BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara umum prokrastinasi bukanlah sebuah hal yang monolithic dan tersusun secara homogen, namun merupakan sebuah fenomena yang memiliki banyak sisi yang dinamis dan tergantung dari tugas yang dihadapi, situasi dan kerakteristik individu dari pelaku prokrastinasi. Ada aspek-aspek serta faktor-faktor yang memengaruhi prokrastinasi yang dialami seseorang, khususnya di kalangan mahasiswa. Bab ini akan memberikan penjelasan mengenai prokrastinasi skripsi dan teori-teori yang mendasari prokrastinasi skripsi itu sendiri, serta bagaimana hubungan prokrastinasi skripsi dengan faktor orientasi pada kesempurnaan (perfectionism) dan efikasi diri. A. Prokrastinasi Skripsi 1. Pengertian prokrastinasi skripsi Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinare. Ini merupakan gabungan dari dua kata yaitu pro dan crastinus, yang berarti menunda sampai besok (Ferrari, Johnson, & McCown, 1995). Prokrastinasi merupakan kecenderungan untuk menunda sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan (Ferrari, Johnson, & McCown; Lay, dalam Ozer, & Ferrari, 2011). Menurut Erde (dalam Thakkar, 2009) definisi dari prokrastinasi adalah penundaan tugas yang sudah terencana walau pada dasarnya individu tersebut mengerti risikonya. Prokrastinasi adalah jenis dari anti motivasi (anti-motivation) yang berhubungan dengan rendahnya regulasi diri (selfregulasi), efikasi diri, dan self-esteem dan berasosiasi dengan tingginya kecemasan serta stres (Howell, Wtson, Powel & Buro; Sirois; Tice & Baumeister, dalam Klassen, Chong, Krawchuk, Huan, Wong, & Yeo, 2009). Menurut Wolters (dalam Iskender, 2011) prokrastinasi merupakan

2 11 penundaan sampai menit terakhir suatu tugas harus diselasaikan, yang pada akhirnya individu yang melakukan penundaan ini memiliki niat untuk menyelesaikannya. Prokrastinasi didefinisikan Rothblum, Solomon, dan Murakami (dalam Onwuegbuzie, 2004) sebagai penundaan yang disengaja dalam memulai atau menyelesaikan tugas-tugas dan sebenarnya hal itu tidak perlu. Prokrastinasi merupakan perilaku yang umum terjadi di masyarakat di era ini (Ferrari, Johnson & McCown; Ferrari, O Callaghan & Newbegin, dalam Rosario, 2009). Sebagi contoh, hampir 20% orang dewasa mengakui bahwa mereka melakukan penundaan dalam tugas rutin mereka, seperti membayar rekening dan membayar pajak; bagi 25% dari populasi orang dewasa bukan pelajar, prokrastinasi merupakan masalah besar (Schouwenburg; McCown & Johnson, dalam Rosario, 2009). Prokrastinasi memegang banyak konsekuensi negatif, seperti waktu yang terbuang sia-sia, peningkatan stres, prestasi rendah, kesehatan rendah, dan rendahnya self-esteem (Hoover, dalam Thakkar 2009). Beberapa penelitian mengungkap bahwa prokrastinasi terkait dengan performa akademis yang buruk ( Balkis & Deru, 2009; Beck Koons & Milgrim, 2000; Ozer, Demir & Ferrari, 2009), dan rendahnya usaha dalam mengerjakan tugas ( Saddler & Buley, 1999, dalam Balkis, 2011). Menurut Ferrari (dalam Atiningsih, 2008) prokrastinasi banyak berakibat negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia dan tugas-tugas menjadi terbengkalai. Salah satu kewajiban seorang mahasiswa adalah menulis skripsi. Penulisan skripsi merupakan syarat seorang mahasiswa untuk mendapatkan gelar kesarjanaan khususnya untuk gelar S-1. Skripsi merupakan laporan riset atau sering disebut sebagai laporan penelitian. (Derry & Jubilee, 2006).

3 12 Menurut Sarjan (2009), skripsi merupakan karya tulis ilmiah laporan hasil perancangan atau penelitian mandiri untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat kesarjanaan S-1 pada Perguruan Tinggi. Karya ilmiah ini ditulis sebagai hasil kegiatan akademik berupa penelitian ilmiah yang dapat berbentuk penelitian experimental, teoritis, analisis komputasi, penelitian pustaka dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan sebagai latihan bagi para mahasiswa untuk menuangkan hasil kegiatan penelitian dalam suatu karya tulis secara sistematis dan metodologis. (Prayoto, 1991) Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi skripsi adalah penundaan yang disengaja di dalam menyelesaikan skripsi, yang pada dasarnya pelaku prokrastinasi mengerti konsekuensi negatifnya, akan tetapi pada akhirnya individu tersebut memiliki niat untuk menyelesaikanya. 2. Teori prokrastinasi a. Teori prokrastinasi menurut Sokolowska Menurut Sokolowska (2009), secara umum prokrastinasi bukanlah sebuah hal yang monolithic dan tersusun secara homogen, namun merupakan sebuah fenomena yang memiliki banyak sisi yang dinamis dan tergantung dari tugas yang dihadapi, situasi dan kerakteristik individu dari pelaku prokrastinasi. Jika prokrastinasi didefinisikan sebagai rendahnya keterlibatan perilaku dalam tugas akademik, hampir semua mahasiswa dapat dinyatakan sebagai prokrastinator, bahkan mereka yang mengaku sebagai bukan pelaku prokrastinasi. Secara teori, prokrastinasi terdiri dari 4 aspek, yaitu prilaku, kognitif, afektif dan motivasi (Sokolowska, 2009). Aspek prilaku berarti tindakan menunda suatu tugas. Aspek kognitif fokus pada faktor irrational dan

4 13 illogical yang mendukung seseorang melakukan penudaan di samping dampak negatif dari penundaan itu sendiri. Aspek afektif berhubungan dengan mood dan emosi yang berhubungan dengan prokrastinasi. Aspek motivasi fokus pada persepsi individu akan pentingnya tugas, manfaat, dan ketertarikan intrinsik yang melekat dalam diri individu. Salah satu alasan seseorang melakukan prokrastinasi adalah rasa takut akan kegagalan. Rasa takut akan kegagalan diartikan sebagai rasa bersalah seseorang yang meliputi perasaan seperti rasa malu dan cemas. Dalam bidang akademik, rasa takut gagal didefinisikan sebagai rasa takut tidak mampu menunjukkan performa yang baik sehingga tidak dapat mencapai harapan yang diingikan individu dan orang lain. Rasa takut gagal ini juga ditemukan memiliki hubungan dengan kecemasan terhadap kinerja, orientasi pada kesempurnaan dan kepercayaan diri. Dari penelitian yang pernah dilakukan Sokolowska (2009) pada komunitas mahasiswa, aspek kognitif dan motivasi adalah yang paling umum dan paling sering membawa pengaruh terhadap penundaan. Seperti yang dikatakan Tuckman (1998) bahwa ketidakmampuan mahasiswa mengatasi penundaan mungkin berhubungan dengan masalah yang dihadapi, salah satunya disebabkan oleh sulit untuk memotivasi diri. Alasan motivasional yang umum untuk prokrastinasi meliputi penundaan terhadap tugas yang tidak disukai dan tidak menarik (Sokolowska, 2009). Ketidaksukaan atas tugas yang diberikan sebagai sebuah alasan untuk melakukan penundaan, dapat dipicu oleh tipe kesukaan pribadi terhadap suatu tugas, akan tetapi dapat juga dipicu oleh stimulus yang diberikan oleh lingkungan yang mencerminkan tipe ketertarikan terhadap suatu tugas tertentu. Sisi afektif dan kognitif memang lebih tidak umum, namun juga memberikan kontribusi terhadap prokrastinasi. Menurut Sokolowska (2009), dua hal dari aspek

5 14 afektif yang sering menyebabkan prokrastinasi adalah emosi negatif yang berhubungan dengan ketakutan atas kegagalan dan keadaan emosi positif yang dihasilkan dari tekanan waktu. Prokrastinasi dapat muncul karena tanggung jawab tambahan yang diterima (Sokolowska, 2009). Dari hasil peneilitian yang dilakukan Sokolowska (2009) dalam disertasinya, hal ini dapat dilihat bahwa banyak dari mahasiswa menanggung lebih banyak tanggung jawab dari yang seharusnya mereka tanggung, seperti pekerjaan atau tanggung jawab terhadap keluarga. Mahasiswa menggunakan prokrastinasi sebagai salah satu cara untuk mengatur tugas-tugas dan deadline secara lebih efisien. Sehingga dapat dikatakan bahwa prokrastinasi menjadi sebuah pilihan yang dibuat secara sadar untuk menghadapi kenyataan bahwa waktu yang dimiliki terbatas. b. Teori psikodinamika Menurut Freud (dalam Ferrari dkk, 1995) berkaitan konsep tentang prokrastinasi, mengatakan bahwa seseorang yang dihadapkan tugas yang mengancam ego pada alam bawah sadar akan menimbulkan ketakutan dan kecemasan. Perilaku penundaan atau prokrastinasi merupakan akibat dari penghindaran tugas dan sebagai mekanisme pertahanan diri. Bahwa seseorang secara tidak sadar melakukan penundaan, untuk menghindari penilaian yang dirasakan akan mengancam, keberadaan ego atau harga dirinya. Akibatnya tugas yang cenderung dihindari atau yang tidak diselesaikan adalah jenis tugas yang mengancam ego seseorang, misalnya tugas-tugas di sekolah, seperti tercermin dalam perilaku prokrastinasi akademik, sehingga bukan semata karena ego yang membuat seseorang melakukan prokrastinasi.

6 15 c. Teori behavioristik Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang melakukan prokrastinasi karena dia pernah mendapatkan punishment atas perilaku tersebut. Seorang yang pernah merasakan sukses dalam melakukan tugas sekolah dengan melakukan penundaan, cenderung akan mengulangi lagi perbuatannya. Sukses yang pernah dia rasakan akan dijadikan reward untuk mengulangi perilaku yang sama dimasa yang akan datang (Bijou, dkk, dalam Ferrari dkk, 1995). Adanya obyek lain yang memberikan penguat lebih menyenangkan daripada obyek yang diprokrastinasi, menurut McCown dan Johnson(dalam Ferrari dkk, 1995) dapat memunculkan perilaku prokrastinasi akademik. Seseorang yang memandang bermain basket lebih menyenangkan daripada mengerjakan skripsi, mengakibatkan skripsi lebih sering diprokrastinasi daripada bermain basket. Di samping penguat yang diperoleh, prokrastinasi juga cenderung dilakukan pada jenis tugas yang mempunyai hukuman atau konsekuensi dalam jangka waktu yang lebih lama daripada tugas yang tidak ditunda oleh karena hukuman yang akan dihadapi kurang begitu kuat untuk menghentikan perilaku prokrastinasi, misalnya ketika seseorang disuruh memilih untuk menunda belajar ujian semester atau menunda untuk mengerjakan pekerjaan rumah mingguan, maka kencederungan untuk menunda belajar untuk ujian semester lebih besar daripada menunda mengerjakan pekerjaan rumah minggguan, karena resiko nyata yang dihadapi lebih pendek mengerjakan pekerjaan rumah daripada belajar untuk ujian. Perilaku prokrastinasi juga bisa muncul pada kondisi lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bias menjadi penguat

7 16 bagi munculnya perilaku prokrastinasi. Kondisi yang rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi, karena tidak adanya pengawasan akan mendorong seseorang untuk berperilaku tidak tepat waktu (Dossett, dkk, Bijou, dkk, dalam Ferrari, dkk., 1995). Berdasarkan teori yang telah di uraikan di atas, maka teori prokrastinasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teori prokrastinasi berdasarkan konsep Sokolwska (2009). Penggunaan prokrastinasi tersebut disesuaikan dengan tujuan penelitian ini yakni untuk menjelaskan prokrastinasi skripsi mahasiswa fakultas psikologi UKSW, Salatiga. Pada prinsipnya teori ini menjelaskan bahwa prokrastinasi bukanlah sebuah hal yang monolithic dan tersusun secara homogen, namun merupakan sebuah fenomena yang memiliki banyak sisi yang dinamis dan tergantung dari tugas yang dihadapi, situasi dan kerakteristik individu dari pelaku prokrastinasi. 3. Aspek prokrastinasi Menurut Sokolowska (2009), prokrastinasi memiliki 4 aspek, yaitu: a) Prilaku Dimensi prilaku menekankan pada penundaan mengerjakan tugas dengan cara menghindar dan memperlambat penyelesaian tugas. Oleh karena itu, karakteristik perilaku prokrastinasi berkaitan dengan aksi penundaan atau penghindaran. Seorang prokrastinator cenderung mengalami kesulitan untuk melakukan hal-hal yang tidak disenangi dan ketika mungkin untuk melakukan, akan menghidarinya. Ia lebih cenderung untuk melakukan hal-hal yang disenangi

8 17 b) Afektif Dimensi afektif menekankan pada ketidaknyamanan yang dirasakan individu. Secara khusus, dimensi ini berhubungan dengan kecemasan dan kekhawatiran. Beberapa peneliti menginvestigasi penundaan sebagai mekanisme jalan keluar dari tekanan emosional yang diasosiasikan dengan tugas. Orang yang melakukan penundaan juga rentan menderita kekhawatiran dan frustrasi, khususnya sebelum atau sesudah batas waktu yang ditentukan. Selain itu, cenderung bosan, suka mencari sensasi, dan aksi pemberontakan. c) Kognitif Dimensi kognitif menekankan kepada mengapa individu tetap membuat keputusan untuk menunda meskipun mengetahui konsekuensi negatifnya. Pendekatan secara kognitif membahas kesengajaan untuk menunda di awal atau menyelesaikan suatu tugas. Dimensi kognitif dari prokrastinasi melibatkan pertentangan antara niat untuk menyelesaikan tugas. Dimensi kognitif juga melibatkan kesulitan memprioritaskan suatu tugas, dan manajemen waktu yang buruk. d) Motivasi Prokrastinasi juga bisa dilihat sebagai motivasi untuk tidak menyelesaikan tugas. Termasuk di dalamnya persepsi individu akan pentingnya tugas, manfaat, dan ketertarikan intrinsik yang melekat dalam diri individu. Beberapa penelitian secara umum menunjukkan bahwa siswa yang melihat tugas sebagai hal yang tidak penting, tidak relevan dengan tujuan utamanya, dan tidak tertarik terhadap tugas tersebut, menunjukan level prokrastinasi

9 18 yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang menilai tugas sebagai sesuatu yang penting. Scouwenburg (dalam Ferrari, dkk., 1995) menyatakan aspek-aspek prokrastinasi sebagai berikut: a) Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya. b) Keterlambatan dalam mengerjakan tugas. Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadangkadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik. c) Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami

10 19 keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana-rencana yang telah dia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai. d) Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya. Berdasarkan aspek-aspek yang telah dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan empat aspek prokrastinasi menurut Sokolowska (2009). Alasan dipilihnya aspek prokrastinasi tersebut adalah karena aspek-aspek tersebut sangat relevan dengan kondisi yang dialami mahasiswa fakultas psikologi UKSW, Salatiga.

11 20 4. Faktor faktor yang memengaruhi prokrastinasi Burka dan Yuen; Gordon; Shindler dan Weinstein; Piyor (dalam Gunawinata, dkk., 2008), menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya prilaku prokrastinasi akademik adalah orientasi pada kesempurnaan. Sifat yang ditemukan memiliki hubungan dengan prokrastinasi adalah orientasi pada kesempurnaan (perfectionism), dan ini dianggap sebagai motif utama untuk menunda (Ferrari, dkk., 1995; Flett, Hewitt & Martin, 1995; Onwuegbuzie, 2000, dalam Chabaud, dkk., 2010). Reasinger dan Brownlow (dalam Al-Attiyah, 2010) menemukan bahwa kurangnya motivasi ekstinsik, orientasi pada kesempurnaan dan gaya atribusi eksternal merupakan prediktor seseorang melakukan penundaan. Szalavits (dalam Hampton, 2005) mengidentifikasi variabel lain yang dapat menambah seseorang menunda, adalah: perasaan takut gagal, orientasi pada kesempurnaan, kontrol diri (self-control), pola asuh dan tugas yang berhubungan dengan kecemasan. Thakkar (2009) menyatakan rendahnya efikasi diri memiliki hubungan dengan prokrastinasi. Ferrary dkk (dalam Haycock, dkk., 2001) menemukan korelasi negatif antara keyakinan efikasi dan prokrastinasi akademik. Dalam beberapa studi sebelumnya yang dilakukan ( Ferrari, Parker & Ware; Lay; Martin, dkk., dalam Haycock, dkk., 2001) telah menemukan bahwa siswa yang menampilkan tingkat yang lebih tinggi efikasi diri untuk tugas-tugas sosial, atau hari-hari (namun tidak ada efikasi untuk tugas-tugas akademik) prokrastinasi lebih sering daripada siswa lain. Tuckman juga menemukan hubungan terbalik yang signifikan antara keyakinan efikasi dan penundaan. (dalam Haycock, dkk., 2001). Dari beberapa pendapat dan hasil penelitian sebelumnya, prokrastinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: orientasi pada

12 21 kesempurnaan (perfectionism), efikasi diri, kontrol diri, pola asuh, motivasi ekstinsik, dan gaya atribusi eksternal B. Orientasi Pada Kesempurnaan (Perfectionism) 1. Pengertian orientasi pada kesempurnaan Menurut Hamachek (dalam Yao, 2009) orientasi pada kesempurnaan dapat dianggap sebagai sifat positif yang terkait dengan standar pribadi yang tinggi dan prestasi tinggi. Orientasi pada kesempurnaan adalah sifat kepribadian yang ditandai dengan upaya untuk mencapai kesempurnaan dan menetapkan standar kinerja yang terlalu tinggi, disertai dengan kecenderungan ke arah evaluasi terlalu kritis terhadap perilaku seseorang (Flett & Hewitt, dalam Besharat, 2011). Orientasi pada kesempurnaan diartikan sebagai ambisi seseorang untuk dapat dan harus mencapai suatu target yang tinggi, dan sesuatu yang kurang dari sempurna dianggap sebagai kegagalan total (Kaur & Kaur, 2011). Menurut Horrney (dalam Alwilsol, 2004) orientasi pada kesempurnaan merupakan salah satu aktualisasi diri ideal yang memiliki 3 aspek, yaitu pencarian keagungan yang neurotik, penuntut yang neurotik, dan kebanggaan neurotik. Untuk mengaktualisasikan diri idealnya, seseorang mengembangkan kebutuhan untuk sempurna (need for perfection), yaitu dorongan untuk menggabungkan keseluruhan kepribadian ke dalam diri ideal secara neurotik, sehinga menjadi tidak puas dengan sedikit perubahan, tidak menerima sesuatu yang belum sempurna. Seorang yang perfeksionis menciptakan pikiran yang tidak realistis dan tekanan yang sebenarnya mebuatnya menderita. Menurut Romas dan Sarma (dalam Gunawinata, dkk., 2008) pikiran tersebut adalah: (a) saya harus sempurna untuk setiap apa yang saya kerjakan, (b) saya seharusnya

13 22 tidak membuat kesalahan, demikian pula orang lain, (c) saya berusaha keras untuk melakukan yang benar, saya pantas terhindar dari frustasi dan kesuliatan hidup, (d) selalu ada cara yang benar untuk menyelesaikan sesuatu, (e) jika saya melakukan kesalahan maka hancurlah segalanya, (f) bilamana seseorang tidak melakukan sebagaimana seharusnya mereka lakukan, mereka adalah manusia yang buruk, (g) jika saya tidak melakukan dengan sempurna, saya pantas meghukum diri saya, (h) jika saat ini saya tidak melakukan dengan sempurna, maka saya harus bisa sempurna di lain waktu, (i) saya harus sempurna atau saya orang yang gagal. Jadi, dapat disimpulkan bawa orientasi pada kesempurnaan adalah sifat kepribadian yang ditandai dengan upaya untuk mencapai kesempurnaan dan menetapkan standar kinerja yang terlalu tinggi, dan hal ini merupakam aktualisasi diri yang ideal dengan ambisi dan tujuan yang terlalu tinggi, tuntutan kesempurnaan yang berlebihan, serta tidak dapat menerima sesuatu yang tidak sempurna. 2. Teori orientasi pada kesempurnaan Di awal tahun 1990-an, konsep tentang orientasi pada kesempurnaan masih dianggap satu satu dimensi, yaitu difocuskan pada self-directed cognition (Pingree, dalam Gunawinata, dkk., 2008). Ferrari, dkk., (1995) mengatakan dimensi tersebut hanya keyakinan akan tingginya standar personal. Orientasi pada kesempurnaan dipandang sebagai standar performansi yang tidak realistik dan usaha untuk merealisasikan usaha tersebut, lalu gagal, kemudian mengevaluasi diri dan cenderung melihat hasil akhir dengan standar yang kaku. Akan tetapi, kini para peneliti mulai menyadari bahwa orientasi pada kesempurnaan adalah konstruk multidimensional yang di dalamnya terdapat komponen personal dan sosial.

14 23 Salah satunya adalah Hewitt dan Flett (dalam Yao, 2009) yang memikirkan mengenai multidimensi orientasi pada kesempurnaan, dengan memfokuskan pada aspek interpersonal. Mereka mendeskripsikan 3 dimensi dari orientasi pada kesempurnaan. Pertama, dimensi self-oriented perfectionism. Dimensi ini melibatkan standar tinggi yang ada di dalam diri seseorang dan tegas terhadap dirinya sendiri mengenai standarnya tersebut. Individu yang perfeksionis termotivasi untuk mencapai standar sempurnannya dan berusaha untuk menghindari kegagalan. Kedua, dimensi other-oriented perfectionism. Dimensi ini melibatkan harapan dari seorang perfeksionis untuk menuntut orang lain memenuhi standar tinggi yang ia tetapkan. Perilaku sempurna harus dimunculkan oleh orang lain, organisasi dan masyarakat di sekitar individu yang perfeksionis ini. individu yang memiliki tingkatan yang kuat pada dimensi ini akan memunculkan perasaan dan pemikiran dalam dirinya yang berkaitan dengan permusuhan dengan orang lain, autoritarianisme dan perilaku doninan. Ketiga, dimensi socially prescribed perfectionism. Seorang yang perfeksionis merupakan hasil bentukan dari lingkungan sosialnya karena mereka yakin orang lain memiliki standar yang tidak realistis dan motif perfeksionistim terhadap perilakunya. Seorang perfeksionis beranggapan orang lain akan puas ketika standar tersebut tercapai dan menerima orang lain mengontrol dirinya. Oran lain yang dimaksud disini adalan significant other, termasuk orang tua, sekolah atau masyarakat.

15 24 3. Dimensi orientasi pada kesempurnaan Menurut Hewitt dan Flett ( dalam Antony & Swinson, 2009) orientasi pada kesempurnaan (perfectionism) terbagi menjadi 3 aspek, yaitu: 1) Self-oriented perfectionism Merupakan kecenderungan memiliki standar untuk diri yang sangat tidak realistis dan tidak mungkin untuk. 2) Other-oriented perfectionism Merupakan kecenderungan dari seorang perfeksionis untuk menuntut orang lain memenuhi standar tinggi yang ia tetapkan. 3) Socially prescribe perfectionism Merupakan kecenderungan menganggap orang lain (Orang tua, guru, teman ) memiliki ekspektasi bahwa tidak mungkin untuk mencapai standar tinggi yang ditetapkan. Menurut Hill, dkk., (2004) orientasi pada kesempurnaan memiliki 2 dimensi, yaitu: a) Ketelitian akan kesempurnaan Ini merupakan dimensi adaptif atau dimensi positif dari orientasi pada kesempurnaan. Adapun indikator dari dimensi ini adalah kecenderungan untuk meminta pihak lain memiliki standar yang sama, kecenderungan untuk rapi dan teratur, kecenderungan untuk merencanakan di awal atau membicarakan keputusan sebelum diambil, kecenderungan untuk mengejar hasil yang sempurna atau berstandar tinggi. b) Evaluasi diri pada kesempurnaan Ini merupakan dimensi maladaptif atau dimensi negatif dari orientasi pada kesempurnaan. Adapun indikator dari dimensi ini adalah kecederungan mengalami stress atau kecemasan akibat

16 25 kesalahan yang dibuat, kecenderungan untuk mendapatkan validasi dari orang lain atau sensitif terhadap kritik, kecenderungan merasa perlu tampil sempurna untuk mendapat penerimaan dari orang tua, kecenderungan untuk khawatir mengenai kesalahan yang dibuat di masa lalu atau kesalahan di masa depan. Berdasarkan aspek-aspek yang telah dikemukakan di atas maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan empat aspek orientasi pada kesempurnaan menurut Hill (2004). Alasan dipilihnya aspek orientasi pada kesempurnaan tersebut adalah karena aspek-aspek tersebut sangat relevan dengan kondisi yang dialami mahasiswa fakultas psikologi UKSW, Salatiga. 4. Efek orientasi pada kesempurnaan terhadap prokrastinasi skripsi Orientasi pada kesempurnaan diartikan sebagai keyakinan seseorang untuk dapat dan harus mencapai suatu target yang tinggi, dan sesuatu yang kurang dari sempurna dianggap sebagai kegagalan total (Kaur & Kaur, 2011). Karena tututan akan kesempurnaan ini terkadang seorang mahasiswa yang perfeksionis memiliki menuntut kesempurnaan pada setiap tugas-tugas ataupun skripsi yang ia kerjakan. Akan tetapi, ketika ia merasa tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, ia melakukan penundaaan dalam pengerjaannya. Mahasiswa yang berorientasi pada kesempurnaan menuntut hasil kerjanya sempurna. Misalnya dalam mengerjakan skripsi. Karena keinginanya untuk mendapatkan hasil yang sempurna, mahasiswa tersebut cenderung menundan dalam memulai menulis skripsinya. Ia lebih memilih

17 26 untuk menyibukan diri mencari materi hingga dirasa materi tersebut sudah cukup untuk kesempurnaan skripsinya. Namun, mesekipun demikian terkadang memang orientasi pada kesempurnaan memunculkan energi atau dorongan kepada seseorang untuk selalu memberikan yang terbaik di dalam mencapai hal dinginkannya. Seperti yang dikatakan Roedell (dalam Kaur & Kaur, 2011) bahwa orientasi pada kesempurnaan juga dapat memberikan energi kepada seseorang untuk mencapai prestasi terbaik yang diinginkannya. Energi ini mendorong seseorang untuk tidak menunda menyelesaikan tugasnya. Sehingga, Stanley (dalam Kaur & Kaur, 2011) berpendapat bahwa seorang yang perfeksionis memiliki tingkatan yang rendah pada prokrastinasi. C. Efikasi diri 1. Pengertian efikasi diri Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuanya untuk menyelesaikan tugas ( Bandura, dalam Thakkar 2009). Menurut Kahn (2011) efikasi diri merupakan persepsi individu akan kapasitasnya dalam menyelesaikan suatu tugas. Bonar (dalam Kahn, 2011) mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuan diri untuk menggunakan kemampuan kontrol dirinya (self-control). Cain (dalam Kahn 2011) mengartikan efikasi diri sebagai kepercayaan diri akan kemampuan diri dalam melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk hasil yang diinginkan. Menurut Matlin (dalam Sulistyawati, 2010), seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat, mampu mengatur kehidupan mereka untuk lebih berhasil. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Ames (dalam Balkis, 2011) bahwa efikasi diri merupakan keyakinan dasar yang memimpin

18 27 seseorang untuk mencapai kesuksesan atau keberhasilan. Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi ketika awalnya tidak berhasil, mereka akan mencoba cara yang baru, dan bekerja lebih keras. Ketika masalah timbul, seseorang dengan efikasi diri yang kuat tetap tenang dalam menghadapi masalah dan mencari solusi, bukan memikirkan kekurangan dari dirinya. Menurut Bandura (dalam Seo, 2008) Biasanya, pelajar dengan tingkat lebih tinggi efikasi diri lebih mungkin untuk terlibat dalam tugas-tugas akademik, menggunakan strategi yang lebih baik dan mencapai nilai lebih tinggi daripada pelajar yang kurang percaya diri akan kemampuan mereka untuk berhasil. Bandura ( dalam Yao, 2009 ) menjelaskan bahwa individu yang kurang percaya diri akan kemampuanya untuk berhasil menyelesaikan suatu tugas akan lebih mungkin untuk menghindari tugas-tugas tersebut daripada mencoba untuk mengerjakanya. Bandura (dalam, Haycock dkk, 1998) juga berpendapat bahwa efikasi diri yang kuat akan mendororong kepada inisiatif dan ketekunan pada tugas yang lebih besar. Dengan demikian, individu dengan efikasi diri yang rendah akan lebih mungkin untuk menunda mengerjakan tugas. Begitu pula sebaliknya, individu dengan efikasi diri yang tinggi cenderung tidak menunda mengerjakan tugas-tugasnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuan nya dalam menghadapi masalah dan mencari solusi, dan bukan memikirkan kekurangan dari dirinya. 2. Teori efikasi diri Efikasi diri merupakan asumsi dasar teori kognitif sosial Albert Bandura yang menyoroti pertemuan yang kebetulan (chance encounters) dan kejadian tak terduga (fortuitous events) dengan serius meskipun tahu bahwa pertemuan dan peristiwa ini tidak serta merta mengubah jalan hidup

19 28 manusia. Cara manusia bereaksi terhadap pertemuan atau kejadian yang diharapkan itulah yang biasanya lebih kuat daripada peristiwanya sendiri. Teori kognitif sosial yang menggunakan perspektif keagenan, menjelaskan bahwa manusia memiliki kapasitas untuk melatih pengontrolan atas alam dan kualitas hidup mereka sendiri. Manusia adalah produsen sekaligus produk sistem sosial. Performa manusia umumnya berkembang ketika mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi, yaitu keyakinan bahwa mereka dapat menampilkan perilaku yang akan menghasilkan perilaku yang diinginkan dalam situasi tertentu (Bandura dalam Feist & Feist, 2008). Teori kognitif sosial berbicara bahwa, manusia memiliki kapasitas untuk menjadi apa pun, dan sebagian besar kemampuan ini diperoleh dari belajar kepada model. Jika pembelajaran manusia hanya bergantung kepada pengalaman langsung trial and error, maka perkembangan manusia akan berjalan lambat, membosankan, dan berbahaya. Untungnya, manusia sesudah mengembangkan kapasitas kognitif yang tinggi untuk belajar lewat pengamatan yang memampukan mereka membentuk dan menstruktur hidup mereka melalui kekuatan pemodelan. Meskipun pada dasarnya berorientasi kepada tujuan, Bandura percaya bahwa manusia memiliki intensi dan tujuan yang lebih spesifik sifatnya daripada umum. Manusia tidak dimotivasikan oleh tujuan penguasaan tunggal seperti memperjuangkan superioritas atau aktualisasi diri namun oleh multiplisitas tujuan, beberapa diantaranya jauh dan beberapa lagi dekat. Namun intensi-intensi individual ini tidak anarkis, mereka memiliki sejumlah stabilitas dan mengeliminasi perilaku yang tidak memenuhi standar hubungan mereka. Standar pribadi ini cenderung memberikan perilaku manusia derajat konsistensi meskipun perilaku itu sendiri tidak memiliki motif penguasaan sebagai penuntunnya (Bandura dalam Feist & Feist, 2008).

20 29 Bandura yakin bahwa manusia dapat melatih kontrol atas hidup mereka. Meskipun manusia dipengaruhi oleh lingkungan ataupun pengalaman mereka, tetapi mereka memiliki kekuatan untuk membentuk dua kondisi eksternal ini. Untuk taraf tertentu, manusia dapat mengatur kondisi lingkungan yang akan membentuk perilaku masa depan dan dapat memilih untuk mengabaikan atau menindaklanjuti pengalaman sebelumnya. Keagenan manusia menyatakan bahwa mereka yang memiliki efikasi diri secara personal dan kolektif tinggi dan yang memanfaatkan tindak perwakilan secara efektif memiliki sejumlah besar pengaruh bagi tindakan mereka sendiri. Namun begitu, beberapa orang memang memiliki kebebasan lebih besar ketimbang orang lain karena lebih terlatih mengendalikan perilakunya (Bandura dalam Feist & Feist, 2008). Kesimpulan teori di atas adalah, keyakinan manusia terhadap efikasi diri mereka akan mempengaruhi arah tindakan yang akan mereka pilih untuk diupayakan, seberapa banyak upaya yang ditanamkan pada pekerjaan, seberapa lama akan bertahan di tengah kegagalan, dan seberapa besar keinginan untuk bangkit dari kegagalan. Oleh karena itu, efikasi diri harus dikombinasikan dengan lingkungan ataupun pengalaman, khususnya ekspektansi terhadap hasil untuk dapat menghasilkan perilaku tertentu. 3. Aspek aspek efikasi diri Menurut Bandura (dalam Sulistyawati, 2010) terdapat tiga aspek dari efikasi diri pada diri manusia, yaitu: a) Tingkatan ( level ) Ada perbedaan efikasi diri yang dihayati oleh masing masing individu mungkin dikarenakan perbedaan tuntutan yang dihadapi. Tututan mempresentasikan bermacam-macam tingkat kesulitan

21 30 atau kesukaran untuk mencapai performansi optimal. Jika halangan untuk mencapai tuntutan itu sedikit, maka aktifitas lebih mudah untuk dilakukan, sehingga kemudian individu akan memiliki efikasi diri yang tinggi. Seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan menguasai permasalahan yang sulit, sedangkan seseorang yang memiliki level yang rendah meyakini bahwa mereka hanya mampu menyelesaikan tugas-tugas yang sederhana. Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi cenderung akan memilih mengerjakan tugas yang sifatnya sulit. b) Keadaan Umum (generality) Aspek ini menjelaskan keyakinan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan tuntas dan baik. Individu mungkin akan menilai diri merasa yakin melalui bermacam-macam aktivitas atau hanya dalam daerah fungsi tertentu. Keadaan umum bervariasi dalam jumlah dari dimensi yang berbeda-beda, di antaranya tingkat kesamaan aktivitas, perasaan dimana kemampuan ditunjukkan (tingkah laku, kognitif, afektif), dan karakteristik individu menuju kepada siapa prilaku tersebut ditujukan. Pengukuran berhubungan dengan daerah aktivitas dan konteks situasi yang menampakkan pola dan tingkat generalisasi yang paling mendasar berkisar tentang apa yang individu susun pada kehidupan mereka. Seseorang dengan efikasi diri tinggi merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk dapat bertindak dalam situasi apapun, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah merasa bahwa dirinya hanya memiliki kemampuan untuk bertindak pada situasi yang terbatas.

22 31 c) Kekuatan (strength) Pengalaman memiliki pengaruh terhadap efikasi diri yang diyakini seseorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinannya pula. Individu yang memiliki kemampuan kuat terhadap kemampuan meraka akan teguh dalam berusaha untuk mengesampingkan kesulitan yang mereka hadapi. Dengan kata lain, seseorang dengan kekuatan efikasi diri yang tinggi sangat yakin akan kemampuan dirinya, mereka akan bertahan dalam usaha menghadapi masalah yang sulit, mampu menyelesaikan masalah yang penuh rintangan, dan ketekunan yang besar akan berhasil dalam melakukan tugasnya, sebaliknya, mereka yang memiliki kekuatan efikasi diri yang rendah akan merasa bahwa kemampuannya lemah dan akan mudah terguncang apabila menghadapi rintangan dalam melakukan tugasnya. Corsini (dalam Siregar, 2012) mendefinisikan aspek-aspek dari efikasi diri yang diantaranya adalah: a) Kognitif Yaitu kemampuan individu untuk memikirkan cara-cara yang digunakan, dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu fungsi berfikir adalah untuk memprediksi kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Semakin efektif kemampuan efektif kemampuan seseorang dalam analisis berfikir dan dalam berlatih, maka akan mendukung seseorang bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

23 32 b) Motivasi Yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri melalui pikirannya untuk melakukan tindakan dan membuat keputusan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi tumbuh dari pemikiran yang optimis dari dalam diri individu untuk mewujudkan tindakan yang diharapkan. Tiap-tiap individu berusaha memotivasi dirinya dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, mengantisipasi pikiran sebagai latihan untuk mencapai tujuan dan merencanakan tindakan yang akan dilaksanakannya. Motivasi dalan efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan. c) Afeksi Yaitu kemampuan individu untuk mengatasi perasaan emosi yang ditimbulkan dari diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi berperan pada pengaturan diri individu terhadap pengaruh emosi. Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. d) Seleksi Yaitu kemampuan individu untuk melakukan pertimbangan secara matang dalam memilih perilaku dan lingkungannya. Individu akan menghindari aktivitas dan situasi yang diyakini melebihi kemampuan yang mereka miliki, tetapi mereka siap melakukan aktivitas menantang dan situasi yang mereka rasa mampu mengendalikannya.

24 33 Dalam penelitian ini aspek-aspek efikasi diri menurut Corsini (dalam Siregar, 2012) yang akan digunakan. Hal ini dikarenakan aspek aspek tersebut dipengaruhi oleh motif dari individu untuk memulai suatu pekerjaan. Hal ini tercermin dalam perilaku individu, antara lain harapan individu akan hasil dari suatu perilaku, keyakinan bahwa individu akan berhasil dalam bertindak sesuai dengan yang diharapkannya, dan makna atas hasil yang telah diperoleh individu. Dan semuanya ini dipengaruhi oleh aspek kognitif, motivasi, afeksi, dan seleksi. 4. Efek efikasi diri terhadap prokrastinasi skripsi. Bandura ( dalam Muhid, 2006 ) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari - hari orang harus membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama menghadapi kesulitan-kesulitan. Semakin kuat persepsi efikasi diri semakin giat dan tekun usaha-usahanya. Dengan demikian efikasi diri menentukan pula seorang mahasiswa akan menunda mengerjakan skripsinya atau tidak, karena ketika seseorang mahasiswa yakin akan kemampuan di bidang akademiknya, ia tidak akan menunda mengerjakan skripsinya. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa seorang mahasiswa dengan efikasi diri tinggi juga dapat melakukan prokrastinasi. Misalnya, ketika seorang mahasiswa yakin bahwa ia mampu mengerjakan revisi dari dosen pembimbing, ia akan menunda mengerjakanya karena ia yakin bahwa ia mampu menyelesaikan revisi tersebut. Dan ketika sudah dekat dengan deadline revisi tersebut dikumpulkan barulah ia mengerjakan..

25 34 D. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian orientasi pada kesempurnaan dengan prokrastinasi. Penelitian Gunawinata, dkk., (2008) dengan judul Perfeksionisme, Prokrastinasi Akademik dan Penyelesaian Skripsi Mahasiswa, bertujuan untuk mengungkap hubungan antara orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi akademik dalam penyelesaian skripsi mahasiswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi akademik ( r = 0,277, p < 0,05 ). Penelitian ini juga menunjukan bahwa hanya dua aspek dari orientasi pada kesempurnaan yang memiliki hubungan positif dengan prokrstinasi akademik, yaitu socially prscribed perfectionism dan other-oriented perfectionism. Penelitian Kaur dan Kaur (2011), dengan judul Perfectionism and Procrastination: Cross Cultural Perspektive, menunjukan hasil bahwa tidak semua aspek dari orientasi pada kesempurnaan memiliki hubungan yang signifikan dengan prokrastinasi. Hanya tiga aspek dari perfectionism yang memiliki hubungan signifikan dengan prokrastinasi, yaitu parental expectation (r = -0,705, p = 0,01) parental critism (r = 0.935, p = 0,01), concern over mistake (r = 0,53, p = 0,01). 2. Penelitian efikasi diri dengan prokrastinasi Penelitian Klassen dan Kuzucu (2009) dengan judul Academic procrastination and motivation of adolescents in Turkey, menunjukkna hasil bahwa academic efikasi diri memiliki pengaruh yang kuat bagi prokrastinasi, baik untuk perempuan maupun laki-laki ( F= 28.65, p <.001). Hal ini dikarenakan kepercayaan diri seseoorang akan kemampuannya merupakan faktor terpenting bagi seseorang untuk menentukan

26 35 performannya dalam suatu tugas. Keyakinan yang kuat, yang menyebabkan seseorang terhindar dari prokrastinasi. Penelitian Muhid, (2006) dengan judul Hubungan Kontrol Diri dan Efikasi diri dengan Prokrastinasi Akademik, memiliki tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kontrol diri dan efikasi diri dengan prokrastinasi akademik. Analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik Regrasi Linier Berganda (Multiple Linier Regression). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan negatif dan signifikan antara efikasi diri dengan prokrastinasi akademik ( r = - 0,633, p = 0,000) Penelitian Sirin (2011) denngan judul Academic procrastination among undergraduates attending school of physical education and sports: Role of general procrastination, academic motivation and academic efikasi diri, menunjukan hasil bahwa tidak hubungan antara academic efikasi diri dengan prokrastinasi skripsi, dan academic efikasi diri bukan merupakan prediktor bagi prokrastinasi akademik (p= 0,666). Hal ini mungkin dikarenakan para partisipan sangat percaya bahwa mereka sudah pasti akan lulus dari departemen tersebut. Haycock, dkk., (1998) dengan judul procrastination in College Student: The Role of efikasi diri and Anxiety. Penelitian ini menemukan hasil bahwa skor prokrastinasi memiliki hubungan terbalik dan signifikan dengan efikasi diri (r = -40). Korelasi bivariate menunjukan bahwa efficacyexpectations dengan prokrastinasi memiliki hubungan yang signifikan. Akan tetapi ketika variable-variable ini dimasukan ke dalam model regresi, hanya cumulative efficacy strength yang signifikan sebagai prediktor prokrastinasi (p= 0,04).

27 36 3. Penelitian orientasi pada kesempurnaan (perfectionism), efikasi diri dan prokrastinasi Penelitian yang dilakukan Yao (2009) dengan judul An Exploration of Multidimensional Perfectionism, Academic Efikasi diri, Procrastination Frequency, and Asian American Cultural Values In Asian American University Students. Salah satu tujuan dari peneltian ini adalah melihat pengaruh orientasi pada kesempurnaan dan efikasi diri terhadap prokrastinasi akademik pada 316 mahasiswa Asia atau Asia-Amerika di Midwestern University. Hasil dari One-way analysis of variance menumukan bahwa individu individu yang perfeksionis memiliki perbedaan tingkatan kepercayaan akan kemampuan diri mereka (efikasi diri) untuk menyelesaikan suatu tugas akademik dan tingkat prokrastinasi akademik. Seseorang yang perfeksionis memiliki tingkat prokrastinasi akademik yang rendah, dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan yang dimiliki untuk menguasai dan menyelesaikan suatu tugas akademik. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh orientasi pada kesempurnaan dan efikasi diri terhadap prokrastinasi akademik. Dari hasil analisis korelasi yang dilakukan pada variabel efikasi diri dan prokrastinasi, menunjukan hasil r = -0,26 (p < 0,01). Ini berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara efikasi diri dan prokrastinasi, artinya jika semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah prokrastinasi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah efikasi diri maka semakin tinggi prokrastinasi. Sedangkan, analisis korelasi yang dilakukan untuk variabel orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi menunjukan hasil r = - 0,32 (p < 0,01). Ini berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara orientasi pada kesempurnaan dan prokrastinasi, artinya jika semakin tinggi orientasi

28 37 pada kesempurnaan maka semakin rendah prokrastinasi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah orientasi pada kesempurnaan maka semakin tinggi prokrastinasi. E. Pengaruh Orientasi Pada Kesempurnaan dan Efikasi diri Terhadap Prokrastinasi Skripsi Perilaku prokrastinasi sebenarnya merupakan perilaku yang telah lama ada dan dapat terjadi dalam berbagai bidang dan situasi. Ada banyak faktor yang menyebabkan perilaku prokrastinasi, salah satunya adalah orientasi pada kesempurnaan (perfectionism). Orientasi pada kesempurnaan merupakan salah satu hasil dari distorsi kognitif yang menuntut adanya kesempurnaan (Burns, dalam Gunawinata, dkk., 2008). Beberapa penelitian menyatakan bahwa kebanyakan prokrastinator berasal dari seorang yang perfeksionis (Burke & Yuen, dalam Capan 2010). Seorang yang perfeksionis memaksakan standar tinggi atau irrasional dalam dirinya dan melakukan prokrastinasi karena mereka tidak yakin bahwa mampu memenuhi standar itu sendiri (Capan, 2010). Seorang yang perfeksionis sering kali lebih memikirkan penilaian orang lain terhadap kinerja ataupun hasil kerja mereka. Karena hal inilah seorang yang perfeksionis melakukan prokrastinasi. Dalam artian mereka lebih memilih untuk memikirkan penilaian orang lain terus menerus, sehingga tugas akhirnya tertunda pengerjaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ferrary (dalam Capan, 2010), bahwa prokrastinator memiliki pandangan ke depan mengenai bagaimana orang lain akan menilai mereka. Mereka tidak bersedia untuk menyelesaikan tugas yang harus diselesaikanya karena terlalu sering fokus pada standar yang mereka tetapkan sendiri dan berfikir secara berlebihan mengenai penilaian orang lain.

29 38 Orientasi pada kesempurnaan dapat pula berpegaruh terhadap prokrastinasi melalui dua cara. Yang pertama, tekanan dan tuntutan yang tinggi menyebabkan perfeksionis cenderung berusaha menghindari tugas tersebut. Tuckman (dalam Gunawinata, dkk., 2008) mengatakan bahwa seorang prokrastinator adalah pencari kesenangan dan berusaha menghindar dari hal hal yang menekan mereka. Oleh sebab itu, seorang perfeksionis dapat melakukan prokrastinasi dengan melakukan hal hal yang disenangi sebagai coping terhadap tuntutan dan tekanan yang dirasakan. Yang kedua, seorang mahasiswa yang menuntut kesempurnaan dalam membuat skripsi, akan cenderung mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya hingga dirasa sudah sangat sempurna untuk karyanya. Di dalam proses mencari dan mengumpukan materi inilah terjadi prokrastinasi. Seorang yang perfeksionis akan menunda memulai menulis skripsinya sebelum mendapat materi yang cukup. Banyak peneliti mengindikasikan bahwa seorang perfeksionis dan prokrastinator memiliki beberapa karakteristik secara umum. Kedua tipe individu ini memiliki karakteristik yang sama. Keduanya berorientasi pada standar yang tinggi dan ingin merealisasikannya meskipun terkadang irrasional, serta kedua tipe individu ini takut untuk membuat kesalahan (Burka & Yuen; Beswick; Solomon & Rothblum, dalam Capan 2010). Namun, mesekipun demikian terkadang memang orientasi pada kesempurnaan memunculkan energi atau dorongan kepada seseorang untuk selalu memberikan yang terbaik di dalam mencapai hal dinginkannya. Seperti yang dikatakan Roedell (dalam Kaur & Kaur, 2011) bahwa orientasi pada kesempurnaan juga dapat memberikan energi kepada seseorang untuk mencapai prestasi terbaik yang diinginkannya. Energi ini mendorong seseorang untuk tidak menunda menyelesaikan tugasnya. Sehingga, Stanley

30 39 (dalam Kaur & Kaur, 2011) berpendapat bahwa seorang yang perfeksionis memiliki tingkatan yang rendah pada prokrastinasi. Faktor lain yang memengaruhi prokrastinasi adalah efikasi diri. Menurut Bandura ( dalam Seo, 2008) efikasi diri merupakan keyakinan seseorang mengenai apakah dirinya mampu untuk memenuhi suatu tugas, aktivitas atau hal lainnya. Menurut model efikasi diri Bandura (dalam Yao, 2009), individu dengan efikasi diri tinggi lebih memilih untuk terlibat dalam suatu tugas atau aktivitas daripada menghindarinya, pekerja keras dalam menyelesaikan tugas tersebut dan mampu bertahan dalam kesulitan. Karena prokrastinasi dapat diartikan sebagai tipe perilaku menghidar, maka tingkat efikasi diri yang tinggi berhubungan dengan tingkat prokrastinasi yang rendah. Begitu pula sebaliknya, tingkat efikasi diri yang rendah berhubungan dengan tingkat prokrastinasi yang tinggi (Yao, 2009). Dalam beberapa penelitian menunjukan hubungan negatif antara efikasi diri dan prokrastinasi. Ferrary dkk (dalam Haycock, dkk., 2001) menemukan korelasi negatif antara efikasi diri dan prokrastinasi akademik. Tuckman juga menemukan hubungan terbalik yang signifikan antara keyakinan efikasi dan penundaan (dalam Haycock dkk, 2001). Dalam penelitian Solomon dan Rothblum (dalam Yao, 2009) hasil analisis melalui Multiple linear regression dengan tipe MBTI menunjukan bahwa efikasi diri sebagai prediktor frekuensi prokrastinasi. F. Kerangka Konsep dan Hipotesa Gambar di bawah ini menjelaskan tentang prediksi dalam penelitian ini, dimana diprediksi bahwa orientasi pada kesempurnaan dan efikasi diri secara simultan dan signifikan memiliki pengaruh terhadap prokrastinasi

31 40 skripsi. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan di atas. Orientasi pada Kesempurnaan (X1) Efikasi diri (X2) Prokrastinasi Skripsi (Y) Berdasarkan kerangka konsep tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah orientasi pada kesempurnaan (perfectionism) dan efikasi diri secara simultan dan signifikan memiliki pengaruh terhadap prokrastinasi skripsi mahasiswa fakultas psikologi UKSW.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam proses penulisan skripsi seringkali terjadi penundaan dalam mengerjakannya. Padahal sebenarnya mahasiswa tahu bahwa prokrastinasi yang dilakukannya banyak berakibat negatif terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif, perlu secara jelas diketahui variabel-variabel apa saja yang akan diukur dan instrumen seperti apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fenomena yang kerap terjadi di kalangan mahasiswa adalah prokrastinasi akademik. Menurut Lay (LaForge, 2005) prokrastinasi berarti menunda dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin yaitu pro atau forward

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 tahun 1990 adalah: Peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa akhir program S1 harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya tugas yang diberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Secara bahasa, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendukung maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Procrastination 1. Pengertian Procrastination Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan awalan pro yang berarti mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan sedang menempuh proses pendidikan di Perguruan Tinggi. Pada umumnya mahasiswa berusia antara 18-24 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Semakin tinggi penguasaan seseorang terhadap suatu bidang, semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa, juga memiliki intelektual akademik yang baik demi menghadapi era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa, juga memiliki intelektual akademik yang baik demi menghadapi era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa sangat diharapkan dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa, juga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang memberikan pengetahuan akademik bagi mahasiswanya. Mahasiswa tidak hanya dituntut secara akademik, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa merupakan sekelompok individu yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan mendapatkan pelajaran dan pengalaman

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat gambaran prokrastinasi pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Landasan teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang sering didengungkan oleh para pendidik. Hal ini menekankan pentingnya pendidikan bagi setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Pendidikan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkungan akademis dan siswa sering melakukan prokrastinasi tugas-tugas akademik. Burka dan Yuen (dalam Dahlan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ProkrastinasiAkademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan dan merupakan kunci utama untuk mencapai kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat memotivasi terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai gambaran dari penelitian secara keseluruhan. Isi dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prokrastinasi akademik merupakan masalah serius yang membawa konsekuensi bagi pelakunya (Gunawinata dkk., 2008: 257). Konsekuensi dari perilaku prokrastinasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa 2.1.1. Pengertian Prokrastinasi Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DANGAN PROKRASTINASI MENYELESAIKAN TUGAS PADA ASISTEN MATA KULIAH PRAKTIKUM NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DANGAN PROKRASTINASI MENYELESAIKAN TUGAS PADA ASISTEN MATA KULIAH PRAKTIKUM NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA REGULASI DIRI DANGAN PROKRASTINASI MENYELESAIKAN TUGAS PADA ASISTEN MATA KULIAH PRAKTIKUM NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: Evita Tri Purnamasari F 100 100 145 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jejaring Sosial Facebook 2.1.1 Pengertian Jejaring Sosial Facebook Pengertian jejaring sosial menurut Wikipedia (2012) adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja memiliki kecenderungan untuk tumbuh berkembang guna mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa sangat diharapkan dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan bisa berupa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Salah satu aspek yang penting dalam kehidupan adalah kesuksesan atau kegagalan di bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, teknologi dan budaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi sekarang ini, manusia dituntut untuk dapat menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting, namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut manusia untuk bisa bertindak dan menghasilkan karya. Mahasiswa sebagai anggota dari suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa terdiri dari dua kata yaitu maha yang berarti besar dan siswa yang berarti orang yang sedang melakukan pembelajaran, jadi mahasiswa merupakan seseorang

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan, manusia memiliki berbagai macam aktivitas dan tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun terkadang sebaliknya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. Orang rela membayar mahal untuk dapat mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Efikasi diri 1.1 Pengertian efikasi diri Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang ingin dicapai (Bandura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada keseharian, ada berbagai peran yang dijalani oleh individu, salah satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali pekerjaan, tantangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode saat ini merupakan zaman modern, Negara Indonesia dituntut untuk mampu menjadi sebuah negara yang hebat dan mampu bersaing di era globalisasi dan diharapkan

Lebih terperinci

SS S TS STS SS S TS STS

SS S TS STS SS S TS STS Fakultas / Universitas : Semester : Angkatan : Skripsi sampai bab : Pedoman Pengisian Skala Pada penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala 1 dan skala 2. Pada skala ini ada beberapa pernyataan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai 19 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI 1. Pengertian Prokrastinasi Hampir setiap individu melakukan prokrastinasi walaupun mungkin hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Di Indonesia, pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yang pertama adalah pendidikan non formal (seperti kursus dan les), yang kedua adalah pendidikan informal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Singkat Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Fakultas Psikologi UKSW berdiri sejak tahun 1999.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi dan globalisasi, manusia dituntut untuk menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting (Husetiya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa atau peserta didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah, dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S1 ) Psikologi Disusun

Lebih terperinci

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan agar sesorang mendapatkan berbagai macam ilmu. Pendidikan dapat diperoleh secara formal maupun informal. Pendidikan secara formal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia tidak terlepas dari dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator keberhasilan suatu bangsa dapat dilihat dari sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas khususnya generasi muda. Salah satu jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Baik itu tuntutan dari orang tua yang ingin segera melihat putra-putrinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Baik itu tuntutan dari orang tua yang ingin segera melihat putra-putrinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi dituntut untuk menyelesaikan studinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Baik itu tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam suatu pendidikan formal, seperti SMA/SMK terdapat dua kegiatan yang tidak dapat terpisahkan yaitu belajar dan pembelajaran. Kedua kegiatan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA IPA MAN MALANG I KOTA MALANG Rojil Gufron Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

2016 PROFIL PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA BERDASARKAN TEORI ENAM TIPE PROKRASTINASI DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN

2016 PROFIL PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA BERDASARKAN TEORI ENAM TIPE PROKRASTINASI DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia saat ini menuntut individu untuk melakukan sesuatu serba cepat. Kompetisi tinggi merupakan salah satu yang mendorong dunia untuk berkembang dengan pesat. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tingggi (KBBI, 1991). Tujuan seseorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG Nindya Prameswari Dewi dan Y. Sudiantara Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai subyek menuntut ilmu di perguruan tinggi tidakakan terlepas dari keaktivan belajar dan mengerjakan tugas. Salah satu kriteria yang menunjukkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MURIA KUDUS

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MURIA KUDUS HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS MURIA KUDUS Aliya Noor Aini Iranita Hervi Mahardayani 1 2 Abstract This study aims to examine the

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. A. Kuesioner / Skala Prokrastinasi Skripsi, Orientasi Pada Kesempurnaan, dan Efikasi diri. Kata Pengantar

DAFTAR LAMPIRAN. A. Kuesioner / Skala Prokrastinasi Skripsi, Orientasi Pada Kesempurnaan, dan Efikasi diri. Kata Pengantar 98 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1: Instrumen Penelitian A. Kuesioner / Skala Prokrastinasi Skripsi, Orientasi Pada Kesempurnaan, dan Efikasi diri Kata Pengantar Angket ini diajukan guna memperoleh data dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap perkembangan remaja akhir (18-20 tahun)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karyawan merupakan aset bagi perusahaan, setiap perusahaan membutuhkan karyawan untuk dapat melangsungkan kegiatan dan mengembangkan kualitas produknya. Karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang semakin meningkat. Individu dituntut untuk semakin maju agar dapat mengikuti persaingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian ini. Bagian pertama menerangkan tentang prilaku prokrastinasi akademik, bagian kedua menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana yang sangat membantu dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini pemerintah berupaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konseling konselor penddikan, dalam bidang industri HRD (Human Resources

BAB I PENDAHULUAN. konseling konselor penddikan, dalam bidang industri HRD (Human Resources BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan S1 psikologi merupakan bagian dari jenjang pendidikan tinggi tenaga kerja seperti dalam bidang pendidikan menjadi guru bimbingan dan konseling konselor penddikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang sumber daya manusia yang berkualitas pada dasarnya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tentang sumber daya manusia yang berkualitas pada dasarnya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tentu menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan agar bangsa Indonesia tidak tenggelam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hari esok untuk menyelesaikannya. Menunda seakan sudah menjadi kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hari esok untuk menyelesaikannya. Menunda seakan sudah menjadi kebiasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Ada yang menginginkan pekerjaan agar cepat selesai, ada pula yang menunda dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Masalah menyontek selalu terjadi dalam dunia pendidikan dan selalu terkait dengan tes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahap perkembangan, siswa SMP dapat dikategorikan sebagai remaja awal. Pada usia remaja, pendidikan menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus dijalani. Namun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Kata prokrastinasi akademik sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan dalam salah satu prasasti di Universitas Ottawa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMALASAN SOSIAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK. S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA PEMALASAN SOSIAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK. S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA PEMALASAN SOSIAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : DANU UTOMO F 100 060 039 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Definisi Prokrastinasi Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara psikologi peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) tengah memasuki masa pubertas, yakni suatu masa ketika individu mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting. Mahasiswa sebagai subjek yang

PENDAHULUAN. sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting. Mahasiswa sebagai subjek yang 3 PENDAHULUAN Mahasiswa di kampus dituntut untuk menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang sangat menentukan, dengan ditandai perubahan-perubahan besar yang belum pernah terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Akademik Lay (1992) mendefisikan prokrastinasi akademik merupakan penundaan tugas yang seharunya bisa dikerjakan sekarang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FIP UNJ

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FIP UNJ Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan... HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengerjakan tugas-tugas studi, baik itu yang bersifat akademis maupun non

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengerjakan tugas-tugas studi, baik itu yang bersifat akademis maupun non BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan subjek yang menuntut ilmu diperguruan tinggi memiliki tanggung jawab pada saat kuliah berlangsung dan menyelesaikan kuliahnya. Mahasiswa

Lebih terperinci

dapat memuaskan baik bagi perusahaan maupun bagi individu itu sendiri. Kekhawatiran individu akan hasil yang ada akan sangat mempengaruhi performansi

dapat memuaskan baik bagi perusahaan maupun bagi individu itu sendiri. Kekhawatiran individu akan hasil yang ada akan sangat mempengaruhi performansi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu yang bekerja pada suatu organisasi atau perusahaan menginginkan keberhasilan dalam tugas yang dikerjakannya dan hasil dari pekerjaannya tersebut dapat

Lebih terperinci