BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
|
|
- Iwan Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Surat kabar menjadi salah satu media informasi, yang awal kemunculannya, mampu membawa harapan untuk suara perubahan, terutama pada iklim sosial politik yang lebih liberal. Mc Quail menjelaskan bahwa sejarah kemunculan surat kabar, diwarnai dengan perjuangan mewakili hak hak kebebasan, dan demokrasi warga Negara yang lebih besar. Surat kabar komersil yang mulai diterbitkan pada awal abad ke 17 bahkan, kerap dianggap sebagai rival potensial dari kaum pemerintah atau kerajaan, karena salah satu karakteristiknya yang dapat dijangkau dalam jumlah besar atau secara massa, diyakini mampu membawa propaganda bagi masyarakat (Mc Quail 2011:30-31). Dominasi surat kabar sebagai media yang mampu mempengaruhi khalayak dalam jumlah besar, mulai mengalami masa kemunduran di abad ke 21, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ditandai dengan kemunculan internet atau dikenal sebagai media massa bentuk baru (Mc Quail ). Survei Media Index yang dilakukan oleh Nielsen Media menunjukkan hasil yang signifikan, mengenai penetrasi media cetak terhadap pembacanya yang sejak tahun 2005 semakin menurun. Hal tersebut dapat dilihat melalui Survei single source yang berusaha memberikan informasi mengenai perilaku konsumen terhadap media dan produk-produknya, dengan menggunakan stratified random sampling, dan wawancara tatap muka kepada responden di 9 kota besar di Indonesia. Hasil survei Nielsen menunjukkan bahwa angka pembaca koran semakin menurun secara signifikan, dari perolehan 28% pada kuartal pertama tahun 2005 menjadi hanya 19% pada kuartal kedua tahun Penurunan yang sama juga terjadi pada media cetak lainnya, yaitu majalah dan tabloid. Pada kuartal kedua tahun 2009, perolehan tabloid hanya mencapai 13%. Sementara itu, majalah memperoleh 12%. Angka ini menurun 1
2 jauh dibandingkan perolehan pada kuartal pertama 2005, majalah dan tabloid sama-sama memperoleh 20% dari total populasi. Hasil yang berbeda justru terjadi pada media internet dan film. Kedua media ini terus berkembang secara perolehan konsumen. Internet terus mengalami peningkatan seiring dengan jumlah pengguna internet yang semakin meluas. Pada kuartal kedua tahun 2009, para konsumen media internet mencapai 17%. Melonjak jauh dari tahun 2005 yang hanya 8%. Demikian juga media film, walaupun sempat turun pada tahun 2006 dengan hanya memperoleh 10%. Namun perlahan, pengguna media film meningkat pada kuartal kedua 2009, mencapai 17%. Sementara itu, untuk media elektronik yakni televisi dan radio cenderung stabil. Meskipun ada penurunan pada pengguna media radio, jumlahnya tidak terlalu signifikan. Dari tahun 2005, yang mendapatkan 46% turun menjadi 39% pada kuartal kedua tahun Badan Pusat Statistik yang merupakan lembaga pemerintah non departemen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, mengeluarkan data yang tidak jauh berbeda, mengenai penggunaan media oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel data dengan indikator sosial dan budaya bagi penduduk berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar atau majalah, sejak tahun 2003, 2006, dan 2009 semakin mengalami penurunan. Sebaliknya, jumlah penduduk yang menonton televisi terus meningkat secara signifikan, khususnya pada 2006 dan Minat baca masyarakat yang rendah membuat, Indonesia berada di urutan ke-36 dari 40 negara, berdasar studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada 2006, bahkan 1 Dalam Kompas. Survei Nielsen: Pembaca Media Cetak Makin Turun (Online) n.turun diunduh pada 17 September 2012 pukul WIB 2 Dalam Badan Pusat Statistik. Tabel Sosial dan Kependudukan dengan indikator Sosial dan Budaya (Online) diunduh pada 17 September 2012 pukul WIB 2
3 menurut hasil survei UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia menduduki peringkat terendah di ASEAN. 3 Fenomena minat baca usia muda, yang semakin menurun dari tahun ke tahun di Indonesia, dan mulai tergantikan dengan dominasi berbagai media massa lainnya seperti Radio, Televisi, dan bahkan media massa bentuk baru seperti Internet, turut berdampak pada meningkatnya persaingan media cetak, hal tersebut dapat dilihat pada berbagai inovasi yang dilakukan media massa khususnya surat kabar sebagai upaya untuk mempertahankan eksistensi, dan menarik minat baca khalayak. Tabel 1.1 Indikator Sosial Budaya Tahun 2003, 2006, dan 2009 Indikator Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke 50,29 40,26 23,5 atas yang Mendengar Radio 2. Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke 84,94 85,86 90,27 atas yang Menonton Televisi 3. Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke 23,7 23,46 18,94 atas yang Membaca Surat Kabar/Majalah 4. Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke 25,45 23,23 21,76 atas yang Melakukan Olahraga Sumber: Data Badan Pusat Statistik, Tahun 2009 Usia yang relatif sangat muda dan sebelumnya tidak diperhatikan sebagai target pembaca, mulai diperhitungkan, dan dimanfaatkan sebagai peluang bisnis, dengan membuat suatu rubrik khusus bagi pembaca usia muda. Serupa dengan hal tersebut, dalam situs resminya, Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, memuat berita yang membanggakan, bahwa dua media cetak Indonesia, yaitu Jawa Pos dan Kompas mampu bersaing, dan meraih penghargaan di tingkat Internasional, dalam kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh World 3 Dalam Kompas. 3 Manfaat Cinta Buku untuk Si Kecil (Online). diunduh pada 17 September 2012 pukul WIB 3
4 Association of Newspaper and News Publisher (WAN-IFRA) 2011, atas kontribusi yang dilakukan kepada pembaca usia muda. WAN-IFRA yang bermarkas besar di Darmstadt (Jerman) dan Paris (Perancis) merupakan asosiasi surat kabar dan penerbit dunia yang mewakili penerbitan, situs online, dan lebih dari perusahaan di lebih dari 120 negara 4. Koran Harian Kompas yang terbit sejak 28 Juni 1965, dan dikenal dengan materi beritanya yang kerap mengkritisi pemerintahan pusat 5, mulai menargetkan pembaca dengan usia yang relatif muda, di bulan Januari, Segmentasi pembaca dari kaum menengah ke atas, dan dengan rentang usia produktif sebesar 64% (20-40 tahun) 6, mulai bertambah dengan target pembaca yang berasal dari kalangan pelajar SMA dan SMK. Rubrik khusus yang dimuat bagi pembaca usia muda tersebut, dimuat untuk pertama kalinya dalam dua halaman. Sesuai dengan sasaran pembaca, maka rubrik itu pun dinamakan Muda, yang terbit setiap satu minggu sekali pada hari Jumat. Melalui rubrik Muda, Kompas menampilkan berbagai tulisan yang berkaitan dengan dunia anak muda, mulai dari soal sekolah, tentang cinta, persahabatan, sampai urusan film, musik, termasuk tempat nongkrong dan berbagai hobi anak muda. Januari 2007, Kompas melakukan perubahan tak hanya pada isi tulisan, tetapi juga tata wajah rubrik muda. Jumlah halamannya pun bertambah, menjadi tiga halaman. Pada perubahan lainnya, Kompas memberi tempat khusus bagi siswa setingkat SMA/SMK untuk menyalurkan bakat menulis, memotret, dan membuat ilustrasi, kartun maupun komik, untuk turut berkontribusi di Kompas. 7 4 Dalam Departemen Luar Negeri. 'Jawa Pos' dan 'Kompas' Raih Penghargaan Internasional WAN-IFRA (Online) diunduh pada 12 Desember 2012 pukul WIB 5 Dalam KompasIklan.Sekilas Kompas (Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 6 Dalam KompasIklan. Kenapa Beriklan di KOMPAS (Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 7 Dalam Kompas. TENTANG KAMI Kompas MuDA(Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 4
5 Rubrik Muda mendapatkan penghargaan public service dalam kompetisi yang diselenggarakan WAN-IFRA (Asosiasi Surat Kabar dan Penerbitan Berita Dunia) pada tahun 2011, karena diyakini, mampu memberikan kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya gemar membaca di usia dini. 8 Tidak hanya Kompas, koran harian Jawa Pos yang berpusat di Surabaya, juga melakukan melakukan beragam inovasi yang tidak jauh berbeda, yaitu dengan membidik pembaca dengan usia yang masih belia dalam rubrik DetEksi, dan bahkan pembaca dengan segmentasi khusus, yaitu perempuan, sebagaimana dapat dilihat dalam rubrik yang bernama For her. Azrul Ananda sebagai Presiden Direktur Jawa Pos, menjelaskan bahwa pihak Jawa Pos, memberikan perhatian khusus terhadap perempuan, karena perempuan diyakini memiliki kekuatan untuk memimpin laki-laki, bermula dari pemikiran tersebut, pihaknya kemudian merancang sebuah rubrik khusus bagi segmentasi pembaca yang tidak hanya perempuan muda, namun seluruh pembaca perempuan, yang pada akhirnya menjadi nama rubrik tersebut yaitu for her (untuk perempuan). 13 Desember 2010 menjadi awal terbitnya rubrik for her 9. Materi berita yang ditampilkan oleh for her sangat beragam dan menarik bagi pembaca dengan segmentasi perempuan, seperti misalnya, kesehatan, kecantikan, karir, percintaan, masakan, fashion, dan berbagai macam hal yang berkaitan dengan kehidupan perempuan. Kontribusi Jawa Pos yang menyediakan rubrik khusus bagi perempuan, mendapat respon positif berdasarkan Indonesia Women Consumers Survey 2011, bahkan atas prestasinya Jawa Pos meraih penghargaan Indonesia's Most Favorite Woman Brand Dalam Departemen Luar Negeri. 'Jawa Pos' dan 'Kompas' Raih Penghargaan Internasional WAN-IFRA (Online) diunduh pada 12 Desember 2012 pukul WIB 9 Dalam Jawa Pos. Jawa Pos for her: Perubahan untuk Semua Perempuan (Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 10 Rabecca Sherly Representasi feminisme dalam Rubrik For her di Surat Kabar Harian Jawa Pos. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga diunduh pada 28 November 2012 pukul WIB 5
6 Rubrik For Her dengan segmentasi khusus perempuan, tidak menjadi satu satunya rubrik menarik yang diinovasi oleh Jawa Pos, sebagaimana misalnya dapat dilihat pada rubrik unik lainnya, yaitu DetEksi, yang bahkan telah terbit sejak tahun 2000, jauh sebelum rubrik Muda dari Kompas dibuat tahun 2005, dan juga, bahkan sebelum rubrik For Her diterbitkan, pada akhir tahun Rubrik DetEksi adalah rubrik yang secara khusus ditujukan bagi pembaca dengan usia yang relatif muda dengan rentang usia 11 sampai 19 tahun. Azrul Ananda menjelaskan alasan Jawa Pos selalu memberi perhatian bagi pembaca usia muda, yaitu karena anak muda selalu identik dengan dinamis, dan kreatifitas, dan bahkan beliau sempat menjabat menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos di usia yang muda, yaitu 27 tahun, dalam rentang waktu 2005 sampai Lebih lanjut Azrul mengatakan, pemikiran untuk mendirikan sebuah rubrik khusus anak muda yaitu DetEksi, bermula, ketika Ayahnya, yaitu Dahlan Iskan menghadiri wisudanya di Sacramento, Amerika Serikat, dan bertanya, apakah dirinya masih membaca koran? Azrul menjawab tidak, karena koran identik dengan hal yang membosankan, penuh dengan berita politik dan kemelut. Beranjak dari pemikiran ingin melakukan sebuah inovasi pada format surat kabar yang selama ini membosankan, maka Azrul kemudian mulai merancang dan mengubah Jawa Pos menjadi lebih anak muda, dengan menyisipkan sebuah rubrik yang bernama DetEksi dan diterbitkan pertama kali dalam format 3 halaman 11. Terbitnya Rubrik DetEksi, dipercaya membawa pengaruh positif, khususnya dalam inovasi meraih dan mengembangkan pembaca muda. Kontribusi rubrik DetEksi, membuat Jawa Pos berhasil meraih penghargaan tertinggi World Young Reader Prize 2011, dan sekaligus membuat Jawa Pos menyandang gelar sebagai koran dengan pembaca muda terbaik di dunia. Penghargaan disampaikan pada hari pertama kongres tahunan ke-63 Asosiasi Surat Kabar dan Penerbitan Berita Dunia/ World Association of Newspapers and News Publishers 11 Dalam Indopos. Pembaca Muda Surabaya Jadi Inspirasi (Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 6
7 (WAN-IFRA), yang berlangsung di Wina, Austria, Oktober Selain meraih penghargaan World Young Reader Prize 2011, di ajang tahunan yang diikuti koran dari seluruh dunia tersebut, Jawa Pos juga meraih kemenangan pada kategori Enduring Excellence, berdasarkan komitmen dan konsistensi untuk meraih dan mempertahankan pembaca muda melalui rubrik DetEksi 12. Prestasi Jawa Pos dalam menarik minat baca usia muda, menurut Azrul sudah terlihat dari data Survei Nielsen dalam beberapa tahun, yang menunjukkan bahwa 51% pembaca Jawa Pos berusia lebih muda dari 30 tahun, kesuksesan ini dianggap berdampak bagi regenerasi pembaca Surabaya yang lebih unggul dibandingkan kota lain. Dari survey sekarang terlihat jelas, pembaca muda Surabaya yang usia tahun, ada 41,7%. Jakarta hanya 28,6%, dan Bandung 23,3%. Lalu usia tahun, Surabaya jadi 69,9%, Jakarta 42,8%, dan Bandung 28,6%, ini berkat Jawa Pos fakta tersebut dipercaya sebagai hasil pengaderan pembaca DetEksi yang dimulai sejak tahun Antusiasme remaja terhadap terbitnya rubrik DetEksi, bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab selain berfungsi sebagai media yang memenuhi kebutuhan khalayak mudanya akan informasi, kolom DetEksi juga memiliki suatu ciri khas yang unik dalam menggandeng sesama pembaca mudanya, yaitu dengan selalu melibatkan 500 hingga 1000 anak muda Surabaya, untuk polling yang diadakan dalam setiap temanya 14. Polling yang diadakan oleh rubrik DetEksi merupakan suatu hal yang menarik, dimana perempuan dan laki laki secara bersama sama dalam sebuah ruang publik, memberikan opininya yang beragam mengenai pro maupun kontra terhadap setiap tema pemberitaan yang sedang dibahas. 12 Dalam Jawa Pos. Jawa Pos Raih Gelar Koran Terbaik Dunia (Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 13 Dalam Indopos. Pembaca Muda Surabaya Jadi Inspirasi (Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 14 Dalam Indopos. Pembaca Muda Surabaya Jadi Inspirasi (Online) diunduh pada 18 September 2012 pukul WIB 7
8 Ruang Publik, sebagaimana dirumuskan oleh Habermas (Hardiman 2010: ) adalah suatu wilayah kehidupan sosial kita di mana apa yang disebut opini publik terbentuk. Akses kepada ruang publik terbuka bagi semua warga negara. Ruang publik terbentuk dalam setiap pembicaraan di mana pribadi pribadi berkumpul untuk membentuk suatu 'publik'. Bila publik menjadi besar, komunikasi ini menuntut suatu sarana untuk diseminasi dan pengaruh; zaman sekarang surat kabar dan majalah, radio, dan televisi dapat menjadi ruang publik. Ruang Publik yang disediakan dalam rubrik DetEksi sebagaimana direspon secara antusias oleh khalayak, tidak hanya menampilkan polling, namun juga menyertakan beberapa hasil wawancara, mengenai tanggapan atau pendapat terkait tema yang sedang dibahas dalam pemberitaan. Peneliti melihat sebuah fenomena yang menarik ketika target pembaca, baik perempuan maupun laki laki, diberikan kebebasan serta kesempatan yang sama untuk mengekspresikan pendapat, dan bahkan berani berbagi pengalaman pribadinya, dalam ruang publik, karena tema yang ditampilkan rubrik DetEksi Jawa Pos, memang sangat erat dengan kehidupan remaja. Kontribusi perempuan dalam ruang publik, merupakan suatu fenomena emansipasi yang menarik. Haryatmoko menjelaskan bahwa, ruang publik dapat bermanfaat bagi perempuan untuk menyatakan eksistensinya, sebagaimana mengutip pernyataan Irigaray yang mengundang kaum perempuan untuk menulis, kalau mau membuka jaman baru, yaitu jaman kesetaraan. Menulis bahkan, sama dengan membangun sebuah korpus dan sebuah sandi makna yang dapat diingat, disebarluaskan, dan berkesempatan dicatat dalam sejarah. Menulis dapat digunakan untuk mengungkapkan diri dan berkomunikasi dalam keadaan ketika tidak berhak untuk berbicara (Haryatmoko 2010:149). Perempuan memang kerap menjadi fokus perhatian apabila, mengemukakan pendapatnya di ruang publik, sebagaimana dijelaskan Kuntjara, bahwa orang-orang kerap beranggapan, perempuan lebih baik dilihat daripada untuk didengar, oleh karena topik pembicaraan perempuan pada umumnya adalah topik topik yang tidak penting. Bahkan dikatakan lebih lanjut bahwa kebanyakan 8
9 orang kerap berasumsi, laki-laki cenderung berpikir rasional dalam berbicara, oleh sebab itu laki laki dinilai lebih bermutu, sedang perempuan lebih banyak memakai perasaan yang kadang tidak logis, sehingga orang lebih menganggap pembicaraan perempuan tidak bermutu (Kuntjara 2003:21). Senada dengan hal tersebut, Irwan bahkan memberikan pandangannya bahwa, anggapan perempuan adalah irasional, sehingga ia bahkan tidak tepat menjadi pemimpin, secara tidak langsung membuat perempuan menjadi tersubordinasi yang merujuk pada pengertian menyudutkan perempuan dalam posisi yang tidak penting dibandingkan laki-laki (Irwan 2009:40). Tidak berbeda jauh dengan hal tersebut Jackson&Jones juga menjelaskan bahwa, subordinasi dapat terjadi karena, secara historis laki laki telah mendominasi kehidupan dalam bermasyarakat, sehingga tidak jarang, membuat perempuan lebih sering dijadikan objek daripada pencipta pengetahuan (Jackson&Jones 2009:1). Kebebasan yang diberikan oleh media massa, terutama dalam membuka kesempatan bagi perempuan untuk masuk ke dalam ruang publik memang patut diapresiasi secara positif, bahkan menurut Haryatmoko media bisa menjadi cermin dalam memberi gambar kepedulian, konsepsi, atau aspirasi kepemimpinan perempuan (Haryatmoko 2010:151). Namun demikian, apakah kebebasan yang diberikan oleh media dalam ruang publik memang mewacanakan sebuah gerakan kesetaraan gender? Gender menurut pandangan Ibrahim adalah konstruksi sosial dan kodifikasi perbedaan antar seks. Konsep ini merujuk pada pengertian hubungan sosial antara perempuan dan laki laki. Gender merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal, dan memiliki identitas yang berbeda beda yang dipengaruhi oleh faktor faktor seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, juga faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Ibrahim 2007:7). Gender dan ideologi memang kerap berkaitan, bahkan Graddol&Swann menjelaskan bahwa ideologi tidak hanya mengimplementasikan komitmen politik tertentu saja, tetapi juga merepresentasikan sebuah hipotesis sosiologis yang berusaha menjelaskan mengapa orang dapat dibujuk untuk bertindak dengan cara cara yang bertentangan dengan kepentingan pribadi mereka sendiri, dan pada 9
10 akhirnya melayani kepentingan kelompok sosial yang dominan. Dalam gender misalnya, kesan feminitas dan maskulinitas yang mendorong perempuan maupun laki laki, untuk mengkonfirmasikan diri dengan norma norma gender yang mapan, pada akhirnya akan berakhir dengan penindasan terhadap perempuan. Lebih lanjut, ideologi kerap dihadirkan sebagai sebuah mekanisme, untuk menjelaskan bagaimana kaum perempuan terlibat penindasan atas diri mereka diri (Graddol&Swann 2003: ). Kekuatan media dalam mempengaruhi opini publik, dan mengolah realitas, kerap diharapkan, untuk memberikan sumbangsih positif, khususnya dalam mendukung kesetaraan gender. Serupa dengan hal tersebut Tuchman (Thornham 2010:73) menjelaskan bahwa media mampu bertindak sebagai agen sosialisasi, yang mengirimkan berbagai citra yang tersterotipe tentang peran seksual, terutama kepada orang-orang muda. Peran media yang diharapkan mampu memberikan kontribusi, untuk meningkatkan kesetaraan dan pembangunan perempuan, telah menjadi fokus Internasional, sebagaimana diawali pada Dekade Perserikatan Bangsa Bangsa untuk perempuan yang telah berlangsung sejak tahun Bahkan lebih lanjut, media dimasukkan sebagai salah satu wilayah perhatian penting pada platform Beijing untuk Aksi di tahun Media memang diharapkan mampu meliput isu isu dan kesetaraan gender, meskipun pada akhirnya dianggap gagal dalam mengaitkan demokrasi, kebebasan berekspresi, pemerintahan, dan isu isu gender yang adil bagi kandungan editorial media. Fokus media dianggap terlalu memperhatikan pola pola pekerjaan perempuan dan laki laki, serta manajemen media, dan mengabaikan bias gender pada pengumpulan berita dan proses proses media lainnya (Ibrahim 2007:3-4). Bias gender menurut Irianto&Cahyadi, adalah pemikiran yang bersifat stereotipikal tentang peran perempuan dan laki laki, mengacu pada persepsi masyarakat tentang apa yang dinilai baik dari seorang perempuan dan laki laki dengan membedakan peran di antara mereka (Irianto&Cahyadi 2008:11). Galliano (Ibrahim 2007:4) menjelaskan bahwa media menentukan dan mengukuhkan ideologi, sistem kepercayaan, atau pandangan dunia tertentu. Media juga 10
11 menanamkan kesadaran dan mitos tertentu mengenai dunia dan kehidupan, yang dengan demikian dapat dikatakan menjadi saluran mitos dan sekaligus sarana pengukuhan mitos tertentu tentang gender, yang membedakan perempuan, dan laki laki. Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi sebuah permasalahan selama tidak melahirkan ketidakadilan gender. Meskipun demikian, yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum perempuan maupun laki-laki. Fakih menjelaskan perbedaan gender telah membentuk sebuah sistem dan struktur dimana perempuan dan laki laki menjadi korban. Kendati pada akhirnya, adalah perempuan yang kerap dirugikan dengan adanya ketidakadilan gender, sebagaimana dapat dilihat pada marginalisasi atau pemiskinan ekonomi, subordinasi, atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak, dan juga sosialisasi ideologi yang membedakan peran gender (Fakih 2012:12-13). Kesetaraan gender sebagaimana diharapkan dapat terwujud, mulai muncul ketika konsep ruang publik, yang dipahami dalam konteks, sebagai sarana diskursus bersama tanpa mendiskriminasi mulai diperkenalkan. Kaum feminis, 15 bahkan, mulai memanfaatkan ruang publik, untuk menyuarakan kesetaraan gender, karena selama ini berada dalam dominasi laki laki. Pateman (Hardiman 2010:207) mengatakan bahwa kehadiran ruang publik, yang diidealkan sebagai sebuah ruang untuk bebas mengemukakan pendapat dan berekspresi tanpa tekanan dari siapapun, telah membawa semangat perjuangan gerakan feminis selama hampir 2 abad, karena perempuan selama ini selalu dipisahkan dalam ruang privat, dan tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam ruang publik. Serupa dengan hal tersebut Habermas (Hardiman 2010:189) juga mengatakan bahwa ruang publik dapat menjadi mediasi antara isu-isu privat dalam kehidupan keluarga, bisnis, dan sosial, yang mengatasi 15 Feminis adalah mereka yang melakukan suatu tindakan perlawanan terhadap dominasi laki laki. dalam Hetty Siregar, Menuju Dunia Baru, Jakarta, PT BPK Gunung Mulia, 1999, hlm
12 perbedaan antara kaum bourgeois dan citoyen, melalui pencarian kepentingan publik. Young & Baker (Hardiman 2010: ) menjelaskan lebih lanjut bahwa dikotomi privat/ publik kerap melanggengkan dominasi laki laki atas perempuan, sebab persoalan perempuan selalu dianggap sebagai perkara privat, yang dalam konteks ini selalu mengurus urusan domestik saja, urusan perempuan seperti keluarga dan rumah tangga, dianggap sebagai urusan privat yang tidak boleh dibuka ke publik, dalam kenyataannya telah merugikan perempuan. Misalnya, pada masyarakat liberal yang menghargai hak atas privacy, ketika dalam konflik keluarga dan istri mengalami penganiyaan, baik fisik maupun mental, masyarakat umum dan negara tidak dapat campur tangan karena akan dianggap melanggar privacy. Kaum perempuan dalam masyarakat tradisional konservatif, juga sering terpaksa diam dan dengan tabah harus menanggung berbagai siksaan dari suami mereka, karena apabila melakukan protes terbuka ke publik, maka perempuan akan dianggap membuka aib sendiri yang memalukan dengan membocorkan rahasia keluarga. Keberadaan ruang publik memang telah membawa harapan, yang merujuk pada pengertian, bahwa setiap warga negara bebas mengemukakan pendapat atau opini dalam diskursus yang membahas berbagai problematika, dengan tanpa tekanan dari pihak manapun, sebagaimana konsep yang diidealkan oleh masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan, yang kerap mengalami diskriminasi. Ruang publik yang terdapat pada rubrik DetEksi Jawa Pos sebagaimana diterapkan pada target pembaca muda, khususnya perempuan dan laki laki untuk berekspresi dalam mengemukakan pendapat, merupakan konsep yang sudah mengalami perkembangan, sejak abad ke 18 pada era masyarakat borjouis di Inggris dan Prancis (Hardiman 2010:26). Pada perkembangan sejarahnya, kontribusi positif, yang terdapat dalam ruang publik, bahkan kemudian mulai menarik perhatian media massa, dan diterapkan, dengan memfasilitasi diskursus warga negara (Hardiman 2010:270). Habermas (Antoni 2004:57) menjelaskan bahwa Ruang Publik merupakan perwujudan sosial yang 12
13 di dalamnya pertukaran informasi dan cara pandang mengenai kepedulian bersama dapat tampil. Melalui Ruang Publik pendekatan opini dapat dibentuk dan penduduk diperlakukan sebagai sebuah badan publik yang kebebasannya tidak dibatasi, dalam berekspresi mengemukakan pendapat. Kebebasan berekspresi dalam berpendapat sebagaimana diidealkan oleh Habermas, harus terjadi dalam suatu ruang publik, mengalami masa kemunduran di pertengahan abad ke 20 seiring dengan munculnya era kapitalisme dan komersialisasi. Refeodalisasi yang merujuk pada pengertian negara dan pasar melakukan intervensi-intervensi hegemoni ke dalam ruang publik sehingga ruang publik yang berciri otonom dan kritis terhadap ekonomi dan birokrasi, justru kini menjadi arena kepentingan-kepentingan pasar dan birokrasi, yang kemudian diyakini, menjadi penyebab terjadinya kemerosotan ruang publik (Hardiman 2010: ). Ruang privat sebagaimana tidak ideal untuk diintervensi dan dieksplotitasi oleh media, mulai dilakukan, demi kepentingan komersialisasi dan komoditas hiburan. Serupa dengan hal tersebut Habermas (Hardiman 2010:195) menjelaskan pandangannya bahwa korporasi korporasi bisnis yang mempunyai fungsi fungsi politis untuk mengendalikan media, mulai mencampuri wilayah wilayah privat warga negara, sehingga mengaburkan distingsi antara privat dan publik, yang pada era borjuis cukup jelas dipertahankan. Perubahan itulah yang kemudian disebut perubahan struktur ruang publik. Refeodalisasi sendiri pada akhirnya memiliki arti lain disamping hegemoni pasar atas demokrasi, yaitu bahwa ruang publik tidak lagi menjadi arena diskursus bagi masyarakat warga, melainkan menjadi sarana representasi para elit media yang menjadi kepentingan kepentingan pasar dan kekuasaan. Peran khalayak mulai berubah dari partisipatif yang bebas mengemukakan pendapat demi menyikapi setiap fenomena alih-alih kepentingan bersama, menjadi khalayak konsumtif, yang formasi opininya digunakan sebagai komoditas. Serupa dengan hal tersebut Habermas (Hardiman 2010:196) menjelaskan bahwa salah satu wilayah yang dilanda hegemoni pasar atas demokrasi, yaitu wilayah sosial menurut Habermas, media tidak lagi menjadi 13
14 fasilitas diskursus rasional, melainkan justru menjalankan konstruksi, seleksi, dan formasi diskursus itu menjadi komoditas hiburan yang dapat dikonsumsi secara pasif oleh khalayak. Peran warga negara berubah menjadi konsumen belaka yang tunduk pada dikte kebutuhan kebutuhan mereka untuk memiliki, memakai, dan menikmati. Kontribusi rubrik DetEksi yang telah menyediakan ruang publik, sebagaimana digunakan oleh perempuan dan laki laki untuk mengemukakan pendapat, dan berbagi pengalaman pribadinya secara bebas, untuk menyikapi setiap tema yang sedang dibahas, merupakan suatu hal yang positif, terutama sebagaimana diharapkan oleh kaum feminis, bahwa perempuan harus mendapatkan kesempatan yang sama dan berimbang untuk mengemukakan opininya dalam ruang publik. Serupa dengan hal tersebut rubrik DetEksi bahkan, melalui personifikasi maskot anjing yang berwarna biru dan mengenakan penutup mata, berani menjamin untuk selalu netral, dalam menampilkan fakta yang apa adanya. Tidak menutup nutupi atau melebih lebihkan fenomena yang sedang berkembang 16. Komitmen rubrik DetEksi untuk selalu netral dalam menampilkan pemberitaan mengenai suatu fenomena yang sedang berkembang, tentunya membawa harapan positif bagi kaum perempuan, khususnya kendati di usia yang masih muda, namun kaum perempuan telah diberikan kesempatan yang sama untuk menunjukkan eksistensinya dalam mengemukakan pendapat bersama sama dengan laki laki. Meskipun demikian, peneliti masih menemukan bahwa tema pemberitaan yang dibahas dan opini perempuan yang ditampilkan, secara tidak langsung, masih menjadikan perempuan sebagai komoditas hiburan, dan berada dalam posisi yang disubordinasi dalam dominasi laki-laki. Beranjak dari fenomena tersebut, apakah kontribusi perempuan yang bersama sama dengan laki laki mengemukakan opini, bahkan berbagi pengalaman pribadi yang selama ini berada dalam ruang privat, dan tabu untuk dibahas, namun akhirnya berani untuk diceritakan ke ruang publik dan dikatakan netral, 16 Dee/Kkn DETEKSI DECADE.Jawa Pos. Surabaya diunduh pada 5 Januari 2013 pukul WIB 14
15 pada rubrik DetEksi, dapat digolongkan sebagai rubrik yang mewacanakan ideologi feminisme? ataukah opini perempuan yang selama ini berada dalam ruang privat, dan akhirnya berani untuk disampaikan di ruang publik, pada rubrik DetEksi, justru sesungguhnya tidak berimbang dan sarat dengan subordinasi terhadap perempuan, sebagaimana pada akhirnya dimanfaatkan, bahkan dieksploitasi demi memperoleh keuntungan bisnis? Sebab bagaimanapun juga, menurut Habermas, ruang publik di era kapitalisme tidak lagi menjadi fasilitas diskursus rasional, melainkan justru menjalankan konstruksi, seleksi, dan formasi diskursus yang berubah menjadi komoditas hiburan, sebagaimana dikonsumsi secara pasif oleh khalayak. Fenomena ini yang ingin dikaji oleh peneliti, dengan menggunakan metode analisis wacana kritis Sara Mills, yang titik perhatiannya terletak pada bagaimana perempuan ditampilkan di dalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, maupun dalam berita. 1.2.Rumusan Masalah Bagaimana wacana subordinasi perempuan dalam komersialisasi ruang publik pada rubrik DetEksi Jawa Pos? 1.3.Tujuan Penelitian Menggambarkan wacana subordinasi perempuan dalam komersialisasi ruang publik pada rubrik DetEksi Jawa Pos. 1.4.Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pengetahuan tentang analisis wacana terhadap pemberitaan dalam media cetak/koran. b. Manfaat Praktis - Menambah wawasan penulis mengenai isi ruang publik pada rubrik DetEksi Koran Jawa Pos. - Memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca pada umumnya dan mahasiswa FISKOM terhadap pesan yang disampaikan dalam media massa, agar para pembaca bersikap kritis terhadap pemberitaan yang disampaikan dalam sebuah rubrik. 15
BAB IV GAMBARAN UMUM RUBRIK DETEKSI JAWA POS
BAB IV GAMBARAN UMUM RUBRIK DETEKSI JAWA POS Bab ini memberikan penjelasan secara umum, termasuk diantaranya mengenai sejarah diterbitkan dan prestasi yang diraih oleh rubrik DetEksi Jawa Pos. 4.1.Gambaran
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia akan informasi merupakan hal yang sangat penting pada era globalisasi seperti sekarang ini. Seiring dengan perkembangan zaman yang disertai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri periklanan belakangan ini menunjukan perubahan orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan iklan berbayar di media massa menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam
Lebih terperincidapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriyanti Rahayu FAuziah, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, media massa merupakan tempat penyalur aspirasi atau pikiran masyarakat yang berfungsi untuk memberikan informasi dan mengetahui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai tahun 1998 setelah peristiwa pengunduran diri Soeharto dari jabatan kepresidenan. Pers Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu media komunikasi massa yaitu televisi memiliki peran yang cukup besar dalam menyebarkan informasi dan memberikan hiburan kepada masyarakat. Sebagai media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan manusia bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia selalu memerlukan bahasa di setiap geraknya, hampir dapat dipastikan semua
Lebih terperinciBERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA)
BERITA LITERASI MEDIA DAN WEBSITE KPI (ANALISIS ISI KUANTITATIF BERITA MENGENAI LITERASI MEDIA PADA WEBSITE KOMISI PENYIARAN INDONESIA) Karina Pinem 100904046 Abstrak Penelitian ini berjudul Literasi Media
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi konsumsi yang menguntungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi. Berita mengenai sesuatu yang terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran media massa memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi. Berita mengenai sesuatu yang terjadi di daerah-daerah dapat dengan mudah dilihat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wacana tidak hanya dipandang sebagai pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, tetapi juga sebagai bentuk dari praktik sosial. Dalam hal ini, wacana adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Membaca dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang digemari oleh mayoritas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membaca dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang digemari oleh mayoritas orang dari segala jenjang usia. Namun, apakah semua orang bisa menikmati sebuah novel tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat di dalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan hiburan menjadi begitu penting bagi kita. Hampir setiap orang selalu menyediakan waktunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Media massa menjadi entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini media massa mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peranan media. Media massa menjadi sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Menurut Tan dan Wright komunikasi massa adalah bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.
Lebih terperinciREGULASI PENYIARAN DI INDONESIA
REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA Era Reformasi&Berakhirnya Era Orde Baru Proses disahkannya undang-undang penyiaran tersebut terjadi pada era pemerintahan Presiden Megawati. Tujuannya untuk menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang dengan cepat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Opini adalah ekspresi atau pendapat seseorang atas suatu masalah yang bersifat kontroversial. Publik adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan, tetapi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan peranan media. Media massa dianggap penting karena berfungsi sebagai pemberi informasi dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ruang publik, sebagai Public Service atau pelayanan publik. Hal ini tujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perusahan swasta maupun pemerintah diwajibkan memberikan ruang publik, sebagai Public Service atau pelayanan publik. Hal ini tujuan untuk memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari dengan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Kemunculan produkproduk kecantikan masa kini menjanjikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Informasi yang disajikan oleh media massa dimanfaatkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media massa, baik itu media massa cetak, elektronik, atau baru-baru ini media massa online (internet) telah menjadi salah satu konsumsi wajib bagi masyarakat. Informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, komunikasi berkembang semakin pesat dan menjadi sedemikian penting. Hal tersebut mendorong terciptanya media media yang menjadi alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penggunaan bahasa yang menarik perhatian pembaca maupun peneliti adalah penggunaan bahasa dalam surat kabar. Kolom dan rubrik-rubrik dalam surat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita sudah menjadi hal yang dapat dinikmati oleh masyarakat dengan berbagai macam bentuk media seperti media cetak dalam wujud koran dan berita gerak (media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan pada era kemajuan teknologi, masyarakat lebih cenderung memanfaatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari setiap orang pada umumnya, sehingga mereka sulit membayangkan hidup tanpa media, tanpa koran pagi, tanpa majalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam era informasi sekarang ini, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peran media. Dari zaman ke zaman media massa mengalami perkembangan yang pesat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Analisis melalu komponen-komponen visual yang ditemukan pada karakter sticker LINE messenger Chocolatos pada tataran denotatif dan konotatif telah selesai dijelaskan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media (pers) disebut sebagai the fourth estate (kekuatan keempat) dalam kehidupan sosial-ekonomi dan politik (Sobur, 2009: 30). Dalam hal ini, media digunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi merupakan bagian yang penting yang tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hidup kita tidak akan lepas dari peran media massa, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur lagi pikiran kita dipenuhi informasi dari media massa. Betapa media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Informasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi kini menjadi hal penting dalam era globalisasi. Beberapa negara bahkan memiliki lembaga formal untuk mengatur segala hal mengenai informasi. Kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Gaya hidup menjadi bentuk eksistensi diri yang tidak dapat terpisahkan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya hidup menjadi bentuk eksistensi diri yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan setiap orang, terutama dalam masa remaja. Plummer (dalam Nova, 2012)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari yang namanya komunikasi. Antarindividu tentu melakukan kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi bisa dilakukan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemasaran sebagai salah satu kegiatan pokok yang mutlak dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemasaran sebagai salah satu kegiatan pokok yang mutlak dilakukan oleh perusahaan untuk menyalurkan hasil produksi yang dihasilkan berupa produk barang atau
Lebih terperinciPEMBUATAN MEDIA INTERNAL PERUSAHAAN PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH GEMA WANA RESUME. Disusun oleh : Dewi Susanti D0C007023
PEMBUATAN MEDIA INTERNAL PERUSAHAAN PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH GEMA WANA RESUME Disusun oleh : Dewi Susanti D0C007023 PROGRAM DIPLOMA III PUBLIC RELATIONS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan perkotaan. Kekotaan menyangkut sifat-sifat yang melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. sosial, serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk
BAB V KESIMPULAN Gender merupakan salah satu isu yang sangat penting dalam masalah pembangunan, terkhusus Sumber Daya Manusia di dunia. Meskipun isu ini tergolong ke dalam isu yang masih baru, gender telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, dengan otoritas dan memiliki organisasi yang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada era globalisasi sekarang ini media massa adalah sumber informasi seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, dengan otoritas dan memiliki organisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era informasi sekarang ini, masyarakat sangat membutuhkan sumber informasi yang disajikan oleh media. Masyarakat menjadikan media sebagai subjek pembicaraan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap individu berusaha untuk mengenal dan mencari jati dirinya, mengetahui tentang orang lain, dan mengenal dunia luar atau selalu mencari tahu mengenai
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka Ada sebuah lagu klise yang sudah lama bergema di Indonesia. Wanita dijajah pria sejak dulu kala 1, begitu penggalan liriknya. Saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Media massa sudah menjadi bagian hidup bagi semua orang. Tidak dikalangan masyarakat atas saja media massa bisa diakses, akan tetapi di berbagai kalangan masyarakat
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik
68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya
Lebih terperinciGambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu
BAB IV KESIMPULAN Bab keempat memuat kesimpulan dari uraian yang ada pada bab satu sampai dengan bab tiga. Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan dari ketiga bab sebelumnya. Pada intinya masyarakat Jepang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media cetak seperti majalah, koran, tabloid maupun media elektronik seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Adanya kemajuan teknologi canggih seperti saat ini, informasi bisa kita dapatkan dari berbagai media. Informasi tersebut tidak lagi hanya kita dapatkan melalui media
Lebih terperinciJURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER
JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER Sarah Santi FIKOM - Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang, Kebun Jeruk, Jakarta 11510 sarah.santi@indonusa.ac.id ABSTRAK Persoalan perempuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di dunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas komunikasi, karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dan tatanan kehidupan sosial manusia
Lebih terperinciBAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11
24 BAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11 3.1 Mahasiswa dan Media Televisi Mahasiswa merupakan salah satu unsur penting dalam masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik yang dimediasikan media telah masuk keberbagai tempat dan kalangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media massa menjadi penting dalam kehidupan politik dan proses demokrasi, yang memiliki jangkauan luas dalam penyebaran informasi, mampu melewati batas wilayah, kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa Indonesia secara umum mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Pada dasarnya bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia sebagai anggota
Lebih terperinciMedia massa berperon dalam menanamkan false consciousness,
HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA ABSTRAK Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness, atau kesadaran palsu yang oleh Gramsci disebut hegemoni, di mana terjadi pertarungan ideologi. Penelitian
Lebih terperinci* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik
Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori
Lebih terperincisemakin majunya teknologi teknologi yang terus ditemukan. Selain itu hal ini juga
1. Latar Belakang Dunia pertelevisian di Indonesia saat ini sangat berkembang pesat di iringi dengan semakin majunya teknologi teknologi yang terus ditemukan. Selain itu hal ini juga selalu berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa memiliki peran signifikan yang besar dalam pembentukkan persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian tercerminkan wacana dominan tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti ini, media massa tidak akan mungkin berdiri statis di tengah-tengah, media
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semua media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, tetapi pada saat ini bahwa media massa bukan sesuatu yang bebas, independen, melainkan memeiliki ketertariakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesuksesan dan nama besar yang diperoleh suatu perusahaan tidaklah lepas dari sumber daya manusia yang mamadai dan handal sesuai dengan bidangnya. Perusahaan media
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii ABSTRAKSI... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah. 1 1.2.
Lebih terperincinegeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan politik di Indonesia saat ini adalah kurangnya kesadaran politik dalam masyarakat khususnya generasi pemuda untuk terlibat dalam partisipasi politik. Tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa saat ini tidak bisa lepas oleh kehidupan manusia dan telah menjadi konsumsi sehari-hari. Televisi bagian dari media massa elektronik telah mengambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan komunikasi, lisan maupun tulisan. Seiring perkembangan teknologi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. iklan, karena iklan ada dimana-mana. Secara sederhana iklan merupakan sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Iklan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Mulai dari bangun tidur sampai saat akan kembali tidur kita pasti akan menjumpai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu dari bentuk media massa yang memiliki fungsi untuk menyampaikan komunikasi kepada khalayak yang bersifat massal. Majalah memiliki
Lebih terperinci