Oleh: SETIYA PUTRI AMBARWATI K

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: SETIYA PUTRI AMBARWATI K"

Transkripsi

1 PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING) PADA MATA PELAJARAN EKONOMI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X AKSELERASI SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Oleh: SETIYA PUTRI AMBARWATI K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci perbaikan kualitas SDM sehingga perbaikan kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Kebijakan di bidang pendidikan harus melakukan terobosan secara konsisten dan berkelanjutan. Indonesia harus segera melakukan strategi baru dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan yang berkualitas sehingga diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia yang unggul, cerdas dan kompetitif. Perbaikan kualitas pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh oleh semua pihak baik pemerintah, guru, peserta didik, maupun orangtua siswa. Salah satu aspek yang mempengaruhi kualitas pendidikan adalah model pembelajaran. Model pembelajaran penting untuk diperhatikan karena dengan model pembelajaran yang tepat dapat membawa dampak positif dalam menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas dan hasil belajar yang optimal sehingga berujung pada perbaikan kualitas pendidikan yang lebih baik. Sejak Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) disahkan, secara otomatis peran guru harus berubah sesuai tuntutan kurikulum yang telah diberlakukan. Dalam pasal 20b disebutkan bahwa: Guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Berdasarkan pasal tersebut, guru perlu memiliki kreatifitas agar dapat membuat suasana kelas dan pembelajaran menjadi nyaman, menyenangkan, dan bermakna sehingga siswa merasa belajar merupakan sesuatu yang menarik dan ditunggu-tunggu. Pendidikan dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal di Indonesia dimulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. SMA Negeri 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah menengah atas negeri di Kota Surakarta yang memiliki prestasi yang baik. Sekolah ini mengajarkan dua bidang ilmu, yaitu Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu

3 Pengetahuan Sosial. Salah satu kompetensi dari Ilmu Sosial yang diberikan di Sekolah Menengah Atas adalah Ekonomi, yang diberikan di kelas X-RSBI, X- Aksel, XI Ilmu Sosial dan XII Ilmu Sosial. Ekonomi merupakan mata pelajaran inti sehingga siswa dituntut memiliki hasil belajar yang tinggi agar mampu bersaing untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Observasi peneliti menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri 1 Surakarta cenderung masih bersifat konvensional, guru memberi penjelasan dan siswa mencatat disertai tanya jawab seperlunya kemudian dilanjutkan dengan latihan soal atau tugas. Penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran masih sangat dominan. Penggunaan metode konvensional ini dapat menghambat daya kritis siswa karena segala informasi yang disampaikan guru biasanya diterima secara mentah tanpa dibedakan apakah informasi itu salah atau benar, dipahami atau tidak. Dengan demikian, sulit bagi siswa untuk mengembangkan kreativitas yang dimilikinya secara optimal. Proses pembelajaran demikian membuat sebagian besar siswa kurang berminat dalam belajar ekonomi. Situasi dan kondisi pembelajaran tersebut berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar siswa yang rendah, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Rata-rata Nilai Ujian Semester 1 Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X Akselerasi Rata-rata Nilai Ujian Semester 1 No. Kelas Mata Pelajaran Ekonomi 1. X Aksel X Aksel 2 64 Sumber: Data Primer SMA Negeri 1 Surakarta TP 2009/2010 Berdasarkan data di atas, peneliti menetapkan kelas X Aksel 2 sebagai subjek penelitian karena di kelas tersebut terdapat masalah mengenai hasil belajar siswa. Batas nilai ketuntasan di SMA Negeri 1 Surakarta adalah 75 namun rata-rata nilai

4 Ujian Akhir Semester I mata pelajaran ekonomi siswa di kelas X Aksel 2 hanya 64. Siswa-siswi akselerasi adalah siswa-siswi luar biasa yang memiliki tingkat prestasi terbaik dari proses seleksi yang telah dilakukan namun siswa yang dinyatakan tidak tuntas dalam Ujian Akhir Semester di kelas tersebut berjumlah 16 siswa dari 28 siswa atau jika diprosentasekan sebesar 57,14%. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas X Aksel 2 mengenai pembelajaran ekonomi pada kelas mereka dapat disimpulkan bahwa adanya permasalahan hasil belajar tersebut disebabkan oleh: 1. Berdasarkan substansi materi, ekonomi merupakan pelajaran yang lebih didominasi oleh materi yang sifatnya hafalan. Jika model pembelajaran yang diterapkan bersifat konvensional akan menjadikan siswa hanya sebagai mesin penghafal yang masa pengingatnya bersifat jangka pendek. Padahal hasil akhir dari pembelajaran yang diharapkan adalah siswa tidak hanya hafal akan materi yang disampaikan namun siswa dapat memahaminya secara menyeluruh. Oleh karena itu, untuk membentuk pemahaman yang sifatnya jangka panjang diperlukan pembelajaran yang bermakna sehingga mengena pada diri masing-masing siswa. 2. Kurangnya perhatian guru dalam meningkatkan kerja sama antar siswa dalam proses pembelajaran, terutama dalam melatih keterampilan proses pembelajaran, sehingga siswa masih bersifat individual dalam belajar. 3. Penyediaan fasilitas pembelajaran berupa sarana dan prasarana pada sekolah ini sudah sangat baik. Hal ini terlihat dari tersedianya AC, komputer, dan LCD yang ada pada masing-masing kelas sehingga harapannya kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar dan memperoleh hasil yang optimal. Pada kenyataannya guru belum menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia dengan optimal, hal ini terbukti dengan sistem pembelajaran yang diterapkan belum menggunakan komputer dan LCD sebagai alat bantu pengembangan pembelajaran. Banyak model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, misalnya model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, dan model

5 pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Adanya permasalahan hasil belajar tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan standar kompetensi dan efektif untuk proses pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, salah satu model yang tepat untuk diterapkan adalah model Quantum Learning. Model Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang membuat proses belajar menjadi sederhana (simple), menyenangkan (fun), dan efektif. Model pembelajaran ini diharapkan dapat melahirkan siswa-siswa yang tidak hanya memiliki keterampilan akademis, tetapi juga memiliki ketrampilan hidup (life skill). Kelas diibaratkan sebagai sebuah konser musik yang menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah, dengan sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling (ruang kelas) dengan berbagai poster, dan melibatkan peran aktif seluruh siswa. Seperti sebuah konser musik, semua siswa harus memainkan perannya masing-masing dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat mengingat materi pelajaran yang diberikan dalam waktu yang lama (ingatan jangka panjang) dengan menggunakan berbagai asosiasi, mengetahui berbagai keterkaitan dan memahami konsepnya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran harus menciptakan lingkungan belajar yang mendorong seoptimal mungkin berkembangnya potensi diri. Kelas harus mempresentasikan masyarakat kecil, di mana siswa berinteraksi. Bentuk-bentuk kegiatan belajar kolaboratif, bekerja dengan kelompok (team) dalam melakukan eksplorasi alam, inkuiri dan tugas-tugas proyek berbasis masalah, merupakan aktivitas belajar yang dapat menghidupkan kelas dan memberi kontribusi terhadap pembentukan kepribadian anak secara utuh. Pembelajaran ekonomi akan lebih menarik jika disajikan dalam suatu bentuk pembelajaran interaktif yang menyenangkan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya adalah dengan model Quantum Learning yang menggunakan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) agar dalam mempelajari materi, siswa tidak terpaku pada hafalan yang sifatnya sesaat. Dengan variasi simbol, warna, dan bentuk yang ada pada peta pikiran (mind mapping) diharapkan

6 siswa dapat lebih mudah mengingat dan memahami materi sehingga pembelajaran bermakna dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan Model Quantum Learning dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) pada Mata Pelajaran Ekonomi sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X Akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Belum diterapkannya beberapa model pembelajaran yang dapat mempermudah pemahaman siswa terhadap materi melalui kegiatan yang menarik dan dapat meningkatkan konsentrasi siswa. 2. Guru masih dominan dalam pembelajaran karena masih menerapkan model pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) dari pada berpusat pada siswa (student centered). 3. Proses pembelajaran yang diterapkan belum menggunakan sarana dan prasarana secara optimal. 4. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan, padahal penerapan metode pembelajaran konvensional kurang efektif dalam kegiatan belajar mengajar. C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah perlu dilakukan guna memperoleh kedalaman kajian untuk menghindari perluasan masalah. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X Aksel 2 SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Objek dari penelitian ini meliputi: 1. Model pembelajaran yang digunakan adalah Model Quantum Learning dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping). 2. Hasil belajar siswa yaitu berkenaan dengan nilai kognitif mata pelajaran ekonomi yang dicapai siswa melalui tes hasil belajar formatif.

7 D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) pada mata pelajaran ekonomi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta?. Definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model Quantum Learning merupakan kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. 2. Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) merupakan metode pembelajaran yang memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. 3. Hasil belajar merupakan salah satu indikator siswa dalam menguasai dan memahami pelajaran yang dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psikomotoris namun ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pengajaran. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian disini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah di atas. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) pada mata pelajaran ekonomi kelas X Akselerasi SMA Negeri 1 Surakarta.

8 F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian yang dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut. b. Memberikan manfaat untuk mendukung teori-teori di bidang pendidikan tentang penggunaan model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping). 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa : Siswa termotivasi sehingga senang belajar Ilmu Pengetahuan Sosial, khususnya mata pelajaran Ekonomi dan dapat memperoleh pengalaman belajar. b. Bagi Guru Memberikan masukan bagi guru untuk menerapkan model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) dalam proses belajar mengajar di kelas sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa. c. Bagi Sekolah 1) Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merealisasikan tujuan pembelajaran bagi siswa dan juga sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan selanjutnya. 2) Memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran. d. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang penggunaan model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) serta

9 pengaruh dan perkembangan siswa setelah penggunaan model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping). BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Ilmu pengetahuan yang ada sekarang tidak lepas dari pengetahuan yang ada sebelumnya. Penelitian ilmiah pada hakikatnya merupakan alat untuk mendapatkan pengetahuan baru ataupun menguji pengetahuan yang telah ada. Agar dapat diketahui bagaimana hubungan dan dimana posisi pengetahuan yang diperoleh dari penelitian, dalam kaitannya dengan pengetahuan yang telah ada, perlu dilakukan kajian terhadap bahan pustaka yang relevan dengan topik masalah. 1. Hakikat Model Quantum Learning a. Definisi Model Pembelajaran Winataputra dalam Sugiyanto (2008: 7) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pencanang pembelajaran dan para pengajar dalam mencanangkan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. b. Jenis-jenis Model Pembelajaran Sugiyanto (2008: 7-15) mengemukakan bahwa ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha

10 mengoptimalkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut antara lain terdiri dari: 1) Model Pembelajaran Kontekstual Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pembelajaran ini juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika siswa belajar. 2) Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. 3) Model Pembelajaran Kuantum Model pembelajaran kuantum merupakan rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi yang jauh sebelumnya sudah ada. 4) Model Pembelajaran Terpadu Model pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik. Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan. 5) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning PBL) Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning PBL) merupakan pembelajaran yang mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa tetapi pada apa yang siswa pikirkan selama mereka mengerjakannya. Guru memfungsikan diri sebagai pembimbing dan

11 fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berfikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri. c. Model Quantum Learning Akhmad Sudrajat (2008: 1) mengemukakan, Quantum Learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Dalam Quantum Learning, beberapa teknik yang dipakai merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, teknik tersebut dikembangkan yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas. Bobby DePorter (2007: 14) mengatakan bahwa Quantum Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya sugesti (suggestology). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif ada beberapa teknik yang dapat digunakan seperti membuat siswa merasa nyaman berada di kelas, memperdengarkan musik-musik klasik yang dapat meningkatkan daya konsentrasi siswa, mendorong partisipasi siswa untuk lebih aktif, menempelkan poster besar yang berisi informasi pada dinding kelas, dan menyediakan guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran maupun sugesti. Prinsip sugesti (suggestology) hampir sama dengan proses pemercepatan belajar (accelerated learning), yaitu proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan diiringi dengan kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui percampuran antara unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam Quantum learning pemberian sugesti positif berupa penciptaan suasana belajar yang menyenangkan sangatlah diperlukan. Hal ini bertujuan agar dalam waktu yang relatif singkat proses pembelajaran yang

12 berlangsung dapat mencapai efektifitas belajar yang maksimal yang ditandai dengan perolehan hasil belajar yang baik. Menurut Bobby DePorter (2007: 16), Quantum Learning sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Mereka menganggap kekuatan energi sebagai bagian penting dari setiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc 2, dimana: E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar mengajar, dan semangat), m = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, dan fisik), dan c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas). Berdasarkan persamaan ini dapat diketahui bahwa interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar terhadap efektivitas dan antusiasme belajar para peserta didik (Falah Yunus, 2009: 1). Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Learning menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Bobby DePorter (2007: 6) mengatakan bahwa Quantum Learning bersandar pada konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Learning tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar. Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan pegangan dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan (Bobby DePorter, 2007: 14-16).

13 Dengan Quantum Learning kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak, yaitu otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Eksperimen terhadap dua belahan otak tersebut telah menunjukkan bahwa masing-masing belahan bertanggung jawab terhadap cara berfikir, dan masing-masing mempunyai spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada beberapa pesilangan dan interaksi antara kedua sisi. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasioanal. Walaupun berdasarkaan realitas, otak kiri mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berfikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur seperti ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Cara berfikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berfikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal seperti perasaan, emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan, kesadaran spasial, pengenalan bentuk, pengenalan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas, dan visualisasi (Bobby DePorter, 2007: 36-38). Penggunaan kedua belahan otak sangat penting artinya sehingga orang yang memanfatkan kedua belahan otak ini cenderung seimbang dalam setiap aspek hidupnya. Sugiyanto (2008: 69) mengatakan bahwa beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif bukan fisika kuantum. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif bukan teori fisika kuantum. 2) Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistisempiris, hewan-istis, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal.

14 3) Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis, bukan positivistisempiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Oleh karena itu nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Pembelajaran kuantum menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran. 4) Pembelajaran kuantum berupaya memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan sebagai konteks pembelajaran. 5) Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. 6) Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. 7) Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran bukan keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedangkan keadaan yang dibuat-buat menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. 8) Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. 9) Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup.

15 10) Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal atau material. 11) Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran. 12) Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal. Bobby DePorter (2007: 7) mengatakan bahwa prinsip dari Quantum Learning terdiri dari: 1) Segalanya berbicara Lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran menyampaikan pesan tentang belajar. 2) Segalanya bertujuan Siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang diajarkan. 3) Pengalaman sebelum pemberian nama Pengalaman guru dan siswa akan diperoleh banyak konsep. 4) Akui setiap usaha Menghargai usaha siswa sekecil apa pun. 5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan Guru harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada proses pembelajaran, misalnya dengan memberi tepuk tangan dan berkata: bagus!, baik!, dll. Bobby DePorter (2007: 10) mengatakan bahwa kerangka rancangan belajar Quantum Learning yang diterapkan dikenal dengan istilah TANDUR yang meliputi: 1) TUMBUHKAN Tumbuhkan minat dengan memuaskan Apakah Manfaat BagiKu (AMBAK) dan manfaatkan kehidupan pelajar.

16 2) ALAMI Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. 3) NAMAI Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah masukan. 4) DEMONSTRASIKAN Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. 5) ULANGI Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan Aku tahu dan memang tahu ini. 6) RAYAKAN Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Bobby DePorter (2007: 64-78) mengatakan bahwa metode dan strategi mengajar yang mengacu pada Quantum Learning meliputi: 1) Buat suasana kelas yang bisa membawa kegembiraan yang diatur berdasarkan kesepakatan kelas, seperti : a) Pengaturan meja dan kursi, tanaman, hiasan lain yang mendukung proses belajar. b) Pengecatan meja kursi yang yang menjadi keinginan dan kebanggaan kelas. c) Ruangan kelas dihiasi dengan poster. 2) Pemberian musik klasik dalam kegiatan belajar mengajar. Musik dapat merangsang otak kiri dan kanan untuk berpikir dan berinspirasi. Musik juga dapat sebagai perangsang untuk meningkatkan produktivitas seseorang. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Disamping itu kebanyakan siswa suka musik. Musik yang disarankan disini adalah musik klasik dan instrumental. Namun bisa diselingi jenis musik lain untuk bersenangsenang dan jeda dalam pembelajaran.

17 3) Pengalaman belajar hendaknya menggunakan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran. Siswa belajar : 10% dari apa yang dibaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang di lihat dan dengar, 70% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan lakukan (Vernon A. Magnessen, 1983). Ini menunjukkan guru mengajar dengan ceramah, maka siswa akan mengingat dan menguasai hanya 20% karena siswa hanya mendengarkan. Sebaliknya jika guru meminta siswa untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya maka akan mengingat dan menguasai sebanyak 90%. 4) Guru harus selalu menghargai setiap usaha dan hasil kerja siswa serta memberikan stimulus yang mendorong siswa untuk berbuat dan berpikir sambil menghasilkan karya dan pikiran kreatif. Ini memungkinkan siswa menjadi pembelajar seumur hidup. Untuk itu guru bisa menggunakan berbagai metode dan pengalaman belajar melalui contoh yang konstekstual. Setiap kesuksesan dalam belajar siswa layak untuk dirayakan 5) Suasana belajar siswa, guru dapat mengarahkan kearah ke ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Suasana belajar juga melibatkan mental, fisik, emosi sosial siswa secara aktif supaya memberi peluang siswa untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran. Pada proses pembelajaran unsur-unsur yang terdiri dari suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian dan fasilitasi harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan kesuksesan belajar siswa. Bobby DePorter (2007: 14) mengatakan bahwa konteks menata panggung belajar yang baik mempunyai empat aspek yang meliputi: 1) Suasana Suasana kelas mencakup bahasa yang dipilih, cara menjalin simpati dengan siswa, dan sikap guru terhadap sekolah serta belajar. Suasana yang penuh kegembiraan akan membawa kegembiraan pula dalam belajar. 2) Landasan

18 Kerangka kerja yang terdiri dari tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar. 3) Lingkungan Adalah cara guru menata ruang kelas meliputi pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua hal yang mendukung proses belajar. 4) Rancangan. Penciptaan terarah unsur-unsur penting yang dapat menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar-menukar informasi. Bobby DePorter (2007: 115) mengatakan bahwa guru sebagai Quantum Teacher mempunyai ciri-ciri dalam berkomunikasi sebagai berikut: 1) Antusias : menampilkan semangat untuk hidup 2) Berwibawa : menggerakkan orang 3) Positif : melihat peluang dalam setiap saat 4) Supel : mudah menjalin hubungan dengan beragam siswa 5) Humoris : berhati lapang untuk menerima kesalahan 6) Luwes : menemukan lebih dari satu untuk mencapai hasil 7) Menerima :mencari di balik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti 8) Fasih : berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur 9) Tulus : memiliki niat dan motivasi positif 10) Spontan : dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil 11) Menarik dan tertarik : mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan peduli akan diri siswa 12) Menganggap siswa mampu : percaya akan keberhasilan siswa 13) Menetapkan dan memelihara harapan tinggi : membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu setiap siswa untuk berusaha sebaik mungkin. Dalam melakukan penilaian guru harus berorientasi pada :

19 1) Acuan/patokan. Semua kompetensi perlu dinilai sesuai dengan acuan kriteria berdasarkan indikator hasil belajar 2) Ketuntasan Belajar. Ketuntasan belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawakan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi berikutnya 3) Metode penilaian dengan menggunkan variasi, antara lain : a) Tes Terulis : pertanyaan-pertanyaan tertulis b) Observasi : pengamatan kegiatan praktik c) Wawancara : pertanyaan-pertanyaan langsung tatap muka d) Portofolio : Pengamatan melalui bukti-bukti hasil belajar e) Demonstrasi : Pengamatan langsung kegiatan praktik/pekerjaan yang sebenarnya (Falah Yunus, 2009: 1). d. Pembelajaran Model Quantum Learning dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) Mencatat merupakan salah satu aktivitas dalam proses belajar yang bertujuan untuk menambah ingatan dan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Aktivitas mencatat yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan catatan tradisional atau catatan linear. Catatan tradisional berbentuk tulisan-tulisan, menggunakan satu warna tinta, dan menyita banyak waktu sehingga manfaatnya dirasa kurang efektif dan membosankan. Metode mencatat yang baik harus membantu mengingat perkataan dan bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi, dan memberikan wawasan baru. Oleh karena itu, untuk mempermudah proses pembelajaran diperlukan cara mencatat yang efektif, salah satunya yaitu dengan menggunakan peta pikiran (mind mapping). Tony Buzan dalam Wiwin Yuni Lestari (2009: 27) mengemukakan, Mind Mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi keluar dari otak. Menurut Bobby DePorter

20 (2007: 153), Peta pikiran adalah teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Sedangkan menurut Teti Rostikawati (2009: 5), Peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa peta pikiran merupakan metode pembelajaran yang memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima. Aktivitas mencatat dengan menggunakan peta pikiran merupakan latihan yang dapat mengoptimalkan fungsi belahan otak kiri dan otak kanan sehingga sangat membantu siswa dalam memahami masalah dengan cepat dan tepat karena telah terpetakan. Teknik mencatat dengan menggunakan peta pikiran perlu untuk diterapkan karena banyaknya manfaat yang diperoleh seperti fleksibel, memusatkan perhatian, meningkatkan pemahaman, dan menyenangkan (Bobby DePorter, 2007: 173). Menurut Bobby DePorter (2007: 156) langkah-langkah teknis penggunaan peta pikiran terdiri dari: 1) Mulai dengan menuliskan topik pada bagian tengah halaman Tulis gagasan utama pada bagian tengah halaman kertas dan lingkupi dengan lingkaran, persegi atau bentuk lain. Hal ini sebagai pendorong untuk mendefinisikan gagasan inti subjek yang dipelajari sebagai titik awal pembelajaran yang efektif. Tema pokok inti dibuat dengan ukuran cukup kecil sehingga tersedia ruang untuk memperlihatkan dengan jelas sub-sub tema di sekelilingnya. Sub-sub tema tersebut dapat dihubungkan dengan tema pokok dengan menggunakan garis. 2) Buatlah cabang-cabangnya Tambahkan cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap point atau gagasan utamanya. Berpijak pada tema pokok buatlah cabangnya ke semua arah. Jumlah cabangnya bervariasi tergantung jumlah segmennya.

21 Namun batasilah cabang utama antara lima sampai tujuh cabang dan jangan terlalu banyak. 3) Gunakan kata-kata kunci Tuliskan kata kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk lebih rinci. Kata kunci adalah kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan dan memudahkan memicu ingatan kita. Sasaran peta pikiran adalah hanya menangkap fakta-fakta penting sehingga ketika ditinjau ulang akan memicu ingatan terhadap semua subjek pelajaran. Gunakan kata kerja atau kata benda kunci dengan huruf kapital tebal. 4) Tambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik 5) Gunakan huruf kapital Tulis dan ketik secara rapi dengan menggunakan huruf kapital. 6) Tuliskan gagasan-gagasan penting dengan huruf-huruf yang lebih besar Tulisan dengan huruf besar sehingga dapat membedakan konsep yang lebih penting. 7) Hidupkan peta pikiran dengan hal-hak yang menarik Gambarkan peta pikiran dengan hal-hal yang berhubungan dengan diri kita sesuai dengan selera. 8) Garis bawahi kata-kata itu dan gunakan huruf tebal 9) Bersikap kreatif dan berani Lakukan sendiri dan jangan takut salah atau jelek. Gunakan sebanyak mungkin gambar yang memang membantu pemahaman. 10) Gunakan bentuk-bentuk acak untuk menunjukkan gagasan-gagasan. 11) Buatlah peta pikiran secara horizontal agar dapat memperbesar ruang bagi setiap gagasan. Penerapan awal model Quantum Learning dengan metode Peta Pikiran (Mind Mapping) perlu dilakukan secara kelompok. Dalam kelompok siswa dapat berdiskusi dengan teman yang lain agar hasilnya lebih maksimal karena hasil dari pemikiran banyak orang. Pembuatan peta pikiran secara kelompok pun bertujuan untuk melatih kebiasaan pada diri masing-masing siswa. Setelah

22 terbiasa, harapannya siswa dapat membuat peta pikiran untuk mencatat materi secara mandiri. Menurut Sugiyanto (2008: 93), langkah-langkah pembelajaran penggunaan peta pikiran secara klasikal terdiri dari: 1) Guru melakukan apersepsi dengan pertanyaan pada materi yang sedang dipelajari. 2) Sajikan gambar/cd tentang materi yang sedang dipelajari. 3) Gunakan pertanyaan tentang dimensi-dimensi atau cakupan materi. 4) Seraya bertanya guru mencoba mentransfer jawaban siswa dalam bentuk peta pikiran. 5) Perbaiki peta pikiran yang belum terstruktur menjadi terstruktur. 6) Setelah gambar peta pikiran jadi di papan tulis, guru meminta siswa untuk membuat peta pikiran secara berkelompok berdasarkan sub-sub materi yang ada atau menurut apa yang dipikirkan siswa tentang materi yang sedang dipelajari. 7) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kemudian siswa kerja kelompok untuk membuat peta pikiran. Untuk ini perlu diberikan batasan waktu misal menit. Jika siswa sudah terbiasa membuat peta pikiran siswa dapat ditugaskan secara individual atau kelompok kecil per dua orang. 8) Selama siswa menyusun peta pikiran guru keliling untuk memberikan penjelasan jika ada kelompok yang bertanya. 9) Guru meminta siswa untuk membuat matrik peta pikiran, pengelompokan, dan atributnya. 10) Setelah selesai wakil-wakil kelompok diminta maju untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya. Sementara itu kelompok lain diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan dan masukan. 11) Jika diperlukan guru perlu memberikan penjelasan terhadap materi yang belum dapat dipahami siswa. 12) Berikan masukan terhadap hasil pekerjaan siswa. 13) Lakukan postest tentang peta pikiran yang dikuasai.

23 14) Berikan siswa untuk memberikan masukan terhadap cara pembelajaran yang dilakukan guru sebagai evaluasi untuk pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan peta pikiran (mind mapping). 2. Hakikat Hasil Belajar a. Definisi Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar karena merupakan petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Sebagai cara untuk menilai kemampuan individual, diwujudkan dalam bentuk nilai yang diberikan kepada siswa berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2004: 102), hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Di sekolah, hasil belajar dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut di sekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf A, B, C, D pada pendidikan tinggi. Nana Sudjana (2009: 3) mengungkapkan Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan pola

24 hidup. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek, yaitu gerakan terbiasa, kesiapan, persepsi, penyesuaian pola gerakan, gerakan kompleks, dan kreativitas. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam penelitian ini, peneliti fokus pada hasil belajar kognitif siswa yang diperoleh melalui tes hasil belajar formatif. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Slameto (2003: 54) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar digolongkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. 1) Faktor-faktor internal a) Faktor jasmaniah (1) Faktor kesehatan (2) Cacat tubuh b) Psikologis (1) Intelegensi (2) Perhatian (3) Minat (4) Bakat (5) Motif (6) Kematangan (7) Kesiapan c) Faktor kelelahan 2) Faktor-faktor eksternal a) Faktor keluarga (1) Tingkat pendidikan orang tua (2) Hubungan antara anggota keluarga (3) Penyediaan fasilitas belajar (4) Keadaan ekonomi keluarga b) Faktor sekolah c) Faktor masyarakat

25 Ngalim Purwanto (2002: 106) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah: 1) Faktor yang ada pada diri orang itu sendiri yang disebut faktor individual, meliputi: a) faktor pertumbuhan b) kecerdasan c) latihan d) motivasi e) faktor pribadi 2) Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial, meliputi: a) faktor keluarga b) guru c) alat mengajar d) lingkungan dan kesempatan e) motivasi Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa di dalam melaksanakan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari luar. Faktor-faktor yang menyangkut keadaan diri siswa baik keadaan fisik maupun psikologis serta keadaan yang berada di luar diri siswa seperti lingkungan, sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai. c. Fungsi Hasil Belajar Penyelenggaraan penilaian hasil belajar yang bertujuan mengidentifikasi hasil belajar siswa tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler serta tujuan pengajaran, materi pengajaran dan metode pengajaran serta sumber-sumber lain. Melalui evaluasi tersebut akan diperoleh informasi tentang hasil belajar yang secara tidak langsung dapat berfungsi sebagai indikator tentang baik buruknya konseptualisasi dan operasionalisasi komponen-komponen pengajaran menjadi sistem pengajaran, yang proses kegiatannya merupakan upaya untuk mewujudkan kurikulum. Menurut Waridjan (1991: 4) pemanfaatan informasi tentang hasil belajar siswa sebagai berikut:

26 1) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat mendesain program pengajaran yang apabila dilaksanakan akan mengisi selisih antara apa yang telah dicapai oleh siswa dengan apa yang dikehendaki oleh tujuan pengajaran. 2) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dari waktu ke waktu, proses kemajuan dan kemunduran belajar siswa dapat diikuti dengan tujuan untuk memberikan motivasi belajar. 3) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dan konselor pengajaran dapat mendiagnosis kesulitan belajar siswa dalam rangka memberikan bimbingan dan konseling pengajaran. 4) Dengan mengetahui hasil belajar siswa dapat diramalkan keberhasilan belajar siswa di masa depan. 5) Dengan mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat menetapkan siswa dalam kualifikasi tertentu (lulus dan tidak lulus atau tuntas dan tidak tuntas), menetapkan peringkat siswa dalam prestasi belajar siswa (rangking atau kelompok kurang pandai) serta menyeleksi siswa untuk tujuan-tujuan tertentu (memenuhi syarat atau tidak). 6) Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa termotivasi untuk belajar secara lebih bersemangat, tekun dan teliti. d. Evaluasi Hasil Belajar Usaha untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dapat dilakukan melalui evaluasi. Menurut Slameto (2001: 15-16) evaluasi dapat berfungsi untuk: 1) Mengetahui kemajuan kemampuan belajar siswa. 2) Mengetahui status akademis seorang siswa dalam kelompok atau kelasnya. 3) Mengetahui penguasaan, kekuatan, dan kelemahan seoarang siswa atas suatu unit pelajaran. 4) Mengetahui efesiensi metode mengajar yang digunakan guru.

27 5) Menunjang pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah yang bersangkutan. 6) Memberi laporan kepada siswa dan orang tua siswa. 7) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan promosi siswa. 8) Hasil evalusai dapat digunakan keperluan pengurusan. 9) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan perencanaan pendidikan. 10) Memberi informasi kepada masyarakat yang memerlukan. 11) Merupakan bahan masukan bagi siswa, guru, dan program pengajaran. 12) Sebagai alat motivasi belajar mangajar. Tujuan evaluasi hasil belajar dapat terwujud sesuai dengan prinsipprinsip yang mendasari serta syarat-syarat yang diperlukan. Pelaksanaannya perlu menyesuaikan prosedurnya dengan menggunakan teknik yang cocok menurut jenis yang diperlukan. Materi yang disampaikan guru telah dapat dikuasai dengan baik oleh siswa dapat diketahui dengan melihat hasil belajarnya yang diambil melalui tes hasil belajar. Menurut Ngalim Purwanto (2006: 33), Tes hasil belajar atau achievement test adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Slameto (2001: 30), Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes hasil belajar adalah teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam menjawab dan menyelesaikan pertanyaan yang berkaitan dengan sesuatu yang dipelajarinya. Menurut Anas Sudijono (2005: 68-91) teknik penilaian hasil belajar dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Teknik Tes Tes adalah cara yang dapat dipergunakan atau prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan,

28 yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee; nilai mana yang dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Jenis-jenis tes sebagai berikut: a) Menurut fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik (1) Tes seleksi, sering dikenal dengan istilah ujian saringan masuk atau ujian masuk. (2) Tes awal, sering dikenal dengan istilah pre-test yaitu tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. (3) Tes akhir, sering dikenal denga istilah pos-test yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaikbaiknya oleh para peserta didik. (4) Tes diagnostik, yaitu tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. (5) Tes formatif, yaitu tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik telah terbentuk (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. (6) Tes sumatif, yaitu tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. b) Menurut aspek psikis yang ingin diungkap (1) Tes intelegensi, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.

29 (2) Tes kemampuan, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee. (3) Tes sikap, yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadapa dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu. (4) Tes kepribadian, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersisfat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan, dll. (5) Tes hasil belajar, yaitu tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar. c) Menurut banyaknya orang yang mengikuti tes (1) Tes individual, yaitu tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja. (2) Tes kelompok, yaitu tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee. d) Menurut waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes (1) Power test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaiakan tes tersebut tidak dibatasi (2) Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi. e) Menurut bentuk respon (1) Verbal test, yaitu suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis. (2) Nonverbal test, yaitu tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku. f) Menurut cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawaban

30 (1) Tes tertulis, yaitu jenis tes dimana tester dalam mengajukan butirbutir pertanyaan atau soal dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawaban secar tertulis. (2) Tes lisan, yaitu tes dimana tester di dalam mengajukan pertanyaanpertanyaan atau soal dilakukan secara lisan, dan testee memberikan jawaban secara lisan pula. 2) Teknik Non Tes Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar tidaklah selalu dapat diukur dengan alat tes sebab masih banyak aspek kemampuan siswa yang sukar diukur secara kuantitatif dan objektif, misalnya aspek afektif dan psikomotor yang mencakup sifat, sikap, kerajinan, kejujuran, tanggung jawab, kerja sama, dan lain-lain. Untuk mengukur kedua aspek itu perlu alat penilaian yang sesuai dan memenuhi syarat. Alat khusus untuk melaksanakan teknik non tes ini dapat dilakukan melalui: a) Observasi Observasi merupakan cara menghimpun data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. b) Wawancara Wawancara adalah cara menghimpun data yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. c) Angket Angket adalah cara pengumpulan data berupa penghimpunan jawaban dari responden melalui lembar observasi yang diberikan. d) Pemeriksaan dokumen Pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen dapat dilakukan untuk evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan peserta didik. B. Penelitian yang Relevan

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan secara makro menurut Sumaatmadja (1997:56) merupakan proses yang dialami oleh tiap orang mulai dari masa anak-anak sampai menjadi dewasa. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Hakikat IPA IPA merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi tantangantantangan yang harus dijawab

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Model Quantum Teaching Quantum memiliki arti interaksi yang mengubah energi cahaya. Quantum Teaching adalah penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan segala usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dan bertujuan mengubah tingkah laku manusia kearah yang lebih baik dan sesuai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia, karena dengan pendidikan manusia akan berdaya dan berkarya sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pembicaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bersifat sangat penting demi terwujudnya kehidupan pribadi yang mandiri dengan taraf hidup yang lebih baik. Sebagaimana pengertiannya menurut Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar. 1

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan siswa setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau kualitas pendidikan yang masih rendah. Rendahnya kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN BIOLOGI KELAS VII-A SMP NEGERI 1 GESI TAHUN AJARAN 2007/2008 SKRIPSI OLEH : NANIK SISWIDYAWATI X4304016 FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. bantuan catatan. Pemetaan pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mind Map Mind map atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Secara psikologis belajar adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mind Map Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sekolah memiliki peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan sekolah merupakan suatu proses yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kemajuan suatu bangsa banyak ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Piaget Menurut Jean Piaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, opersional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.) 1. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENDIDIKAN IPS DI SMP 1.1. Latar Belakang Pembelajaran Kontekstual Ada kecenderungan dewasa ini utnuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Menurut Arends (1997) model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan guna meningkatkan pendidikan yang didalamnya terdapat interaksi antara pendidik dan anak didik. Menurut

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING Pedagogy Volume 2 Nomor 1 ISSN 252-382 PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING Irfawandi Samad 1 Progam Studi Pendidikan Matematika 1, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

Hakikat dan Penerapan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran di SD/MI

Hakikat dan Penerapan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran di SD/MI Oman Farhurohman 35 Hakikat dan Penerapan Model Mind Mapping dalam Pembelajaran di SD/MI Oleh: Oman Farhurohman 1 Abstrak Upaya dalam mengoptimalkan hasil pembelajaran, seyogyanya ketika proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa (Student Work Sheet) adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu cara untuk membenahi dan meningkatkan kemampuan berpikir seseorang. Namun pendidikan tidak hanya dimaksudkan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk mengikuti perkembangan zaman. Pembelajaran memiliki peran serta mendidik siswa agar menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Pendidikan sebagai

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

IMPLEMENTASI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA IMPLEMENTASI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA Skripsi Oleh : KUNCORO PUTRI NIM : K 4303035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika Belajar merupakan proses perubahan dari hasil interaksi dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan spiritual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Asmani (2012:17) merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Depdiknas (2004), model merupakan suatu konsep untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Joyce & Weil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan dibutuhkan dalam masa pembangunan yang sedang berlangsung. Melalui pendidikan sekolah berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia diera global seperti saat ini menjadi kebutuhan yang amat menentukan bagi masa depan seseorang dalam kehidupannya, yang menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN SAINS DENGAN QUANTUM TEACHING M.Gade*

PENERAPAN PEMBELAJARAN SAINS DENGAN QUANTUM TEACHING M.Gade* PENERAPAN PEMBELAJARAN SAINS DENGAN QUANTUM TEACHING M.Gade* Abstrak Kegiatan pembelajaran quantum teaching dapat mewujudkan pembelajaran yang bervariasi terpusat pada peserta didik dan dapat dimaksimalkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi kemanusiaannya. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ekonomi sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ekonomi sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan pengetahuan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonomi sebagai salah satu disiplin ilmu merupakan pengetahuan yang amat penting terutama pada era global sekarang ini. Ekonomi perlu dipahami dan dikuasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 20 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pemahaman 1. Pengertian Pemahaman Pemahaman ini berasal dari kata Faham yang memiliki tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 Disini ada pengertian tentang pemahamn yaitu kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan merupakan salah satu dari aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peran guru yang sesungguhnya adalah membuat siswa mau dan tahu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peran guru yang sesungguhnya adalah membuat siswa mau dan tahu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran guru yang sesungguhnya adalah membuat siswa mau dan tahu bagaimana cara belajar. Bukan hanya memberi sebanyak mungkin informasi melainkan mencari cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam mewujudkan suatu negara yang maju, maka dari itu orang-orang yang ada di dalamnya baik pemerintah itu sendiri atau masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia agar dapat mengembangkan segala potensi diri melalui proses belajar atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, keberhasilan pendidikan sangat terpengaruh oleh proses pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus menjadi prioritas dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. harus menjadi prioritas dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia seutuhnya baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Djamarah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Quantum Teaching

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Quantum Teaching BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Quantum Teaching 1. Pengertian Quantum Teaching Abudin Nata (2002: 35), menjelaskan bahwa Quantum Teaching merangkaikan apa yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pematangan kualitas hidup seseorang. Tanpa pendidikan, seseorang diyakini tidak mampu menjadikan dirinya mempunyai kemampuan serta kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran Sejarah di SMA/MA adalah mata pelajaran yang mengkaji tentang perubahan dan perkembangan kehidupan masyarakat baik di Indonesia maupun di luar Indonesia dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidikan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF

PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF 291 PENGARUH GAYA BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF Ibnu R. Khoeron 1, Nana Sumarna 2, Tatang Permana 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang mengharuskan untuk mampu melahirkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi tuntutan global. Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting yang harus dikuasai oleh peserta didik. Selain digunakan

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting yang harus dikuasai oleh peserta didik. Selain digunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting yang harus dikuasai oleh peserta didik. Selain digunakan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Hidayah Ansori, Rezqy Amalia

PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Hidayah Ansori, Rezqy Amalia PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Hidayah Ansori, Rezqy Amalia Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Jl.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melalui hasil observasi selama penulis melakukan Praktek Pengenalan Lapang (PPL) dan sesi wawancara kepada guru di SMP Muhammadiyah 2 Batu diperoleh informasi bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ranah pendidikan merupakan bidang yang tak terpisahkan bagi masa depan suatu bangsa. Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat berperan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemajuan akan cepat dicapai

Lebih terperinci

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan Ruang lingkup Ekonomi tersebut merupakan cakupan yang amat luas, sehingga dalam proses pembelajarannya harus dilakukan bertahap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa komunikasi atau speech acts dipergunakan secara sistematis untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa komunikasi atau speech acts dipergunakan secara sistematis untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah alat komunikasi. Tarigan (2008 : 11) menjelaskan, bahwa komunikasi atau speech acts dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik)

PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik) PAILKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik) A. Strategi Pembelajaran PAILKEM Strategi pembelajaran PAILKEM merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki siswa, termasuk kemampuan bernalar, kreativitas, kebiasaan bekerja keras,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan erat kaitannya dengan proses pembelajaran karena proses pembelajaran merupakan salah satu segi terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci