BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pengertian Profesionalisme Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Kalbers dan Fogarty, 1995: 72). Sebagai profesional, akuntan publik mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun ini merupakan pengorbanan pribadi. Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI, antara lain: a). prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi, b). peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan, c). inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya, dan d). ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya. 10

2 Konsep Profesionalisme Menurut Hall (1968) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu: a. Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang di harapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi. b. Kewajiban sosial Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. c. Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesioanal. d. Keyakinan terhadap peraturan profesi

3 Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. e. Hubungan dengan sesama profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional Cara Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Mewujudkan Perilaku Profesional Lampiran 1 Paragraf 01 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menyebutkan bahwa Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, selanjutnya dalam dokumen ini disebut sebagai Standar Pemeriksaan, memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung

4 jawab keuangan negara juga merupakan salah satu unsur penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik. Lebih lanjut Lampiran 1 Paragraf 20 sampai dengan 25 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia mengatur tentang perilaku profesionalisme auditor BPK-RI, yaitu Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa harus memahami prinsip-prinsip pelayanan kepentingan publik serta menjunjung tinggi integritas, obyektivitas, dan independensi. Pemeriksa harus memiliki sikap untuk melayani kepentingan publik, menghargai dan memelihara kepercayaan publik, dan mempertahankan profesionalisme. Tanggung jawab ini sangat penting dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk itulah Standar Pemeriksaan ini memuat konsep akuntabilitas yang merupakan landasan dalam pelayanan kepentingan publik. Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam melakukan pemeriksaan. Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya, pemeriksa mungkin menghadapi tekanan dan atau konflik dari manajemen entitas yang diperiksa, berbagai tingkat jabatan pemerintah, dan pihak lainnya yang dapat mempengaruhi obyektivitas dan independensi pemeriksa. Dalam menghadapi tekanan dan atau konflik tersebut, pemeriksa harus menjaga integritas dan menjunjung tinggi tanggung jawab kepada publik. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi. Pemeriksa harus profesional, obyektif, berdasarkan fakta, dan tidak berpihak. Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa dan para pengguna laporan hasil

5 pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemeriksa harus berhati-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali ditentukan lain. Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi. Integritas dapat mencegah kebohongan dan pelanggaran prinsip tetapi tidak dapat menghilangkan kecerobohan dan perbedaan pendapat. Integritas mensyaratkan pemeriksa untuk memperhatikan jenis dan nilai-nilai yang terkandung dalam standar teknis dan etika. Integritas juga mensyaratkan agar pemeriksa memperhatikan prinsip-prinsip obyektivitas dan independensi. Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Pemeriksa juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental (independent in fact) dan independensi dalam penampilan perilaku (independent in appearance) pada saat melaksanakan pemeriksaan. Bersikap obyektif merupakan cara berpikir yang tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari benturan kepentingan. Bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Untuk mempertahankan obyektivitas dan independensi maka diperlukan penilaian secara terusmenerus terhadap hubungan pemeriksa dengan entitas yang diperiksa. Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan lingkup dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan, melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya. Pemeriksa harus

6 mempertahankan integritas dan obyektivitas pada saat melaksanakan pemeriksaan untuk mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik. Dalam melaporkan hasil pemeriksaannya, pemeriksa bertanggung jawab untuk mengungkapkan semua hal yang material atau signifikan yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan dapat mengakibatkan kesalahpahaman para pengguna laporan hasil pemeriksaan, kesalahan dalam penyajian hasilnya, atau menutupi praktik-praktik yang tidak patut atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) No. 1 Paragaraf mengatakan Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. PSP No. 1 paragraf 28 sampai dengan 33 mengisyarakat auditor BPK-RI didalam Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Pernyataan standar ini mewajibkan pemeriksa untuk menggunakan kemahirannya secara profesional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas kepentingan publik serta memelihara integritas, obyektivitas, dan independensi dalam menerapkan kemahiran profesional terhadap setiap aspek pemeriksaannya. Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan untuk mematuhi Standar Pemeriksaan. Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan; menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis

7 dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menganggap bahwa manajemen entitas yang diperiksa tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tersebut tidak diragukan lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur. Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama dalam menerapkan Standar Pemeriksaan yang digunakan. Keputusan pemeriksa tidak menerapkan standar tertentu dalam pelaksanaan pemeriksaan harus dicatat dalam kertas kerja pemeriksaan. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi bahwa pemeriksa tidak dapat mematuhi Standar Pemeriksaan yang berlaku dan juga tidak dapat mengundurkan diri dari penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan demikian, pemeriksa harus mengungkapkan masalah tersebut dalam lingkup pemeriksaan di dalam laporan hasil pemeriksaannya, yaitu tidak dipatuhinya Standar Pemeriksaan

8 yang berlaku, alasan yang mendasarinya, dan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan akibat tidak dipatuhinya Standar Pemeriksaan tersebut. Menerapkan kemahiran profesional secara cermat dan seksama memungkinkan pemeriksa untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi. Keyakinan mutlak tidak dapat dicapai karena sifat bukti dan karakteristik penyimpangan. Pemeriksaan yang dilaksanakan menurut Standar Pemeriksaan mungkin tidak akan mendeteksi salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan, baik karena kesalahan, kecurangan, tindakan melanggar hukum, atau pelanggaran aturan. Walaupun Standar Pemeriksaan ini meletakkan tanggung jawab kepada setiap pemeriksa untuk menerapkan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama, tidak berarti bahwa tanggung jawabnya tidak terbatas, dan tidak berarti juga bahwa pemeriksa tidak melakukan kekeliruan. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik BPK-RI Pasal 8 ayat 1 dan 2 menyebutkan : (1) Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa wajib : a. Menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian dan kecermatan b. Menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan atau rahasia pihak yang diperiksa dan hanya mengemukakannya kepada pejabat yang berwenang. c. Menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. d. Menghindari perbuatan di luar tugas dan kewenangannya e. Mempunyai komitmen tinggi untuk bekerja sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara. f. Memutakhirkan, mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan g. Menghormati dan mempercayai serta saling membantu diantara pemeriksa, sehingga dapat bekerjasama dengan baik dalam pelaksanaan tugas. h. Menggunakan sumber daya publik secara efisien, efektif dan ekonomis. (2) Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pemeriksa dilarang : a. Menerima tugas yang bukan kompetensinya

9 b. Mengungkapkan informasi yang terdapat dalam proses pemeriksaan kepada pihak lain, baik lisan maupun tertulis, kecuali untuk kepentingan peraturan perundang undangan yang berlaku. c. Mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa kecuali atas ijin atau perintah ketua atau wakil ketua atau anggota BPK. d. Mendiskusikan pekerjaannya dengan auditee diluar kantor BPK atau kantor Auditee Pengalaman Auditor Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek. (Knoers & Haditono, 1999). Dian (2005) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya; 1). Mendeteksi kesalahan, 2). Memahami kesalahan dan 3) Mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanakan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisticated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan

10 semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Abriyani, 2004). Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjutak, 2005). Peningkatan pengetahuan yang muncul dari penambahan pelatihan formal sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang professional. Auditor harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan disini dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar, simposium, lokakarya, dan kegiatan penunjang ketrampilan lainnya. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor pemula (yunior) juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktek-praktek audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui, struktur pengetahuan auditor yang berkenaan dengan kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya pengalaman auditor. PSP No. 1 Paragraf 10 menyebutkan Pemeriksa yang ditugasi untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus secara kolektif memiliki: 1. Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan

11 pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan. 2. Pengetahuan umum tentang lingkungan entitas, program, dan kegiatan 23 yang diperiksa (obyek pemeriksaan). 3. Keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan. 4. Keterampilan yang memadai untuk pemeriksaan yang dilaksanakan, misalnya: a. Apabila pemeriksaan dimaksud memerlukan penggunaan sampling statistik, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keterampilan di bidang sampling statistik. b. Apabila pemeriksaan memerlukan reviu yang luas terhadap suatu sistem informasi, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keahlian di bidang pemeriksaan atas teknologi informasi. c. Apabila pemeriksaan meliputi reviu atas data teknik yang rumit, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut. d. Apabila pemeriksaan menggunakan metode pemeriksaan yang sangat khusus seperti penggunaan instrumen pengukuran yang sangat rumit, estimasi aktuaria atau pengujian analisis statistik, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut Materialitas a) Pengertian Materialitas Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut (Sukrisno, 2006). Standar yang tinggi dalam praktik akuntansi akan memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep materialitas. Pedoman materialitas yang beralasan, yang diyakini oleh sebagian besar anggota profesi akuntan adalah standar yang berkaitan dengan informasi laporan keuangan bagi para pemakai, akuntan harus menentukan berdasarkan pertimbangannya tentang besarnya sesuatu/informasi yang dikatakan material.

12 Peran konsep materialitas itu adalah untuk mempengaruhi kualitas dan kuantitas informasi akuntansi yang diperlukan oleh auditor dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan bukti. Konsep materialitas menyatakan bahwa tidak semua informasi keuangan diperlukan atau tidak semua informasi seharusnya dikomunikasikan. Dalam laporan akuntansi, hanya informasi yang material yang seharusnya disajikan. Informasi yang tidak material sebaiknya diabaikan atau dihilangkan. Materialitas seharusnya tidak hanya dikaitkan dengan keputusan investor, baik yang hanya berdasarkan tipe informasi tertentu maupun metoda informasi yang disajikan. Beberapa penelitian tentang pertimbangan tingkat materialitas berfokus pada penemuan tentang jumlah konsisten yang ada diantara para profesional dalam membuat pertimbangan tingkat materialitas. Ada juga penelitian yang dilakukan, yang berkaitan dengan materialitas memeriksa pengaruh satu variabel (ukuran suatu item seperti prosentase pendapatan) dalam pertimbangan materialitas. b) Menentukan Pertimbangan Awal Tingkat Materialitas Idealnya, auditor menentukan pada awal audit jumlah gabungan dari salah saji. Dalam laporan keuangan yang akan dipandang material. Hal ini disebut pertimbangan awal tingkat materialitas karena menggunakan unsur pertimbangan profesional, dan masih dapat berubah jika sepanjang audit yang akan dilakukan ditemukan perkembangan yang baru. Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan terpenting yang diambil oleh auditor, yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.

13 Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan dari pada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materilitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar Hubungan Variabel Penelitian Penelitian sebelumnya oleh Mock dan Samet (1982), Schroder (1986), Corcello (1992), Sutton (1993), serta Sutton dan Lampe (1991) dalam Wiedhani (2004) telah menguji profesionalisme auditor mengenai kualitas audit yang ada. Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan (Hall, 1968). Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang di harapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi. Dengan totalitas yang dimiliki auditor akan lebih hati-hati dan bijaksana dalam menentukan tingkat materialitas. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hastuti et al. (2003) menyatakan bahwa kewajiban sosial mempunyai hubungan yang positif terhadap tingkat materialitas. Kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh

14 baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut (Hall, 1968). Kesadaran auditor tentang peran profesinya di masyarakat akan menumbuhkan sikap mental untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi) (Hall, 1968). Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (1997) menyatakan bahwa kemandirian seorang auditor sangat diperlukan dalam menentukan tingkat materialitas. Pertimbangan-pertimbangan yang dibuat benar-benar berdasarkan pada kondisi dan keadaan yang dihadapi dalam proses pengauditan. Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan auditor (Hall, 1968). Bila yang menilai pekerjaan mempunyai pengetahuan yang sama, maka kesalahan akan dapat diketahui. Penelitan yang dilakukan oleh Rahmawati (1997) menyatakan bahwa keyakinan terhadap profesi mempengaruhi tingkat materialitas. Hubungan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan (Hall, 1968). Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional. Dengan banyaknya tambahan masukan akan menambah akumulasi pengetahuan auditor sehingga dapat lebih bijaksana dalam membuat perencanaan dan pertimbangan dalam proses pengauditan (Sutton, 1993) dalam Wiedhani (2004).

15 2.2. Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping) Penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu seperti ditunjukkan pada matriks berikut ini. 25

16 Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Yang Digunakan 1 Rahmawati Hubungan antara Dedikasi terhadap profesi (1997) Profesionalisme Internal (X1), kewajiban social Auditor dengan Kinerja (X2), otonomi (X3), Tugas, Kepuasan Kerja, keyakinan terhadap Komitmen Organisasi, peraturan profesi (X4), Keinginan Untuk Pindah afiliasi dengan sesama rekan seprofesi (X5), dan pendidikan (X6) Tingkat materialitas (Y) 2 Fridati Analisis Hubungan antara Pengabdian terhadap (2005) Profesionalisme Auditor profesi (X1), kewajiban dengan dengan sosial (X2), kemandirian Pertimbangan Tingkat (X3), kepercayaan Materialitas dalam Proses terhadap profesi (X4), Pengauditan Laporan afiliasi dengan sesama Keuangan di Yogyakarta profesi (X5), dan pendidikan (X6) Tingkat materialitas (Y) 3 Asih Pengaruh pengalaman Pengalaman yang (2006) terhadap peningkatan diperoleh auditor dari auditor dalam bidang lamanya bekerja sebagai auditing auditor (X1), Pengalaman yang diperoleh dari banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan (X2), dan pengalaman yang diperoleh auditor dari banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit (X3) Keahlian auditor dalam bidang auditing (Y) Wahyudi dan Mardiyah, (2006) Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan Profesi (X1), kewajiban sosial (X2), kemandirian (X3), kepercayaan profesi (X4), dan hubungan dengan sesama Kesimpulan Secara parsial maupun simultan profesionalisme auditor yang terdiri dari dedikasi terhadap profesi, kewajiban sosial, otonomi, keyakinan terhadap peraturan profesi, afiliasi dengan sesama rekan seprofesi, dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas pemeriksaan laporan keuangan. Secara parsial maupun simultan profesionalisme auditor yang terdiri dari pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap profesi, hubungan dengan sesama profesi, berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas pemeriksaan laporan keuangan. Secara parsial pengalaman dari lamanya bekerja sebagai auditor mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap keahlian, pengalaman yang diperoleh dari banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keahlian pengalaman dari banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit berpengaruh positif dan signifikan terhadap keahlian auditor dalam bidang pengauditan. Secara simultan pengalaman yang diperoleh auditor dari lamanya bekerja sebagai auditor, Pengalaman yang diperoleh dari banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan, dan pengalaman yang diperoleh auditor dari banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit mempunyai pengaruh positif terhadap keahlian auditor dalam bidang auditing. kepercayaan pada profesi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas dan hubungan dengan sesama rekan seprofesi mempunyai pengaruh yang signifikan

17 rekan seprofesi (X5). terhadap tingkat meteriliatas. Lanjutan Tabel 2.1. Tingkat (Y) Materialitas Secara simultan variabel pengabdian pada profesi, kemandirian, kepercayaan profesi, dan hubungan dengan sesama rekan seprofesi. Sedangkan variabel kewajiban sosial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas.

18 Rahmawati (1997) menemukan secara parsial maupun simultan profesionalisme auditor yang terdiri dari dedikasi terhadap profesi, kewajiban sosial, otonomi, keyakinan terhadap peraturan profesi, afiliasi dengan sesama rekan seprofesi, dan pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas pemeriksaan laporan keuangan. Fridati (2005) menemukan secara parsial maupun simultan profesionalisme auditor yang terdiri dari pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi, dan hubungan dengan sesama rekan seprofesi berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas pemeriksaan laporan keuangan. Wahyudi dan Mardiyah, (2006) menemukan bahwa secara parsial pengabdian pada profesi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas, kewajiban sosial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas, kemandirian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas, kepercayaan pada profesi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas dan hubungan dengan sesama rekan seprofesi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas Secara simultan variabel pengabdian pada profesi, kemandirian, kepercayaan profesi, dan hubungan dengan sesama rekan seprofesi. Sedangkan variabel kewajiban sosial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas. Asih (2006) menemukan bahwa secara parsial pengalaman dari lamanya bekerja sebagai auditor mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap keahlian, pengalaman yang diperoleh dari banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keahlian pengalaman dari banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit berpengaruh positif dan

19 signifikan terhadap keahlian auditor dalam bidang pengauditan. Secara simultan pengalaman yang diperoleh auditor dari lamanya bekerja sebagai auditor, Pengalaman yang diperoleh dari banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan, dan pengalaman yang diperoleh auditor dari banyaknya jenis perusahaan yang telah diaudit mempunyai pengaruh positif terhadap keahlian auditor dalam bidang auditing.

BAB I PENDAHULUAN. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan pada laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme yang tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas negara kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipercaya tidak dapat dielakkan lagi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor independen

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor independen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi dimana bisnis tidak lagi mengenal batas negara, kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor independen atau akuntan publik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Pendidikan Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang menjadi masalah dalam Badan Pengawasan Daerah. Seharusnya seorang pemeriksa mempunyai wawasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan harus melaporkan hasil laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari laporan laba rugi, neraca, laporan perubahan modal, laporan arus kas,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Agusti dan Pratistha (2013) membuktikan melalui penelitiannya bahwa variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh signifikan

Lebih terperinci

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia SAMBUTAN Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya. Seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan. Standar Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik atau auditor merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pemakai laporan keuangan (Sarwini dkk, 2014). pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pemakai laporan keuangan (Sarwini dkk, 2014). pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis dan usaha sekarang ini sudah sangat pesat. Hal ini membuat profesi akuntan juga semakin berkembang karena para pelaku bisnis dituntut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam semua area profesi akuntansi Louwers et al. dalam (Husein, 2004). Profesi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam semua area profesi akuntansi Louwers et al. dalam (Husein, 2004). Profesi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi akuntan. Sorotan yang diberikan kepada profesi ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Akuntan Publik a. Pengertian Akuntan Publik Menurut Halim (1997 :11) Akuntan publik atau biasa disebut Auditor Independen adalah para praktisi individual/ anggota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Audit 2.1.1 Pengertian Kualitas Audit Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan kualitas sebagai kemungkinan dimana or akan menemukan dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ASOBAC (A Statement basic of auditing concepts) dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ASOBAC (A Statement basic of auditing concepts) dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Auditing Sebelum mempelajari auditing dan profesi akuntan dengan mendalam, sebaiknya kita perlu mengetahui definisi auditing terlebih dahulu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai kinerja auditor yang dapat dijadikan sebagai referensi peneliti dalam melakukan penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN. Pendidikan Terakhir : D3 S1 S2 S3 Lainnya. Jabatan di KAP : Senior Auditor Manajer Supervisor Partner.

KARAKTERISTIK RESPONDEN. Pendidikan Terakhir : D3 S1 S2 S3 Lainnya. Jabatan di KAP : Senior Auditor Manajer Supervisor Partner. KARAKTERISTIK RESPONDEN Nama Nama KAP : : Jenis Kelamin : Pria Wanita Usia :... Tahun Pendidikan Terakhir : D3 S1 S2 S3 Lainnya Lama Bekerja : 3 Tahun 4-5 Tahun 3 4 Tahun > 5 Tahun Jabatan di KAP : Senior

Lebih terperinci

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN SKRIPSI

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN SKRIPSI PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP TINGKAT MATERIALITAS DALAM PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat saat ini dapat memicu atau menimbulkan persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Penentuan Sampel Populasi merupakan keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Para pengguna laporan audit mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama dalam Era Globalisasi saat ini, membuat persaingan para pebisnis akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan sejalan dengan berkembangnya berbagai badan usaha atau

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan sejalan dengan berkembangnya berbagai badan usaha atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan profesi akuntan publik di Indonesia semakin berkembang ini dikarenakan sejalan dengan berkembangnya berbagai badan usaha atau perusahaan. Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Auditor menjadi profesi yang diharapkan banyak orang. Untuk meletakan kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil audit dan pendapat yang diberikan, profesionalisme

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Independensi Berdasarkan teori keagenan menjelaskan peran auditor dalam memberikan jasa atestasi atas laporan keuangan yang dibuat oleh pihak agen dan dijadikan dasar pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini telah menjadi sorotan bagi akuntan publik. Banyaknya kasus

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini telah menjadi sorotan bagi akuntan publik. Banyaknya kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Isu mengenai pelanggaran profesionalisme dan etika profesi beberapa tahun belakangan ini telah menjadi sorotan bagi akuntan publik. Banyaknya kasus pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini dimana bisnis tidak lagi mengenal batas. negara, kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini dimana bisnis tidak lagi mengenal batas. negara, kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini dimana bisnis tidak lagi mengenal batas negara, kebutuhan akan adanya pemeriksaan laporan keuangan oleh eksternal auditor tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlaku di Indonesia dibutuhkan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi

BAB I PENDAHULUAN. berlaku di Indonesia dibutuhkan oleh pihak-pihak yang menggunakan informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Audit atas laporan keuangan memiliki peran yang sangat penting dalam ekonomi pasar bebas. Menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik sangat dibutuhkan dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aktivitas dan kinerja perusahaan. Jasa akuntan publik sering digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang meningkat di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah perusahaan yang ada di BEI pada tahun 2013 sebanyak 494

Lebih terperinci

Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu tedi last 08/17 1. KOMPETENSI AUDITOR Auditor secara kolektif

Lebih terperinci

ARUM KUSUMAWATI B

ARUM KUSUMAWATI B PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris Pada KAP di Wilayah Surakarta dan Yogykarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 : Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang : Kuesioner : Hasil Uji Deskriptif : Hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai saran dalam pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Profesionalisme Auditor Dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: Batubara (2008) melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut 6 BAB II LANDASAN TEORI A. AUDITING 1. Definisi Auditing Kata auditing diambil dari bahasa latin yaitu Audire yang berarti mendengar dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pemeriksaan akuntan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, audit terhadap laporan keuangan sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan laporan keuangan selain digunakan untuk memberikan informasi tentang keadaan

Lebih terperinci

Kompetensi Pemeriksa Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Pemeriksa Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

Kompetensi Pemeriksa Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Pemeriksa Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu Kompetensi Pemeriksa Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Pemeriksa Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu tedi last 09/16 1. KOMPETENSI PEMERIKSA Pemeriksa secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.2,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.2, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat saat ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara para pelaku bisnis. Berbagai macam usaha untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan.

Lebih terperinci

STANDAR UMUM DAFTAR I SI. 201 Sifat Standar Umum Tanggal Berlaku Efektif 02

STANDAR UMUM DAFTAR I SI. 201 Sifat Standar Umum Tanggal Berlaku Efektif 02 Daftar Isi Standar Umum SA Seksi 200 STANDAR UMUM Sifat standar umum; pelatihan dan keahlian auditor; independensi; penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama dalam pelaksanaan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan tidak memihak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan (principal) dan manajer (agent). Menurut Einsenhardt (1989) teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan (principal) dan manajer (agent). Menurut Einsenhardt (1989) teori BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang jauh dari aktivitas moral, bahkan ada anggapan bahwa dunia

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang jauh dari aktivitas moral, bahkan ada anggapan bahwa dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Praktek-praktek dalam dunia bisnis seringkali dianggap sudah menyimpang jauh dari aktivitas moral, bahkan ada anggapan bahwa dunia bisnis merupakan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

BAB I PENDAHULAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Auditing didefinisikan sebagai suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

Lebih terperinci

PROFESIONALISME AUDITOR EKTERNAL TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS UNTUK TUJUAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN KLIEN

PROFESIONALISME AUDITOR EKTERNAL TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS UNTUK TUJUAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN KLIEN PROFESIONALISME AUDITOR EKTERNAL TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS UNTUK TUJUAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN KLIEN (Studi Empiris Pada KAP Di Wilayah Surabaya Pusat Dan Timur) SKRIPSI Diajukan Oleh

Lebih terperinci

DAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK by Ely Suhayati SE MSi Ak Ari Bramasto SE Msi Ak

DAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK by Ely Suhayati SE MSi Ak Ari Bramasto SE Msi Ak STANDAR AUDITING DAN KODE ETIK AKUNTAN PUBLIK by Ely Suhayati SE MSi Ak Ari Bramasto SE Msi Ak Standar Profesional Akuntan Publik merupakan standar auditing yang menjadi kriteria atau pedoman kerja minimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun. Masyarakat menjadi bertanya-tanya mengenai

Lebih terperinci

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga STANDAR AUDITING SA Seksi 200 : Standar Umum SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga SA Seksi 500 : Standar Pelaporan Keempat STANDAR UMUM 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Belakangan ini profesi akuntan publik menjadi bagian dari sorotan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Belakangan ini profesi akuntan publik menjadi bagian dari sorotan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belakangan ini profesi akuntan publik menjadi bagian dari sorotan banyak pihak. Banyak berita yang mengungkap bahwa akuntan publik dianggap memiliki konstribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari klien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntan publik diperlukan untuk dapat memberikan penilaian atas kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan informasi yang menyesatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), profesi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), profesi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), profesi akuntan publik memegang peranan yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan para pemegang saham, investor,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Auditing 1. Definisi Auditing Kata auditing diambil dari bahasa latin yaitu Audit yang berarti mendengar dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pemeriksaan akuntan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, profesi akuntan publik menjadi sorotan dan perhatian di masyarakat. Profesi ini memang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, profesi akuntan publik menjadi sorotan dan perhatian di masyarakat. Profesi ini memang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, profesi akuntan publik menjadi sorotan dan perhatian di masyarakat. Profesi ini memang merupakan salah satu profesi yang cukup menjanjikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Auditing a. Pengertian Auditing Auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan diantara para pelaku bisnis. Berbagai usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. persaingan diantara para pelaku bisnis. Berbagai usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat sekarang ini dapat memicu persaingan diantara para pelaku bisnis. Berbagai usaha untuk meningkatkan pendapatan dan

Lebih terperinci

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA 40 4. Standar pelaporan Ke-4: Tujuan standar pelaporan adalah untuk mencegah salah tafsir tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan keuangan: 01. Seorang akuntan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai sejauh mana kriteria audit dipenuhi (SNI ). Perusahaan harus

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai sejauh mana kriteria audit dipenuhi (SNI ). Perusahaan harus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Audit merupakan proses yang sistematik, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai sejauh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kualitas Pelaksanaan Audit Internal Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, terutama bagi perusahaan yang berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas yang bersifat terbuka. Audit laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. independen maka hasil pemeriksaan akan lebih akurat. kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. independen maka hasil pemeriksaan akan lebih akurat. kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi perkembangan dunia usaha yang sangat pesat para pelaku bisnis dituntut untuk lebih transparan dalam mengolah laporan keuangan usahanya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan agent untuk memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan agent untuk memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Jensen & Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meluasnya kebutuhan jasa professional akuntan publik sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meluasnya kebutuhan jasa professional akuntan publik sebagai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin meluasnya kebutuhan jasa professional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menurut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerja agar dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kualitas Audit Sebagaimana dijelaskan oleh De Angelo (dalam Mulyadi, 2009), bahwa kualitas audit adalah probabilitas di mana seorang auditor menemukan dan

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat.

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat. Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang dilakukan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bertugas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Keagenan (agency theory) Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng (1978) dalam Kharismatuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi akuntansi merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Informasi akuntansi tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan pemilik serta entitas lain dalam kontrak (misal

Lebih terperinci

BAB II A. PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA

BAB II A. PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA BAB II A. PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA Kajian Pustaka 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) adalah teori yang menjelaskan konflik yang terjadi antara pihak manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai auditor eksternal. Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan ke dalam

Lebih terperinci

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan )

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan ) PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan ) Piagam Audit Internal ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 56/POJK.04/2015 Tahun 2015 tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantara pelaku bisnis semakin meningkat. Para pelaku bisnis melakukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. diantara pelaku bisnis semakin meningkat. Para pelaku bisnis melakukan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan semakin pesatnya dunia usaha sekarang ini, maka persaingan diantara pelaku bisnis semakin meningkat. Para pelaku bisnis melakukan berbagai usaha agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan dari semua perusahaan yang sahamnya diperdagangakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan meningkatnya pertumbuhan perusahaan dalam bentuk badan hukum di Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. audit tersebut dinyatakan dalam paragraf pendapat dalam laporan audit. Opini

BAB I PENDAHULUAN. audit tersebut dinyatakan dalam paragraf pendapat dalam laporan audit. Opini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat saat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Akuntan Publik atas auditor internal di sebuah perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Akuntan Publik atas auditor internal di sebuah perusahaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi auditor mengalami banayak kemajuan dan mulai banyak dibutuhkan baik di instansi pemerintah maupun di sektor swasta di Indonesia. Auditor di instansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan ekonomi, yang dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir, permasalahan hukum terutama berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan segala praktiknya seperti penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas yang dapat menjamin bahwa laporan (informasi) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas yang dapat menjamin bahwa laporan (informasi) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Opini auditor merupakan sumber informasi bagi pihak di luar perusahaan sebagai pedoman untuk pengambilan keputusan. Hanya auditor yang berkualitas yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri bergerak dengan cepat dan bervariasi yang membuat persaingan antar pengusaha semakin

Lebih terperinci

Makalah Kode Etik Akuntan Publik

Makalah Kode Etik Akuntan Publik Makalah Kode Etik Akuntan Publik 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Berbagai cara digunakan manajemen perusahaan, tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikelolanya. Berbagai cara digunakan manajemen perusahaan, tidak hanya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya usaha-usaha dalam berbagai bidang menimbulkan persaingan yang cukup ketat. Manajemen perusahaan bersaing merebut perhatian para investor agar

Lebih terperinci

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 :0: AM STANDAR AUDIT 0 Pengendalian mutu untuk audit atas laporan keuangan (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sebagai auditor eksternal (Kurniawanda, 2013). laporan disetiap kali melakukan audit. Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sebagai auditor eksternal (Kurniawanda, 2013). laporan disetiap kali melakukan audit. Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas Negara, kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipercaya tidak dapat dielakkan lagi. Eksternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada laporan keuangan perusahaan terutama yang berbentuk Perseroan Terbatas,

BAB I PENDAHULUAN. pada laporan keuangan perusahaan terutama yang berbentuk Perseroan Terbatas, BAB 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Auditor eksternal adalah seorang profesional auditor yang melakukan audit pada laporan keuangan perusahaan terutama yang berbentuk Perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang telah di

Lebih terperinci

Pengaruh Pengalaman Auditor Dan Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik

Pengaruh Pengalaman Auditor Dan Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Auditing 2015-12-11 Pengaruh Pengalaman Auditor Dan Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan Terhadap Pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka mewujudkan perekonomian yang modern, para pimpinan atau manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku bisnis maupun bagi para kalangan masyarakat yang bukan pelaku bisnis. Dunia bisnis

Lebih terperinci