BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Konsep Lembaga Kemasyarakatan A.1 Pengertian lembaga Kemasyarakatan Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompoknya (Soekanto : 219). Lembaga-lembaga sosial sebagai wadah pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial memiliki tujuan, sasaran dan misi yang disesuaikan dengan bidang kegiatannya. Oleh karena itu badan-badan atau lembaga sosial memiliki klasifikasi dan karakteristiknya masing-masing, sehingga bentuk-bentuk intervensi sosial berbeda satu dengan yang lainnya. Demikian pula dengan organisasi-organisasi sosial, baik yang bersifat formal maupun non-formal, merupakan lembaga yang menjalankan fungsi sosial dalam bidang kesejahteraan sosial. Lembaga sosial pada dasarnya merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk program pelayanan yang bervariasi. Ini dapat dilihat dari bidang pelayanan sosial dalam praktek pekerjaan sosial. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya, lembaga sosial dapat memberikan

2 sanksi-sanksi, dan sumber-sumber yang diperlukan pekerja sosial dan profesi lainnya yang terkait dalam menjalankan kegiatan praktek( Nurdin, 1989 : 41). A.2 Fungsi Lembaga Kemasyarakatan 1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokoknya. 2. Menjaga kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (Social control), artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku anggotaanggotanya (Soekanto, 2000 : 245). A.3 Ciri-ciri Umum lembaga Kemasyarakatan Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul General features of social institution, telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan sebagai berikut : 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. 2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga kemasyarakatan.

3 3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. 4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. 5. Lembaga biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan. 6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai suatu tradisi tertulis atau tidak tertulis ( Soekanto, 2000: 230) B.Pengertian Anak Jalanan Pengertian anak jalanan menurut Odi Shalahudin adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan waktunya atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya (www. Bpk.go.id) UNICEF memberi batasan mengenai anak jalanan yaitu: anak jalanan merupakan anak-anak berumur 16 tahun yang telah melepaskan diri dari keluarga,sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya larut dalam kehidupannya yang berpindah-pindah di jalan raya( Keberadaan anak jalanan saat ini menjadi salah satu fenomena yang eksis di Indonesia,dan menjadi gambaran sosial kota-kota besar pada umumnya. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadikan anak-anak terpaksa turun ke jalan. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar penyebab anak menjadi anak

4 jalanan berkaitan langsung dengan kemiskinan dan lemahnya kondisi sosial ekonomi keluarga. Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada dijalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada di jalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orangtua atau atas dasar pilihannya sendiri. Berdasarkan hasil penelitian Depsos RI dan UNDP di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1996, anak jalanan terbagi kedalam 4 kategori, yakni : 1. Anak jalanan yang hidup di jalanan Karakteristiknya adalah : a. Telah putus hubungan dengan orangtuanya atau lama tidak bertemu dengan orangtuanya minimal setahun sekali. b. Berada dijalan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja serta sisanya untuk menggelandang dan tidur. c. Bertempat tinggal dijalan dan tidur disembarang tempat seperti emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun, dll. d. Tidak bersekolah lagi. e. Pekerjaan pada umumnya adalah mengamen, mengemis, pemulung, dan serabutan (melakukan apa saja) yang hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. f. Rata-rata berusia dibawah 14 tahun.

5 2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan Karakteristiknya adalah sebagai berikut : a. berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali dan tidak tentu. Mereka umumnya bekerja diluar kota yang bekerja dijalanan. b. Berada di jalanan sekitar 8-10 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16 jam. c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri, mengikuti orangtuanya/saudaranya, atau ditempat kerjanya di jalanan, tempat tinggal mereka umumnya pada lingkungan kumuh yang terdiri dari orang-orang yang berasal dari lingkungan yang sama. d. Tidak bersekolah lagi. e. Pekerjaan mereka pada umumnya adalah penjual koran, pengasong, pencuci bis, pemulung sampah, penyemir sepatu, dll yang hasilnya untuk memenuhi dirinya sendiri dan orangtuanya. Bekerja tujuan utama anak stelah tidak sekolah lagi terlebih sebahagian diantaranya harus memenuhi kebutuhan orangtuanya karena miskin, cacat atau tidak mampu bekerja. f. Rata-rata usianya dibawah 16 tahun. 3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan. Karakteristiknya adalah : a. Berhubungan teratur yakni setiap hari bertemu dengan keluarganya. b. Berada dijalanan sekitar 4-6 jam untuk bekerja. c. Tinggal dan tidur dengan orangtua/wali.

6 d. Masih bersekolah. e. Pekerjaan mereka pada umumnya adalah menjual koran, menjual penganan, alat tulis, plastik untuk bawaan barang, menyemir sepatu, pengamen, dll untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan orangtuanya. f. Usia rata-rata dibawah 14 tahun. Menurut Yayaasan Kesejahteraan Anak Indonesia anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu : 1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orangtuanya(children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka. 2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan(children on the street). Mereka seringkali diidentikkan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orangtuanya dikampung. Umumnya mereka bekerja dari pagi hingga sore seperti menyemir sepatu, pengasong,pengamen, dan menjadi kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara-saudara atau teman-temannya senasib. 3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orangtuanya. Mereka tinggal dengan orangtuanya, beberapa jam dijalanan, sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan adalah karena terbawa teman, belajar

7 mandiri, membantu orangtua dan disuruh orangtua. Aktivitas usaha mereka yang palling mencolok adalah berjualan koran. 4. Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada dijalanan untuk mencari kerja, atau masih labil disuatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa( orangtua ataupun saudaranya) ke kota.pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan(kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung( Himpunan Mahasiswa pemerhati Masyarakat marjinal kota (Himmata) mengelompokkan anak jalanan menjadi 2 kelompok : 1. Anak semi jalanan. Anak semi jalanan adalah anak-anak yang hidup dan yang hidup mencari penghidupan dijalanan, tetapi tetap berhubungan dengan keluarga. 2. Anak jalanan murni. Anak jalanan yang diistilahkan anak yang hidup dan menjalani kehidupan dijalanan tanpa punya hubungan dengan keluarga( Asnawati dalam

8 C.Kekerasan Anak C.1 Pengertian Kekerasan Istilah kekerasan dalam bahasa Inggris berasal dari kata Violence secara etimologi kata Violance merupakan gabungan dari 2 kata yaitu Vis yang berarti daya atau kekuatan dan Latus yang berasal dari kata Ferre yang berarti membawa. Jadi yang dimaksud dengan violance adalah membawa kekuatan (Windhu, 1992 : 62 dalam Manik, 1999 : 19). Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam kamus besar, kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yag menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan diartikan juga dengan tindakan pemaksaan. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa kekerasan adalah tindakan yang membawa kekuatan untuk melakukan ataupun tekanan berupa fisik maupun non fisik. Dalam pengertian yang sempit, kekerasan mengandung makna sebagai serangan atau penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang, atau serangan penghancuran perasaan yang sangat keras, kejam dan ganas atas diri atau sesuatu yang secara potensial dapat menjadi milik seseorang (Windhu, 1992 : 62 dalam Manik, 1999 : 20). Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (child abuse) dapat didefenisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak (Suyanto, 2000 : 23).

9 C.2Klasifikasi Kekerasan Anak Menurut organisasi kesehatan dunia(who),ada beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu : a. Kekerasan Fisik, yaitu tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali, seperti dipukul, ditenang, dijewer, dicubit, dilempar dengan bena keras serta dijemur dibawah terik sinar matahari. b. Kekerasan Seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual ini dapat juga berupa: a. Perlakuan tidak senonoh dari orang lain. b. Kegiatan yang menjurus pada pornografi. c. Perkataan-perkataan porno dan tindak pelecehan organ seksual anak d. Perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak-anak yang dilakukan oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab. e. Tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkannya anak pada kegiatan prostitusi. c.tindak Pengabaian dan Penelantaran adalah ketidakpedulian orangtua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka seperti : a. Pengabaian pada kesehatan anak b. Pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak c. Pengabaian pada pengembangan emosi(terlalu dikekang)

10 d. Penelantaran pada pemenuhan gizi e. Penelantaran dan pengabaian pada penyediaan perumahan f. Pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan. d.kekerasan Emosional berupa segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa : a. Kata-kata yang mengancam b. Menakut-nakuti c. Berkata-kata kasar d. Mengolok-olok anak e. Perlakuan diskriminatif dari orangtua, keluarga, pendidik, dan masyarakat f. Membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan lingkungannya e.kekerasan Ekonomi(Eksploitasi Komersial) berarti penggunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orangtuanya atau oranglain seperti : a. Menyuruh anak bekerja secara berlebihan b. Menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi.

11 Dalam pasal 5 undang-undang NO. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga(pkdrt) mengkategorikan bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah: a. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (pasal 6). b. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7). c. Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, dan/atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tanggnya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. d. Penelantaran rumah tangga. D. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak Dalam sebuah model yang disebut The Abusive Environment Model Ismail (1995) menjelaskan banwa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anakanak sesungguhnya dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu: 1.Aspek kondisi sang anak sendiri, kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak anak dapat terjadi karena faktor-faktor pada anak sendiri seperti; anak yang mengalami kelahiran prematur, amak yang mengalami sakit sehingga mendatangkan masalah, hubungan yang tidak harmonis sehingga mempengaruhi

12 watak, adanya proses kehamilan atau kelahiran yang sulit, kehadiran anak yang tidak dikehendaki, anak yang mengalami cacatbaik mental dan fisik, anak yang sulit diatur sikapnya dan anak yang meminta perhatian khusus. 2.Faktor pada orangtua meliputi; pernah mengalami kekerasan/penganiayaan sewaktu kecil, menganggur/pendapatan tidak mencukupi, pecandu narkotika atau peminum alkohol, pengasingan sosial atau dikucilkan, waktu senggang yang terbatas, karakter pribadi yang belum matang, mengalami gangguan emosi atau kekacauan urat syaraf lain, mengidap penyakit jiwa, seringkali menderita gangguan kepribadian, berusia terlalu muda, sehingga belum matang, terutama sekali mereka yang mendapatkan anak sebelum berusia 20 tahun. Kebanyakan orang tua dari kelompok ini kurang memahami kebutuhan anak dan mengira bahwa anak dapat memenuhi perasaanya sendiri dan latar belakang pendidikan orang tua yang rendah. 3.Faktor lingkungan sosial seperti ; kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis, kondisi sosial ekonomi yang rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak merupakan milik orang tua sendiri, status wanita yang rendah, sistem keluarga patriakhi, nilai masyarakat yang terlalu individualistis dan sebagainya (Suyanto, 2000 : 32). Cukup banyak faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak, setidaknya ada lima faktor secara internal dan eksternal yaitu : 1Kurang harmonisnya hubungan kekeluargaan dalam rumah tangga. 2.Masyarakat/ lingkungan tempat bergaul yang mengabaikan segi keimanan. 3.Kesulitan ekonomi akibat krisis ekonomi 4.Sanksi hukuman yang masih dianggap ringan.

13 5.Sarana dan pra-sarana hiburan yang sangat menonjolkan unsur kekerasan dan topik negatif lainnya (Manik, 1999 : 35) E. Korban Dan Pelaku Kekerasan Terhadap Anak E.1 Korban Pada dasarnya setiap anak dan perempuan dapat menjadi korban tindak kekerasan termasuk: 1. Anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan. 2. Anak-anak dengan pendidikan terbatas. 3. Anak-anak yang tinggal dengan masalah ekonomi, politik dan sosial yang serius. 4.Anak-anak yang putus sekolah. 5.Korban kekerasan(fisik, psikis, seksual) 6.Anak-anak yang mendapat tekanan untuk bekerja dari orangtua atau lingkungannya. 7.Anak-anak yang ingin mencari pekerjaan (anak yang beraktifitas di jalan, terminal, stasiun kereta api, pelabuhan, lampu merah dan pasar). (Kementrian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003 : 3)

14 E.2. Pelaku Pelaku atau orang yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak jalanan adalah semua orang yang berada di lingkungan kehidupan anak tersebut, seperti : 1. Orang tua kandung (karena kasus perceraian, ketidakmampuan ekonomi dan kurangnya pendidikan). 2. Orang tua yang tidak menghendaki kelahiran anak. 3. Orang tua tiri atau saudara tiri. 4. Teman-teman sebaya. 5.Orang-orang yang berinteraksi di lingkungan jalanan (terminal, stasiun kereta api, pasar, pelabuhan, penjual asongan).(rosenberg, 2003 : 23). G. Dampak Kekerasan Akibat yang ditimbulkan dari kekerasan pada anak jalanan dapat dilihat dalam dua bagian, yaitu yang dilihat dalam jangka waktu pendek dan akibat baru muncul setelah melewati rentang waktu panjang/ lama. a. Dampak jangka pendek, adalah dampak yang muncul seketika itu juga ketika anak mengalami tindak kekerasan, hal ini dapat berupa : Munculnya rasa takut yang berlebihan Anak yang menjadi korban akan menarik diri dari kehidupan sosial. Bila kekerasan merupakan kekerasan emosional, maka akan muncul ketidaknyamanan (merasa tertekan batin), stress bahkan frustasi. Bila kekerasan berupa kekerasan fisik, maka anak akan merasa kesakitan, luka bahkan dapat berakibat kematian.

15 Dalam kasus pelecehan seksual dan perkosaan, anak perempuan korban kekerasan dapat menderita kehamilan tidak diinginkan, dan beban mental menanggung rasa malu kepada lingkungan sosialnya. b. Dampak jangka panjang, adalah kondisi yang muncul dalam jangka waktu yang cukup lama setelah kejadian kekerasan atau bahkan dapat melekat selama hidup korban, hal ini dapat berupa : Trauma terhadap hal-hal yang dirasakan berhubungan dengan kekerasan yang pernah dialaminya. Perasaan curiga yang berlebihan(paranoid) pada orang-orang yang disekitarnya. Hilangnya kepercayaan diri dan stress berat sampai dengan depresi. Kecacatan fisik permanen, bila kekerasan dilakukan disertai dengan kekerasan fisik yang berlebihan. H.Kerangka Pemikiran Dalam memaparkan pengertian anak jalanan ini, perlu adanya batasan tentang anak. Anak jalanan merupakan suatu pribadi dan dunia tersendiri yang berbeda dengan dunia anak-anak lain. Sebagai suatu dunia di dalamnya terdapat mekanisme hidup yang khas seperti cara berinteraksi, berkomunikasi, berperilaku, berkelompok, dan bertahan hidup. Mekanisme tersebut terbentuk dari proses interaksi dengan cara hidup di jalanan dan umumnya berinteraksi dengan orang-orang yang berada di jalanan oleh karena itu siapapun yang bekerja dengan anak jalanan dalam rangka

16 mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan harus memahami mekanisme hidup mereka tersebut ( Gempita, 2005: 13). Anak jalanan sering diidentifikasikan sebagai anak yang bebas, liar, tidak mau diatur, melakukan kegiatan negatif seperti mencuri, berkelahi, mabuk, menggunakan obat-obatan terlarang, melakukan hubungan seks dan lain-lain. Kondisi ini muncul karena hubungan dengan orangtua renggang bahkan sebahagian telah putus. Mereka berada dijalanan tanpa kontrol dan perhatian, bahkan diantaranya ada yang justru diusir orangtua atau sengaja meninggalkan rumah. Hidup tanpa adanya orangtua memungkinkan anak bebas melakukan apa saja( Budaya dalam kehidupan anak jalanan terbangun dari interaksi mereka selama berada di jalanan yang sudah pasti berbeda dengan budaya yang ada di masyarakat normal. Sub kultur menjadi sebutan bagi budaya yang lahir tersebut sering menjadi pegangan bagi orang yang masih hidup dalam komunitas tersebut menjadi hukum todak tertulis yang patut dipatuhi. Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan beberapa pendamping di Medan, ada beberapa sifat khas yang dimiliki oleh anak jalanan yaitu : rasa solidaritas yang tinggi, ulet dalam bekerja walaupun usia mereka masih tergolong muda, mandiri, tidak perlu identitas dalam bentuk formal, rasa ingin tahu dan kreatifitas yang tinggi, keinginan akan kebebasan yang tinggi tanpa aturan formal yang mengikat (Edy Ikhsan, dkk, 2004 : 1). Pada awal kajian tentang anak jalanan, persoalan kemiskinan ekonomi keluarga sering disebut sebagai penyebab utama munculnya anak jalanan (Putranto, 1992). Hubungan kemiskinan dengan faktor-faktor lain yang membuat

17 anak-anak beresiko turun ke jalan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang membuat anak beresiko menjadi anak jalanan antara lain; faktor keluarga dan faktor lingkungan. Hasil pengumpulan survei dilapangan menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi dalam keluarga menjadi faktor penting yang mendorong anak untuk turun ke jalan disamping faktor lingkungan. Motif kekerasan terhadap anak dapat terkait dengan masalah ekonomi. Hal ini bisa terjadi ketika sebuah keluarga mengalami berbagai masalah akibat beban ekonomi yang tidak tertahankan.sebagian atau seluruh masalah keluarga kemudian terpaksa dibebankan pada anak-anak mereka. Bentuk pelimpahan beban itu bukan saja memaksa anak bekerja,tetapi bisa juga menjadikan anak sebagai sasaran pelampiasan kekesalan terhadap keadaan. Ketika si anak sudah menjadi sasaran pelampiasan kekesalan, maka tindak kekerasan sangat mungkin akan dilakukan orangtua terhadap anak-anak mereka. Ada kalanya kekerasan dalam keluarga berkaitan dengan kasus perceraian orangtua, atau orangtua yang kawin lagi menyebabkan si anak tidak merasa nyaman hidup bersama orangtua tiri. Ketidaknyamanan itu selain memang nyata dirasakan si anak, juga akibat mitos-mitos tentang kekejaman ibu/ayah tiri. Lingkungan sosial tertentu dapat mendorong anak menjadi anak jalanan. Banyak ditemukan kasus dimana seorang anak yang pernah berkonflik dengan warga akibat tindakan kriminal yang dilakukannya merasa tidak nyaman lagi tinggal di kampung tersebut. Anak seperti ini merasa dikucilkan dan tidak mampu lagi bersosialisasi dengan masyarakat. Dalam kondisi seperti ini anak akan lebih mudah untuk terseret dalam kehidupan jalanan, apalagi bila si anak tersbut

18 memang memiliki relasi yang relatif tetap dengan komunitas jalanan. Dalam kasus yang lain ditemukan juga bahwa seorang anak baik-baik saja terpengaruh teman atau orang dewasa di kampung tersbut memang bekerja di jalanan. Pusaka Indonesia merupakan salah satu lembaga sosial yang membawa isu lembaga sosial yang membawa isu perlindungan anak ( child protection), menegakkan hak-hak anak dan perempuan. Perlindungan terhadap anak dari segala persoalan yang selalu mengintainya, karena anak tergolong rentan. Persoalan anak yang menjadi sorotan Pusaka Indonesia meliputi : anak yang berkonflik dengan hukum, perlindungan anak pada situasi emergency ( pasca tsunami), eksploitasi ekonomi, fisik dan sosial diantaranya ; anak jalanan, buruh anak (jermal), pelacur anak (trafiking), kekerasan terhadap anak. Dimana aktivitasnya antara lain meliputi : Investigasi, penematan korban, pemeriksaan kondisi kesehatan, proses perlindungan, dan monitoring.

19 Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut : Keluarga Lingkungan Anak Jalanan Mengalami kekerasan Tidak Ya Aktivitas Pusaka Indonesia - Investigasi - Penempatan Korban - Pemeriksaan Kondisi Kesehatan - Proses Perlindungan - Monitoring Korban (ABDH)

20 I.Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional I.1. Defenisi Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33). Konsep penelitian sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kekacauan atau kesalahpahaman yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah : 1. Penanganan adalah proses, cara, perbuatan menangani. 2. Anak jalanan adalah anak yang berusia mulai dari 0-18 tahun dan melakukan kegiatan di jalan, terminal, dan tempat-tempat umum, baik tinggal dengan orangtua ataupun tidak. 3. Kekerasan terhadap anak jalanan adalah segala bentuk tindak kekerasan terhadap anak jalanan yang berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap anak jalanan termasuk ancaman, pemaksaan, atau perampasan semena-mena, kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun pribadi. 4. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak jalanan yang meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual, tindak pengabaian dan penelantaran, kekerasan emosional, dan kekerasan ekonomi.

21 I.2. Defenisi Operasional Defenisi Operasional merupakan penguraian indicator-indikator yang termasuk penjabaran lebih lanjut tentang konsep dan keterikatan konsep yang telah diterangkan. Menurut Masri Singarimbun, defenisi operasional adalah merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel diukur, dengan membaca defenisi operasional dalam suatu penelitian seorang peneliti akan tahu pengukuran suatu variabel, sehingga ia dapat mengetahui baik buruknya pengukuran tersebut (Singarimbun 1989 : 46). Adapun dalam penelitian ini yang menjadi indikator peranan, yang akan diukur adalah aktivitas yang dilakukan oleh Pusaka Indonesia dalam proses pendampingan dan penanganan korban, meliputi : 1. Investigasi; adalah serangkaian tindakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dalam mencari kebenaran informasi tentang keberadaan korban/pelaku.investigasi dapat dilakukan berdasarkan ; penerimaan laporan langsung (berasal dari keluarga/korban), penerimaan laporan tidak langsung(berasal dari LSM lain/media massa/rujukan polisi), dengan indikator : a. Kunjungan ke rumah korban; untuk mengetahui tempat tinggal korban dan kondisi sosial dan ekonomi keluarga. b. Meminta korban/keluarga untuk melakukan kunjungan ke PUSAKA, apabila investigasi yang dilakukan berdasarkan pengaduan tidak langsung; untk mengetahui posisi kasus yang dialami korban(kronologis kasus).

22 2. Penjemputan/Penyelamatan korban : adalah tindakan yang dilakukan untuk memindahkan korban dari lokasi kejahatan/pelaku dan memberi rasa aman kepada korban, dengan indikator : a. Melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian; untuk mendapatkan bantuan/ perlindungan hukum. b. Menempatkan korban di rumah aman sementara (Drop In Center); untuk menjauhkan korban dari pelaku. 3. Pemeriksaan kondisi kesehatan korban : adalah melakukan langkah-langkah medis yang dipandang perlu untuk korban, misalnya Visum et Repertum, rekam medic(bagi korban kekerasan), dengan indikator : a. Membawa korban ke RS, dengan merujuk ke Pusat Layanan Terpadu di RS Polda; untuk mengetahui kondisi kesehatan korban; adapun pendampingan saat pemeriksaan kesehatan dengan tujuan agar korban serasa terlindungi. 4. Konseling dan pemberian bimbingan psikologis : adalah tindakan yang dilakukan sebagai upaya penguatan psikologis korban, dengan indikator : a. Melakukan wawancara terhadap korban, berkaitan dengan latar belakang masalah, kejadian kasus, sampai harapan-harapan korban ke depannya. 5. Pelaporan kepada pihak yang berwajib (litigasi) : adalah langkah hukum berupa pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP),

23 apabila pihak keluarga korban menginginkan kasusnya dilanjutkan, dengan indikator : a. Proses hukum mulai dari Polisi, Jaksa sampai Pengadilan; unruk memperoleh bantuan/perlindungan hukum. 6. Proses perlindungan : adalah langkah yang kepada korban yang kasusnya telah selesai ditangani, dengan indikator : a. Rehabilitasi : untuk pemulihan kondisi korban (penguatan secara psikologis, apabila diperlukan oleh korban). b. Reintegrasi : untuk mengembalikan korban kepada lingkungan keluarga, masyarakat dan pendidikan. 7. Monitoring : adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui perkembangan kondisi (fisik, psikoligis, sosial, ekonomi) dari korban, dengan indikator : a. Melakukan kunjungan ke rumah korban, atau melalui telepon; untuk mengetahui kondisi korban selanjutnya, memantau perkembangan dari modal usaha yang telah diberikan b. Mengikutsertakan korban dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Pusaka Indonesia; untuk melibatkan dalam kegiatan yang dilakukan Pusaka Indonesia..

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fenomena anak hidup dijalan sudah mulai menjadi perbincangan sejak awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari keluarga, dan menempati

Lebih terperinci

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG A. ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG Kota Bandung sebagai Ibukota Jawa Barat telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam berbagai hal, terutama dalam

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Anak Jalanan Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Anak jalanan merupakan fenomena kota besar dimana saja. Perkembangan sebuah kota akan mempengaruhi jumlah anak jalanan. Semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku 1.1. Pengertian Perilaku Perilaku menurut Oktaviawan (2003) adalah orientasi yang dipelajari terhadapat objek, atau predi posisi untuk bertindak dengan satu cara terhadap

Lebih terperinci

Solidaritas sebagai Strategi Survival Anak Jalanan Studi Kasus di Lempuyangan Yogyakarta

Solidaritas sebagai Strategi Survival Anak Jalanan Studi Kasus di Lempuyangan Yogyakarta Solidaritas sebagai Strategi Survival Anak Jalanan Studi Kasus di Lempuyangan Yogyakarta DR. SOETJI ANDARI, MSI BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL YOGYAKARTA Child Poverty

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar merupakan penguasaan pengetahuan atas keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA Training HAM Lanjutan Bagi Tenaga Pendidik Akpol Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Vulnerable Groups) Hotel Horison Semarang, 15-17 Januari 2014 MAKALAH PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG A. Analisis Pelaksanaan Penanganan anak Korban kekerasan seksual di PPT SERUNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah makhluk sosial yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran dan kehendak tersendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1399, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Pemberi Layanan Kesehatan. Memberikan Informasi. Kekerasan Terhadap Anak. Kewajiban. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Kota Blitar memiliki

Lebih terperinci

Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga 1. Jenis Kasus : A. LEMBAR FAKTA Kekerasan terhadap Perempuan di wilayah konflik Kekerasan dalam Rumah Tangga Lain-lain : 2. Deskripsi Kasus : 1 3. Identitas Korban : a. Nama : b. Tempat lahir : c. Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UU NO.23 TAHUN 2004 1 Oleh : Ollij A. Kereh 2 ; Friend H. Anis 3 Abstrak Perkembangan kehidupan sosial dewasa ini menunjukkan menurunnya nilai-nilai

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK JALANAN. Tata Sudrajat

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK JALANAN. Tata Sudrajat Tata Sudrajat Anak jalanan membuat berita lagi. Beberapa waktu lalu kelompok ini dikaitkan dengan bahaya AIDS, jauh sebelumnya coba dihubungkan pula dengan kemiskinan yang melahirkan premis; Keluarga miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 11 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN PERKAWINAN PADA USIA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia saat ini mudah dijumpai di sudut-sudut kota besar, selalu saja ada anak-anak yang mengerumuni mobil di persimpangan lampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah dan karunia Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, yang sekaligus merupakan tunas, potensi dan generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus. mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus. mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial budaya, politik, ekonomi, teknologi, serta pertumbuhan penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi tatanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan lingkungan perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan lingkungan perkotaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan anak-anak jalanan tampaknya telah menjadi fenomena keseharian kota-kota besar di Indonesia. Fenomena ini, selain dampak dari derasnya arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang terjadi pada masa remaja mulai dari perubahan fisik, peningkatan intelegensi maupun pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak salah jika pasangan yang telah berumah tangga belum merasa sempurna jika belum dikaruniai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa kekerasan terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.15,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Perlindungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1

Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1 Bab 1 PENDAHULUAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 1 2 FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN Bab 1 PENDAHULUAN Berbagai dampak sosial, politik dan budaya telah mencuat sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain. Menurut Chawazi (2001) tindak kekerasan sama juga pengertiannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain. Menurut Chawazi (2001) tindak kekerasan sama juga pengertiannya dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Kekerasan merupakan perlakuan menyimpang yang mengakibatkan luka dan menyakiti orang lain. Menurut Chawazi (2001) tindak kekerasan sama juga pengertiannya dengan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil

BAB II LANDASAN TEORI. yang penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil 12 BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep-konsep

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Lampiran 2 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan I Lampiran 3 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan II Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian Lampiran 5 Surat Selesai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. termasuk anak yang masih di dalam kandungan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang anak jalanan khususnya di desa Medan Estate dan uraian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dibawah

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Bagi bangsa Indonesia, masyarakat, keluarga miskin dan terlebih lagi

BABI PENDAHULUAN. Bagi bangsa Indonesia, masyarakat, keluarga miskin dan terlebih lagi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. La tar Belakang Masalah Bagi bangsa Indonesia, masyarakat, keluarga miskin dan terlebih lagi anak-anak krisis akibat tekanan ekonomi adalah awal mula dari munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terlibat dalam kekerasan ataupun korban dari tindakan

BAB I PENDAHULUAN. yang terlibat dalam kekerasan ataupun korban dari tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Situasi krisis ekonomi yang tidak kunjung usai mengakibatkan permasalahan sosial di berbagai negara, termasuk Negara Indonesia yang dampaknya di rasakan di wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak jalanan merupakan fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan sering diabaikan dan tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk di kota besar di Indonesia saat ini cukup besar, sehingga terdapat berbagai masalah yang cukup besar pula. Di antaranya: masalah sosial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk akan selalu diiringi oleh bertambahnya kebutuhan. Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pertambahan kebutuhan yang multiaspek,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Wajib Lapor Tindak KDRT 1 Rita Serena Kolibonso. S.H., LL.M. Pengantar Dalam beberapa periode, pertanyaan tentang kewajiban lapor dugaan tindak pidana memang sering diangkat oleh kalangan profesi khususnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR, Menimbang : a. bahwa Kota

Lebih terperinci

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi memunculkan banyak masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki keinginan untuk dapat mempunyai pasangan dan akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang mempersatukan sepasang manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan. Sifilis atau yang disebut

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Anak jalanan Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The Right of The Child ) menyatakan anak adalah setiap individu yang berusia dibawah 18 tahun.

Lebih terperinci

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3) Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dari penelantaran, diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi dan/atau seksual, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, perlakuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Pengertian Anak Jalanan Anak jalanan adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya dijalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi anak saat ini akan

Lebih terperinci

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan

Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan Sosialisasi Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan - PNS RSUD Ulin Banjarmasin - Komisaris LPT Global - LPA Kalsel bidang konseling - ICMI, Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kaderisasi -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci