FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN AMBULASI DINI PASIEN PASKA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH di RINDU B3 RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Oleh Nova Mega Yanty FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

2 Prakata Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya yang tidak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstrmitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan, yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut: 1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes., selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Erniyati, S.Kp. MNS., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Dudut Tanjung, M.Kep., SpKMB., selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen Penguji I yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi, 4. Ibu Cholina T. Siregar, M.Kep., SpKMB., selaku dosen Penguji II, yang telah banyak memberi masukan dan saran-saran kepada penulis. 5. Ibu Rika Endah N, S.Kp. selaku dosen Penguji III yang telah banyak memberi masukan dan saran-saran kepada penulis. 6. Bapak Mula Tarigan, S.Kp. selaku dosen pembimbing akademik.

3 7. Bapak Dr. H. Djamaluddin Sambas, MARS selaku Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, beserta seluruh staf dan pasien yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 8. Kepada sahabat terbaikku Ajeng, Eliska, Wulan, Budi dan teman satu kostku Azmah, Sita, Piyu, Olva, Lia, Umi terimakasih atas semangat dan dukungannya serta bantuan dan informasi yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini, Secara khusus Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Ibrahim dan Ibunda Sulastri yang selalu mencurahkan segala perhatian serta doanya, yang memberiku dorongan baik moril dan materil. Abangku Abdul Jabbar, ST dan adik-adikku tersayang Heri Andhika, Heri Anda Surahman yang tidak pernah berhenti memberi dorongan dalam menghadapi semua permasalahan dan yang menjadi alasan bagi saya untuk terus maju dan berusaha. Semoga amalan kebaikan semuanya mendapat imbalan pahala dari Allah SWT. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat nantinya demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya keperawatan. Medan, November 2009 Penulis Nova Mega Yanty

4 DAFTAR ISI halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Prakata... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... viii Daftar Skema... ix Abstrak... x Bab 1. Pendahuluan 1. Latar belakang Masalah Perumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Hipotesa Penelitian Tujuan penelitian Manfaat Penelitian... 7 Bab 2. Tinjauan Pustaka 1. Fraktur Definisi Fraktur Klasifikasi Fraktur Jenis-jenis Fraktur Ekstremitas Bawah Proses Penyembuhan Fraktur Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur Penatalaksanaan pasien yang menjalani Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Jenis Pembedahan Anastesi Bedah Fraktur Perawatan Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Konsep Ambulasi Defenisi Ambulasi Dini Manfaat Ambulasi Dini Persiapan ambulasi Dini Alat yang digunakan untuk Ambulasi Dini Pelaksanaan Ambulasi Dini Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Bab 3. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Konseptual Definisi Operasional Bab 4. Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian... 34

5 2. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik sampling Lokasi dan Waktu Penelitian Pertimbangan Etik Penelitian Instrumen Penelitian Kuesioner Penelitian Lembar Checklis Lembar Observasi Realibilitas Rencana Pengumpulan Data Analisis Data Analisis Univariat dan Bivariat Analisis Multivariat Bab 5. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Analisis Karakteristik Responden Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Faktor Kondisi Kesehatan Pasien terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Faktor Emosi terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Faktor Gaya Hidup terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Faktor Dukungan Sosial terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Faktor Pengetahuan terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Analisis Pengaruh Faktor Kondisi Kesehatan, Emosi, Gaya Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Pembahasan Pengaruh faktor Kondisi Kesehatan Pasien Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pengaruh Faktor Emosi terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pengaruh Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pengaruh Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pengaruh Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Bab 6. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Saran Daftar Pustaka... 65

6 Lampiran-lampiran 1. Inform Consent Jadwal Tentatif Penelitian Instrument Penelitian Uji Realibilitas Regresi Logistik Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU Surat Izin Penelitian dari RSUP. H. Adam Malik Medan Daftar Riwayat Hidup... 83

7 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Kerangka Penelitian Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Rindu B3 di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.2. uji Chi-square Faktor Suhu terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.3. uji Chi-square Faktor Tekanan Darah terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.4. uji Chi-square faktor Pernafasan terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.5. uji Chi-square Faktor Hb terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.6. uji Chi-square Faktor Nyeri terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.7. uji Chi-square Faktor Emosi terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.8. uji Chi-square Faktor Gaya Hidup terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel 5.9. uji Chi-square Faktor Dukungan sosial terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel uji Chi-square Faktor Pengetahuan terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun Tabel Analisis Pengaruh Faktor Kondisi Kesehatan Pasien, Emosi, Gaya Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan

8 DAFTAR SKEMA Skema Halaman 1. Kerangka Konsep penelitian Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska operasi Fraktur Ekstremitas Bawah... 31

9 Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan. Peneliti : Nova Mega Yanty NIM : Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2009/2010 Abstrak Ambulasi dini merupakan bagian dari mobilisasi dalam asuhan keperawatan pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Ambulasi dini dianjurkan pada 48 jam paska operasi fraktur sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor kondisi kesehatan, emosi, gaya hidup, dukungan sosial dan pengetahuan terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Desain penelitian menggunakan deskriptif observasi dengan jumlah sampel 24 responden pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Tehnik pengumpulan data menggunakan lembar checklis, kuesioner dan lembar observasi. Hasil penelitian Analisis uji regresi logistik menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara: faktor kondisi kesehatan pasien: Hb terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana (p=0,026<0,05) dan faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan ambulasi dini dimana (p=0,029<0,05). Sedangkan faktor kondisi kesehatan: suhu, hipotensi ortostatik, pernafasan dan nyeri, faktor emosi, faktor gaya hidup dan faktor pengetahuan tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap pelaksanaan ambulasi dini (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, maka perawat ruangan di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah, sehingga ambulasi dini dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan kemampuan pasien. Perlunya di buat protap dan program khusus tentang pelaksanaan ambulasi di ruang perawatan yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Kata kunci: kondisi kesehatan pasien, emosi, gaya hidup, dukungan sosial, pengetahuan, ambulasi dini.

10 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh cedera, trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung dan tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat dilakukan secara koservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (Open reduction and internal fixation/orif). Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri dan disabilitas (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Brunner & Suddarth (2002) masalah yang sering muncul segera setelah operasi, pasien telah sadar dan berada di ruang perawatan dengan edema/ bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot serta penurunan kemampuan untuk ambulasi dan berjalan karena luka bekas operasi dan luka bekas trauma. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi

11 tempat tidur sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002). Beberapa literatur menyebutkan manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (trombosis vena profunda/dvt), mengurangi komplikasi immobilisasi paska operasi, Mempercepat pemulihan peristaltik usus, mempercepat proses pemulihan pasien paska operasi (Hinchliff, 1999; Craven & Hirnle, 2009). Catatan perbandingan memperlihatkan bahwa frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali ke normal lebih cepat bila pasien berupaya untuk mencapai tingkat aktivitas normal praoperatif secepat mungkin. Akhirnya, lama pasien dirawat di rumah sakit memendek dan lebih murah, yang lebih jauh merupakan keuntungan bagi rumah sakit dan pasien (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut Kamel et al (1999) penundaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur hip meningkatkan terjadinya komplikasi paska operasi misalnya pneumonia, dekubitus, resiko tinggi delirium dan 98 % pasien menyebabkan lama dirawat di rumah sakit. Penelitian juga menunjukkan bahwa nyeri berkurang bila ambulasi dini diperbolehkan (Brunner & Suddarth, 2002). Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien paska operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Kozier, 1989). Masalah sering terjadi adalah ketika pasien merasa terlalu sakit atau nyeri dan faktor lain yang menyebabkan mereka tidak mau melakukan mobilisasi dini dan memilih untuk istirahat di tempat tidur (Kozier et al, 1995). Dalam masa hospitalisasi, pasien sering memilih untuk tetap di tempat tidur sepanjang hari,

12 meskipun kondisi mereka mungkin membolehkan untuk melakukan aktivitas atau pergerakan lain (Berger & Williams, 1992). Menurut kamel et al (1999) ambulasi dini paska operasi fraktur secara signifikan kurang terlaksana dilakukan pada pasien dengan pelayanan ortopedik dibandingkan dengan pelayanan pembedahan umum lainnya. Banyak pasien dirumah sakit yang harus menjalani imobilisasi, apakah harus tirah baring karena terapi atau karena penyakit yang diderita. Salah satunya adalah pasien yang menjalani paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Padahal hampir semua jenis pembedahan, setelah jam pertama paska bedah, pasien dianjurkan untuk segera meninggalkan tempat tidur atau melakukan mobilisasi (Kozier et al, 1995). Menurut Oldmeadow et al (2006) ambulasi dini dianjurkan segera pada 48 jam pasien paska operasi fraktur hip. Sebelum membantu pasien melakukan ambulasi perawat sebagai tenaga kesehatan perlu mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah sehingga dapat membantu pasien untuk kembali berjalan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. Menurut Kozier & Erb (1987) faktor yang mempengaruhi ambulasi adalah kondisi kesehatan pasien, nutrisi, emosi, situasi dan kebiasaan, keyakinan dan nilai, gaya hidup dan pengetahuan. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 60 pasien paska operasi fraktur hip faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini adalah status mental, mobilisasi pre operasi, kondisi kesehatan pasien dilihat dari catatan riwayat kesehatannya dan dukungan sosial dalam hal ini adalah keluarga dan orang

13 terdekat pasien untuk memberi motivasi dan bantuan melakukan latihan ambulasi (Oldmeadow et al, 2006). Menurut Brunner & Suddarth (2002) ambulasi dini ditentukan oleh tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, kestabilan sistem kardiovaskuler dan neuromuskular pasien menjadi faktor penentu dalam kemajuan langkah yang diikuti dengan mobilisasi pasien. Di RSUP. H. Adam Malik Medan jumlah pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah 8 bulan terakhir januari s/d Agustus 2009 mencapai 204 orang. Berdasarkan rekam medis Rindu B3, diagnosa fraktur ektremitas bawah merupakan kelompok terbesar dalam kunjungan pasien dengan fraktur dan hampir semua pasien fraktur dilakukan tindakan ORIF dan eksternal fiksasi. Sebenarnya tidak ada data yang pasti berapa banyak jumlah pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah yang sudah melaksanakan ambulasi dini dan yang belum melaksanakan ambulasi. Hanya menurut pengamatan peneliti pada saat melakukan studi pendahuluan, masih banyak ditemukan pasien tidak melakukan ambulasi dini, latihan ambulasi jarang dilakukan pada 48 jam paska operasi, ratarata pasien melakukan ambulasi setelah empat atau lima hari paska operasi bahkan beberapa pasien tidak melakukan ambulasi dini, hal ini mungkin disebabkan karena nyeri insisi, ketakutan, kurang motivasi keluarga dan ketidaktahuan pasien manfaat ambulasi dini.

14 2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan gambaran pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah yang belum optimal, peneliti tertarik untuk mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. 3. Pertanyaan penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah dalam melaksanakan ambulasi dini di Rindu B3 RSUP. H. Adam Malik Medan. 4. Hipotesa Penelitian Hipotesa alternatif (Ha) dalam penelitian ini sebagai berikut : 4.1. Ada pengaruh kondisi kesehatan pasien terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Ada pengaruh emosi pasien terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Ada pengaruh dukungan sosial terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Ada pengaruh gaya hidup pasien secara umum terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Ada pengaruh pengetahuan pasien terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.

15 Hipotesa penelitian yang akan dibuktikan adalah jika nilai p-value < 0,05 maka Ha gagal ditolak hal ini menunjukkan terdapat pengaruh faktor kondisi kesehatan pasien (suhu, tekanan darah/hipotensi ortostatik, pernfasan, Hb dan nyeri), emosi, dukungan sosial, gaya hidup dan pengetahuan pasien terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. 5. Tujuan Penelitian 5.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah dalam melaksanakan ambulasi dini di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan Tujuan Khusus Mengidentifikasi pengaruh faktor kondisi kesehatan pasien (suhu, Tekanan darah/hipotensi ortostatik, pernafasan, Hb/anemia dan nyeri) terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Mengidentifikasi pengaruh faktor emosi terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Mengidentifikasi pengaruh faktor gaya hidup terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Mengidentifikasi pengaruh faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.

16 Mengidentifikasi pengaruh faktor pengetahuan terhadap pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah Mengidentifikasi faktor paling dominan yang mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah. 6. Manfaat Penelitian 6.1. Pelayanan kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi dan masukan bagi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah di rumah sakit Ilmu Keperawatan Diharapkan dapat menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan dalam keperawatan terutama dalam mobilisasi pasien paska operasi Penelitian Sebagai data bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah.

17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Fraktur 1.1. Defenisi fraktur Menurut Admin (2005), fraktur adalah keadaan dimana hubungan kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur, terjadinya fraktur disebabkan karena trauma, stress kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal. Menurut Apley (1995), fraktur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang, patahan mungkin lebih dari satu retakan. Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya yang sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula dan juga dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah (Sjamsuhidajat & Jong, 2005) Klasifikasi Fraktur Beberapa jenis fraktur yang sering terjadi akibat trauma, cedera maupun disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, antara lain :

18 1. Fraktur komplet/tidak komplet Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak komplet, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. 2. Fraktur tertutup Fraktur tertutup merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit. 3. fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke bagian yang fraktur. Fraktur terbuka digradasi menjadi; Gradasi I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan jaringan lunak sedikit; Gradasi II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; Gradasi yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan kondisi yang paling berat Jenis-jenis Fraktur Ekstremitas Bawah Menurut Lewis et al (2000) jenis-jenis fraktur pada bagian ekstremitas bawah, antara lain : 1. Fraktur collum femur (fraktur hip) Mekanisme fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct) dan trauma tidak langsung (indirect). Trauma langsung (direct) biasanya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras. Trauma tidak langsung (indirect) disebabkan gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur terikat kuat

19 dengan ligamen didalam acetabulum oleh ligamen iliofemoral dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur didaerah collum femur. fraktur leher femur kebanyakan terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulang sudah mengalami osteoporosis. 2. Fraktur subtrochanter femur Fraktur subtrochanter femur ialah dimana garis patah berada 5 cm distal dari trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya trauma langsung dapat terjadi pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan seperti jatuh dan terpeleset dan pada orang muda biasanya karena trauma dengan kecepatan tinnggi. 3. Fraktur batang femur Mekanisme trauma biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak sehingga menimbulkan shock pada penderita. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi keluar, terlihat lebih pendek dan bengkak pada bagian proximal akibat perdarahan kedalam jaringan lunak. 4. Fraktur patella Mekanisme Fraktur dapat disebabkan karena trauma langsung atau tidak langsung. Trauma tidak langsung disebabkan karena tarikan yang sangat kuat dari otot kuadrisep yang membentuk muskulotendineus melekat pada patella. Hal ini sering disertai pada penderita yang jatuh dimana tungkai bawah menyentuh tanah terlebih dahulu dan otot kuadrisep kontraksi secara keras, untuk mempertahankan

20 kestabilan lutut. Fraktur langsung dapat disebabkan penderita jatuh dalam posisi lutut fleksi, dimana patella terbentur dengan lantai. 5. Fraktur proximal tibia Mekanisme trauma biasanya terjadi trauma langsung dari arah samping lutut, dimana kakinya masih terfiksir ditanah. Gaya dari samping ini menyebabkan permukaan sendi bagian lateral tibia akan menerima beban yang sangat besar yang akhirnya akan menyebabkan fraktur intraartikuler atau terjadi patahnya permukaan sendi bagian lateral tibia, dan kemungkinan yang lain penderita jatuh dari ketinggian yang akan menyebabkan penekanan vertikal pada permukaan sendi. Hal ini akan menyebabkan patah intra artikular berbentuk T atau Y. 6. Fraktur tulang tibia dan fibula Mekanisme trauma biasanya dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian lebih dari 4 cm, fraktur yang terjadi biasanya fraktur terbuka. Sedangkan yang tidak langsung diakibatkan oleh gaya gerak tubuh sendiri. Biasanya fraktur tibia fibula dengan garis patah spiral dan tidak sama tinggi pada tibia pada bagian distal sedang fibula pada bagian proksimal. Trauma tidak langsung dapat disebabkan oleh cedera pada waktu olah raga dan biasanya fraktur yang terjadi yaitu tertutup. Gambaran klinisnya berupa pembengkakan dan karena kompartemen otot merupakan sistem yang tertutup, dapat terjadi sindrom kompartemen dengan gangguan vaskularisasi kaki.

21 1.4. Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan ukuran tulang dan umur pasien. Faktor lainnya adalah tingkat kesehatan pasien secara keseluruhan, atau kebutuhan nutrisi yang cukup. Berdasarkan proses penyembuhan fraktur, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Proses hematom Merupakan proses terjadinya pengeluaran darah hingga terbentuk hematom (bekuan darah) pada daerah terjadinya fraktur tersebut, dan yang mengelilingi bagian dasar fragmen. Hematom merupakan bekuan darah kemudian berubah menjadi bekuan cairan semi padat (Dicson & Wright, 1992). 2. Proses proliferasi Pada proses ini, terjadi perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi memadat, dan terjadi perbaikan aliran pembuluh darah (Pakpahan, 1996). 3. Proses pembentukan callus pada orang dewasa antara 6-8 minggu, sedangkan pada anak-anak 2 minggu. Callus merupakan proses pembentukan tulang baru, dimana callus dapat terbentuk diluar tulang (subperiosteal callus) dan didalam tulang (endosteal callus). Proses perbaikan tulang terjadi sedemikian rupa, sehingga trabekula yang dibentuk dengan tidak teratur oleh tulang imatur untuk sementara bersatu dengan ujung-ujung tulang yang patah sehingga membentuk suatu callus tulang (Pakpahan, 1996). 4. Proses konsolidasi (penggabungan) Perkembangan callus secara terus-menerus, dan terjadi pemadatan tulang seperti sebelum terjadi fraktur, konsolidasi terbentuk antara 6-12 minggu

22 (ossificasi) dan antara minggu (matur). Tahap ini disebut dengan penggabungan atau penggabungan secara terus-menerus (Pakpahan, 1996). 5. Proses remodeling Proses remodeling merupakan tahapan terakhir dalam penyembuhan tulang, dan proses pengembalian bentuk seperti semula. Proses terjadinya remodeling antara 1-2 tahun setelah terjadinya callus dan konsolidasi (Smeltzer & Bare, 2002). 1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur. Fraktur atau patah tulang merupakan keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang putus. Dalam proses penyembuhan fraktur ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan pada fraktur, antara lain : 1. Usia Lamanya proses penyembuhan fraktur sehubungan dengan umur lebih bervariasi pada tulang dibandingkan dengan jaringan-jaringan lain pada tubuh. Cepatnya proses penyembuhan ini sangat berhubungan erat dengan aktifitas osteogenesis dari periosteum dan endosteum. Sebagai contoh adalah fraktur diafisis femur yang akan bersatu (konsolidasi sempurna) sesudah 12 (dua belas) minggu pada usia 12 tahun, 20 (dua puluh) minggu pada usia 20 tahun sampai dengan usia lansia

23 2. Tempat (lokasi) fraktur Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot akan sembuh lebih cepat dari pada tulang yang berada di subkutan atau didaerah persendian. Fraktur pada tulang berongga (cancellous bone) sembuh lebih cepat dari pada tulang kompakta. Fraktur dengan garis fraktur yang oblik dan spiral sembuh lebih cepat dari pada garis fraktur yang transversal. 3. Dislokasi fraktur Fraktur tanpa dislokasi, periosteumnya intake, maka lama penyembuhannya dua kali lebih cepat daripada yang mengalami dislokasi. Makin besar dislokasi maka semakin lama penyembuhannya. 4. Aliran darah ke fragmen tulang Bila fragmen tulang mendapatkan aliran darah yang baik, maka penyembuhan lebih cepat dan tanpa komplikasi. Bila terjadi gangguan berkurangnya aliran darah atau kerusakan jaringan lunak yang berat, maka proses penyembuhan menjadi lama atau terhenti. 2. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah 2.1. Jenis Pembedahan Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat dilakukan secara konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental pasien (Smeltzer & Bare, 2001). Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

24 akan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Menurut Smeltzer & Bare (2002) Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur ekstremitas bawah meliputi : 1. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation/orif). Fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkaan paku, sekrup atau pin kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri dan disabilitas. 2. Fiksasi eksterna, digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini dapat memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur comminuted (hancur & remuk) sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani dengan aktif. Fraktur complicated pada femur dan tibia serta pelvis diatasi dengan fiksator eksterna, garis fraktur direduksi, disejajarkan dan diimmobilsasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan kedalam fragmen tulang. Pin yang telah terpasang dijaga tetap dalam posisinya yang dikaitkan pada kerangkanya, Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi dini dan latihan awal untuk sendi disekitarnya. 3. Graft Tulang yaitu penggantian jaringan tulang untuk stabilisasi sendi, mengisi defek atau perangsangan untuk penyembuhan. Tipe graft yang digunakan tergantung pada lokasi fraktur, kondisi tulang dan jumlah tulang yang hilang karena injuri. Graft tulang mungkin dari tulang pasien sendiri (autograft) atau

25 tulang dari tissue bank (allograft). Graft tulang dengan autograft biasanya diambil dari bagian atas tulang iliaka, dimana terdapat tulang kortikal dan cancellous bone. Cancellous graft mungkin diambil dari ileum, olecranon, atau distal radius; cortical graft mungkin diambil dari tibia, fibula atau iga. Graft tulang dengan allograft dilakukan ketika tulang dari pasien itu tidak tersedia karena kualitas tidak baik atau karena prosedur sekunder tidak diinginkan pada pasien (Meeker & Rothrock, 1999) Anastesi bedah fraktur Anastesi adalah kehilangan sensasi baik sebagian atau keseluruhan dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Ini mungkin terjadi sebagai hasil dari penyakit dan cedera atau proses kerja obat atau gas. Dua tipe yang menyebabkan anastesi adalah general yang membuat pasien tidak sadar dan anastesi regional menyebabkan hilangnya kesadaran pada beberapa lokasi tubuh dan membutuhkan pengawasan. Anastesi general (mayor) adalah suatu obat yang menimbulkan depresi susunan saraf pusat yang ditandai analgesia dan tidak sadar dengan hilangnya refleks dan tonus otot (Groah, 1996). Proses anastesi dimulai dengan medikasi praoperasi. Tujuan pemberian medikasi pada praoperasi adalah menghilangkan kecemasan, mengurangi sekresi saluran pernafasan, mengurangi refleks rangsang, menghilangkan nyeri dan mengurangi metabolisme tubuh. Jenis obat yang dipilih adalah golongan barbiturat, narkotik dan anti kolinergik (Groah, 1996). Anastesi regional (lokal) adalah teknik pembiusan yang digunakan pada pasien paska bedah muskuloskeletal untuk menghentikan transmisi impuls ke dan

26 dari daerah khusus dengan memblok lintasan sodium pada membran saraf. Fungsi pergerakan mungkin terganggu tetapi bisa juga mungkin tidak terganggu, tetapi pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran. Teknik pemberian anastesi lokal yang digunakan termasuk topikal, lokal infiltrasi, blok saraf, epidural dan spinal anastesi (Groah, 1996) Perawatan Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas bawah dengan ORIF. Asuhan keperawatan pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah dengan ORIF mencakup beberapa observasi dan intervensi meliputi: monitor neurovaskuler setiap 1-2 jam, monitor tanda vital selama 4 jam, kemudian setiap 4 jam sekali selama 1-3 hari dan seterusnya. Monitor hematokrit dan hemoglobin. Observasi karakteristik dan cairan yang keluar, laporkan pengeluaran cairan dari ml/hr setelah 4 jam pertama. Rubah posisi klien setiap 2 jam dan sediakan trapeze gantung yang dapat digunakan pasien untuk melakukan perubahan posisi. Letakkan bantal kecil di antara kaki klien untuk memelihara kesejajaran tulang. Anjurkan dan bantu pasien malakukan teknik nafas dalam dan batuk. Memberikan pengobatan seperti analgesik, obat relaksasi otot, antikoagulant atau antibiotik. Anjurkan weight bearing yang sesuai dengan kondisi pasien dan melakukan mobilisasi dini (Reeves et al, 2001). 3. Konsep Ambulasi Dini 3.1. Defenisi Ambulasi Dini Ambulasi adalah latihan yang paling berat dimana pasien yang dirawat di rumah sakit dapat berpartisipasi kecuali dikontraindikasikan oleh kondisi pasien.

27 Hal ini seharusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat ditingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas (Berger & Williams, 1992). Menurut Kozier et al. (1995 dalam Asmadi, 2008) ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002) Manfaat Ambulasi Dini Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan paska operasi fraktur karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Kozier, 1989). Menurut beberapa literatur manfaat ambulasi adalah: (1) menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi meliputi: sistem kardiovaskuler; penurunan curah jantung, peningkatan beban kerja jantung, hipotensi ortostatik, thrombopeblitis/deep vein trombosis/dvt dan atelektasis, sistem respirasi; penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun, embolisme pulmonari. Sistem perkemihan; infeksi saluran kemih. Iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, sistem muskuloskeletal; atropy otot, hilangnya kekuatan otot, kontraktur, hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan osteoporosis. Sistem gastrointestinal; paralitik

28 ileus, konstipasi, stress ulcer, anoreksia dan gangguan metabolisme (2) Mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi (3) mempercepat pemulihan peristaltik usus dan kemungkinan distensi abdomen (4) mempercepat proses pemulihan pasien paska operasi (5) mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus (6) penurunan intensitas nyeri (7) frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal (Asmadi, 2008; Craven & Hirnle, 2009; Kamel et al, 1990; Lewis et al, 2000; Potter & Perry, 1999; Brunner & Suddarth, 2002) Persiapan Ambulasi Dini 1. Latihan otot-otot kuadriseps femoris dan otot-otot gluteal: (a) Instruksikan pasien mengkontraksikan otot-otot panjang pada paha, tahan selama 10 detik lalu dilepaskan (b) Instruksikan pasien mengkontraksikan otot-otot pada bokong bersama, tahan selama 10 detik lalu lepaskan, ulangi latihan ini kali semampu pasien (Hoeman, 2001). 2. Latihan untuk menguatkan otot-otot ekstremitas atas dan lingkar bahu: (a) bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berat traksi atau benda yang beratnya berangsur-angsur ditambah dan jumlah pengulangannya. Ini berguna untuk menambah kekuatan otot ekstremitas atas (b) menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatan genggaman (c) angkat kepala dan bahu dari tempat tidur kemudian rentangkan tangan sejauh mungkin (d) duduk ditempat tidur atau kursi (Asmadi, 2008).

29 3.4. Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah; (1) kruk sering digunakan untuk meningkatkan mobilisasi, terbuat dari logam dan kayu dan sering digunakan permanen, misalnya Conventional, adjustable dan lofstrand. Kruk biasanya digunakan pada pasien fraktur hip dan ekstremitas bawah, kedua lengan yang benar-benar kuat untuk menopang tubuh, pasien dengan keseimbangan yang bagus (2) Canes (tongkat) adalah alat yang ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang terbuat dari kayu atau logam, digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat, meliputi tongkat berkaki panjang lurus (single straight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (Quad cane) (3) walkers adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan, setinggi pinggang dan terbuat dari logam, walker mempunyai empat penyangga yang kokoh. Klien memegang pemegang tangan pada batang dibagian atas, melangkah memindahkan walker lebih lanjut, dan melangkah lagi. Digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh, usila, pasien dengan masalah gangguan keseimbangan, pasien dengan fraktur hip dan ekstremitas bawah (Gartland, 1987; Potter & Perry, 1999) Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah Ambulasi yang aman memerlukan keseimbangan dan kekuatan yang cukup untuk menopang berat badan dan menjaga postur. Beberapa pasien memerlukan bantuan dari perawat untuk bergerak dengan aman (Hoeman,

30 2001). Berikut ini diuraikan beberapa tahapan ambulasi yang diterapkan pada pasien: preambulation bertujuan mempersiapkan otot untuk berdiri dan berjalan yang dipersiapkan lebih awal ketika pasien bergerak dari tempat tidur (Hoeman, 2001). Sitting balance yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur dengan bantuan yang diperlukan (Berger & Williams, 1992). Pasien dengan disfungsi ekstremitas bawah biasanya dimulai dari duduk ditempat tidur. Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10 sampai dengan 15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien (Lewis et al, 1998). Jangan terlalu memaksakan pasien untuk melakukan banyak pergerakan pada saat bangun untuk menghindari kelelahan. Standing balance yaitu melatih berdiri dan mulai berjalan. Perhatikan waktu pasien turun dari tempat tidur apakah menunjukkan gejala-gejala pusing, sulit bernafas, dan lain-lain. Tidak jarang pasien tiba-tiba lemas akibat hipotensi ortostatik. Menurut (Berger & Williams, 1992) Memperhatikan pusing sementara adalah tindakan pencegahan yang penting saat mempersiapkan pasien untuk ambulasi. Bahkan bedrest jangka pendek, terutama setelah cedera atau tindakan pembedahan dapat disertai dengan hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik adalah komplikasi yang sering terjadi pada bedrest jangka panjang, meminta pasien duduk disisi tempat tidur untuk beberapa menit sebelum berdiri biasanya sesuai untuk hipotensi ortostatik yang benar. Lakukan istirahat sebentar, ukur denyut nadi (Asmadi, 2008). Ketika membantu pasien turun dari tempat tidur perawat harus berdiri tepat didepannya. Pasien meletakkan tangannya dipundak perawat dan

31 perawat meletakkan tangannya dibawah ketiak pasien. Pasien dibiarkan berdiri sebentar untuk memastikan tidak merasa pusing. Bila telah terbiasa dengan posisi berdiri, pasien dapat mulai untuk berjalan. Perawat harus berada disebelah pasien untuk memberikan dukungan dan dorongan fisik, harus hatihati untuk tidak membuat pasien merasa letih: lamanya periode ambulasi pertama beragam tergantung pada jenis prosedur bedah dan kondisi fisik serta usia pasien (Brunner & Suddarth, 2002). Ambulasi biasanya dimulai dari parallel bars dan untuk latihan berjalan dengan menggunakan bantuan alat. Ketika pasien mulai jalan perawat harus tahu weight bearing yang diizinkan pada disfungsi ekstremitas bawah (Lewis et al, 1998). Ada tiga jenis weight bearing ambulation, meliputi; (1) non weight bearing ambulation; tidak menggunakan alat Bantu jalan sama sekali, berjalan dengan tungkai tidak diberi beban (menggantung) dilakukan selama 3 minggu setelah paska operasi. (2) partial weight bearing ambulation; menggunakan alat Bantu jalan pada sebagian aktivitas, berjalan dengan tungkai diberi beban hanya dari beban tungkai itu sendiri dilakukan bila kallus mulai terbentuk (3-6 minggu) setelah paska operasi (3) full weight bearing ambulation; semua aktivitas seharihari memerlukan bantuan alat, berjalan dengan beban penuh dari tubuh dilakukan setelah 3 bulan paska operasi dimana tulang telah terjadi konsolidasi (Lewis et al, 1998). Pasien paska operasi fraktur hip (pangkal femur) dengan ORIF dianjurkan untuk ambulasi dini duduk dalam periode yang singkat pada hari pertama paska operasi, Menurut Oldmeadow et al (2006) ambulasi dini dianjurkan segera pada

32 48 jam pada pasien paska operasi fraktur hip. Berangsur-angsur lakukan ambulasi dengan kruk (tongkat) no weight bearing selama 3 s/d 5 bulan proses penyembuhan baru akan terjadi. Pasien dengan paska operasi batang femur perlu dilakukan latihan otot kuadriseps dan gluteal untuk melatih kekuatan otot dan merangsang pembentukan kallus, karena otot otot ini penting untuk ambulasi, proses penyembuhan 10 s/d 16 minggu, berangsur-angsur mulai partial weight bearing 4-6 minggu dan kemudian full weight bearing dalam 12 minggu. Fraktur patella segera lakukan ambulasi weight bearing sesuai dengan kemampuan pasien setelah paska operasi dan lakukan latihan isometris otot kuadriseps dengan lutut berada pada posisi ekstensi. Paska operasi fraktur tibia dan fibula lakukan ambulasi dengan partial weight bearing disesuaikan dengan tingkat cedera yang dialami pasien (Saxton et al, 1983; Williamson, 1998) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Ekstremitas Bawah. Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini pasien paska operasi ekstremitas bawah adalah: a. Kondisi kesehatan pasien Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas (Kozier & Erb, 1987).

33 Nyeri paska bedah kemungkinan disebabkan oleh luka bekas operasi tetapi kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Setelah pembedahan nyeri mungkin sangat berat, edema, hematom dan spasme otot merupakan penyebab nyeri yang dirasakan, beberapa pasien menyatakan bahwa nyerinya lebih ringan dibanding sebelum pembedahan dan hanya memerlukan jumlah anlgetik yang sedikit saja harus diupayakan segala usaha untuk mengurangi nyeri dan kestidaknyamanan. Tersedia berbagai pendekatan farmakologi berganda terhadap penatalaksanaan nyeri. Analgesia dikontrol pasien (ADP) dan analgesia epidural dapat diberikan untuk mengontrol nyeri, pasien dianjurkan untuk meminta pengobatan nyeri sebelum nyeri itu menjadi berat. Obat harus diberikan segera dalam interval yang ditentukan bila awitan nyeri dapat diramalkan misalnya ½ jam sebelum aktivitas terencana seperti pemindahan dan latihan ambulasi (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut Brunner & Suddarth (2002) kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah paska operasi fraktur karena merasa nyeri pada luka bekas operasi dan luka bekas trauma. Efek immobilisasi pada sistem kardiovaskular adalah hipotensi ortostatik. Hipotensi orthostatik adalah suatu kondisi ketidak mampuan berat dengan karakteristik tekanan darah yang menurun ketika pasien berubah dari posisi horizontal ke vertikal (posisi berbaring ke duduk atau berdiri), yang dikatakan hipotensi ortostatik jika tekanan darahnya < 100 mmhg (Dingle, 2003 dalam Perry & Potter, 2006). Ditandai dengan sakit kepala ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi, gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala dan leher, dan hampir pingsan atau pingsan (Gilden, 1993 dalam Potter & Perry

34 1999). Keadaan ini sering menyebabkan pasien kurang melakukan mobilisasi dan ambulasi. Kelelahan dan kerusakan otot dan neuromuskular, kelelahan otot mungkin karena gaya hidup, bedrest dan penyakit, keterbatasan kemampuan untuk bergerak dan beraktivitas karena otot lelah menyebabkan pasien tidak dapat meneruskan aktivitas. Kelelahan otot dapat menurunkan kekuatan pasien untuk bergerak, ditandai dengan pergerakan yang lambat. Kelelahan yang berlebihan bisa menyebabkan pasien jatuh atau mengalami ketidak seimbangan pada saat latihan (Berger & Williams, 1992). ketidakmampuan untuk berjalan berhubungan dengan kelemahan dan kerusakan otot ekstremitas bawah, terlihat tanda-tanda penurunan kekuatan dan massa otot kaki dan lutut yang selalu ditekuk ketika berusaha untuk berdiri (Berger & Williams, 1992). Ambulasi dini pada pasien paska operasi fraktur sulit dilakukan karena pemasangan alat fiksasi eksternal, luka bekas operasi dan luka bekas taruma (Gartland, 1987) yang mengakibatkan kerusakan pada neuromuskular atau sistem skeletal yang bisa memperberat dan menghambat pergerakan pasien (Kozier & Erb, 1987). Demam paska bedah dapat disebabkan oleh gangguan dan kelainan. Peninggian suhu badan pada hari pertama atau kedua mungkin disebabkan oleh radang saluran nafas, sedangkan infeksi luka operasi menyebabkan demam setelah kira-kira 1 minggu. Transfusi darah juga sering menyebabkan demam, dan diperkirakan kemungkinan adanya dehidrasi (Sjamsuhidajat & jong, 2005). Pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispnea selama latihan tidak akan tahan melakukan ambulasi seperti pada pasien yang tidak

35 mengalaminya. Pada pasien lemah tidak mampu meneruskan aktivitasnya karena energi besar diperlukan untuk menyelesaikan aktivitas menyebabkan kelelahan dan kelemahan yang menyeluruh (Potter & Perry, 1999). Hipotermia, pasien yang telah mengalami anastesi rentan terhadap menggigil. Pasien yang telah menjalani pemajanan lama terhadap dingin dalam ruang operasi dan menerima banyak infus intravena dipantau terhadap hipotermi. Ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman dan selimut disediakan untuk mencegah menggigil. Resiko hipertermia lebih besar pada pasien yang berada diruang operasi untuk waktu yang lama (Brunner & Suddarth, 2002). Anemia adalah adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada wanita. Gejalagejala umum anemia antara lain cepat lelah, takikardia, palpitasi dan takipnea pada latihan fisik (Mansjoer et al, 2001). b. Emosi Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan perilaku yang dapat menurunkan kemampuan ambulasi yang baik. Seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak termotivasi dan harga diri yang rendah akan mudah mengalami perubahan dalam ambulasi (Kozier & Erb, 1987). Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas sehingga lebih mudah lelah karena mengeluarkan energi cukup besar dalam ketakutan dan kecemasannya jadi pasien mengalami keletihan secara fisik dan emosi (Potter & Perry, 1999). Hubungan antara nyeri dan takut bersifat

36 kompleks. Perasaan takut seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan takut. Menurut Paice (1991) dalam Potter & Perry (1999) melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya rasa takut. Setelah paska operasi fraktur nyeri mungkin sangat berat khususnya selama beberapa hari pertama paska operasi. Area insisi mungkin menjadi satu-satunya sumber nyeri, iritasi akibat selang drainase, balutan atau gips yang ketat menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Secara signifikan nyeri dapat memperlambat pemulihan. Pasien menjadi ragu-ragu untuk melakukan batuk, nafas dalam, mengganti posisi, ambulasi atau melakukan latihan yang diperlukan. Setelah pembedahan analgetik sebaiknya diberikan sebelum nyeri timbul dengan dosis yang memadai. Jenis obat dan pemberian bergantung pada penyebab, letak nyeri dan keadaan pasien (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas. Pasien depresi biasa tidak termotivasi untuk berpartisipasi. Pasien khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena mereka mengeluarkan energi cukup besar dalam ketakutan dan kecemasannya jadi mereka mengalami keletihan secara fisik dan emosional (Potter & Perry, 1999). Tidak bersemangat karena kurangnya motivasi dalam melaksanakan ambulasi. Penampilan luka, balutan yang tebal drain serta selang yang menonjol keluar akan mengancam konsep diri pasien. Efek pembedahan, seperti jaringan parut yang tidak beraturan dapat menimbulkan perubahan citra diri pasien secara permanen, menimbulkan perasaan klien kurang sempurna, sehingga klien merasa

37 cemas dengan keadaannya dan tidak termotivasi untuk melakukan aktivitas. Pasien dapat menunjukkan rasa tidak senang pada penampilannya yang ditunjukkan dengan cara menolak melihat insisi, menutupi balutannya dengan baju, atau menolak bangun dari tempat tidur karena adanya selang atau alat tertentu (Perry & Potter, 1999). c. Gaya hidup Status kesehatan, nilai, kepercayaan, motivasi dan faktor lainnya mempengaruhi gaya hidup. Gaya hidup mempengaruhi mobilitas. Tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari gaya hidupnya dalam melakukan aktivitas dan dia mendefinisikan aktivitas sebagai suatu yang mencakup kerja, permainan yang berarti, dan pola hidup yang positif seperti makan yang teratur, latihan yang teratur, istirahat yang cukup dan penanganan stres Pender (1990 dalam berger & Williams, 1992). Menurut Oldmeadow et al (2006) tahapan pegerakan dan aktivitas pasien sebelum operasi di masyarakat atau dirumah dapat mempengaruhi pelaksanaan ambulasi. d. Dukungan Sosial Gottlieb (1983) mendefenisikan dukungan sosial sebagai info verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dalam subjek didalam lingkungan soisialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005) Keterlibatan anggota keluarga dalam rencana asuhan keperawatan pasien dapat memfasilitasi proses pemulihan. Membantu pasien mengganti balutan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan. dalam mencapai tujuan tertentu (Hidayat, 2007).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan. dalam mencapai tujuan tertentu (Hidayat, 2007). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Citra tubuh 2.1.1 Pengertian Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Edukasi 2.1.1 Definisi Edukasi Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta

Lebih terperinci

INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN INTENSITAS NYERI PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN SKRIPSI OLEH : ANWAR SYAHDAM H NIM 111121092 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan

Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan SKRIPSI Oleh Siti Khodijah 091121048 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

Lebih terperinci

GAMBARAN LAMA HARI RAWAT DALAM TERJADINYA LUKA DEKUBITUS PADA PASIEN IMMOBILISASI DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

GAMBARAN LAMA HARI RAWAT DALAM TERJADINYA LUKA DEKUBITUS PADA PASIEN IMMOBILISASI DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 1 GAMBARAN LAMA HARI RAWAT DALAM TERJADINYA LUKA DEKUBITUS PADA PASIEN IMMOBILISASI DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Oleh Suheri 081121022 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 1 2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mendapatkan peringkat kelima atas kejadian kecelakaan lalulintas di dunia. Kecelakaan lalulintas dapat menyebabkan berbagai dampak, baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008). Pelaksanaan ambulasi secara dini sangat penting karena ambulasi dini merupakan tindakan pengembalian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya

Lebih terperinci

YOU WANDA FADLANI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

YOU WANDA FADLANI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA EFEKTIVITAS TERAPI PERILAKU KOGNITIF DISTRAKSI TERHADAP INTENSITAS NYERI PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR YANG TERPASANG TRAKSI DI RUMAH SAKIT PUTRI HIJAU TINGKAT II MEDAN TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh YOU WANDA

Lebih terperinci

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 UPAYA PERAWAT UNTUK MENCEGAH TERJADINYA LUKA DEKUBITUS DALAM PERSEPSI PASIEN YANG MENGALAMI TRAUMA ORTHOPEDI DI RUANGAN RINDU B3 RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Oleh Surya Andika 091121042

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan masyarakat ada beberapa kegiatan atau aktivitas fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kasus-kasus orthopedi bertambah banyak, semakin bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan raya banyak kita jumpai berbagai kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3). Fraktur adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anastesi umum merupakan salah satu teknik yang dapat di lakukan pada pasien yang menjalani operasi lebih dari 20 menit, khususnya jika dibutuhkan pemulihan cepat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunya mengalami peningkatan, total jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan pusat statistik,

Lebih terperinci

Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP H. Adam Malik Medan

Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP H. Adam Malik Medan Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus dalam Terjadinya Flebitis pada Pasien yang Dipasang Infus di RSUP H. Adam Malik Medan Lia Mardiah Skripsi Fakultas Keperawatan Medan, 2012 Judul : Rata-rata Lama Hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan perioperative. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada upaya untuk menstabilkan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

Hubungan Keyakinan Diri (Self Efficacy) dengan Perilaku Nyeri pada Pasien dengan Nyeri Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI

Hubungan Keyakinan Diri (Self Efficacy) dengan Perilaku Nyeri pada Pasien dengan Nyeri Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI Hubungan Keyakinan Diri (Self Efficacy) dengan Perilaku Nyeri pada Pasien dengan Nyeri Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI Oleh Henny H. Aritonang 061101068 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Tindakan keperawatan (Implementasi)

Tindakan keperawatan (Implementasi) LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN No. Dx Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/ Pukul tanggal 1 Senin / 02-06- 14.45 15.00 15.25 15.55 16.00 17.00 Tindakan keperawatan (Implementasi) Mengkaji kemampuan

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial (Brunner & Suddarth, 2005).

Lebih terperinci

IKRIMA RAHMASARI J

IKRIMA RAHMASARI J PENGARUH RANGE OF MOTION (ROM) SECARA DINI TERHADAP KEMAMPUAN ACTIVITIES DAILY LIVING (ADL) PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI RSUI KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi dapat menghambat kemampuan klien untuk merespon stimulus

BAB I PENDAHULUAN. anestesi dapat menghambat kemampuan klien untuk merespon stimulus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara tindakan dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan ke arah perkembangan di bidang industri yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan munculnya industri-industri

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE Oleh: Kelompok : 1A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 2014 SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Mobilisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Citra diri merupakan sebuah keadaan dalam pikiran tentang diri. Anda, kehilangan citra dirinya dan merasa buruk tentang diri mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. Citra diri merupakan sebuah keadaan dalam pikiran tentang diri. Anda, kehilangan citra dirinya dan merasa buruk tentang diri mereka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Citra diri merupakan sebuah keadaan dalam pikiran tentang diri Anda, kehilangan citra dirinya dan merasa buruk tentang diri mereka sendiri karena kegagalan dan kekecewaan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI

Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI 1 Kepatuhan Perawat Dalam Melakukan Tindakan Range Of Motion (ROM) Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI Oleh NAJMI USYAIRA 111101032 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan di tangani. Pembukaan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

STATUS NUTRISI PADA PASIEN STROKE DENGAN DISFAGIA DI RUANG R-A4 RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

STATUS NUTRISI PADA PASIEN STROKE DENGAN DISFAGIA DI RUANG R-A4 RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN STATUS NUTRISI PADA PASIEN STROKE DENGAN DISFAGIA DI RUANG R-A4 RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Oleh TINA AGUSTARI 091121005 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 PRAKATA

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7-9 Agustus 2014 di Ruang Prabu Kresna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya 1 BAB I PENDAHULUAN Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka

Lebih terperinci

BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB 3 SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian 3.1.1. Kriteria Subjek Penelitian Subjek penelitian ini ialah pasien yang mengalami fraktur femur di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada tahun Januari

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk

BAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Dongoes, 2000). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi fraktur secara umum adalah pemecahan atau kerusakan suatu bagian terutama tulang (Dorland, 2002). Literatur lain menyebutkan bahwa fraktur atau patah tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar fisiologis yang merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia dapat bertahan hidup. Juga menurut Maslow

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS DISUSUN OLEH: PUTU EKA ANGGA RIANTINI P. 17420112108 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP PENINGKATAN SIRKULASI DARAH KAKI PADA PASIEN PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUP.HAJI ADAM MALIK

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP PENINGKATAN SIRKULASI DARAH KAKI PADA PASIEN PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUP.HAJI ADAM MALIK PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP PENINGKATAN SIRKULASI DARAH KAKI PADA PASIEN PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSUP.HAJI ADAM MALIK SKRIPSI Oleh Juliani Nasution 061101053 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat,

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah patahan tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan umumnya disebabkan oleh tulang patah dapat berupa trauma

Lebih terperinci

Fungsi dari Perlengkapan Ambulance ( Stretcher ) Stretcher a. Folding Stretcer ( Tandu Lipat ) b. Scoop Stretcher

Fungsi dari Perlengkapan Ambulance ( Stretcher ) Stretcher a. Folding Stretcer ( Tandu Lipat ) b. Scoop Stretcher Fungsi dari Perlengkapan Ambulance ( Stretcher ) Bagi sebagian orang mungkin banyak yang belum pernah melihat perlengkapan yang ada di dalam Ambulance, atau sudah pernah melihat tetapi tidak tahu nama

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR)

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi 1. Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan Jadwal dan Volume Pemberian Nutrisi. dan Cairan melaluingt terhadap Pemenuhan Intake. Nutrisi dan Cairan pada Pasien Gangguan

Pengaruh Pengaturan Jadwal dan Volume Pemberian Nutrisi. dan Cairan melaluingt terhadap Pemenuhan Intake. Nutrisi dan Cairan pada Pasien Gangguan Pengaruh Pengaturan Jadwal dan Volume Pemberian Nutrisi dan Cairan melaluingt terhadap Pemenuhan Intake Nutrisi dan Cairan pada Pasien Gangguan Gastrointestinal di RSUP. HAM Medan Sri Mahyunita Skripsi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves,

BAB I KONSEP DASAR. Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Frakur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 2000:761). Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001:248). Frakur adalah terputusnya

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan

Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Menjalani Perawatan di RSUP H. Adam Malik Medan Maisarah 101121103 Skripsi FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 Prakata Segala puji dan syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan

Lebih terperinci

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J 100 050 019 KARYA

Lebih terperinci

GAMBARAN KEBUTUHAN KELUARGA PASIEN YANG MENUNGGU KELUARGANYA DI RUANG RAWAT ICU RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

GAMBARAN KEBUTUHAN KELUARGA PASIEN YANG MENUNGGU KELUARGANYA DI RUANG RAWAT ICU RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN GAMBARAN KEBUTUHAN KELUARGA PASIEN YANG MENUNGGU KELUARGANYA DI RUANG RAWAT ICU RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TETI HARIANI PANE SKRIPSI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN, 2012 PRAKATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613)

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan sesuatu yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan. Menurut hirarki Maslow tingkat yang paling dasar dalam kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH STIMULUS KUTANEUS SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA LOW BACK PAIN DI KELURAHAN AEK GERGER SIDODADI

PENGARUH STIMULUS KUTANEUS SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA LOW BACK PAIN DI KELURAHAN AEK GERGER SIDODADI PENGARUH STIMULUS KUTANEUS SLOW STROKE BACK MASSAGE TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA LOW BACK PAIN DI KELURAHAN AEK GERGER SIDODADI SKRIPSI Oleh Sri Adhyati 091121050 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

Gambaran Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Adaptasi Fisiologis Selama Kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar

Gambaran Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Adaptasi Fisiologis Selama Kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar 1 Gambaran Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Adaptasi Fisiologis Selama Kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar SKRIPSI Oleh Sondang April Yani Manurung 111121039

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam pembangunan nasional di bidang kesehatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo bertempat di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan

Lebih terperinci

GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015

GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015 GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015 Daniel¹ Warjiman² Siti Munawaroh³ Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan aniel.green8@gmail.com, warjiman99@gmail.com,

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA. TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom. Ns. Emira Apriyeni, S.

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA. TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom. Ns. Emira Apriyeni, S. LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT KEGIATAN PENYULUHAN TENTANG REMATIK PADA LANSIA KETUA: TIM PENGABMAS Yenni, M.kep, Ns, Sp, Kep kom Ns. Emira Apriyeni, S.kep PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

KOPING PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H.ADAM MALIK MEDAN

KOPING PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H.ADAM MALIK MEDAN KOPING PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H.ADAM MALIK MEDAN SKRIPSI Oleh Ernita Novalia B 061101069 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 Judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas yang cukup tinggi. Data Kepolisian RI tahun 2009 menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. lalu lintas yang cukup tinggi. Data Kepolisian RI tahun 2009 menyebutkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kecelakaan lalu lintas yang cukup tinggi. Data Kepolisian RI tahun 2009 menyebutkan sepanang tahun

Lebih terperinci

melakukan aktivitas yang diperlukan.

melakukan aktivitas yang diperlukan. LAMPIRAN 1 MOBILISASI DINI 1) Pengertian Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara,

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Saya yang bernama Khairul Bariah / adalah mahaiswi D-IV Bidan

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Saya yang bernama Khairul Bariah / adalah mahaiswi D-IV Bidan Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Saya yang bernama Khairul Bariah / 095102019 adalah mahaiswi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN Di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tugas Mandiri Stase Praktek Keperawatan Dasar Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.trauma yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang merupakan bagian tubuh manusia yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasive yang dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri, atau deformitas tubuh (Nainggolan,

Lebih terperinci

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J 100 050 035

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, dan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, dan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan penulisan laporan kasus ini yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, dan ruang lingkup penelitian,

Lebih terperinci

Gambaran Tekanan Darah Pasien Saat Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan

Gambaran Tekanan Darah Pasien Saat Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan Gambaran Tekanan Darah Pasien Saat Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan SKRIPSI Oleh Lia Anggita Harahap 121101058 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERITAS SUMATERA UTARA 2016 i ii iii PRAKATA Puji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio Caesarea (SC) merupakan suatu teknik kelahiran perabdomen untuk menghentikan perjalanan persalinan normal, dengan cara melakukan insisi di dinding abdomen (laparatomi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk

BAB I PENDAHULUAN. secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk BAB I PENDAHULUAN Pertama pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan jaman, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus lalu lintas dewasa ini mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI LINGKUNGAN XIV KELURAHAN GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT

FAKTOR FAKTOR PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI LINGKUNGAN XIV KELURAHAN GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT FAKTOR FAKTOR PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI LINGKUNGAN XIV KELURAHAN GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT SKRIPSI oleh NOVA FARIDA Br SEMBIRING 101101004 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI KAKI DITINGGIKAN 30 DERAJAT DI ATAS TEMPAT TIDUR TERHADAP PENGURANGAN EDEMA KAKI PASIEN JANTUNG KONGESTIF DI RUANGAN CVCU RSUP.

PENGARUH POSISI KAKI DITINGGIKAN 30 DERAJAT DI ATAS TEMPAT TIDUR TERHADAP PENGURANGAN EDEMA KAKI PASIEN JANTUNG KONGESTIF DI RUANGAN CVCU RSUP. PENGARUH POSISI KAKI DITINGGIKAN 30 DERAJAT DI ATAS TEMPAT TIDUR TERHADAP PENGURANGAN EDEMA KAKI PASIEN JANTUNG KONGESTIF DI RUANGAN CVCU RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2010 SKRIPSI Oleh Ricky Efendi Siregar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diikuti dengan semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai dengan kesadaran masyarakat tentang

Lebih terperinci

Perilaku Caring Perawat dalam Melakukan Asuhan Keperawatan pada Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai

Perilaku Caring Perawat dalam Melakukan Asuhan Keperawatan pada Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Perilaku Caring Perawat dalam Melakukan Asuhan Keperawatan pada Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Skripsi Oleh Rika NIM : 111121026 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Terapi Sinema Terhadap Kecemasan Praoperatif pada. Anak Usia Sekolah di RSUP. H. Adam Malik Medan

Pengaruh Terapi Sinema Terhadap Kecemasan Praoperatif pada. Anak Usia Sekolah di RSUP. H. Adam Malik Medan Pengaruh Terapi Sinema Terhadap Kecemasan Praoperatif pada Anak Usia Sekolah di RSUP. H. Adam Malik Medan SKRIPSI Oleh : Maristha Roswati 111101121 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

Lebih terperinci