BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Hemodialisis Perkembangan hemodialisis sangatlah berkembang, dilihat dari sejarahnya, dicatat bahwa Abel, Rowntree, dan Turner di John Hopkins University in Baltimore, terakreditasi dengan menunjukkan Hemodialisis pertama (Van Stone, 1983). Di Indonesia hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam. Di senter dialisis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama dialisis 4 jam (Suhardjono, Rahardjo & Susalit, 2009). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal Pengertian Hemodialisis Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/rrt) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Kandarini, 2013) Indikasi Hemodialisis

2 8 Suhardjono, Rahardjo & Susalit (2009) mencatat bahwa pada umumnya indikasi dialisis pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 ml/menit. Keadaan pasien yang hanya memiliki LFG < 5 ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah: Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata K serum > 6 meq/l Ureum darah > 200 mg/dl ph darah < 7,1 Anuria berkepanjangan ( > 5 hari) Fluid overloaded Kandarini (2013) menyebutkan bahwa indikasi HD dibedakan menjadi HD segera dan HD kronik. A. Indikasi hemodialisis segera antara lain: 1. Kegawatan ginjal a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam) c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam) d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l ) e. Asidosis berat ( ph <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l) f. Uremia ( BUN >150 mg/dl) g. Ensefalopati uremikum h. Neuropati/miopati uremikum 12 i. Perikarditis uremikum j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/l) k. Hipertermia 2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis. B. Indikasi Hemodialisis Kronik

3 9 Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Kandarini, 2013): a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah. c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot. d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan. e. Komplikasi metabolik yang refrakter. Seperti yang direkomendasikan oleh National Kidney Foundation s Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI), perencanaan untuk dialisis harus dimulai setelah laju filtrasi glomerulus pasien (LFG) atau kreatinin klirens (CL cr ) turun di bawah 30 ml/menit per 1,73 m 2. Awal proses persiapan pada saat ini memungkinkan waktu yang cukup untuk edukasi yang tepat dari pasien dan keluarga dan untuk pembuatan sebuah akses vaskular atau akses peritoneal. Untuk pasien HD tertentu, akses arteriovenous (AV) permanen (sebaiknya fistula), pembedahan harus dibuat sebelum 6 bulan diantisipasi kebutuhan untuk dialisis (Manley & Foote, 2008). Kriteria utama untuk inisiasi dialisis adalah pasien status klinis: adanya anoreksia terus-menerus, mual, dan muntah, terutama jika disertai dengan penurunan berat badan, kelelahan, penurunan kadar serum albumin, hipertensi yang tidak terkontrol atau kegagalan jantung kongestif, dan defisit neurologis atau pruritus. Beberapa nephrologis menggunakan critic lab values serum kreatinin atau nitrogen urea darah sebagai indikator kapan harus memulai dialisis. Update 2006 dari Pedoman K/DOQI menunjukkan bahwa manfaat dan risiko dialisis harus dievaluasi ketika diperkirakan LFG atau CL cr adalah <15 ml/menit per 1,73 m Peralatan Hemodialisis

4 10 Pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK), hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artificial) dengan kompartemen dialisilat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi (Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009). Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi bila (1) perbedaan konsentrasi di kedua kompartemen makin besar, (2) diberi tekanan hidrolik di komparetemen darah, dan (3) bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen. Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak liter setiap dialisis. Cairan dialisat perlu dimurnikan agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh. Dengan teknik reverse osmosis air akan melewati membran semipermeabel yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat molekul kecil seperti urea, natrium, dan klorida. Dalam Cahyaningsih (2008) menyebutkan beberapa komponen-komponen hemodialisis, antara lain:

5 11 Dialiser Terdapat 4 jenis membran dialiser yaitu: selulosa, selulosa yang diperkaya, selulo sintetik, dan membran sintetik. Pada membran selulosa terjadi aktivasi komplemen oleh gugus hidroksil bebas, karena itu penggunaan membran ini cenderung berkurang digantikan oleh membran lain. Aktivasi sistem komplemen oleh membran lain tidak sehebat aktivasi oleh membran selulosa (Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009). a. Fungsi dan Komponen Setiap dialiser terdiri dari kompartemen darah dan dialisat, dimana kedua kompartemen ini akan dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel. Membran ini diletakkan dalam suatu tabung plastik dan diposisikan di tengah daripada kedua kompartemen agar darah dan dialisat dapat mengalir masuk dan keluar. Selama tindakan hemodialisis, darah pasien, dengan kadar elektrolit, air dan sampah tubuh yang tinggi melewati kompartemen darah. Dialisat, cairan yang secara kimiawi disesuaikan dengan komposisi darah manusia, melewati kompartemen dialisat pada sisi lain membran. b. Karakteristik Dialiser Ada beberapa aspek dari dialiser dapat mempengaruhi efektifitas tindakan hemodialisis, yaitu: Biokompatibilitas Biokompatibel berarti tidak berbahaya terhadap fungsi biologis. Ketika darah bersentuhan dengan substansi asing, sel-sel imun di dalam darah bereaksi sebagai bentuk pertahanan tubuh. Pertahanan ini meliputi aktivasi komplemen, dan mekanisme yang lain dapat bervariasi mulai dari clotting (darah membeku) sampai reaksi alergi yang berat. Biokompatibilitas dari membrane dapat diuji dengan memeriksa darah pasien terhadap adanya protein dan kimia tertentu. Kemampuan membrane untuk adsorbsi (menarik dan menahan) protein pada dinding fiber adalah kunci untuk biokompabilitas. Luas Permukaan

6 12 Luas permukaan adalah kunci seberapa baik dialiser mengeluarkan solut. Bila aspek yang lain sama, dialiser dengan area permukaan yang lebih luas akan lebih banyak mengekspos darah dengan dialisat. Hal ini berarti lebih banyak solut yang dapat dikeluarkan dari dalam darah. Total luas permukaan dialiser dapat bervariasi antara ( ) m 2. Mass Transfer Coefficient (KoA) Adalah kemampuan solut untuk dapat melewati porus/lubang pada dialiser. Secara teori, KoA, adalah kemungkinan tertinggi clearance yang mampu dilakukan dialiser pada kecepatan aliran darah dan dialisat yang tidak terbatas. Semakin tinggi KoA, dialiser semakin permeabel. Batas Berat Molekul Setiap membran memiliki batas berat molekul terbesar yang dapat diukur dalam dalton (Da). Molekul besar memiliki berat molekul lebih berat, molekul kecil memiliki berat molekul lebih ringan. Dialiser dapat dipilih dengan batas berat molekul yang bervariasi mulai 3000 Da sampai lebih dari Da. Tabel 2.1: Berat Molekul Molekul Berat Molekul (Da) Albumin Calcium (Ca ++ ) 40.0 Creatinin Nitric Oxide (NO 3 ) 62.0 Phosphorus (PO 4 ) 94.9 Urea 60.0 Air (H 2 O) 18.0 Zinc (Zn 2+ ) 65.3 (Sumber : hemodialysis device, 2005, dalam Cahyaningsih, 2008) Zat dengan berat molekul ringan yang terdapat dalam cairan dialisilat akan dapat dengan mudah berdifusi ke dalam darah pasien selama dialisis. Karena itu kandungan solut cairan dialisilat harus dalam batas-

7 13 batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh. (Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009) Koefisien Ultrafiltrasi Ultrafiltrasi (UF) adalah cara untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari tubuh pasien selama hemodialisis dengan memberikan tekanan. Tekanan hidrolik yang yang diberikan pada kompartemen dialisat akan mendorong air melewati membrane. Clearance Jumlah darah yang dapat dibersihkan dari suatu solut dalam suatu periode tertentu disebut clearance (K). Ada 3 cara mempengaruhi clearance dialiser: difusi, konveksi, dan adsorbsi. c. Desain dialiser Dialyzer hollow fiber adalah silinder plastik bening yang menyatukan ribuan helai fiber yang setipis rambut. Diasilat mengalir disekitar fiber dengan arah aliran yang berlawanan, dengan aliran countercurrent. d. Membran Membran semipermeabel berperan seperti dinding pembuluh pada nefron manusia, karena selektif. Dilubangi oleh porus yang mikroskopik, membran hanya dapat dilewati oleh air dan solut tertentu. Luas permukaan membran juga penting untuk proses pembersihan. Luas permukaan membran yang tersedia adalah dari 0.8 m 2 sampai 2.1 m 2. Semakin tinggi luas permukaan membran semakin efisien proses dialisis yang terjadi ( Suhardjono, Rahardjo & Susalit, 2009). Cahyaningsih (2008) juga menyebutkan ada faktor membran lain yang juga mempengaruhi keluarnya solut dan cairan selama dialisis. Hal ini meliputi material membran dan karakteristik tiap dialiser.

8 Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisis Gambar 2.1. Cara Kerja Hemodialisis (Sumber: Foote dan Manley, 2008) Disebutkan dalam Manley & Foote (2008), sistem HD terdiri dari sirkuit vaskuler eksternal melalui mana darah pasien ditransfer dalam steril polyethylene tubing ke dialisis filter atau membran (dialiser) melalui pompa mekanik. Darah pasien kemudian melewati dialiser pada satu sisi membran semipermeabel dan dikembalikan ke pasien. Solut dialisat, yang terdiri dari air murni dan elektrolit, dipompa melalui dialiser berlawanan dengan aliran darah di sisi lain dari membran semipermeabel. Dalam kebanyakan kasus, antikoagulasi sistemik (dengan heparin) digunakan untuk mencegah pembekuan dari sirkuit hemodialisis.

9 15 Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solut (bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solutemelewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solut terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, ultrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solut berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Kandarini, 2013). 2.2.Adekuasi Dialisis Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi dialisis dengan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dialisis. Adekuasi dialisis diukur dengan menghitung urea reduction ratio (URR) dan (KT/V). URR dihitung dengan mencari rasio pengurangan kadar ureum pascadialisis. Pada hemodialisis 2 kali seminggu dialisis dianggap cukup bila URR-nya lebih dari 80 % (Suhardjono, Rahardjo & Susalit, 2009). Chanif et al (2013) menyatakan bahwa tindakan hemodialisis bisa mencapai hasil yang maksimal apabila parameter adekuasi hemodialisis bisa tercapai semua. Salah satu parameter adekuasi tindakan hemodialisis adalah rasio reduksi ureum (RRU). RRU yang direkomendasikan oleh National Kidney Foundation Disease Outcomes Quality Initiative / NKF-DOQI (2006) dan Persatuan Nefrologi Indonesia / PERNEFRI (2003) adalah minimal 65%. Nilai dari RRU sangat tergantung pada aliran cairan dialysate, quick of blood (QB), jenis dan bahan dialyzer, pemakaian ulang dialyzer dan luas permukaan dialyzer (NKF-DOQI, 2006). NKF-K/DOQI (2001) menuliskan Metode pengumpulan dialisat merupakan pendekatan alternatif untuk mengukur dosis hemodialisis yang diterima. Dalam

10 16 pendekatan ini, total dialisat yang melewati dialiser dikumpulkan selama tatalaksana hemodialisis. Massa total urea removed kemudian dihitung sebagai produk dari konsentrasi urea dan volume dialisat dikumpulkan. Metode ini telah dipertimbangkan oleh beberapa peneliti untuk menjadi standar emas untuk analisis urea kinetik. Pendukung metode ini menekankan keuntungan dari meminimalkan eksposur pasien dan staf pada darah tersimpan patogen. Namun, work group adekuasi HD mengakui bahwa teknik pengukuran dialisat tidak tersedia secara rutin, tidak praktis untuk menerapkan di sebagian besar unit hemodialisis, belum diperiksa dalam kaitannya dengan outcome pasien, dan mungkin terkait dengan berlebihannya systemic collection error. Misalnya, kesalahan 7 % dalam koleksi dialisat dapat menyebabkan kesalahan 20 % di dalam keseimbangan Kt/V. Meskipun, work group adekuasi HD juga mengakui bahwa kinetika sisi dialisat urea adalah karakteristik terbaik sebagai model keseimbangan, yang work group pikir itu terbaik untuk fokus pada model singlepool urea removal. Oleh karena itu, work group berfokus pada pengukuran berbasis darah urea removal. Untuk menormalkan perbedaan dalam ukuran dan habitus pasien, dosis hemodialisis (diresepkan atau disampaikan) yang terbaik digambarkan sebagai clearance pecahan urea sebagai fungsi volume distribusinya (Kt/V). Pecahan klirens secara operasional didefinisikan sebagai produk dari klirens dialiser (dinyatakan sebagai K dan diukur dalam liter per menit [L/min]) dan waktu pengobatan (dinyatakan sebagai t dan diukur dalam menit); volume distribusi urea dinyatakan sebagai V dan diukur dalam L. Kt/V dapat ditentukan dengan formal Urea Kinetic Modeling (UKM) atau dengan ekstrapolasi dari perubahan fraksional konsentrasi urea darah selama sesi dialisis. Dosis yang disampaikan pada hemodialisis juga dapat dinilai dengan menggunakan URR tersebut. Berdasarkan tinjauan literatur yang diterbitkan sebelum dan sejak rilis RPA(Renal Physicians Association) s Clinical Parctice Guideline on Adequacy of Hemodialysis, work group setuju dengan kesimpulan RPA itu bahwa secara UKM formal, berdasarkan dua atau tiga sampel BUN(Blood Urea Nitrogen), adalah metode terbaik untuk pengukuran rutin dosis hemodialisis pada pasien dewasa dan

11 17 anak. Dari single-pool, volume variabel secaran matematis dianalisis untuk kuantisasi urea removal selama sesi hemodialisis tunggal, UKM formal dianggap yang paling akurat dan lengkap. Namun, itu adalah paling tidak sederhana untuk implemen. Literatur terbaru menunjukkan bahwa hanya satu metode alternative untuk menghitung Kt/V (Kt/V rumus logaritma natural ) dan satu pengukuran lain dari penyampaian dosis hemodialisis (URR) harus dipertimbangkan untuk penggunaan rutin pada orang dewasa. Masing-masing, yaitu: 1) Kt/V rumus logaritma natural Kt/V = - Ln (R t) + (4-3,5 R ) UF/W (1) di mana Ln adalah logaritma natural; R adalah BUN postdialysis BUN predialysis; t adalah dialisis lama sesi dalam jam; UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter; dan W adalah pasien berat postdialisis dalam kilogram; dan 2) URR URR = 100 ( 1 - Ct/C0 ) (2) dimana Ct adalah BUN postdialysis dan C0 adalah BUN predialysis. Formal urea kinetic modeling. Modeling kinetik formal menyediakan metode kuantitatif untuk mengembangkan resep pengobatan untuk pasien tertentu. Karena kompleksitas formula yang memberikan informasi untuk perhitungan Kt/V oleh UKM, software komputasi diperlukan untuk menghitung Kt/V menggunakan UKM formal. UKM formal dapat digunakan untuk menghitung tepat waktu pengobatan yang diperlukan dalam memberikan dosis hemodialisis tertentu pada darah tertentu dan dialisat mengalir dengan dialiser tertentu. UKM formal membutuhkan langkah-langkah akurat : 1. Predialisis dan postdialisis BUN untuk pengobatan dialisis pertama dalam minggu itu dan predialysis BUN pada sesi dialisis minggu kedua dalam tiga kali seminggu jadwal hemodialisis. 2. Predialisis dan bobot postdialisis pada waktu pengobatan hemodialisis pertama minggu.

12 18 3. Waktu pengobatan yang sebenarnya, yaitu, persis jumlah menit selama tatalaksana hemodialisis disampaikan pada dialisis minggu pertama (bukan panjang waktu tatalaksana yang ditentukan atau waktu yang telah berlalu antara menempatkan pasien pada mesin dan melepasnya). 4. Klirens efektif dialiser yang diukur dalam unit hemodialisis (bukan in vitro nilai cukai yang dilaporkan oleh produsen saja). Dua sampel hemodialisis UKM berdasarkan predialisis dan postdialisis BUN tengah minggu sudah dijelaskan dan divalidasi untuk akurasi dibandingkan dengan klasik tiga sampel UKM. 2.3.Akses Vaskuler Dialisis memerlukan darah pasien agar dapat terekspos dengan dialisat melewati membrane semipermeabel. Hal ini dicapai dengan menyalurkan darah keluar tubuh pasien keluar tubuh pasien ke dialiser. Hemodialisis membutuhkan aliran darah yang tinggi antara ml/menit. Aliran sebesar itu tidak dapat dicapai dengan vena perifer. Sehingga dialisis membutuhkan akses vena sentral untuk menyediakan kebutuhan aliran darah tersebut. Bila dialisis dilakukan jangka panjang maka dibutuhkan akses permanen yang ideal (fistula, graft atau permacath) dan kanulasi akses temporer menggunakan vena besar (femoral, subklavian atau jugular internal) paling sering digunakan (Cahyaningsih, 2008) Jenis-jenis Akses Vaskular Disebutkan dalam Cahyaningsih (2008), akses vascular ada dibagi dalam 2 garis besar, yaitu: 1. Akut / Akut Temporer Akses akut dibutuhkan untuk pasien dengan gagal ginjal akut atau pada pasien yang membutuhkan dialisis jangka pendek. Akses ini juga dibutuhkan oleh pasien dengan gagal ginjal kronik bila : 1. Membutuhkan dialisis segera dan belum mempunyai akses permanen 2. Akses permanen belum siap digunakan 3. Akses permanen infeksi atau mengalami thrombosis

13 19 Ini adalah contoh akses vaskular yang dipakai pada akses yang akut : Vascath (percutaneus venous kateter) Vascath sebenarnya adalah nama merk dagang namun sering digunakan oleh staff dialisis sehingga semua kateter venous disebut dengan vascath. Kateter dimasukkan pada vena besar yang ada di subclavian, femoral atau jugular internal. Kateter dapat single atau double lumen (namun yang sering digunakan adalah double lumen) dan tersedia dengan panjang yang berbeda-beda. Kateter triple lumen juga tersedia dan dapat digunakan pada pasien dengan kondisi akut yang juga membutuhkan infuse antibiotic atau nutrisi parenteral diantara dialisis. Ahli anastesi yang memasang vascath dengan lokal anastesi. Kemudian dijahit dibagian luar, dan harus dijahit sebelum digunakan. Posisi kateter dipastikan dengan melakukan X-Ray dada (untuk akses subklavian dan jugular) dan kateter kemudian dapat segera dipergunakan. Gambar 2.2. Contoh double lumen catheter 1 (Sumber:

14 20 Gambar 2.3. Contoh double-lumen catheter 2 (Sumber: 2. Kronik / Akses Permanen Kronik atau akses permanen hanya digunakan oleh pasien yang harus dilakukan dialisis permanaen atau untuk persiapan dilakukan tindakan dialisis suatu saat nanti. Akses internal seperti fistula atau graft adalah akses yang dipilih untuk penggunaaan jangka panjang. Arterio-venous fistula Fistula adalah anastamosis subcutaneous arteri dan vena. Fistula umumnya dibuat di kamar operasi dengan lokal anastesi oleh ahli bedah vascular. Lengan bawah adalah tempat yang paling sering digunakan dan yang paling sering digunakan adalah arteri ulnar dan vena cephalika. Pembuluh lain yang juga dapaat digunakan adalah arteri ulnar dan vena basilica. Anastomosis dilakukan side to side atau end to side (end vena ke side arteri) atau end to end, yang biasanya menyediakan aliran lebih baik dan mengurangi risiko syndrome steal dan distensi vena pembuluh darah. Fistula tidak dapat segera digunakan. Idealnya harus ditunggu 6-8 minggu agar matur. Vena yang kini membawa darah arteri akan mengembang dan memungkinkan untuk dilakukan kanulasi. Bila akses menjadi masalah dan fistula berkembang dengan baik, dapat digunakan penusukan segera dengan persetujuan dari ahli bedah vaskular (Cahyaningsih, 2008).

15 21 Autogenous Arteriovenous Fistula(AVF) adalah pilihan pertama sebagai permanen akses vaskular, dianjurkan jangka waktu setidaknya enam minggu untuk lulus setelah pembentukan AVF digunakan. Tambahan waktu mungkin diperlukan untuk intervensi atau bedah operasi pada AVF untuk dewasa itu. Cangkok prosthetic arteriovenous(av) dapat dikanulasi dalam waktu 2-3 minggu dari implantasi, meskipun tidak disukai sebagai primary akses vaskular. Selain itu, AVF mungkin tidak sesuai untuk pasien dengan gagal jantung serius atau gagal pernafasan kronis atau bagi mereka dengan sindrom yang menyebabkan rasa sakit dan iskemia perifer (Kazancioglu et al, 2012). Graft Formasi dari fistula graft dengan implantasi pembedahan menggunakan suatu graft yang dapat berupa Dacron, graft vena umbilical, pembuluh darah bovine atau bahkan vena saphenous pasien sendiri. Graft disambungkan dengan arteri dan vena. Biasanya dilakukan pada pasien yang mempunyai pembuluh darah kecil atau tidak adekuat untuk dilakukan fistula namun gagal. Biasanya dilakukan di kamar operasi dengan anastesi umum. Tempat sama dengan A-V fistula namun graft lebih sering diletakkan pada U shape (Cahyaningsih, 2008). Permacath / permanent vascath Vascath permanen adalah akses alternative permanen lain bagi pasien yang gagal dilakukan fistula atau graft. Vascath ditanam di bawah kulit untuk meminimalisir infeksi, dan terdapat cuff Dacron untuk menahan kateter dan memberikan barier lebih lanjut terhadap infeksi. Perawatannya sama seperti vascath lain dan dapat digunakan oleh pasien selama setahun atau lebih. Tabel 2.3: Tipe Akses Vaskular Permanen Type of Access Potency Rates Primary arterio-venous fistula 60%-70% at 1 yr 50%-65% at 2-4 yr

16 22 PTFE graft 62%-83% at 1 yr 50%-77% at 2 yr Tunneled cuffed catheter 30%-74% at 1 yr Subcutaneous ports attached to Device survival as high as 90% at 6 mo catheter (Sumber: Henrich, 2012) Komplikasi Akses Vaskuler Komplikasi mayor yang mana dapat terjadi dengan beberapa tipe akses vaskular termasuk thrombosis, infeksi, pembentukan aneurisme, stenosis, dan gagal jantung high-output (Nichols, 1983 dalam Van Stone, 1983). Besarab & Vanday (2011) menuliskan bahwa cedera pada pembuluh endotel dimulai dengan penyisipan kateter dan ditambah dengan turbulen mengalir di sekitar kateter. Pembalikan atau "Manipulasi" kateter sebagai upaya untuk meningkatkan aliran darah lebih mempromosikan gangguan dalam sistem fibrinolitik, memulai koagulasi dan kaskade inflamasi. Ketidakteraturan waktu polimer kateter memungkinkan adhesi permukaan platelet dan aktivasi koagulasi jalur intrinsik. Silicone dapat memiliki potensi throbogenic yang kurang dari bahan lain. Ini adalah pengembangan dari selubung fibrin yang menentukan patensi jangka panjang kateter. Selubung ini, awalnya terdiri dari fibrinogen, albumin, lipoprotein, dan faktor koagulasi, mulai terbentuk dalam 24 jam penyisipan. Selubung fibrin menarik trombosit dan faktor koagulasi dan mempromosikan perlekatan leukosit. Selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan, kolagen disimpan sebagai sel-sel otot polos dari vena yang dinding pembuluh bermigrasi ke arah ujung. Tingkat dari proses ini bervariasi antara pasien karena karakteristik inherited atau acquired. Pada akhirnya, jika pembekuan dalam kelebihan kapasitas sistem fibrinolitik endogen yang berkembang, trombosis kateter terjadi Komplikasi Vascath

17 23 Dalam Cahyaningsih, 2008 dituliskan komplikasi yang sering terjadi pada vascath adalah thrombosis dan infeksi. Thrombosis dapat muncul ketika menyiapkan kateter untuk dialisis atau muncul bila alirannya pelan. Infeksi dapat muncul di daerah exit site dengan kemerahan, nyeri tekan dan keluar eksudat pada daerah insersi. Infeksi intraluminal juga dapat terjadi bila muncul demam pada pasien atau tanda-tanda sepsis lain. Kateter harus segera dilepas bila diduga demam muncul karena infeksi kateter. Selama pemasangan, (lewat subclavia) ada risiko mengalami hemothoraks dan pneumothoraks. Pasien harus diobservasi dengan cermat selama dan setelah pemasangan dan X-Ray dada akan dapat memastikan adanya masalah tersebut di atas Komplikasi Arterio-Venous Fistula Dipaparkan dalam Cahyaningsih (2008) bahwa infeksi dan thrombosis adalah komplikasi yang paling sering terjadi, namun kejadiannya lebih sedikit dibandingkan pemakaian shunt dan vascath. Komplikasi lain meliputi STEAL SYNDROME dan formasi ANEURYSM. Steal syndrome adalah refleksi dari insufisiensi arterial. Terjadi lebih sering pada anastomosis side to side pada arteri radialis. Selama dialisis aliran yang mengarah menuju mesin, mencuri / mengambil darah dari aliran arterial distal. Pasien dapat mengeluh nyeri iskemik atau tangan terasa dingin selama dialisis. Pada kasus yang lebih berat gangrene dan nekrosis pada jari dapat terjadi. Masalah ini diatasi dengan pembedahan pada arteri radialis distal pada fistula. Hal ini harus dilakukan jauh sebelum terjadi nekrosis. Aneurysm digambarkan sebagai sacular dilatasi dinding pembuluh darah (Gutch, Stoner dan Corea, 1993 dalam Cahyaningsih, 2008) umumnya sebagai akibat dari insersi jarum berulang pada daerah yang sama dan dapat dicegah dengan melakukan penusukan dengan variasi tempat sebanyak mungkin. Lee et al (2013) menyatakan bahwa tunneled hemodialysis catheters (THC) memainkan peran penting pendukung selama pematangan graft dan fistula, serta melayani utilitas tambahan pada pasien yang menjalani kontinu dialisis peritoneal

18 24 rawat jalan, sementara mereka menyembuhkan kateter atau selama episode peritonitis. Namun, kateter ini memiliki sejumlah komplikasi, khususnya penyumbatan yang berhubungan dengan kateter dan disfungsi (baik oleh trombus atau selubung fibrin), malposisi dan/atau migrasi, bakteremia dan sepsis, peningkatan risiko stenosis vena sentral dan akhirnya kegagalan perangkat Komplikasi Graft Cahyaningsih (2008) juga mengatakan, yang tersering adalah infeksi dan thrombosis. Infeksi adalah komplikasi adalah komplikasi yang serius pada rupture graft dan dapat terjadi perdarahan. Hal ini harus dideteksi sedini mungkin dan dapat diatasi sesegera mungkin. Thrombosis terjadi lebih sering pada graft dibandingkan dengan A-V fistula, namun bekuan darah dapat dihilangkan melalui pembedahan. Pseudo aneurysm juga salah satu masalah dalam pemasangan graft karena graft diletakkan di sekitar jaringan untuk bergranulasi dan memberikan ruang untuk tempat insersi jarum. Penting untuk melakukan penusukan dengan variasi tempat untuk mencegah hal ini terjadi Komplikasi Permcath Hasil penelitian Sehhat et al (2013) antara September 2010 dan Januari 2012, empat pasien di rumah sakit mereka diamati dengan kateter dialisis permanen yang teradhesi baik SVC atau atrium kanan. Pasien pertama menjalani intraoperatif fluoroskopi dan dijadwalkan untuk operasi jantung. Sayangnya karena gangguan metabolisme, kondisi pasien memburuk dan dia meninggal sebelum operasi. Pasien yang kedua menjalani bedah kardio-toraks dengan midsternotomy and cardio-pulmonary bypass. Kateter telah dilepas dan rute akses lain untuk hemodialisis dibuat. Kasus ketiga dijadwalkan untuk interventional venocavagraphic exploration dari adhesi Permcath. Sebuah kawat endovascular diberikan melalui kawat panduan, yang memisahkan kateter dari SVC. Akhirnya, pasien keempat adalah kasus penyakit Von Willebrand yang dijadwalkan untuk intervensi pelepasan Permcath angiografik. Sayangnya, beberapa jam setelah

19 25 upaya di operasi pengangkatan Permcath, kondisinya memburuk dan dia meninggal. Beberapa metode telah digunakan untuk mengelola adhesi Permcath. Hal ini diasumsikan bahwa semakin lama kateter di tempat, probabilitas adhesi ke vena sentral meningkat. Perubahan histologi telah dibuktikan di dinding vena tambahan untuk kateter. Gambar 2.4. Adhesi Permcath yang dikelilingi sebuah snaring wire (Sumber: Beigi, Yaribakht, Sehhat, 2013) 2.4. Kualitas Hidup Banyak dilakukan penilaian tentang kualitas hidup pada pasien ESRD, karena penyakit ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien baik dari penyakitnya maupun dari terapi hemodialysis yang harus dijalani Pengertian Kualitas Hidup Ferrans & Powers (1994) dalam Septiwi (2011) mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang dan berasal dari kepuasan/ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka. Persepsi subyektif tentang kepuasan terhadap berbagai aspek kehidupan dianggap sebagai penentu utama dalam penilaian kualitas hidup, karena kepuasan merupakan pengalaman kognitif yang menggambarkan penilaian terhadap kondisi kehidupan yang stabil dalam jangka waktu lama. WHO dalam O Connell (2004) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu posisi mereka dalam

20 26 kehidupan dalam konteks yang sistem budaya dan nilai di mana mereka tinggal, dan dalam kaitannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan keprihatinan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa kualitas hidup pasien hemodialisis lebih buruk dibandingkan dengan populasi secara umum, dimana hal tersebut berhubungan dengan perubahan fisik, psikologis, sosial dan lingkungan yang terjadi pada pasien, bisa terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu: a. Demografi pasien Racki et al (2011) melakukan penelitian kualitas hidup pada pasien hemodialisis dengan analisis data demografi dan factor klinis. Data demografi yang dianalisis adalah umur, jenis kelamin, dan pendidikan. Rostami & Lessan-Pezeshki (2009) juga melakukan penelitian dengan data demografiknya berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status pernikahan, dan pekerjaan. b. Terapi hemodialisis yang dijalani Septiwi (2011) menuliskan bahwa kualitas hidup pasien dipengaruhi oleh keadekuatan terapi hemodialisis yang dijalani dalam rangka mempertahankan fungsi kehidupannya. Efektifitas hemodialisis dapat dinilai dari bersihan ureum selama hemodialisis karena ureum merupakan indikator pencapaian adekuasi hemodialisis. Agar hemodialisis yang dilakukan efektif perlu dilakukan pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) dan akses vaskular yang adekuat. c. Cara terapi pengganti ginjal Kualitas hidup pasien ESRD dipengaruhi oleh cara terapi pengganti ginjal yang digunakan. Unni et al (2012) mendapatkan dalam penelitian mereka bahwa pasien yang menjalani transplantasi ginjal memiliki kualitas hidup secara signifikan lebih baik daripada mereka yang melanjutkan perawatan hemodialisis. d. Status fungsional

21 27 Robinson (2010) mencatat ada beberapa faktor yang merupakan tujuan panduan NKF-KDOQI, 2002, yaitu: akses vaskular, adekuasi dialisis, nutrisi, anemia, dan penyakit tulang. Ilayabharthi, Veerappan, Arvind (2012) mencatat dalam kesimpulan penelitiannya bahwa malnutrisi protein-energi sangat tinggi dalam studi kohort mereka dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life (KDQoL)-36 mencatat bahwa dapat mempengaruhi Mental Component Summary (MCS) sangat signifikan. e. Depresi Lee et al (2009) mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa depresi adalah umum pada pasien HD dan terkait dengan beban gejala peningkatan dan penurunan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan di Korea. Wijaya (2005) meneliti 61 orang di RSCM Jakarta dan RS PGI Cikini Jakarta mendapatkan prevalensi depresi pada pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebesar 31.1%. Sebagian besar komponen kualitas hidup pasien yang mengalami depresi lebih rendah dibandingkan dengan pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis tanpa mengalami depresi Metode Konsep Kualitas Hidup Dalam penilaian kualitas hidup perlu memperhatikan beberapa hal. Ada beberapa metode konsep kualitas hidup, salah satunya adalah dari WHO. Dikenal dengan namathe World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), berkembang sejak tahun O Connell, Skevington, & Lotfy (2004) menyatakan bahwa dalam mengukur kualitas hidup, WHOQOL Grup mengambil pandangan bahwa penting untuk mengetahui seberapa puas atau terganggu orang dengan aspek penting dari kehidupan mereka, dan interpretasi ini akan menjadi masalah yang sangat individual. Penilaian The World Health Organization Quality of Life WHOQOL- 100 adalah penilaian kesehatan yang valid antar lintas-budaya. Penilaian dioperasionalisasikan melalui 100 item yang mewakili 25 aspek yang

22 28 diselenggarakan di enam domain. Alat ini dikembangkan melalui kolaborasi 15 situs di seluruh dunia bekerja dalam bahasa nasional mereka sendiri. WHOQOL-BREF sedang dikembangkan sebagai versi singkat dari WHOQOL-100. WHOQOL-BREF adalah versi 26 - item yang mengandung item WHOQOL-100 yang diambil dari uji coba lapangan data WHOQOL-100. WHOQOL-BREF berisi satu item dari masing-masing 24 aspek QOL yang termasuk dalam WHOQOL-100, ditambah dua 'patokan' item dari segi umum tentang kualitas hidup secara keseluruhan dan kesehatan umum. WHOQOL- BREF dikembangkan dalam konteks empat domain dari kualitas hidup: fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Dalam mengukur kualitas hidup dapat juga dengan melalui skoring sistem berupa Short Form-36, terdiri dari 36 pertanyaan yang berisi 8 item yang diukur, yaitu: a. Fungsi fisik terdiri 10 pertanyaan yang mengevaluasi tentang kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik hidup misalnya memenuhi ADL, berjalan, berpindah; b. Peran-fisik, terdiri 4 item pertanyaan mengevaluasi kemampuan fisik dalam melakukan aktivitas yang terbatas; c. Nyeri tubuh, berisi 2 item skala yang mengevaluasi pengalaman nyeri selama 4 minggu yang lalu dan bagaimana nyeri muncul saat melakukan aktivitas normal; d. Kesehatan umum, berisi 5 item skala mengevaluasi kesehatan umum dalam lingkup persepsi personal; e. Vitalitas, berisi 4 item skala yang mengevaluasi perasaan energy, kelelahan, kelemahan; f. Fungsi sosial, berisi 2 item skala yang mengevaluasi seberapa sering masalah fisik dan emosional muncul mengganggu hubungan dengan keluarga, teman, dan interaksi sosial lain selama 4 minggu yang lalu; g. Peran-emosional, berisi 3 item pertanyaan yang mengevaluasi faktor emosional yang mengganggu kerja atau aktivitas lain; h. Kesehatan mental, berisi 5 item skala yang mengevaluasi perasaan cemas dan depresi (Zadeh, 2003 dalam Nurcahyati 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1. Definisi dan Etiologi Penyakit ginjal kronik dapat didefinisikan sebagai suatu abnormalitas dari struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis 2.1.1. Definisi dan Prinsip Kerja HD adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semipermeabel (dialiser), yang berfungsi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, memerlukan akses vaskular yang cukup baik agar dapat menjalani proses pencucian darah atau hemodialisis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disembuhkan. Penyakit ini ditandai turunnya fungsi ginjal sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dapat disembuhkan. Penyakit ini ditandai turunnya fungsi ginjal sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Penyakit ginjal kronis terminal merupakan salah satu penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini ditandai turunnya fungsi ginjal sehingga diperlukan penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar 1 BAB I.PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar albumin dalam urin. Gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam memepertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbanagn cairan tubuh, dan nonelektrolit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization (WHO) secara global lebih dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN semua pasien yang menjalani hemodialisis menggunakan jenis dialiser yang sama (high flux), uji statistik untuk variabel lama dialisis juga tidak dilakukan karena semua pasien yang menjalani hemodialisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 A. Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Penyakit ginjal kronik dan terapi pengganti Ginjal memiliki beberapa fungsi yang penting, yaitu fungsi ekskresi dan sekresi. Apabila fungsi fisiologis ginjal

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal, mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal kronik terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang cukup banyak terjadi di dunia ini. Jumlah penderita PGK juga semakin meningkat seiring dengan gaya hidup saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Dengan prevalensi 15% di negara berkembang, dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi kesejahteraan dan keselamatan pada manusia untuk mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal II.1.1 Anatomi Gambar II-1. Anatomi Ginjal (diunduh dari http://higheredbcs.wiley.com/legacy/college/tortora/) Ginjal merupakan suatu organ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. GFR < 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. GFR < 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3 bulan dengan atau tanpa 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Chronic Kidney Disease 2.1.1 Definisi Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan, dengan atau tanpa disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum dan kreatinin) dan air yang ada pada darah melalui membran semipermeabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dalam

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif

Lebih terperinci

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari Proses Peritoneal dialisis dan CAPD Dahlia Lara Sikumalay 13113120012 Putri Ramadhani 1311312008 Tria Wulandari 1311312006 Fakultas Keperawatan Universitas Andalas 2016 Prosedur peritoneal dialisis Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II menguraikan dasar-dasar teori yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik, hemodialisis, Quick of blood (Qb), ureum dan kreatinin serta peran perawat hemodialisis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) dan hanya menggantikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) dan hanya menggantikan 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** Pasien diabetes yang mengalami gagal ginjal terminal harus menjalani terapi

Lebih terperinci

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal adalah menurunnya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah pada tahap penyakit ginjal tahap akhir atau yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Ginjal Kronik 1. Pengertian Penyakit ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN

PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN Asri Setyaningsih*, Dewi Puspita**, M. Imron Rosyidi*** 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Pustaka 1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik PERNEFRI (2003) mengungkapkan bahwa penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya 3 bulan atau lebih, penurunan

Lebih terperinci

HEMODIALYSIS PADA ANAK. Tatik Dwi Wahyuni, SKep Ns RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

HEMODIALYSIS PADA ANAK. Tatik Dwi Wahyuni, SKep Ns RSUP Dr Sardjito Yogyakarta HEMODIALYSIS PADA ANAK Tatik Dwi Wahyuni, SKep Ns RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Pendahuluan Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan masalah kesehatan dengan insidensi yang terus meningkat saat ini 1-3 anak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA QUICK OF BLOOD (Qb) DENGAN ADEKUASI HEMODIALISIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RUANG HD BRSU DAERAH TABANAN BALI

HUBUNGAN ANTARA QUICK OF BLOOD (Qb) DENGAN ADEKUASI HEMODIALISIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RUANG HD BRSU DAERAH TABANAN BALI UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA QUICK OF BLOOD (Qb) DENGAN ADEKUASI HEMODIALISIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RUANG HD BRSU DAERAH TABANAN BALI TESIS I Gusti Ayu Puja Astuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik hampir selalu bersifat asimtomatik pada stadium awal. Definisi dari penyakit ginjal kronik yang paling diterima adalah dari Kidney Disease:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Ginjal Kronik 1. Definisi Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT GINJAL KRONIK 2.1.1. Defenisi Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler memiliki risiko mengalami kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Hemodialisa Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia masih menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang cukup sulit. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 15,2%, prevalensi PGK pada stadium 1-3 meningkat menjadi 6,5 % dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) sebagai suatu proses patofisiologi yang menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional ginjal ini masih menjadi permasalahan serius di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Hemodialisa A. Pengertian Hemodialisa Hemodialisa merupakan proses difusi melintas membrana semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serta terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serta terjadinya kerusakan ginjal dan penurunan fungsi ginjal dengan Glomerular BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Pengertian Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis yang ditandai dengan kelainan struktural maupun fungsional

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat didefinisikan sebagai pengganti ginjal. Di seluruh dunia, jumlah yang menerima terapi pengganti ginjal

Lebih terperinci

Terapi Pengganti Ginjal. Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes

Terapi Pengganti Ginjal. Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes Terapi Pengganti Ginjal Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes Anatomi dan fisiologi ginjal Ginjal 2 buah : kanan, kiri Letak : retroperitoneal Ukuran : 11x6x3cm Berat : 120-170gr Terdiri dari : cortex

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Peran Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan

Lebih terperinci

penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

penyakit yang merusak massa nefron ginjal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi Gagal Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan berbagai macam penyebab yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemodialisis Ginjal mempunyai fungsi utama sebagai penyaring darah kotor, yaitu darah yang telah tercampur dengan sisa metabolisme tubuh. Sisa hasil metabolisme antara lain ureum,

Lebih terperinci

MUTU(QUALITY) ADALAH KESESUAIAN DENGAN STANDAR(CONFORMANCE TO REQUIREMENTS) (CROSBY) MUTU ADALAH GAMBARAN DARI PRODUK YANG MEMENUHI KEBUTUHAN

MUTU(QUALITY) ADALAH KESESUAIAN DENGAN STANDAR(CONFORMANCE TO REQUIREMENTS) (CROSBY) MUTU ADALAH GAMBARAN DARI PRODUK YANG MEMENUHI KEBUTUHAN MUTU(QUALITY) ADALAH KESESUAIAN DENGAN STANDAR(CONFORMANCE TO REQUIREMENTS) (CROSBY) MUTU ADALAH GAMBARAN DARI PRODUK YANG MEMENUHI KEBUTUHAN PELANGGAN DAN BEBAS DARI KECACATAN (JURAN) QUALITY PATIENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serius di dunia yang insidensinya meningkat setiap tahun. Walaupun penyakit

BAB I PENDAHULUAN. serius di dunia yang insidensinya meningkat setiap tahun. Walaupun penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius di dunia yang insidensinya meningkat setiap tahun. Walaupun penyakit gagal ginjal tidak termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan permasalahan di bidang nefrologi dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA A. Pengertian Hemodialisa adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah dan produk hail metabolic esensial (sampah nitrogen dan sampah yang lain) melalui selaput membrane

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam tubuh manusia. Fungsi tersebut diantaranya mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. PGK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta 2010-2011 DEFINISI Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal atau renal failure merupakan gangguan fungsi ginjal menahun yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan kemampuannya

Lebih terperinci

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida A. Pengertian Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

Ditulis pada Senin, 22 Februari :11 WIB oleh fatima dalam katergori others tag hd, Haemodialysis

Ditulis pada Senin, 22 Februari :11 WIB oleh fatima dalam katergori others tag hd, Haemodialysis Haemo Dialysis Ditulis pada Senin, 22 Februari 2016 01:11 WIB oleh fatima dalam katergori others tag hd, Haemodialysis http://fales.co/blog/haemo-dialysis.html Adekuasi dialisis Definisi Adekuasi dialisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel (Wilson, 2005) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA ADEKUASI HEMODIALISIS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISIS RS PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TESIS Cahyu Septiwi 0806483323 PROGRAM

Lebih terperinci

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) Pembicara/ Fasilitator: DR. Dr. Dedi Rachmadi, SpA(K), M.Kes Tanggal 15-16 JUNI 2013 Continuing Professional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci