BAB I PENDAHULUAN. Abad Pertengahan dalam bahasa Prancis disebut dengan Moyen-Âge atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Abad Pertengahan dalam bahasa Prancis disebut dengan Moyen-Âge atau"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad Pertengahan dalam bahasa Prancis disebut dengan Moyen-Âge atau Médiévale yang berasal dari bahasa Latin medium aevum yang berarti era pertengahan. Masa Abad Pertengahan berlangsung pada periode antara Zaman Klasik (akhir masa lampau) sampai dengan Zaman awal Modern (Adams, 2007:4). Periode Abad Pertengahan di Eropa ditandai dengan masa jatuhnya peradaban Romawi, yaitu pada akhir abad III hingga abad XVI, yaitu ketika terjadi perpecahan dalam kekuasaan Gereja yang disusul dengan masa Revolusi Prancis (Olla, 2008:61). Masyarakat dalam Abad Pertengahan, terbagi dalam golongan-golongan masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang berbeda-beda. Setidaknya terdapat tiga golongan kelas sosial, yaitu golongan pejuang atau ksatria, golongan petani, dan golongan rohaniawan. Pembagian strata inilah yang kemudian menjadi kerangka kehidupan kerajaan Prancis selama berabad-abad (Lebrun & Carpentier, 2011:137). Adanya perbedaan kelas atau golongan yang telah disebutkan, pada akhirnya menimbulkan ketimpangan dan kecemburuan sosial. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan hak dan fasilitas yang mereka peroleh. Golongan atas 1

2 seperti rohaniawan dan ksatria mendapatkan hak-hak istimewa seperti seigneur 1, fief 2, atau imunitas 3. Sementara itu golongan bawah selalu dijadikan objek penderita dan hidup dengan penuh kesengsaraan 4. Abad Pertengahan yang juga disebut sebagai abad kegelapan ini, didominasi oleh sebuah rezim kekuasaan yang sangat kuat, yaitu rezim gereja. Segala aspek kehidupan diatur oleh gereja. Kekuasaan absolut yang dimiliki gereja beserta otoritasnya menimbulkan sejumlah penyimpangan yang terjadi. Para rohaniawan hidup dengan bergelimang harta dan selalu haus kekuasaan. Uskup sebagai pemimpin gereja hidup layaknya raja. Gereja memiliki otoritas penuh atas segala bidang kehidupan, termasuk mengontrol jalannya sistem hukum dan politik pada masa itu. Otoritas gereja dapat menjatuhkan hukuman apapun pada siapa saja, bahkan hukuman mati sekalipun. Para pemuka agama kerap melakukan penyimpangan-penyimpangan, mulai dari korupsi, penjualan surat pengampunan dosa, penyimpangan upacara sakramen suci, dan lain sebagainya (Wongso, 2010: 76-79). Pastor sebagai bapak suci, kawin atau hidup bersama perempuan di luar nikah. Sejumlah uskup merampas harta orang (Lebrun & Carpentier, 2011:142). Berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh gereja dan para pemuka agama lambat laun menimbulkan kritik dan 1 Bentuk kepemilikan harta tanah dan bangunan. Harta tersebut dapat dikelola langsung atau diserahkan kepada petani untuk disewakan dengan memberikan pungutan iuran wajib. Pemilik harta ini berasal dari komunitas keagamaan atau bangsawan, mereka berhak mengadili dan mengawasi para petani yang menyewa tanah mereka. 2 Pemberian harta pemilik kepada bawaahannya untuk imbalan atas kewajiban yang telah ia berikan. Pemberian tersebut berupa tanah atau kastil, kadang juga berupa hak atau pendapatan. 3 Hak istimewa yang dianugerahkan kepada komunitas tertentu, biasanya rohaniawan yang memiliki tanah luas. Dengan hak ini, komunitas tersebut dibebaskan dari segala pengawasan yang ada, seperti pajak, pengadilan, dsb. 4 Disarikan dari Jean Capentier & François Lebrun, Sejarah Prancis ( Jakarta:KPG, 2011). 2

3 pemberontakan. Protes terhadap ketidakadilan atau ketidakpuasan tersebut dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya melalui karya sastra. Karya sastra adalah seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, yang tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan suatu gagasan atau sistem berpikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung gagasan atau sistem berpikir manusia. Karya sastra dalam pembuatan dan penciptaannya berhubungan erat dengan realitas kehidupan. Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya terhadap realitas sosial yang dihadapinya. Dalam sebuah karya sastra terdapat pengalaman-pengalaman subjektif penciptanya, pengalaman subjektif seseorang (fakta individu atau libdinal), dan pengalaman sekelompok masyarakat atau fakta sosial (Sangidu, 2004: 41). Di antara genre karya sastra, novellah yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, di antaranya: novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, dan bahasa novel merupakan bahasa sehari-hari yang paling umum digunakan dalam masyarakat (Ratna, 2004: ). Untuk itulah novel kerap dijadikan alat untuk menyampaikan pesan atau aspirasi ketidakpuasan terhadap suatu kondisi yang dianggap kurang benar dalam sebuah kehidupan sosial. Meskipun demikian, cerita dalam novel tentu tidak sepenuhnya asli, hal tersebut karena novel bersifat fiktif yang di dalamnya terdapat unsur-unsur imajinasi. Salah satu novel yang memuat tentang kritik terhadap rezim kekuasaan 3

4 gereja pada masa Abad Pertengahan adalah novel Notre-Dame de Paris karya Victor Hugo. Victor Marie Comte Hugo lahir pada tanggal 26 Februari 1802, di Besançon, Prancis. Seorang sastrawan besar Prancis yang memiliki prestasi. Ia dianggap sebagai pelopor aliran romantisme 5. Selain dikenal sebagai sastrawan besar, Victor Hugo juga dikenal sebagai aktivis dan kritikus. Dalam perjalanan karirnya, ia kerap menentang kebijakan pemerintah terutama yang berhubungan dengan hak asasi manusia dan keadilan. Ia juga menolak keras hukuman mati. Akibat protes serta kritikan kerasnya terhadap pemerintah, ia diusir dan diasingkan selama dua puluh tahun. Selama itu pula lah, ia menghasilkan sejumlah karya sastra berupa puisi, drama, dan novel. Beberapa karya puisinya seperti kumpulan puisi Odes et Poésies Diverses (1822) berhasil menarik simpati publik. Kemudian disusul dengan Les Orientales (1828), Feuilles d Automne (1831), Les Voix Intérieurs (1828) dan Les Rayons et Les Ombres (1840). Sejumlah drama yang telah ia hasilkan di antaranya adalah Cromwel (1827), Hernani (1830), Le Roi S amuse (1832), Marie Tudor (1833), dan Ruy Blas (1838). Karya novelnya yang juga sangat populer di dunia adalah Notre-Dame de Paris (1831) dan Les Misérables (1862). Tidak hanya novel saja, kumpulan 5 Sebuah aliran seni intelektual dari Eropa. Aliran ini muncul sebagai salah satu reaksi terhadap revolusi industri yang ingin melepaskan diri dari norma-norma kebangsawanan yang mengekang kebebasan berekspresi. Dalam karya sastra, aliran ini lebih menekankan ungkapan sebuah perasaan sebagai dasar perwujudan pemikiran pengarang, sehingga pembaca dapat tersentuh emosinya setelah membaca ungkapan perasaannya. 4

5 puisinya seperti Les Châtiments (1853), Les Contemplations (1856), dan La Légende des Siècles (1859) juga berhasil menuai pujian publik 6. Beberapa karya Victor Hugo berisi tentang isu-isu politik dan sosial. Hal tersebut tampak dalam salah satu karya novelnya yang berjudul Notre-Dame de Paris, sebuah novel yang dianggap sebagai maha karya terpenting pada masa itu. Novel Notre-dame de Paris ditulis pada tahun 1831, merupakan salah satu karya yang sangat terkenal dan fenomenal dalam kesastraan Prancis. Novel tersebut juga mendapat sambutan yang luar biasa di dunia. Hal tersebut terbukti dari munculnya novel Notre-Dame de Paris yang telah dialihbahasakan ke dalam berbagai bahasa, difilmkan sebanyak sepuluh kali versi layar perak, empat kali untuk versi televisi, dan diadaptasi ke dalam sejumlah drama 6. Novel Notre-Dame de Paris merupakan sebuah novel sejarah yang berlatar waktu Abad Pertengahan. Novel tersebut berisi tentang kritik sosial-keagamaan. Beberapa tokoh dalam cerita, merepresentasikan kekuasaan dan penyimpangan agama yang terjadi pada masa Abad Pertengahan. Dalam novel tersebut, dideskripsikan bagaimana kemunafikan seorang petinggi gereja terhadap kesalehannya, yang direpresentasikan ke dalam tokoh Claude Frollo. Paradoks kesucian dan kealiman Claude Frollo sebagai Wakil Uskup disandingkan dengan nafsu seksual yang besar terhadap Esmeralda, tokoh perempuan yang digambarkan sangat mempesona. Sebagai seorang rohaniawan yang seharusnya 6 diakses pada 05/10/ am dan diakses pada 05/10/ am 5

6 menjaga kesuciannya dan jauh dari perempuan, ternyata tokoh Claude Frollo melakukan tindakan-tindakan menyimpang seperti percobaan tindakan asusila. Hal-hal yang dianggap tabu dan tidak mungkin untuk dilakukan oleh orang alim, dalam novel ini justru dilukiskan sebaliknya. Novel Notre-Dame de Paris, menyiratkan sindiran atas kekuasaan gereja yang terjadi pada masa Abad Pertengahan. Hal tersebut dapat dilihat melalui penggambaran tradisi La fête des Fous atau festival kaum dungu yang begitu ironis. La fête des Fous merupakan sebuah festival yang sangat populer di Eropa, khususnya Prancis pada Abad Pertengahan. Festival ini merupakan sebuah parodi yang ditujukan kepada para petinggi gereja yang kerap berebut kekuasaan dengan raja. Stereotip alim dan suci yang direpresentasikan para pemimpin agama beserta institusinya, yakni gereja dalam novel Notre-Dame de Paris diceritakan dengan begitu kasar dan berbanding terbalik dengan realitas umumnya. Dapat diketahui berdasarkan latar belakang cerita Notre-Dame de Paris, Hugo mengutarakan pandangan kritiknya terhadap situasi sosial-keagamaan pada zaman itu dengan menggunakan media sastra yang berupa novel. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium dan bahasa yang digunakan merupakan ciptaan sosial. Sebuah karya sastra tidak begitu saja turun dari langit (Damono, 1984:1). Selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Untuk itu, karya sastra kerap digunakan pengarang sebagai alat untuk menyampaikan pesan dalam sebuah peristiwa yang tejadi dalam masyarakat. 6

7 1.2 Permasalahan Novel digunakan pengarang sebagai alat untuk menyampaikan ide, pandangan, maupun kritik mengenai berbagai hal dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa novel muncul dengan mengangkat tema-tema sosial yang kerap menjadi polemik dalam masyarakat. Salah satu novel yang mengangkat isu-isu sosial tersebut adalah novel Notre-Dame de Paris karya Victor Hugo. Novel Notre-Dame de Paris merupakan sebuah novel sejarah yang menggambarkan paradoks kekuasaan agama pada masa Abad Pertengahan, dalam hal ini adalah kekuasaan gereja dan pemuka agama yang ada di dalamnya. Pada umumnya, gereja adalah sebuah lembaga keagamaan yang dinilai sakral, suci, terpercaya, dan jauh dari segala sesuatu yang bersifat negatif. Akan tetapi dalam novel Notre-Dame de Paris, gereja dideskripsikan memiliki kekuasaan yang cenderung bersifat semena-mena dan kerap menyalahgunakan kekuasaan kepada pihak yang berada dalam kekuasaannya. Penyalahgunaan kekuasaan tersebut, digambarkan pengarang dengan menggunakan teknik penceritaan dan gaya bahasa yang unik. Teknik yang digunakan adalah teknik reflektif, yaitu suatu teknik penggambaran cerita dengan mencerminkan kondisi sosial Abad Pertengahan melalui sifat dan karakter tokoh dalam cerita. Untuk dapat memahami pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang, pembaca harus mengerti tentang teknik reflektif tersebut. Dalam mengungkapkan kritik mengenai kekuasaan agama pada Abad Pertengahan, pengarang menggunakan sejumlah teknik dan gaya bahasa. Hal tersebut juga digunakan pengarang sebagai cara untuk menyampaikan ide dan 7

8 pesan kepada pembaca. Teknik dan gaya bahasa yang digunakan pengarang dapat mempermudah pembaca dalam memahami novel secara baik. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ditemukan dalam novel Notre-Dame de Paris, dapat dirumuskan tiga masalah yang menjadi dasar pembahasan penelitian ini. 1) Teknik yang digunakan pengarang dalam menyampaikan kritik beserta fakta sosial dalam novel Notre-Dame de Paris. 2) Pengaruh penyimpangan kekuasaan agama yang terjadi pada Abad Pertengahan dalam novel Notre-Dame de Paris. 3) Penggambaran kritik mengenai kekuasaan agama pada Abad Pertengahan dalam novel Notre-Dame de Paris. 1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian Terdapat dua tujuan dalam penelitian ini, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis. Tujuan teoritis adalah tujuan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan teori yang digunakan, sedangkan tujuan praktis adalah tujuan yang berkaitan dengan maksud suatu analisis. Tujuan teoritis penelitian ini adalah menyajikan kondisi masyarakat beserta pengaruhnya saat rezim gereja berlangsung pada masa Abad Pertengahan 8

9 dengan menerapkan teori sosiologi sastra Alan Swingewood, teori kekuasaan Lord Acton, serta teori teokrasi St. Agustinus. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai kritik yang berhubungan dengan teori-teori kekuasaan dalam menganalisis karya sastra. Tujuan praktis penelitian ini dimaksudkan untuk dapat menjadi salah satu referensi yang dapat digunakan sebagai alternatif pengetahuan dalam meneliti tentang kekuasaan. Hal tersebut disadari karena konsep mengenai kekuasaan begitu luas dan beragam, sehingga teori-teori yang diterapkan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan khasanah pengetahuan Tinjauan Pustaka Sebelum penelitian ini dilakukan, salah satu tahap yang harus dilalui ialah melakukan tinjauan atau studi pustaka terhadap objek material penelitian yaitu novel Notre-Dame de Paris serta objek formal penelitian, yaitu kekuasaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari plagiarisme dalam sebuah penelitian. Selain itu, hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengetahui topik-topik apa yang sudah pernah diangkat dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil pencarian dan pengamatan, penelitian dengan menggunakan novel Notre-Dame de Paris sebagai objek material, sudah pernah dilakukan oleh mahasiswa S1 di lingkungan UGM sebelumnya. Berikut beberapa penelitian yang sudah pernah diteliti sebelumnya. 9

10 Pada tahun 2010, Retno Dewanti melakukan penelitian dengan judul Makna Simbolik Tindakan Kekerasan dalam Notre-Dame de Paris. Penelitian ini memfokuskan pada bentuk-bentuk kekerasan yang diterima tokoh wanita dalam novel tersebut yaitu Esmeralda. Kemudian pada tahun 2011, Olav Iban juga melakukan penelitian terhadap novel ini dengan judul Aspek Arsitektur dan Pengaruh Psikologis dalam Novel Notre-Dame de Paris Karya Victor Hugo Analisis Psikologi Sastra. Pada penelitian ini, diungkapkan bagaimana suatu bangunan dapat mempengaruhi kejiwaan orang yang tinggal di dalamnya dengan melihat dari aspek psikologi arsitekturnya; kepribadian, arketipe, anatomi fisik, dan karakter gender salah satu tokoh laki-laki yang bernama Quasimodo. Selanjutnya di tahun 2012, Nurma Dwi Aprilia menulis sebuah skripsi yang berjudul Resistensi dalam Novel Notre-Dame de Paris Karya Victor Hugo : Tinjauan Feminisme. Penelitian ini membicarakan tentang bagaimana bentuk ketidakadilan gender dapat menimbulkan sebuah perlawanan atau resistensi bagi setiap manusia. Dari ketiga penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian lebih membahas pada aspek-aspek tokoh beserta konflik yang ada pada diri masing-masing tokoh. Dari segi objek formal mengenai kekuasaan, penelitian yang menggunakan objek formal ini juga sudah pernah dilakukan. Pada tahun 2011, Ukhti Maryam Jamilah melakukan penelitian yang berjudul Simbolisasi dan Kekuasaan Perempuan dalam Film 8 Femmes. Penelitian ini membicarakan kekuasaan perempuan terhadap laki-laki dan kekuasaan perempuan terhadap 10

11 perempuan. Teori kekuasaan yang digunakan adalah teori kekuasaan dari Foucault yang dipadukan dengan teori kekuasaan Hannah Arendt. Pada tahun 2012, Faisal Amin Bukhori juga melakukan penelitian mengenai kekuasaan yang berjudul Relasi Kekuasaan dalam Novel Les Trois Mousquetaires Karya Alexandre Dumas. Digunakan teori Legitimate Power dari French and Raven serta teori Social Dominance Orientation sebagai landasan teorinya. Penelitian tersebut menjelaskan bagaimana relasi, bentuk-bentuk, serta dominasi kekuasaan yang dilakukan oleh tokoh kardinal dalam novel Les Trois Mousquetaires. Dari pengamatan hasil tinjauan pustaka yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian terhadap novel Notre-Dame de Paris memang sudah beberapa kali dilakukan. Hal ini tidak mengherankan mengingat novel Notre- Dame de Paris merupakan novel klasik yang sangat populer dan memiliki cerita yang sangat kompleks yang dapat banyak diteliti dan dikaji dengan berbagai macam aspek pendekatan. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini lebih melihat hubungan novel Notre-Dame de Paris dengan aspek kemasyarakatannya jika dilihat dengan kaca mata sosiologi sastra. 11

12 1.6. Landasan Teori Dalam sebuah penelitian, diperlukan adanya sebuah landasan kerja berupa teori. Teori merupakan hasil perenungan yang mendalam, tersistem, dan terstruktur terhadap gejala-gejala alam yang berfungsi sebagai pengarah terhadap kegiatan penelitian. Teori berhubungan dengan masalah dalam penelitian dan bertujuan mencari jawaban secara ilmiah (Chamamah-Soeratno, 2011:65-67). Untuk itu, penelitian ini akan menggunakan teori sosiologi sastra Alan Swingewood, teori kekuasaan Lord Acton, serta teori Teokrasi St.Agustinus, sebagai landasan dalam menganalisis permasalahan yang ada pada novel Notre- Dame de Paris Teori Sosiologi Sastra Alan Swingewood Adanya kehidupan sosial memicu lahirnya sebuah karya sastra, karena sebuah karya sastra tidak begitu saja turun dari langit (Damono, 1984:1). Selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Sosiologi sastra melihat bahwa sastra bersifat reflektif, yakni sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Seperti pendapat Glickberg, all literature, however fantastic or mystical in content, is animated by a profound social concern, and this is true of even the most flagrant nihilistic work (Glickberg, 1967:75). Pendapat tersebut mengartikan bahwa seperti apa bentuk karya sastra baik fantastis maupun mistis, tetap akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial. Dapat dikatakan karya tersebut tetap menampilkan peristiwa atau kejadian yang ada di masyarakat. 12

13 Penelitian sosiologi sastra meyakini bahwa sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tidak lepas dari akar masyarakatnya, sehingga sastra merefleksikan lingkungan sosial budaya pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya, kemudian dikembangkanlah dalam karya sastra tersebut (Endraswara, 2004:78). Itulah sebabnya penelitian sosiologi sastra banyak mengasumsikan bahwa teks sastra dapat dikatakan menjadi sebuah pantulan zaman, karena isi karya sastra tersebut terbentuk oleh situasi sosial suatu periode tertentu, meskipun selalu ada aspek imajinasi dan manipulasi dalam sastra. Konsep cermin dalam sosiologi sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat, meskipun demikian sastra tetap diakui sebagai ilusi atau khayalan dari kenyataan (Endraswara, 2004:78). Hall juga mengatakan bahwa The concept of literature a social referent is, however, perfectly viable since it takes into account the writer s active concern to understand hid society (Hall, 1979:32). Bukan berarti sastra adalah jiplakan langsung dari kenyataan, namun kenyataan itu direfleksikan dengan estetis, karena berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisi. Dalam bukunya yang berjudul The Sociology of Literature (1972), Alan Swingewood juga mengatakan hal yang senada, bahwa karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dalam teorinya, Swingewood membagi tiga perspektif mengenai penelitian sosiologi sastra, yaitu (1) The most popular perspective adopts the documentary aspect of literatury, arguin that is provides a mirror to the age penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial atau cermin zaman yang di dalamnya merupakan 13

14 refleksi situasi pada masa sastra itu diciptakan; (2) The second approach to a literary sociology moves aways from the emphasis to the social situation of the writer penelitian yang memandang sastra sebagai cermin situasi sosial penulis atau pengarangnya; dan (3) A third perspective, one demanding a high level of skills, attempts to trace the ways in which a work of literature is actually received by patricular society at a specific historical moment penelitian yang memandang sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan kedudukan sosial budaya. Ketiganya dapat diaplikasikan sekaligus ataupun dipilih salah satunya dalam meneliti sosiologi sastra (Swingewood, 1972:13-21). Berdasarkan semua pandangan yang sudah dikemukan di atas, penelitian ini akan menggunakan teori sosiologi sastra Alan Swingewood. Lebih khususnya, penelitian ini akan mengaplikasikan pandangan Swingewood tentang penelitian sosiologi sastra dengan perspektif yang ketiga, yaitu bahwa karya sastra memang seringkali tampak terikat dengan momen khusus dalam sejarah masyarakat. Pembahasan dalam penelitian akan difokuskan pada permasalahan mengenai kekuasaan agama yang terjadi pada masa Abad Pertengahan di Prancis. Cerita dalam novel tersebut banyak melukiskan bentuk-bentuk penyimpangan kekuasaan agama yang terjadi ketika rezim gereja berkuasa pada masa Abad Pertengahan. Agama dan rohaniawan dijadikan parodi sarkasme dalam mendeskripsikan kesuciannya. Pandangan Swingewood mengenai sastra terhadap kehidupan masyarakat, diperkuat oleh pendapat K.M. Saini dalam bukunya Protes Sosial dalam Sastra. 14

15 Ia mengungkapkan tiga kedudukan sastra terhadap kehidupan masyarakat, yaitu sebagai pemekatan, penentangan, dan olok-olok. Ketiganya terkait dengan fungsi sastra bagi kehidupan sosial. Disebut sebagai pemekatan, karena sastra menggambarkan kehidupan masyarakat. Akan tetapi tetap saja gambaran itu bukan jiplakan kasar begitu saja, gambaran tersebut terkristalisasi ke dalam imajinasi pengarang. Hal lainnya adalah penentangan, maksudnya adalah karya sastra dimungkinkan untuk menentang kehidupan, misalnya pengarang tidak setuju dengan kekuasaan di suatu rezim tertentu, alhasil muncullah karya yang bertema demikian. Ini berarti bahwa karya sastra tersebut menjadi penentang zaman dan aturan yang keliru. Lebih jauh lagi, karya sastra dibuat seakan-akan mengolok-olok atau mengejek kehidupan. Dalam hal ini, pengarang sangat mahir memainkan ironi, paradoks, parodi ke dalam karya sastranya. Untuk itu, karya sastra seperti ini tanggap terhadap perkembangan situasi yang menindas (Saini KM, 1986 : 14-15) Teori Kekuasaan Lord Acton Berbicara mengenai kekuasaan memang selalu tidak ada habisnya. Dewasa ini, kekuasaan telah menjadi suatu istilah yang sangat populer dan kerap dijadikan topik dalam berbagai isu-isu politik dan sosial. Konsep mengenai kekuasaan dapat dilihat dalam berbagai macam perspektif, karena memang kekuasaan memiliki arti yang sangat luas dan beragam. Akan tetapi, secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kuasa adalah kemampuan atau 15

16 kesanggupan untuk berbuat sesuatu, wewenang atas segala sesuatu untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu (Alwi, 2001:604). Power atau kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan. Manusia mempunyai bermacammacam keinginan dan tujuan yang ingin sekali dicapainya. Untuk itu ia sering merasa perlu untuk memaksakan kemampuannya atas orang atau kelompok lain (Budiardjo, 2006:35). Dengan demikian, ketika proses kekuasaan sedang berlangsung, ketika itu pula terjadi proses menguasai dan dikuasai. Artinya, ada yang melaksanakan kuasa (penguasa) dan ada yang dikuasai atau menjadi objek penguasa. Hubungan antara penguasa dan yang dikuasai ini secara otomatis akan menimbulkan terjadinya perampasan kebebasan individu. Dilihat dari asalnya, sumber kekuasaan dapat berasal dari berbagai macam faktor. Kekuasaan dapat bersumber dari kekerasan fisik, kedudukan, kekayaan, dan yang terakhir bersumber dari kepercayaan, contohnya seorang pendeta terhadap umatnya (Budiardjo, 2006 : 36). Banyak sekali tokoh penggagas mengenai konsep-konsep dan teori-teori kekuasaan yang dapat ditemukan dalam ilmu sosial. Salah satu tokoh yang berperan aktif dalam memberikan sumbangsih pemikiran mengenai kekuasaan adalah Lord Acton. Bernama asli John Emerich Edward Dalberg-Acton, ia adalah 16

17 seorang moralis, penulis, politikus, sekaligus sejarawan Inggris yang banyak mengulas mengenai kekuasaan, politik, dan pemerintahan (Dod, 1860:83). Konsep kekuasaan versi Lord Acton lebih menekankan pada bagaimana pengaruh dan akibat kekuasaan seseorang yang memiliki kuasa tidak terbatas. Hal tersebut tercantum jelas melalui pernyataannya yang sangat terkenal, Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men (Figgis and Laurence, 1907:504). Manusia yang memiliki kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan dan manusia yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya. Hampir semua orang-orang besar adalah orang-orang yang jahat. Pandangan Acton mengenai kekuasaan tersebut memiliki arti yang sangat dalam. Ia mengisyaratkan bahwa sebuah kekuasaan dapat menjadi bumerang jika tidak digunakan dengan semestinya. Seseorang yang sudah terlanjur merasa nyaman dengan kekuasaan yang ia miliki, akan cenderung menyimpang dan menyalahgunakannya. Terlebih lagi orang yang memiliki kekuasaan mutlak dan tidak terbatas, pasti akan berkuasa di atas kepentingannya sendiri. Orang-orang besar yang berkedudukan tinggi, biasanya adalah orang-orang jahat yang bersembunyi dibalik kuasanya. Ketika seorang penguasa memiliki jabatan dan wewenang yang tinggi, ia akan merasa bahwa dirinya adalah seorang Dewa yang dapat berkuasa dan mengutus apapun dan siapapun untuk melaksanakan kemauannya. Hal tersebut senada dengan kutipan berikut. 17

18 Kekuasaan memang sesuatu yang sangat ajaib. Seseorang yang sedang menggenggam kekuasaan, biasanya menjadi tokoh yang disegani, dihormati, ditakuti, dan tidak jarang juga dibenci dan dicaci. Namun selama kekuasaan itu masih melekat kuat pada diri seseorang, orang tersebut punya kedigdayaan untuk berbuat banyak hal. Ia dapat memaksa orang lain untuk menyatakan ketundukan dan kadang-kadang kepasrahan (Rais, 1999:35-36 ). Kutipan di atas mengisyaratkan bahwa seseorang yang memiliki kekuasaan, cenderung dipatuhi dan ada kalanya memaksakan kekuasannya kepada pihak yang berada dalam kekuasaannya. Demikian pula dalam novel Notre-Dame de Paris, para penguasa gereja bertindak semena-mena dan menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya Teori Teokrasi St.Agustinus Pada tahun 410 M, Imperium Romawi jatuh ke tangan bangsa Barbar Visigoth dan Alarik (Suhelmi, 2001:74). Bangsa Romawi yang begitu adidaya dan termahsyur akhirnya mengalami keruntuhan. Membayangkan keruntuhan Romawi pada saat itu seperti menganalogikan kejatuhan negara adidaya Amerika pada zaman sekarang. Keruntuhan peradaban bangsa Romawi tentu meruntuhkan pula ketatanegaraannya. Keadaan ini dimanfaatkan oleh agama Katolik untuk menyebarkan dan mengembangkan ajarannya di Eropa. Segala pemikiran tentang negara dan hukum seketika digantikan dengan ajaran yang selalu ditinjau dari segi agama dan ketuhanan. Semakin kuatnya ajaran tersebut, timbullah susunan organisasi gereja yang berhubungan dengan urusan keduniawian. Gereja sebagai 18

19 wadah institusi, dikepalai oleh Paus yang dianggap sebagai wakil Tuhan untuk memerintah di dunia (Soehino, 2005: 44). Menurut pandangan teokratis yang berkembang pesat pada masa Abad Pertengahan menyatakan bahwa, asal atau sumber kekuasaan adalah dari Tuhan (Soehino, 2005: ). Segala sesuatu yang ada di dunia, termasuk negara ada atas kehendak Tuhan. Segala-galanya harus tunduk terhadap perintah Tuhan, jika terdapat perintah-perintah Tuhan yang kurang jelas, yang boleh menafsirkan hanyalah pemimpin-pemimpin gereja, khususnya Paus ( Huda, 2010 : 88 ). Selanjutnya, ajaran ini diteruskan dan dikembangkan oleh para Bapa Gereja. Mereka merumuskan doktrin-doktrin politik yang kemudian menjadi pilar intelektual dan teologis Abad Pertengahan. Salah satu doktrinnya menyebutkan bahwa posisi negara berada di bawah Gereja. Gereja dinilai lebih sakral dan memiliki kekuasaan yang tidak dimiliki oleh negara. Gereja diperkenankan mengintervensi negara, tetapi tidak sebaliknya, negara tidak diizinkan mencampuri urusan gereja. Dengan status dan posisi yang seperti ini, keabsahan kekuasaan negara tergantung dari restu gereja (Suhelmi, 2001:69). Salah satu pemikir politik agama ini adalah Santo Agustinus. Seorang Bapa Gereja yang hidup pada tahun M. Melalui pandanganpandangannya, ia menulis sebuah buku yang berjudul De Civita te Dei yang berisi tentang Negara Tuhan. Menurut Agustinus, kedudukan gereja yang dipimpin oleh seorang Paus lebih tinggi dibanding kedudukan negara yang dipimpin oleh Raja. Negara yang ada di dunia hanya merupakan suatu organisasi yang mempunyai 19

20 tugas untuk memusnahkan perintang-perintang agama dan musuh-musuh gereja (Soehino, 2005 : 51-52). Pada Abad Pertengahan terdapat dua organisasi kekuasaan, yaitu negara yang diperintah oleh raja, dan gereja yang dikepalai oleh Paus. Pada waktu itu Gereja memiliki perangkat dan perlengkapan yang sama seperti yang dimiliki oleh negara, seperti badan perundang-undangan, pengadilan, keuangan, dan sebagainya. Keduanya, baik perangkat negara maupun gereja, memiliki sifat yang mengikat dan jika tidak ditaati akan diberikan sanksi-sanksi tertentu. Mulai saat itu, kekuasaan gereja beserta para pemimpin-pemimpinnya semakin lama menjadi semakin absolut. Mulanya gereja dan Paus hanya mengurusi urusan keagamaan saja, namun lama-kelamaan gereja mulai ikut mengatur urusan keduniawian Ruang Lingkup Penelitian Target penelitian ini adalah mengungkapkan kekuasaan agama pada Abad Pertengahan Prancis dengan menerapkan teori kekuasaan Lord Acton serta teori teokrasi St. Agustinus melalui pendekatan sosiologi sastra. Penelitian novel Notre-Dame de Paris hanya berfokus pada permasalahan kekuasaan agama beserta akibatnya yang terjadi pada masa Abad Pertengahan. Pengumpulan datadata tersebut dilakukan dengan cara mengutip permasalahan yang berhubungan dengan tema penelitian. Pembatasan analisis dilakukan agar penelitian fokus terhadap satu permasalahan dan tidak melebar ke aspek lain. Selain itu, pembatasan terhadap ruang lingkup penelitian juga dapat dimanfaatkan oleh 20

21 peneliti lain yang ingin meneliti novel Notre-Dame de Paris dari aspek yang berbeda Metode dan Analisis Data Dalam melakukan penelitian ini, metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang sifatnya alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, perilaku, atau data-data lainnya yang dapat diamati oleh peneliti (Sangidu, 2007:7). Untuk itu, penelitian ini akan diteliti secara sistematis sesuai dengan langkah-langkahnya. 1. Menentukan novel yang diteliti yaitu novel Notre-Dame de Paris karya Victor Hugo, yang kemudian digunakan sebagai objek material data primer. 2. Melakukan proses pembacaan secara mendalam dan kritis untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti. 3. Menentukan kekuasaan agama sebagai topik permasalahan sekaligus objek formal penelitian. 4. Mencari teori-teori yang dapat diterapkan dalam permasalahan yang telah ditemukan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sosiologi Sastra dari Alan Swingewood, teori Kekuasaan dari Lord Acton dan teori Teokrasi dari St. Agustinus. 21

22 5. Melakukan pembahasan dengan menganalisis penelitian yang dilakukan dengan tahapan berikut : a) Mencatat data-data yang ditemukan dalam permasalahan dengan cara mengutip. b) Menerjemahkan kutipan-kutipan data dengan menggunakan alat bantu seperti kamus serta alat pendukung lainnya, karena objek material dari penelitian ini menggunakan bahasa Prancis. Penerjemahan data dilakukan secara dinamis. Metode terjemah dinamis adalah metode terjemah yang berusaha menyampaikan isi amanat dalam bahasa sumber dengan ungkapan-ungkapan yang lazim digunakan dalam bahasa terjemahan atau bahasa sasaran (Basalamah, 1996:2). c) Melakukan kategorisasi dengan melakukan klasifikasi permasalahan guna mempermudah proses analisis. d) Melakukan studi literatur mengenai topik kekuasaan yang diteliti. Studi literatur ini dilakukan dengan mempelajari topik-topik yang ditemukan dalam permasalahan dengan menggunakan alat bantu seperti buku-buku teori, ensiklopedia, internet, dan sebagainya. 6. Menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan dalam penelitian Sistematika Penyajian Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari (1) latar belakang, (2) permasalahan, (3) rumusan masalah, (4) tujuan penelitian, (5) tinjauan pustaka, 22

23 (6) landasan teori, (7) ruang lingkup penelitian, (8) metode pengumpulan dan analisis data, dan (9) sistematika penyajian. Bab II merupakan pembahasan yang disajikan dalam tiga subbab, yaitu (1) teknik penceritaan reflektif dan kontradiktif novel Notre-Dame de Paris, (2) pengaruh penyimpangan kekuasaan agama dalam novel Notre-Dame de Paris, (3) kritik kekuasaan dalam novel Notre-Dame de Paris. lampiran. Bab III berisi kesimpulan yang disertakan pula résume, daftar pustaka dan 23

BAB III KESIMPULAN. digunakan sebagai acuan dasar adalah teori Alan Swingewood. Dalam teorinya,

BAB III KESIMPULAN. digunakan sebagai acuan dasar adalah teori Alan Swingewood. Dalam teorinya, BAB III KESIMPULAN Penelitian ini menggunakan teori kekuasaan Lord Acton dan teori teokrasi St.Agustinus dengan pendekatan sosiologi sastra. Teori sosiologi sastra yang digunakan sebagai acuan dasar adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan informasi dan pengetahuan tentang sejarah, perkembangan, tokoh, hasil karya, beserta aliran yang terdapat dalam karya sastra prancis masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia dengan segala kompleks persoalan hidup sebagai objeknya, dan bahasa sebagai mediumnya. Peristiwa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiiki sifat-sifat yang abadi dengan memuat kebenarankebenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sekitar yang dituangkan dalam bentuk seni. Peristiwa yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan ekspresi yang kreatif dari sebuah ide, pikiran, atau perasaan yang telah dialami oleh seseorang dan diungkapkan melalui bahasa. Sastra adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas sosial. Dalam pengertian ini, keterlibatan pengarang dalam menciptakan karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra yang banyak diterbitkan merupakan salah satu bentuk dari berkembangnya sastra. Sastra tidak hanya sekedar bidang ilmu atau bentuk seni, tetapi sastra juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser

42, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 arah dan tujuan lembaga tersebut. Konsep bersistem ini biasa disebut dengan ideologi. Salah satu ideologi yang ser RESPONS TOKOH PEREMPUAN TERHADAP IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI: SUATU KAJIAN FEMINIS Sherly Yunityas ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya respons tokoh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif dimana manusia beserta kehidupannya menjadi objeknya. Sebagai hasil seni kreatif sastra juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan pencerminan masyarakat, melalui karya sastra, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Horatius, yaitu dulce et utile yang berarti menghibur dan mengajar. Kesenangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan dokumen sejarah yang sangat penting, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan dokumen sejarah yang sangat penting, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan dokumen sejarah yang sangat penting, sehingga perlu dilestarikan dalam upaya mempertahankan eksistensi karya sastra. Dalam hal ini, karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang. Adapun proses kreatif itu berasal dari pengalaman pengarang sebagai manusia yang hidup di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang yang kemudian lahir sebuah karya

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan juga dapat dikatakan sebagai hasil pemikiran manusia tentang penggambaran kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini makin sering terlihat, baik yang terjadi dikalangan publik maupun di dalam rumah

BAB I PENDAHULUAN. ini makin sering terlihat, baik yang terjadi dikalangan publik maupun di dalam rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberitaan mengenai kekerasan di media cetak maupun elektronik akhir-akhir ini makin sering terlihat, baik yang terjadi dikalangan publik maupun di dalam rumah tangga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia dan segala macam kehidupannya. Di samping berfungsi sebagai media untuk menampung teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga ratus lima puluh tahun, Indonesia dijajah oleh Belanda. Selama itu pula masyarakat Indonesia mengalami perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak

Lebih terperinci

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE Dalam bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan selanjutnya teori yang telah diuraikan digunakan sebagai acuan pada penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak pernah lepas dari permasalahan baik itu yang bersifat individu maupun kelompok. Untuk itulah manusia dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan ekspresi jiwa pengarang (Faruk, 2010: 44). Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nyata atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. puisi antara lain Oidipus, Hamlet, Mahabaratha, Ramayana, dan sebagainya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra dari berbagai macam karya sastra yang ada. Dalam perkembangannya, puisi mengalami pasang surut sesuai pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini 1 Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sarana bagi seorang pengarang untuk menyampaikan suatu pemikiran atau gagasan berdasarkan problem-problem sosial yang terjadi di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu manusia dan kehidupannya, dengan bahasa sebagai medianya. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. yaitu manusia dan kehidupannya, dengan bahasa sebagai medianya. Karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra (karya sastra) adalah sebuah hasil kreasi manusia dengan objeknya yaitu manusia dan kehidupannya, dengan bahasa sebagai medianya. Karya sastra diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi seseorang yang berasal dari pengalaman, pemikiran, perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi seseorang yang berasal dari pengalaman, pemikiran, perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi seseorang yang berasal dari pengalaman, pemikiran, perasaan yang dituangkan dalam bentuk bahasa dan dilukiskan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata śās- yang berarti instruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai media hiburan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan kekerasan atau violence umumnya dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci