungan Gejala Kardiomiopati Sirosis dengan Gambaran Elektrokardiografi dan Ekokardiografi (Zardi dkk.,2010) 2.3 N Terminal probrain Natriuretic Peptide (NT-proBNP) NT-proBNP adalah suatu hormon yang merupakan bagian dari suatu peptida natriuretik. Secara umum, peptida natriuretik terdiri dari Atrial Natriuretic Peptide (ANP), Brain Natriuretic Peptide (BNP), C-type Natriuretic Peptide (CNP), Dendroapsis Natriuretic Peptide (DNP), V-type Natriuretic Peptide (VNP), guanylin, uroguanylin, adrenomedullin, urodilantin. ANP disintesis oleh sel otot atrium sebagai preproanp dalam bentuk 151 asam amino kemudian mengalami pemotongan menjadi proanp dengan panjang 126 asam amino. ProANP ini disimpan di dalam granula padat sel otot jantung. Ketika terdapat rangsangan berupa peningkatan volume yang ditandai dengan meningkatnya regangan dan tekanan di daerah atrium, maka proanp akan diubah oleh suatu enzim protease yang disebut corin dan dilepas sebagai ANP dengan panjang 28 asam amino.

12 Sedangkan di ginjal, proanp dilisis oleh enzim protease lain menjadi urodilatin dengan panjang 32 asam amino (Yan dkk., 2000). ANP terutama disintesis dan disimpan di dalam granula atrium meskipun juga bisa dijumpai pada beberapa jaringan, misalnya di ventrikel dan ginjal. Konsentrasi ANP dalam plasma adalah sekitar 5-10 fmol/liter pada orang normal yang makan natrium dalam jumlah sedang. Sekresi ANP meningkat apabila volume cairan ekstraseluler meningkat oleh pemberian infus salin isotonik ataupun asupan diet tinggi natrium. Kadar ANP akan meningkat mencapai fmol/ml pada pasien dengan jantung kongestif (Potter dkk., 2006). ANP berfungsi meregulasi tekanan darah basal, menjaga keseimbangan cairan dan garam, dan bersama dengan CNP berfungsi sebagai vasodilator dan menghambat remodeling jantung dengan mengurangi produksi aldosteron yang ANP-dependent. CNP terdiri dari 22 asam amino yang terdapat pada jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah. Fungsi CNP sebagai diuretik dan natriuretik tidak sekuat ANP dan BNP, namun bila dibandingkan dengan ANP dan BNP, CNP berfungsi lebih kuat sebagai venodilator, antiproliferatif dan mensupresi kolagen pada sel fibroblas jantung. DNP pertama kali ditemukan pada tahun 1992 sebagai diuretik dan natriuretik yang kuat.

13 Tabel 2.2 Perbedaan Peptida Natriuretik ANP, BNP, CNP, DNP, Guanylin, Uroguanylin dan Adrenomedullin (Joffry dan Rossner,2005) PEPTIDA LOKASI STIMULUS EFEK NATRIURETIK ANP Atrium Jantung Regangan & tekanan atrium Penurunan volume plasma dan tekanan darah BNP Ventrikel Jantung Tekanan dinding ventrikel Penurunan volume plasma dan tekanan darah CNP Jantung,otak, Shear stress Venodilatasi ginjal, pembuluh darah DNP Tidak diketahui Tidak diketahui Vasodilatasi Guanylin Uroguanylin Mukosa gastrointestinal Tidak diketahui Regulasi perpindahan air dan garam Adrenomedullin Medula adrenal, ventrikel jantung, paru, ginjal Tidak diketahui Penurunan volume plasma, tekanan darah, vasodilatasi BNP pertama kali diidentifikasi oleh Bold pada tahun 1981 dari otak babi yang kemudian diisolasi dari jantung babi. BNP secara predominan disekresi di ventrikel jantung sebagai akibat dari peregangan otot jantung dan BNP mempunyai efek diuresis, natriuresis, dan efek hipotensi sebagai proteksi terhadap kelebihan cairan dan hipertensi sehingga BNP bekerja dalam menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh kita selain dipengaruhi oleh peptida natriuretik juga dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin, vasopresin, dan sistem saraf simpatis. BNP disekresi dalam bentuk preprobnp yang mempunyai 134 asam amino dan selanjutnya secara enzimatik dalam darah akan membelah

14 menjadi NT-proBNP (76 asam amino), BNP (32 asam amino), dan probnp (108 asam amino) (Wong dkk.,2001). BNP dapat disekresi secara terus menerus dan pulsatil. Rangsangan terus menerus dihasilkan oleh karena adanya peningkatan volume dan tekanan ventrikel kiri yang merangsang ekspresi gen yang menyebabkan transkripsi dan translasi gen sehingga menghasilkan asam amino yang menyusun BNP. Sedangkan rangsangan pulsatil dihasilkan oleh sinus koronarius sebagai akibat peregangan dinding ventrikel kiri, kelebihan cairan, dan hipoksia jaringan melalui berbagai faktor neurohormonal. Gambar 2.4 Regulasi Pembentukan BNP (Martinez dkk., 2008) Terdapat tiga macam reseptor natriuretik yaitu: Natriuretic peptide receptor A (NPR-A), Natriuretic peptide receptor B (NPR-B), dan Natriuretic peptide receptor C (NPR-C). 1. NPR-A banyak sekali terekspresi pada ginjal, adrenal, ileum terminal, adiposa, aorta dan jaringan paru. NPR-A melintasi membran sel dan

15 memiliki asal sitoplasma berupa guanyl cyclase. Sensitivitas aktivasi reseptor tipe ini oleh natriuretik adalah ANP > BNP >> CNP (Joffry dan Rossner, 2005). 2. NPR-B ditemukan di paru, otak, ginjal, uterus dan jaringan ovarium. Sama dengan NPR-A, NPR-B melintasi membran sel dan memiliki asal sitoplasma berupa guanyl cyclase. NPR-B merupakan reseptor natriuretik predominan di otak. Sensitivitas aktivasi reseptor tipe ini oleh natriuretik adalah CNP >> ANP > BNP (Joffry dan Rossner,2005). 3. NPR-C ditemukan di atrial, mesenterium, plasenta, ginjal, vena, otot polos aorta dan sel endotel aorta. Asal ekstraselulernya, 30% menyerupai NPR-A dan B. Tetapi intraselulernya mempunyai asam amino lebih pendek dan tidak mempunyai aktivitas guanilil siklase. Afinitas aktivasinya oleh CNP > ANP dan BNP (Joffry dan Rossner, 2005). Peptida natriuretik akan berikatan dengan reseptor sehingga dengan bantuan ATP akan menstimulasi guanylyl cyclase intrinsik yang akan memecah GTP menjadi cgmp dan akan membentuk protein kinase G yang selanjutnya dengan bantuan phosphodiesterase (PDE) akan memberikan efek biologis seperti vasodilatasi, diuresis, dan natriuresis (Levin dkk., 1998)

16 Gambar 2.5 Patogenesis Peptida Natriuretik pada Sel Target (Levin dkk.,1998) NT-proBNP lebih direkomendasikan menjadi penanda awal disfungsi jantung dan gagal jantung dibandingkan BNP karena NT-proBNP bersifat lebih stabil dan kurang sensitif terhadap perubahan hemodinamik yang cepat bila dibandingkan dengan BNP. BNP mempunyai waktu paruh 22 menit, sedangkan NT-proBNP mempunyai waktu paruh menit. Berdasarkan studi Cowie dkk. (2003), nilai normal dari NT-proBNP adalah 68 pg/ml 112 pg/ml. NT-proBNP secara fisiologis meningkat sesuai dengan usia dan jenis kelamin, dimana NT-proBNP meningkat dengan pertambahan usia dan meningkat bermakna pada usia > 75 tahun dan lebih meningkat pada wanita (Bernstein dkk., 2011; Redfield dkk., 2002; clerico dkk., 2002). NT-proBNP meningkat pada beberapa penyakit jantung seperti gagal jantung kongestif, Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan hipertensi, Atrial Fibrilasi (AF), penyakit jantung katup. Pada gagal jatung kongestif terjadi peregangan dari ventrikel

17 kiri akibat peningkatan tekanan dan kelebihan cairan sehingga dapat merangsang diekskresinya NT-proBNP oleh sel otot jantung ventrikel. NT-pro BNP pada gagal jantung dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan prognosis. Penelitian yang dilakukan Maisel dkk.(2002) menyebutkan bahwa peningkatan NT-proBNP lebih dari 100 pg/ml, bermakna membedakan sesak napas yang disebabkan oleh gagal jantung dari penyakit paru sedangkan berdasarkan penelitian N Terminal probnp Investigation of Dyspnea in the Emergency departement (PRIDE) dan the International Collaboration of NT-proBNP (ICON) pada pasien dengan sesak napas, nilai cut-off NT-proBNP 300 mendukung diagnosis gagal jantung (Januzzi dkk., 2005 dan Wieczorek dkk., 2002). Peningkatan NT-proBNP berbanding lurus dengan berat kelas fungsional gagal jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA). Sebagai penanda prognosis, NT-proBNP dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas dan morbiditas pasien gagal jantung. Penelitian yang dilakukan Berger dkk.(2002) menyebutkan bahwa NT-proBNP merupakan prediktor independen mortalitas pada gagal jantung sistolik. Sedangkan pada penelitian COPERNICUS didapatkan bahwa NT-proBNP berhubungan dengan peningkatan resiko angka kematian karena sebab apapun dan perawatan pada gagal jantung sistolik berat (Hartmann dkk., 2004). Peningkatan NT-proBNP terjadi pada gagal jantung sistolik maupun diastolik (Januzzi dkk.,2005). Peningkatan NT-proBNP pada PJK terjadi pada 24 jam pertama dan akan mencapai puncak pada jam (Talwar dkk., 2000). Angina pektoris tidak stabil terjadi peningkatan NT-proBNP 4 kali lebih tinggi daripada angina pektoris stabil

18 (Kikuta dkk., 1996). Peningkatan NT-proBNP digunakan sebagai prediktor mortalitas pada pasien dengan PJK (Talwar dkk., 2000). Pada pasien dengan hipertensi, sesuai studi yang dilakukan Boomsma dan Meiracker (2001), terjadi peningkatan NTproBNP secara bermakna pada pasien dengan hipertensi. Berdasarkan Studi Abdulle dkk. (2007), pada pasien hipertensi terdapat peningkatan nilai rerata NT-proBNP 3,4 kali lebih tinggi daripada pasien dengan normotensi (p<0.001). Studi oleh shin dkk.(2005) terjadi peningkatan NT-proBNP pada pasien dengan Atrial Fibrilasi (AF) dengan fraksi ejeksi normal dibandingkan kontrol sehat (1086 pg/ml VS 66,9 pg/ml; p<0.001). Pada penyakit jantung katup atau Valvular Heart Disease (VHD) terjadi peningkatan NT-proBNP yang disebabkan oleh regangan ventrikel kiri akibat volume atau pressure overload oleh karena gangguan katup jantung. Gangguan katup jantung disebabkan oleh karena stenosis atau regurgitasi katup mitral, trikuspidalis, aorta, dan pulmonal. Studi oleh Behnes dkk.(2008), terjadi peningkatan NT-proBNP pada regurgitasi aorta (r = 0.29, p < 0.001), stenosis aorta (r = 0.3, p < 0.001), regurgitasi mitral (r = 0.47, p < 0.001), dan regurgitasi trikuspidalis (r = 0.35, p < 0.001),peningkatan NT-proBNP terjadi pada gangguan katup jantung sedang dan berat. Peningkatan NT-proBNP juga dapat terjadi pada kelainan lain seperti SH sebagai penanda KS, DM, hipertiroid, PPOK, PGK, anemia, sepsis, dan syok sepsis (Clerico dan Emdin, 2006; Mcgrath dan Bold, 2005). NT-proBNP berpengaruh terhadap beberapa obat seperti penyekat beta (p<0.0001), penghambat ACE (p<0.0001), Angiotensin Receptor Blocker (ARB) (p<0.001), antagonis kalsium

19 (p<0.0002), anti agregasi trombosit seperti Asetyl Salisilat Acid (ASA) dan clopidogrel (p<0.0002), digitalis (p<0.0005), statin (p<0.0002), nitrat (p<0.001), dan diuretika (p=0.0494) dimana pada pemberian obat obat tersebut terjadi perbaikan dari fungsi jantung sehingga NT-proBNP akan menurun (Toma dkk., 2007). Studi yang dilakukan Braticevici dkk.(2006) melaporkan konsentrasi obat penghambat ACE, ARB, dan antagonis kalsium dalam plasma akan mencapai puncak pada hari ketiga pemberian obat pada pasien dengan SH. Studi Arthur dkk.(1985) terhadap penggunaan propanolol sebagai penyekat beta pada SH, konsentrasi propanolol akan mencapai puncak dalam plasma pada hari ketiga sampai kelima pemberian obat. Penelitian Schleinitz dan Heidenreich (2005) melaporkan, konsentrasi clopidogrel akan mencapai konsentrasi puncak dalam plasma pada hari ketiga dengan pemberian 75 miligram clopidogrel, sedangkan pada pemberian ASA akan menghambat tromboxane A2 secara ireversibel. Peningkatan NT-proBNP pada SH berkorelasi dengan derajat SH, dan secara kuat menjadi prediktor terjadinya KS, angka mortalitas dan morbiditas SH (Yildiz dkk., 2005; Henriksen dkk., 2003). Berdasarkan studi Eldeeb dkk. (2012), peningkatan NT-proBNP berkorelasi dengan peningkatan derajat SH (r = 0.4, p = ), peningkatan bilirubin serum (r = 0.5, p = 0.002), dan INR (r = 0.5, p = ) namun tidak berkorelasi dengan hipoalbuminemia (r = 0.01, p = 0.8). Berdasarkan studi Licata dkk. (2013), peningkatan NT-proBNP berkorelasi dengan asites dan INR serta berkorelasi negatif dengan kadar albumin serum.nt-probnp dipakai sebagai penanda disfungsi ventrikel kiri pada penyakit hati menahun dan

20 penapisan adanya KS. Nilai NT-proBNP lebih dari 265 pg/ml pada SH disarankan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap KS (Ziada dkk., 2011). Berdasarkan studi Woo dkk. (2008) peningkatan NT-proBNP tidak berbeda secara bermakna antara CTP B dibandingkan dengan CTP A. Hal ini disebabkan oleh karena pada kelompok CTP B lebih banyak menggunakan terapi propanolol dan diuretik yang dapat menurunkan NT-proBNP. Studi serupa didapatkan Merli dkk.(2012), peningkatan NT-proBNP tidak berbeda secara bermakna antara CTP B dan C dengan CTP A (p=0.05) serta persentase fraksi ejeksi dan diameter atrium kiri (disfungsi sistolik) tidak berbeda bermakna antara CTP B dan C dengan CTP A (p = 0.05) yang disebabkan oleh karena tidak dilakukan stress test untuk menilai disfungsi sistolik. Berdasarkan studi Ljubicic dkk.(2012) peningkatan NT-proBNP tidak berbeda bermakna antara kelompok dengan asites dan tanpa asites (p = 0.127). Peningkatan NT-proBNP berhubungan dengan KS seperti studi oleh Suwanugsorn dkk. (2009) di Thailand, terdapat hubungan antara NT-proBNP dengan DD pada KS berupa fraksi ejeksi > 50 % (r = 0.574, p<0.001), pemanjangan interval QTc (r = 0.478, p<0.001), rasio E/A (r = 0.421, p < 0.001). Studi lain dilaporkan oleh Zacharopoulou dkk. (2010) dengan r = -0.72, p < 0.001). Gangguan sistolik pada KS meningkatkan NT-proBNP. Sukhanvar dkk.(2011) melaporkan peningkatan NTproBNP pada gangguan sistolik (EF< 55%). Berdasarkan studi Lercher dkk.(2004) terjadi korelasi negatif antara NT-proBNP dengan EF ventrikel kiri ( r = , p<0.001) dimana peningkatan NT-proBNP berhubungan dengan penurunan EF ventrikel kiri pada KS.

21 DM dapat meningkatan NT-proBNP terutama pada pasien dengan mikroalbuminuria dan komplikasi kardiovaskuler. Igarashi dkk.(2005) melaporkan peningkatan NT-proBNP pada DM tanpa disertai adanya komplikasi kardiovaskular dan makroalbuminuria, hal ini disebabkan karena pada DM dapat mempengaruhi pembentukan peptida natriuretik. Insulin mempunyai efek mitogenik dan metabolik pada hampir seluruh jenis sel termasuk sel otot jantung, sehingga hiperinsulinemia dapat meningkatkan pembentukan peptida natriuretik. Terjadi peningkatan NTproBNP diatas nilai normal pada DM tanpa adanya gejala kardiovaskular dan NTproBNP akan semakin meningkat bila terjadi komplikasi kardiovaskular sehingga NT-proBNP dapat digunakan dalam stratifikasi risiko kardiovaskular pada DM (Bhalla dkk., 2004; Dawson dkk., 2005; Hildebrant dan Richards, 2008). Berdasarkan studi Magnusson dkk.(2004) terjadi peningkatan NT-proBNP pada DM tipe 2 tanpa kelainan jantung dibandingkan dengan kontrol (p<0.001). Peningkatan BNP dan ANP pada pasien PPOK, pertama kali dilaporkan oleh Lang dkk. (1992) dimana terjadi peningkatan 18,5 kali pada pasien PPOK. Peningkatan NT-proBNP pada PPOK disebabkan bila terjadi peningkatan tekanan arteri pulmonalis, tahanan total paru, dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kanan (Nagaya dkk., 1998). Pasien hipertensi pulmonal yang sudah mendapatkan terapi dengan vasodilator (prostacyclin atau prostaglandin E) terjadi penurunan tahanan total paru yang sebanding dengan penurunan BNP (Nagaya dkk., 1998) Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dapat meningkatkan peptida natriuretik melalui dua mekanisme, yaitu: retensi air dan kelebihan volume yang dapat menyebabkan

22 regangan pada ventrikel kiri dan berkurangnya eksresi peptida natriuretik dari ginjal (Austin dkk., 2006). NT-proBNP dan BNP berhubungan dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). NT-proBNP meningkat pada PGK dengan LFG < 60 ml/min (DeFilippi dkk., 2007; Kimmenade dkk., 2006). Pada pasien PGK yang sudah hemodialisis, rasio NT-proBNP sebelum dan sesudah hemodialisis berbeda sesuai tipe jenis membran dialiser. Laju ekskresi NT-proBNP berkurang pada low-flux membrane sehingga menyebabkan konsentrasi NT-proBNP plasma meningkat setelah dialisis (Madsen dkk., 2007; Lamb dkk., 2006). Kombinasi NT-proBNP dengan derajat gangguan ginjal dapat mengidentifikasi prognosis dari harapan hidup pasien dengan PGK (Khan dkk., 2006). Sehingga NT-proBNP dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan prognosis gagal jantung pada PGK, hal serupa tidak didapatkan pada Penyakit Ginjal Akut (PGA). Terjadi peningkatan NT-proBNP pada anemia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Goei dkk. (2009) terjadi peningkatan NT-proBNP secara bermakna pada pasien dengan anemia (Hemoglobin (Hb) < 13 mg/dl pada pria dan Hb < 12 mg/dl pada wanita). Berdasarkan studi Toblli dkk. (2007) terdapat korelasi negatif antara Hb dan NT-proBNP (r = , p <0.01). Peningkatan NT-proBNP pada anemia berhungan dengan hipoksia jaringan yang merangsang mekanisme kompensasi berupa vasodilatasi arteriol perifer, stimulasi aktivitas saraf simpatis, dan penurunan perfusi ginjal. Hal ini menyebabkan terkativasinya sistem reninangiotensin-aldosteron dan hormon antidiuretik sehingga terjadi retensi air dan garam yang dapat meningkatkan NT-proBNP (Toblli dkk.,2007)

23 Peningkatan ANP, BNP, dan NT-proBNP sering dilaporkan pada sepsis dan syok sepsis (Brueckmann dkk., 2005; Castillo dkk., 2004). Pada gambaran awal pasien syok sepsis terjadi gangguan hemodinamik yang menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan termasuk sel otot jantung sehingga dapat terjadi gangguan kontraksi ventrikel yang menyebabkan disfungsi sistolik dan merangsang diekskresikan peptida natriuretik seperti BNP atau NT-proBNP (Castillo dkk., 2004). Berbeda dengan BNP/NT-proBNP, peningkatan ANP pada sepsis dan syok sepsis disebabkan oleh karena adanya mediator pro inflamasi seperti Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6), dan Tumor Necrosis Factor alfa (TNF alfa) (Castillo dkk., 2004). Hipertiroid dapat meningkatkan NT-proBNP. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi hipertiroid sangat berkaitan dengan gangguan kardiovaskuler sehingga dapat meningkatkan NT-proBNP. Schultz dkk.(2004) menyatakan peningkatan fungsi tiroid berbanding lurus dengan peningkatan NT-proBNP dan berhubungan dengan perubahan fungsi dan struktur jantung. Penelitian yang dilakukan Etugrul dkk. (2008) menyatakan bahwa terjadi peningkatan NT-proBNP 5 kali pada pasien dengan hipertiroid dibandingkan dengan eutiroid dan NT-proBNP juga terjadi peningkatan pada hipertiroid subklinis sedangkan tidak terjadi peningkatan pada pasien dengan hipotiroid. 2.4 Hubungan derajat SH dengan NT-proBNP Derajat penyakit SH berhubungan dengan beratnya derajat KS dan beratnya KS berhubungan dengan peningkatan NT-proBNP sehingga derajat penyakit SH

24 dapat meningkatkan NT-proBNP. Hubungan derajat penyakit SH dengan derajat DD seperti penelitian yang dilakukan Papasterigiou dkk.(2011), prevalensi DD derajat sedang lebih meningkat pada CTP C bila dibandingkan CTP A dan B (p = ) dan rerata skor CTP pada DD derajat sedang adalah 10.2 ± 2.1, lebih tinggi daripada DD derajat ringan (7.8 ±1.8; p<0.0001) dan pada pasien tanpa DD (7.1 ±5.4; p= 0.02). Studi Salari, dkk. (2013), menyatakan terdapat hubungan bermakna antara beratnya penyakit SH dengan derajat DD ( p = 0.048) dan rasio E/A (p=0.001). Derajat SH berhubungan dengan besar atrium kiri seperti penelitian Eldeeb dkk.(2012), terdapat perbedaan bermakna rerata diameter atrium kiri pada CTP C bila dibandingkan dengan CTP B (3.8 ±0.62 cm VS 3.18 ± 0.54 cm ; p=0.03). Derajat SH berbanding lurus dengan pemanjangan interval QTc berdasarkan studi Mozos dkk.(2010), rerata interval QTc pada CTP C dibandingkan dengan CTP B (520 ± 45 mdetik VS 493 ±62; p=0.01). Peningkatan NT-proBNP berhubungan dengan DD pada KS berupa fraksi ejeksi > 50% (r=0.0574, p<0.001), rasio E/A (r=0.421, p<0.001), dan pemanjangan interval QTc (r=0.478, p<0.001) (Suwanugsorn dkk., 2009). Peningkatan NT-proBNP berhubungan dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada DS (r = , p<0.001) (Lercher dkk.,2004). Hubungan derajat SH dengan peningkatan NT-proBNP disebabkan oleh pada SH dapat terjadi disfungsi sistolik dan diastolik yang merupakan bagian dari KS. Gangguan kontraksi ventrikel kiri pada DS menyebabkan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang dapat menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel kiri

25 (volume overload) sehingga dapat menyebabkan peregangan dinding ventrikel kiri dan meningkatkan sekresi NT-proBNP sedangkan gangguan diastolik disebabkan adanya hipertrofi dan penumpukan kolagen intertisial sel otot jantung sehingga terjadi gangguan elastisitas dan gangguan pengisian ventrikel kiri (Bau dkk., 2007). Pada DD terjadi pressure overload yang menyebabkan peregangan dinding ventrikel kiri sehingga meningkatkan sekresi NT-proBNP. Gangguan diastolik terjadi pada tahap awal KS lalu diikuti gangguan sistolik pada tahap lanjut yang memberikan gejala gagal jantung. Peningkatan NT-proBNP berbanding lurus dengan beratnya penyakit SH dan merupakan penanda KS. Berdasarkan studi Ziada dkk.(2011) NT-proBNP berkorelasi positif terhadap derajat penyakit SH (kriteria CTP) (r = 0.485, p = 0.019). Studi serupa juga dilaporkan oleh Henriksen dkk.(2003) dengan r = 0.89, p<0.001, Kim dkk.(2011) (r = 0.36, p<0.001), dan Eldeeb dkk.(2012) (r = 0.4,p = ). Peningkatan NT-proBNP juga berkorelasi dengan peningkatan bilirubin serum (r = 0.5, p = 0.002), dan INR (r = 0.5, p = ) namun tidak berkorelasi dengan hipoalbuminemia (r = 0.01, p = 0.4) (Eldeeb dkk.,2012). Berdasarkan studi Licata dkk. (2013), peningkatan NT-proBNP berkorelasi dengan asites dan INR serta berkorelasi negatif dengan kadar albumin serum. Studi oleh Woo dkk. (2008) tidak menunjukkan perbedaan bermakna peningkatan NT-proBNP antara CTP A dan B (p>0.05) sedangkan berdasarkan studi Merli dkk.(2012), peningkatan NT-proBNP tidak berhubungan dengan derajat SH (p>0.05). Berdasarkan studi Ljubicic

26 dkk.(2012) peningkatan NT-proBNP tidak berbeda bermakna antara kelompok dengan asites dan tanpa asites (p = 0.127). 2.5 Kerangka Teori SH merupakan penyakit menahun yang memberikan banyak komplikasi seperti KS. Berdasarkan studi Della dkk. (2008) dan Therapondos dkk. (2004), angka kejadian KS 70%. Pada KS terjadi gangguan diastolik dan / atau sistolik dimana DD terjadi pada tahap awal lalu diikuti oleh DS. DD pada KS dapat berdiri sendiri namun dapat juga disertai oleh DS. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis dan menentukan derajat DD dan DS pada KS. NT-proBNP merupakan NT-proBNP peptida natriuretik yang dihasilkan akibat peregangan otot jantung ventrikel kiri. NT-proBNP lebih digunakan sebagai penanda gangguan jantung dibandingkan dengan BNP karena strukturnya yang leberdasarbih stabil dan waktu paruh yang lebih panjang. NT-proBNP meningkat pada keadaan seperti gangguan jantung (gagal jantung kongestif, IMA, hipertensi) dan gangguan lain seperti DM, hipertiroid, PGK stadium III-V, PPOK, sepsis, dan syok sepsis (Clerico dan Emdin, 2006; Mcgrath dan Bold, 2005). Selain itu, NT-proBNP juga dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin dan obat-obatan seperti penyekat beta (p<0.0001), penghambat ACE (p<0.0001), Angiotensin Receptor Blocker (ARB) (p<0.001), antagonis kalsium (p<0.0002), anti agregasi trombosit seperti Asetyl Salisilat Acid (ASA) dan clopidogrel (p<0.0002), digitalis (p<0.0005), statin (p<0.0002), nitrat (p<0.001), dan diuretika (p=0.0494) dimana obat-obatan tersebut memperbaiki fungsi jantung sehingga terjadi penurunan dari NT-proBNP (Toma

27 dkk., 2007). NT-proBNP meningkat sejalan dengan pertambahan usia dan pada usia > 75 tahun terjadi peningkatan NT-proBNP yang bermakna. NT-proBNP pada beberapa penelitian lebih meningkat pada wanita dibandingkan pada pria namun hal ini belum dapat dijelaskan penyebabnya. Peningkatan derajat penyakit SH berhubungan dengan beratnya KS dan KS berhubungan dengan peningkatan NT-proBNP sehingga peningkatan derajat penyakit SH berhubungan dengan peningkatan NT-proBNP. Hal ini terbukti dengan penelitian yang dilakukan Henriksen dkk., Kim dkk., Eldeeb dkk., Licata dkk., dan Suwanusorn dkk. Peningkatan NT-proBNP pada SH disebabkan adanya volume dan pressure overload. Volume overload disebabkan oleh karena gangguan fungsi sistolik sedangkan pressure overload disebabkan oleh gangguan fungsi diastolik yang terjadi karena kekakuan pada dinding miokardium yang disebabkan hipertrofi miokardium, fibrosis, dan edema subendotelial (Ma dan Lee, 1996). Volume dan pressure overload menyebabkan peregangan dinding ventrikel kiri yang akan merangsang dihasilkan NT-proBNP sehingga akan terjadi peningkatan NT-proBNP.

28 Usia Jenis Kelamin PPOK Derajat Penyakit Sirosis Hati KS NT-proBNP VHD Gagal Jantung kongestif PJK Hipertensi AF Hipertiroid Sepsis dan Syok sepsis Anemia PGK DM Obat - Penyekat beta - Penghambat ACE / ARB - Antagonis kalsium - Anti agregasi trombosit - Digitalis - Diuretika - Statin - Nitrat Gambar 2.5 Kerangka Teori Hubungan KS dan NT-proBNP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi ini terjadi perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan gangguan pembukaan, sehingga aliran

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan kegawatdarutan pediatrik dimana jantung tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan kegawatdarutan pediatrik dimana jantung tidak mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gagal jantung merupakan kegawatdarutan pediatrik dimana jantung tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, yang ditandai dengan disfungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut data statistik WHO (World Health Organization) penyakit kardiovaskular mengalami pertumbuhan, diprediksi pada tahun 2020 penyakit kronis akan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk, dan memerlukan biaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

Pasien DM dengan penyakit arteri koroner dan > 40% LVEF. 22 orang. Cek darah. 15 mg pioglitazone slm 12 mgg. Cek darah

Pasien DM dengan penyakit arteri koroner dan > 40% LVEF. 22 orang. Cek darah. 15 mg pioglitazone slm 12 mgg. Cek darah Pasien DM dengan penyakit arteri koroner dan > 40% LVEF Kriteria eksklusi: Anemia Edema preibial Cr. Serum >1,4 mg/dl R. Ca VU 22 orang Cek darah 15 mg pioglitazone slm 12 mgg Cek darah Diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jantung merupakan suatu organ yang memompa darah ke seluruh organ tubuh. Jantung secara normal menerima darah dengan tekanan pengisian yang rendah selama diastol dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu sindroma klinis berupa sekumpulan gejala khas iskemik miokardia yang berhubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gagal jantung hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia(jessup dan Brozena, 2013). Prevalensi gagal jantung masih cukup tinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks (sekumpulan tanda dan gejala) akibat kelainan struktural dan fungsional jantung. Manifestasi gagal jantung yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN POSITIF ANTARA DERAJAT PENYAKIT SIROSIS HATI DENGAN N TERMINAL PRO BRAIN NATRIURETIC PEPTIDE (NT-proBNP) PADA SIROSIS HATI

HUBUNGAN POSITIF ANTARA DERAJAT PENYAKIT SIROSIS HATI DENGAN N TERMINAL PRO BRAIN NATRIURETIC PEPTIDE (NT-proBNP) PADA SIROSIS HATI TESIS HUBUNGAN POSITIF ANTARA DERAJAT PENYAKIT SIROSIS HATI DENGAN N TERMINAL PRO BRAIN NATRIURETIC PEPTIDE (NT-proBNP) PADA SIROSIS HATI MARIO STEFFANUS NIM 1014048112 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer, karena termasuk penyakit yang mematikan tersering tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition Examination Survey mengungkapkan

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

CARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR

CARDIOMYOPATHY. dr. Riska Yulinta Viandini, MMR CARDIOMYOPATHY dr. Riska Yulinta Viandini, MMR CARDIOMYOPATHY DEFINISI Kardiomiopati (cardiomyopathy) adalah istilah umum untuk gangguan otot jantung yang menyebabkan jantung tidak bisa lagi berkontraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teoritik A.1. Hipertensi a. Definisi : Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah 140 mmhg (tekanan sistolik) dan atau 90 mmhg (tekanan darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan 140 mmhg dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah secara umum dapat diartikan sebagai gaya dorong darah terhadap dinding pembuluh darah arteri. Tekanan darah dicatat dengan dua angka yaitu angka tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia saat ini adalah penyakit gagal jantung (Goodman and Gilman, 2011). Menurut data WHO 2013 pada tahun 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan sangat serius saat ini. Hipertensi disebut juga sebagai the silent killer. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1. Vena Cava Inferior (VCI) Vena Cava inferior (VCI) merupakan pembuluh vena paling besar pada sistem pembuluh darah manusia. Pembuluh vena ini menghantarkan darah balik dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan sebagai kondisi dimana muncul gejala-gejala khas iskemik miokard dan kenaikan segmen ST pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2005 sedikitnya 17,5 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat. abnormalitas fungsi dan atau struktur jantung yang ditandai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat. abnormalitas fungsi dan atau struktur jantung yang ditandai dengan 23 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 GAGAL JANTUNG 2.1.1 Definisi Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat abnormalitas fungsi dan atau struktur jantung yang ditandai dengan kegagalan jantung untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah suatu kelompok berbagai macam kelainan yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. 14 Gejala khasnya adalah poliuri, polifagi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal, mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum melanda dunia. Hipertensi merupakan tantangan kesehatan masyarakat, karena dapat mempengaruhi resiko penyakit

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hipertensi adalah peningkatan menetap tekanan arteri sistemik. 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Hipertensi adalah peningkatan menetap tekanan arteri sistemik. 12 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Hipertensi Pada Anak dan Remaja Hipertensi adalah peningkatan menetap tekanan arteri sistemik. 12 Definisi hipertensi pada anak dan remaja berdasarkan the Fourth Report

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. dunia karena biaya perawatannya yang besar, kualitas hidup yang buruk dan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. dunia karena biaya perawatannya yang besar, kualitas hidup yang buruk dan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Gagal jantung masih merupakan beban besar bagi masyarakat di seluruh dunia karena biaya perawatannya yang besar, kualitas hidup yang buruk dan kematian dini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh sehingga timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah adalah gaya yang diberikan oleh darah kepada dinding pembuluh darah yang dipengaruhi oleh volume darah, kelenturan dinding, dan diameter pembuluh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Stenosis

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang BAB I 1.1 Latar Belakang Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut JNC 7 adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner Pengertian Kardiovaskuler Sistem Kardiovaskuler yaitu sistem peredaran darah di dalam tubuh. Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah,jantung dan pembuluh darah. Jantung terletak di dalam mediastinum di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal Jantung Akut 2.1.1 Definisi dan Etiologi Gagal jantung merupakan sindrom klinik kompleks yang disebabkan oleh disfungsi ventrikel berupa gangguan pengisian atau kegagalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan jaman dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi pola hidup masyarakat. Banyak masyarakat saat ini sering melakukan pola hidup yang kurang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan di pembuluh darah naik secara persisten. Setiap kali jantung berdenyut maka darah akan terpompa ke seluruh pembuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan adanya penyempitan pada katup mitral (Rilantono, 2012). Kelainan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral adalah penyakit kelainan katup jantung yang menyebabkan terlambatnya aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri pada fase diastolik disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Pasien Hipertensi di Puskesmas Kraton dan Yogyakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antihipertensi yang dapat mempengaruhi penurunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terjadinya transisi epidemiologi secara paralel, transisi demografi dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengubah pola penyebaran penyakit dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Non Goverment Organization (NGO) Forum on Indonesian Development (INFID) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan kematian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg (JNC7, 2003). Peningkatan tekanan darah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologis akibat proses menua. Lanjut usia merupakan tahapan dimana

BAB I PENDAHULUAN. psikologis akibat proses menua. Lanjut usia merupakan tahapan dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan terjadi pada manusia baik perubahan pada fungsi tubuh baik fisik maupun psikologis akibat proses menua.

Lebih terperinci

KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG KONGESTIF Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif

KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG KONGESTIF Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif KOMPLIKASI GAGAL JANTUNG KONGESTIF Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi utama dari gagal jantung kongestif meliputi efusi pleura, aritmia, pembentukan trombus pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehingga aliran darah balik vena paru akan menuju ke atrium kanan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehingga aliran darah balik vena paru akan menuju ke atrium kanan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Defek septum atrium (atrial septal defect) adalah defek bawaan dimana terdapat lubang pada sekat interatrial yang menghubungkan atrium kanan dan kiri sehingga aliran

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Data World Health Organization (WHO) tahun 2004 melaporkan bahwa infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia. Terhitung sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan terutama pada organ paru, pembuluh darah, jantung dan ginjal (Sakai et al., 1996). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. disebut the silence disease. Penyakit ini juga dikenal sebagai heterogenous

BAB I PENDAHULUAN UKDW. disebut the silence disease. Penyakit ini juga dikenal sebagai heterogenous BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmhg atau tekanan darah diastolik lebih atau sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah Beberapa faktor yang memengaruhi tekanan darah antara lain usia, riwayat hipertensi, dan aktivitas atau pekerjaan. Menurut tabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal Jantung Akut 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan sesak napas dan kelelahan (saat istirahat atau aktivitas) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel

Lebih terperinci

absorbsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura menjadi problem di dunia bahkan di Amerika Serikat sekitar 1,5 juta orang menderita efusi

absorbsi di kapiler dan pleura viseralis. Efusi pleura menjadi problem di dunia bahkan di Amerika Serikat sekitar 1,5 juta orang menderita efusi 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindrom klinis yang kompleks karena gangguan fungsional dan struktural pada kemampuan ventrikel untuk pengisian dan pemompaan darah. Diagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi rokok sudah menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat di seluruh dunia. Menurut laporan WHO yang ditulis dalam Tobacco Atlas tahun 2012, konsumsi rokok terus

Lebih terperinci

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010 GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010 Yetti O. K, Sri Handayani INTISARI Hipertensi merupakan masalah utama dalam kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci