BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia 1. Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan Sejarah berdirinya Badan Pemeriksa Keuangan di dasarkan pada ketentuan pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 sebelum di amandemen. Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, diterbitkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya Nomor 941 tanggal 12 April 1947 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundangundangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW (Indonesian Corruption Watch). Dalam Penetapan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1948 tanggal 6 November 1948 tempat kedudukan Badan 10

2 11 Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang- Undang Dasar Tahun 1945 Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS (Republik Indonesia Serikat), sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS (Republik Indonesia Serikat) berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA). Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS (Republik Indonesia Serikat) yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS(Republik Indonesia Serikat). Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS (Republik Indonesia Serikat) diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene

3 12 Rekenkamer di Bogor. Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden Republik Indonesia yang menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Tahun Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) Undang-Undang Dasar Tahun Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS (Republik Indonesia Serikat) berdasarkan konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) Dewan Pengawas Keuangan Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1950, kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Undang- Undang Dasar Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW(Indonesian Corruption Watch). Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) Nomor 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru. Untuk mengganti PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang) tersebut, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun

4 13 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga Undang-Undang yang mendasari tugas BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia) dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia), ketentuan yang mengatur BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik

5 14 Indonesia) dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) hanya diatur dalam satu ayat pasal 23 ayat 5 kemudian dalam perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat yang mendorong lahirnya tiga paket Undang-Undang tentang Keuangan Negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 2. Pengertian Badan Pemeriksa Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoonesia Tahun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa penerlolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang berkedudukan di Ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap propinsi. Keanggotaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terdiri dari 9 orang anggota, yang keanggotaannya di resmikan dengan Keputusan Presiden dengan susunan terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,

6 15 seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 orang anggota untuk masa jabatan selama 5 tahun. 3. Tugas dan Tujuan Badan Pemeriksa Keuangan Negara BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah dan lembaga atau badan lainnya yang mengelola keuangan negara berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang hasil pemeriksaannya diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya untuk di tindak lanjuti. Apabila dalam pemeriksaan di temukan unsur pidana, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut untuk dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan.

7 16 Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) berwenang: 1. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan leporan pemeriksaan. 2. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib di berikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. 3. Melakukan pemeriksaan ditempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan milik negara serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggung jawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara. 4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib di sampaikan kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). 5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Daerah yang wajib di

8 17 gunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 6. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 7. Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang berkerja untuk dan atas nama BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). 8. Membina jabatan fungsional pemeriksa 9. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan 10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum di tetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. 4. Dasar Hukum Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia Republik Indonesia menyadari pentingnya fungsi pemeriksaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan negara. Keberadaan badan yang akan yang akan melakukan fungsi pemeriksaan telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar yang dinyatakan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang Pasal 23 Bab VIII Undang-Undang Dasar Pengaturan undang-undang yang pertama kali mengikuti amanat Undang-Undang Dasar 1945 baru terbit pada tahun Kedudukan konstituonal BPK RI (Badan Pemeriksa

9 18 Keuangan Republik Indonesia) dinyatakan sebagai Lembaga Tinggi Negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, akan tetapi tidak berdiri diatas pemerintah Pasal 1 UU Nomor 5 Tahun Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban dalam memeriksa tanggung jawab pengelolaan keuangan negara, sejak tanggal 9 November 2001 landasan hukum BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) sesuai dengan Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah Bab VIII A Pasal 23 E, Pasal 23 F, dan Pasal 23 G. Pasal 23 E. 1. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. 2. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya. 3. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

10 19 Pasal 23 F 1. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. 2. Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota. Pasal 23 G 1. Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan Undang-UndangSelanjutnya Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia. Saat ini, telah ditetapkan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang baru, dimana undang-undang ini menjadi landasan struktural dan operasional yang kuat bagi BPK RI dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan pemeriksaan terhadap keuangan negara.

11 20 B. Badan Pemeriksa Keuangan Negara Republik Indonesia Perwakilan Propinsi DKI Jakarta 1. Sejarah Berdirinya Kantor Perwakilan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta terbentuk berawal dari Satuan Kerja Auditorat IV yang dipimpin oleh Drs. A. Th. Sutedjo, MM., yang kemudian digantikan oleh Drs. Rusmantoyo. Berdasarkan surat keputusan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) No. 16/SK/K//1996 tanggal 15 Agustus 1996, Auditorat IV berubah menjadi Perwakilan Khusus Jakarta, yang berkedudukan di Kantor Pusat BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia), Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan surat keputusan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) No. 12/SK/I-VIII.3/2004 tanggal 29 Juli 2004 tentang Organisasi dan Tata Laksana BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia), terbentuklah Perwakilan III BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) di Jakarta yang berkantor di Jalan MT Haryono Kav Jakarta Selatan. Perwakilan III BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) di Jakarta membawahi Sekretariat Perwakilan III BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) di Jakarta, Sub Auditorat Provinsi DKI Jakarta, Sub Auditorat Depdagri dan Jawa Barat IV, dan Sub Auditorat Jawa Barat I, II, dan III. Kemudian berdasarkan surat keputusan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) No. 02/SK/I-

12 21 VIII.3/1/2006 tanggal 5 Januari 2006, nama Perwakilan III BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) di Jakarta di ubah menjadi Perwakilan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Provinsi DKI Jakarta, membawahi Sekretariat Perwakilan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Provinsi DKI Jakarta, Sub Auditorat Provinsi Jakarta, Sub Auditorat Depdagri dan Banten. Berdasarkan surat keputusan Ketua BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) No. 34/K/I-VIII.3/6/2007 tentang Struktur Organisasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Perwakilan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Provinsi DKI Jakarta akan membawahi Sub Auditorat DKI Jakarta I, Sub Auditorat DKI Jakarta II, Sub Auditorat DKI Jakarta IIII, Sub Auditorat DKI Jakarta IV, dan Sekretariat Perwakilan. Peresmian penggunaan gedung kantor Perwakilan III Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Provinsi DKI Jakarta dilakukan oleh Bapak Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Prof. Dr. Anwar Nasution. pada tanggal 27 September Dan beralamat di Gedung BPM & PKUD Jl. MT. Haryono kav lantai 3 dan 4 Pancoran Jakarta Selatan 12770, gedung tersebut berstatus pinjam pakai dengan perjanjian pinjam pakai no. 7/AK/BP/V/2007 antara BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) dengan Pemda DKI Jakarta.

13 22 2. Sub Auditorat Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Propinsi DKI Jakarta. Sub Auditorat Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan DKI Jakarta mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada entitas di lingkungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang memiliki fungsi Ketertiban dan Keamanan, serta Pelayanan Umum Pemerintahan, dan unit pelaksana teknis daerah terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang di limpahkan oleh AKN (Akuntan Keuangan Negara). Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Sub Auditorat Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Propinsi DKI Jakarta menyelenggarakan fungsi: 1. Penyusunan program, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta. 2. Pemeriksaan atas obyek-obyek pemeriksaan yang di limpahkan oleh AKN (Akuntan Keuangan Negara). 3. Pengelolaan dan pemantauan database profil entitas pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta. 4. Pemantauan penyelesaian kerugian daerah pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta.

14 23 5. Penyiapan bahan penyusunan penjelasan kepada Pemerintah, DPRD tentang hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta. 6. Penyiapan bahan evaluasi dalam rangka penyusunan Sumbangan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta, baik yang dilaksanakan oleh pemeriksa BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) maupun pemeriksa dari luar BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). 7. Penyiapan bahan kajian hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta yang mengandung unsur tindak pidana korupsi dan/atau kerugian daerah untuk disampaikan kepada Ditama Binbangkum (Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum). 8. Penyiapan laporan hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta yang mengandung unsur tindak pidana korupsi untuk disampaikan kepada instansi penegak hukum. 9. Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta. 10. Penyiapan bahan perumusan hasil pendapat BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pada lingkup tugas Sub Auditorat DKI Jakarta yang akan disampaikan kepada pemangku kepentingan yang diperlukan karena sifat pekerjaan pemangku kepentingan di maksud.

15 Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Kepala Perwakilan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) di Jakarta. 12. Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala Perwakilan BPK RI di Jakarta. 3. Sekretariat Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Propinsi DKI Jakarta. 1. Sub Bagian SDM: Mempunyai tugas melaksanakan pengurusan sumber daya manusia dilingkungan Perwakilan BPK RI di Jakarta dan melaporkan hasil kegiatannya secara berkala kepada Kepala Sekretariat Perwakilan. 2. Sub Bagian Keuangan: Mempunyai tugas melaksanakan kebijakan anggaran, perbendaharaan, penatausahaan, dan pertanggung jawaban keuangan, serta menyiapakan bahan pendukung dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan BPK dilingkungan Perwakilan BPK RI di Jakarta dan melaporkan hasil kegiatannya secara berkala kepada Kepala Sekretariat Perwakilan. 3. Sub Bagian Hukum dan Humas: Mempunyai tugas melaksanakan pemberian layanan di bidang hukum yang meliputi legislasi, konsultasi, bantuan dan

16 25 informasi hukum, serta bidang kehumasan yang terkait dengan tugas dan fungsi Perwakilan BPK RI di Jakarta, dan melaporkan hasil kegiatannya secara berkala kepada Kepala Sekretariat Perwakilan. 4. Sub Bagian Umum: Mempunyai tugas melaksanakan pemberian layanan administrasi umum, teknologi informasi, dan keprotokolan, serta melaksanakan pengurusan sarana dan prasarana di lingkungan Perwakilan BPK RI di Jakarta dan melaporkan hasil kegiatannya secara berkala kepada Kepala Sekretariat Perwakilan. 5. Sub Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan: Mempunyai tugas menyelenggarakan kesekretariatan dan menyiapkan informasi yang dibutuhkan oleh Kepala Perwakilan melaksanakan kegiatan lain sesuai dengan perintah Kepala Perwakilan, dan melaporkan hasil kegiatannya secara berkala kepada Kepala Sekretariat Perwakilan.

17 26 C. Audit 1. Pengertian audit Dalam sebuah bisnis maupun perekonomian, suatu audit menjadi sebuah hal yang sangat penting sekali, karena audit ini dapat memberikan kepercayaan yang lebih kepada para pihak yang berkepentingan, misalkan saja didalam suatu perusahaan, suatu audit akan sangat dibutuhkan oleh para pemegang saham untuk melihat kondisi ataupun memantau perkembangan perusahaan yang menjadi hak milik para pemegang saham tanpa intervensi dari pihak-pihak manajemen ataupun karyawan perusahaan. Pengertian audit menurut para ahli : a) Menurut (Agoes, 2010) audit adalah : Suatu pemeriksaan dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. b) Menurut (Arens et a., 2008:4 ) audit adalah : Suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat

18 27 menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteriakriteria yang telah ditetapkan. c) Menurut ( Mulyadi, 2010 ) audit adalah : Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Menurut ( Mulyadi, 2010 ) berdasarkan beberapa pengertian audit diatas maka audit mengandung unsur-unsur : 1) Suatu proses sistematis, artinya audit merupakan suatu langkah atau prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi, audit dilakukan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan. 2) Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, artinya proses sistematik ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.

19 28 3) Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi, artinya pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses akuntansi. 4) Menetapkan tingkat kesesuaian, artinya pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif. 5) Kriteria yang telah ditetapkan, artinya kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan (berupa hasil akuntansi) dapat berupa : a. Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legisiatif b. Anggaran atau ukuran prestasi yang ditetapkan oleh manajemen 6) Penyampaian hasil, dimana penyampaian hasil dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report) 7) Pemakai yang berkepentingan, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan, misalnya pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor, organisasi buruh dan kantor pelayanan pajak.

20 29 D. Jenis-Jenis Audit Menurut Arens, Elder, Beasler dalam buku Jasa Audit dan Assurance (2011), jenis audit dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Audit Laporan Keuangan ( Financial Statement audit ) adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditur, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak. 2) Audit Kepatuhan (compliance audit) audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa sesuai dengan kondisi, peraturan, dan undang-undang tertentu. Kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedurprosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi audit internal. 3) Audit Operasional (operational audit) merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang objektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.

21 30 E. Jenis-Jenis Auditor Menurut Alvin A. Arens, dalam bukunya Jasa Audit dan Assurance Pendekatan terpadu (2011) jenis auditor dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu : 1) Kantor Akuntan Publik Kantor akuntan public bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan historis yang perusahaan serta dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka, kebanyakan perusahaan lain yang cukup besar, dan banyak perusahaan serta organisasi non komersial yang lebih kecil. 2) Auditor Pemerintah Auditor pemerintah yang bekerja untuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) guna melayani kebutuhan pemerintah. 3) Auditor Pajak Direktorat Jendral Pajak bertanggung jawab untuk memberlakukan peraturan pajak. Salah satu tanggung jawab utama ditjen pajak adalah mengaudit SPT ( Surat Pemberitahuan Pajak ) wajib pajak untuk menentukan apakah SPT ( Surat Pemberitahuan Pajak ) itu sudah mematuhi peraturan pajak yang berlaku. Auditor yang melakukan pemeriksaan ini disebut audit pajak.

22 31 4) Auditor Internal Auditor yang dipekerjakan oleh perusahaan untuk melakukan audit bagi manajemen, sama seperti BPK mengaudit untuk DPR. Tanggung jawab auditor internal sangat beragam, tergantung pada yang memperkerjakan mereka. F. Laporan Audit 1. Pengertian Laporan Audit Menurut Alvin A. Arens dalam bukunya Jasa Audit dan Assurance Pendekatan terpadu ( 2011 ) Laporan Audit adalah produk utama atau hasil audit yang digunakan auditor dalam mengkonsumsikan kesimpulan tentang laporan keuangan yang diaudit kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan auditor diterbitkan apabila auditor telah memperoleh bukti yang cukup, audit dilakukan dengan standar audit yang berlaku umum dan laporan keuangan sesuai dengan GAPP. Menurut Standar Profesi Akuntan Publik per 1 Januari 2001 ( SA Seksi 508 ) laporan auditor harus menunjukan, jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsi akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan tentang penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Dalam standar pelaporan keempat berbunyi demikian, Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atau memuat suatu asersi, bahwa

23 32 pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dikemukakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab oleh auditor. Laporan auditor bentuk baku memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan meyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan yang entitas, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor bentuk baku harus menyebutkan laporan keuangan audit dalam paragraf pengantar, menggambarkan sifat audit dalam paragraf lingkup audit, dan menyatakan pendapat auditor dalam paragraf pendapat. G. Audit Kinerja 1. Pengertian Audit Kinerja Kinerja adalah gambaran pencapaian kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran tujuan, visi dan misi organisasi (Indra, 2008:274). Sedangkan Stephen P. Robbins dalam I Gusti Agung Rai (2010:40) mendefinisikan Kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.

24 33 Berdasarkan definisi kinerja diatas maka dapat diperoleh pengertian bahwa kinerja adalah ukuran kemampuan atau keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas, kegiatan aktifitas untuk mencapai suatu tujuan tertentu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit kinerja merupakan suatu proses perencanaan, pengumpulan, dan pengevaluasian bukti-bukti yang cukup relevan, material dan kompeten untuk menilai pencapaian penggunaan sumber-sumber secara ekonomis, efisien dan efektif untuk disimpulkan serta merumuskan sasaran-sasaran perbaikan dan melaporkan hasilnya kepada pihak ketiga. Sedangkan menurut buku I Gusti Agung Rai, Audit Kinerja Pada Sektor Publik (2010) Audit kinerja adalah suatu proses sistematis dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif atas kinerja suatu organisasi, program, fungsi atau kegiatan. Evaluasi dilaksanakan berdasarkan aspek ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam mencapai hasil yang di inginkan, serta kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan kibijakan terkait. Audit kinerja mengikuti pola audit keuangan, tapi mereka juga mencakup pengujian, mengacu pada standar audit, merupakan ukuran keberhasilan pencapaian tujuan manajemen. Tujuan ini di evaluasi dengan di ukur efisiensi dan faktor ekonomis dari penggunaan sumber daya, efektivitas pencapaian sasaran, dan kepatuhan dengan peraturan. Audit kinerja bergantung dengan skope audit keuangan dan teknik dan metode

25 34 yang digunakan. Sebagai hasilnya, laporan audit kinerja akan lebih rinci dibandingkan laporan audit tradisional. Menurut SPKN ( Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ) yang dimaksud dengan audit kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari audit atas aspek ekonomi, efisiensi serta efektivitas. Audit kinerja pada sebuah program pemerintah meliputi juga audit atas kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan serta pengujian terhadap pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen terhadap kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja suatu program dan memudahkan pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggung jawab untuk mengatasi dan mengambil tindakan koreksi serta meningkatkan pertanggung jawaban publik. Pemeriksaan kinerja dapat memiliki lingkup yang luas atau sempit dan menggunakan berbagai meteologi, berbagai tingkat analisis, penelitian atau evaluasi. Pemeriksaan kinerja menghasilkan temuan, simpulan dan rekomendasi. 2. Tujuan Audit Kinerja Menurut undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Negara, bahwa tujuan audit kinerja adalah sangat variatif, termasuk penilaian atas efektivitas, ekonomi dan

26 35 efisiensi, penilaian atas internal control, kepatuhan dan analisis yang sifatnya prospektif. Tujuan-tujuan tersebut tidaklah bersifat mutually exclusive. Sedangkan yang dimaksud dengan program audit adalah kerangka dari prosedur-prosedur yang dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan audit dan melakukan penilaian terhadap kriteria. 3. Manfaat Audit Kinerja Menurut undang-undang nomer 15 tahun 2004 tentang Pemeriksan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Negara, Audit kinerja dilaksanakan dengan dasar pengetahuan yang bersifat multidimensi dan lebih banyak menekankan pada kemampuan analisis dari pada hanya sebatas pengetahuan akuntansi. Audit kinerja bukanlah bentuk audit berdasarkan checklist, kompleksitas dan keragaman pertanyaan. Dalam audit kinerja mensyaratkan agar auditor dibekali dengan kemampuan berkomunikasi yang baik. Berdasarkan pernyataan diatas terdapat banyak manfaat yang di dapat dalam audit kinerja. Diantaranya : a) Mengidentifikasi permasalahan dan alternatif penyelesaiannya. b) Mengidentifikasi sebab-sebab actual ( tidak hanya gejala atau perkiraan-perkiraan ) dari suatu permasalahan yang dapat diatasi oleh kebijakan manajemen atau tindakan lainnya. c) Mengidentifikasi peluang atau kemungkinan untuk mengatasi keborosan atau ketidak efisienan dan mengidentifikasi kriteria untuk mencapai pencapaian umtuk tujuan organisasi.

27 36 d) Melakukan evaluasi atas sistem pengendalian internal. e) Menyediakan jalur komunikasi antara tataran operasional dan manajemen dalam melaporkan ketidak benaran dalam pemeriksaan. H. Audit Kepatuhan 1. Pengertian Audit Kepatuhan Menurut Arens, Elder, Beasler dalam buku Jasa Audit dan Assurance (2008) Audit kepatuhan adalah audit yang bertujuan memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, tentang kesesuaian antara kondisi/pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Definisi ini melihat audit kepatuhan dalam arti sempit. Audit kepatuhan dalam arti sempit hanya menentukan bahwa suatu instansi atau kegiatan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Misalnya, audit kepatuhan ini hanya menentukan apakah penerimaan pegawai baru telah mengikuti peraturan penerimaan pegawai baru. Kepatuhan tersebut dibatasi pada tidakan-tindakannya, belum sampai pada masalah efektivitas, efisiensi, atau keekonomisan pelaksanaan penerimaan pegawai baru. Beberapa pemikiran dan praktik audit melihat audit kepatuhan dalam arti luas. Hal ini dapat diterapkan jika pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) diterapkan dengan benar. Dalam ABK telah ditetapkan target kinerja. Jika audit kepatuhan tidak dilakukan hanya

28 37 dengan menilai apakah pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan dokumen pelaksanaan anggarannya, tetapi juga menilai apakah pencapaian target dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif, maka audit tersebut merupakan audit kepatuhan dalam arti luas. 2. Tujuan dan Fungsi Audit Kepatuhan Tujuan audit kepatuhan adalah menentukan apakah klien audit telah mengikuti prosedur, tata cara, serta peraturan yang dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi. Audit kepatuhan pada perusahaan pribadi dapat mencangkup pula penentuan apakah staf akuntansi telah mematuhi aturan upah minimum, atau menuji kontrak perjanjian dengan pihak bank atau pihak kreditur lainnya untuk memastikan bahwa perusahaan itu telah mematuhi peraturan-peraturan hukum yang ada. Temuan audit kepatuhan umumnya disampaikan pada seseorang didalam unit organisasi yang diaudit dari pada disampaikan pada suatu lingkup pengguna yang luas. Manajemen, kebalikan dari pihak luar, merupakan pihak utama yang paling menaruh perhatian pada prosedurprosedur serta peraturan-peraturan yang berlaku. Arens, Elder, Beasler, (2008:18-21) dalam buku Jasa Audit dan Assurance.

29 38 I. SPKN ( Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ) 1. Pengertian SPKN Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya. Seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah menuntut BPK menyempurnakan standar audit pemerintahan (SAP) SAP 1995 dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih lagi sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka untuk memenuhi amanat Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK harus menyusun standar pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Oleh karena itulah, saya sangat berbangga bahwa di awal tahun 2007 ini, BPK telah berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama Standar Pemeriksaan Keuangan Negara atau disingkat dengan SPKN. SPKN ini ditetapkan dengan peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 sebagaimana amanat Undang-Undang yang ada. Dengan demikian, sejak ditetapkannya peraturan BPK ini dan dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat BPK maupun pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan keuanga negara untuk dan atas nama BPK. Inilah tonggak

30 39 sejarah dimulainya reformasi terhadap pemeriksaan yang dilakukan BPK setelah 60 tahun pelaksanaan tuga konstitusionalnya. Dengan demikian, diharapkan hasil pemeriksaan BPK dapa lebih berkualitas yaitu memberikan nilai tambah yang positif bagi pengelolaa dan tanggung jawab keuangan negara. Selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia seluruhnya. Penyusunan SPKN ini telah melalui proses sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang maupun dalam kelaziman penyusunan standar profesi. Hal ini tidaklah mudah, oleh karenanya, SPKN ini akan selalu dipantau perkembangannya dan akan selalu dimutakhirkan agar selalu sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat. Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan SPKN bukanlah terletak pada kualitas SPKN-nya melainkan terletak pada kesuksesan dalam penerapannya. Oleh karenanya segala kegiatan yang dapat memungkinkan terlaksananya SPKN ini secara benar dan konsekuen harus dilakukan. Inilah tugas kita bersama. Sesuai dengan amanat Pasal 23 ayat (1) e UUD 1945 yang menyatakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri, maka kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga Negara Pemeriksa Keuangan Negara perlu dimantapkan dengan memperkuat peran dan kinerjanya. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan

31 40 tentang SPKN ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 9 ayat (1) e. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan dalam melaksanakan tugasnya Badan Pemeriksa Keuangan berwenang/berkewajiban menetapkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara. Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-undang tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan telah menyampaikan surat Nomor 137/S/I-XIV/12/2006 tanggal 8 Desember 2006 perihal Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara kepada Presiden dan telah ditanggapi oleh Menteri Keuangan dengan surat Nomor S-553/MK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 perihal Tanggapan atas Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Agar Badan Pemeriksa Keuangan dapat melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara secara efektif, sesuai peraturan perundang-undangan yang mutakhir maka Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan tentang SPKN ini mengatur hal-hal pokok yang memberi landasan operasional sebagai pengganti Standar Audit Pemerintahan atau SAP yang selama ini berlaku. SPKN memuat persyaratan profesional Pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional bagi para Pemeriksa dan organisasi

32 41 Pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara. Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara juga merupakan salah satu unsur penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik. 2. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Bahwa untuk melaksanakan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan pasal 9 ayat ayat (1) huruf e dan pasal 31 ayat (2) Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Memutuskan: a. Pasal 1 1) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

33 42 2) Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 3) Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. 4) Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan. 5) Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 6) Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya. 7) Satuan Pengawasan Intern adalah unit organisasi pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah yang

34 43 mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya. b. Pasal 2 SPKN dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Pemeriksaan yang selanjutnya disebut PSP. c. Pasal 3 1) PSP Nomor 01 tentang Standar Umum 2) PSP Nomor 02 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan 3) PSP Nomor 03 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan 4) PSP Nomor 04 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja 5) PSP Nomor 05 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja 6) PSP Nomor 06 tentang Standar Pelaporan Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu 7) PSP Nomor 07 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu d. Pasal 4 Pendahuluan Standar Pemeriksaan dan PSP sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, tercantum dan merupakan bagian yang tidak terpisah.

35 44 e. Pasal 5 SPKN ini berlaku untuk semua pemeriksa yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan negara. f. Pasal 6 SPKN ini berlaku bagi: 1) Badan Pemeriksa Keuangan 2) Akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, untuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan. g. Pasal 7 Aparat Pengawas Internal Pemerintah, satuan pengawasan intern atau pihak lainnya dapat menggunakan SPKN sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas dan fungsinya. h. Pasal 8 Peraturan pelaksanaan dari SPKN ditetapkan dengan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan. i. Pasal 9 Badan Pemeriksa Keuangan membentuk suatu Komite yang bertugas memantau penerapan dan pengembangan SPKN, yang ditetapkan dengan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan.

36 45 j. Pasal 10 Dengan berlakunya Peraturan ini maka Standar Audit Pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 01a/SK/K/1995, dinyatakan tidak berlaku. k. Pasal 11 Pada saat berlakunya Peraturan BPK ini, semua pemeriksaan yang masih berlangsung pada saat Peraturan BPK ini ditetapkan, dilaksanakan berdasarkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 01a/SK/K/1995 tentang Standar Audit Pemerintahan. l. Pasal 12 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan ini dengan penetapan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 3. Jenis Pemeriksaan Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa. Jenis pemeriksaan sebagaimana diuraikan dalam Standar Pemeriksaan ini, adalah: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

37 46 Dalam beberapa pemeriksaan, standar yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeriksaan sudah sangat jelas. Misalnya, jika tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan opini terhadap suatu laporan keuangan, maka standar yang berlaku adalah Standar pemeriksaan keuangan. Namun demikian, untuk beberapa pemeriksaan lainnya, mungkin terjadi tumpang-tindih tujuan pemeriksaan. Misalnya, jika tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan keandalan ukuran-ukuran kinerja, maka pemeriksaan tersebut bisa dilakukan melalui pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Apabila terdapat pilihan diantara standar-standar yang berlaku, pemeriksa harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan pengetahuan pemeriksa, keahlian, dan pengalaman dalam menentukan standar yang akan diikuti. Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Pemeriksa harus mengikuti standar yang berlaku bagi suatu jenis pemeriksaan (Standar Pemeriksaan Keuangan, Standar Pemeriksaan Kinerja, atau Standar Pemeriksaan DenganTujuan Tertentu). a. Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang

38 47 berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Pemeriksaan Kinerja Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja suatu program dan memudahkan pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengambil tindakan koreksi serta meningkatkan pertanggungjawaban publik. Pemeriksaan kinerja dapat memiliki lingkup yang luas atau sempit dan menggunakan berbagai metodologi; berbagai tingkat analisis, penelitian atau evaluasi. Pemeriksaan kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi. Tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan efektivitas suatu program adalah mengukur sejauh mana suatu program

39 48 mencapai tujuannya. Tujuan pemeriksaan yang menilai ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mencapai tujuan program. Kedua tujuan pemeriksaan ini dapat berhubungan satu sama lain dan dapat dilaksanakan secara bersamaan dalam suatu pemeriksaan kinerja. Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi menurut Standar pemeriksaan Keuangan Negara adalah penilaian atas: 1) Sejauhmana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai. 2) Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau menghilangkan faktor-faktor yang menghambat efektivitas program. 3) Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya suatu program. 4) Sejauhmana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan dampak yang tidak diharapkan. 5) Sejauhmana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan program lain yang sejenis. 6) Sejauhmana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan yang sehat.

40 49 7) Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program, atau ekonomi dan efisiensi. 8) Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan kinerja suatu program. c. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dapat bersifat: eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern. Apabila pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasarkan permintaan, maka BPK harus memastikan melalui komunikasi tertulis yang memadai bahwa sifat pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah telah sesuai dengan permintaan. 4. Tanggung Jawab Pemeriksa Menurut Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa harus memahami prinsip-

41 50 prinsip pelayanan kepentingan publik serta menjunjung tinggi integritas, obyektivitas, dan independensi. Pemeriksa harus memiliki sikap untuk melayani kepentingan publik, menghargai dan memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan profesionalisme. Tanggung jawab ini sangat penting dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk itulah Standar Pemeriksaan ini memuat konsep akuntabilitas yang merupakan landasan dalam pelayanan kepentingan publik. Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari manajemen entitas yang diperiksa, berbagai tingkat jabatan pemerintah, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan independensi pemeriksa. Dalam menghadapi tekanan dan atau konflik tersebut, pemeriksa harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi tanggung jawab kepada publik. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi. Pemeriksa harus profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan

42 51 peraturan perundang-undangan. Pemeriksa harus berhati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali ditentukan lain. Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi. Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat. Integritas mensyaratkan pemeriksa untuk memperhatikan jenis dan nilai-nilai yang terkandung dalam standar teknis dan etika. Integritas juga mensyaratkan agar pemeriksa memperhatikan prinsip-prinsip obyektivitas dan independensi. Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental (independent in fact) dan independensi dalam penampilan perilaku (independent in appearance) pada saat melaksanakan pemeriksaan. Bersikap obyektif merupakan cara berpikir yang tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari benturan kepentingan. Bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Untuk mempertahankan obyektivitas dan independensi maka diperlukan penilaian secara terus-menerus terhadap hubungan pemeriksa dengan entitas yang diperiksa.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Sejarah Organisasi Berdasarkan pada publikasi situs Badan Pemeriksa Keuangan dijelaskan mengenai sejarah, visi, misi, dasar hukum, tujuan strategis maupun

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITAN. Opini audit sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, bahwa auditor harus

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITAN. Opini audit sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, bahwa auditor harus BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITAN A. Opini Audit Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Opini audit sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, bahwa auditor harus menyimpulkan apakah auditor telah

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Kav. 31

BAB III OBJEK PENELITIAN. Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Kav. 31 BAB III OBJEK PENELITIAN III.1. Objek Penelitian Objek penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA K E U A N G A N N E G A R A B A T A S A N A U D I T R U A N G L I N G K U P A U D I T P R O S E S A U D I T T E D I L A S T 0 9 / 1 6 Keuangan Negara UU no 17 th 2003

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA K E U A N G A N N E G A R A B A T A S A N A U D I T R U A N G L I N G K U P A U D I T P R O S E S A U D I T T E D I L A S T 0 8 / 1 7 Keuangan Negara UU no 17 th 2003

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH 2.1 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Badan Pemeriksa Keuangan BPK merupakan salah satu lembaga

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal penelitian maupun sumber-sumber lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti sebagai

Lebih terperinci

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya. Seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN Pengertian Auditing dan jenis-jenis Audit. Mulyadi, (2002:9) menyatakan bahwa auditing adalah:

BAB II BAHAN RUJUKAN Pengertian Auditing dan jenis-jenis Audit. Mulyadi, (2002:9) menyatakan bahwa auditing adalah: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Auditing dan jenis-jenis Audit Perkembangan jasa audit sejalan dengan berkembangnya kebutuhan, baik bagi pihak manajemen maupun pihak luar manajemen yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanggungjawab yang harus dijalankan. Oleh karena itu sebuah organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. tanggungjawab yang harus dijalankan. Oleh karena itu sebuah organisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah organisasi memiliki berbagai macam kegiatan serta tanggungjawab yang harus dijalankan. Oleh karena itu sebuah organisasi memerlukankan sebuah sistem pengendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bertugas

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER

INTERNAL AUDIT CHARTER Halaman : 1 dari 5 I. PENDAHULUAN Tujuan utama Piagam ini adalah menentukan dan menetapkan : 1. Pernyataan Visi dan Misi dari Divisi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) Bank Woori Saudara 2. Tujuan dan ruang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK salinan BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN KAPASITAS DAN TUGAS, INSPEKTORAT UNTUK MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA ORGANISASI

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diperlukan suatu standar. Standar pemeriksaan keuangan negara adalah amanat dari

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan

Lebih terperinci

PIAGAM INTERNAL AUDIT

PIAGAM INTERNAL AUDIT PIAGAM INTERNAL AUDIT PT INTILAND DEVELOPMENT TBK. 1 dari 8 INTERNAL AUDIT 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Piagam Audit Internal merupakan dokumen penegasan komitmen Direksi dan Komisaris serta

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA. KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA No.112, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA KERJA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK 1 Audit Proses sistematik dan objektif dari penyediaan dan evaluasi bukti-bukti yang berkenaan dengan asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi utuk memastikan derajat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL MUKADIMAH Dalam melaksanakan fungsi audit internal yang efektif, Audit Internal berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Standar Pelaksanaan Fungsi Audit

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) 201168 PANDEGLANG 42212 PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA 1 DAFTAR ISI I. DEFINISI...3 II. VISI DAN MISI...4 III. TUJUAN PENYUSUNAN PIAGAM KOMITE AUDIT...4 IV. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB...4 V.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi merupakan ilmu yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan para penggunanya. Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil dan harus memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Reviu Laporan Keuangan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang kementerian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Pendidikan Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang menjadi masalah dalam Badan Pengawasan Daerah. Seharusnya seorang pemeriksa mempunyai wawasan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL Latar Belakang Unit Audit Internal unit kerja dalam struktur organisasi Perseroan yang dibentuk untuk memberikan keyakinan yang memadai dan konsultasi yang bersifat independen dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut 6 BAB II LANDASAN TEORI A. AUDITING 1. Definisi Auditing Kata auditing diambil dari bahasa latin yaitu Audire yang berarti mendengar dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pemeriksaan akuntan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa upaya konkrit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) merupakan lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK 2016 PT ELNUSA TBK PIAGAM AUDIT INTERNAL (Internal Audit Charter) Internal Audit 2016 Daftar Isi Bab I PENDAHULUAN Halaman A. Pengertian 1 B. Visi,Misi, dan Strategi 1 C. Maksud dan Tujuan 3 Bab II ORGANISASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Auditing 1. Pengertian Auditing Definisi audit yang dikemukakan oleh Arens, Elder dan Beasley (2003: 11) menyatakan bahwa Auditing is the accumulation and evaluation of evidence

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2017

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2017 SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Lembaga negara yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri Berkedudukan di ibukota negara Memiliki perwakilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah

Lebih terperinci

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA 40 4. Standar pelaporan Ke-4: Tujuan standar pelaporan adalah untuk mencegah salah tafsir tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan: 01. Seorang akuntan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA

KEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA KEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA www.merdeka.com I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara welfare state, dimana negara memiliki tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek penyelenggaraan pemerintah dewasa ini menjadi potret. buram kekecewaan masyarakat yang terjadi di semua tempat dan di

BAB I PENDAHULUAN. Praktek penyelenggaraan pemerintah dewasa ini menjadi potret. buram kekecewaan masyarakat yang terjadi di semua tempat dan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek penyelenggaraan pemerintah dewasa ini menjadi potret buram kekecewaan masyarakat yang terjadi di semua tempat dan di semua waktu. Kekecewaan masyarakat itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pemberantasan tindakan korupsi saat ini semakin menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola pemerintahan yang baik dan mendukung

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI PIDATO KEPALA PERWAKILAN BPK RI PROVINSI JAMBI PADA ACARA PENYERAHAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KOTA JAMBI TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1105, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Good Public Governance. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk Halaman I. Pembukaan 1 II. Kedudukan 2 III. Keanggotaan 2 IV. Hak dan Kewenangan 4 V. Tugas dan Tanggungjawab 4 VI. Hubungan Dengan Pihak Yang

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 2 - PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Akuntansi Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley dalam Amir Abadi Jusuf (2015: 7), definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa

Lebih terperinci

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : ) PENERAPAN E - AUDIT PADA AUDIT SEKTOR PUBLIK SESUAI

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : ) PENERAPAN E - AUDIT PADA AUDIT SEKTOR PUBLIK SESUAI PENERAPAN E - AUDIT PADA AUDIT SEKTOR PUBLIK SESUAI UNDANG UNDANG PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Sutrisno Dosen PNS DPK STIE Semarang Abstraksi Keberhasilan e-audit dapat tercapai apabila: (1) Data dari Auditee

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN PEMERIKSA DAN/ATAU TENAGA AHLI

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN PEMERIKSA DAN/ATAU TENAGA AHLI PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN PEMERIKSA DAN/ATAU TENAGA AHLI DARI LUAR BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA

Lebih terperinci

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

PT Wintermar Offshore Marine Tbk PT Wintermar Offshore Marine Tbk ( Perusahaan ) Piagam Audit Internal I. Pembukaan Sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Kantor Badan Pemeriksa Keuangan RI. suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Kantor Badan Pemeriksa Keuangan RI. suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Kantor Badan Pemeriksa Keuangan RI Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan meningkatnya pertumbuhan perusahaan dalam bentuk badan hukum di Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Penyelenggaraan akuntansi di instansi-instansi pemerintahan di Indonesia sudah mulai menjadi keharusan dan tuntutan jaman seiring dengan tuntutan reformasi yang

Lebih terperinci

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk memandang pemeriksaan internal yang dilaksanakan oleh Unit Audit Internal sebagai fungsi penilai independen dalam memeriksa dan mengevaluasi

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik, maka akuntabilitas dan transparansi informasi bagi masyarakat luas

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik, maka akuntabilitas dan transparansi informasi bagi masyarakat luas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya reformasi di bidang keuangan pada sektor pemerintah dan sektor publik, maka akuntabilitas dan transparansi informasi bagi masyarakat luas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN... 1 Laporan Akuntabilitas Kinerja BPK RI Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja BPK RI Provinsi Kepulauan Riau 2012 i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH OLEH TAUFIEQURACHMAN RUKI ANGGOTA II BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Hotel Bidakara, 1 Maret 2011 PAKET UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR TTG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMANTAUAN PELAKSANAAN TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan daerah pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain, yaitu pemangku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, permasalahan yang sering dihadapi oleh suatu lembaga pemerintahan salah satunya adalah tindakan KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Banyaknya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung dengan sistem kontrol yang baik, untuk menetukan apakah kinerja dari perusahaan tersebut berjalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan negara pada dasarnya harus dikelola secara transparan dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Auditing Seperti yang telah di jelaskan pada latar belakang masalah, Kode Etik Akuntan merupakan salah satu faktor penting dalam profesi akuntan,

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2017 PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1041, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Kode Etik. Auditor. Aparat Pengawas Intern Pemerintah. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/Per/M.KUKM/IX/2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA AUDITING DAN AKUNTANSI

PERBEDAAN ANTARA AUDITING DAN AKUNTANSI BAB XI. AUDITING AUDITING ; pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERBEDAAN STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA DAN GOVERNMENT AUDIT STANDARDS BAGIAN PENDAHULUAN

PERBEDAAN STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA DAN GOVERNMENT AUDIT STANDARDS BAGIAN PENDAHULUAN PERBEDAAN STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA DAN GOVERNMENT AUDIT STANDARDS BAGIAN PENDAHULUAN No Hal Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Government Audit Standards 1. Tujuan disusunnya Untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap

Lebih terperinci

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN

LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN LAMPIRAN II SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /SEOJK.05/2016 TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN - 1 - PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT) ATAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Profesionalisme Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria,

Lebih terperinci

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk Pendahuluan Piagam Audit Internal ( Internal Audit Charter ) adalah dokumen formal yang berisi pengakuan keberadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser dari sistem tradisional menjadi sistem yang berbasis kinerja yang dilakukan secara menyeluruh

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA TENTANG REPUBLIK INDONESIA.

REPUBLIK INDONESIA TENTANG REPUBLIK INDONESIA. MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 812 TAHUN 2OI5 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci