Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012."

Transkripsi

1 BAB II HAK AHLI WARIS TERHADAP HARTA ORANG TUA YANG TELAH DIHIBAHKAN DAN TELAH DIBALIK-NAMAKAN ATAS NAMA PENERIMA HIBAH A. Kasus Posisi Kasus pembatalan hibah wasiat bermula dari gugatan para ahli waris Haminder Singh sebagaimana ternyata dalam register perkara nomor 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 dimana Rita Harjit Kaur sebagai Penggugat I, Dr. Balbir Singh sebagai Penggugat II, Ir. Raj Kumar Singh sebagai Penggugat III melawan Dalbir Kaur sebagai Tergugat I dan Rahul sebagai Tergugat II. Dalam gugatannya, Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul, dimohonkan untuk Balik Nama ke atas nama semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei Bahwa Testamen No. 34 tertanggal 30 April 2007 yang diperbuat dihadapan Zulfikar, Sarjana Hukum yang dijadikan dasar dalam pembuatan Akta Hibah Wasiat untuk peralihan Sertipikat Hak Milik No.254/Sei Sikambing-B yang semula atas nama Harminder Singh keatas nama Rahul menjadi objek perkara di Pengadilan Negeri Medan di Medan dengan register perkara 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 27

2 28 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Mahkamah Agung R.I No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei Adapun dasar permohonan Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul, dimohonkan untuk Balik Nama ke atas nama semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh, selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan No. 35/Eks/2011/506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 31 Januari 2011 jo. Berita Acara Eksekusi Penyerahan Tanah Berikut Dengan Bangunan Yang Berdiri Di Atasnya No. 35/Eks/2011/506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 07 Maret 2012 Putusan Mahkamah Agung R.I No K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni Sementara data-data dan bukti kepemilikan hak yang dijadikan sebagai dasar memperkuat permohonan tersebut adalah Surat Keterangan Ahli Waris No. W2. AHU2.AH tanggal 10 Agustus 2011 yang dikeluarkan oleh Ketua Balai Harta Peninggalan Medan. Bahwa Rahul memperoleh Sertipikat Hak Milik No.254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Harminder Singh berdasarkan Hibah Wasiat sesuai dengan Akta Hibah Wasiat No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, selaku PPAT. Bahwa Akta Hibah Wasiat tersebut dibuat berdasarkan kekuatan Testamen No. 34 tanggal 30 April 2007.

3 29 Bahwa dalam pembuatan Akta Hibah No. 180/2002 tanggal yang dibuat oleh Reny Helena Hutagalung, selaku PPAT yang menjadi dasar peralihan Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul menjadi objek perkara di Pengadilan Negeri Medan di Medan dengan register perkara No. 506/Pdt.G/2008/PN.Mdn tanggal 10 Juni 2009 antara Rita Harjit Kaur sebagai Penggugat I, Dr. Balbir Singh sebagai Penggugat II, Ir. Raj Kumar Singh sebagai Penggugat III melawan Dalbir Kaur sebagai Tergugat I dan Rahul sebagai Tergugat II dengan amar putusan antara lain sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan Penggugat I, II, III Tergugat I dan Tergugat II adalah ahli waris dari Alm. Harminder Singh; 3. Menyatakan Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum; 4. Menyatakan portie masing-masing pihak atas harta bersama Harminder Singh dengan Dalip Kaur adalah sebagai berikut: a. Rita Harjit Kaur ( Penggugat I ) = 1/3 bagian b. Dr. Balbir Singh ( Penggugat II ) = 1/3 bagian c. Ir. Raj Kumar Singh ( Penggugat IIII ) = 1/3 bagian Yakni terhadap harta-harta berupa : 1) Kendaraan Bermotor :

4 30 a). Mobil Barang No. Polisi BK 8624 DR atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 23 September 1994 ; b). Truck Tronton No. Polisi 8702 DS atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 09 Februari 1995 ; 2) Tanah dan / atau beserta bangunan di atasnya : a). SHM No.1112 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 19 Desember 1996 ; b). SHM No.889 atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 4 Agustus 1997 ; c). SHM No. 43 atas nama Harminder Singh, Balbir Singh dan Raj Kaur diperoleh sejak tanggal 21 Nopember 1995; d). SHM No. 254 terakhir atas nama Rahul berdasarkan Akta Hibah No.180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperoleh Harminder Singh sejak tanggal 6 Juni 1990; 5. Menyatakan portie masing-masing pihak atas harta bersama Harminder Singh dengan Dalbir Kaur adalah sebagai berikut : a. Dalbir Kaur ( Tergugat I ) = 6/10 bagian; b. Rita Harjit Kaur ( Penggugat I ) = 1/10 bagian; c. Dr. Balbir Singh ( Penggugat II ) = 1/10 bagian; d. Ir. Raj Kumar Singh ( Penggugat III ) = 1/10 bagian; e. Rahul ( Tergugat II ) = 1/10 bagian; Yakni terhadap harta-harta berupa :

5 31 1) Kendaraan bermotor : a). Dump Truck No. Polisi BK 9967 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ; b). Dump Truck No. Polisi BK 9739 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 1 April 2002 ; c). Dump Truck No. Polisi BK 9421 BO atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 26 Oktober 2004 ; d). Dump Truck No. Polisi BK 9833 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 5 April 2002 ; e). Dump Truck No. Polisi BK9246 BE atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ; f). Jeep Land Cruiser No. Polisi BK 9967 BM atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ; g). Dump Truck No. Polisi BK 8742 LK atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 5 April 2002 ; h). Dump Truck No. Polisi BK 8114 FY atas nama Dalbir Kaur yang diperoleh tanggal 21 Juli 2005 ; i). Dump Truck No. Polisi BK 9331 EB atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 03 Oktober 2000 ; j). Dump Truck No. Polisi BK 8336 BD atas nama Harminder Singh diperoleh tanggal 10 Februari 2001 ;

6 32 k). Dump Truck No. Polisi BK 8339 BD atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 10 Februari 2001; l). Dump Truck No. Polisi BK 8133 LJ atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 12 April 2002 ; m). Dump Truck No. Polisi BK 8515 IG atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 3 Oktober 2000 ; n). Dump Truck No. Polisi BK 9436 EB atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 31 Agustus 2000 ; o). Dump Truck No. Polisi BK 8337 BD atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 10 Pebruari 2001 ; p). Dump Truck No. Polisi BK 9465 LF atas nama Harminder Singh yang diperoleh tanggal 28 Desember 2001 ; q). Mobil Toyota Double Cabin No.Polisi BK 8666 EB ; r). Dump Truck No.Polisi BK 8667 BD ; s). Dump Truck No.Polisi BK 8049 DY ; t). Dump Truck No.Polisi BK 8337 DL ; u). Dump Truck No.Polisi BK 9253 DL ; v). Dump Truck No.Polisi BK 9841 DO ; 2) Tanah : a). SHM No atas nama Dalbir Kaur diperoleh sejak tanggal 26 Januari 2005 ;

7 33 b). SHM No atas nama Harminder Singh diperoleh sejak tanggal 7 Maret 2003 yang kemudian menjadi atas nama Dalbir Kaur, Rita Harjit Kaur, Balbir Singh, Raj Kumar dan Rahul tanggal 9 September 2007 ; c). 1 ( satu ) bidang tanah berikut rumah di Bumi Sunggal Permai No. 10 Medan ; d). 1 (satu ) bidang tanah yang terletak di Binjai Selatan Jl. Gunung Kidul Desa Pasar Merah ; 6. Menghukum Tergugat I dan II untuk menyerahkan warisan yang masih dikuasainya kepada pihak yang berhak sesuai dengan portie masing-masing sebagaimana ditetapkan dalam putusan ini ; 7. Menolak gugatan Para Penggugat yang lain dan selebihnya ; 8. Menghukum Tergugat I dan II membayar ongkos perkara ini sebesar Rp ,- ( tiga ratus delapan puluh satu ribu rupiah ) Bahwa Tergugat I dan Tergugat II mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan dengan register perkara No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 04 Desember 2009 dengan amar putusan antara lain sebagai berikut: 1. Menerima Permohonan banding dari Tergugat I dan II / Para Pembanding ; 2. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Medan, tanggal 10 Juni 2009 Nomor 506/Pdt.G/2008/PN.MDN yang dimohonkan banding tersebut;

8 34 3. Menghukum Tergugat I dan II / Para Pembanding untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp ,- (seratus sepuluh ribu rupiah); Bahwa terhadap Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat/Pembanding mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung R.I dengan register perkara No K/Pdt/2010 yang telah diputus tanggal 25 Maret 2011 dengan amar putusan sebagai berikut: 1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi DALBIR KAUR, dan RAHUL tersebut; 2. Menghukum para Pemohon Kasasi/para Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp (lima ratus ribu rupiah); Bahwa permohonan untuk Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul keatas nama semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 telah dilakukan Gelar Internal pada tanggal yang dihadiri oleh semua Staff di Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Bahwa permohonan untuk Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul keatas nama semula (Harminder Singh) yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 juga telah dilakukan penelitian lapang

9 35 dan pemeriksaan data yuridis/administratif berdasarkan Surat Tugas Nomor : 1877/ST-12.71/VI/2012 tanggal yang dituangkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Tugas Penanganan Sengketa Pertanahan Nomor: BAP/06/VI/2012 tanggal 22 Juni Bahwa dalam menjalankan prinsip-prinsip Pemerintahan yang baik Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan telah memberitahukan Rahul tentang permohonan menerbitkan sertipikat dan balik nama Hak Milik No. 254/Sei Sikambing-B tersebut dengan Surat No. 3470/ /X/2011 tanggal 20 Oktober 2011 perihal Penarikan Asli Sertipikat Hak No. 254/Sei Sikambing-B. Bahwa dasar permohonan untuk menerbitkan Sertipikat Baru/pengganti dan Balik Nama yang diajukan oleh Rita Harjit Kaur, DR. Balbir Singh dan Ir. Raj Kumar Singh selaku ahli waris Harminder Singh tanggal 14 Mei 2012 adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 yang salah satu amar putusannya antara lain menyatakan bahwa Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum. Bahwa bukti kepemilikan pemohon yang dijadikan sebagai dasar memperkuat permohonan untuk Balik Nama atas Sertipikat Hak Milik No.254/Sei Sikambing-B terdaftar atas nama Rahul keatas nama semula (Harminder Singh) berupa Surat

10 36 Keterangan Ahli Waris No. W2. AHU2.AH tanggal 10 Agustus 2011 yang dikeluarkan oleh Ketua Balai Harta Peninggalan Medan. Bahwa amar Putusan Mahkamah Agung R.I No K/Pdt/2010 tanggal 25 Maret 2011 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 297/PDT/2009/PT.MDN tanggal 22 Mei 2009 jo. Putusan Pengadilan Negeri Medan di Medan No. 506/Pdt.G/2008/PN-Mdn tanggal 10 Juni 2009 antara lain menyatakan bahwa Akta Hibah No. 180/2002 tanggal 19 Agustus 2002 yang diperbuat oleh Reny Helena Hutagalung, PPAT di Kota Medan tidak sah dan batal demi hukum. B. Hibah 1. Pengertian Hibah Hibah dalam bahasa Belanda adalah Schenking. 38 Sedangkan menurut istilah yang dimaksud hibah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1666 KUHPerdata, adalah Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. 39 Bahwa, yang dimaksud dengan penghibah adalah digolongkannya pada apa yang dinamakan Perjanjian Cuma-Cuma dalam bahasa Belanda Omniet. Maksudnya, hanya ada pada adanya prestasi pada satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain tidak perlu memberikan kontra prestasi sebagai imbalan. Perkataan di waktu hidupnya si Penghibah adalah untuk membedakan penghibahan ini dengan 38 Sudarsono. Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Cet ke-25, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1992), hlm.365.

11 37 pemberian-pemberian yang lain yang dilakukan dalam testament (surat wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah pemberi itu meninggal, dapat diubah atau ditarik kembali olehnya. Pemberi dalam testament menurut BW (Burgerlijk Wetboek) dinamakan legaat (hibah wasiat), yang diatur dalam Hukum Waris, sedangkan penghibah ini adalah suatu perjanjian, maka dengan sendirinya tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh si penghibah. 40 Dengan demikian Hibah menurut BW (Burgerlijk Wetboek) ada 2 (dua) macam, yaitu: hibah dan hibah wasiat yang ketentuan hibah wasiat sering berlaku pula dalam ketentuan penghibah. Mengenai penghibahan dalam Hukum Perdata Indonesia, telah diatur dalam beberapa pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun ketentuan tersebut adalah : a. Pasal 1667 KUHPerdata menyebutkan bahwa Hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi benda-benda yang baru akan dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jika dihibahkan barang yang sudah ada, bersama suatu barang lain yang akan dikemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama adalah sah, tetapi mengenai barang yang kedua adalah tidak sah. 41 b. Pasal 1668 KUHPerdata menyebutkan bahwa Si penghibah tidak boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada 40 R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet ke-10, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm Ibid., hlm.95.

12 38 orang lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda tersebut dianggap sebagai batal. 42 Janji yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang tersebut, tetap ada padanya karena hanya seseorang pemilik yang dapat menjual atau memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan sifat dan hakekat penghibahan. c. Pasal 1669 KUHPerdata menyebutkan bahwa Adalah diperbolehkan kepada si penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini. Bab kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dimaksud itu adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau Nikmat Hasil. Sekedar ketentuan-ketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai tanah, dengan adanya Undang-undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria), tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang bergerak masih berlaku R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Loc.Cit. 43 Ibid., hlm.366.

13 39 2. Kecakapan Memberi dan Menerima Hibah Tentang kecakapan untuk memberikan sesuatu hibah telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1676 KUHPerdata, yaitu Setiap orang diperbolehkan memberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh Undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk itu. Selanjutnya dalam Pasal 1678 KUHPerdata diatur bahwa Dilarang adalah penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan. Pasal 1678 KUHPerdata melarang penghibahan antara suami-isteri selama perkawinan, namun ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian benda-benda bergerak yang bertubuh yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan si penghibah Cara Penghibahan Tentang cara menghibahkan sesuatu telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sebagaimana diatur dalam pasal di bawah ini : a. Pasal 1682 KUHPerdata, Tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687 KUHPerdata, dapat atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu. b. Pasal 1683 KUHPerdata: Tiada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainnya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima 44 Richard Eddy, Aspek Legal Properti: Teori, Contoh, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2010), hlm.74.

14 40 penghibahan-penghibahan yang telah diberikan oleh si penerima hibah atau akan diberikan kepadanya dikemudian hari. Jika penerima hibah tersebut telah dilakukan di dalam suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan di dalam suatu akta otentik, kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si penghibah masih hidup, dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya berlaku sejak saat penerima itu diberitahukan kepadanya. 4. Syarat Sah Pemberian Hibah Pada dasarnya setiap orang dan/atau badan hukum diperbolehkan diberi dan menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk itu (yang cakap melakukan perbuatan hukum). Pemberi hibah adalah pemilik sah barang yang dihibahkan dan pada waktu pemberian itu dilakukan berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohaninya. Dalam ketentuan Pasal 1682 KUHPerdata menetapkan bahwa tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687 KUHPerdata, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta Notaris, yang aslinya disimpan oleh Notaris itu. Ternyata dalam Pasal 1687 KUHPerdata yang ditunjuk berbunyi : Pemberian-pemberian benda-benda bergerak yang bertubuh atau surat-surat penagihan utang kepada si penunjuk dari tangan satu ke tangan lain tidak memerlukan suatu akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian itu atas nama si penerima hibah. Dari Pasal-pasal 1682 dan Pasal 1687 KUHPerdata tersebut dapat terlihat bahwa penghibahan benda tak bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk akta Notaris, tetapi untuk menghibahkan barang bergerak yang bertubuh atau surat penagihan utang atas tunjuk (aantoonder) tidak diperlukan suatu formalitas dan dapat

15 41 dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada si penerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah atas namanya. 45 Dalam sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selalu memperinci suatu proses pemindahan hak milik menjadi dua babakan atau tahapan, yaitu babakan obligatoir dan babakan zakelijke overeenkomst (yaitu leveringnya), penghibahan yang dilakukan secara tunai tersebut sekaligus pada waktu atau saat yang sama. Hal yang sama terjadi pada jual beli kecil-kecilan yang kita lakukan sehari-hari, dimana pihak pembeli mengambil sendiri barang yang ditawarkan sambil memberikan uang harganya kepada pihak penjual. Pasal 1682 KUHPerdata yang mengharuskan perbuatan akta notaris untuk penghibahan tanah, hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, maka penghibahan tanah (menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah) harus dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti halnya jual beli tanah. Adapun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu pada umumnya juga dirangkap oleh para Notaris. Dalam ketentuan Pasal 1683 KUHPerdata menetapkan sebagai berikut : Tiada suatu hibah mengikat si pengibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang bagaimanapun, selainya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas 45 Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, (Jakarta: Visimedia, 2010), hlm.51-52

16 42 diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima penghibahan-penghibahan yang telah diberikan kepadanya di kemudian hari. Apabila penerima hibah tersebut tidak dilakukan dalam surat hibahnya sendiri, maka hal tersebut dapat dilakukan didalam suatu akta otentik kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si pemberi hibah masih hidup; dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir hanya akan berlaku sejak saat penerimaan itu diberitahukan kepadanya. Dari ketentuan tersebut dapat terlihat bahwa suatu penghibahan, yang tidak secara serta merta diikuti dengan penyerahan barangnya kepada si penerima hibah (tunai) seperti yang dapat dilakukan menurut Pasal 1687 KUHPerdata, harus diterima terlebih dahulu oleh si penerima hibah. Penerimaan itu dapat dilakukan oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang kuasa yang dikuasakan dengan akta otentik (akta Notaris), surat kuasa mana harus berupa surat kuasa khusus. Selanjutnya harus diperhatikan bahwa barangbarang bergerak sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 1687 KUHPerdata itu dapat juga dihibahkan tanpa disertai penyerahan serta merta (tunai) tetapi penghibahannya dilakukan dalam suatu akta sedangkan penyerahannya barang akan dilakukan kemudian. Dalam hal yang demikian harus diperhatikan ketentuan dalam Pasal 1683 ayat (2) KUHPerdata tersebut yang memerintahkan dilakukannya penerimaan secara tertulis pula, yang dapat dilakukan didalam surat hibahnya sendiri atau didalam suatu

17 43 akata otentik terkemudian sedangkan penerimaan itu harus dilakukan diwaktu si pemberi hibah masih hidup. Penghibahan-penghibahan yang diberikan seorang perempuan yang bersuami seperti yang ditetapkan didalam Pasal 1684 KUHPerdata tidak dapat diterima. Sedangkan oleh Pasal 1685 KUHPerdata ditetapkan bahwa penghibahan kepada orang-orang yang belum dewasa yang berada dibawah kekuasaan orang tuanya harus diterima oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Sedangkan penghibahan kepada orang-orang belum dewasa yang berada dibawah perwalian atau kepada orang-orang yang berada dibawah pengampuan (curatele) harus diterima oleh si wali atau si pengampu (curator) yang untuk itu harus diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri. Dalam Pasal 1686 KUHPerdata menetapkan bahwa hak milik atas bendabenda yang termaktub dalam suatu penghibahan, sekalipun penghibahan itu sudah diterima secara sah, tidaklah berpidah kepada si penerima hibah, selainnya dengan jalan penyerahan yang dilakukan menurut ketentuan Pasal-Pasal 612, 613, dan 616 KUHPerdata. Pasal 612 KUHPerdata: Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.

18 44 Pasal 213 KUHPerdata: Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat suatu akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan tersebut dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi di berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen. Pasal 616 KUHPerdata: Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tidak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620. Pasal 620 KUHPerdata: Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpan hipotik, yang mana dalam lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan membukukannya dalam register. 5. Saat Lahir Dan Berakhirnya Hibah Saat lahirnya suatu hibah adalah ketika seseorang diwaktu hidupnya dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Hibah hanya dapat mengenai benda-benda yang sudah ada, apabila mengenai barang-barang yang harus akan ada di kemudian hari, maka hibahnya tidak sah atau batal. Pemberi hibah diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun

19 45 benda-benda tak bergerak atau bahwa ia dapat memberikan kenikmatan atau menikmati hasil tersebut kepada orang lain; dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab ke sepuluh buku ke dua KUHPerdata. Penerima hibah baik perorangan maupun badan hukum layak untuk memiliki barang yang dihibahkan padanya. Penerima hibah diisyaratkan sebagai orang yang cakap melakukan tindakan hukum. Kalau ia masih dibawah umur, diwakili oleh walinya atau diserahkan kepada pengawasan walinya sampai pemilik hibah cakap melakukan tindakan hukum. Selain itu, penerima hibah dapat terdiri atas ahli waris atau bukan ahli waris, baik orang muslim maupun non muslim, yang semuanya adalah sah hukumnya. Suatu hibah dapat hapus apabila dibuat dengan syarat-syarat bahwa si penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lainnya, selain yang dinyatakan dengan tegas di dalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang ditempelkan padanya (Pasal 1670 KUHPerdata). Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa diperbolehkan untuk memperjanjikan bahwa si penerima hibah akan melunasi beberapa utang si pemberi hibah, asal disebutkan dengan jelas utang-utang yang mana (kepada siapa dan berapa jumlahnya). Kalau itu tidak disebutkan dengan jelas maka janji seperti itu akan membuat hapus penghibahannya. Penetapan seperti yang dimaksudkan di atas, yang dicantumkan dalam perjanjian penghibahan, yang mana diletakkan suatu kewajiban bagi si penerima hibah, lazimnya dinamakan suatu beban, secara kurang tepat Pasal 1670 KUHPerdata memakai perkataan syarat. Perbedaan antara beban dan syarat adalah

20 46 bahwa terhadap suatu syarat pihak yang bersangkutan adalah beban, dalam arti kata ia dapat menerima atau menolak, sedangkan suatu beban adalah mengikat, merupakan suatu kewajiban. Contoh : a. Syarat kalau kamu mau kuliah, saya akan berikan kamu mobil ini. b. Beban kalau saya berikan rumah ini dengan ketentuan bahwa kamu harus membiayai sekolah adikmu. Si pemberi hibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan memakai sejumlah uang dari harta-harta yang dihibahkan. Jika ia meninggal dunia dengan tidak telah memakai sejumlah uang tersebut, maka apa yang dihibahkan itu tetap untuk seluruhnya pada si penerima hibah. Menurut Pasal 1672 KUHPerdata pemberi hibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak mengambil kembali barang yang telah di berikannya baik dalam hal si penerima hibah sendiri maupun dalam halnya si penerima hibah beserta keturunan-keturunannya akan meninggal lebih dahulu dari pada si pemberi hibah; tetapi hal ini tidak dapat diperjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si pemberi hibah sendiri. Akibat dari hak untuk mengambil kembali barang yang telah dihibahkan adalah memberikan kepada suatu janji yang dicantumkan dalam perjanjian hibah, suatu kekuatan berlaku terhadap pihak-pihak ketiga, sehingga menimbulkan suatu keadaan seperti yang dijumpai dalam suatu jual beli dengan hak membeli kembali. Pihak-pihak ketiga diharuskan memperhatikan dan mentaati janji yang tercantum

21 47 dalam suatu penghibahan. Sudah barang tentu Pasal 1673 KUHPerdata tersebut tidak diperlukan apabila yang dihibahkan itu barang bergerak, karena mengenai barang semacam ini pihak pembeli selalu dilindungi demikian seperti yang tercantum dalam Pasal 1977 KUHPerdata ayat (1) yang berbunyi Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada di pembawa maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Pasal 1974 KUHPerdata menetapkan bahwa, jika terjadi suatu penghukuman untuk menyerahkan suatu barang yang telah dihibahkan kepada orang lain, maka si pemberi hibah tidak diwajibkan menanggung. Ketentuan itu juga sangat wajar, karena penghibahan adalah suatu perjanjian dengan cuma-cuma, artinya tanpa imbalan prestasi dari pihaknya si penerima hibah. Kepada si pemberi hibah tidak ada kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram dan terhadap cacat-cacat yang tersembunyi seperti halnya dengan seorang penjual barang. Akhirnya oleh Pasal 1675 KUHPerdata dinyatakan bahwa beberapa ketentuan dari Buku II berlaku untuk penghibahan, jika dilihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, ternyata bahwa itu mengenai apa yang dinamakan pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat secara lompat tangan. Dengan itu dimaksudkan penunjukan seorang ahli waris atau pemberi barang dalam suatu testament (wasiat) dengan ketentuan bahwa si waris atau si penerima hibah wasiat dilarang untuk memindahtangankan barang-barang tersebut, setelah mereka meninggal, harus diberikan kepada seorang atau orang-orang lain lagi yang ditunjuk di dalam testament tersebut.

22 48 Bahwa larangan-larangan tersebut diatas berlaku juga terhadap penghibahan. Dengan demikian adalah terlarang pemberian hibah yang disertai penetapan bahwa si penerima hibah selama hidupnya dilarang untuk memindahtangankan barang yang dihibahkan, sedangkan semeninggalnya si penerima hibah barang itu harus diterimakan kepada orang lain yang ditunjuk dalam perjanjian. Oleh Pasal 879 KUHPerdata (dalam hal pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat) ditetapkan bahwa bagi si waris atau si penerima hibah wasiat penetapan-penetapan seperti yang dilarang oleh undang-undang itu adalah batal dan tak berharga. Artinya pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat tetap berlaku tanpa berlakunya penetapan-penetapan yang dilarang itu. Mutatis mutandis ketentuan ini juga berlaku untuk penghibahan, sehingga penghibahan tetap berlaku tanpa berlakunya penetapan-penetapan yang terlarang itu. Maksud dari undang-undang untuk mengadakan larangan-larangan tersebut adalah untuk mencegah adanya barang-barang yang terlalu lama berada di luar peredaran, hal mana dapat menganggu lalu lintas hukum. C. Inbreng Terhadap Hibah Inbreng merupakan suatu istilah dalam Hukum Perdata yang berasal dari Bahasa Belanda, yang artinya hibah yang wajib diperhitungkan. 46 Definisi arti inbreng adalah memperhitungkan kembali pemberian barang-barang atau bendabenda yang dilakukan oleh si peninggal warisan pada waktu ia masih hidup kepada 46 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hlm. 455.

23 49 para ahli warisnya. 47 Hal tersebut di atas, oleh Burgerlijk Wetboek dalam Pasal 1086 sampai dengan Pasal 1099 KUHPerdata. Kitab Undang-undang Hukum Perdata sendiri tidak merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan inbreng, tetapi dalam ciri-ciri yang ada dalam ketentuannya dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan inbreng adalah memperhitungkan kembali hibah-hibah yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya, ke dalam warisan, agar pembagian waris di antara para ahli waris menjadi lebih merata. 48 Jadi yang terkena peraturan inbreng itu adalah para ahli warisnya, yaitu mereka yang pada saat terjadinya pembagian harta warisan nanti harus memperhitungkan atau mengembalikan semua harta yang pernah di terima dari si peninggal pada waktu masih hidupnya ke dalam hitungan harta asal (boedel) untuk dibagi bersama-sama dengan ahli waris yang lain. Masalah inbreng tersebut, dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata diatur dalam Buku Kedua Bab XVII bagian Kedua dengan judul Tentang Pemasukan yang meliputi dari Pasal 1086 sampai dengan Pasal 1099 KUHPerdata. Adapun fungsi inbreng yaitu untuk menjamin tercapainya keadilan atau kesamaan di antara anak-anak dalam menerima bagian dari segala pemindahan harta kekayaan orang tuanya, baik pemindahan sewaktu hidup yaitu hibah atau pemindahan setelah mati dengan cara pembagian warisan, terutama yang berkaitan dengan 47 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Waris di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1980), hlm J. Satrio. Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hlm.348.

24 50 legitimie portie (bagian mutlak) yaitu bagian yang harus diterima, sehingga setiap anak mendapatkan bagiannya masing-masing. Bahwa, dasar pemikiran dari peraturan tentang inbreng, yaitu bahwa si meninggal, kecuali jika sebaliknya, harus di anggap memegang keadilan terhadap anak-anak atau cucu-cucunya. 49 Yang dimaksud dengan keadilan di sini adalah yang berkenaan dengan pembagian harta kekayaan, yaitu pembagian secara sama rata, tidak di bedakan antara anak laki-laki dan perempuan, karena mungkin orang tua pada waktu masih hidup memberikan hibah yang tidak sama antara yang satu dengan anak yang lain, maka di buatlah suatu sistem atau cara dengan memberikan barangbarang yang pernah di hibahkan ke dalam harta asal (harta peninggalan) yang kemudian akan dibagi sama rata, sehingga akan terwujud keadilan atau kesamaan dalam menerima bagian warisan. Apabila hibah sewaktu hidup itu tidak di kembalikan maka bagian yang seharusnya diterima oleh anak yang tidak diberi hibah akan berkurang. Sedangkan untuk anak yang pernah menerima hibah bagiannya, menjadi berlebihan dari bagian yang semestinya diterimanya. Dengan demikian, maka semua anak akan terjamin hak legitimie portie-nya (bagian yang harus diterima), walaupun anak itu tidak mendapatkan hibah atau telah mendapatkan hibah tetapi nilainya kecil bila di bandingkan dengan yang lain. Untuk menjelaskan maksud dari diadakannya lembaga inbreng akan diberikan contoh sederhana suatu peristiwa pewarisan sebagai berikut : 49 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1989), hlm.97.

25 51 Pewaris meninggal sebagai ahliwarisnya tiga orang anak masing-masing A, B, dan C. Harta yang ditinggalkan pewaris pada waktu meninggal dunia berupa harta benda senilai Rp semasa hidupnya, pewaris pernah memberikan hibah kepada A senilai Rp , seandainya tidak ada peraturan inbreng, maka pembagian warisan adalah sebagai berikut: A menerima 1/3 x = B menerima bagian yang sama = C menerima bagian yang sama = Sehingga A dari P menerima total: Sebagai hibah = Rp Sebagai warisan = Rp Total = Rp Sedangkan B dan C hanya menerima masing-masing Rp , cara pembagian tersebut diatas rasa-rasanya kurang adil sehingga diadakanlah ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata. Dengan adanya inbreng maka pembagian menjadi sebagai berikut : A harus inbreng kedalam warisan, sehingga warisan berjumlah Rp = A, B, dan C masing-masing menerima : 1/3 x Rp = Rp A telah menerima hibah sebesar Rp Jadi dari warisan ia masih dapat menerima Rp B dan C masing-masing menerima Rp

26 52 Dengan cara demikian, maka A dari warisan hanya mengambil Rp lagi sehingga pembagian harta pewaris sekarang menjadi lebih merata. 1. Inbreng Terhadap Ahli Waris bahwa yang terkena peraturan inbreng adalah para ahli waris dari si meninggal, sebagimana yang disebutkan dalam Pasal 1086 KUHPerdata, yaitu Dengan tidak mengurangi kewajiban sekalian ahli waris untuk membayar kepada kawan-kawan waris mereka atau memperhitungkan dengan mereka ini segala hutang mereka kepada harta peninggalan, maka segala hibah yang diperoleh dari si yang mewariskan dikala hidupnya orang ini harus dimasukkan. a. Oleh para waris dalam satu garis turun ke bawah, baik sah maupun luar kawin, baik mereka itu telah menerima warisnya secara murni maupun dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran, baik mereka itu telah menerima bagian mutlak mereka maupun mereka telah memperoleh lebih dari itu, kecuali apabila pemberian-pemberian itu telah dilakukan dengan pembebasan secara jelas dari pemasukan ataupun apabila penerima itu dalam suatu akta otentik atau dalam suatu wasiat telah dibebaskan kewajibannya untuk memasukan. b. Oleh waris lainnya, baik waris karena kematian maupun waris wasiat, namun hanyalah dalam hal si yang mewariskan maupun si penghibah dengan tegas telah memerintahkan atau memperjanjikan dilakukannya pemasukan. Sehingga pada prinsipnya, ada 2 (dua) kelompok ahli waris yang terkena inbreng, yaitu :

27 53 a. Kelompok I adalah ahli waris dalam garis lurus ke bawah, kecuali pewaris membebaskan mereka. Sehingga mereka harus memenuhi dua kriteria, yaitu mereka harus berkualitas sebagai ahli waris dan harus ahli waris dalam garis lurus ke bawah. Sekalipun orang pernah menerima hibah dari pewaris, bila pada waktu warisan pewaris terbuka, orang yang bersangkutan tidak berstatus sebagai ahli waris maka ia tidak diwajibkan untuk inbreng. Ahli waris dalam garis lurus ke bawah adalah, keturunan pewaris termasuk di dalamnya anak luar kawin yang diakui secara sah, juga mereka yang mewarisi berdasarkan penggatian tempat, misalnya cucu-cucu yang menggantikan seorang anak yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, Sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 1098 ayat (3), bahwa para ahli waris pengganti tempat bahkan tetap wajib inbreng atas apa yang diterima oleh orang yang digantikan sebagai hibah dari pewaris, sekalipun yang menggantikan menolak warisan orang yang digantikannya. 50 b. Kelompok 2 adalah ahli waris lain dalam hal pewaris mewajibkan mereka dalam hal ini kewajiban inbreng baru ada kalau dipenuhi dua macam kriteria, yaitu mereka harus berkualitas sebagai ahli waris dan harus ada pernyataan tegas dari pewaris, bahwa mereka wajib inbreng. Seseorang yang pernah mendapat hibah dari pewaris, tetapi merupakan orang luar dan tidak berkualitas sebagai ahli waris maka tidak pernah berkewajiban untuk inbreng. Adanya kehendak dari pewaris, bahwa ahli waris yang bersangkutan harus memasukan (inbreng) apa yang pernah 50 J. Satrio. Op.Cit., hlm

28 54 diterima sebagai hibah padanya, tidak boleh di simpulkan dari kata-kata pewaris, tetapi harus berupa pernyataan yang tegas. Pernyataan kehendak pewaris dapat dituangkan dalam akta hibahnya, dimana pewaris mensyaratkan inbreng atau dalam testament memerintahkan inbreng. 51 Kemudian undang-undang juga mengatur tentang mereka yang dikecualikan dari kewajiban inbreng, yaitu: 1) Pasal 1087 KUHPerdata, Seorang ahli waris yang menolak warisannya tidaklah diwajibkan memasukan apa yang pernah dihibahkan kepadanya, selain untuk menambah bagian yang sedemikian yang menyebabkan bagian mutlak para kawannya mewaris telah dikurangi. 2) Pasal 1089 KUHPerdata : Para orang tua tidak usah memasukan pemberian-pemberian yang telah dilakukan kepada anak mereka oleh kakek neneknya anak ini. Begitu pula tidak perlu seorang anak yang berdasarkan kedudukannya sendiri memperoleh warisan kakek-neneknya ini telah dilakukan kepada orang tuanya. Sebaliknya seorang anak yang memperoleh warisan tersebut hanya karena penggantian. Diwajibkan memasukan segala pemberian, yang telah dilakukan kepada orang tuanya, sekalipun warisan orang tuanya sendiri telah ditolaknya. Namun demikian, anak tersebut dalam hal penolakan seperti itu tidaklah bertanggung jawab terhadap para kawannya mewarisi dalam hal warisan kakek atau nenek tersebut mengenai utang-utang orang tuanya. 3) Pasal 1090 KUHPerdata : Pemberian yang dilakukan kepada seorang suami oleh orang tua istrinya atau kepada seorang isteri oleh orang tua suaminya, tidak tunduk pada pemasukan, meskipun hanya untuk separoh, sekalipun barang yang dihibahkan itu jatuh dalam persatuan. Jika pemberian pemberian itu telah dilakukan kepada suami isteri kedua-duanya bersam-sama oleh Bapak atau Ibu seorang dari mereka, maka pemasukan haruslah demikian. Jika pemberian-pemberian itu telah dilakukan kepada si suami atau si isteri oleh bapak atau ibunya sendiri, maka pemberian itu harus dimasukkan semuanya. 51 Ibid., hlm.361.

29 55 Adanya ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata bersifat mengatur atau menambah (aanvullendrecht). Dari apa yang dikemukakan diatas baik atas dasar kehendak pembuat undang-undang maupun kehendak pewaris maksud diadakannya lembaga inbreng adalah agar harta pewaris dibagi lebih merata diantara ahli warisnya Ketentuan Besarnya Inbreng Dalam memperhitungkan atau memasukan hibah ke dalam boedel itu, pada prinsipnya adalah segala hibah yang pernah diterima dari orang yang meninggal sewaktu masih hidup, termasuk juga segala perbuatan yang menguntungkan ahli waris, misalnya pembebasan hutang. Sebagaimana yang tercantum Pasal 1086 KUHPerdata yang berbunyi : Dengan tidak mengurangi sekalian ahli waris untuk membayar kawan-kawan waris mereka atau mereka memperhitungkan dengan mereka ini segala hutang mereka kepada harta peninggal, maka segala hibah yang diperoleh dari si yang mewariskan di kala hidupnya orang ini harus dimasukkan Namun demikian ada Pasal yang membatasi tentang ketentuan tersebut, yaitu Pasal 1088 KUHPerdata, yang berbunyi: Jika pemasukan yang berjumlah lebih dari pada bagiannya sendiri dalam warisan, maka apa yang selebihnya itu tidak usah dimasukkan, dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu. Sehingga mereka hanya wajib inbreng sebesar yang mereka terima dari warisan, sedangkan Pasal 1087 KUHPerdata, memberikan pembatasan lain, yaitu orang yang menolak warisan paling-paling hanya harus inbreng untuk memenuhi kekurangan legitimie portie yang dituntut. 52 A. Pitlo, Op.Cit., hlm.295.

30 56 Ketentuan pembatasan dalam Pasal 1088 KUHPerdata perlu diadakan, karena kalau tidak ahli waris yang telah menerima hibah yang besar dan melihat, bahwa sesudah inbreng, apa yang akan diterimanya dari warisan akan berjumlah lebih kecil dari hibah yang sudah ia masukkan (inbreng), akan cenderung menolak warisan, dengan demikian besarnya inbreng tergantung dari: a. Besarnya hibah b. Besarnya hak bagian yang akan diterima oleh orang yang memberikan inbreng dari warisan. c. Kekurangan yang dilakukan untuk memenuhi legitimie portie. 53 Kemudian yang harus di-inbreng menurut ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata adalah semua hibah, maka di dalamnya termasuk hibah, baik barang bergerak maupun tetap, baik barang berwujud maupun barang tak berwujud. 54 Pasal 1096 KUHPerdata termasuk yang harus di inbreng, yaitu apa yang telah diberikan oleh pewaris semasa hidupnya kepada si ahli waris untuk memberikan kepadanya suatu kedudukan, suatu pekerjaan atau perusahaan, untuk membayar utang-utang ahli waris yang bersangkutan dan tanpa diberikan sebagai pesangon kawin. 3. Yang Dikecualikan Dari Kewajiban Inbreng Pasal 1087 KUHPerdata orang yang menolak warisan tidak diwajibkan untuk memasukkan (inbreng) atas hibah-hibah yang diterimanya dari pewaris. Penolakan 53 J. Satrio, Op.Cit., hlm Ibid., hlm.369.

31 57 warisan berlaku surut hingga saat warisan terbuka dan karenanya mereka yang menolak, tidak mewaris dan malahan tidak pernah menjadi ahli waris (Pasal 1058 KUHPerdata). Diadakannya pasal 1087 KUHPerdata sebenarnya agak berlebihan, karena orang yang menolak warisan tidak memenuhi syarat-syarat Pasal 1086 KUHPerdata, sehingga mereka memang tidak perlu inbreng. Pasal 1089 ayat (1) KUHPerdata, orang tua tidak perlu inbreng apa yang diterima oleh keturunan mereka sebagai hibah dari pewaris, yang adalah kakeknya. Pasal 1089 ayat (2) KUHPerdata, seorang anak yang mewaris karena kedudukannya sendiri tidak perlu memasukkan apa yang telah dihibahkan pewaris kepada leluhur mereka. 4. Pemberian Yang Harus Di-inbreng Pasal 1086 KUHPerdata yang harus di-inbreng adalah Semua hibah yang diperoleh dari pewaris. Karena hibah adalah pemberian secara cuma-cuma antara orang-orang yang masih hidup, maka sudah tentu pemberian tersebut sudah harus dilakukan pada waktu hidupnya pewaris. Karena di sana dikatakan semua hibah, maka didalamnya termasuk hibah baik barang bergerak maupun barang tetap, baik barang berwujud maupun barang tak berwujud dan memang demikian itulah maksud pembuat undang-undang. Bahkan pemberian-pemberian melalui perjanjian perkawinan tak dikecualikan dari inbreng. Pasal 1096 KUHPerdata termasuk yang harus inbreng adalah apa yang telah diberikan oleh pewaris semasa hidupnya kepada si ahli waris untuk memberikan kepadanya suatu kedudukan, suatu pekerjaan atau perusahaan, untuk membayar

32 58 utang-utang kepada ahli waris yang bersangkutan, dan diberikan sebagai pesangon kawin. Kata-kata memberikan kedudukan dan pesangon kawin mengingatkan kita kepada Pasal 124 KUHPerdata, ditentukan bahwa suami sebagai pengurus harta persatuan, diperbolehkan memberikan secara cuma-cuma hibah kepada anak-anak dari perkawinan mereka sebagai pesangon kawin untuk memberikan suatu kedudukan. Termasuk didalamnya kalau suami memberikan modal untuk permulaan hidup terpisah dari orang tua. Kesemuanya itu disamakan dengan hibah dan karenanya tunduk pada ketentuan Pasal 1086 KUHPerdata. Dari ketentuan Pasal 1096 KUHPerdata bahwa apa yang dimaksud dengan hibah dalam Pasal 1086 KUHPerdata adalah hibah dalam arti yang luas, tidak sekedar hibah-hibah yang memenuhi Pasal 1666 KUHPerdata. 5. Inkorting (Pemotongan Hibah) Setelah menentukan jumlah dari mana akan menghitung Legitieme Portie (LP), maka kita kalikan pecahan LP yang bersangkutan dengan jumlah tersebut diatas. Dari sana kita akan tahu berapa besarnya LP. Setelah ditemukan besarnya LP maka kita lihat berapa besarnya sisa warisan setelah testament dilaksanakan. Kalau sisanya cukup untuk memenuhi LP maka LP dipenuhi terlebih dahulu, baru sisanya dibagi menurut pewarisan ab-intestato-nya. Kalau sisa warisan tidak cukup, maka dilihat terlebih dahulu, apakah legitimaris pernah menerima hibah semasa hidupnya pewaris atau menerima legaat berdasarkan testament. Dari sini diketahui, apakah ia

33 59 masih berhak untuk menerima LP, kalau LP nya belum terpenuhi, maka ia berhak untuk menuntut pemotongan terhadap hibah-hibah/ hibah wasiat. Aktiva warisan senilai Rp Utang warisan senilai Rp Legaat kepada B senilai Rp A pernah menerima hibah dari P sebesar LP yang dituntut Rp Penyelesaian : Aktiva warisan Rp Utang warisan Rp Warisan Rp Laksanakan wasiat berikan kepada B Rp Sisanya Rp. 0 Perhitungan LP LP A = ( Rp Rp ) = Rp A telah menerima (hibah) Rp A masih berhak atas Rp Inkorting terhadap legaat B sebesar Rp untuk memenuhi LP A, sehingga B menerima Rp Rp = Rp Pasal 924 KUHPerdata dengan tegas menyatakan bahwa inkorting terhadap hibah/hibah wasiat: a. Hanya diperkenankan untuk memenuhi LP saja

34 60 b. Bila sisa warisan, setelah wasiat (kalau ada) dilaksanakan, tidak cukup untuk memenuhi LP yang dituntut Jadi bila sisa warisan tidak mencukupi untuk memenuhi LP yang dituntut, maka terpaksa diadakan pemotongan terhadap hibah wasiat (kalau ada) atau terhadap hibah. Antara hibah dan hibah wasiat ada ada perbedaan, yaitu kalau hibah (dalam hubungannya dengan upaya untuk memenuhi tuntutan LP) benda hibah sudah diterima (sudah berada di tangan) penerima hibah, sedang pada hibah wasiat, benda hibah sebenernya masih ada di dalam warisan. Apa yang akan diterima legataris masih berupa perhitungan saja. Dengan demikian kalau ada pemotongan (inkorting) maka sebenarnya yang benar-benar dipotong adalah hibah-hibah, sedang untuk hibah wasiat, pemotongan di sini baru merupakan perhitungan saja. Di sini legataris bukan dipotong tetapi menerima kurang dari seandainya tidak ada tuntutan LP. Pasal 924 KUHPerdata dalam kalimat terakhirnya mengatakan, bahwa cara pemotongan terhadap hibah-hibah dilakukan menurut urutan-urutan pemotongan pertama-tama terhadap hibah yang paling akhir, bila tidak cukup, diambilkan (dipotongkan) dari hibah yang kedua terakhir dan demikian seterusnya mundur ke yang lebih tua. Menurut Pasal 920 KUHPerdata, yang berhak untuk melancarkan tuntutan pemotongan inkorting hanyalah para legitimaris, dan para ahliwaris dari si legitimaris

35 61 atau orang yang mendapatkan hak dari mereka, yaitu orang-orang yang mengoper hak waris dari legitimaris. 55 D. Peralihan Hak Atas Tanah Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk Menteri yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memang tidak ada sanksinya bagi para pihak, namun para pihak akan menemukan kesulitan praktis, yakni penerima hak tidak akan dapat mendaftarkan peralihan haknya sehingga tidak akan mendapatkan sertifikat atas namanya. Oleh karena itu, jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mengulangi prosedur peralihan haknya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tetapi cara ini tergantung dari kemauan para pihak yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa : Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum dan 55 Soedharyo Soimin, Op.Cit., hlm.78.

PEMBATALAN HIBAH DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SERTIPIKAT HASIL PERALIHAN HAK AHMAD BUDINTA RANGKUTI ABSTRACT

PEMBATALAN HIBAH DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SERTIPIKAT HASIL PERALIHAN HAK AHMAD BUDINTA RANGKUTI ABSTRACT Ahmad Budinta Rangkuti - 1 PEMBATALAN HIBAH DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP SERTIPIKAT HASIL PERALIHAN HAK AHMAD BUDINTA RANGKUTI ABSTRACT On the cancellation of the transfer of right in the form of a grant

Lebih terperinci

BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA. A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA. A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BAB III HIBAH DALAM DALAM PASAL 1688 KUH PERDATA A. Sekilas tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Sesuai dengan judul di atas yaitu sekilas tentang Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM

BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM BAB III SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI TANAH SEBAGAI DASAR PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI NO. 14 TAHUN 1982 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN SURAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA A. Hibah dan Hibah Wasiat Sebagai Peristiwa Hukum Anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KEPENTINGAN ANAK DI BAWAH UMUR TERHADAP HIBAH YANG MELANGGAR LEGITIEME PORTIE NITA NILAN SRY REZKI PULUNGAN ABSTRACT

PERLINDUNGAN HUKUM KEPENTINGAN ANAK DI BAWAH UMUR TERHADAP HIBAH YANG MELANGGAR LEGITIEME PORTIE NITA NILAN SRY REZKI PULUNGAN ABSTRACT Nita Nilan Sry Rezki Pulungan -1 PERLINDUNGAN HUKUM KEPENTINGAN ANAK DI BAWAH UMUR TERHADAP HIBAH YANG MELANGGAR LEGITIEME PORTIE NITA NILAN SRY REZKI PULUNGAN ABSTRACT In practice, the grant giver always

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 351/PDT/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 351/PDT/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 P U T U S A N NOMOR : 351/PDT/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara Perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47 BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH A. Jual Beli Tanah 1. Jual Beli Tanah Menurut KUHPerdata Jual beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dimana pihak yang satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perbuatan hukum yang hampir setiap hari dilakukan oleh manusia adalah jual beli. Jual beli merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS PEMBELI UNTUK MENDAPATKAN OBYEK JUAL BELI

BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS PEMBELI UNTUK MENDAPATKAN OBYEK JUAL BELI BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS PEMBELI UNTUK MENDAPATKAN OBYEK JUAL BELI 1. Hak Ahli Waris Atas Harta Warisan Kronologi kasus diawali pada tahun 1963 Liem Hao Tjong membeli bidang tanah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 203/PDT/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA "

P U T U S A N. Nomor : 203/PDT/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 203/PDT/2012/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA " PENGADILAN TINGGI MEDAN di Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata pada tingkat banding

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE RIVERA WIJAYA 1 AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE AHLI WARIS DITINJAU DARI KUHPERDATA (STUDI PUTUSAN NOMOR 188/PDT.G/2013/PN.SMG) RIVERA

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5268 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162) I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017. PEMBATALAN HIBAH MENURUT PASAL 1688 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Meylita Stansya Rosalina Oping 2

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017. PEMBATALAN HIBAH MENURUT PASAL 1688 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Meylita Stansya Rosalina Oping 2 PEMBATALAN HIBAH MENURUT PASAL 1688 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Meylita Stansya Rosalina Oping 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan pembatalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya mengalami 3 peristiwa penting, yaitu peristiwa pada saat ia dilahirkan, menikah, dan saat ia meninggal dunia. Pada fase-fase inilah, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 162/PDT/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : 162/PDT/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 162/PDT/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara Perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Hambatan dalam pelaksanaan peralihan hak berdasarkan hibah wasiat di Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 31/Pdt.G/2009/PTA.Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN. Nomor 31/Pdt.G/2009/PTA.Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor 31/Pdt.G/2009/PTA.Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN 1 BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN 2.1. TINJAUAN UMUM SURAT KUASA 2.1.1. Pengertian Perjanjian Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro SH menyatakan bahwa perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Warisan dapat diartikan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari masyarakat

Lebih terperinci

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor : 06/PDT.G/2007.PN.WT ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB III HIBAH DALAM KELUARGA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB III HIBAH DALAM KELUARGA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA BAB III HIBAH DALAM KELUARGA MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA A. Konsep Keluarga dalam Hukum Perdata 1. Konsep Keluarga Keluarga adalah kesatuan masyarakat kecil yang terdiri atas suami, istri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR : 57 /PDT/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ------ PENGADILAN TINGGI DI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci