Unnes Journal of Public Health

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Unnes Journal of Public Health"

Transkripsi

1 UJPH 4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MEMAKAI ALAT PELINDUNG TELINGA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT. TOTAL DWI DAYA SEMARANG TAHUN 2014 Nurul Hidayah, Eram Tunggul P, Bambang Budi R. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima September 2014 Disetujui September 2014 Dipublikasikan Januari 2015 Keywords: Kepatuhan, Alat Pelindung Telinga, Sikap Abstrak Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah faktor apakah yang berhubungan dengan kepatuhan memakai APT pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Total Dwi Daya Semarang. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja bagian produksi sebanyak 24 responden. Teknik pengambilan sampel yaitu total sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner panduan wawancara. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (uji Chi Square dengan α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap dan kenyamanan dengan kepatuhan memakai APT (p value = 0.009), ( p value = 0,033). Tidak ada hubungan antara pengetahuan, motivasi, dan pengawasan dengan kepatuhan memakai APT (p value = 0.615), ( p value = 0,092), (p value = 0.326). Saran, sebaiknya melakukan jadwal pengawasan kerja yang pasti dan memastikan bahwa setiap tenaga kerja telah menerima APT, bagi tenaga kerja yang berperilaku aman harus dipertahankan, sehingga diharapkan mampu mempengaruhi sikap tenaga kerja yang tidak patuh menjadi patuh memakai APT. Abstract This research was a descriptive research with cross sectional approach. The population in this study are all part of the production workforce by 24 respondents. Total sampling is a sampling technique in this study. Instrument in this study is a questionnaire interview guide. Data analysis was performed using univariate and bivariate (α = 0.05). The results showed that there is a relationship between attitudes and compliance with wearing comfort hearing protection (p value = 0.009), (p value = 0.033). There is no relationship between knowledge, motivation, and supervision of compliance with wearing hearing protection (p value = 0615), (p value = 0.092), (p value = 0.326). Advice given to companies that should do the monitoring work schedule and the labourer must have hearing protection at working, for workers who are already safe behavior should be maintained so that workers are expected to influence attitudes work became obedient adherence Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, hidayahnurul2608@gmail.com ISSN

2 Nurul Hidayah / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) PENDAHULUAN Pemakaian mesin-mesin di tempat kerja terutama di sektor industri dapat menghasilkan suara selama proses produksi berlangsung. Sedangkan suara yang ada di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik (menyakitkan telinga pekerja) dan psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi). Saat situasi tersebut terjadi, status suara berubah menjadi polutan dan identitas suara berubah menjadi kebisingan (noise). Menurut Suma mur P.K. (2014:177). Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari dan 5 (lima) hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu. NAB kebisingan adalah 85 db(a), NAB kebisingan tersebut merupakan ketentuan dalam Peraturan Menteri NOMOR PER.13 / MEN / X / 2011 / Bentuk Negara RI No Kebisingan di tempat kerja seringkali merupakan problem tersendiri bagi tenaga kerja, umumnya berasal dari mesin kerja. Sayangnya, banyak tenaga kerja yang telah terbiasa dengan kebisingan tersebut, meskipun tidak mengeluh gangguan kesehatan tetap terjadi, sedangkan efek kebisingan terhadap kesehatan tergantung pada intensitasnya (Anies, 2005:91). Pada saat survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 10 Oktober 2013 di PT Total Dwi Daya didapatkan data awal pengukuran intensitas kebisingan di beberapa titik di bagian produksi yaitu : titik I (mesin gerinda circle) intensitas bising sebesar 87,2 db; titik II (mesin gerinda kecil) sebesar 87,8 db; dan titik III (mesin gerinda kecil) sebesar 86,8 db. Waktu kerja yang ditetapkan di PT Total Dwi Daya adalah 8 jam per hari sehingga dari hasil pengukuran tersebut telah menunjukkan bahwa intensitas kebisingan yang dihasilkan oleh mesin-mesin di bagian produksi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas bising dari lama pemaparan selama 8 jam kerja sehari. Salah satu bentuk APD untuk pengendalian kebisingan adalah Alat Pelindung Telinga (APT) yang terdiri dari berbagai macam bentuk. Menurut Suma mur P.K (2014) sampai saat ini masih ada tenaga kerja yang menganggap memakai APD mengganggu pekerjaannya dan efek perlindungannya kurang. Kesadaran akan manfaat penggunaan APD perlu ditanamkan pada setiap tenaga kerja, karena perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) merupakan salah satu alasan mengapa seorang pekerja tidak menggunakan APD. Pembinaan yang terus menerus dapat meningkatkan kesadaran dan wawasan mereka. Salah satu cara yang efektif adalah melalui pelatihan. Peningkatan pengetahuan dan wawasan akan menyadarkan tentang pentingnya penggunaan APD, sehingga efektif dan benar dalam penggunaannya (A.M. Sugeng Budiono, 2003 : 335). Pada saat survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 10 Oktober 2013 di PT Total Dwi Daya didapatkan hasil bahwa dari jumlah total 10 pekerja di bagian finishing, sebagian banyak pekerja yaitu 7 pekerja (70 %) yang tidak menggunakan alat pelindung telinga (ear plug dan ear muff) yang sudah disediakan, artinya tidak ada 50% pekerja yang menggunakan alat pelindung telinga meskipun dari pihak perusahaan sudah memberikan peraturan supaya memakai APD saat bekerja. Bagian produksi di PT Total Dwi Daya terdiri dari 3 bagian, antara lain: bagian welding assembling, MCB (Making, Cutting, and Bending), dan Poles. Dalam setiap tahap tersebut terdapat alat-alat yang digunakan dan setiap alat menghasilkan suara bising yang berbeda-beda. Ketiga proses di bagian produksi berada dalam satu ruangan atau gedung dan diantara tiga proses produksi tersebut, bagian welding assembling menggunakan mesin yang menghasilkan bising diatas NAB. Dari pihak 2

3 Nurul Hidayah / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) perusahaan sudah menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) untuk menjaga kesehatan dan keselamatan tenaga kerja khususnya alat pelindung telinga untuk bahaya bising di tempat kerja. Namun, pada kenyataannya saat observasi awal yang dilakukan oleh peneliti masih ada pekerja yang tidak menggunakan dan tidak patuh memakai Alat Pelindung Diri (APD) khususnya alat pelindung telinga saat bekerja. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Total Dwi Daya Semarang Tahun METODE Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini diadakan di PT Total Dwi Daya Semarang dan berlangsung pada bulan Juli tahun Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja bagian produksi sebanyak 24. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Suharsimi Arikunto (2002: 112) apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil antara % atau %. Sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling yang berjumlah 24 orang yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden (dalam hal angket) dan interview (dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda tertentu (Soekidjo Notoadmodjo, 2002:116). Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis Univariat dan bivariat. Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel penelitian. Analisis ini digunakan mendeskripsikan variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk distribusi dan presentase dari tiap variabel. Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis dengan menggunakan Uji statistik Chi Square, karena skala variabel yang digunakan adalah kategorik (ordinal dan ordinal). Sedangkan uji alternatifnya yaitu uji Fisher s (M. Sopiyudin Dahlan, 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:121). Hasil uji univariat berdasarkan penelitian dari 24 responden diperoleh data distribusi responden menurut pengetahuan sebagai berikut (Tabel 1): Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Pengetahuan No. Pengetahuan Frekuensi Presentase (%) 1 2 Kurang Baik Baik ,8 79,2 Jumlah ,00 Sikap dalam penggunaan alat pelindung telinga merupakan keyakinan terhadap penggunaan alat pelindung telinga dimana semakin positif sikap tenaga kerja semakin tinggi frekuensi memakai alat pelindung telinga tersebut atau bisa dikatakan tenaga kerja semakin patuh dalam menggunakan alat pelindung telinga sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya gangguan pendengaran tenaga kerja di tempat yang mempunyai intensitas kebisingan melebihi NAB. Hasil uji univariat berdasarkan penelitian dari 24 responden diperoleh data distribusi responden menurut sikap sebagai berikut: 3

4 Nurul Hidayah / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Sikap No. Sikap Frekuensi Presentase (%) 1 2 Tidak Setuju Setuju ,3 66,7 Jumlah ,00 Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kenyamanan Memakai APT No. Kenyamanan Frekuensi Presentase (%) 1 2 Tidak Nyaman Nyaman ,7 58,3 Jumlah ,00 Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja (Pandji Anoraga, 2009: 35). Jika seseorang tidak memiliki cukup motivasi untuk patuh terhadap peraturan keselamatan atau terlibat dalam aktivitas keselamatan, maka dia tidak akan memilih untuk melakukan tindakan tersebut (Prihatiningsih & Sugiyanto, 2010:83). Hasil uji univariat berdasarkan penelitian dari 24 responden diperoleh data distribusi responden menurut motivasi sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi No. 1 2 Motivasi Kerja Rendah Tinggi Frekuensi Presentase (%) 58,3 41,7 Jumlah ,00 Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat menggunakan alat pelindung diri akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka menggunakan respon yang berbeda-beda (A.M. Sugeng Budiono, 2003:334). Hasil uji univariat berdasarkan penelitian dari 24 responden diperoleh data distribusi responden menurut kenyamanan sebagai berikut: Pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana. Pengawasan yang dilakukan secara reguler oleh perusahaan terkait memakai APD saat bekerja secara langsung membuat para pekerja patuh memakai APD terutama alat pelindung telinga. Menurut Sarwono (1993), menyatakan bahwa patuh menghasilkan perubahan tingkah laku sementara, dan individu cenderung kembali berpandangan/perilaku yang semula jika pengawasan kelompok mengendur atau jika dia pindah dari kelompoknya. Hasil uji univariat berdasarkan penelitian dari 24 responden diperoleh data distribusi responden menurut sikap sebagai berikut: Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Pengawasan Kerja No. Pengawasan Frekuensi Presentase (%) 1 2 Kurang Baik Baik ,2 20,8 Jumlah ,00 Kepatuhan didefinisikan suka menurut perintah, taat kepada perintah aturan, berdisiplin, sifat patuh, ketaatan. Kepatuhan merupakan ketaatan atau ketidaktaatan pada perintah, aturan, dan disiplin. Perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dari tahap kepatuhan, identifikasi, kemudian internalitas (Sarwono, 1993). Hasil uji univariat berdasarkan penelitian dari 24 responden diperoleh data distribusi responden menurut sikap sebagai berikut: 4

5 Nurul Hidayah / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Pemakaian APT No. Pengawasan Frekuensi Presentase (%) 1 2 Tidak Patuh Patuh ,5 37,5 Jumlah ,00 Berdasarkan tabel dan gambar, dapat diketahui bahwa dari sampel penelitian yang berjumlah 24 responden, 15 responden (62,5%) tidak patuh memakai APT saat bekerja dan 15 responden (37,5%) patuh memakai APT saat bekerja. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu Pengetahuan, sikap, motivasi, kenyamanan, dan pengawasan sebagai variabel bebas dan kepatuhan memakai alat pelindung telinga sebagai variabel terikat. Hasil uji bivariat dapat dilihat pada tabel 7 antara pengetahuan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga (APT). Tabel 7. Tabulasi Silang Pengetahuan dengan Kepatuhan memakai APT Pengetahuan Kepatuhan Memakai APT Presentase (%) Tidak Patuh Patuh Total α p value % % % Kurang Baik Baik % 47,9% % 42,1% % 100% 0,05 0, ,5% 9 37,5% % Berdasarkan Tabel 7 hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga diperoleh data bahwa nilai p value sebesar 0,615 (p value> 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan memakai APT. Sebagian besar yaitu sebanyak 47,9 % tenaga kerja yang berpengetahuan baik tidak patuh memakai alat pelindung telinga, hal ini dikarenakan tidak ada upaya untuk mengingatkan tenaga kerja untuk berperilaku aman seperti memasang posterposter yang berkaitan dengan akibat jika tidak memakai alat pelindung diri dan bagaimanan SOP memakai alat pelindung diri. Hasil bivariat dapat dilihat pada tabel 8. antara sikap dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga (APT). Tabel 8. Tabulasi Silang Sikap dengan Kepatuhan memakai APT Sikap Kepatuhan Memakai APT Presentase (%) Tidak Patuh Patuh Total α p value % % % Tidak Setuju Setuju % 43,8% 0 9 0% 56,2% % 100% 0,05 0, ,5% 9 37,5% 24 5

6 Nurul Hidayah / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Berdasarkan Tabel 8 hasil analisis hubungan antara sikap dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga diperoleh data bahwa nilai p value sebesar 0,009 (p value < 0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan memakai APT. Responden yang setuju dalam pemakaian APT akan membawa pada sikap positif sehingga cenderung bertindak untuk memakai APT selama bekerja, namun sebaliknya responden yang tidak setuju akan membawa pada sikap negatif yang cenderung bertindak mengabaikan pemakaian APT ataupun memakai APT secara tidak teratur, dalam arti saat bekerja terkadang APT dilepas dengan sengaja dan tidak dipasang kembali sehingga upaya untuk melindungi diri dari gangguan pendengaran tidak terlaksana Hasil bivariat dapat dilihat pada tabel 9. antara motivasi dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga (APT). Tabel 9. Tabulasi Silang Motivasi Kerja dengan Kepatuhan memakai APT Motivasi Kepatuhan Memakai APT Presentase (%) Tidak Patuh Patuh Total α p value % % % Rendah Tinggi % 78,6% % 21,4% % 100% 0,05 0, ,5% 9 37,5% % Berdasarkan Tabel 9 hasil analisis hubungan antara motivasi dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga diperoleh data bahwa nilai p value sebesar 0,092 (p value > 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kepatuhan memakai APT. Hasil bivariat dapat dilihat pada tabel 10. antara kenyamanan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga (APT). Tabel 10. Tabulasi Silang Kenyamanan dengan Kepatuhan memakai APT Kenyamanan Kepatuhan Memakai APT Presentase (%) Tidak Nyaman Nyaman Tidak Patuh Patuh Total α p value % % % % 42,9% % 57,1% ,5% 9 37,5% % 100% 100% 0,05 0,033 Berdasarkan Tabel 10 hasil analisis hubungan antara kenyamanan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga diperoleh data bahwa nilai p value sebesar 0,033 (p value < 0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kenyamanan dengan kepatuhan memakai APT. Alasan pekerja tidak mau memakai adalah tidak sadar atau tidak mengerti, merasa panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu pekerjaan, dan tidak ada sangsi ketika tidak memakai alat pelindung diri. Hasil bivariat dapat dilihat pada tabel 11. antara pengawasan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga (APT). 6

7 Nurul Hidayah / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Tabel 11. Tabulasi Silang Pengawasan Kerja dengan Kepatuhan memakai APT Pengawasan Kepatuhan Memakai APT Presentase (%) Kurang Baik Baik Tidak Patuh Patuh Total α p value % % % ,4% 40% ,6% 60% % 100% 15 62,5% 9 37,5% % 0,05 0,326 Berdasarkan Tabel 11 hasil analisis hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga diperoleh data bahwa nilai p value sebesar 0,326 (p value > 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan kepatuhan memakai APT. Pengawasan yang ada di tempat penelitian tidak dilakukan secara teratur dan reguler sehingga kontrol terhadap pemakaian alat pelindung telinga pada tenaga kerja masih kurang. SIMPULAN Simpulan dalam penelitian ini adalah sikap dan kenyamanan merupakan faktor yang berhubungan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Total Dwi Daya Semarang dan tidak ada hubungan antara pegetahuan, motivasi, dan pengawasan dengan kepatuhan memakai alat pelindung telinga pada tenaga kerja bagian produksi di PT. Total Dwi Daya Semarang. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA A.M. Sugeng Budiono, dkk., 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Anies, 2005, Penyakit akibat Kerja, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51:1999, Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Jakarta M. Sopiyudin Dahlan, 2008, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika. Pandji Anoraga, 2006, Psikologi Kerja, Jakarta: Rineka Cipta. Prihatiningsih, Sugiyanto, 2010, Pengaruh Iklim Keselamatan dan Pengalaman Personal terhadap Kepatuhan pada Peraturan Keselamatan Pekerja Konstruksi, Jurnal: Universitas Gadjah Mada. Sarwono SW, Pendidikan kesehatan dan beberapa model perubahan perilaku.dalam: Sosiologi Kesehatan. Gajah Mada University Press Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahrgaan Universitas Negeri Semarang, Dosen Pembimbing Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahrgaan Universitas Negeri Semarang, Pimpinan PT. Total Dwi Daya Semarang, Seluruh Pekerja Bagian Produksi PT. Total Dwi Daya Semarang. 7

8 UJPH 4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN PENEMUAN KASUS TB PARU DI EKS KARESIDENAN PATI TAHUN 2013 Eva Emaliana Saomi, Widya Hary Cahyati, Sofwan Indarjo Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima Oktober 2014 Disetujui Oktober 2014 Dipublikasikan Januari 2015 Keywords: karakteristik individu, lama kerja, TB paru Abstrak Penemuan kasus TB paru meningkat setiap tahun. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan karakteristik individu dengan penemuan kasus TB paru di eks Karesidenan Pati tahun Jenis penelitian adalah survey analitik dengan pendekatan case control. Sampel berjumlah 15 orang pada masing-masing kelompok kasus dan kontrol yang diambil dengan teknik simple random sampling. Analisis data menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan (α)=0,05. Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan penemuan kasus TB paru adalah latar belakang pendidikan (p value=0,027, OR=8,00) dan pengetahuan (p value=0,023, OR=9,75). Variabel yang tidak berhubungan adalah umur (p value=0,264), jenis kelamin (p value=0,449), lama kerja (p value=0,245), dan sikap petugas (p value=0,053). Saran bagi dinas kesehatan di eks Karesidenan Pati untuk petugas yang berpendidikan SMA supaya melanjutkan ke jenjang D3/S1. Bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan tentang faktor lain yang berhubungan dengan karakteristik individu dengan penemuan kasus TB paru. Abstract Pulmonary TB cases are increasingly found every year. The objective this study was find out the correlation between individual characteristic toward the finding pulmonary TB cases in ex Pati Residency during 2013.It was analytical survey research using case control approach. 15 persons in each case and control group were taken as sample using simple random sampling technique. The data was analyzed using chi square test with degree of significance (α)=0,05.the research result showed that the risk factor correlate with the finding of pulmonary TB cases were education background (p value=0,027, OR=8,00), knowledge (p value=0,023, OR=9,75), and training (p value=0,023, OR=9,75). Variables which uncorrelated were age (p value=0,264), gender (p value=0,449), duration of employment (p value=0,245), and officers behavior (p value=0,053). Advice for health department in ex Pati Residency for the officers who was educated in high school in order to proceed to the level of D3/S1. For other researchers study more theother factors associated with individual characteristics against pulmonary TB case finding Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, evasaomi@gmail.com ISSN

9 Eva Emaliana Saomi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) PENDAHULUAN Sekitar 1,9 milyar manusia atau sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis (TB). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan kematian per tahunnya. Target pencapaian angka penemuan kasus TB paru Case Detection Rate (CDR) tahun 2009 sudah mencapai 73,1%. Angka penemuan kasus TB tahun 2010 mencapai 78,3% dan tahun 2011 meningkat sebesar 83,48% (Kementerian Kesehatan RI, 2011:20). Target program penanggulangan TB paru adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA (+) paling sedikit 70%. Pencapaian target global adalah tonggak pencapaian program penanggulangan TB nasional yang utama. Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang belum mencapai CDR 70%. CDR Jawa Tengah menempati urutan ke- 14 di Indonesia sebesar 57,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2011:22). Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, tahun 2008 CDR TB paru di Jawa Tengah sebesar 47,97%, tahun 2009 sebesar 48%, tahun 2010 sebesar 55,31%, tahun 2011 sebesar 59,52%, dan tahun 2012 sebesar 58,45%. Pada tahun 2010, angka penemuan penderita TB paru di eks Karesidenan Pati sebesar 55,38%, tahun 2011 turun menjadi 47,76%, dan tahun 2012 menurun lagi menjadi 12,99%. Target nasional yang ditetapkan sebesar 70% belum dapat tercapai di eks Karesidenan Pati (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, ). Eks Karesidenan Pati menempati urutan terendah kedua CDR per eks karesidenan di Jawa Tengah yang meliputi 5 wilayah kabupaten yaitu Jepara, Kudus, Pati, Rembang, dan Blora. CDR TB paru di Jepara tahun 2012 sebesar 49,41%. CDR TB paru di Kudus tahun 2012 sebesar 63,12%. CDR TB paru di Pati tahun 2012 sebesar 46,91%. CDR TB paru di Rembang tahun 2012 sebesar 47%. CDR TB paru di Blora tahun 2012 sebesar 47,02%. Berdasarkan penelitian Ekowati RN dan Afrimelda (2009) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan CDR program TB paru Puskesmas Propinsi Sumatera Selatan. Variabel jenis kelamin, pengetahuan, pelatihan, sumber daya, supervisi, dan motivasi petugas pengelola program P2TB puskesmas adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian target CDR program P2TB puskesmas Propinsi Sumatera Selatan tahun Berdasarkan penelitian Abbas, A (2012), beberapa faktor kinerja yaitu pengetahuan, motivasi, sikap, dan kompensasi petugas TB di Puskesmas Sidrap. Penelitian S, Bambang (2005), pelaksanaan penemuan penderita TB paru di Kabupaten Sleman dan faktor-faktornya adalah pengalokasian dana, supervisi monitoring, dan pelatihan program TB. Penelitian Putri, RN (2012) tentang keterampilan petugas laboratorium puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Wonosobo yaitu beberapa hal yang mempengaruhi adalah pelatihan, kurangnya motivasi, dan kurangnya sarana laboratorium. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, pengetahuan, sikap, dan pelatihan) dengan penemuan kasus TB paru di eks Karesidenan Pati tahun METODE Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan studi analitik. Rancangan penelitian ini adalah case control untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dengan penemuan kasus TB paru. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, pengetahuan, sikap petugas, dan pelatihan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penemuan kasus TB paru. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas pemegang program TB paru puskesmas di Dinas Kesehatan eks Karesidenan Pati tahun 2013 yang berjumlah 111 orang. 16

10 Eva Emaliana Saomi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) sampel berjumlah 30 responden yang diperoleh dengan menggunakan teknik simple random sampling. Alasan peneliti menggunakan teknik simple random sampling adalah agar setiap individu pada setiap populasi kasus dan kontrol mendapatkan peluang yang sama sebagai sampel penelitian, sehingga hasil yang didapatkan dapat mewakili keseluruhan populasi penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas sebelum penelitian dilakukan. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 15 petugas TB paru di Kota Semarang dengan alasan latar belakang monografi hampir sama dengan eks Karesidenan Pati. Berdasarkan hasil uji coba kuesioner penelitian menunjukkan bahwa 54 item soal yang diujikan semuanya dikatakan valid. Item soal dikatakan valid karena r hitung > r tabel, yaitu r hitung > 0,514 dengan N=15. Instrumen dinyatakan realibel dan dapat digunakan untuk pengumpulan data jika r alpha lebih besar dari nilai konstanta 0,6. Berdasarkan uji coba reliabilitas kuesioner penelitian, diperoleh r hitung (Alpha) = 0,859 (artinya r hitung > r tabel), maka hal ini menunjukkan bahwa kuesioner tersebut dikatakan reliabel. Teknik pengambilan data yang digunakan meliputi metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah editing, coding, dan entry. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis satu variabel (univariat) dan analisis dua variabel (bivariat). Analisis univariat ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square yang digunakan untuk menganalisis semua variabel yang diteliti. Syarat uji chi squre adalah tidak terdapat sel dengan nilai observed nol (0) dan sel dengan nilai expected (E) kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat chi square tidak terpenuhi, maka uji yang digunakan adalah uji alternatif uji Fisher. Analisis ini bertujuan supaya keeratan hubungan antara kedua variabel atau lebih dapat terlihat. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 : Tabel 1. Hasil Penelitian Penemuan Kasus TB Paru Kategori Cakupan Cakupan No Variabel CDR CDR Jumlah < 70% 70% F % f % f % 1. Umur tahun 7 46, , ,0 >50 tahun 8 53,3 4 26, ,0 2. Jenis Kelamin Laki-laki 3 20,0 7 46, ,3 3. Latar Belakang Pendidikan 4. Pengetahuan 5. Pelatihan 6. Lama Kerja 7. Sikap Petugas Perempuan 12 80,0 8 53, ,7 SMA 10 66,7 4 26, ,7 D3/S1 5 33, , ,3 Kurang 9 60,0 2 13, ,7 Baik 6 40, , ,3 Belum ikut 10 66,7 2 13, ,0 pelatihan Ikut pelatihan 5 33, , ,0 Baru 7 46,7 3 20, ,3 Lama 8 53, , ,7 Kurang 9 60,0 2 13, ,7 Baik 6 40, , ,3 p value 0,264 0,449 0,027 0,023 0,023 0,245 0,053 OR 95%CI 0,318 0,069-1,468 0,416 0,090-1, ,522-42,042 9,750 1,592-59,695 9,750 1,592-59,695 3,50 0,692-17,714 7,429 1,226-45,005 17

11 Eva Emaliana Saomi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Umur Berdasarkan hasil uji statistik Chi square pada Tabel 1. menunjukkan tidak ada hubungan antara umurdengan penemuan kasus TB paru dengan nilai p=0,264 (p>0,05). Dari 15 petugas TB paru dengan puskesmas yang mempunyai CDR < 70% terdapat 7 responden (46,7%) yang berumur dewasa muda (25-49 tahun) dan 8 responden (53,3%) berumur dewasa tua (>50 tahun). Dari 15 responden yang mempunyai CDR 70%, ada sebanyak 11 responden (73,3%) yang berumur dewasa muda dan 4 responden (26,7%) berumur dewasa tua. Pada penelitian ini, penunjukan petugas puskesmas sebagai pengelola program P2TB tidak didasarkan oleh batasan umur, sehingga terdapat perbedaan usia pada pengangkatan awal sebagai pengelola program TB paru. Perbedaan usia yang ada pada petugas tidak menjadi suatu masalah yang besar dalam melaksanakan tugas pada program penemuan kasus TB paru. Pada petugas yang berumur dewasa tua sudah berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan pada umur dewasa muda walaupun belum berpengalaman tetapi sudah mengikuti pelatihan program TB paru. Sehingga pada petugas yang berumur dewasa muda dapat terampil mengimbangi petugas dewasa tua yang sudah berpengalaman. Petugas yang berumur dewasa muda maupun dewasa tua dapat menemukan pasien baru TB paru dan dapat melaksanakan pekerjaanya sebagai pemegang program P2TB dengan cepat sesuai yang direncanakan. Jadi, penemuan kasus TB paru tidak didasarkan pada semakin banyaknya umur petugas. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ekowati RN dan Afrimelda (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan umur dengan CDR TB paru, di mana 26,4% umur petugas di atas 31,5 tahun. Petugas yang berusia muda maupun tua dengan sama-sama berpengalaman dalam teori sehingga banyak memberikan materi penyuluhan yang lebih mendalam tentang penyakit TB paru yang diperlukan dalam pencapaian CDR program P2TB puskesmas. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil uji statistik Chi square pada Tabel 1. menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penemuan kasus TB paru dengan nilai p=0,449(p>0,05). Dari 15 petugas pada puskesmas dengan CDR < 70% terdapat 3 responden (20,0%) berjenis kelamin laki-laki dan 12 responden (80,0%) berjenis kelamin perempuan. Dari 15 responden pada puskesmas dengan CDR 70%, ada7 responden (46,7%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 8 responden (53,3%) berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi terbesar petugas TB paru berjenis kelamin perempuan. Petugas pemegang TB paru tidak dipilih berdasarkan jenis kelamin. Hal ini sudah ketetapan dari kepala puskesmas yang sudah dibagi berdasarkan tugasnya masing-masing, sehingga petugas wajib melaksanakan tugas yang sudah diberikan. Petugas berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan tidak ada bedanya dalam melaksanakan tugas sebagai pemegang program TB paru. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama dapat melaksanakan pekerjaan baik di puskesmas dan di lapangan untuk menemukan kasus TB paru. Petugas TB paru yang berjenis kelamin perempuan mampu optimal dalam bekerja di lapangan, karena sudah tidak ada kendala faktor kesulitan transportasi. Petugas TB paru yang berjenis kelamin sudah banyak yang dapat menggunakan kendaraan dan akses jalan ke lapangan sudah baik sehingga mudah ditempuh untuk melaksanakan program penemuan pasien TB paru. Begitu pula dengan petugas yang berjenis kelamin laki-laki yang cenderung lebih optimal dan cekatan di lapangan tetapi juga mampu bekerja dengan baik di dalam puskesmas. Tidak ada halangan apapun dalam melakukan program seperti kontak langsung, penjaringan suspek, kunjungan rumah, dan penyuluhan TB paru. Semua tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai rencana 18

12 Eva Emaliana Saomi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) pada petugas berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Awusi, RYE (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penemuan kasus TB paru. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Ekowati RN dan Afrimelda (2009) yang menyatakan ada hubungan jenis kelamin dengan CDR TB paru dengan p= 0,005. Latar Belakang Pendidikan Berdasarkan hasil uji statistik Chi square pada Tabel 1. menunjukkan ada hubungan antara latar belakang pendidikan dengan penemuan kasus TB paru dengan nilai p=0,027(p<0,05). Dari 15 petugas dengan puskesmas yang mempunyai CDR <70% terdapat 10 responden (66,7%) yang memiliki pendidikan SMA (SPK) lebih besar apabila dibandingkan dengan 5 responden (33,3%) yang memiliki pendidikan D3/S1. Dari 15 puskesmas dengan CDR 70%, ada sebanyak 4 responden (26,7%) yang memiliki pendidikan SMA dan 11 responden (73,3%) yang memiliki pendidikan D3/S1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan petugas sebesar 56,7% berpendidikan D3/S1. Petugas dengan latar belakang pendidikan D3/S1 memiliki kemampuan yang lebih dalam ketrampilan dan inovasi untuk memecahkan masalah penemuan TB paru dibandingkan dengan petugas yang petugas yang berpendidikan SMA (SPK). Dengan pendidikan yang tinggi, petugas lebih mudah melaksanakan tugasnya dalam penemuan kasus TB paru. Petugas dapat memberikan materi TB paru yang diperolehnya dalam pelatihan kemudian menyampaikannya pada masyarakat melalui program penyuluhan. Tingkat pendidikan seseorang berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menyerap dan menerima informasi. Petugas yang memiliki tingkat pendidikan tinggi umumnya lebih mudah dalam menyerap dan menerima informasi masalah kesehatan dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih rendah sehingga mempengaruhi pelayanan kesehatan yang tersedia. Bagi petugas yang berpendidikan SMA (SPK) hanya melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan program yang sudah biasa dilakukan. Padahal inovasi dan ketrampilan dari petugas yang berpendidikan tinggi sangat dibutuhkan dalam penemuan kasus TB paru. Hasil penelitian ini sesuai dengan Novithalina, NG (2009) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara latar belakang pendidikan dengan penemuan TB paru dengan p value = 0,001. Pengetahuan Berdasarkan hasil uji statistik Chi square pada Tabel 1. menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan penemuan kasus TB paru dengan nilai p=0,023 (p<0,05). Dari 15 petugas dengan puskesmas yang mempunyai CDR <70% terdapat 9 responden (60,0%) yang memiliki pengetahuan kurang lebih besar apabila dibandingkan dengan 6 responden (40,0%) yang memiliki pengetahuan baik. Dari 15 puskesmas dengan CDR 70%, ada2 responden (13,3%) yang memiliki pengetahuan kurang dan 13 responden (86,7%) yang memiliki pengetahuan baik. Dalam penelitian ini, sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan yang dimiliki oleh petugas sangat diperlukan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pemegang TB paru. Petugas harus menguasai semua materi TB paru secara lengkap agar dalam melakukan tugas sesuai dengan yang diharapkan dan target penemuan TB paru sesuai dengan target. Pengetahuan dalam teori merupakan komponen organisasi yang penting dan berefek langsung dalam peningkatan kinerja. Pengetahuan diperlukan untuk terbentuknya tindakan seseorang dalam menghasilkan kinerja. Berdasarkan teori dalam penanggulangan penyakit TB paru dinyatakan bahwa pengetahuan berpengaruh langsung terhadap perubahan perilaku dan sikap dalam pencapaian CDR. Faktor yang berperan dalam pencapaian cakupan CDR program P2TB berasal dari 19

13 Eva Emaliana Saomi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) dalam diri petugas. Pengetahuan yang baik akan memotivasi untuk meningkatkan ketrampilan dan sikap, sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu lebih terarah dan efektif. Pengetahuan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Oleh karena itu, pengetahuan petugas yang baik terkait pengobatan TB paru perlu dipertahankan, sehingga dapat menunjang peningkatan kinerja dalam pencapaian angka penemuan kasus TB paru. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ekowati RN dan Afrimelda (2009) yang menyatakan bahwa adanya CDR P2TB yang mencapai target pada responden yang sebanyak 20 orang (41,7%), sedangkan pada pengetahuan yang kurang sebanyak 8 responden (13,8%), dimana p value 0,003 dengan OR=4,464. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Abbas, A (2012) yang menunjukkan bahwa prosentase petugas dengan pengetahuan baik sebesar 71,4%. Hal tersebut didukung oleh pengetahuan yang baik dari petugas TB dalam menjalankan tugas pengobatan TB. Petugas dapat menjelaskan dengan baik terkait pengobatan TB mulai dari tujuan pengobatan, tata laksana pengobatan, hingga penentuan hasil pengobatan bagi pasien. Pengetahuan yang baik bagi petugas dapat meningkatkan kinerja petugas dalam penanggulangan TB paru. Pelatihan Berdasarkan hasil uji statistik Chi square pada Tabel 1. Menunjukkan ada hubungan antara pelatihanden gan penemuan kasus TB paru dengan nilai p=0,023 (p<0,05).dari 15 petugas dengan puskesmas yang mempunyai CDR <70% terdapat 10 responden (66,7%) yang belum ikut pelatihan lebih besar dari 5 responden (33,3%) yang sudah ikut pelatihan. Dari 15 puskesmas dengan CDR 70%, ada 2 responden (13,3%) yang belum ikut pelatihan dan 13 responden (86,7%) yang sudah ikut pelatihan. Pelatihan termasuk komponen karakter individu, yang sangat penting dalam peningkatan kinerja. Pelatihan yang dilaksanakan petugas merupakan upaya pembelajaran petugas yang lebih mendalam. Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas. Program pelatihan perlu disusun dengan baik untuk petugas yang sudah berpengalaman maupun bagi para petugas yang sudah berkarya. Konsep pelatihan dalam program TB terdiri dari pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre-service training) dengan memasukkan materi program penanggulangan TB strategi DOTS, kemudian pelatihan dalam tugas (in service training) berupa pelatihan dasar (initial training in basic DOTS implementation) yaitu pelatihan penuh, dimana seluruh materi diberikan. Pelatihan ulangan (retraining), yaitu pelatihan formal yang dilakukan terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya, tetapi masih ditemukan banyak masalah dalam kinerjanya, dan tidak cukup hanya dilakukan melalui supervisi. Pelatihan penyegaran yaitu pelatihan formal yang dilakukan terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan sebelumnya minimal 5 tahun atau ada perbaikan materi. Pelatihan di tempat tugas/refresher (on the job training), dimana telah mengikuti pelatihan sebelumnya tetapi masih ditemukan masalah dalam kinerjanya, dan cukup diatasi hanya dengan dilakukan supervisi. Untuk pelatihan lanjutan (advanced training) maksudnya pelatihan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan program yang lebih tinggi, dimana materinya berbeda dengan pelatihan dasar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Ekowati RN dan Afrimelda (2009) yang menyatakan CDR program P2TB puskesmas yang mencapai target adalah pada responden yang pernah mendapatkan pelatihan sebanyak 42,9%, sedangkan responden yang tidak pernah mendapatkan pelatihan sebanyak 12,3 %, dimana p value = 0,001 dengan OR = 5,

14 Eva Emaliana Saomi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Lama Kerja Berdasarkan hasil uji statistik Chi square pada Tabel 1. menunjukkan tidak ada hubungan antara lama kerja dengan penemuan kasus TB paru dengan nilai p=0,245 (p>0,05). Dari 15 petugas pada puskesmas dengan CDR < 70% terdapat 7 responden (46,7%) yang memiliki lama kerja baru dan 8 responden (53,3%) yang memiliki lama kerja yang lama. Dari 15 responden dari puskesmas dengan CDR 70%, ada responden 3 (20,0%) yang memiliki lama kerja baru dan 12 responden (80,0%) yang memiliki lama kerja yang lama. Sebagian responden memiliki lama kerja yang lama ( 4 tahun) sebanyak 20 orang. Petugas yang memiliki masa kerja lama memegang program TB paru tidak diganti karena banyak petugas lain yang tidak bersedia untuk menggantikan posisi sebagai pemegang program TB paru dengan alasan resiko yang ditimbulkan dari TB paru. Alasan lainnya karena di puskesmas memiliki keterbatasan tenaga petugas untuk memegang program TB paru sehingga banyak petugas yang memiliki tugas rangkap memegang lebih dari 1 program. Petugas yang memiliki lama kerja yang lama diduga memiliki kinerja yang baik setara dengan petugas yang memiliki lama kerja baru dengan kinerja yang baik pula. Seseorang yang mempunyai waktu kerja yang lama akan menambah pengalaman terhadap pekerjaannya, maka secara tidak langsung akan menambah pengetahuannya. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian ini karena tidak ada hubungan antara lama kerja dengan penemuan kasus TB paru. Petugas dengan masa kerja yang baru memiliki pengalaman yang tidak sama dengan petugas dengan masa kerja yang lama. Meskipun petugas memiliki masa kerja yang baru tetapi sudah pernah mengikuti pelatihan TB paru, maka akan mempunyai peluang sama dalam keberhasilan melaksanakan pekerjaannya sebagai pemegang program TB paru puskesmas. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Awusi, RYE (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara lama kerja dan penemuan penderita TB paru (p= 0,16). Hasil penelitian lain Ekowati RN dan Afrimelda (2009) menyatakan bahwa lama kerja tidak ada hubungan dengan CDR TB paru dimana p = 0,685. Sikap Berdasarkan hasil uji statistik Chi square pada Tabel 1. menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap dengan penemuan kasus TB paru dengan nilai p=0,053 (p>0,05). Dari 15 petugas dari puskesmas dengan CDR <70% yaitu sebanyak 9 responden (60,0%) yang memiliki sikap kurang dan 6 responden (40,0%) yang memiliki sikap baik. Dari 15 responden dari puskesmas dengan CDR 70%, ada2 responden (13,3%) yang memiliki sikap kurang dan 13 responden (86,7%) yang memiliki sikap baik. Dalam penelitian ini, petugas dengan sikap kurang baik menyatakan bahwa pekerjaan yang dijalankan bukan karena minat petugas terhadap tugas tersebut, tetapi pekerjaan sebagai petugas P2TB adalah tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pimpinan, sehingga mereka wajib melaksanakan tanpa melihat kesesuaian antara minat dengan tugas yang dijalankan. Hal ini dikarenakan tidak ada petugas yang mau memegang program P2TB karena risiko yang ditimbulkan sangat berat, akan tetapi tugas merupakan tanggung jawab yang harus diterima dan dilaksanakan sehingga apapun risikonya tetap harus dijalankan. Sikap petugas kesehatan diartikan sebagai ketrampilan yang dimiliki oleh petugas dalam melakukan penyuluhan atau proses pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses penerimaan informasi kesehatan termasuk dalam memberikan informasi tentang TB paru kepada pasien. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Abbas, A (2009), yang menyatakan bahwa penilaian sikap baik sebesar 57,1%. 21

15 Eva Emaliana Saomi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik individu, kinerja petugas, dan pelayananan kesehatan terhadap penemuan kasus TB paru di eks Karesidenan Pati tahun 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) 60% responden berumur dewasa muda (25-49 tahun), 66,7% berjenis kelamin perempuan, 63,3% berpendidikan D3/S1, 63,3% berpengetahuan baik, 60% mengikut pelatihan, 66,7% memiliki masa kerja yang lama, dan 63,3% bersikap baik. (2) Ada hubungan antara latar belakang pendidikan dan pengetahuan dengan penemuan kasus TB paru di eks Karesidenan Pati tahun (3) Tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, lama kerja, dan sikap dengan penemuan kasus TB paru di eks Karesidenan Pati tahun UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami tunjukkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten di Jepara, Kudus, Rembang, dan Blora, Pemegang TB paru Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara, Kudus, Rembang, dan Blora, Petugas TB paru puskesmas, serta semua pihak yang telah memberi bantuan dan motivasi dalam penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abbas, A, 2012, Kinerja Petugas Tb Dalam Pencapaian Angka Kesembuhan Tb Paru Di Puskesmas Kabupaten Sidrap Tahun 2012, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UNHAS Makassar, Vol. 11 No. 2, April 2013, hlm Awusi, RYE, 2009, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, Volume 25, No 2, Juni 2009, hlm Dinas Kesehatan Jawa Tengah, , Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2010, Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Semarang Ekowati RN dan Afrimelda, 2009, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Case Detection Rate Program Tuberkulosis Paru Puskesmas Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2009, Jurnal kesehatan Bina Husada Vol. 6 No. 1, Maret 2010, hlm Kementerian Kesehatan RI, 2011, Profil Kesehatan Indonesia 2010, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Novithalina, NG, 2009, Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas TB Paru Puskesmas Dalam Penemuan Penderita TB Paru Dalam Program Pemberantasan Penyakit (P2P) di Kota Medan Tahun 2009, Universitas Sumatera Utara, Januari 2010, No. 10, hlm Putri, RN, 2012, Analisis Keterampilan Petugas Laboratorium Puskesmas dan Rumah Sakit Dalam Pembuatan Sediaan Dahak Pemeriksaan BTA Mikroskopis Di Kabupaten Wonosobo Tahun 2012, Universitas Negeri Semarang, Unnes Journal of Public Health 2 (2012), Oktober 2012, hlm

16 UJPH 4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) BERDASARKAN OHSAS 1800: 2007 PADA UNIT SPINNING V PT. SINAR PANTJA DJAJA (PT. SPD) DI SEMARANG TAHUN 2014 Korry Apriandi, Evi Widowati S.KM, M.Kes. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima November 2014 Disetujui November 2014 Dipublikasikan Januari 2014 Keywords: SMK3; OHSAS 18001: 2007; Spinning. Abstrak Obyek penelitian ini di PT. SPD Semarang dengan menggunakan jenis dan rancangan penelitian deskriptif kualitatif serta bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001: 2007 di PT. SPD Semarang. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan penerapan SMK3 menurut OHSAS di PT. SPD sebanyak 131 poin (87,3%). Untuk poin yang belum sesuai sebanyak 10 poin (6,7%). Dan untuk poin yang tidak sesuai sebanyak 9 poin (6%). Sehingga, termasuk dalam kategori tingkat penilaian baik atau setara dengan perolehan sertifikat bendera emas. Disarankan kepada PT. SPD untuk meningkatkan penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS dengan: (1) wajib memiliki manual SMK3 berdasarkan OHSAS, (2) wajib memiliki prosedur mengidentifikasi, mengakses dan pemutakhiran peraturan K3, (3) wajib menyediakan sumberdaya kompeten untuk menjalankan SMK3, (4) pelatihan K3 harus membedakan tanggung jawab, kemampuan, bahasa, ketrampilan dan resiko, (5) melakukan simulasi keadaan darurat api, (6) memiliki data kalibrasi alat sesuai dengan peraturan. Abstract The object of this research in PT. SPD Semarang by using the type and design was qualitative and descriptive research the were aims to know the execution of SMK3 application on OHSAS 18001: 2007 in PT. SPD Semarang. From the results show that implementation of SMK3 on OHSAS PT. SPD as much as 131 points (87,3%). For points that haven t met the standards yet as much as 10 points (6.7%). And for the points which don t meet as many as 9 points (6%). So, PT. SPD were included in the category level assessment good or equivalent certificate flag gold tally. It was advisable to PT. SPD to enhance the application of SMK3 based on OHSAS with: (1) required to have a manual SMK3 on OHSAS, (2) required to have procedures for identifying, accessing and updating rules K3, (3) required to provide competent resources to SMK3 implementations, (4) the HSE training should be distinguished the responsibilities, competencies, languages, skills and risk, (5) should be doing simulated fire emergency, (6) must have data calibration tools in accordance with the regulations Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, korry.apriandi77@gmail.com ISSN

17 Korry Apriandi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) PENDAHULUAN Dalam UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Selanjutnya menurut UU No.13 tahun 2002 pasal 87 tentang Ketenagakerjaan, yang menyebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan. Hal tersebut untuk mewujudkan Zero Accident, sehingga kelangsungan dari usaha dapat berjalan lebih produktif, aman dan ramah lingkungan. Menurut Djoko Sungkono selaku Direktur PT. Jamsostek menyatakan bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia 5 tahun terakhir masih cenderung naik, pada tahun 2008 terdapat kasus, tahun 2009 terdapat kasus dan mengalami kenaikan sebesar kasus atau naik (15,8%) dari tahun sebelumnya, tahun 2010 terdapat kasus dan mengalami kenaikan sebesar kasus atau naik (23,9%) dari tahun sebelumnya, tahun 2011 terdapat kasus dan mengalami kenaikan sebesar 780 kasus atau naik (7,8%) dari tahun sebelumnya, dan sampai dengan September 2012 tercatat terjadi kecelakaan kerja sebanyak kasus kecelakaan kerja (Maharani, 2012). Menurut Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) menyatakan bahwa tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia diakibatkan diantaranya: masih lemahnya disiplin dan kesadaran masyarakat akan K3, belum diterapkannya SMK3 secara optimal, serta adanya ketidakseimbangan antara jumlah perusahaan dengan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang K3 (Suryadani, 2012). Mengingat banyaknya SMK3 yang dikembangkan oleh berbagai institusi, maka untuk menstandarisasi sekaligus memberikan sertifikasi atas hasil pencapaiannya serta diakui secara global, maka menggunakan SMK3 berdasarkan OHSAS (Ramli, 2010: 49). PT. SPD merupakan suatu industri nasional yang bergerak dalam bidang pemintalan benang (spinning) dengan melalui proses yang bertahap, yaitu: Blowing, Carding, Drawing, Flayer, Ring Spinning, Winding, dan Packing. Akan tetapi, pada tahun 2013 terdapat angka kecelakaan kerja sebanyak 33 kasus, dan hingga februari 2014 masih ada angka kecelakaan kerja sebanyak 7 kasus (Merita, 2014). Dengan masih adanya angka kecelakaan kerja tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatam dan Kesehatan Kerja (SMK3) Berdasarkan OHSAS 18001: 2007 Pada Unit Spinning V PT. Sinar Pantja Djaja (PT. SPD) Di Semarang Tahun METODE Jenis dan rancangan penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoadmojo, 2005: ). Sumber informasi dalam penelitian ini didapat dari data primer yang meliputi observasi lapangan, wawancaran kepada manajer, supervisor, staf K3, ketua P2K3, dan karyawan. Dan data sekunder di peroleh dari dokumendokumen perusahaan terkait dengan penerapan SMK3. Adapun komposisi penilaian penerapan SMK3 sebanyak 150 poin dari 17 elemenelemen utama OHSAS (Yulianti, 2006) yang meliputi: (1) Untuk tingkat pencapaian 0-59% atau setara dengan penerapan OHSAS sebanyak 89 poin akan dikenakan tindakan hukum. (2) Untuk tingkat pencapaian 60-84% atau setara dengan penerapan OHSAS sebanyak poin mendapat srtifikat dan bendera perak. (3) Untuk tingkat pencapaian % atau setara dengan penerapan OHSAS sebanyak poin mendapat srtifikat dan bendera emas. 24

18 Korry Apriandi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Penilaian Penerapan SMK3 Berdasarkan OHSAS 18001: 2007 No Elemen Total Terpenuhi dan Terpenuhi dan Pemenuhan Sesuai Tidak Sesuai Tidak Terpenuhi Jumlah % Jumlah % Jumlah % 1 Gambaran umum % Kebijakan K % Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan menentukan pengendalian % PerUndang-Undangan dan persyaratan K3 lainnya % 1 25% 1 25% 5 Tujuan dan program K % Sumberdaya, peran, tanggung jawab dan wewenang ,5% 1 2,5% Kompetensi, pelatihan dan kepedulian. 14,2 42, ,9% 1 3 % % 8 Komunikasi, partisipasi dan konsultasi % Pendokumentasian 33, ,7% 2 % Pengendalian dokumen % Pengendalian operasi 33, % 1 6,7% 2 % 12 Kesiapsiagaan dan tanggap darurat 33, % 2 % 1 1,7% 13 Pengukuran kinerja dan pemantauan % % 14 Evaluasi kesesuaian % Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan langkah pencegahan % Pengendalian rekaman % Internal Audit % Tinjauan manajemen % Total ,3% 10 6,7% 9 6% Berdasarkan tabel bahwa penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001: 2007 pada PT. SPD Semarang telah melaksanakan 131 poin dari total 150 poin penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS 18001: 2007 atau setara dengan pencapaian penerapan sebesar 87,3%. Selain itu juga terdapat poin-poin yang belum sesuai dengan penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS sebesar 10 poin atau setara dengan 6,7%. Serta poin-poin yang tidak terpenuhi berdasarkan OHSAS sebesar 9 poin atau setara dengan 6%. Untuk poin-poin yang tidak sesuai dengan penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS oleh PT. SPD Semarang meliputi elemen Gambaran umum meliputi poin Organisasi harus membuat, mendokumentasikan, memelihara dan meningkatkan secara berkelanjutan SMK3 sesuai dengan persyaratan standar OHSAS dan menetapkan bagaimana memenuhi persyaratan tersebut dan Organisasi harus menentukan dan mendokumentasikan ruang lingkup SMK3 organisasi. Hal tersebut juga terdapat dalam poin dan Permenaker No. 5 tahun Akan tetapi, kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS Karena perusahaan baru menerapkan SMK3 berdasarkan Permenaker No. 5 tahun 1996 dan belum menerapkan SMK3 berdasarkan OHSAS Sehingga, perusahaan dalam menentukan dan mendokumentasikan ruang lingkup SMK3 yang telah ada berdasarkan Permenaker No. 5 tahun 1996, bukan berdasarkan OHSAS Upaya yang dilakukan perusahaan adalah, dari beragamnya SMK3 yang dikembangkan di berbagai lembaga institusi, penerapan OHSAS merupakan suatu standar SMK3 yang dapat digunakan secara global. OHSAS bersifat generik dengan pemikiran untuk dapat digunakan dan 25

19 Korry Apriandi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) dikembangkan oleh berbagai organisasi sesuai dengan sifat, skala kegiatan, resiko dan lingkup kegiatan organisasi (Ramli, 2010: 59). Elemen Perundang-undangan dan persyaratan K3 lainnya meliputi poin Organisasi harus membuat, menerangkan dan memelihara suatu prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses peraturan perundangan dan persyaratan K3 lain yang diaplikasikan untuk K3. Poin ini tidak terdapat pada Permenaker No. 5 tahun 1996 yang PT. SPD terapkan. Sehingga, kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS Upaya yang harus dilakukan perusahaan pada poin ini yaitu manajemen K3 harus memiliki prosedur untuk mengidentifikasi semua perundangan, peraturan atau standar yang berlaku dan pemutakhiran peraturan perundangan yang digunakan organisasi dalam menjalankan manajemen K3 organisasi (Ramli, 2010: ). Elemen Sumberdaya, peran, tanggung jawab dan wewenang meliputi poin Manajemen puncak harus memperlihatkan komitmennya dengan: (a) Memastikan ketersediaan sumberdaya yang esensial untuk membuat, menerapkan, memelihara dan meningkatkan SMK3. Kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS Karena dalam penerapan poin ini SDM untuk membuat, menerapkan, memelihara dan meningkatkan SMK3 organisasi tidak sesuai dengan bidang kompetensi ahli K3. Mereka memahami K3 dari pengalaman dan perintah atasan menejemen perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan merasa belum mampu untuk membiayai kinerja ahli K3 tersebut. Upaya yang harus dilakukan perusahaan dalam poin ini harus menyediakan sumberdaya manusia untuk membuat, menerapkan, memelihara dan meningkatkan SMK3 organisasi dengan mempekerjakan ahli K3 agar program K3 berjalan dengan baik dan efektif (Ramli, 2010: 124). Sesuai Kepmen No. 186 tahun 1999, unit spinning V PT. SPD memiliki 522 karyawan, sehingga harus memiliki 21 petugas peran penanggulangan kebakaran. Dan terdiri dari 7 proses produksi, maka minimal harus memiliki 7 orang koordinator pemadam kebakaran. PT. SPD tergolong dalam kategori bahaya kebakaran sedang 2 sehingga minimal memiliki 1 ahli K3 kebakaran. Elemen Kompetensi, pelatihan dan kepedulian meliputi poin Organisasi harus memastikan bahwa setiap orang dalam pengendalilannya yang melakukan tugas mempunyai dampak pada K3 harus kompeten sesuai dengan tingkat pendidikan, pelatihan dan/atau pengalaman, dan menyimpan catatancatatannya. Hal tersebut sesuai dengan poin 12.1 Permenaker No. 5 tahun Akan tetapi, kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS Karena sumberdaya manusia pada manajemen K3 perusahaan tidak sesuai dengan bidang kompetensi yang dimilikinya, seperti: staf K3 dengan latar belakang pendidikan SMA, SPV K3 dengan latar belakang pendidikan sarjana hukum, dan untuk manager chief K3 dengan latar belakang pendidikan D3 Ekonomi. Mereka memahami K3 dari pengalaman dan pelatihan yang diadakan perusahaan, diantaranya: pelatihan pemadaman kebaran yang bekerjasama dengan Damkar Kota Semarang. Upaya yang harus dilakukan perusahaan pada kriteria ini, menyediakan sumberdaya manusia yang terlatih, kompeten dan berpengalaman dalam membuat, menerapkan, memelihara dan meningkatkan SMK3 organisasi akan membantu organisasi dalam menjalankan penerapan SMK3 organisasi (Ramli, 2010: ). Elemen Pendokumentasian meliputi poin Dokumentasi SMK3 harus termasuk: (b) Penjelasan ruang lingkup SMK3, (c) Penjelasan elemen inti sistem manajemen dan interaksinya, serta rujukan ke dokumen terkait. Kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS Karena, sesuai pada elemen Gambaran Umum diatas, bahwa perusahaan baru menerapkan SMK3 berdasarkan Permenaker No. 5 tahun Sehingga, untuk penjelasan ruang lingkup SMK3 dan elemen inti sistem manajemen, interaksi serta rujukan ke dokumen terkait masih mengacu pada Permenaker No. 5 tahun 1996 dan belum mengacu pada OHSAS Upaya yang dilakukan perusahaan pada kriteria poin ini, manajemen K3 organisasi 26

20 Korry Apriandi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) harus menjalankan persyaratan atau elemen inti pada 17 elemen OHSAS yang meliputi: membuat, mendokumentasikan, memelihara dan meningkatkan secara berkelanjutan setiap elemen OHSAS Karena OHSAS merupakan pedoman SMK3 agar terarah dan terstruktural dengan standar internasional (Ramli, 2010: 186). Elemen Pengendalian operasi meliputi poin Organisasi harus mengidentifikasi kegiatan yang berkaitan dengan bahaya, dimana kendali pengukuran perlu dilakukan sebagai pengendalian resiko K3 serta harus termasuk dalam perubahan manajemen. Hal tersebut hampir secara keseluruhan tertuang dalam Permenaker No. 5 tahun Kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS Karena berdasarkan Permenaker No. 5 tahun 1996 terdapat poin yang tidak menunjukan adanya pengelolaan perubahan manajemen. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi poin ini sesuai dengan OHSAS 18001, maka perusahaan dalam melakukan kegiatan identifikasi potensi bahaya didalamnya harus termasuk pengelolaan perubahan manajemen. Elemen Kesiapsiagaan dan tanggap darurat meliputi poin Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur: (a) Untuk mengidentifikasi potensi keadaan darurat dan Organisasi harus meninjau secara periodik, dan bila diperlukan untuk merubah prosedur kesiapsiagaan dan tanggap darurat, secara khusus setelah pengujian periodik dan setelah terjadinya keadaan darurat. Hal tersebut sesuai dengan poin Permenaker No. 5 tahun 1996, yaitu: keadaan darurat yang potensial didalam atau diluar tempat kerja harus diidentifikasi dan prosedur keadaan darurat didokumentasikan serta diinformasikan agar diketahui oleh seluruh orang yang ada di tempat kerja. Akan tetapi, kondisi ini tidak sesuai dengan OHSAS Karena identifikasi potensi keadaan darurat yang dilakukan perusahaan masih bersifat sporadis atau diadakan setelah terjadi keadaan darurat lainnya seperti tanah longsor, gempa bumi serta belum pernah dilakukannya simulasi sistem tanggap darurat yang ada. Hal karena menurut perusahaan dapat mengganggu proses produksi perusahaan, sehingga target prduksi yang sudah ada tidak tercapai dengan maksimal. Selain itu juga didukung dengan hasil wawancara dengan bapak Salamet K yang menyatakan bahwa untuk STD yang ada disini hanya keadaan darurat api, karena untuk potensi bahaya yang paling besar disini adalah kebakaran, sedangkan untuk keadaan darurat lain seperti tanah longsor dll selama ini tidak pernah terjadi, karena di seluruh area lereng sekitar industri dilengkapi dengan pondasi sehingga dapat meminimalisir terjadinya longsor. Upaya yang dilakukan perusahaan pada kriteria ini manajemen K3 secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 disemua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit pelaksana, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit pelaksana tentang STD yang sesuai dengan resiko di masing-masing proses produksi (Sahab MS, 1997: 49). Selain itu, manajemen K3 juga harus memonitor dan mengevaluasi Sistem Tanggap darurat melalui uji periodik, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil mengendalikan keadaan darurat. Uji periodik sistem tanggap darurat sangat penting dilakukan untuk dapat mengetahui kesesuaian dan keberhasilan sistem tanggap darurat (Carl Griffith dalam Ramli, 2010: 159). Dan jika masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya (Sahab MS, 1997:49). Sedangkan untuk poin-poin yang tidak terpenuhi berdasarkan OHSAS oleh PT. SPD Semarang elemen Perundang-undangan dan persyaratan K3 lainnya meliputi poin Organisasi harus selalu memutakhirkan informasi. Akan tetapi, Permenaker No. 5 tahun 1996 tidak mengatur tentang perundangundang dan persyaratan K3 lainnya. Sehingga, perusahaan tidak memenuhi persyaratan OHSAS pada kriteria poin ini. Sehingga, pada kenyataan dilapangan ditemukan adanya peraturan perundangan yang belum termutakhir/terbarukan, seperti: penggunaan Permenaker No. 5 tahun 1996 yang diketahui 27

21 Korry Apriandi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) telah diperbaharui dengan Permenaker No. 50 tahun Upaya yang harus dilakukan pada poin ini yaitu: manajer serta seluruh penyelia manajemen K3 dan manajemen lini lainya, harus mempunyai tanggungjawab yang pasti dalam melakukan identifikasi semua perundangan, peraturan atau standar yang berlaku dan pemutakhiran peraturan perundangan yang digunakan organisasi. Sehingga, melalui konsep ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan efisien (Sahab MS, 1997:47). Elemen Kompetensi, pelatihan dan kepedulian meliputi poin Organisasi harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan sesuai dengan resiko K3 terkait SMK3. Organisasi harus menyediakan pelatihan atau mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, melakukan evaluasi efektivitas pelatihan atau tindakan yang diambil, dan menyimpan catatan-catatannya dan Prosedur pelatihan harus mempertimbangkan tingkat perbedaan dari: (a) Tanggung jawab, kemampuan, bahasa dan ketrampilan, (b) Resiko. Hal tersebut juga tertuang pada poin , dan Permenaker No. 5 tahun 1996 yaitu: poin analisa kebutuhan pelatihan LK3 sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan harus dilakukan. Poin jenis pelatihan yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan untuk pengendalian potensi bahaya. Dan pada poin evaluasi dilakukan pada setiap sesi pelatihan untuk menjamin peningkatan secara berkelanjutan. Kondisi ini tidak terpenuhi sesuai dengan OHSAS Karena dalam pengadaan kegiatan pelatihaan perusahaan masih belum melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Hal tersebut terjadi karena SDM yang ada dalam jajaran manajemen K3 tidak mengetahui dan memahami tetang identifikasi kebutuhan pelatihan. Pelatihan yang dilakukan hanya tergantung dari SPV K3 akan memberikan thema tentang apa yang akan dilakukan. Menurut bapak Slamet Kaswanto selaku SPV K3 menyatakan bahwa: pelatihan dilakukan atas dasar informasi dan isu yang sedang terjadi di perusahaan. Pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku. Sehingga, upaya yang harus dilakukan perusahaan pada kriteria poin ini yaitu pelatihan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan masing-masing pekerja (Soehatman Ramli, 2010: ). Analisis kebutuhan pelatihan harus mempertimbangkan syarat, antara lain: (1) Program yang memiliki resiko tinggi menjadi prioritas untuk program pelatihan. (2) Angka kecelakaan yang tinggi menunjukan adanya kelemahan dalam SMK3. (3) Identifikasi kebutuhan pelatihan (Ramli, 2010: ). Elemen Pengendalian operasi meliputi poin Untuk pengendalian tersebut, organisasi harus menerapkan dan memelihara: (d) Mendokumentasikan prosedur mencakup situasi dimana ketiadaannya dapat menyebabkan penyimpangan kebijakan dan tujuan K3, (e) Kriteria operasi yang telah ditetapkan, dimana ketiadaannya dapat menyebabkan penyimpangan kebijakan dan tujuan K3. Hal tersebut juga tertuang pada poin dan Permenaker No. 5 tahun 1996, yaitu: pada poin petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya, menilai dan mengendalikan resiko yang timbul dari suatu proses kerja dan poin apabila upaya pngendalian diperlukan, maka upaya tersebut ditetapkan melalui tingkat pengendalian. Akan tetapi, kondisi ini tidak terpenuhi sesuai dengan OHSAS Karena perusahaan belum memiliki prosedur yang mencakup tentang situasi dimana ketiadaannya dapat menyebabkan penyimpangan kebijakan dan tujuan K3 seperti: fault tree atau hazop. Hal tersebut terjadi karena SDM manajemen K3 yang perusahaan miliki belum mampu dan memahami untuk dapat mengerjakan identifikasi pengendalian penyimpangan kebijakandan tujuan K3, seperti: fault tree atau HIRARC. Upaya yang harus dilakukan perusahaan pada kriteria poin ini yaitu: perlu adanya SDM yang berkompeten dalam bidang K3 sehingga antara manajemen K3 dengan tenaga kerja bekerja sama melalui forum P2K3, saling berkonsultasi tentang potensi bahaya, mendiskusikan dan mencari solusi atas semua masalah K3 yang muncul di tempat kerja, 28

22 Korry Apriandi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) mempertimbangkan isu-isu K3 di tempat kerja, merencanakan, melaksanakan, dan memantau program-program K3 yang telah dibuat (Tarwaka, 2008:192). Elemen Kesiapsiagaan dan tanggap darurat meliputi poin Organisasi harus secara berkala menguji prosedur untuk menanggapi keadaan darurat, dan dapat melibatkan pihak terkait yang relevan sesuai keperluan. Hal tersebut juga tertuang dalam poin Permenaker No. 5 tahun 1996 yaitu: penyediaan alat, sarana dan prosedur keadaan darurat berdasarkan hasil identifikasi dan diuji serta ditinjau secara rutin oleh petugas yang berkompeten dan berwenang. Akan tetapi, kondisi ini tidak terpenuhi sesuai dengan OHSAS Karena perusahaan belum melakukan simulasi atau pengujian periodik keadaan darurat. Hal tersebut terjadi karena menurut perusahaan dapat mengganggu proses produksi perusahaan sehingga target produksi yang sudah ada tidak tercapai dengan maksimal. Salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan sistem tanggap darurat adalah sistem tanggap darurat tidak dievaluasi atau disempurnakan secara berkala melalui uji periodik. Upaya yang dilakukan pada kriteria poin ini dengan memeriksa, memelihara dan menguji secara berkala peralatan dan sistem tanggap darurat yang ada sesuai dengan peraturan perundangan, standar dan pedoman teknis yang relevan (Carl Griffith dalam Ramli, 2010: 159). Elemen Pengukuran kinerja dan pemantauan meliputi poin Jika peralatan pemantauan digunakan untuk mengukur dan memantau kinerja, organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk kalibrasi dan pemeliharaan peralatan tersebut, sesuai keperluan dan Catatan hasil kalibrasi dan pemeliharaan harus disimpan. Hal tersebut juga tertuang pada poin Permenaker No. 5 tahun 1996 yaitu: alat dipelihara dan dikalibrasi oleh petugas atau pihak yang berkompeten dan berwenang dari dalam dan/atau dari luar perusahaan. Kondisi tersebut tidak terpenuhi sesuai dengan OHSAS Karena untuk pengukuran dan memantau kinerja, perusahaan bekerjasama dengan para mahasiswa yang menginginkan tempat penelitian di perusahaan. Untuk alat pengukuran kinerja seperti pengukuran lingkungan, fisik dan manusia disediakan peneliti/mahasiswa, sehingga perusahaan tidak membuat dan memelihara prosedur untuk kalibrasi dan pemeliharaan peralatan pengukuran alat. Upaya yang harus dilakukan perusahaan pada kriteria poin ini yaitu: manajemen K3 harus memiliki prosedur pengukuran dan bukti kalibrasi alat pengukuran yang digunakan sebagai bahan acuan manajemen K3 untuk prosedur proses pengukuran dan sebagai arsip K3. Petugas yang melakukan pengukuran juga harus berkompeten dan terlatih melakukan pengukuran dan menganalisa hasilnya. Jika diperlukan hasil pengukuran harus dapat diferivikasi dan divalidasi baik secara internal, eksternal atau pihak berwenang lainnya (Ramli, 2009: ). SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Gambaran Penerapan Sistem Manajemen Keselamatam dan Kesehatan Kerja (SMK3) Berdasarkan OHSAS 18001: 2007 pada unit Spinning V PT. Sinar Pantja Djaja (PT. SPD) Di Semarang Tahun 2014, maka didapatkan simpulan bahwa penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS di PT. SPD dengan jumlah pencapaian sebanyak 131 poin atau 87,3% dari 150 poin OHSAS Untuk poin-poin yang tidak sesuai dengan OHSAS sebesar 10 poin atau setara dengan 6,7%. Dan untuk poin-poin yang tidak terpenuhi berdasarkan OHSAS sebesar 9 poin atau setara dengan 6%. Sehingga, berdasarkan penilaian penerapan SMK3 berdasarkan OHSAS pada PT. SPD Semarang termasuk dalam kategori perusahaan dengan tingkat penilaian penerapan baik atau setara dengan perolehan sertifikat bendera emas, walaupun PT. SPD Semarang belum pernah melakukan audit SMK3 sertifikat bendera emas. 29

23 Korry Apriandi / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Dr. H. Harry Pramono, M. Si, Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Dr. dr. Oktia Woro KH, M.Kes, dosen pembimbing Evi Widowati, SKM, M.Kes, serta seluruh responden dan semua anggota yang terlibat dalam penelitian ini DAFTAR PUSTAKA Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I No.Kep.186/Men/1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran Ditempat Kerja. Maharani P, 2012, Evaluasi Penerapan SMK3 Berdasarkan PP NO. 50 Tahun 2012 mengenai Self Behavior Terhadap Kejadian Kecelakaan Kerja Pada PT. Coca Cola Amatil Indonesia Di Semarang. Skripsi, Universitas Negeri Semarang. Merita, 2014, Rekapitulasi Data Kecelakaan Kerja Pada PT. SPD Semarang. Notoadmojo, Sukidjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. OHSAS 18001: 2007, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diakses tanggal 12 februari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.05 Tahun 1996, Penerapan Sistem Manajemen Keselamatandan Kesehatan Kerja, diakses tanggal 13 februari 2014, ( on=com_phocadownload&view=category&d ownload=1814:ppno50th2012&id=32:tahun- 2012&Itemid=28&start=40). Ramli, Soehatman, 2010, Pedoman Praktis Manajemen Resiko dalam Perspektif K3, Dian Rakyat, Jakarta , 2009, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001, Dian Rakyat, Jakarta. Sahab MS, Syukri, 1997, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PT. Pustaka Binamana Pressindo, Jakarta. Suryadani, Kecelakaan Kerja, senin 12 Maret 2012, diakses tanggal 27 November 2013, ( Tarwaka, 2008, Keselamatn Dan Kesehatan Kerja, Harapan Press, Surakarta. Yulianti, Indah, 2006, Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Dengan Standar Ohsas Di PT Bina Guna Kimia (AN FMC Joint Venture Company) Ungaran. Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang. 30

24 UJPH 4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN PRAKTIK KADER JUMANTIK DALAM PSN DBD DI KELURAHAN SAMPANGAN SEMARANG Nurul Rezania, Oktia Woro Kasmini Handayani Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima November 2014 Disetujui November 2014 Dipublikasikan Januari 2015 Keywords: Karakteristik individu; kader jumantik; praktik PSN; DBD Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan menggunakan desain Cross sectional. Sampel berjumlah 49 kader jumantik tingkat RT di wilayah Kelurahan Sampangan yang diambil dengan teknik Total samples. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan lembar pernyataan warga desa. Analisis data menggunakan uji Chi square dan uji Fisher. Hasil penelitian menunjukan variabel yang berhubungan adalah lama tugas (p value =0,012). Variabel yang tidak berhubungan adalah umur (p value =0,665), tingkat pendidikan (p value=0,492), status pekerjaan (p value=0,287), pendapatan perkapita keluarga (p value= 1,000), cara menjadi kader (p value=0,278), pelatihan (p value= 0,760), dan pengetahuan (p value=0,363). Saran yang diajukan adalah meningkatkan koordinasi dan pertemuan rutin dengan kader jumantik agar tetap solid bagi puskesmas, memberikan reward atas kinerja jumantik bagi Dinas Kesehatan. Abstract The purpose of this study was to determine the relationship between the characteristics of individuals with jumantik cadres practices in dengue PSN in the Sampangan Village. This research is explanatory research using cross sectional design. Samples numbered 49 in the RT-level cadres jumantik Urban Village Sampangan taken with samples Total Samples techniques. The instrument used was a questionnaire sheet and statement of village resident. Data were analyzed using Chi square test and Fisher's exact test. The results showed that variables relationship is long task (p value = 0.012). There were no relationship between variables age (p value = 0.665), education level (p value = 0.492), employment status (p value = 0.287), per capita family income (p value = 1), how to become a cadre of (p value = 0.278), training (p value = 0.760), and knowledge (p value = 0.363). Suggestions is to improve coordination and regular meetings with the cadre of jumantic for healthy center, give reward for jumantic of cadre for healthy service Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, nurul_rezania@yahoo.com ISSN

25 Nurul Rezania / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) PENDAHULUAN Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakitnya yang cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (DepKes RI, 2010a: 1; Sucipto CD, 2011: 164). Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, sejak tahun , World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2010:1). Pada tahun 2012, Provinsi Jawa Tengah masuk kedalam peringkat 3 besar dengan kasus DBD terbanyak di Indonesia. Sementara itu sejak tahun Kota Semarang selalu masuk peringkat 3 besar dengan angka tertinggi kasus DBD untuk tingkat Jawa Tengah (Depkes RI, 2006: 1; Kemenkes RI, 2012:114;Laeis, 2014). Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, pada tahun 2013, Kota Semarang mengalami peningkatan kasus DBD dari tahun sebelumnya, yaitu dari kasus (IR= 70,90/ penduduk) meningkat menjadi kasus (IR = 134,09/ penduduk). Kecamatan Gajahmungkur merupakan salah satu kecamatan di Semarang yang memiliki kategori endemis (Wibisono, 2014). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Semarang, pada tahun 2013, Kecamatan Gajahmungkur yang terdiri dari 8 kelurahan yaitu Kelurahan Sampangan, Bendan Ngisor, Bendan Duwur, Gajahmungkur, Lempongsari, Petompon, Bendungan dan Karangrejo. Kelurahan Sampangan menempati angka IR tertinggi se Kecamatan Gajahmungkur sekaligus tertinggi se Kota Semarang. Penyebab tingginya angka kesakitan DBD salah satunya dikarenakan upaya pencegahan dan pemberantasan DBD di Indonesia belum berhasil secara keseluruhan, sehingga penyakit ini masih endemis di berbagai daerah. Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam pencegahan dan pemberantasan DBD adalah melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Dalam upaya PSN DBD, pemerintah memerlukan peran serta masyarakat. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD maka diperlukan adanya peran aktif juru pemantau jentik (jumantik), yaitu kelompok kerja kegiatan pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa. Tugas dan tanggung jawab seorang jumantik dalam PSN DBD adalah membuat rencana kunjungan rumah, PJR, penyuluhan PSN DBD, mencatat dan melaporkan hasil PJR, melakukan pemantauan wilayah bersama supervisor. Kegiatan jumantik bertujuan untuk menurunkan angka kepadatan nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes aegypti) dan jentiknya dengan cara menggerakkan masyarakat dalam PSN DBD, sehingga nantinya dapat menekan angka kesakitan DBD (Dinkes Prov Jateng, 2012: 29; DepKes RI, 2010b : 1; Perda Kota Semarang No. 5 tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue; Depkes RI, 2006: 3, 6). Praktik pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai kader jumantik dalam PSN DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmojo S (2003) perilaku kesehatan (praktik) terbentuk berdasarkan 3 faktor, yaitu (1) faktor predisposing yang terwujud dalam sikap, motivasi, serta beberapa karakteristik individu kader jumantik, (2) faktor enabling yang terwujud dalam insentif, ketersediaan informasi, (3) faktor reinforcing yang terwujud dalam hal dukungan instansi dan keluarga dalam melaksanakan PSN DBD 3M Plus. Pada penelitian ini faktor yang akan diteliti yaitu faktor predisposing yang difokuskan pada karakteristik individu, yaitu meliputi umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan perkapita keluarga, lama tugas, cara pemilihan kader, pelatihan dan tingkat 32

26 Nurul Rezania / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) pengetahuan. Beberapa hasil penelitian menyatakan beberapa karakteristik individu merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja kader, namun beberapa hasil penelitian lain menyatakan beberapa karakteristik tersebut tidak mempengaruhi kinerja kader. Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya, maka pada penelitian ini penulis mengambil fokus penelitian mengenai karakteristik individu. Alasan pemilihan fokus penelitian, karena dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada faktor karakteristik individu menunjukkan hasil yang bertentangan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang praktik kader jumantik yang dikaji dari karakteristik individunya, maka penulis mengambil judul penelitian Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Praktik Kader Jumantik dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (Studi Kasus di Kelurahan Sampangan Kecamatan Gajahmungkur Semarang Tahun 2013). METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian Explanatory Research (penelitian penjelasan) dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di wilayah Kelurahan Sampangan Kecamatan Gajahmungkur Semarang, yang terdiri dari 7 RW dan 55 RT. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader jumantik tingkat RT di wilayah Kelurahan Sampangan yang berjumlah 55 orang. Sampel dalam penelitian adalah semua kader jumantik RT di Kelurahan Sampangan dan teknik yang digunakan dalam pengambilan sampelnya adalah Total Sampling. Dari 55 sampel terdapat 49 kader yang diteliti, 2 kader tidak berada di lokasi penelitian dan 4 kader tidak bersedia untuk diwawancarai. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terpimpin dengan menggunakan alat bantu kuesioner dan lembar pernyataan warga. Kuesioner digunakan untuk mengukur karakteristik individu dan praktik kader, sedangkan lembar pernyataan warga merupakan suatu pernyataan yang akan diisi oleh warga di wilayah kerja kader jumantik RT bertugas, lembar ini berguna untuk membuktikan apakah kader jumantik benar-benar melaksanakan tugas PSN DBD di wilayahnya. Sebelum penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas kuesioner pada kader jumantik di wilayah Kelurahan Lempongsari dengan 20 responden. Pertanyaan yang dinyatakan valid digunakan dalam penelitian, sedangkan pertanyaan yang tidak valid tidak digunakan dalam penelitian ini. Uji reliabilitas menyatakan kuesioner dinyatakan reliabel. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan teknik analisis univariat dan analisis bivariat kemudian diuji menggunakan uji Chi square, namun bila tidak memenuhi syarat maka menggunakan uji Fisher. Analisis univariat dilakukan untuk melihat faktor karakteristik individu kader jumantik di kelurahan Sampangan, dengan mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel dependen, sehingga dapat diketahui deskripsi masing-masing variabel. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen yang diteliti adalah karakteristik individu yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan perkapita keluarga, lama tugas, cara menjadi kader, pelatihan PSN DBD, dan pengetahuan PSN DBD. Sedangkan variabel dependen adalah praktik dalam PSN DBD. Data yang telah dikumpulkan dilakukan pengkategorian dengan memberi kode angka pada setiap variabel untuk memudahkan analisa data. Untuk variabel independen terdiri dari 8 subvariabel, antara lain: variabel umur diberi skor 1 bila umur kurang dari 35 tahun ( 35) dan diberi skor 0 bila umur lebih dari 35 tahun (>35); untuk variabel tingkat pendidikan diberi skor 1 bila lulus SMA atau lebih ( SMA), dan diberi skor 0 bila berpendidikan kurang dari SMA; untuk status pekerjaan diberi skor 1 bila menjawab Tidak memiliki pekerjaan, dan diberi skor 0 bila menjawab Ya memiliki 33

27 Nurul Rezania / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) pekerjaan; untuk pendapatan perkapita keluarga diberi skor 1 bila memiliki pendapatan perkapita lebih dari Rp , dan diberi skor 0 bila memiliki pendapatan perkapita kurang dari Rp ; untuk lama tugas diberi skor 1 bila memiliki lama tugas lebih dari 5 tahun, dan diberi skor 0 bila memiliki lama tugas kurang dari 5 tahun; untuk cara menjadi kader diberi skor 1 bila menjawab atas kemauan sendiri dan diberi skor 0 bila dipilih ; pelatihan PSN DBD diberi skor 1 bila pernah mengikuti pelatihan dan diberi skor 0 bila tidak pernah mengikuti pelatihan; tingkat pengetahuan diberi skor 1 bila jawaban benar, dan diberi skor 0 bila jawaban salah. Sedangkan variabel dependen yaitu praktik PSN DBD terdiri dari 3 kategori penilaian yaitu diberi skor 2 bila menjawab selalu, skor 1 bila menjawab kadangkadang, dan skor 0 bila menjawab tidak pernah. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Deskripsi variabel meliputi umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan perkapita lama tugas, cara menjadi kader, pelatihan PSN DBD, pengetahuan PSN DBD dan praktik PSN DBD. Berdasarkan hasil univariat sebagian besar jumantik memiliki umur lebih dari 35 tahun dengan persentase 87,76%. Untuk tingkat pendidikan sebagian besar jumantik memiliki tingkat pendidikan tamat SMA atau lebih dengan persentase 77,55%. Untuk status pekerjaan sebagian besar jumantik berstatus tidak bekerja dengan persentase 67,35%. Untuk pendapatan perkapita sebagian besar jumantik memiliki pendapatan lebih dari Rp dengan persentase 81,63%. Untuk lama tugas sebagian besar jumantik memiliki lama tugas kurang dari 5 tahun dengan persentase 63,30%. Untuk cara menjadi kader sebagian besar jumantik berkategori dipilih dengan persentase 79,60%. Untuk pelatihan PSN DBD sebagian jumantik pernah mengikuti pelatihan dengan persentase 73,47%. Untuk Pengetahuan sebagian besar jumantik memiliki pengetahuan baik tentang PSN DBD dengan persentase 89,80%. Untuk praktik PSN DBD sebagian besar jumantik memiliki praktik baik dengan persentase 61,22%. Hasil analisis univariat dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis Bivariat Analisis bivariat ini menggunakan uji Chi Square, namun bila tidak memenuhi syarat menggunakan uji Fisher. Uji Chi square dan Fisher dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel dependen dengan variabel independen. Berdasarkan hasil analisis bivariat variabel yang berhubungan dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD adalah variabel lama tugas karena nilai p value < 0,05. Variabel yang tidak berhubungan dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD adalah umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pendapatan perkapita, cara menjadi kader, pelatihan PSN DBD, dan pengetahuan PSN DBD. Tabel 2 menunjukkan hasil uji Chi square dan Fisher. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Individu dan Praktik Kader Jumantik Karakteristik Kategori Jumlah Umur 35 tahun 6 >35 tahun 43 T.Pendidikan < SMA 11 SMA 38 Status Pekerjaan Pendapatan Lama Tugas Cara Menjadi Kader Pelatihan PSN Pengetahuan Bekerja 16 Tdk bekerja > tahun 32 >5 tahun 17 Dipilih 39 Kemauan sendiri 10 Pernah 36 Tidak Pernah 13 Baik 44 Buruk 5 34

28 Nurul Rezania / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Praktik PSN DBD Baik 30 Buruk 19 Tabel 2. Hasil Uji varibel karakteristik individu kader jumantik dengan praktik PSN DBD di Kelurahan Sampangan Kecamatan Gajahmungkur Karakteristik Praktik PSN DBD Individu Umur p value = 0,665 (p value > 0,05) Tingkat Pendidikan p value = 1,000 (p value > 0,05) Status Pekerjaan p value = 0,660 (p value > 0,05) Pendapatan p value = 0,451 (p value perkapita > 0,05) Lama tugas p value = 0,012 (p value < 0,05)* Cara menjadi kader p value = 0,066 (p value > 0,05) Pelatihan p value = 0,760 (p value PSN DBD > 0,05) Pengetahuan p value = 0,363 (p value PSN DBD > 0,05) Keterangan : (*) ada hubungan Umur Berdasarkan hasil analisis bivariat antara karakteristik umur dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 43 orang yang berada pada kelompok umur lebih dari 35 tahun terdapat 27 orang (62,8%) dengan praktik baik, sedangkan dari 6 orang pada kelompok umur kurang dari 35 tahun terdapat 3 orang (50%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. Hal ini disebabkan pada rentang umur tersebut tergolong pada usia yang telah lama menekuni profesinya sebagai kader jumantik. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher didapatkan p value= 0,665, jadi dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Meskipun secara statistik memperlihatkan bahwa kader jumantik yang berada pada kelompok umur lebih dari 35 tahun lebih baik kinerjanya dibandingkan dengan kader yang berada pada umur kurang dari 35 tahun. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian RI Bay (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kinerja jumantik. Tingkat Pendidikan Berdasarkan hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 11 orang yang berada pada kelompok kader berpendidikan kurang dari SMA terdapat 7 orang (63,6%) dengan praktik baik, sedangkan dari 38 orang yang berada pada kelompok kader yang berpendidikan SMA atau lebih terdapat 23 orang (60,5%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher didapatkan p value= 0,492, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Kader jumantik di Kelurahan Sampangan yang memiliki tingkat pendidikan kurang maupun lebih dari SMA tidak mempengaruhi partisipasinya untuk menjalankan tugas atau tanggung jawabnya dalam PSN DBD. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian RI Bay (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja jumantik. Status Pekerjaan Berdasarkan hasil analisis bivariat antara karakteristik status pekerjaan dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 16 orang yang berada pada kelompok dengan status bekerja terdapat 11 orang (68,75%) dengan praktik baik, sedangkan dari 33 orang pada kelompok yang berstatus tidak bekerja terdapat 19 orang (57,6%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. 35

29 Nurul Rezania / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi square didapatkan p value= 0,287, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara status pekerjaa dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Hal ini dikarenakan kader jumantik di Kelurahan Sampangan banyak yang bekerja non formal (tidak terikat oleh suatu instansi) seperti wirausahawan, pedagang, dan buruh, untuk memenuhi tugas sebagai kader jumantik seperti kegiatan PJR mereka lakukan pada sore hari, sehingga mereka memiliki waktu untuk melakukan tugasnya dalam PSN DBD. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Indah Trisnaniyanti, dkk (2010) yang menyatakan bahwa keaktifan tidak dipengaruhi oleh status pekerjaan dari kader. Pendapatan Perkapita Keluarga Berdasarkan hasil analisis bivariat antara karakteristik pendapatan perkapita keluarga dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 9 orang yang berada pada kelompok dengan pendapatan perkapitanya kurang dari Rp terdapat 7 orang (77,8%) dengan praktik baik, sedangkan dari 40 orang pada kelompok dengan pendapatan perkapitanya lebih dari Rp terdapat 23 orang (57,5%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher didapatkan p value= 1,000, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan perkapita keluarga dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Nuryanti Erni (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan dengan praktik kader. Lama Tugas Berdasarkan hasil analisis bivariat antara lama tugas dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 32 orang yang berada pada kelompok dengan lama tugas kurang dari 5 tahun terdapat 15 orang (46,9%) dengan praktik baik, sedangkan dari 17 orang pada kelompok dengan lama tugas lebih dari 5 tahun terdapat 15 orang (88,2%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. Hal ini disebabkan karena semakin lama seseorang bekerja sebagai kader jumantik maka ketrampilan dalam melaksanakan tugas sebagai kader jumantik akan semakin meningkat. Sedangkan persentase praktik kader jumantik dalam PSN DBD yang tergolong buruk paling banyak terdapat di kelompok kader dengan lama tugas kurang dari 5 tahun yaitu sebanyak 17 orang (53,1%), hal ini disebabkan karena pengalaman kader yang belum cukup terhadap tugas atau tanggung jawab sebagai kader jumantik dalam PSN DBD. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi square didapatkan p value= 0,012, yang berarti bahwa terdapat hubungan antara lama tugas dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Nora RA,dkk (2011) yang menyatakan ada hubungan antara lama tugas dengan praktik kader. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gibson (2006) yang menyatakan lama kerja menjadi salah satu variabel yang memengaruhi kinerja seseorang. Cara menjadi Kader Berdasarkan hasil analisis bivariat antara cara menjadi kader dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 39 orang yang berada pada kelompok cara menjadi kadernya dipilih terdapat 21 orang (53,9%) dengan praktik baik, sedangkan dari 10 orang pada kelompok cara menjadi kadernya kemauan sendiri terdapat 9 orang (90,0%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. Hal ini disebabkan karena proses seseorang menjadi kader jumantik dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk mengajukan diri atau atas kemauan sendiri bersedia untuk menjadi kader jumantik, sehingga kader jumantik akan lebih bertanggung jawab dan tanpa beban dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan persentase praktik kader jumantik dalam PSN DBD yang 36

30 Nurul Rezania / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) tergolong buruk paling banyak terdapat di kelompok kader yang cara menjadi kadernya dipilih yaitu sebanyak 18 orang (46,2%), hal ini disebabkan karena proses menjadi kadernya karena ditunjuk atau bukan karena faktor kesadaran diri sehingga dalam menjalankan tugas merasa terbebani atau terpaksa, maka cenderung kader tidak aktif. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher didapatkan p value= 0,760, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara cara menjadi kader dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Pelatihan PSN DBD Berdasarkan hasil analisis bivariat antara pelatihan PSN DBD dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 36 orang yang pernah mengikuti pelatihan PSN DBD terdapat 23 orang (63,9%) dengan praktik baik, sedangkan dari 13 orang pada kelompok kader yang tidak pernah mengikuti pelatihan PSN DBD terdapat 7 orang (53,8%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi square didapatkan p value= 0,363, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara pelatihan PSN DBD dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Ulya (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan antara pelatihan dengan praktik kader jumantik. Pengetahuan tentang PSN DBD Berdasarkan hasil analisis bivariat antara pengetahuan tentang PSN DBD dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD didapatkan bahwa dari 5 orang yang berada pada kelompok dengan pengetahuan buruk tentang PSN DBD terdapat 2 orang (40,0%) dengan praktik baik, sedangkan dari 44 orang pada kelompok dengan pengetahuan baik tentang PSN DBD terdapat 28 orang (63,6%) dengan praktik baik dalam PSN DBD. Hal ini disebabkan karena pengetahuan yang baik tentang tugas dan tanggung jawab sebagai kader jumantik cenderung akan meningkatkan kualitas praktiknya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab tersebut. Sedangkan persentase praktik kader jumantik dalam PSN DBD yang tergolong buruk paling banyak terdapat di kelompok kader yang memiliki pengetahuan buruk tentang PSN DBD yaitu sebanyak 3 orang (60,0%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Fisher didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang PSN DBD dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan. Hal ini terjadi karena praktik kader jumantik dalam PSN DBD tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan saja, hal lain yang dapat mempengaruhi praktik PSN DBD yaitu lama tugas dari kader jumantik tersebut. Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Fuji F dan Hasanudin (2012) yang menyatakan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik kader jumantik SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara karakteristik individu dengan praktik kader jumantik dalam PSN DBD di Kelurahan Sampangan Kecamatan Gajahmungkur Semarang, dapat disimpulkan bahwa lama tugas (p value=0,012) merupakan faktor yang berhubungan dengan kinerja kader jumantik dalam PSN DBD, sedangkan umur (p value=0,665), tingkat pendidikan (p value=1,000), status pekerjaan (p value=0,660), pendapatan perkapita (p value=0,451), cara menjadi kader (p value=0,066), pelatihan (p value=0,760), dan pengetahuan (p value=(0,363) merupakan faktor yang tidak berhubungan dengan praktik kader dalam PSN DBD. SARAN Meningkatkan koordinasi dan pertemuan rutin dengan kader jumantik agar kader jumantik tetap solid, selain itu memberikan reward atau penghargaan atas kinerja kader 37

31 Nurul Rezania / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) jumantik, semisal dengan memberikan piagam penghargaan dari walikota, segam jumantik, atau memberi tunjangan kesehatan, sehingga kader jumantik merasa dihargai dan nantinya dapat meningkatkan semangat dari kader jumantik untuk tetap menjabat dan melaksanakan tugas sebagai kader jumantik. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Dr. H. Harry Pramono, M.Si. 2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat sekaligus dosen pembimbing skripsi Dr. dr.oktia Woro K.H, M.Kes. 3. Seluruh kader jumantik RT di wilayah Kelurahan Sampangan yang telah terlibat dalam penelitian inisiswa kelas V dan VI di Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Batang Kabupaten Batang atas kerja samanya selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA DepKes RI, 2006, Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik), Ditjen P2PL, Jakarta., 2010a, Surveilans Epidemiologi Demam Berdarah Dengue, Ditjen P2PL, Jakarta., 2010b, Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue, Ditjen P2PL, Jakarta. Dinkes Prov Jateng, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Fuji Zulviana dan Hasanuddin Ishak, 2012, Hubungan Pertisipasi Jumantik dengan Angka Bebas Jumantik (ABJ) di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-Kassi Kecamatan Rappocini, Vol. 8, No. 4, Oktober 2012, hal , diakses tanggal 22 Mei 2014, ( dle/ /5412/vol%208%20no%204 %20ahun%202012%20%28Lengkap%29.PDF?sequence=1). Gibson, et al, 2006, Organisasi (Terjemahan), edisi ke lima, Erlangga, Jakarta. Indah Trisnaniyanti, dkk, 2010, Persepsi dan Aktivitas Kader PSN DBD Terhadap Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, (Online), Volume 26, No 3, September 2010, hlm , diakses 4 Juni 2014, ( 465/2992). Kemenkes RI, 2010, Buletin Jendela Epidemiologi : Demam Berdarah Dengue, Kemenkes RI: Jakarta., 2012, Profil Bagian Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2012, (Online), diunduh 16 Juni 2014, ( a/profil-pppl2012 Laeis, Zuhdiar. Lima Tahun, Kota Semarang terbanyak kasus DBD, Wed 21 Peb 2014, diakses tanggal 20 Mei 2014, ( php?id=92806). Nora RA, dkk, 2011, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Balita Dalam Pelaksanaan Posyandu di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak Tahun 2011, (Online), diunduh pada tanggal 9 Maret 2014, ( article/view/559/609). Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar, Rineka Cipta, Jakarta. Nuryanti, Erni, 2013, Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk di Masyarakat, Universitas Negari Semarang, Kemas, (Online), Volume 9, No 1, Juli 2013, hlm ( mas). Perda Kota Semarang No. 5, 2010, Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, diunduh 16 Juni 2014, ( d/2010/kotasemarang pdf). R I Bay, Aprinianis, 2012, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Jumantik di Wilayah Kerja Puskesmas Jurang Manggu dan Puskesmas Pondok Aren Kota Tangerang Selatan, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta. Sucipto, CD, 2011, Vektor Penyakit Tropis, Gosyen Publishing, Yogyakarta. Ulya, Ari Luthfiana, 2009, Kinerja Jumantik Kelurahan Cilandak Tahun 2008, Skripsi, (Online), Universitas Indonesia, diunduh tanggal 23 Mei 2014, ( pdf). 38

32 UJPH 4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health HUBUNGAN ANTARA SHIFT KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA SUBYEKTIF PADA PENJAGA WARNET DI KELURAHAN SEKARAN Muvarichin Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima November 2014 Disetujui November 2014 Dipublikasikan Januari 2015 Keywords: Shift Kerja, Kelelahan Kerja Subyektif, Penjaga Warnet Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja subyektif pada penjaga warnet sekelurahan sekaran. Shift kerja dapat mempengaruhi berbagai perubahan fisik dan psikologis tubuh manusia diantaranya kelelahan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja penjaga warnet, diketahui 100 % pekerja mengalami kelelahan kerja subyektif. Artinya, dari 10 sampel diketahui seluruh pekerja mengalami kelelahan kerja. Jenis penelitian ini adalah explanatory research, dengan metode penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah 33 orang, diambil dengan teknik total sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner, timbangan injak, dan microtoice. Analisis data menggunakan Fisher s Exact Test dengan α=0,05. Hasil penelitian ini tidak ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja subjektif pada penjaga warnet di Kelurahan Sekaran. Berdasarkan hasil penelitian tersebut saran yang diajukan : (1) kepada pekerja, dapat selalu menerapkan pola Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang baik, (2) bagi pemilik, lebih memperhatikan lagi pengaturan jam kerja dan istirahat penjaga warnet, (3) bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan mengubah jenis atau variabel penelitiannya Abstract The purpose of this research is to determine the relationship between work shift and subjective fatigue of work at internet cafe operators in Sekaran. Shift work can affect variety of physical and psychological changes in the people including fatigue. Based on the result preliminary observation conducted on ten workers in internet cafe, are known to 100% of workers experiencing subjective fatigue. Which means, from 10 samples known to all workers experiencing fatigue of work. The research type is explanatory, with research method of cross sectional. The population of this research was 33 people, and by using the total sampling techniques. Research instruments such as questionneirs, weight scale, and microtoice. The data analysis was done using Fisher s Exact Test with α =5%. The conclude of the research is there is not relation between work shift and subjective fatigue of work at internet cafe operators in Sekaran. Based on these result of the research, the suggestions are submitted (1) to employees can always apply the occupational health and safety (K3) well. (2) for owner, more respect to setting work hours and breaks for internet cafe operators,(3) for further researchers, was to try modifyng research by changing the type or the variables of research Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Muvarichin@gmail.com ISSN

33 Muvarichin / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) PENDAHULUAN Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, Indonesia merupakan salah satu dari negara besar di dunia yang memiliki jumlah angkatan kerja nomor 4 di dunia dengan jumlah 111,48 juta jiwa dengan jumlah penduduk usia kerja (penduduk diatas 15 tahun) 165,6 juta orang. Hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia telah memberikan kontribusi besar bagi dunia dalam bidang ketenagakerjaan di tingkat Internasional (Depkes, 2009:1). Hal ini membuat Negara Indonesia merupakan sumber tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar yang dapat membantu pemenuhan kebutuhan tenaga kerja di tingkat dunia. Namun kondisi ini juga memiliki potensi masalah yang relatif besar, termasuk didalamnya mengenai masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Beberapa komitmen global baik yang berskala bilateral maupun multilateral telah pula mengikat bangsa Indonesia untuk memenuhi standar K3(Depkes RI, 2008:4). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu masalah penting dalam setiap proses operasional, baik disektor tradisional maupun modern. Dalam era perdagangan bebas, Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu keharusan untuk dilaksanakan oleh suatu industri (Depkes, 2009:1). Tidak dapat dielakan lagi, kemajuan dan kecanggihan iptek telah membawa dampak positif bagi perkembangan diberbagai sektor, baik sektor industri maupun sektor pendidikan. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam perekonomian masyarakat modern dan merupakan salah satu roda perekonomian negara khususnya bagi negara berkembang, industri sangat penting untuk memperluas lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Internet merupakan teknologi yang sangat membantu, dengan adanya internet sekarang ini dapat diketahui dengan cepat peristiwa atau kejadian yang terjadi dibelahan dunia lain. TIK saat ini memang menjadi salah satu kebutuhan manusia yang penting. Munculnya media sosial semacam twitter, facebook, dan blog telah memperkecil jarak, untuk berkomunikasi saat ini orang tidak perlu lagi bertatap muka fisik. Geliat pertumbuhan pengguna internet di dunia sekarang ini pun meningkat secara pasti. Tidak hanya aktivitas informasi, dan hiburan atau aktivitas bekerja, aktivitas perbankan hingga transaksi jual-beli didunia maya pun mulai menggeser peranan aktivitas perbankan dan transaksi jual beli secara konvensional. Bidang Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) telah mengalami perkembangan pesat dewasa ini, khususnya audiovisual, telepon seluler, dan komputer. Sebagai alat bantu yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, komputer telah mengubah cara hidup masyarakat dan banyak mempengaruhi aspek kehidupan lainnya. Era globalisasi telah memberikan banyak dampak, menyongsong era global ini, Universitas Negeri Semarang (Unnes) pun telah menggunakan sistem yang terkomputerasi. Semua sistem pendidikan dibuat menggunakan sistem komputerisasi dan online, yang dilakukan pada tingkat fakultas maupun tingkat jurusan dan dalam pelaksanaannya dapat mempercepat akses data mahasiswa. Universitas Negeri Semarang (Unnes) termasuk universitas unggulan dan favorit dengan jargonnya sehat, unggul, dan sejahtera (Sutera) merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang berlokasi di Ibukota Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Jumlah prodi Unnes, mahasiswa, dan dosen yang besar diperkirakan kecenderungan terus-menerus meningkat dimasa yang mendatang (BPTIK, 2010:3). Kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes) terletak di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, tepatnya berada di Kelurahan Sekaran. Dampak keberadaan kampus membuat berbagai ragam jenis usaha dan bisnis muncul di sekitar kawasan lingkungan kampus, berbagai macam ragam usaha tersebut, antara lain seperti: kantor, warung makan, toko/kios, foto copy, toko swalayan, warnet, bengkel,, salon, penjahit, dokter/klinik, toko bangunan, toko olahraga, kios majalah, rental motor, 9

34 Muvarichin / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) persewaan kaset, toko buku, pompa/kios bensin, klinik gigi, percetakan/sablon, laundry. Salah satu usaha & binis tersebut diantaranya adalah warung internet (warnet). Menurut anggapan pemilik (pengusaha), omset bisnis warnet ini menjanjikan dan untuk kedepannya dinilai prospektif dalam masa mendatang. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang menjadi alasan menjamurnya warung internet (Warnet) dan Hot Spot Area (Feri Sulianta, 2007:2). Hasil observasi pendahuluan, ada 10 warung internet serta game online di Kelurahan Sekaran (Kawasan Banaran dan Sekaran). Sebagian besar pengguna internet adalah anak kecil, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum. Tujuan dan perilakunya pun sangat beragam, menurut Feri Sulianta (2007:3), umumnya orang dewasa menggunakan internet sebagai bagian dari pekerjaan, tugas serta untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan, sedangkan anak-anak atau remaja mengakses internet untuk mendengarkan musik, bermain game, dan berkenalan dengan orang-orang baru. Dari hasil observasi diketahui beberapa dari pemilik warnet sekaligus juga sebagai penjaga warnet. Berdasarkan United Electrical (UE) News Health and Safety (1998) seperti dikutip dalam Wijaya dkk, (2006:236), menyatakan bahwa dalam jangka waktu yang lama shift kerja dapat mengakibatkan gangguan pencernaan, gangguan tidur, dan kelelahan. Masalah utama dari sisi faal tubuh terhadap penggunaan shift kerja adalah circadian rhytem individu yang sulit dirubah. Shift kerja dapat mempengaruhi berbagai perubahan fisik dan psikologis tubuh manusia diantaranya kelelahan. Menurut Suma mur P. K. (1996:190) faktor penyebab kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan sifat pekerjaan yang monoton (kurang bervariasi), intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi, keadaan lingkungan kerja (cuaca kerja, radiasi, pencahayaan, dan kebisingan), sebab-sebab mental (faktor psikologis), penyakit dan gizi. Jadi kelelahan merupakan hasil dari berbagai ketegangan yang dialami oleh tubuh manusia sehari-hari. Pemulihannya dapat dengan istirahat ditempat kerja atau dengan bentuk istirahat lainnya. Kelelahan kerja adalah gejala yang berhubungan dengan penurunan efisiensi kerja, keterampilan, kebosanan, serta peningkatan kecemasan. Gejala kelelahan kerja secara subyektif antara lain terlihat gugup, tidak berkonsentrasi, tidak mempunyai perhatian, enggan menatap mata orang lain, tidak kuat lagi berjalan. Berdasarkan observasi pada warnet Sekaran, diketahui sebagian dari penjaga warnet adalah mahasiswa, beberapa pemilik warnet juga sekaligus sebagai operator (penjaga) warnet, para pemilik warnet beranggapan omset bisnis warnet ini menjanjikan dan dinilai prospektif untuk masa mendatang. Sistem kerjanya tebagi menjadi 2-3 shift kerja, untuk 3 shift kerja antara lain shift pagi (Pkl ), shift siang (Pkl ) dan shift malam (Pkl ), pada 2 shift kerja yaitu shift pagi (Pkl ) dan untuk shift malam (Pkl ), masing-masing penjaga warnet dapat bekerja antara 7 jam hingga 9 jam. Rata-rata lama kerja operator warnet adalah 8 jam per hari. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 4 operator (penjaga warnet) shift pagi dan 6 operator shift malam, dari 2 orang perempuan dan 8 orang laki-laki, didapatkan semuanya mengalami lelah, artinya dari seluruh responden penjaga warnet diketahui semua pekerja menderita kelelahan. METODE Penelitian ini bersifat kuantitatif dan merupakan studi analitik dengan desain studi cross sectional dimana yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Populasi penelitian ini adalah penjaga warnet sekelurahan sekaran yang berjumlah 33 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah semua penjaga warnet yang berjumlah 33 orang dari 10 warnet yang berada di kelurahan Sekaran. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling, karena sedikitnya jumlah populasi yang ada pada penelitian ini, 10

35 Muvarichin / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) sehingga semua anggota populasi menjadi sampel. Variabel independen adalah shift kerja operator penjaga warnet pada warung internet di Kelurahan Sekaran. Variabel dependen adalah kelelahan kerja subyektif. Variabel moderator adalah umur, jenis kelamin, kondisi psikologis, riwayat penyakit, status gizi, sikap kerja, beban kerja, lama kerja, dan lingkungan kerja. Variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat atau memperlemah) hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (Sugiyono, 2007:4). Karena sedikitnya populasi dan sampel maka semua variabel yang termasuk kedalam variabel moderator diabaikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, timbangan berat badan, dan microtoice. Pengukuran secara langsung dalam penelitian ini yaitu pengukuran status gizi. Perangkat yang digunakan untuk pengukuran status gizi yaitu dengan menggunakan timbangan berat badan dan microtoa. Pengukuran dengan menggunakan KAUPK2 yang disusun oleh Setyawati (1994) untuk mengukur kelelahan kerja subyektif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research atau penelitian penjelasan yaitu dengan menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis komparasi yaitu untuk menjawab apakah terdapat hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja subjektif pada penjaga warnet di Kelurahan Sekaran, untuk mengetahui apakah proporsi operator shift pagi yang mengalami lelah tidak lebih banyak dari proporsi shift malam yang mengalami kelelahan. Pengambilan keputusan dalam penelitian ini, apabila p value lebih kecil dari alpha (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ini berarti proporsi penjaga warnet, operator shift pagi yang lelah lebih banyak dari proporsi operator shift malam, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara proporsi responden shift pagi mengalami lelah dengan proporsi shift malam mengalami lelah, yang mana hal ini berarti ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja subyektif pada penjaga warnet Kelurahan Sekaran Dalam penelitian ini digunakan uji chi square dan jika tidak memenuhi syarat uji tersebut, maka uji yang dipakai adalah fishers exact test. Syarat uji chi square adalah bila tidak ada sel nilai observed yang bernilai nol dan tidak ada sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Responden dalam penelitian ini yaitu penjaga warnet Kelurahan Sekaran dengan karakteristik individu sebagai berikut: usia sebagian besar berusia tahun (69,7 %) berjumlah 23 orang responden,untukjenis kelamin sebanyak 10 orang responden berjenis kelamin wanita (69,7 %) dan untuk jenis kelamin pria (30,3 %) sejumlah 23 responden. Kemudian status gizi, status gizi terbanyak adalah normal sebanyak 26 orang (78,8 %). Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1 sampai tabel 3, sebagai berikut dibawah: Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur Frekuensi Prosentase (%) (Tahun) (16-19) 8 24,2 (20-24) 23 69,7 (25-29) 1 3,03 (30-34) 1 3,03 Jumlah Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui sebanyak 24,2% atau 8 orang responden berusia16-19 tahun, untuk usia tahun sebanyak 23 responden sebanyak 69,7 %, dan untuk usia 25 sebanyak 1 responden (3,03%) dan usia tahun sebanyak 1 orang responden (3,03%). Sebagian besar dari operator penjaga warnet adalah mahasiswa dengan umur tahun. 11

36 Muvarichin / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Frekuensi Prosentase (%) Kelamin Perempuan 10 30,3 Laki-laki Jumlah Berdasarkan tabel 2 bisa dilihat sebanyak 69,7% responden atau 23orang berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 10 orang reponden berjenis kelamin perempuan. Sebagian dari lakilaki bekerja pada shift malam. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan IMT IMT Frekuensi Prosentase (%) Kurus 5 15,1 Normal 26 78,8 Gemuk 2 6,06 Jumlah Berdasarkan tabel 3 tersebut dapat diketahui untuk indeks massa tubuh (IMT) normal (dengan nilai IMT 18,5-25) sebanyak 26 responden (78,8 %), IMT kurus (dengan nilai IMT <18,5) 5 orang responden (15,1%), dan IMT gemuk (status gizi lebih) ada 2 orang responden (6,06 %). Semua responden yang mempunyai status gizi IMT gemuk adalah lakilaki dan sebagian berada diatas 25 tahun. Penelitian ini tentang hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja subyektif pada penjaga warnet sekelurahan sekaran. Subjek dalam penelitian ini adalah penjaga warnet (operator) di Kelurahan Sekaran yang sedang bekerja yaitu 33 responden. Populasi dan sampel dalam penelitian ini sejumlah 33 orang penjaga warnet dari 10 warnet yang ada di Kelurahan Sekaran. Hasil penelitian dalam penelitian ini meliputi analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel penelitian dan analisis bivariat yang dipakai untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel bebas dan variabel terikat. Hasil analis univariat sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Penelitian Distribusi Responden Berdasarkan Shift Kerja Shift Frekuensi Prosentase (%) Kerja Pagi 19 57,6 Malam 14 42,2 Jumlah Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa responden yang bekerja shift pagi sebanyak 19 orang (57,6%). Sedangkan responden yang bekerja shift malam sebanyak 14 orang (42,4%).Pengaturanshift kerja, berdasarkan kesepakatan operator penjaga warnet, dan biasanya disesuaikan dengan jadwal kuliah, karena sebagian besar operator (54,5 %) adalah mahasiswa dan juga berada pada tingkat akhir. Jadwal shift akan diperbahrui setiap semester atau 3 bulan sekali bila diperlukan. Tabel 5. Hasil Penelitian Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat kelelahan Kelelahan Frekuensi Prosentase (%) Kerja Subyektif Kurang 0 0 Lelah Lelah Sangat Lelah 2 6 Jumlah Berdasarkan tabel 5 tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 31 responden (94%) mengalami lelah dan 2 orang responden atau 6% pekerja menderita sangat lelah. Sedangkan untuk kriteria kurang lelah mendapatkan 0 responden, dari sini dapat diketahui bahwa semua penjaga warnet mengalami kelelahan kerja subjektif. Analisis bivariat dipakai untuk mengetahui pengaruh dua variabel yaitu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisis bivariat tersebut dapat dilihat pada tabel 6. 12

37 Muvarichin / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) Tabel 6. Tabulasi Silang antara Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja Subyektif Kelelahan Kerja Subyektif Shift Kerja Lelah Sangat Lelah Total F % F % F % Pagi 17 51,52 2 6, ,58 Malam 14 42, ,42 Jumlah 31 93,94 2 6, P Value 0,496 Berdasar tabel 6, responden shift pagi yang menderita lelah sebanyak 17 orang (51,52%), responden shift pagi yang menderita sangat lelah sebanyak 2 orang (6,06%), sedangkan responden shift malam yang lelah sebanyak 14 orang (45,42%) dan responden shift malam yang sangat lelah 0 atau responden (penjaga warnet) shift malam semua mengalami lelah. Dikarenakan ada nilai expected count yang kurang dari lima (50%) maka tidak layak untuk menggunakan chi square karena tidak memenuhi syarat, oleh karena itu uji yang digunakan adalah uji alternatif yaitu uji fisher, diperoleh nilai p value 0,496 (p< 0,05). Hal ini menunjukan bahwa proporsi responden shift pagi yang mengalami lelah sama dengan proporsi responden shift malam yang mengalami lelah, sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja subyektif pada penjaga warnet di Kelurahan Sekaran. Pada tahap awal pengujian, uji statistik yang digunakan uji chi square karena variabel merupakan variabel kategorikal tidak berpasangan. Namun uji chi square tidak dapat dilakukan karena tidak memenuhi syarat (ada sel yang kosong). Oleh karena itu dilakukan penggabungan sel yang semula 2x3 menjadi 2x2. Selanjutnya, dilakukan uji chi square untuk tabel 2x2 namun karena tetap tidak memenuhi syarat (nilai frekuensi harapan kurang dari 5) maka dipilihlah uji fisher sebagai alternatif uji chi square. Hasil uji Fisher menunjukan nilai signifikansi (p) sebesar 0,496 (2-sided) dan 0,324 (1-sided). Berdasarkan ketentuan yang berlaku, disebutkan bahwa jika p < 0,05 maka hipotesis statistik (Ho) ditolak dan hipotesis hubungan (Ha) diterima. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja Subyektif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,496). Berdasarkan hasil uji fisher menunjukan bahwa nilai p (0,496 dan 0,324) > 0,05 maka hipotesis statistik (Ho) ditolak dan hipotesis hubungan (Ha) diterima atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan antara shift kerja dengan kelelahan kerja subyektif pada penjaga warnet di Kelurahan Sekaran. Proporsi responden shift pagi yang mengalami lelah tidak lebih banyak daripada proporsi responden shift malam yang mengalami lelah. Hasil ini berbeda dengan penelitian Taufiq Ihsan (2012) yang menyatakan shift kerja memberikan pengaruh terhadap tingkatan kelelahan pekerja. Hal ini juga tidak sesuai dengan teori yang ada, mengatakan bahwa shift dapat mempengaruhi beberapa perubahan fisik dan psikologi tubuh manusia diantaranya adalah kelelahan. Menurut Wijaya, dkk (2006), menyebutkan bahwa shift dapat berperan penting terhadap permasalahan pada manusia yang dapat meluas menjadi ganguan tidur, gangguan fisik dan psikologi, gangguan sosial serta kehidupan keluarga. Disebutkan bahwa dalam jangka waktu yang lama shift kerja dapat menyebabkan gangguan pencernaan, gangguan tidur, dan kelelahan. Menurut hasil penelitian Wijaya, dkk (2006), yang dilakukan pada perawat di salah satu Rumah Sakit di Yogyakarta, menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan kerja pada tiap shift kerja. Pada shift pagi dan shift malam dapat disimpulkan bahwa terdapat 13

38 Muvarichin / Unnes Journal of Public Health 4 (1) (2015) perbedaan tingkat kelelahan kerja antar kedua shift, antara shift sore dan shift malam juga terdapat perbedaan tingkat kelelahan kerja. Tingkat kelelahan kerja pada tingkat kelelahan shift pagi lebih rendah daripada shift sore, dan tingkat kelelahan shift sore lebih rendah daripada shift malam. Dalam penelitian ini, proporsi shift pagi dengan shift malam yang mengalami kelelahan adalah sama, adanya hubungan ini lebih disebabkan karena lama kerja operator (penjaga warnet) yang berbeda. Rata-rata lama kerja penjaga warnet adalah 8 jam per hari. Operator shift pagi lebih lama dalam bekerja, bahkan bisa mencapai lebih dari 8 jam, selain itu intensitas kerja operator pada siang hari maupun sore hari lebih dibandingkan dengan malam hari terlihat dari kepadatan pengguna warung internet. Walaupun ditemukan banyak responden penjaga warnet yang mengalami lelah namun ternyata operator komputer termasuk penjaga warnet termasuk kedalam beban kerja ringan, pekerjaan operator (penjaga warnet) di warnet tergolong ringan, akan tetapi banyak faktor yang lain yang perlu turut diteliti, yang juga dapat menyebabkan lelah misal jenis monitor, lama melihat ke arah monitor, dan jumlah kedipan. Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subyektif. Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Berdasarkan hasil dari penelitian pengukuran kelelahan kerja, yang dilakukan oleh Didik Slamet R (2009) dengan KAUPK2 dapat diketahui bahwa 28,52% responden mengalami pelemahan kegiatan, 32,65% responden mengalami pelemahan motivasi dan 38,83% responden mengalami kelelahan fisik akibat keadaan fisik, dari data tersebut diketahui bahwa prosentase kelelahan fisik akibat keadaan fisik lebih besar daripada pelemahan kegiatan dan pelemahan motivasi. Oleh karena itu masih banyak faktor lainnya yang perlu untuk diteliti dalam kelelahan kerja subyektif penjaga warnet. Kerja malam hari adalah kondisi yang dapat menghambat kemampuan adaptasi pekerja baik dari aspek biologis maupun sosial, akan tetapi penjaga warnet nampaknya sudah terbiasa dan memang ada beberapa penjaga warnet yang memang senantiasa bekerja di malam hari, sejalan dengan insomnia. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tidak ada hubungan antarashift kerja dengan kelelahan kerja subyektif pada penjaga warnet di Kelurahan Sekaran. UCAPAN TERIMA KASIH 1. Dosen beserta staf akademisi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. 2. Kepala Kesbangpol Kota Semarang atas rekomendasi ijin penelitian yang diberikan. 3. Kepala Kelurahan Sekaran atas ijin penelitian. DAFTAR PUSTAKA BPTIK, 2010, Rencana Strategis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Semarang: BPTIK Unnes. Depkes RI, 2008, Standar Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar, Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. Depkes RI, 2009, Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Bagi Pekerja, Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. Didik Slamet Riyanto, 2009, Hubungan antara Desain Kursi Kerja dan Penerangan dengan Kelelahan Subyektif pada Tenaga Kerja YAKES TELKOM Area Jateng & DIY Tahun 2008, Skripsi: Unnes. Feri Sulianta, 2007, Cyberworld Ethies, yang Perlu Remaja dan Orang Tua Ketahui, Yogyakarta: Andi Publisher. Sugiyono, 2007, Statisik untuk Penelitian, Bandung: CV. Alfabeta Suma mur P. K., 1996, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Gun 14

39 UJPH4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health Hubungan Praktik Cuci Tangan, Kriteria Pemilihan Warung Makan Langganan dan Sanitasi Warung dengan Kejadian Diare pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Endang Trikora,Arum Siwiendrayanti Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima November 2014 Disetujui November 2014 Dipublikasikan Januari 2015 Key words: Hand Washing Practice; Food Stall Choosing Criteria; Sanitation of food stall;diarrhea Abstrak Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan praktik cuci tangan, kriteria pemilihan warung makan langganan dan sanitasi warung dengan kejadian diare pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang.Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang masih aktif berjumlah mahasiswa. Sampel berjumlah 320 mahasiswa. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan check list. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (menggunakan uji chi square dengan α=0,05).hasil dari penelitian ini, variabel yang berhubungan dengan kejadian diare pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang adalah kriteria pemilihan warung makan langganan (p=0,028), dan tidak ada hubungan antara praktik cuci tangan mahasiswa (p=0,978), sanitasi warung (p=0,705) dengan kejadian diare pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Selain itu yang diberikan kepada pusat layanan kesehatan UNNES dan puskesmas yaitu memberikan sumber informasi tentang kriteria yang baik untuk diprioritaskan oleh mahasiswa dalam menentukan pemilihan warung makan langganan agar menjadi lebih baik, serta dari puskesmas dapat mengedukasi pemilik warung makan agar dapat memperbaiki sanitasi warung melalui penyuluhan. Alamat korespondensi: Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, etrikora@yahoo.co.id Abstract Diarrhea is an endemic disease in Indonesia and also can cause Extraordinary Occurance (KLB) which often lead to death. This study has a purpose to determine the relationship of hand-washing practices, food stall choosing criteria and sanitation of food stall with diarrhea on students of Semarang State University. This research was an analytical observational study with cross-sectional design. The population in this study were 28,827 active students of the Semarang State University. The samples were 320 students. The instruments were questionnaire and check list. Data analysis was performed using univariate and bivariate (chi square test with α = 0.05). The results of this study were variables related to the incidence of diarrhea in students of Semarang State University were food stall choosing criteria (p = 0.028), and there was no relationship between students hand washing practices (p = 0,705), sanitation of food stall (p = 0,978) with the incidence of diarrhea in students of Semarang State University. The suggestion can be given to UNNES health care centerand medical center were giving health education about good criteria to choose food stall for student. Moreover, medical center can educate the owner of food stall to improve sanitation by the conseling 2015 Universitas Negeri Semarang ISSN

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 4 () (0) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MEMAKAI ALAT PELINDUNG TELINGA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN PENEMUAN KASUS TB PARU DI EKS KARESIDENAN PATI TAHUN 2013 Eva Emaliana

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 4 (1) (2015) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) BERDASARKAN OHSAS 1800: 2007 PADA UNIT

Lebih terperinci

HUBUNGAN KINERJA PETUGAS DENGAN CASE DETECTION RATE (CDR) DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR

HUBUNGAN KINERJA PETUGAS DENGAN CASE DETECTION RATE (CDR) DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR HUBUNGAN KINERJA PETUGAS DENGAN CASE DETECTION RATE (CDR) DI PUSKESMAS KOTA MAKASSAR Relationship Performance with Case Detection Rate (CDR) In Puskesmas City Of Makassar Dian Ayulestari, Ida Leida M.

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 4 (3) (2015) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Lebih terperinci

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN STRES KERJA PADA ANAK BUAH KAPAL YANG BEKERJA DI KAMAR MESIN KAPAL MANADO-SANGIHE PELABUHAN MANADO TAHUN 2015 Handre Sumareangin* Odi Pinontoan* Budi T. Ratag* *Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) Paru sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut World health Organization

Lebih terperinci

Journal of Sport Sciences and Fitness

Journal of Sport Sciences and Fitness JSSF 3 (4) (2014) Journal of Sport Sciences and Fitness http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jssf HUBUNGAN POSTUR TUBUH DAN KETERBELAJARAN GERAK Nunung Rudi Hartono 1, Soetardji 2, Taufiq Hidayah 3

Lebih terperinci

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta KES MAS ISSN : 1978-0575 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, STATUS EKONOMI DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUAN-TUAN KABUPATEN KETAPANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar kematian

Lebih terperinci

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations ACTIVE 3 (5) (2014) Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/peshr PELAKSANAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI SE KECAMATAN

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA MASA KERJA DAN PENGETAHUAN TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD PADA PETUGAS PEMADAM KEBAKARAN DI DINAS PEMADAM KEBAKARAN KOTA MANADO TAHUN 2016 Kairupan Felly

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Pelayanan Kesehatan Peran PMO : - Pengetahuan - Sikap - Perilaku Kesembuhan Penderita TB Paru Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Hipotesis 1. Terdapat hubungan pengetahuan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN Wahyuni, Nurul Amaliyah dan Yulia Jurusan Kesehatan Lingkungan, Poltekkes

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES

Lebih terperinci

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN.  Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3 345 Artikel Penelitian Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Perilaku Kesehatan, Efek Samping OAT dan Peran PMO pada Pengobatan Fase Intensif di Puskesmas Seberang Padang September

Lebih terperinci

Marieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract

Marieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract 551 JURNAL INFO KESEHATAN, VOL. 1, NOMOR 1 JUNI 1 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PENDERITA TB PARU DENGAN PERILAKU PEMBUANGAN DAHAK DI PUSKESMAS REWARANGGA KECAMATAN ENDE TIMUR KABUPATEN ENDE

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGELOLA PROGRAM TB PUSKESMAS DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB DI KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGELOLA PROGRAM TB PUSKESMAS DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB DI KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGELOLA PROGRAM TB PUSKESMAS DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB DI KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : ROYHAN AHWAN J 410 100 025 PROGRAM STUDI KESEHATAN

Lebih terperinci

Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi Sumaningrum Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi Sumaningrum Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN KEPATUHAN DALAM PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS LABORATORIUM KLINIK DI RUMAH SAKIT BAPTIS KOTA KEDIRI Moch. Fatkhun Nizar Hartati Tuna Ningsih Dewi

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KESEMBUHAN DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KESEMBUHAN DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANGKA KESEMBUHAN DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014 Siti Kholifah *), Suharyo **), Massudi Suwandi **) *) Alumni S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN KONTAK SERUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA MANADO Tiara Purba*, Sekplin A. S. Sekeon*, Nova H. Kapantow*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI SAPA KECAMATAN TENGA KABUPATEN MINAHASA SELATAN CORRELATION BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDE

Lebih terperinci

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT

RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH KADARZI BEHAVIOR IN RURAL AREAS REPRESENTED BY KEMBARAN I DISTRICT HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) PADA MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PERDESAAN DI KABUPATEN BANYUMAS RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND KNOWLEDGE WITH

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata Kunci: Intensitas Kebisingan, Kelelahan Kerja, Tenaga Kerja Ground Handling HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA GROUND HANDLING PT. GAPURA ANGKASA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SAM RATULANGI KOTA MANADO Raudhah Nur Amalia Makalalag*, Angela

Lebih terperinci

Keywords: PPE; knowledge; attitude; comfort

Keywords: PPE; knowledge; attitude; comfort HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KENYAMANAN PEKERJA DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI BENGKEL LAS LISTRIK KECAMATAN AMUNTAI TENGAH KABUPATEN HSU TAHUN 2016 Gusti Permatasari, Gunung Setiadi,

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA

PENGARUH PENERAPAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA PENGARUH PENERAPAN PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS (TB) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS (TB) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS (TB) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang 724 Artikel Penelitian Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang Ivan Putra Siswanto 1, Yanwirasti 2, Elly Usman 3 Abstrak

Lebih terperinci

Artikel Penelitian. thedots strategysince 1995.Based on the annual report of Padang City Health Department in 2011, the treatment. Abstrak.

Artikel Penelitian. thedots strategysince 1995.Based on the annual report of Padang City Health Department in 2011, the treatment. Abstrak. 207 Artikel Penelitian Hubungan Pelaksanaan Strategi Directly Observed Treatment Short Course dengan Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru Puskesmas Padang Pasir Kota Padang 2011-2013 Nurmadya 1, Irvan Medison

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: ) JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN TENAGA KESEHATAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, STATUS PENDIDIKAN, DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, STATUS PENDIDIKAN, DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, STATUS PENDIDIKAN, DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS TELING ATAS KECAMATAN WANEA KOTA MANADO Gabriela A. Lumempouw*, Frans J.O Pelealu*,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KEDISIPLINAN PEMAKAIAN MASKER PADA PEKERJA BAGIAN WINDING

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KEDISIPLINAN PEMAKAIAN MASKER PADA PEKERJA BAGIAN WINDING HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP KEDISIPLINAN PEMAKAIAN MASKER PADA PEKERJA BAGIAN WINDING DI PT. ISKANDAR INDAH PRINTING TEXTILE SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO Dian Wahyu Laily*, Dina V. Rombot +, Benedictus S. Lampus + Abstrak Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang terjadi di

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) atau dalam program kesehatan dikenal dengan TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SARIO KOTA MANADO Andri Saputra Yoisangadji 1), Franckie R.R

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014 Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014 Enderia Sari Prodi D III KebidananSTIKesMuhammadiyah Palembang Email : Enderia_sari@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat menyebar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case 27 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case control, yaitu dimana efek diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Menurut laporan World Health Organitation

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Pendekatan case control adalah suatu penelitian non-eksperimental yang menyangkut bagaimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG THE CORRELATION BETWEEN HUSBAND S SUPPORT WITH FREQUENCY OF PUERPERIAL REPEATED VISITATION IN

Lebih terperinci

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013

ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013 ANALISIS DEMAND MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN DELI, PUSKESMAS BROMO DAN PUSKESMAS KEDAI DURIAN TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh : SERLI NIM. 111021024 FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu agar bisa dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel

Lebih terperinci

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO THE RELATIONSHIP BETWEEN THE WORKLOAD WITH PERFORMANCE OF NURSES IN RSUD SARAS HUSADA PURWOREDJO Naskah Publikasi Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian Dalam pembangunan di Indonesia, industri akan terus berkembang sampai tingkat industri maju. Seperti diketahui bahwa hampir semua jenis industri mempergunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu. Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu. Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan Juli tahun 2016 di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS WOLAANG KECAMATAN LANGOWAN TIMUR MINAHASA Trifena Manaroinsong*, Woodford B. S Joseph*,Dina V Rombot** *Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel penelitian, dengan tetap memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner ini diuji validitas dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel penelitian, dengan tetap memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner ini diuji validitas dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Validitas Kuesioner Sebelum digunakan dalam penelitian, kuesioner disebarkan kepada 30 orang responden non sampel penelitian, dengan tetap memenuhi kriteria

Lebih terperinci

Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN :

Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM KB KONDOM DI DESA BANGSALAN KECAMATAN TERAS KABUPATEN BOYOLALI The Relationship Between The Knowledge Level And Men s Participation In Family

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global. Penyakit ini menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama kematian di seluruh

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI (Studi Observasional di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Kabupaten Banjar Tahun 2017) Elsa Mahdalena

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG JURNAL VISIKES - Vol. 12 / No. 2 / September 2013 TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG Kriswiharsi Kun Saptorini *), Tiara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI

ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI ANALISIS PENGETAHUAN DENGAN POLA ASUH PADA IBU BALITA UMUR 4-5 TAHUN DI TK DHARMA WANITA DESA SAMBIROBYONG KECAMATAN KAYEN KIDUL KABUPATEN KEDIRI Retno Palupi Yonni STIKes Surya Mitra Husada Kediri e-mail

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, KETERSEDIAAN APD DENGAN KEPATUHAN PEMAKAIAN APD PEKERJA BAGIAN WEAVING PT ISKANDARTEX INDAH PRINTING TEXTILE SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, KETERSEDIAAN APD DENGAN KEPATUHAN PEMAKAIAN APD PEKERJA BAGIAN WEAVING PT ISKANDARTEX INDAH PRINTING TEXTILE SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, KETERSEDIAAN APD DENGAN KEPATUHAN PEMAKAIAN APD PEKERJA BAGIAN WEAVING PT ISKANDARTEX INDAH PRINTING TEXTILE SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK Riza Triasfitri *), Sri Andarini Indreswari **) *) ALUMNI FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Tingkat penerapan PHBS

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Tingkat penerapan PHBS PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN TINGKAT PENERAPAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA Rusiawati, 2 Agus Fitriangga, Virhan Novianry mahasiswa Prodi Pendidikan Dokter FK untan, 2 Departemen IKM, IKK, dan Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA

HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA HUBUNGAN PENGGUNAAN APD TELINGA DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PABRIK DI PT. SINTANG RAYA KABUPATEN KUBU RAYA Urai Yuniarsih, Sunarsieh dan Salbiah Jurusan Kesehatan lingkungan Poltekkes Kemenkes

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 3 (2) (2014) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN MOTIVASI KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA WANITA BAGIAN GILING ROKOK

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DAN BEBAN KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA UNIT PERBAIKAN DI PT. KAI DAOP VI YOGYAKARTA DIPO SOLO BALAPAN

HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DAN BEBAN KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA UNIT PERBAIKAN DI PT. KAI DAOP VI YOGYAKARTA DIPO SOLO BALAPAN HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DAN BEBAN KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA UNIT PERBAIKAN DI PT. KAI DAOP VI YOGYAKARTA DIPO SOLO BALAPAN Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA Sri Hartutik, Irma Mustikasari STIKES Aisyiyah Surakarta Ners_Tutty@yahoo.com

Lebih terperinci

PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN. Oleh: FILZA RIFQI AUFA ASLAM

PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN. Oleh: FILZA RIFQI AUFA ASLAM PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN Oleh: FILZA RIFQI AUFA ASLAM 120100459 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 PERAN

Lebih terperinci

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018 HUBUNGAN TINGKAT DEMENSIA DENGAN KONSEP DIRI PADA LANJUT USIA DI BPLU SENJA CERAH PROVINSI SULAWESI UTARA Meiske Gusa Hendro Bidjuni Ferdinand Wowiling Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya Pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat setiap penduduk agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberculosis Paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Pulmonary TB, TB examination, family members

ABSTRACT. Keywords: Pulmonary TB, TB examination, family members FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PARTISIPASI PEMERIKSAAN TB PERTAMA OLEH KELUARGA PASIEN TB PARU (SERUMAH) DI PUSKESMAS REMBANG I KECAMATAN REMBANG TAHUN 2013 Ferly Lestari L. *), Sri Andarini I.,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU dr. SLAMET GARUT PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2011 Novina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menyerang paru paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat menular melalui udara atau sering

Lebih terperinci

Edu Geography 3 (1) (2014) Edu Geography.

Edu Geography 3 (1) (2014) Edu Geography. Edu Geography 3 (1) (2014) Edu Geography http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo ORIENTASI LAPANGAN KERJA BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN PENDUDUK ANGKATAN KERJA DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MUTU PELAYANAN POLIKLINIK DIAN NUSWANTORO DENGAN KEPUTUSAN PEMANFAATAN ULANG DI UPT POLIKLINIK DIAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MUTU PELAYANAN POLIKLINIK DIAN NUSWANTORO DENGAN KEPUTUSAN PEMANFAATAN ULANG DI UPT POLIKLINIK DIAN 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG MUTU PELAYANAN POLIKLINIK DIAN NUSWANTORO DENGAN KEPUTUSAN PEMANFAATAN ULANG DI UPT POLIKLINIK DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2015 Ramdhania Ayunda Martiani

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Tati Sri Wahyuni R. 0209054 PROGRAM

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA SAFETY TALK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (Studi di Unit Maintenance PT Holcim Indonesia Tbk) Oleh : FAJAR GUMELAR UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Oleh : MEIRINA MEGA MASTUTI 040112a028 PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG.

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG. 50 GIZIDO Volume 5 No. 1 Mei 013 Hubungan Pengetahuan Ibu Els Ivi Kulas HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU dr. SLAMET GARUT PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2011 Novina Gestani

Lebih terperinci

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations

Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations ACTIVE 3 (10) (2014) Journal of Physical Education, Sport, Health and Recreations http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/peshr MINAT DAN MOTIVASI KEGEMARAN OLAHRAGA TERHADAP HASIL TES PEMANDUAN BAKAT

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health Unnes Journal of Public Health 1 (1) (2012) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph HUBUNGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG PERNAPASAN DENGAN TINGKAT KAPASITAS VITAL PARU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu untuk mencari arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono,

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN PERSEPSI KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA

SKRIPSI HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN PERSEPSI KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN PERSEPSI KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DJITOE INDONESIAN TOBACCO SURAKARTA Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijasah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER Rosida 1, Siti Anawafi 1, Fanny Rizki 1, Diyan Ajeng Retnowati 1 1.Akademi Farmasi Jember

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 20 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DINI ARIANI NIM : 20000445 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

Erma Prihastanti, Puji Hastuti Prodi DIII Kebidanan Purwokerto Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang

Erma Prihastanti, Puji Hastuti Prodi DIII Kebidanan Purwokerto Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang HUBUNGAN PEKERJAAN, STATUS EKONOMI, PENDIDIKAN IBU HAMIL DENGANPENGETAHUAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID DI PUSKESMAS BATURRADEN II KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2014 Erma Prihastanti, Puji

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) MASYARAKAT DI LINGKUNGAN VII KELURAHAN SEI SIKAMBING B MEDAN SUNGGAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) MASYARAKAT DI LINGKUNGAN VII KELURAHAN SEI SIKAMBING B MEDAN SUNGGAL Jurnal maternal Dan Neonatal, 12/12 (2016), Hal 1-7 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) MASYARAKAT DI LINGKUNGAN VII KELURAHAN SEI SIKAMBING B MEDAN SUNGGAL Heni Triana,

Lebih terperinci

: PAMBUDI EKO PRASETYO

: PAMBUDI EKO PRASETYO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO SKRIPSI Disusun Oleh : PAMBUDI EKO PRASETYO NIM

Lebih terperinci

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : REIHAN ULFAH J

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH. Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : REIHAN ULFAH J HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP DOKTER DENGAN KELENGKAPAN PENGISIAN LEMBAR INFORMED CONSENT DI RS ORTOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENDERITA TUBERKULOSIS TENTANG PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS ATAPUPU KABUPATEN BELU RELATIONSHIP BETWEEN PATIENT

Lebih terperinci

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM.

ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN RUMAH SEHAT DI KELURAHAN PEKAN SELESEI KECAMATAN SELESEI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2010 Oleh: ROY ANTONIUS TARIGAN NIM. 061000113

Lebih terperinci

Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Guna Bangsa Yogyakarta ABSTRACT

Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKes Guna Bangsa Yogyakarta   ABSTRACT THE RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE ABOUTH PUBERTY WITH ADOLESCENTS ATTITUDE IN THE FACE OF PUBERTY IN ADOLESCENTS IN JUNIOR HIGH SCHOOL 3 DEPOK, MAGUWOHARJO, SLEMAN, YOGYAKARTA Dwi Agustiana Sari, Wiwin Lismidiati

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI KELUARAHAN SEI. PUTRI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI RELATIONSHIP AWARENESS BREASTFEEDING MOM ABOUT

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN PANDEGLANG Anni Suciawati* *Fakultas Kesehatan Prodi Kebidanan Universitas Nasional Email Korespodensi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran penyakit Tuberkulosis yang begitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang lingkup A.1. Tempat BKPM Semarang. A.2. Waktu 20 September 20 Oktober 2011. A.3. Disiplin ilmu Disiplin ilmu pada penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Masyarakat. B.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 2015 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MASYARAKAT TENTANG SKISTOSOMIASIS DI KECAMATAN LINDU KABUPATEN SIGI SULAWESI TENGAH TAHUN 215 Anggun Wiwi Sulistin*, I Nyoman Widajadnya** *Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW HUBUNGAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN DENGAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS MOPUYA KECAMATAN DUMOGA UTARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Putu Rivan Gregourian Budiarta 1), Chreisye K. F. Mandagi 1),

Lebih terperinci